Anda di halaman 1dari 287

RAYAN ✔️

Argos, geng legendaris yang saat ini sedang dipimpin oleh Rayland. Pemuda dingin, tegas, brutal
dan juga kejam dalam menghadapi musuh musuhnya. Dibantu oleh keempat sahabatnya yang
menjadi inti dari geng Argos. Semua pencari masalah akan dibantai habis oleh mereka. Anindya,
seorang gadis cantik yang pemberani dan juga cerdas. Seorang gadis yang mampu meluluhkan
pertahanan Rayland yang dikenal tidak pernah berdekatan dengan spesies bernama "perempuan"
except his mother. Selamat mengikuti kisah perjalanan Argos dan juga Anin, readers❤️

Prolog
WELCOME!
Happy reading🙆🏻‍♀️❤️
•••
Ting! Ting!

"Atas nama Anin." bunyi bel dan nama yang disebutkan oleh salah satu karyawan cafe
menandakan bahwa makanan sudah siap untuk diambil terdengar di telinga seorang gadis. Gadis
itu segera beranjak dari tempat duduknya dan melangkah untuk mengambil makanannya.

"Terima kasih." ucap gadis itu setelah membawa nampan berisi pesanan nya. Ia kembali duduk
di tempat semula lalu meletakkan nampan tersebut di atas meja. Gadis itu membuka laptop yang
menampilkan tugas makalahnya lalu memasang airpods di kedua telinganya.

Living all alone kinda forgot it's been that long~

Lagu Happy by Skinnyfabs melantun indah di kedua telinganya, ia memakan pastanya sambil
mengerjakan makalahnya.

Sungguh suasana yang sangat menenangkan, ditambah suasana cafe yang cozy membuat Anin
ingin berlama lama untuk nongkrong apalagi ditambah wi-fi yang kenceng abis. Anindya Aradia
Athena, that's her name.

•••
"Gue kan udah bilang anjing, udah pasti ni curut yang ambil pensil gue." pemuda yang dituduh
hanya bisa berdecak sambil memutarkan bola matanya malas.

Bisa apa dia kalau sudah dituduh begini, yang bisa dia lakukan hanya "Yaudah iya, puas lo?"
sahutnya pasrah.

"Den, lo kan kaya apalagi bokap lo tajir melintir. Masa cuma buat beli pensil doang lo sampe
nyolong?"

Naden, nama pemuda yang dituduh itu hanya pasrah karena ketahuan mencolong pensil
sahabatnya.

"Kalo ada yang bisa dicuri kenapa harus beli." Naden menjawab dengan santainya kepada
temannya yang bernama Alex.

Sedangkan tiga orang yang sedari tadi diam hanya melirik malas kedua orang yang sedang
berdebat itu, mereka sudah terbiasa diberi asupan adu mulut antara Naden dan juga Alex.

"Duduk di pojok situ aja deket AC, gue lagi gerah." celetuk pemuda bernama Athan sambil
menunjuk tempat duduk yang ingin mereka tempati. Mereka berlima berjalan dengan langkah
tegas ke arah tempat duduk, diiringi beberapa pasang mata yang menatap ke arah para pemuda
itu.
Terutama Rayland. Pemuda dengan wajah tampannya yang sangat menggetarkan hati para kaum
hawa. Iris cokelat terangnya disertai pahatan wajah yang sempurna dan tubuh yang proposional
membuat pemuda itu menarik perhatian para pengunjung di cafe.

Setelah mereka sampai di tempat tersebut, mereka mulai memanggil pelayan dan memesan
makanan. Selagi menunggu pesanan mereka, Alex dan Naden senantiasa berdebat soal pensil,
Athan yang sedang menyejukkan badannya, Leo yang menelungkupkan kepalanya diatas meja
dan yang terakhir sang pemimpin yang sedang memainkan ponsel nya, Rayland Reagan Delano.

"Iya tugasnya baru selesai gue buat, sekarang gue kirim filenya ya." suara lembut seorang gadis
membuat perhatian kelima pemuda yang tadinya sibuk dengan kegiatan masing-masing itu
teralihkan.

Gadis itu mengenakan baju turtle neck berwarna hitam lengan panjang dipadukan dengan blazer
sebagai outernya dan celana jeans yang membungkus kaki jenjangnya serta jangan lupakan
rambut yang dikuncir messy membuat beberapa anak rambut menjuntai menambah kecantikkan
Anin.

Setelah mengakhiri panggilan tersebut, Anin menghabiskan sisa makanannya dan minumannya
lalu mengecek sosial medianya. Anin yang merasa diperhatikan, menoleh ke samping dan
mendapati lima pemuda yang ia kenal sedang menatap diri nya. Anin terdiam sesaat, lalu
mengangkat sebelah alisnya. "Sejak kapan mereka disini?" tanya Anin dalam hati.

"HAI ANIN!"
•••

RAYAN PART 1
HELO~

•••
"DADDY!" jerit Anin ketika melihat makhluk kecil dalam mode terbang di kamarnya.

"ANJ- JANTUNG GUE!" Vano hampir saja melontarkan kalimat kasar. Pria yang sedang berada
di ruang kerjanya itu memegang dadanya karena kaget mendengar jeritan Anin, ia pun segera
menuju ke kamar anak gadisnya untuk melihat apa yang terjadi.

Cklek

Pintu kamar terbuka, membuat Anin yang sedang tertidur di atas kasur dengan selimut yang
membungkus tubuhnya hingga atas kepala terbangun.
Diambang pintu, terlihat daddy nya yang sedang berkacak pinggang dengan kemeja putih polos
yang masih membalut tubuhnya.
"D-dad ada kecoa." cicit Anin.

Vano menghela nafas. "Jago bela diri si iya, masa sama kecoa aja takut sih kamu." ucap Vano
lalu melangkah untuk mengambil baygon dan menyemprotkannya ke serangga berwarna cokelat
tersebut.

"KAN GELI DAD ASTAGA!" jerit Anin kepada daddy gahol nya itu.

"Tuh dia udah mati." ucap Vano seraya menuju ranjang tempat anaknya berada. Pria itu duduk di
pinggiran kasur.

"Udah yee anak gue yang paling cakep tiada duanya, sekarang gue mau lanjut kerja dulu
disebelah." Vano membenarkan letak selimut Anin lalu mengelus rambut anaknya itu.

"Good night." Vano mencium kening Anin lalu keluar dari kamar Anin untuk melanjutkan
pekerjaan yang sempat tertunda.

•••

Saat ini Anin sedang menuju ke perpustakaan dengan membawa setumpuk buku yang
diperintahkan oleh wali kelasnya. Dari kejauhan, tepatnya di koridor kelas 11 ia melihat
beberapa anggota geng Argos sedang berkumpul, mungkin sekitar 15 orang.

Jujur saja Anin ingin menghindari mereka. Namun, mau tidak mau Anin harus melewati orang
orang itu karena letak perpustakan tepat diujung koridor tempat mereka berkumpul.

Selagi Anin berjalan menuju kesana, Anin mengedarkan pandangannya ke seberang gedung
lebih tepatnya di atap gedung kelas 12. Ia melihat seseorang dengan pakaian serba hitam yang
sedang menodongkan pistolnya ke arah para anggota Argos, atau bisa dibilang peluru di dalam
pistol tersebut tertuju pada Ray yang posisinya sedang membelakangi si pelaku.

Anin yang melihat hal itu sontak melanjutkan langkahnya dengan cepat. Ia tidak berlari karena
orang berpakaian serba hitam disertai penutup wajah itu pasti akan mengetahui niatnya dan
menembak Ray saat itu juga.

Setelah sampai di gerombolan para anggota Argos, seluruh anggota yang berada disana menatap
Anin bingung karena tumben sekali ada gadis yang berani untuk menghampiri mereka.

Anin bergerak sedikit gelisah. "Gue sama sekali nggak bermaksud ganggu kalian, gue cuman
mau ngasih tau sesuatu." Anin memberikan kode dengan lirikan mata dengan jarinya yang
menunjuk kecil ke arah atap gedung kelas 12.

Rayland dan anggotanya yang lain mengedarkan pandangannya mengikuti  arahan Anin, dan
mata mereka sedikit menyipit melihat apa yang sedang dilakukan orang berpakaian hitam itu.
"Shit!" desis Naden ketika ia melihat pistol itu sudah mulai menodong ke arah mereka, tepatnya
ke arah Ray.

Dengan gerakan yang tidak mencolok Ray memerintahkan beberapa anggotanya untuk
menangkap orang berpakaian hitam itu, "Andre, Bara lo berdua tau kan apa yang harus
dilakuin?"

Suara berat nan serak itu memasuki telinga Anin dan tanpa disadari membuat tubuhnya kembali
meremang, ditambah tatapan tajam bak elang itu sekarang menatap dirinya.

Andre dan Bara menganggukan kepalanya dan langsung bergerak sesuai yang dimaksud oleh
Ray. Anggota lain masih berdiam pada tempatnya dan tinggal menunggu Bara serta Andre untuk
menangkap orang tolol itu.

Anin yang merasa sudah tidak ada kepentingan, memilih melanjutkan langkahnya menuju
perpustakaan. Namun baru tiga langkah gadis itu berjalan, suara berat itu membuat ia
menghentikannya langkahnya,

"Makasih." Ray berbicara sambil memberikan senyuman tipis. Anin membalikkan badannya dan
hanya mampu menganggukan kepalanya kaku lalu  melanjutkan langkahnya.

***
BRAK

Bunyi gebrakan pintu terdengar menggema di seluruh markas Argos, terlihat Ray dan anggota
inti lainnya masuk kedalam ruangan yang memiliki pencahayaan remang-remang. Ray
melangkah pelan dan tenang menuju kursi kayu yang dimana tempat si biang keladi yang
mungkin sudah pingsan karena sudah diberi pelajaran lebih dulu oleh para anggotanya.

Dengan kasar, Ray melepaskan penutup kepala itu dan seketika tatapan datarnya berubah
menjadi tatapan yang sangat dingin.

"OALAH SI PANTAT PANCI TERNYATA!" Celetuk Alex saat melihat wajah biang keladi itu
terpampang dengan jelas.

"JUANCOK!" umpat Athan.

"HEH BANGUN, BANGUN KAGA LO?!" Saking emosinya Naden menampar pipinya berkali
kali dan membuat si pelaku terbangun.

"Siapa?" Ray berbicara dengan nada yang tenang bak air sungai yang mengalir.

Karena tidak mendapat jawaban dari si pelaku, dengan gesit Ray menonjok rahang Rafa sampai
menimbulkan suara yang sangat keras. Rafa merasakan rasa sakit yang amat sangat di daerah
tulang rahangnya.
Tapi siapa yang peduli? mencari masalah dengan Argos sama dengan bunuh diri dan orang ini
dengan bodohnya melemparkan dirinya sendiri ke kandang singa.

"Siapa?" Ray bertanya masih dengan nada tenangnya yang penuh penekanan. Percayalah,
pembawaan Ray yang kelewat tenang seperti ini malah membuat suasana semakin sesak. Mereka
yang berada di dalam ruangan, seperti tidak bisa bernafas dengan leluasa.

Dengan terbata bata ia menyebutkan satu nama yang membuat para anggota inti Argos
mengepalkan tangannya dengan kuat, "Alden."

Ray hanya memberikan tatapan datarnya disertai mengangkat sebelah alisnya seolah itu bukan
hal yang penting.

"Kalian, lanjutin." Ray berjalan menuju pintu meninggalkan ruangan itu. Dengan tangan terbuka,
para anggota inti yang lain langsung memberikan pelajaran kepada Rafa. Menendang, menonjok
sampai membuat pemuda yang duduk di atas kursi kayu itu pasrah dan berakhir pingsan.

