Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan. Dengan

pernikahan, seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara

biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia pernikahan ideal

pada perempuan yaitu 21-25 tahun dan pada laki-laki 25-28. Pada usia

tersebut organ reproduksi perempuan secara fisiologis sudah berkembang

secara baik dan kuat serta siap melahirkan keturunan secara fisik sudah

mualai matang. Sementara pada laki-laki yang berusia 25-28 tahun kondisi

psikis dan fisiknya sangat kuat, sehingga mampu menopang kehidupan

keluarga untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi dan sosial

(Irianto, 2015).

Undang-undang perkawinan No.1 tahun 1974 memperbolehkan

seorang perempuan usia 16 tahun dapat menikah, sedangkan Undang-

undang Kesehatan No.36 Tahun 2009 memeberikan batasan 20 tahun,

karena hubungan seksual yang dilakukan pada usia di bawah 20 tahun

beresiko terjadi kanker serviks serta penyakit seksual mnular . United

Nations Children’s Fund (UNICEF) berpendapat pernikahan usia dini

adalah pernikahan yang dilaksanakan secara resmi atau tidak resmi yang

dilakukan sebelum usia 18 tahun (UNICEF, 2014). Fenomena pernikahan

usia dini pada dasarnya merupakan satu siklus fenomena yang terulang dan

tidak hanya terjadi di daerah pedesaan, tetapi terjadi juga di wilayah


perkotaan yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh role model dari

dunia hiburan.

Data United Nations Children’s Fund (UNICEF) tahun 2013,

Indonesia menempati urutan ke tujuh di dunia sebesar 457,6 ribu dengan

data yang diambil yaitu perempuan usia 20-24 tahun yang menikah sebelum

usia 15 tahun.3 Data UNICEF tahun 2017 dari 20 negara dengan angka

pernikahan dini tertinggi, Indonesia menduduki peringkat ke delapan

dengan jumlah pernikahan dini sebanyak 1.459.000. Berdasarkan data

Kementerian Agama kejadian pernikahan dini di Indonesia didapatkan

sebanyak 14,18% terjadi pada tahun 2017 yaitu perempuan yang menikah

usia kurang dari 18 tahun. Pada tahun 2018 kejadian pernikahan dini

mengalami peningkatan yaitu 15,66%. Sedangkan di jawa timur merujuk

pada  data yang peroleh dari Pengadilan Agama, sepanjang 2020 ada

sebanyak 9.453 kasus pernikahan di bawah umur. Angka itu setara 4,97

persen dari total 197.068 pernikahan yang tercatat di Pengadilan Agama.

Faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini yang sering

kita jumpai di masyarakat yaitu karena faktor ekonomi, pernikahan dini

terjadi karena hidup digaris kemiskinan sehingga untuk meringankan

beban orang tuanya maka anaknya dinikahkan dengan orang yang

dianggap mampu, faktor pendidikan, rendahnya tingkat pendidikan

maupun pengetahuan orang tua, anak, dan masyarakat menyebabkan

adanya kecenderungan menikahkan anaknya yang masih dibawah umur,

faktor orang tua, orang tua khawatir terkena aib karena anak

perempuannya berpacaran dengan laki-laki yang sangat dekat sehingga


berkeinginan segera menikahkan anaknya, faktor media massa dan

internet, gencarnya ekspose seks di media massa menyebabkan remaja

modern kian Permisif terhadap seks, faktor adat istiadat, perkawinan usia

muda terjadi karena orang tuanya takut anaknya dikatakan perawan tua

sehingga segera dikawinkan, dan faktor hamil diluar nikah terjadi karena

mudahnya mengakses video-video porno dan pergaulan bebas sehingga

remaja merasa penasaran (Ika Syarifatunisa, 2017).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari pernikahan dini ?

2. Apa faktor penyebab seseorang melakukan pernikahan dini ?

3. Apa dampak positif dan negatif pernikahan dini ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari pernikahan dini.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pernikahan Dini.

3. Untuk mengetahui dampak psitif dan negatif dari pernikaha dini.

1.4 Manfaat

1. Manfaat bagi penulis

Dengan ditugaskannya makalah ini penulis lebih memahami dan

menegtahui tentang pernikahan dini dan dampak yang ditimbulkannya.