•••
TBC❤️
Gimana part ini menurut kalian? nyambung ga? semoga suka ya hehe. Jangan lupa buat
vote dan komennya biar aku semakin semangat buat up!🥰🤚

ABOUT ARGOS🔥
Untuk para pembaca, aku harap kalian ngga skip part ini biar kalian engga bingung sama
posisi masing masing para anggota inti Argos❤️Sooo let's go!

~~~
Argos adalah geng legendaris terkenal di Jakarta yang bisa dibilang sudah menjadi turun
menurun. Argos sendiri didirikan oleh paman Rayland yang tidak lain adalah Raskalza dan tak
lupa papanya Arion juga pernah mempimpin Argos dan membawa masa kejayaan.

Setelah sekian tahun didirikan, akhirnya Argos dipimpin oleh keturunan Arion yang tak lain
Rayland. Si dingin yang tak pernah mengenal ampun untuk membantai musuhnya.

Raylan yang dikenal oleh semua orang adalah Rayland yang bringas dan keji dalam menghadapi
musuh. Tak pandang bulu dan yang pasti jika ada seseorang atau sekelompok yang mengusik
orang terdekatnya dan juga Argos, orang itu akan habis ditangan seorang Rayland dalam sekejap.

Argos diangkatan Rayland saat ini terdiri dari sekitar 500 anggota yang tersebar di seluruh
sekolah Jakarta dan beberapa di kota lainnya. Untuk menjadi anggota pun harus dilakukan
beberapa seleksi untuk melihat layak atau tidaknya. Salah satu contoh kecil seleksinya adalah
memanah sepotong apel di atas pohon kelapa yang tinggi dengan mata ditutup oleh kain yang
tebal. Ada juga seleksi bela diri untuk mengetahui masing masing potensi.
RAYLAND REAGAN DELANO

Sang pemimpin Argos saat ini yang terkenal berdarah dingin dan tak segan membunuh
lawannya. Semua yang dia inginkan akan selalu terpenuhi, jika tidak dia akan membuatnya tetap
terpenuhi dengan cara apapun. Terkesan egois, tapi itulah sifat Rayland.

Dibalik kebengisannya, Rayland dikenal oleh anggotanya sebagai pemimpin yang bijaksana dan
tidak pernah membeda bedakan setiap anggota. Aura kepemimpinannya yang kuat membuat
seluruh anggota segan terhadap Rayland.

Hidupnya berjalan dengan baik karena memiliki keluarga yang harmonis dan juga geng Argos
yang menjadi rumah keduanya sekarang.

NADEN ALECIO SMITH

Wakil Argos yang sangat handal dalam menyusun strategi war dan terkenal dengan
kebijaksanaannya. Si tampan dengan badan besarnya membuat Naden terlihat sangat maskulin.
Naden ini tipe yang cerewet tapi juga tipe yang ga banyak omong.

Moodyan lah istilahnya. Jangan diembat, dia udah ada pawang. Kadang gesrek dan kadang
pendiem tanpa sebab yang kadang membuat pacarnya sendiri jengah dengan kelakuannya.

ATHAN ALEXANDER PRAMONO

Moodmaker sekaligus hacker handal Argos. Informasi yang di dapat oleh Athan selalu valid.
Maka dari itu Rayland memilih Athan sebagai anggota inti disamping mereka memang berteman
dari kecil.

Athan sangat disukai oleh para siswi SMA Tebing Selatan karena selalu melemparkan senyum
cerahnya setiap kali melewati mereka. Oh iya, jangan lupakan Shasa boneka keledai yang selalu
menjadi kesayangannya.

DEVANO ALEXIS PRAMANTYA

Partner ngejulid Athan ini memiliki keahlian bela diri yang patut diacungi jempol. Tidak heran
Rayland dan juga pemimpin angkatan sebelumnya memilih Alex sebagai anggota inti Argos.

Pemuda pencinta susu cokelat ini terkenal dengan julukannya, yaitu playboy cap badak. Si raja
ghosting. Gebetan doang banyak, tapi mantan cuman 1.

LEONARD PRADIPTA JACE

Pemuda blasteran Indonesia-Germany pemilik senyuman manis ini memiliki sifat yang tak jauh
beda dari Rayland. Dingin dan keras.
Namun tak menampik fakta bahwa sifatnya sedikit lebih baik dibanding Rayland. Si penengah
setiap masalah yang terjadi antara anggota Argos. Keahliannya yang pintar memanipulatif musuh
membuat Leo langsung ditarik oleh Rayland untuk menjadi anggota intinya.

Well, itulah beberapa hal mengenai Argos dan anggota intinya saat ini. Diantara mereka ber 5,
siapa yang paling kalian suka?

•••
TBC
Aku cuman mau bilang, apapun bisa terjadi di dunia oren ini🤓

DANNNN kalo emang menurut kalian cast yang aku kasih ini ga cocok atau kurang pas,
kalian bisa pake imajinasi kalian sendiri oke🥰

SEE U NEXT PART🥰

RAYAN PART 2
Hai, kita ketemu lagi! Enjoy readers🥰

•••
"Abang kapan pulang sih, kayaknya betah banget diem di apartemennya." Ucap Anin
menggerutu sambil mengaduk ngaduk makanannya karena tidak berselera.

Saat ini Anin dan Daddy nya sedang sarapan, hanya ada mereka berdua. Karena kakak Anin
yang hanya terpaut satu tahun di atas Anin lebih memilih tinggal di apartemen sedangkan
Mommy nya sudah tiada sejak Anin masih sd dikarenakan penyakit kanker yang menggerogoti
tubuhnya.

"Yaudah sih biarin namanya juga anak laki." Sahut daddy nya santai sambil menyendokkan nasi
ke dalam mulutnya.

"Ck, kan aku bosen dad. Aku mau minta tinggal di apartemen juga daddy ga ijinin." Anin
memutar bola matanya malas.

"Terus lo mau ninggalin daddy  lo yang ganteng ini sendirian gitu?! Yakali daddy ngapel sama
Mbak Tuti." sahut daddy nya ngegas. Mbak Tuti adalah asisten rumah tangga yang bekerja di
rumah Anin.

"IYA DEH IYA NGGAK." kalau begini ceritanya Anin lebih baik mengalah, karena sedang
malas berdebat dengan daddy nya ini.

"Gitu dong, baru anak gue." Vano tersenyum bangga melihat Anin mengalah kepadanya. Anin
menghembuskan nafasnya pelan lalu menghabiskan sarapannya.
"Aku pamit ya dad, daddy langsung ke kantor kan? inget jaga mata udah punya anak dua juga."
Anin memicingkan matanya memperingati daddynya.

"Iya anakku sayang, ga ada yang bisa menggantikan mommy mu di hati Daddy kok ." Vano
mengedipkan sebelah matanya sembari menatap jahil ke arah anak gadisnya. Anin rasanya ingin
menangis memiliki daddy gesrek seperti Vano.

•••
Verschiéden High School

Anin sudah sampai di sekolahnya dengan mengendarai mobilnya. Ia memarkirkan mobilnya dan
tak lupa membenarkan sedikit tatanan rambutnya yang sedikit berantakan.

Di sepanjang koridor, Anin bersenandung ria dengan airpods yang sudah nangkring dia kedua
telinganya. Setelah menemukan letak kelasnya XI IPS 1 Anin dapat melihat kedua sahabatnya,
Aura dan Abel yang sedang bermain ponselnya masing-masing.

"Ke kantin yuk, gue belum sempet sarapan." Abel mengajak kedua sahabatnya, mumpung waktu
untuk masuk kelas masih tersisa 15 menit, mereka memutuskan untuk menemani Abel sarapan.

Disisi lain

Para inti Argos sedang berada di rooftop sekolah. Rayland serta Leo yang sedang memejamkan
kedua matanya di sofa yang sudah di sediakan, Athan yang bermain game di ponselnya, Alex
dan Naden yang senantiasa adu mulut karena masalah sepele, seperti saat ini mereka sedang
berdebat apakah bokong itu ada satu atau dua.

Athan menaruh ponselnya dan menoleh ke para sahabatnya. "Ray, gue sempet nyoba buat nyari
data data tentang Anin. Dan yang gue temuin cuman nama lengkap, tanggal lahir sama
sosmednya doang. Sedangkan tentang keluarganya gue ngga nemuin sama sekali."

Para anggota inti mengerutkan keningnya, tak seperti biasanya Athan sesusah ini mencari data
seseorang.

"Gue jadi penasaran sama Anin, secara dia waktu itu ngga ada takut takutnya sama sekali.
Mungkin cewe lain kalo udah liat si penembak bakal teriak histeris atau kabur, tapi ni anak
malah kelewat santai." Celetuk Athan.

Ray hanya mengedikkan bahunya tidak peduli, toh itu bukan termasuk urusannya.

"Tapi kalo gue pikir pikir juga gue jarang banget ngeliat Anin sejak kelas 10. Padahal kita
seangkatan, kadang gue ngeliat dia karena sering bareng sama Abel." Celetuk Naden.

"Kalau di liat deket-deket Anin cakep banget, gue gebet bisa kali ye." Penyakit playboy Alex
seketika naik ke permukaan.
Ray dan Leo memutarkan bola matanya malas karena penyakit Alex kambuh. Berbeda lagi
dengan Athan yang sudah melempari kaos kaki yang entah ia dapat darimana tepat mengenai
wajah tampan Alex.

•••
Setelah pulang sekolah Anin memutuskan untuk berlatih di ruangan khusus rumahnya. Setelah
sampai di ruang  khusus, Anin mengambil belati lalu melatih skillnya. Saat sedang lincan-
lincahnya berlatih, Anin melempar belatinya sehingga belati itu menancap di tembok ruangan
itu.

"WO WO SANTAI ANAK GADIS, KAMU BARU AJA HAMPIR NGEBUNUH DADDY
LOH!" belati itu tepat tertancap di tembok sebelah Vano berdiri.

Disana berdiri Vano yang melipat tangannya di depan dada dan masih memakai kemeja kantor
berwarna hitam dengan bagian tangannya dilipat sebatas siku. Ia mencabut belati yang menancap
di dinding lalu sedikit membersihkannya menggunakan sapu tangan miliknya.

"Ya daddy juga kenapa tiba tiba muncul cem setan, akunya kan jadi kaget." sahut Anin sembari
melepas sarung tangan berwarna hitam di telapak tangannya dengan nafas yang memburu.

"Anin, skill kamu makin bagus ya? Kemampuan kamu udah hampir setara sama kemampuan
kakak kamu. Tapi, bukan berarti kamu bisa puas nak. Inget kata-kata daddy, jangan pernah
sembarangan buat menggunakan kemampuan kamu. Daddy berniat buat nambahin kamu satu
bodyguard lagi-" belum selesai Vano menyelesaikan kalimatnya, Anin sudah memotong terlebih
dahulu.

"Lah? Gak, gak ada tambah-tambahan bodyguard. Daddy kan udah tau sendiri, kalo bodyguard
daddy aja udah pernah aku buat patah tulang loh." ujar Anin dengan nada merengek.

Vano mendekat ke arah Anin lalu memegang kedua bahu anak perempuannya itu, "Anin
dengerin daddy. Dari kamu lahir sampe sebesar sekarang, daddy berusaha keras untuk menutupi
identitas kamu sebagai anak daddy karena musuh daddy semakin banyak yang berkeliaran.
Daddy cuman khawatir dan takut kamu kenapa napa. Jadi bantu daddy ya,nak?" Anin yang
melihat kegusaran dan kekhawatiran di mata ayahnya, akhirnya memilih untuk menganggukkan
kepalanya.

Menjadi seorang CEO perusahaan besar sekaligus seorang mafia yang memiliki banyak rival,
membuat Vano was was sendiri. Terlebih lagi ia memiliki anak perempuan yang sudah pasti
akan menjadi incaran utama para musuhnya.

"Good girl." bisik Vano sambil mengacak ngacak rambut Anin lalu beranjak pergi meninggalkan
Anin yang sedang berperang dalam pikirannya.

•••
Rayland baru saja sampai dirumahnya jam 7 malam. Di dapur terlihat mamanya yang sedang
memasak makan malam.
"Malam mama." Sapa Rayland kepada mamanya.

"Kenapa baru pulang jam segini?" Tanya Rani lalu memeluk putranya itu.

"Tadi aku ketiduran di markas, terus dibangunin sama Naden makanya baru pulang." Rayland
menghirup aroma menggiurkan dari wajan mamanya yang masih berisi masakan setengah
matang.

"Enak banget wanginya."

Rani tertawa kecil mendengar perkataan anak semata wayangnya ini, "Yaudah sekarang kamu
mandi dulu, habis mandi langsung turun yaa kita makan bareng." setelah mengatakan itu,
Rayland mengangguk lalu berlari kecil menaiki tiap undakan tangga menuju kamarnya.

Ruang makan

"Gimana sekolah kamu Ray?" Tanya Arion kepada Rayland.

"Hm, baik." Ray berdehem sambil menjawab pertanyaan papanya.

Saat acara makan sedang berlangsung, Rani bertanya kepada suaminya " Pa, kamu tau anaknya
Vano yang perempuan ngga? aku penasaran banget, Vano nutupnya rapat banget yaa bisa ngga
ketahuan sampe sekarang. Aku sama mbak Vena udah sering neror dia buat ngasi tau anak
perempuannya tapi tetep aja dia nggak mau ngasi tau." ucap Rani sembari merenggut kesal.

Arion yang mendengar itu menjawab, "Aku juga masih belum tau, Vano selalu ngalihin
pembicaraan setiap aku nanya anak perempuannya. Mungkin ini salah satu cara dia buat
ngelindungin anak anaknya terutama yang gadis. Apalagi kamu tau sendiri kan orang orang yang
ingin menjatuhkan Vano banyak banget."

Ray yang mendengar percakapan orang tuanya hanya mengedikkan bahunya tidak peduli.
"Pa,Ma aku udah selesai, aku keatas dulu ya."

•••
"Abang, lo kapan pulang? gue bosen banget sendirian disini." rengek Anin kepada abangnya.

"Ga ah, gue udah betah disini." Jawaban abangnya sambil memeletkan lidahnya. Saat ini mereka
berdua sedang melakukan video call karena Anin yang memaksa abangnya. 

Anin yang mendengar itu hanya menberikan tatapan datarnya, "Bercanda sayangku."
mengetahui adiknya sedang dalam mood ngambek, ia membujuk adiknya dengan berbagai cara.

Fyi, Anin dan abangnya bersekolah di sekolah berbeda karena keinginan Anin. Abang dan juga
Daddy nya sudah memaksa Anin agar satu sekolah supaya Kakaknya itu bisa langsung
memantau adik kecilnya itu. Namun Anin tetap menolaknya karena alasan ingin menjadi
mandiri, mau tidak mau Vano dan anak lakinya mengiyakan dengan syarat Anin harus diawasi
oleh bodyguard daddynya.

"Udah ye, males gue sama lo bye!" Anin mematikan sambungan video call sepihak.

Dengan lesu Anin berjalan ke arah meja belajarnya dan melanjutkan lukisannya yang sempat
tertunda. Anin memiliki hobi melukis sejak ia masih duduk di bangku sd. Berawal dari ia yang
suka menggambar hingga sekarang memiliki skill melukis yang bisa dibilang cukup bagus dan
mahir.

Beberapa hasil lukisannya ada yang sudah ia pajang di kamarnya dan ada juga yang sudah ia
lelang. Saat sedang fokus mengerjakan lukisannya, dering ponsel membuat Anin mengalihkan
perhatiannya. Ternyata Abel menelfonnya, "Halo? kenapa bel?"

"Anin tolongin gue, mobil gue mogok. Terus di seberang mobil gue ada orang yang ngamatin
mobil gue terus, takutnya dia ngebegal gue nanti. Anin please help me!" Anin dapat mendengar
suara Abel gemetar, gadis itu pasti sedang menangis sekarang.

"Share location sekarang dan lo Abel dengerin gue, jangan panik dan kunci pintu mobil lo.
Sekarang gue otw." sembari menenangkan Abel, Anin mengambil kunci mobil lalu turun ke
bawah.

Melihat anak gadisnya turun tergesa gesa dengan ponsel yang menempel di telinganya, Vano
menaikkan sebelah alisnya bingung.

Anin mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata. Setelah sampai di lokasi tempat
Abel berada, Anin menemukan mobil Abel dipinggir jalan. Anin menyebrang menuju mobil
putih itu lalu mengetuk jendela mobil Abel dan terlihatlah Abel yang wajahnya sudah pucat pasi.
Maklum, sahabatnya ini memang penakut.

Anin menuntun Abel ke mobil miliknya dan memberikan air putih untuk sahabatnya itu. "Lo
udah aman Bel, lo mau nginep di rumah gue aja? buat seragam sekolahnya gue bisa suruh asisten
daddy yang ambil." Abel menganggukan kepalanya menyetujui usulan Anin, dengan cepat Anin
menjalankan mobilnya menuju rumah.

•••
TBC

Semoga suka sama part ini ya hehe. Abang Anin sengaja ngga aku sebutin namanya
karena emang belum waktunya untuk kita tau siapa abangnya. Kalian bisa tebak sendiri
nanti😳 Jangan lupa vote dan commentnya kalo kalian suka cerita ini❤️See u next part
guys🥰

RAYAN PART 3
WELCOME BACK READERS❤️
Tolong tandain kalau ada typo yaa❤️

•••
"ABELLL! LO GAPAPA KAN? LO BAIK BAIK AJA KAN? ADA YANG LUKA GA?" Saat
baru sampai di kelas, Aura langsung menyerang Abel dengan berbagai pertanyaan. Tangannya
tidak berhenti meraba wajah Abel hingga membuat Abel risih.

"ISH APAANSIH LO RA! JARI LO MASUK KE HIDUNG GUE BANGSAT! YA ALLAH


TEMEN SIAPA SIH!" Karena kesal dengan tindakan Aura yang membuatnya risih, Abel
menyingkirkan tangan Aura dari wajahnya. Anin yang melihat kelakuan kedua sahabatnya hanya
menggelengkan kepala sembari tersenyum kecil.

"Kan gue khawatir upil kuda, Anin kemarin udah cerita sama gue,"

"Gue baik baik aja Aura sayangku, cintakuuu," Abel berusaha sabar dengan memberikan
senyuman lebar yang ia buat buat kepada Aura.

"Syukur deh, eh btw Naden tau ga?" tanya Aura.

Mampus.

"Gue gaberani ngasi tau anjeng. Yang ada gue kena damprat dia karena keluar sendiri malem
malem." Naden memang melarang Abel untuk keluar larut malam sedangkan Abel adalah gadis
yang keras kepala. Prinsip Abel mah kita terobos aja kali ye. Maka dari itu ia tak berani
memberitahu Naden.

Mungkin mulai sekarang ia akan menuruti kata kata Naden. Atau mungkin ini adalah sebuah
karma karena ia menentang pacarnya. Sudahlah biarkan Abel berkelana dengan pemikirannya.

"Guys, gue ke perpustakaan dulu ya. Ada buku yang harus gue cari." Anin berpamitan kepada
kedua sahabatnya.

•••
Namun tidak sesuai ucapannya, Anin tidak melangkahkan kakinya ke perpustakaan melainkan ke
rooftop sekolah. Ia perlu udara segar saat ini.

"Ngapain lo?" Suara serak nan berat itu membuat Anin membuka matanya yang sedang
terpejam. Kegiatan menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya tertunda karena mendengar
suara asing.

"Rayland? ngapain lo disini?" Anin menanggapi dengan santai.

"Orang nanya itu harusnya dijawab, bukannya ditanya balik." Dengan nada datar khasnya
Rayland menjawab Anin. Rayland menempatkan dirinya di samping Anin yang sedang berdiri di
pembatas rooftop. Kedua tangannya dimasukkan kedalam saku celana menambah kesan gagah
Rayland.

"Cuman pengen aja." Anin menanggapi pertanyaan Rayland dengan singkat. Rayland yang
mendengar itu hanya berdeham.

"Lo kenapa baru muncul sekarang Anin?" Rayland menghadapkan tubuhnya ke arah Anin yang
sedang menatap ke jalanan yang dipadati oleh kendaraan.

"Pengen aja." Wah sepertinya Anin harus diberi penghargaan. Baru kali ini Rayland mendapat
respon cuek dari seorang gadis yang sialnya semakin membuatnya penasaran dengan kehidupan
Anin.

Saat kelas 10 Anin memang lebih sering diam di kelas daripada diluar kelas. Setiap berangkat
sekolah Anin akan datang lebih pagi sehingga sedikit murid yang melihatnya. Ia akan membawa
bekal makanan dari rumah sehingga ia tak perlu berbelanja di kantin.

Saat pulang sekolah, sopir selalu dateng sebelum jam pulang sekolah sehingga Anin tak perlu
menunggu jemputan lagi.
Anin tidak tau mengapa ia menjadi seperti itu, yang pasti ia merasa seperti tidak ingin untuk
bergabung dengan mereka mereka yang asik bercanda dengan temannya dan lebih sibuk dengan
lagu lagu yang berada di playlistnya.

Namun semenjak ia memasuki kelas 11, Anin berpikir bahwa tidak baik untuk menutup diri
terus. Ia juga perlu mengenal lingkungannya dengan baik.

Walaupun begitu bukan berarti ia tak mengetahui berita mengenai sekolahnya, salah satunya
tentang Argos dan Rayland.

Rayland, pemuda ini memang sangat meresahkan bagi kaum hawa di sekolahnya. Bukan berarti
meresahkan dalam artian yang negatif, tetapi meresahkan karena dirinya yang hampir mendekati
kata sempurna. Tampan, pintar, tajir, bijaksana dan bertanggung jawab sebagai ketua, katanya
sih begitu. Anin tidak terlalu memusingkan hal itu.

Namun minusnya, sikapnya yang dingin dan datar kadang membuat para gadis di sekolahnya
merasa segan. Kendati demikian, tak mengurangi popularitas Rayland di sekolah maupun di luar
sekolah. Beberapa guru perempuan juga ada yang sampai suka dengan Rayland.

Rayland menaikkan sebelah alisnya mendengar jawaban singkat Anin.


"Gue mau ke kelas, bentar lagi bel."
Tatapan datar Rayland menatap punggung kecil namun terlihat tegas milik Anin yang perlahan
mulai menghilang.

•••
Saat ini Ray dan beberapa anggota Argos sedang berada di Warung Mbak Mina.
Plak!

"HEH JANGAN AMBIL BAKWAN GUE!" Naden menampar kecil punggung tangan Alex
yang hendak mencomot bakwan jagungnya.

"Pelit amat," Cibir Alex sembari memutar bola matanya malas.

"Ray, barusan Hero ngirimin gue chat katanya mau ngajak Stelios dan Argos buat kumpul
bareng. Udah lama juga kita ngga kumpul kumpul sama mereka." Athan memberi tahu pesan
yang ia dapat kepada Rayland.

"Kasi tau anggota yang lain kalo kita bakal kumpul bareng Stelios. Untuk waktu dan tempat gue
serahin sama Leo." Leo menganggukan kepalanya tegas.

Stelios bisa dibilang adalah sahabat Argos. Kedua geng itu selalu saling membantu jika salah
satunya ada yang membutuhkan. Stelios juga termasuk geng yang kuat dan anggota mereka juga
cukup banyak. Maka dari itu, Rayland menyetujui usulan ini sekaligus untuk mempererat tali
persaudaraan di antara kedua geng ini.

"AKHIRNYA GUE BAKALAN KETEMU SOULMATE GUE!" Athan berteriak kegirangan


dan tak lupa menggoyangkan bokongnya untuk menyalurkan kesenengannya. Para anggota yang
melihat itu hanya menggelengkan kepalanya karena sudah terbiasa melihat kelakuan childish
Athan.

•••

Weekend, waktu yang tepat untuk bermalas malasan. Namun untuk hari ini, Anin memutuskan
untuk pergi ke salah satu shooting club terkenal di kotanya. Ia merasa bosan di rumah sendirian.
Daddy nya yang sedang perjalanan bisnis keluar kota.

Setelah sampai dengan mengendarai mobilnya, Anin melangkah masuk ke dalam shooting club
yang dimana letaknya adalah outdoor. Ia menaruh tas nya disalah satu bangku lalu memakai
perlengkapan yang sudah di sediakan seperti ear plug dan kacamata pelindung.

Anin memilih senjata dan pilihannya jatuh kepada salah satu jenis senapan yang terlihat sangat
tampan pikirnya, maka dari itu Anin memilihnya. Ia menatap senapan itu dengan tatapan kagum,
untuk pertama kalinya ia memegang senapan ini.

Tak lama kemudian ia mencoba membidik sasarannya menggunakan senapan tadi. Matanya
memicing dengan fokus.

Dor!

Bidikannya tidak meleset dan tepat mengenai sasarannya. Wah, sepertinya dia harus pamer
kepada Daddy nya.
Tepukan tangan terdengar ditelinganya dan membuat Anin menoleh ke sebelah kanannya.
Disebelahnya terlihat sosok pria paruh baya yang umurnya mungkin tidak beda jauh dengan
Daddynya.

"Kamu keren sekali, dalam satu bidikan bisa mengenai sasaran dengan tepat. Saya harus
mengulang setidaknya 3 kali agar bisa mengenai tepat sasaran," Pria paruh baya itu tersenyum
lembut dan terlihat sangat bangga. Padahal mereka baru pertama kali bertemu tetapi Anin sudah
memberikan kesan yang bagus terhadapnya.

"Ah thankyou so much! " Anin memberikan senyuman dan mengucapkan terimakasih sembari
membungkukan sedikit badannya.

"Jadi siapa namamu? kenalin nama uncle Arion." Arion menjulurkan tangannya bermaksud
untuk mengajak salaman.

"Anin, uncle." Anin menyambut uluran Arion dengan baik.

"So Anin sampai jumpa, uncle harap kita bisa bertemu lagi di lain waktu." Arion menatap arloji
yang melingkar rapi di pergelangan tangannya, ia harus kembali untuk melanjutkan beberapa
pekerjaannya. Sayang sekali ia harus kembali secepat ini, padahal ia masih ingin melihat
kemampuan Anin lebih jauh.

"See u uncle!" Anin melambaikan tangannya yang dibalas dengan acungan jempol dari Arion.

•••
Anin saat ini sudah sampai dirumahnya, tubuhnya terasa sangat pegal karena bermain berjam
jam. Anin membersihkan dirinya dan bersiap untuk tidur.

I'm sour candy....

Dering ponselnya menunda kegiatan Anin untuk menuju ke alam mimpinya. Ternyata daddynya
sedang melakukan video call dengannya.

"MUKA LO NAPA LEMES AMAT DAH!"

Sabar, sabar inget Nin dia itu daddy lo, bapak lo.

"Apasih dad, dateng dateng malah ngatain." Anin menjawab Vano dengan nada sinis.

"Heh sama bapak sendiri juga, ga kangen apa lo sama gue? Ni anak ye mentang mentang
ditinggal ga ada nanyain kabar daddy sama sekali, tampol nih."

"Ya maap dad, aku sibuk." Anin menampilkan cengiran khasnya menyadari kesalahannya tidak
menanyakan kabar daddynya semenjak pergi.