2. Manfaat bagi pembaca

a. Remaja

Dengan lebih mengetahui dan memahami tentang dampak yang

ditimbulkan oleh pernikahan dini, maka di harapkan dapat menekan

angka pernikahan dini di kalangan remaja.


b. Masyarakat

Dengan adanya makalah ini masyarakat bisa lebih memahami,

mengetahui dan sadar atas dampak yang di timbulkan oleh pernikahan

dini.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pernikahan Dini

Menurut WHO, pernikahan dini (early married) adalah pernikahan

yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan masih dikategorikan

anak-anak atau remaja yang berusia dibawah usia 19 tahun. Menurut United

Nations Children’s Fund (UNICEF) menyatakan bahwa pernikahan usia

dini adalah pernikahan yang dilaksanakan secara resmi atau tidak resmi

yang dilakukan sebelum usia 18 tahun. Menurut UU RI Nomor 1 Tahun

1974 pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika

pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai

umur 16 tahun. Apabila masih di bawah umur tersebut, maka dinamakan

pernikahan dini.

Pengertian secara umum, pernikahan dini yaitu merupakan institusi

agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu

ikatan keluarga. Remaja itu sendiri adalah anak yang ada pada masa

peralihan antara masa anak-anak ke dewasa, dimana anak-anak mengalami

perubahan-perubahan cepat disegala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak,

baik bentuk badan, sikap,dan cara berfikir serta bertindak,namun bukan pula

orang dewasa yang telah matang.

Pernikahan dibawah umur yang belum memenuhi batas usia

pernikahan, pada hakikatnya di sebut masih berusia muda atau anakanak

yang ditegaskan dalam Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun


2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun dikategorikan

masih anak-anak, juga termasuk anak yang masih dalam kandungan, apabila

melangsungkan pernikahan tegas dikatakan adalah pernikahan dibawah

umur. Sedangkan pernikahan dini menurut BKKBN adalah pernikahan yang

berlangsung pada umur di bawah usia reproduktif yaitu kurang dari 20 tahun

pada wanita dan kurang dari 25 tahun pada pria. Pernikahan di usia dini

rentan terhadap masalah kesehatan reproduksi seperti meningkatkan angka

kesakitan dan kematian pada saat persalinan dan nifas, melahirkan bayi

prematur dan berat bayi lahir rendah serta mudah mengalami stress.

Menurut Kementerian Kesehatan RI, pernikahan adalah akad atau

janji nikah yang diucapkan atas nama Tuhan Yang Maha Esa yang

merupakan awal dari kesepakatan bagi calon pengantin untuk saling

memberi ketenangan (sakinah) dengan mengembangkan hubungan atas

dasar saling cinta dan kasih (mawaddah wa rahmah). Pernikahan adalah

awal terbentuknya sebuah keluarga.

2.2 Faktor Penyebab Seseorang Melakukan Pernikahan Dini

Menurut Noorkasiani, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

pernikahan usia muda di Indonesia adalah:

2.2.1 Faktor individu

1) Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang.

Makin cepat perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula

berlangsungnya pernikahan sehingga mendorong terjadinya pernikahan

pada usia muda.


2) Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja.

Makin rendah tingkat pendidikan, makin mendorong berlangsungnya

pernikahan usia muda.

3) Sikap dan hubungan dengan orang tua.

Pernikahan usia muda dapat berlangsung karena adanya sikap patuh

dan atau menentang yang dilakukan remaja terhadap perintah orang tua.

Hubungan dengan orang tua menentukan terjadinya pernikahan usia muda.

Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan pernikahan remaja karena

ingin melepaskan diri dari pengaruh lingkungan orang tua.

4) Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang dihadapi,

termasuk kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan pernikahan yang

berlangsung dalam usia sangat muda, diantaranya disebabkan karena remaja

menginginkan status ekonomi yang lebih tinggi.

2.2.2 Faktor Keluarga

Peran orang tua dalam menentukan pernikahan anak-anak mereka

dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

1) Sosial ekonomi keluarga

Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai keinginan

untuk mengawinkan anak gadisnya. Pernikahan tersebut akan memperoleh

dua keuntungan, yaitu tanggung jawab terhadap anak gadisnya menjadi

tanggung jawab suami atau keluarga suami dan adanya tambahan tenaga

kerja di keluarga, yaitu menantu yang dengan sukarela membantu keluarga

istrinya.
2) Tingkat pendidikan keluarga

Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering ditemukan

pernikahan diusia muda. Peran tingkat pendidikan berhubungan erat dengan

pemahaman keluarga tentang kehidupan berkeluarga.

3) Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga.

Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga juga

menentukan terjadinya pernikahan diusia muda. Sering ditemukan orang tua

mengawinkan anak mereka dalam usia yang sangat muda karena keinginan

untuk meningkatkan status sosial keluarga, mempererat hubungan antar

keluarga, dan untuk menjaga garis keturunan keluarga.

4) Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi masalah remaja.

Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi atau

mengatasi masalah remaja, (misal: anak gadisnya melakukan perbuatan

zina), anak gadis tersebut dinikahkan sebagai jalan keluarnya. Tindakan ini

dilakukan untuk menghadapi rasa malu atau rasa bersalah.

Macam-macam peran orang tua dalam BKKBN dijelaskan bahwa peran

orang tua terdiri dari:

1) Peran sebagai pendidik

Orang tua perlu menanamkan kepada anak-anak arti penting dari

pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari sekolah.

Selain itu nilai-nilai agama dan moral, terutama nilai kejujuran perlu

ditanamkan kepada anaknya sejak dini sebagai bekal dan benteng untuk

menghadapi perubahan yang terjadi.


2) Peran sebagai pendorong

Sebagai anak yang sedang menghadapi masa peralihan, anak

membutuhkan dorongan orang tua untuk menumbuhkan keberanian dan rasa

percaya diri dalam menghadapi masalah.

3) Peran sebagai panutan

Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan bagi anak, baik

dalam berkata jujur maupun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan

bermasyarakat.

4) Peran sebagai teman

Menghadapi anak yang sedang menghadapi masa peralihan. Orang tua

perlu lebih sabar dan mengerti tentang perubahan anak. Orang tua dapat

menjadi informasi, teman bicara atau teman bertukar pikiran tentang

kesulitan atau masalah anak, sehingga anak merasa nyaman dan terlindungi.

5) Peran sebagai pengawas

Kewajiban orang tua adalah melihat dan mengawasi sikap dan

perilaku anak agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama dari pengaruh

lingkungan baik dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan

masyarakat.

6) Peran sebagai konselor

Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan nilai positif dan

negatif sehingga anak mampu mengambil keputusan yang terbaik.


2.2.3 Faktor masyarakat lingkungan

1) Adat istiadat

Terdapat anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa anak gadis

yang telah dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan dipandang “aib” bagi

keluarganya. Upaya orang tua untuk mengatasi hal tersebut ialah

menikahkan anak gadis yang dimilikinya secepat mungkin sehingga

mendorong terjadinya pernikahan usia muda.

2) Pandangan dan kepercayaan

Pandangan dan kepercayaan yang salah pada masyarakat dapat pula

mendorong terjadinya pernikahan di usia muda. Contoh pandangan yang

salah dan dipercayai oleh masyarakat, yaitu anggapan bahwa kedewasaan

seseorang dinilai dari status pernikahan, status janda lebih baik daripada

perawan tua dan kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan

pernikahan. Interpretasi yang salah terhadap ajaran agama juga dapat

menyebabkan terjadinya pernikahan usia muda, misalnya sebagian besar

masyarakat juga pemuka agama menganggap bahwa akil baliq ialah ketika

seorang anak mendapatkan haid pertama, berarti anak wanita tersebut dapat

dinikahkan, padahal akil baliq sesungguhnya terjadi setelah seorang anak

wanita melampaui masa remaja.

3) Penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan

Sering ditemukan pernikahan usia muda karena beberapa pemuka

masyarakat tertentu menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan yang

dimilikinya, yaitu dengan mempergunakan kedudukannya untuk kawin lagi


dan lebih memilih menikahi wanita yang masih muda, bukan dengan wanita

yang telah berusia lanjut.

4) Tingkat pendidikan masyarakat

Pernikahan usia muda dipengaruhi pula oleh tingkat pendidikan

masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat yang tingkat pendidikannya

amat rendah cenderung mengawinkan anaknya dalam usia yang masih

muda.

5) Tingkat ekonomi masyarakat

Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan, sering

memilih pernikahan sebagai jalan keluar dalam mengatasi kesulitan

ekonomi.

6) Tingkat kesehatan penduduk

Jika suatu daerah memiliki tingkat kesehatan yang belum memuaskan

dengan masih tingginya angka kematian, sering pula ditemukan pernikahan

usia muda di daerah tersebut.

7) Perubahan nilai

Akibat pengaruh modernisasi, terjadi perubahan nilai, yaitu semakin

bebasnya hubungan antara pria dan wanita.