"Sibuk sibuk ndasmu!" Sepertinya Vano masih merasa jengkel karena anak gadisnya ini
terlampau sangat cuek.

"Yaudah, kabar daddy gimana?" Anin mengalah.

"Kibir diddi gimini." Anin rasanya ingin menghajar Vano saat ini juga setelah mendengar nada
mengejek itu.

"Bercanda anakku, kabar daddy baik. Disini banyak bule cantek loh, kalo daddy comot satu
kayaknya boleh kali ya?!"

"HEH?!" Anin memelotokan matanya mendengar perkataan daddynya itu. Saat ini daddynya
sedang berada di Bali. Vano tertawa mendengar nada bentakan dari Anin bukannya terlihat
seram, malah terlihat menggemaskan.

"Bercanda sayang, kamu gimana kabarnya? ada yang ganggu ga? baik baik aja kan?" Kali ini
Vano bertanya dengan nada serius.

"Hm, aku baik baik aja. Daddy kapan pulang?"

"Lusa daddy pulang kok say, tunggu gue ye. Dah sekarang lo tidur, jangan lupa pintu, jendela di
kunci. Good night anak daddy!"

"Iya, good night too daddy." Anin memutuskan panggilan dan melanjutkan aktivitas tidurnya
yang sempat tertunda.

TBC!
Untuk cast Anin, aku masih belum nemuin sosok yang pas buat jadi tokoh Anin☹️Semoga
kalian suka part ini, maaf untuk segala kekurangannya🥺

Jangan lupa vote dan commentnya kalo kalian suka sama cerita ini!❤️See u next part!

RAYAN PART 4
Jangan lupa comment kalau kalian melihat typo!
Happy reading❤️

•••
"Bangsat!" Umpatan yang disertai dengan teriakan menggema di markas Phaidros.

Bugh...Bugh...Bugh

"Lo emang ga becus! Buat apa gue bayar lo mahal mahal kalo kerjaan lo ga tuntas sama sekali
anjing!"
Alden meluapkan emosinya kepada Rafa, memukul dan menendang dengan membabi buta. Para
anggota yang melihat itu hanya bisa menonton, mereka tak berani menolong.

Rafa hanya pasrah mendapat perlakuan seperti ini, ia hanya berharap masih bisa selamat setelah
ini.

"Pergi lo! Jangan pernah muncul lagi dihadapan gue kalo gamau gue bunuh."

Dengan badan yang gemetar, Rafa pergi dari hadapan Alden dengan terburu buru. Persetan
dengan barang barang pentingnya yang tertinggal di markas, yang pasti ia harus menyelamatkan
dirinya terlebih dahulu.

Alden mengepalkan kedua tangannya dengan kuat hingga gemetar. Matanya berkilat marah dan
keringat membanjiri pelipisnya yang memunculkan urat uratnya.

"Rayland, lo bakal habis di tangan gue."

Alden bermonolog sembari mengeluarkan seringaiannya. Ia akan menghancurkan Rayland dan


Argos bagaimanapun caranya.

•••
"Leo, tanggal dan tempatnya udah lo tentuin?"

Saat ini para anggota Argos sedang berkumpul di markas untuk membahas acara dengan geng
Stelios nanti.

"Hm, lusa di Mansion Hero." Leo menjawab pertanyaan Rayland dengan singkat.

Rayland menganggukkan kepalanya, "Untuk dresscode kita pakai baju kaos Argos yang warna
abu, dan untuk jaketnya kalian boleh pake boleh nggak."

"Asyiap!" Celetukan Athan mengalihkan perhatian para Anggota.

Di sudut ruangan terlihat Athan yang sedang bermain Among us dengan teman teman onlinenya.

"Apaan?" Athan mengernyitkan dahinya melihat para anggota menatap dirinya saat ini.

"Berisik monyet!" Alex menjawab pertanyaan Athan dengan ngegas.

"Oh, sawry."

"Gue lempar juga ye lo Than." Naden yang sedari tadi memperhatikan akhirnya mengeluarkan
kekesalannya.

Rayland dan para anggota hanya menggelengkan kepalanya melihat kelakuan absurd mereka
bertiga.
"Brata, ada kabar apa tentang Alden?" Para anggota dengan cepat memalingkan wajahnya
menghadap kepada ketua mereka.

"Sejauh ini dia ngga ada ngelakuin apa apa sih Ray, tapi gue sama anggota yang lain bakal tetep
mantau dia."

Brata adalah salah satu anggota yang satu sekolah dengan Alden. Selain Brata ada juga anggota
Argos lainnya yang bersekolah disana.

Rayland menganggukkan kepalanya,


"Sumpah ye gue ga ngerti sama jalan pikiran tu setan. Ada aje kelakuannya, padahal kita mah
adem ayem." Alex tak mengerti dengan jalan pikiran Alden. Terlalu kekanakan sampai sampai
harus mengambil nyawa seseorang.

"Senekat itu sampe berani buat rencana ngebunuh Ray. Untung banget ada Anin yang ngeliat."

Ah, mendengar ucapan Naden membuat Ray mengingat gadis itu. Ray tidak mengelak bahwa 
Anin memang sedikit menganggu pikirannya.

•••
Ting...Tong...

Mendengar bel rumahnya berbunyi Anin bergegas menuruni anak tangga. Ia membuka pintu
rumah dan muncul lah daddynya dengan cengiran khasnya.

"ANAK KUU!!" Kan kan mulai. Vano berjalan lalu memeluk Anin dengan dramatis.

"Dad lepas ih, mandi dulu! DADDY AKUNYA JANGAN DI CEKEK!" Anin menjerit saat
merasa lehernya seperti tercekik akibat pelukan daddy nya yang sangat erat.

"EH IYA IYA MAAP!" Dengan cepat Vano melepas pelukannya dan terlihat anaknya yang
menghirup oksigen dengan kuat.

"Yaampun dad!" Anin mengelus dadanya, lama lama ia bisa stress melihat kelakuan absurd
daddy nya.

"Sekarang mendingan daddy mandi, bersihin badan. Aku mau nyiapin makan malam dulu."

"Hehe oke deh, daddy keatas dulu ya cantique." Anin menepuk jidatnya, daddy nya ini memang
limited edition.

•••
Sret....
Ray memberhentikan laju motornya saat melihat ada 1 motor yang mengahalangi jalannya. Ia
membuka helm full facenya dengan cepat menyebabkan rambutnya berantakan, yang sialnya saat
ini Ray terlihat sangat tampan.

Tanpa aba aba lawannya melayangkan tinjuan ke wajahnya yang berhasil di tangkis oleh Ray.
Okay, ternyata dia ingin bermain main dengan Ray. Karena mangsa sudah ada di depan mata,
Ray tidak ingin membuang buang waktu lagi. 

Krak...

"ARGHHHHH!" Ray mematahkan jari telunjuk lawannya dengan santai. Lalu ia mengeluarkan
kunci motornya dan memakai ujung runcing kunci itu untuk menekan ke telapak tangan
lawannya hingga berlubang. Darah muncrat mengenai sedikit wajah Ray.

Ray terlihat sangat bersenang senang, bahkan ia mengeluarkan tawa kecil seolah itu adalah
mainan yang menyenangkan.

"ARGHHHHH STOPPPPP!" Lawannya menjerit, sepertinya itu sangat menyakitkan.

"Why?" Rayland tetap melanjutkan aktivitasnya, saat ini ia mengincar kakinya. Rayland
mengambil sebuah pisau lipat kecil yang sering ia bawa. Dengan gerakan cepat ia memberi
goresan atau mungkin agak sedikit mengiris betis lawannya itu.

Sret....Sret....Srett

Kegiatan mengirisnya selama 3 menit. Terpampanglah karyanya, betis yang memiliki luka
menganga. Luka yang cukup besar dan akan membusuk jika tidak ditangani dengan cepat.
Lawannya masih sadar dan Ray memutuskan untuk memberi kesempatan.

"Gue ampunin lo sekarang." Ray berkata dengan nada dingin sembari merapikan pakaiannya
yang sedikit berantakan. Orang yang disiksa oleh Ray menganggukan kepalanya dengan cepat,
lalu menelfon temannya.

Ray berjalan ke arah motornya dan pergi begitu saja. Ia tak peduli, itulah akibat menganggu
seorang Rayland Reagan Delano. Itu baru secuil contoh kebengisannya, ia tak segan segan
membunuh lawannya dengan sadis jika sudah membuatnya marah.

Rayland, seseorang yang bisa menjadi malaikat, iblis dan psychopath.

•••
"DAD! MAKANANNYA UDAH SIAP!"
Anin berteriak memanggil Vano untuk makan malam. Tak lama kemudian ia melihat daddy nya
menuruni tangga. Anin meletakkan ponselnya di samping piring dan mulai mengambilkan daddy
nya nasi beserta lauk pauknya.
"Ini serius kamu semua yang masak?" Vano bertanya dengan heran, tumben sekali anaknya ini
memasak begitu banyak.

"Iya, kenapa? daddy gasuka?" Anin bertanya dengan menyelipkan sedikit intonasi ngegas.

"Kamu kerasukan apa? biasanya juga cuman masak nasi goreng sama telor ceplok." Daddy nya
ini memang minta di tampol.

"Daddy ku sayang, aku itu kadang kasian sama daddy yang cuma makan nasi goreng telor
ceplok. Daddy kan CEO salah satu perusahaan besar, ya malu dong dad masa CEO yang katanya
uangnya banyak malah makan nasi goreng telor ceplok doang. Makanya aku buatin makanan
yang banyak biar daddy ngga kasian kasian amat." Anin berkata dengan nada sedih yang dibuat
buat, disana terlihat wajah Vano yang nampak miris melihat kelakuan anaknya.

"Sabar sabar, inget Van dia ini anak lo." Vano memejamkan matanya sembari mengelus
dadanya.

"HAHAHAHAHA BERCANDA DAD!" Anin tertawa puas melihat ekspresi daddy nya.

"Aku masak banyak buat nyambut kedatangan daddy sekalian juga mau ngirim makanan buat
abang. Jugaan aku udah lama ngga masakin daddy, ga ada salahnya kan aku masak banyak."

Vano yang mendengar itu menerbitkan senyuman tulusnya. Walaupun ia sering berdebat dengan
Anin, tapi itulah caranya untuk menunjukkan rasa kasih sayang nya. Vano sangat menyayangi
Anin melebihi dirinya sendiri, maka dari itu ia selalu memberikan penjagaan ketat kepada
anaknya ini dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan Anin.

Begitupun dengan abangnya, Vano tidak terlalu memusingkan anak lelakinya karena ia tahu
bahwa anaknya itu bisa menjaga dirinya dengan sangat baik. Namun bukan berarti ia lepas
tangan, Vano tetap mengirim salah satu bodyguardnya untuk memantau anak lakinya itu.

"Makasih ya sayang." Vano mengelus rambut anak perempuannya dengan lembut. Ah, ia jadi
merindukan mendiang istrinya.

TBC
Guys! akhirnya aku nemuin visual yang cocok buat Anin hihi.

Gimana menurut kalian??❤️If u guys think cast nya terlalu tua, kalian bisa pake imajinasi
kalian sendiri ya:) Karena aku bakalan tetap pake Diana sebagai cast Anin❤️Karena tipe
wajahnya sesuai dengan imajinasiku<3

RAYAN PART 5
Happy reading❤️
•••
HERO MANSION

Para anggota Argos sudah sampai di pekarangan mansion Hero yang luas dengan kendaraan
mereka masing masing. Suara gemuruh yang diakibatkan oleh kendaraan para anggota Argos
membuat beberapa anggota Stelios serta Hero keluar untuk menyambut saudara mereka.

"WELCOME ARGOS!" Hero berseru dengan nada tegas dan tak lupa senyuman lebarnya.

"WUHU!"

"SOULMATE GUE MANA?!"

"GASABAR GUE MAU MAKAN BESAR!"

"HEH ITU NGAPA PADA JOGET?!"

Antusiasme dari kedua geng itu membuat suasana menjadi riuh. Mereka semua memasuki
mansion Hero dan terlihatlah betapa ramainya mansion Hero saat ini. Para anggota Argos yang
sudah tak sabaran akhirnya memilih kegiatan mereka masing masing, ada yang sedang memakan
cemilan , bermain billiard, bermain kartu, saling ngobrol atau sharing dan lain lain.

Sebenarnya tak semua anggota Argos dan Stelios berada di dalam mansion. Tepatnya di taman
belakang, suasana tak kalah ramai karena terlihat anggota Stelios yang sedang barbeque-an.
Musik berdentuman dengan keras membuat Athan dan juga Alex menggerakan badan mereka
seolah sedang di club.

"LEO! How are you?" Mahesa menghampiri Leo yang saat ini sedang memakan cupcake
stroberinya.

"Hm, baik."

PLAK!

Mahesa menampar kecil tengkuk Leo, rupanya sahabatnya ini tidak pernah berubah. Selalu
menjawab dengan singkat.

"Gue gebukin juga lo Le." Akhirnya mereka berdua terlarut dalam obrolan meskipun Leo
menanggapi dengan singkat.

"ATHANNN!!!!" seseorang berseru.

"SOULMATEKUUUUUU!" Athan berlari ke arah Galang yang saat ini sedang merentangkan
kedua tangannya. Mereka berdua berpelukan ala lelaki dan melakukan tos andalan mereka.
Galang adalah anggota inti Stelios saat ini.
"GILA! Hampir 2 bulan gue ngga ketemu sama lo kenapa makin subur aja!" Galang meledek
Athan di akhir kalimat.

"Subur ndasmu, gue gibeng juga lo Lang." Athan menjawab sinis pernyataan Galang.

Athan dan Galang sudah seperti saudara kandung, terlebih lagi mereka berdua sama sama anak
tunggal. Athan yang lebih muda 3 bulan membuat Galang merasa ia memiliki seorang adik. Ya
walaupun setiap ketemu pasti cekcok.

"What's up Ray?" Hero menghampiri Rayland dan melakukan tos ala lelaki.

"I'm good. Thanks udah ngusulin acara ini." Sebelah tangan Ray memegang segelas cocktail
yang tersisa sedikit.

"No problem, gue suka acara ginian. Lagian kita juga udah lama banget ngga kumpul kayak
gini."

"GUYS SAATNYA MAKANN!!" Naden berseru dengan toa di sampingnya. Para anggota yang
mendengar itu langsung berlarian ke halaman belakang untuk mengambil makanan mereka.

Masing masing dari mereka sudah mendapat bagiannya sebab nama mereka semua sudah tertera
di depan piring. Karena selain daging yang tadi sudah dibakar, Hero juga memesan catering
untuk acara ini sehingga tidak harus berebutan makanan.

"BARIS SEMUANYA!" Davi yang merupakan anggota Stelios memberi arahan untuk berbaris
agar keadaan tetap kondusif.

Setelah semuanya mendapatkan makanan dan minuman masing masing, mereka duduk bersama
di taman luas itu.

"Tujuan gue mengadakan acara ini adalah supaya tali persaudaraan antara Argos dan Stelios
semakin kuat. Gue harap kedepannya kita seperti ini terus dan jangan sampai terpecah belah."
Hero berbicara sedikit bertujuan untuk membuka acara kali ini. Saat ini Hero dan Rayland duduk
berdampingan dengan gagah selaku ketua dari masing masing geng.

"So, cheers?" Rayland mengangkat gelasnya.

"CHEERS!!"

"Paha ayam gue jangan diambil Alex bangsat!"

"Ini dagingnya kenapa gosong?!"

"Fix mbak mbak cateringnya cakep banget, gue dikasih kulit ayam lebih."
Seluruh anggota menikmati makanan dan acara hingga larut malam. Bahkan saat ini Naden dan
Alex sudah tepar karena sempat meminum vodka.

•••
00.00

Anin keluar dari rumah bertujuan untuk membeli pembalut ke supermarket. Pembalutnya hanya
sisa satu, itupun sedang ia pakai sekarang. Maka dari itu, mau tak mau ia harus ke supermarket
selarut ini.

Di perjalanan pulang, Anin melihat seorang gadis yang mungkin satu tahun dibawahnya sedang
menangis di depan halte yang sepi. Anin yang melihat itu langsung menghentikan laju mobilnya.
Anin keluar dari dalam mobil dan menyeberang untuk menghampiri gadis itu.

Gadis yang tidak Anin tau namanya itu mengangkat kepalanya.

"KAK...KAK TOLONGIN AKU!" Gadis itu meminta tolong dengan nada bergetar sembari
memegang tangan Anin.

Anin menuntun gadis itu untuk masuk ke dalam mobilnya terlebih dahulu.

"Okay slow down, what's your name?"

"Keira."

"Okay, nama kakak Anin dan bisa kamu ceritain apa yang terjadi sama kamu?" Anin bertanya
dengan hati hati.

"Kejadiannya cepet banget, posisi aku lagi ngendarain mobil. Dan tiba tiba ada sekitar 2-3 orang
yang ngehalangin mobil aku. Mereka ngehampirin aku dan ngebuka paksa pintu mobil aku.
Karena aku ngelawan, me-mereka sampe nonjok-" Keira memberhentikan ceritanya sejenak, ia
menangis karena mengingat kejadian tadi.

"Selain nonjok, mereka juga n-nampar aku kak. Aku ditarik keluar sampe jatuh ke aspal dan
mobil aku dibawa pergi sama salah satu dari mereka." Keira menangis dengan keras. Anin yang
mendengar cerita Keira akhirnya memeluk gadis itu dan dibalas dengan erat.

Anin mengurai pelukannya lalu memegang kedua bahu Keira.

"Keira sekarang kamu udah aman dan jangan nangis lagi nanti cantiknya hilang. Mau kakak
anter kerumah kamu? atau mau nginep dirumah kakak dulu?" Anin mengusap air mata yang
jatuh di pipi Keira.

Keira menggelengkan kepalanya, "Nggak usah kak, anter aku kerumah aja."
"Yaudah, nanti tinggal tunjukin aja jalannya yaa. Tapi sebelum itu kakak obatin dulu luka kamu
biar orang rumah ngga tambah panik."

•••
Anin memberhentikan mobilnya di depan rumah besar milik keluarga Keira. Keira mengajak
Anin untuk masuk kedalam rumahnya.

"KEIRA!"

Anin dan Keira melihat seorang pemuda berlari ke arah mereka, tepatnya ke arah mereka.

"KAKAK!" Keira memeluk kakaknya dengan erat dan menangis.

"Siapa yang bikin kamu kayak gini?! Kenapa ngga telfon kakak?!" Leo menyentuh pelan luka di
tulang pipi dan juga sudut bibir Keira.

"Aku udah baik baik aja sekarang kak, untung ada kak Anin yang nemuin aku di depan halte.
Luka aku juga udah diobatin." Keira menjelaskan dengan pelan agar kakaknya ini tidak perlu
khawatir.

"Anin?" Leo yang tersadar bahwa Anin yang menyelamatkan adiknya, sedikit terkejut. Anin pun
menceritakan kejadian yang menimpa adiknya dengan singkat dan jelas. Anin sempat tertegun
melihat perubahan sikap Leo saat di sekolah dan di rumahnya, sangat berbeda.

Leo yang mendengar itu mengepalkan tangannya, sangat mudah untuk menemukan pelakunya
karena dia sudah ahli dalam hal seperti ini. Tapi karena ini menyangkut adiknya, ia akan
membalas 2 kali lipat lebih kejam.

"Anin, makasih banget. Gue gatau gimana jadinya kalo adik gue ngga ketemu sama lo. Gue
berhutang budi banget sama lo Nin. Lo kalau butuh bantuan gue jangan sungkan, gue siap
bantuin lo."

Anin yang mendengar itu menganggukan kepalanya, "No problem Le, seneng bisa bantuin dan
kenal adik lo. Lain kali perketat penjagaan Keira ya Le, kasus kayak gini sekarang lagi marak
banget."

" Pasti."

"Kalau gitu gue pamit dulu yaa dan buat kamu Keira, nice to meet you! Semoga kita bisa ketemu
di lain waktu yaa."

Anin keluar dari pekarangan rumah Leo dan melajukan mobilnya menuju rumah. Sekarang jam
sudah menunjukkan pukul satu pagi, huft sepertinya ia harus menyiapkan telinganya untuk
mendengar omelan daddynya karena pulang larut malam.
TBC
Gimana part ini?🥺 Maaf banget kalo gajelas dan cringe😭

Anin

Keira

Jangan lupa buat vote dan commentnya kalo kalian suka part ini! See u next part
readers❤️

RAYAN PART 6
Happy reading!❤️

•••
"Daddy udahan dong ngambeknya," Pagi ini Anin masih senantiasa membujuk daddy nya yang
sedang ngambek.

Anin saat ini sedang mengintili daddy nya yang sedang menuruni tangga seperti anak ayam.

"DADDY COME ON!" karena kesabaran yang makin menipis, Anin berteriak dibarengi dengan
nada merengek.

"APA LO?" Vano mendengus melihat anak gadisnya yang tidak berhenti membujuknya. Untung
saja hari ini hari libur jadi Anin bisa membujuk daddy nya sepanjang hari.

"Daddy plis deh jangan ngambek kayak anak ABG, kan kemarin aku itu keluar karena keadaan
nya emang mendesak dad." Daddy nya kadang memang ga sadar umur.

"Kan lo bisa minta tolong sama asisten daddy cantek! Kalo lo kenapa napa gimana? mau pingsan
aja rasanya daddy pas buka pintu kamar lo tengah malem ternyata ga ada orangnya."

"YAKALI AKU NYURUH ASISTEN COWO DADDY BUAT BELI PEMBALUT, MALU
DONG! Aku ngga kenapa napa dad," Anin memijat kepalanya sejenak.

"Jugaan kemarin aku telat pulang karena nolongin adik temenku dulu dad, dia di begal." Anin
kali ini menjelaskan dengan pelan supaya daddy nya ini mengerti. Membujuk daddy nya hampir
sama seperti membujuk pacar walaupun Anin belum pernah merasakan pacaran.

"Mau gue maafin?" Anin mengangguk.

"Traktir daddy sate taichan 30 tusuk sama buble tea, sekarang." Emang kadang gatau diri si
duda.
"IYE IYE!" Anin yang pasrah akhirnya memasuki kamarnya untuk mengambil dompet dan
kunci mobilnya.

"HATI HATI! INGET SAMBALNYA DIPISAH! GULA NYA YANG LESS SUGAR!" Anin
mengacungkan jempolnya sebagai tanda mengiyakan ucapan daddy nya.

•••
"Pulang dari mansion Hero, adek gue belum pulang." Leo memberitahu kejadian kemarin kepada
para sahabatnya.

Saat ini anggota inti Argos sedang berada di rumah Rayland tepatnya dikamar Ray.

Ray yang sedang membaca buku bertanya, "Kemarin kan lo pulang tengah malem Le, jam segitu
adek lo ga ada di rumah?"

Leo mengangguk, "Gue kalang kabut, telfon gue ga dijawab dan udah nyari di tempat tempat
biasanya dia kunjungin juga udah. Tetep aja ga ada,"

"Sampe gue ngeliat adek gue pulang keadaannya  babak belur," Leo yang belum selesai bercerita
di potong oleh Alex.

"SIAPA ANJENG YANG BERANI BERANINYA NGEHAJAR ADEK GUE?!"

Plak!

Naden menggeplak kepala Alex, "Diem dulu tutup panci."

"Dia dianter sama Anin. Anin ngeliat dia sendirian di depan halte sambil nangis, Anin juga yang
ngobatin luka adek gue." Walaupun bercerita dengan nada datar, pancaran lega di mata Leo tetap
terlihat.

"ANIN?!" Athan yang sedari tadi menyimak sedikit terkejut.

Leo mengangguk, "Katanya dia keluar larut malem mau beli salah satu kebutuhan."

"Terus sekarang lo mau gimana? Gue sama yang lain bakalan siap bantuin elo buat nyari
pelakunya Le." Ray akhirnya angkat suara.

"Gaperlu, gue udah ngurusin itu kemarin karena ga susah buat nyari pelakunya. Sekarang mereka
udah di kantor polisi mungkin beberapa hari lagi adek gue bakal dipanggil buat jadi saksi di
persidangan."

"Tapi kalo gue pikir pikir, Anin kayaknya emang spesialisasi nyelamatin orang yak? Pertama
Ray, sekarang Keira. Besok siapa lagi coba?" Celetukan Naden secara tidak langsung membuat
mereka berpikir hal yang sama.
Ray yang mendengar itu mengeluarkan senyuman tipisnya walaupun tidak terlihat. Sepertinya
saat sekolah ia akan menghampiri gadis itu.

"Kita semua berhutang budi sama Anin. Coba kalau Anin nggak ngasi tau kita waktu itu,
mungkin Ray atau kita udah terbaring di rumah sakit sekarang." Seluruh anggota inti
membenarkan ucapan Athan.

•••
Anin saat ini sedang berbaring di atas kasur kesayangannya. Jarinya tidak berhenti men-scroll
sosial medianya dan tersadar sudah hampir satu setengah tahun ia tidak mengupload foto. Ada yg
sama kayak Anin?

Anin mencoba mencari salah satu foto bagus di galerinya untuk diupload ke sosial medianya.
Gotcha!

anindyaathena_

❤️💬↗️
anindyaathena_ shine dream smile🙈✨

Foto yang ia upload diambil oleh abangnya. Saat itu mereka sedang berjalan berdua ke pantai.
Huft, ia jadi merindukan abangnya, sedang apa kira kira kakaknya itu?

•••
Alex yang sedang memakan koko crunch seketika hampir tersedak.

"Than, Than liattt!" Athan yang merasa lengannya disenggol berkali kali mengacak rambutnya.

"APAAN SIH?!" tuhkan ngegas.

"LIAT IG NYA ANIN GOBLOK,ANAKNYA TUMBEN POST FOTO SETELAH BER ABAD
ABAD."
Alex mah gitu, suka melebih lebihkan sesuatu. Setahun dibilang ber abad abad.

Athan yang mendengar itu dengan cepat membuka sosial medianya.

"ANJIM CANTIK BANGET JUANCOK!"

"RAY LIAT RAY!" Alex menunjukkan ponselnya yang saat ini sedang terpampang foto Anin
disana.

anindyaathena_

❤️💬↗️
liked by leopradipta_ and 15.890 others
anindyaathena_ shine dream smile🙈✨
View all 2.000 comments
athan.pramono CAKEP BANGET NENG😍
habeliyap5 AKHIRNYA LO POST FOTO JUGA NIN
galang_ganteng anjir cakep🥺
alexis_pramantya PACAR GUE KALO MODELANNYA GINI TERUS MASAK MIE
GOSONG, MIE NYA YANG GUE SALAHIN😎
orang_ganteng THANKYOU BUAT SATE TAICHAN NYA YA CANTIK😘
beautykstuff8 Halo kak, kalau mau endorse contact kemana ya?
15 minutes ago • See Translation

"CANTIK BANGET HIKS" Athan sekarang lagi selonjoran di sofa dengan bibir manyun habis
melihat foto Anin.

Ray mengambil ponselnya dan mencari username Anin di akun sosial medianya. Setelah ketemu,
ia memencet follow tanpa pikir panjang. Naden yang melihat itu menaikkan sebelah alisnya.

"Serius nih?" Naden yang heran dengan kelakuan Ray akhirnya bertanya.

"Hm?"

"Itu, kenapa tumben banget lo ngefollow cewe duluan? biasanya juga engga."

"Pengen aja." Rayland menjawab seadanya saja, karena memang tidak ada yang perlu di
hebohkan.

•••

raylanddelano started following you.

"Hah?" Anin mengangkat sebelah alisnya melihat nama yang terpampang di layar ponselnya.
Rayland mengikuti dirinya? pertanyaan itu yang sekarang berada di benak Anin. Langsung saja