8) Peraturan perundang-undangan

Peran peraturan perundang-undangan dalam pernikahan usia muda

cukup besar. Jika peraturan perundang-undangan masih membenarkan

pernikahan usia muda, akan terus ditemukan pernikahan usia muda.


2.3 Dampak Positif Dan Negatif Pernikahan Dini

2.3.1 Dampak positif pernikahan dini

1) Dukungan emosional

Dengan dukungan emosional maka dapat melatih kecerdasan

emosional dan spiritual dalam diri setiap pasangan.

2) Dukungan keuangan

Dengan menikah di usia dini dapat meringankan beban ekonomi

menjadi lebih menghemat.

3) Kebebasan yang lebih :

Dengan berada jauh dari rumah maka menjadikan mereka  bebas

melakukan hal sesuai keputusannya untuk menjalani hidup mereka secara

finansial dan emosional.

4) Belajar memikul tanggung jawab di usia dini :

Banyak pemuda yang waktu masa sebelum nikah tanggung jawabnya

masih kecil dikarenakan ada orang tua mereka, disini mereka harus dapat

mengatur urusan mereka tanpa bergantung pada orang tua.

2.3.2 Dampak negatif pernikahan dini

1) Segi pendidikan

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa seseorang yang

melakukan pernikahan terutama pada usia yang masih muda, tentu akan

membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan. Dapat diambil

contoh,  jika sesorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru lulus

SMP atau SMA, tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau

menempuh pendidikan yang lebih tinggi tidak akan tercapai. Hal tersebut
dapat terjadi karena motivasi belajar yang dimiliki seseorang tersebut akan

mulai mengendur karena banyaknya tugas yang harus mereka lakukan setelah

menikah. Dengan kata lain, pernikahan dini dapat menghambat terjadinya

proses pendidikan dan pembelajaran. Selain itu belum lagi masalah ketenaga

kerjaan, seperti realita yang ada didalam masyarakat, seseorang yang

mempunyai pendidikan rendah hanya dapat bekerja sebagai buruh saja,

dengan demikian dia tidak dapat mengeksplor kemampuan yang dimilikinya.

2) Segi kesehatan

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah Sakit

Balikpapan Husada (RSBH) dr Ahmad Yasa, SPOG mengatakan, perempuan

yang menikah di usia dini kurang dari 15 tahun memiliki banyak risiko,

sekalipun ia sudah mengalami menstruasi atau haid. Ada dua dampak medis

yang ditimbulkan oleh pernikahan usia dini ini, yakni dampak pada

kandungan dan. kebidanannya. Penyakit kandungan yang banyak diderita

wanita yang menikah usia dini, antara lain infeksi pada kandungan dan

kanker mulut rahim. Hal ini terjadi karena terjadinya masa  peralihan anak-

anak ke sel dewasa yang terlalu terlalu cepat. Padahal, pada umumnya

pertumbuhan sel yang tumbuh pada anak-anak baru akan berakhir pada usia

19 tahun. Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, rata-rata

penderita infeksi kandungan dan kanker mulut rahim adalah wanita yang

menikah di usia dini atau dibawah usia 19 atau 16 tahun. Untuk risiko

kebidanan, wanita yang hamil di  bawah usia 19 tahun dapat berisiko pada

kematian, selain kehamilan 35 tahun ke atas. Risiko lain, hamil di usia muda

juga rentan terjadinya pendarahan, keguguran, hamil anggur dan hamil


prematur di masa kehamilan. Selain itu, risiko meninggal dunia akibat

keracunan kehamilan juga banyak terjadi pada wanita yang melahirkan di

usia dini. Salah satunya penyebab keracunan kehamilan ini adalah tekanan

darah tinggi atau hipertensi. Dengan demikian, dilihat dari segi medis,

pernikahan dini akan membawa banyak kerugian. Maka dari itu, orangtua

wajib berpikir masak-masak jika ingin menikahkan anaknya yang masih di

bawah umur. Bahkan pernikahan dini bisa dikategorikan sebagai bentuk

kekerasan psikis dan seks bagi anak, yang kemudian dapat mengalami

trauma.

3) Segi psikologi

Menurut para psosiolog ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat

mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih

labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat

pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak

negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan diatas umur

19 tahun untuk  pria dan 16 tahun untuk wanita.

Anda mungkin juga menyukai