Anin mengikuti kembali, Anin kan baik dan tidak sombong xixixi.

Anin menaruh ponselnya dan bergegas menuju dapur untuk membuat cemilan. Ia sangat ingin
memakan kue sus, mumpung bahan bahannya masih tersedia di rumah langsung saja ia
membuatnya.

Ia mencampurkan tepung, gula, mentega dan bahan bahan lainnya. Ternyata adonan yang tersisa
masih cukup banyak, Anin memutuskan untuk membuat sisanya untuk abangnya.

"Enak banget anjir." Anin mencoba salah satu kue sus yang sudah matang dan rasanya sangat
memuaskan.

Setelah semuanya sudah matang, Anin menempatkan kue sus untuk abangnya di salah satu
wadah kaca yang tersedia dan menempelkan note di atas wadahnya. Lalu ia memesan ojek online
untuk mengirimkan kuenya ke apartemen kakaknya.
•••
Verschiéden High School

Saat ini para murid sedang berada di kantin karena jam istirahat. Anin yang baru selesai mencatat
akhirnya memutuskan pergi ke kantin untuk mengisi perutnya, kedua sahabatnya sudah berada di
kantin lebih dulu.

Di sepanjang koridor ia menikmati angin yang menerpa wajahnya sambil menggerakkan kedua
lengannya ke depan ke belakang.

Anin menyipitkan matanya saat tidak sengaja melihat pot bunga yang berada di lantai 2, letaknya
sedikit keluar dari pembatas koridor dan sekali senggol saja pot bunga itu akan berakhir
mengenaskan di atas tanah.

Sepertinya dugaannya sebentar lagi akan terbukti karena ia melihat 2 orang murid laki laki yang
sedang saling mendorong. Dan yang di dorong tidak menyadari bahwa dibelakangnya terdapat
pot bunga yang sebentar lagi akan jatuh.

Tanpa pikir panjang Anin berlari untuk melindungi seorang gadis yang sedang berjalan sembari
bermain hp. Tepat saat ia sampai, pot itu tersenggol dan terjatuh mengenai mereka berdua,
tepatnya Anin.

Karena Anin dengan gesit memeluk lalu menyembuyikan kepala gadis itu di bawah dagunya
dengan tangan Anin yang melindungi kepala gadis itu. Anin yang hanya sempat menunduk
sedikit dapat merasakan serpihan besar batu serta tanah kering mengenai kepala dan
punggungnya dengan cukup keras.

•••
TBC!

Btw, gimana part ini? suka ngga? maaf kalau aneh hiks.

Jangan lupa vote dan comment kalau kalian suka part ini biar aku semakin semangat buat
update!❤️

RAYAN PART 7
Happy reading❤️

Sepertinya aku memang harus kasih tau disini. Cerita ini pada dasarnya, juga
menceritakan bagaimana Anin yang dulunya di rahasiakan oleh Vano mulai terkuak ya.
Bukan menceritakan dengan detail bagaimana Anin yang di rahasiakan terus menerus
secara mati-matian, nggak. Semoga kalian mengerti❤️
•••
"Halo cantik," Alex mencolek salah satu dagu siswi saat para inti Argos akan menuju kantin.
Penyakit playboy nya mulai kumat jika sudah melihat yang bening.

"Tangan kamu lembut banget by," Alex menyentuh salah satu tangan siswi serta modus
menggenggam tangannya.

"SHUT UP ALEX!" Naden merasakan kedua telinganya berdengung mendengar Alex caper sana
sini.

"APAAN SIH LO ANJENG, IRI YA?" Nahkan balik ngegas.

BUGH!

Naden menendang bokong Alex dengan kaki kanannya karena kesabarannya sudah menipis. Iri
katanya? Apa perlu dia ngapel dengan Abel di hadapan Alex sekarang? Yang ada Alex akan
berubah menjadi cacing kepanasan.

Kedua orang ini memang tidak akan pernah akur jika bertemu, tetapi jika salah satunya tidak
kelihatan maka mereka akan saling mencari. Byasalah, gengsi.

"Leo, mau ga?" Athan menyodorkan sebungkus chitato kepada Leo.

Leo menggelengkan kepalanya, "Habisin aja."

Rayland? Anak itu  sedang mengamati sekitar koridor  sembari memasukkan kedua tangannya ke
saku celananya, tidak memperdulikan kedua sahabatnya yang sedang cek cok.

BRUK

"AAAAAAA"

Teriakan para siswi dan benda jatuh yang bunyinya lumayan keras membuat kelima para inti
Argos mengalihkan pandangan ke seberang gedung.

"ANIN!" Athan berteriak dan berlari ke arah Anin dengan sebungkus chitato yang masih berada
di tangannya.

Keempat inti Argos menyusul Athan untuk melihat apa yang terjadi. Rayland terdiam sejenak
saat melihat darah mengalir di kening dan juga leher Anin dengan deras. Serpihan besar pot
bunga itu menghantam kepala dan punggung Anin dengan cukup keras.

•••
Anin merasakan kepalanya sakit luar biasa saat pot bunga itu menghantam kepalanya. Ia
meringis sejenak dan dapat merasakan kening serta lehernya di alirin cairan yang ia yakini
darahnya sendiri. Bisa ia tebak, punggungnya akan terdapat memar setelah ini.
Anin melepaskan pelukannya, "Lo gapapa? Ada yang sakit?"

Anin menatap siswi di depannya yang memasang tampang mematung. Siswi itu menunjuk
kening Anin , " Kening lo berdarah."

Saat Anin akan menyentuh keningnya, tangannya terlebih dahulu di pegang oleh seseorang.

"Rayland?"

"Jangan di sentuh, nanti infeksi." Rayland menarik tangan Anin untuk keluar dari kerumunan.
Para siswi yang melihat itu tak bisa menahan jeritan mereka, Rayland terlihat sangat tampan
dengan sikapnya yang gentleman.

"Kita mau kemana? tas gue masih di kelas Ray!" Anin dilanda kebingungan saat Rayland
menariknya dan membawanya menuju parkiran sekolah.

"Nanti gue suruh sahabat gue yang ambil tas lo, sekarang kita ke rumah sakit." Rayland
membuka kan pintu penumpang dan mendorong pelan agar Anin masuk ke dalam mobilnya.

"Darahnya gamau berhenti ya?" Rayland bertanya dengan tenang, tapi tidak dipungkiri bahwa ia
sedang panik saat ini.

Rayland memberikan tissue yang tersedia di kursi belakang dan memberikannya kepada Anin.
Tak lupa ia menurunku sedikit tempat duduk Anin agar gadis itu bisa membaringkan kepala dan
tubuhnya.

"Thanks," Anin membersihkan darahnya dengan tissue dan Rayland bergegas melajukan
mobilnya menuju rumah sakit terdekat.

•••
Rumah Sakit

Setelah memarkirkan mobilnya, Anin dan Rayland memasuki lobi rumah sakit. Rayland
menggenggam tangan Anin saat mereka memasuki lift, Anin yang menyadari itu hanya bersikap
bodo amat dan sibuk dengan kegiatannya memberhentikan pendarahan di kening dan kepalanya
menggunakan tissue.

Demi Tuhan, Anin merasakan kepalanya akan pecah saat ini juga. Efek terkena serpihan besar
dan keras dari pot bunga itu membuat Anin agak sempoyongan saat berjalan. Tetapi ia
menahannya agar tidak lebih merepotkan Rayland jika dirinya pingsan.

Tok...Tok...

Rayland mengetuk salah satu pintu ruangan yang bertuliskan Dr. Anita. "Masuk!"
Teriakan yang berasal dari dalam ruangan membuat Rayland memutar knop pintu dan terlihatlah
tantenya yang sedang berada di depan komputer.

"Rayland? ada apa kamu kesini?" Anita bertanya kepada keponakan tampannya itu.

Rayland melirikkan matanya ke sebelah kanannya tempat Anin berdiri. Anita yang menyadari
bahwa keponakannya tidak datang sendiri sedikit terkejut. Tumben sekali Rayland membawa
seorang gadis.

"Kepala sama punggungnya kehantam pot bunga yang jatuh dari lantai 2 sekolah. Pendarahan di
kepala nya ga berhenti dari tadi." Rayland berusaha menjelaskan setenang dan sesingkat
mungkin.

"Yaampun, sini sayang! Tante obatin dulu luka kamu. Nama kamu siapa?" Anita menduduki
Anin di atas brankar. Ia mulai mengambil peralatan untuk mengobati Anin.

"Anin tan," Anita mengangguk sembari memakai sarung tangan dan mulai mengecek luka Anin.

"Rayland sepertinya tante harus menjahit sedikit luka di kepalanya. Karena lukanya cukup
lebar."

Rayland menganggukkan kepalanya, "Lakuin yang terbaik tan."

Anin sedikit meringis saat lukanya di obati, terlebih lagi kulit kepalanya harus dijahit sedikit. Pot
bunga sialan.

25 minutes later.

"Finish!" Anita berseru dan Rayland berdiri untuk menuntun Anin turun dari brankar.

"Untuk luka di kening dan kepala kamu, tante bakalan ngasih 2 salep. Satunya untuk
mengeringkan lukanya dan satunya lagi untuk menghilangkan bekasnya. Dan untuk memar di 
bahu dan punggung kamu, bisa di kompres pakai air es 2 hari dan setelah 2 hari kamu bisa
kompres menggunakan air hangat."

Anita tersenyum saat melihat keponakan tampannya begitu cermat mendengar penjelasannya. Ia
bisa melihat ada setitik pancaran khawatir di mata Rayland.

"Baik tante, terima kasih banyak ya." Anin mengucapkan terima kasih dan bersiap untuk
beranjak dari tempat duduknya.

"Sama sama sayang, nanti kalau ada apa apa sama luka kamu langsung hubungan tante aja yaa.
Dan kamu Rayland, jaga pacar kamu."

"Bukan-"
"Iya tan."

Anin tidak sempat menyelesaikan perkataannya karena sudah di terobos terlebih dahulu oleh
Rayland.

"Biar gue aja yang bayar." Rayland menawarkan diri untuk membayar administrasi.

Anin mengehela nafas, "Yaudah, makasih Ray." pada akhirnya gadis itu mengiyakan, toh uang
jajannya jadi aman kan.

•••
"Thanks udah nganterin gue, Ray."

"Hm jangan lupa di obatin luka luka lo, besok gue jemput. Tas lo ada di rumah gue."

"T-tapi,"

"Ga ada penolakan." Rayland langsung melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah
Anin.

"Dasar tembok hih!" Anin kadang gregetan jika bertemu dengan orang seperti Ray. Ngomongnya
irit terus datar banget.

Anin membuka pintu rumahnya dan terlihat daddy nya yang sedang memangku laptop. Mampus.

"Loh, kenapa udah pulang? jam pulang kan masih 3 jam lagi." Vano menatap heran ke arah
putrinya yang sedang berdiri kaku.

"Itu kening kamu kenapa? Baju kamu juga kenapa ada darahnya?!" Nada suara Vano yang berat
dan menuntut penjelasan membuat Anin seketika meremang. Vano berjalan cepat menghampiri
Anin dan memeriksa keadaan putrinya. Ia panik melihat banyak noda darah di seragam putih
putrinya.

"D-dad aku gapapa kok," Anin berusaha menenangkan daddy nya yang sedang panik saat ini.

"Gapapa gimana?! Ayo kita ke rumah sakit sekarang."

"D-dad gausah, aku baru aja balik dari rumah sakit. Temen aku yang nganterin,"

"Astaga kamu kenapa bisa sampe kayak gini sih?" Vano frustasi melihat keadaan putrinya, ia
mengacak rambutnya untuk melampiaskan rasa frustasinya.

Anin menjelaskan dengan takut takut,


" A-aku tadi nolongin temenku, dia hampir kena pot bunga yang jatuh dari lantai 2."
"Nyelametin temen dan ngorbanin diri kamu sendiri sampai luka begini?" Nada suara Vano
datar.

"Ya maaf dad, aku juga gatau kalo bakal gini jadinya," Anin merengek kepada daddy nya.

Vano menghela nafas, "Apa aja yang di bilang sama dokter?"

"Aku udah gapapa kok dad, tinggal tunggu lukanya kering aja. Jugaan aku udah dapet obat nya."

"Punggung kamu gimana?" mampus.

"Em....itu-"

"Ngomong yang jelas Anin." Tuhkan kan, kalau daddy nya sudah begini ia tak akan bisa
mengelak.

"Memar." cicit Anin.

Vano menghela nafas sekali lagi, "Bersihin badan kamu, terus balik kesini. Daddy siapin air es
sekarang."

"Iya dad," Anin bergegas menaiki tangga rumahnya dan menuju kamarnya.

TBC
Hai! gimana part ini? Semoga kalian suka ya❤️🥺

Jangan lupa buat vote dan commentnya biar aku makin semangat buat update💜

Anin

Rayland

RAYAN PART 8
Happy reading❤️

Btw, Happy 100 readers yuhuuu!🥰

•••

Shh...
Anin mendesis pelan saat merasakan kompresan air es mengenai lebam di punggungnya.
"Bisa ga sih lo berhenti bikin gue khawatir?" Tuhkan mulai lagi si duda ngoceh. Vano dengan
telaten mengompres lebam di punggung dan bahunya. Anin saat ini memakai tanktop agar
mempermudah daddy nya  mengompres bagian bahu dan punggungnya.

"Iya dad iya maap," Anin menghela nafas pelan, ocehan daddy nya tidak berhenti sejak dari tadi.
Kepalanya serasa ingin pecah, ditambah pusing akibat kejadian tadi masih terasa.

"Udah, sekarang tidur. Jangan begadang, awas aja kalo daddy sampe lihat kamu begadang."
Vano membereskan semua peralatan kompres tadi dan membawanya ke dapur.

"Hm, iya dad. Maafin aku karena udah buat daddy khawatir," Anin menundukkan kepalanya
tidak berani menatap Vano. Ia tahu sudah melakukan kesalahan karena membuat daddy nya
sangat khawatir. Ia tahu bagaimana daddy nya menjaganya dengan mati matian agar dirinya
tidak dalam bahaya.

Anin merasakan surainya dielus lembut, "Lain kali, hati hati. Jangan kebiasaan memprioritaskan
nyawa orang lain sedangkan nyawa kamu juga dalam bahaya. Bukan berarti daddy melarang
kamu buat nolong orang sayang. Disini kamu juga harus melindungi diri kamu, ingat prioritasin
diri kamu dulu." Vano tersenyum menatap anaknya yang menunduk.

"Hey, sini" Anin menghambur ke pelukan Vano dan menopang dagunya di bahu daddy nya
sembari terisak kecil. Vano menepuk punggung anaknya dengan lembut, ia sangat menyayangi
anak perempuannya melebihi dirinya sendiri. Walaupun terkadang mereka berdua seperti tom
and jerry, tapi itulah cara unik mereka untuk menunjukkan kasih sayang masing-masing.

•••
"Dad, aku berangkat ya!" Anin memakai sepatunya dengan terburu buru, karena Rayland sudah
menunggu di depan.

"Lo berangkat sama siapa itu?" Vano menyipitkan matanya saat melihat dari jendela terdapat
mobil pajero sport warna hitam terparkir di depan rumahnya.

"Ada pokonya, dah dad!" Anin mencium pipi Vano sekilas dan berlari menghampiri mobil
Rayland.

"Heh! awas ye ntar sampe rumah gue interogasi!" Vano berkacak pinggang melihat anak
gadisnya tergesa gesa menuju halaman depan.

"Sorry ya nunggu lama," Anin berucap sembari memakai sabuk pengaman.

"Hm gapapa, itu tas lo ada dibelakang," Rayland menjalankan mobilnya, sedangkan Anin yang
mendengar ucapan Rayland menoleh ke kursi belakang.

Anin membawa totebag yang berisi buku pelajaran hari ini. Anin mengambil tasnya dan
memindahkan buku buku yang memang tidak dipakai hari ini ke totebagnya. Lalu memindahkan
buku pelajaran hari ini ke tasnya.
"Ray, totebagnya gue titip di mobil lo dulu ya."

"Iya." Setelah itu tidak ada percakapan di diantara keduanya. Setelah 20 menit perjalanan,
akhirnya mereka berdua sampai di parkiran sekolah.

"Eh?" Anin mengerjapkan matanya lucu saat tas di gendongannya diambil alih oleh Rayland.

"Berat, bahu sama punggung lo belum sembuh." Rayland membawa menyampirkan tas Anin di
bahu kanannya, sedangkan tasnya di bahu kirinya.

"Thanks," Anin memberikan senyum tipis, sedangkan Rayland menganggukan kepalanya singkat
dengan ekspresi datar.

Di sepanjang koridor, beberapa murid yang berada diluar kelas memberikan tatapan heran
kepada kedua sejoli itu.

Sejak kapan mereka deket?

Iri banget gue

Itu Anin anak IPS bukan sih?

Itu yang cewe siapa anjir, cantik banget.

Mampus kalo saingan gue modelan begini, dahlah gue mundur alon alon.

Yang cewe bakal jadi target si Luna pasti.

Anin tidak peduli dengan ocehan para murid di sepanjang koridor, ia hanya menyibukkan dirinya
dengan airpods di kedua telinganya. Begitu juga dengan Ray yang hanya menatap datar
sekitarnya.

"Thanks Ray." Setelah sampai di depan kelas Anin, Ray memberikan tasnya.

"Hm, sama sama." Ray mengelus pelan surai Anin.

•••
"Kata anak kelas, lo bareng Anin ke sekolah?" Tanya Naden saat melihat Rayland masuk ke
ruang khusus milik anggota inti Argos.

Diruangan itu terdapat dua sofa berukuran besar dengan beberapa lukisan classic yang menghiasi
dinding putih. AC yang menjadi pendingin ruangan. Televisi dan juga komputer yang bisa
digunakan untuk menghilangkan rasa bosan. Dan tak lupa terdapat satu billiard yang diberi oleh
mamanya untuk Rayland. Karena pemuda itu sangat menyukai permainan bola kecil itu.
Walaupun begitu, anak anak Argos yang lain juga diperbolehkan untuk memainkannya.
Karena sekolah ini merupakan warisan dari kakeknya dan kebetulan saat ini Arion lah yang
menjadi pemiliknya. Jadi, Rayland bisa dengan mudah meminta papanya untuk membuatkan
ruangan ini.

Ray menganggukkan kepalanya dan berjalan ke arah mesin kopi di pojok ruangan.

"Gimana keadaannya?" Tanya Leo dengan mata yang berfokus ke arah ponselnya.

Dengan tatapan datar serta tangan kanan yang memegang cangkir kopi, Ray menjawab
"Lumayan parah karena harus dijahit." Ray menyeruput sedikit kopinya.

"Gue suka Anin." Pernyataan Ray membuat keempat sahabatnya menghentikan kegiatan masing
masing.

"Hah?" Sahut Athan dengan wajah cengonya.

"Wait, what?-" Alex kaget mendengar pernyataan sahabatnya itu. Ayolah, baru kali ini ia melihat
seorang Ray menyukai seseorang. Bahkan sahabat sahabat sempat mengira bahwa Ray
mengalami penyimpangan seksual.

Para cabe cabean sekolah hingga primadona sekolah sudah di tolak mentah mentah oleh Ray.

Gadis yang sangat unik dan cantik. Tidak menye menye seperti perempuan kebanyakan.
Sikapnya yang pemberani dan peduli terhadap orang lain nyatanya mampu meluluhkan hati
seorang Rayland.

" Seriusan lo?!" Athan memekik karena mendengar sahabatnya itu menyukai perempuan yang
akan ia incar. Pupus sudah harapannya.

Leo menukikan alisnya, ia juga heran sama seperti sahabat sahabatnya. Berbeda dengan Naden
yang tersenyum penuh arti.

" Yang ngincar dia banyak, don't waste your time." Naden menepuk bahu kanan Ray.

"Of course." Rayland menjawab dengan seringaian dan tak lupa menyeruput kopinya yang sudah
tersisa sedikit.

•••

"Kenapa lama?" tanya Ray, saat melihat Anin sudah duduk disamping bangku kemudi.

"Sorry, tadi gue ke ruang bu Indah dulu." Jawab Anin seraya mengambil totebagnya dibangku
belakang.
Karena jalanan ibu kota yang padat di siang hari, memakan waktu lebih banyak untuk sampai di
rumah Anin. Akhirnya setelah setengah jam perjalanan, mobil Rayland memasuki pekarangan
rumah besar Anin.

"Makasih Ray." Jawab Anin dengan menatap intens iris mata pemuda didepannya ini.

Ray yang mendapat tatapan itu, hanya bisa menahan detak jantungnya yang semakin menggila.

Ray berdehem, "Sama sama, luka nya jangan lupa diobati." Anin menganggukkan kepalanya,
lalu keluar dari mobil pajero sport milik Rayland.

•••
Vano sedang tidak berada di rumah, ini lah saat yang tepat untuk menjalankan misi.

Anin turun dari kasur kesayangannya dan mengambil kotak yang tersimpan di bawah tempat
tidurnya. Lalu ia mengambil 2 bungkus ramen super pedas dan memasaknya di dapur.

"Anjir, kangen banget gue makan ramen." Dengan semangat Anin memakan dan menyuruput
kuah ramen tadi hingga tandas.

Anin sudah dilarang makan mie semenjak Anin kelas 3 SMP karena alasan. Alasannya adalah
Anin sempat masuk kerumah sakit di karenakan usus buntu. Melihat Anin yang kesakitan hingga
menangis deras membuat Vano tidak ingin melihat kejadian seperti itu lagi.

Dulu, Anin bisa memakan 4-5 kali mie instan dalam seminggu. Bisa dihitung kira kira berapa
kali Anin memakan mie instan dalam sebulan?

Walaupun sudah dilarang, diam diam Anin menyimpan berbagai macam rasa mie di sebuah
kotak dan ia letakkan di bawah tempat tidur.

"Ya Tuhan semoga engga ketahuan daddy." Ia merasa seperti tersangka jika seperti ini.

Setelah selesai makan, Anin membawa piring serta gelas kotor ke westafel lalu mencucinya. Di
rumah besar ini, Anin hanya tinggal bersama Vano dan Bi tuti sebagai ART. Dikarenakan Bi tuti
sedang pulang kampung sejak dua minggu yang lalu, jadilah dia sendiri jika Vano sedang
bekerja.

•••

TBC!
Gimana part ini? suka ngga? semoga suka ya🥰

Ini Anin

Ini Rayland
See u next part! Jangan lupa vote dan commentnya yaa❤️

RAYAN PART 9
Happy reading! Jangan lupa vote dan commentnya❤️

•••
"Dad, pas pensi dateng ga?" tanya Anin setelah duduk di sofa ruang tamu.

Vano yang sedang memangku laptop di seberangnya, menurunkan kacamata minusnya. Pensi
akan diadakan 3 hari lagi, dan donatur sekolah biasanya wajib untuk menghadiri acara pensi.

"Dateng lah, semua donatur sekolah di wajibkan buat hadir. Sekalian cuci mata juga si,"

Bugh

Bantal sofa sudah mendarat sempurna di wajah tampan Vano. Vano menatap datar anaknya yang
sedang menyilangkan kakinya dengan tangan bersedekap di dada.

"Jangan macem macem ya dad, awas aja." Anin menunjukkan kepalan tangannya seolah bersiap
untuk menonjok Vano sekarang juga.

"Aku nanti bakal tampil nyanyi, jangan lupa bawa kamera ya." Anin mengedipkan matanya lalu
beranjak menuju kamarnya.

"Anak kurang ajar." Vano menggelengkan kepalanya sembari terkekeh kecil.

•••
Anin saat ini sedang memikirkan lagu apa yang akan ia bawakan saat pensi nanti. Anin ingin
membawakan 2 lagu dengan beat slow dan cepat. Rencananya untuk lagu slow ia akan bernyanyi
solo sambil bermain musik, sedangkan untuk lagu dengan beat yang cepat ia akan tampil dengan
bandnya.

Anin berjalan ke arah piano kecil yang terletak di sudut kamarnya dan mencoba beberapa lagu
yang cocok untuk dibawakan saat pensi nanti.

"Hm kayaknya 2 lagu ini yang bakal gue bawain pas pensi. Tapi gue harus diskusi dulu sama
anak anak yang lain." gumam Anin.

Setelah 1 jam berkutat dengan pianonya, akhirnya Anin mendapatkan 2 lagu yang cocok. Tanpa
menunggu lagi, ia membuka group chat anak anak band dan berdiskusi tentang lagu yang ingin
ia bawakan. Setelah mereka semua setuju, Anin dan anak band lainnya akan berlatih besok di
ruang musik.
"Apa gue main piano aja ya untuk nyanyi solo nya?" Anin sedang menimang nimang alat musik
yang akan ia gunakan saat pentas nanti.

Anin memainkan pianonya dan bernyanyi dengan penghayatan yang sangat bagus. Suaranya
yang terdengar sedikit serak dan merdu terdengar hingga ketelinga Vano yang masih berada di
sofa ruang tamu. Pria itu tersenyum penuh arti.

•••
"Mau kemana?" Rayland memegang sebelah tangan Anin. Anin dan kelima inti Argos tidak
sengaja bertemu di koridor sekolah saat bel istirahat sudah berbunyi.

"EKHEM KESELEK LEMARI!" Athan sudah berdehem keras melihat interaksi 2 sejoli ini.

Plak

Naden memukul puncak kepala Athan dengan wajah tidak berdosanya.

"Apasih upil?!" Athan sudah memelototkan matanya ke arah Naden. Naden hanya memutarkan
kedua matanya malas melihat kelakuan Athan yang tidak pernah benar.

"Gue mau ke ruang musik." Anin menatap tangannya yang masih dipegang oleh Rayland.

"Makan dulu."

"Entaran aja Ray, anak anak band udah nungguin gue disana." Anin melepaskan pelan
cengkraman Rayland di tangannya.

"Gue duluan ya semuanya!" Anin membungkukan sedikit badannya dan berjalan dengan langkah
kaki kecil yang terburu buru. Rayland hanya menoleh dengan tatapan datar dan dinginnya
mengikuti langkah Anin. Setelah Anin berbelok baru ia melanjutkan langkahnya menuju kantin.

"Maafff, nungguin gue lama ya?" Anin muncul dengan wajah memelas karena merasa bersalah
sudah membuat temannya menunggu.

"Santai aja kali Nin. Kayak sama siapa aja." Bara melangkah kearah Anin dan melakukan tos
yang sudah menjadi kebiasaan mereka berdua jika sudah bertemu.

"Kita juga baru sampe kok, tenang aja." Sahut Rio yang sedang duduk di sofa dengan pandangan
yang pandangannya tidak teralihkan dari ponselnya. Anin tersenyum menatap kedua temannya,
tapi ia merasa ada yang kurang.

Lalu matanya menangkap seseorang yang sedang membelakanginya dengan gitar yang sudah di
sampirkan di bahu kirimya

"Eric!" Orang yang dipanggil Anin membalikkan badannya dan tersenyum tipis melihat
sepupunya yang sudah berlari kearahnya.
"Hey! apa kabar?" tanya Eric dengan tangan yang mengusap bahu Anin dengan sayang. Mereka
memang jarang bertemu di sekolah karena Anin yang lebih sering menghabisi waktu di kelas dan
Eric yang lebih sering berkumpul di warung belakang sekolah.

"I'm good!" Eric bisa merasakan semangat dan tatapan berbinar sepupunya saat ini. Maklum,
Anin sering merasa sendiri jika di rumah dan ia jarang sekali berinteraksi dengan sepupu
sepupunya.

"Kamu udah lama ngga ke rumah. Bunda nanyain terus."

"Iya aku bakalan kesana. Aku juga udah kangen banget sama pancake madu buatan bunda." Anin
memanyunkan bibirnya saat mengingat enaknya pancake buatan bundanya yang sudah lama
tidak pernah ia cicipi.

Eric hanya terkekeh kecil dan mengajak sepupunya itu untuk duduk di sofa bersama 2 temannya
yang lain.

"Jadi lo mau tampil solo juga?" Anin menganggukkan kepalanya semangat.

"Iya, sambil main piano. Gue udah lama banget engga tampil di acara kayak gini. Untuk
penampilan solo gue udah latihan sendiri di rumah."

Posisi dalam band ini Anin sebagai vokalis, Bara dan Eric sebagai gitaris, serta Rio sebagai
drummer. Anin sendiri sudah tau bagaimana histerisnya anak anak Tebing Selatan saat melihat
mereka bertiga tampil. Eric dan Rio juga masuk ke dalam anggota Argos seperti Bara.

"Oke deh, gimana kalau kita latihan sekarang?" ajak Bara.

Mereka berempat mengambil posisi masing masing dan melakukan cek sound.

"Ready?!" teriak Rio dengan semangat 45.

Suara gitar, drum dan suara merdu Anin tergabung menjadi satu di dalam ruangan itu. Ruangan
itu menjadi saksi bagaimana keseruan latihan band saat ini. Saling memberi semangat dan saran
agar bisa memberikan penampilan yang maksimal dan juga bagus.

Akhirnya setelah 2 jam latihan, Anin kembali ke kelasnya yang sedang free class dikarenakan
guru guru sedang rapat dan juga persiapan pensi yang akan dilaksanakan lusa.

Saat masuk ke dalam kelas, Abel menghampirinya dan bertanya, "Gimana latihannya? lancar?
Oh iya, tadi Rayland ngebawain lo makanan. Itu ada di meja lo."

"Lancar kok Bel, lo tinggal nonton aja nanti hahaha. Eh btw, Rayland beneran bawain gue
makanan?" Abel menganggukan kepalanya dan menunjuk ke arah meja Anin.
Setelah sampai di mejanya, Anin melihat makanan dengan wadah styrofoam dan juga air
mineral. Di atas styrofoam terdapat note yang bertulis,

"Jangan lupa dimakan^ ^"


-Ray.

Anin terkekeh melihat tanda ^ ^ diakhir kalimat itu. Ternyata Rayland bisa semenggemaskan ini.
Anin membuka makanan itu, ternyata Rayland membelikannya nasi goreng dengan telur mata
sapi setengah matang.

Darimana dia tahu kalo gue suka telur setengah mateng?. Batin Anin.

Anin memakan makanannya sembari membuka ruang chatnya dengan Rayland untuk
mengucapkan terima kasih.

•••
TBC!
Gimana part ini?? suka ga?? semoga suka yaaaaa. Jangan lupa vote dan commentnya
readers ku sayang❤️

ini Eric

gimana? cocok gaa?? menurut aku emang dia yang cocok buat visualisasi Eric hehe.
Kedepannya aku bakal usahain Bara sering muncul ya.

Dan buat yang mungkin berpikir moment Ray dan Anin sedikit, aku kasih tau sekarang
yaa di cerita ini aku ngga hanya memfokuskan mereka berdua.

Walaupun begitu aku akan memperbanyak scene mereka di part part selanjutnya. Jadi
stay tuned ya!

Dan aku mohon banget, buat kalian yang memang engga suka cerita aku please leave me
alone, okay? respect each other🤗

See u next part readers!❤️

RAYAN PART 10
Ketemu lagi kita! Happy reading❤️

•••
Hari ini, hari dimana pensi akan dilaksanakan. Sekarang sudah pukul 09.00, dan Anin sudah siap
dengan dress putih polosnya yang sederhana.
Anin sedang berada dikelasnya menunggu gilirannya tampil, sambil mendengarkan lagu lewat
airpodsnya. Pembukaan sudah dilaksanakan dan Anin akan tampil solo di pertengahan acara.

"OH MY GOD YOU LOOKS SO GORGEOUS!" pekik Abel melihat penampilan Anin.

"Anjirlah, gue ngerasa ngeliat putri kerajaan yang lemah lembut." Aura merasa seperti melihat
putri bungsu anggota kerajaan saat ini. Anin tertawa melihat kehebohan kedua sahabatnya.

"OMG! Ini rambutnya lo yang stylish sendiri beb?" Abel jatuh cinta dengan hairstyle Anin.

"Iya, gue lagi gamau ribet. Jadi ya gue giniin aja deh hehe." jawab Anin.

Setelah beberapa mereka menemani Anin, seorang anggota OSIS menghampiri mereka.

"Anin, sebentar lagi giliran lo. Langsung ke backstage sekarang ya! Oh iya, pianonya udah ada
di backstage kok." jelas anggota OSIS ber-nametag Ayla.

"Ah, okay sekarang gue ke backstage. Thankyou Ayla!" Ayla tersenyum dan kembali untuk
menjalankan tugasnya yang lain.

"Guys, kalian ga perlu anterin gue ke backstage ya. Kalian langsung aja cari tempat duduk biar
nanti ga kehabisan." jelas Anin.

" Yaudah deh kalo gitu, good luck ya sayangku. Yuk ra!" Aura memberikan kiss bye dan Anin
tertawa melihat tingkah sahabatnya itu lalu melambaikan kedua tangannya saat kedua sahabatnya
sudah pergi.

•••
Anin akan tampil 10 menit lagi dan ia saat ini sedang berlatih sebentar di backstage untuk
memantapkan penampilannya.

"Hey!" Anin membalikkan badannya saat mendengar suara yang sudah tak asing lagi di
telinganya.

"Ray? lo ngapain disini?" tanya Anin.

Rayland saat ini sangat tampan dengan kaos putih yang dilapisi kemeja berwarna hijau sebagai
outernya. Tak lupa kacamata hitam yang membingkai kedua matanya.

Oh wow, batin Anin.

Di sekolahnya, para murid diperbolehkan untuk memakai pakaian bebas yang penting sopan saat
acara pensi.
"Hm ngapain ya? mungkin nyemangatin lo?" Rayland menyeruput sedikit Ice Americano nya.
Anin memutarkan bola matanya malas mendengar pertanyaan Rayland.

Rayland memperhatikan penampilan Anin dari atas hingga bawah. Gadisnya, ah tidak belum.
Anin terlihat sangat cantik dengan dress putihnya saat ini. Rayland hampir tidak bisa
memalingkan wajahnya.

"Ray?" Anin melambaikan satu tangannya di depan wajah Rayland.

"A-ah iya?" Rayland heran sendiri, kenapa dia gugup?

"Ah itu, good luck ma sugar!" Rayland menepuk kecil puncak kepala Anin agar tidak merusak
tatanan rambutnya dan berlari keluar dari backstage. Anin menaikkan sebelah alisnya melihat
kelakuan absurd Ray.

"Anin, siap siap ya!" Anin mengacungkan kedua jempolnya dan tak lupa memanjatkan doa
sebelum tampil agar penampilannya berjalan dengan lancar. Ia menyentuh sebentar kalung
pemberian mommy nya.

"Penampilan selanjutnya akan dibawakan oleh Anindya dari kelas XI IPS 1 woho!" Anin dapat
mendengar seruan serta tepuk tangan dari luar sana.

"Okay, let's go Anin." Anin bergumam dan setelahnya ia menaiki panggung.

•••
Dari atas panggung yang besar ini, Anin dapat melihat para guru, pemilik sekolah dan para
donatur termasuk daddy nya dengan kamera yang sudah menggantung di lehernya. Anin dapat
melihat kerlingan jahil yang diberikan oleh daddynya.

Anin akan membawakan lagu One Day by Tate Mcrae.

(Play lagu di mulmed biar kalian dapet feelnya❤️)

Anin menekan tuts pianonya dan terdengar melodi yang sangat indah.

She stares at her ceiling once again with a hundred thoughts.


"Maybe he knows who I am, probably not".
She walks down the hall with her head down low, scared to meet his eyes
Even when she hears his voice she's swarmed with butterflies.

Suara lembut Anin membungkam para penonton, mereka seolah terpesona dengan penampilan
Anin saat ini. Anin terlihat seperti seorang putri yang sangat anggun, benar benar anggun. Vano
tersenyum penuh arti dengan tangan yang tidak berhenti memotret anak gadisnya itu.
It's impossible to get you off my mind
I think about a hundred thoughts and you are ninety-nine
I've understood that you will never be mine.

Anin memejamkan kedua matanya untuk menghayati lebih dalam lagu yang ia bawakan. Anin
terlihat seperti seorang pianist profesional. Disana terlihat Rayland dan beberapa anggota Argos
lainnya yang menikmati penampilan Anin.

And that's fine, I'm just breakin' inside


He always walks the crowded halls and is blinded by this light
A girl who keeps her head down low and never shows her eyes
He's tried to talk to her but there's no easy way
'Cause every time he raises his voice, she runs away

Anin menatap para penonton dan bernyanyi sembari memberikan senyuman kecil. Hingga
matanya tidak sengaja melihat keberadaan Ray yang sedang mengangkat ponselnya.

Oh, it's impossible to get you off my mind


I think about a hundred thoughts and you are ninety-nine
I've understood that you will never be mine
And that's fine, I'm just breakin' inside
One day, maybe she'll stay
And start to head over his way
And one day, she'll look into his eyes
And instead of breaking, she'll call him, "Mine"

Kembali memejamkan kedua matanya, Anin seolah merasakan sesaknya arti lirik dari lagu ini.
Anin bahkan tidak tahu sejak kapan kedua pipinya sudah dibasahi oleh air mata.

"Dia nangis." ucapan Leo yang berada disebelahnya membuat Ray memperhatikan Anin lebih
dekat.

One day, he'll grab her by the waist


And force them to meet face to face
One day, he'll look into her eyes
And say that, "You're my only light"
It's impossible to get you off my mind
I think about a hundred thoughts and you are ninety-nine
I understand that you will never be mine
And that's fine, I'm just breakin' inside.

Menuju akhir lagu, Anin melambatkan sedikit permainan piano nya dan sampailah ia diakhir
lagu. Anin membuka matanya dan dapat mendengar tepuk tangan meriah dari para penonton.

Ia mengusap kedua pipinya lalu melepaskan mic nya dari standing mic. Ia tersenyum dan
membungkukan tubuhnya sedikit serta mengucapkan terima kasih.
"ANIN YOU DID A GREAT JOB!"

"SIAL DIA CANTIK BANGET"

"ANIN LO IDOLA GUE SEKARANG!"

"NENG ANIN TIADA DUANYA!"

Dan masih banyak lagi.

"Perasaan dari tadi lo motret dia terus Van." Arion bertanya penasaran.

Vano tersenyum, mungkin ini saatnya.


" Dia, anak perempuan gue Ar." Arion membulatkan kedua matanya.

"Serius lo?!" Vano mengangguk sembari melambaikan kedua tangannya ke arah anaknya yang
masih berada di atas panggung.

Ternyata gadis yang ia temui di shooting club adalah anak sahabatnya. Dunia sesempit itu.

•••

Anin sudah berada di backstage dengan air mineral dan juga beberapa cemilan yang sudah
disiapkan.

"Anin sayangku!" pekikan Aura mengalihkan perhatiannya. Disana terlihat kedua sahabatnya
yang sudah berlari kecil ke arahnya lalu
memeluknya.

"Penampilan lo emang ya!" Abel memberikan tepuk tangan dan 2 jempol.

"Hahaha, thankyou guys!" Anin masih sempat beristirahat karena penampilan ia dengan anak
band terdapat di akhir acara. Jadi, ia bisa santai dulu.

Anin merasakan kursi di sebelahnya bergerak, ia menoleh "Makan."

"Ray? ngapain repot repot bawain makanan astaga." Anin melongo melihat Ray yang
memberikannya plastik berisi makanan dari restoran terkenal.

"Ekhm kita keluar dulu ya beb, bhay!" Anin bisa melihat kedua sahabatnya mesem-mesem,
sudah di pastikan setelah ini ia akan dikerjai.

"Ck, makan!" Rayland menekankan kembali perkataannya. Anin yang sudah pasrah hanya
memakannya dengan Rayland yang tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun.
"Kenapa?" Rayland menggelengkan kepalanya dan menaruh telapak tangan kanannya di puncak
kepala Anin lalu menepuknya pelan berkali kali.

Anak anak lain yang melihat kebersamaan mereka berdua di backstage hanya bisa menjerit
tertahan. Mereka tidak berani berbicara keras karena takut menjadi sasaran empuk dari seorang
Rayland.

Anin merasakan jantungnya berdetak cepat. Ah, ia tahu perasaan ini. Perasaan ini, cukup ia saja
yang tahu.

•••
TBC!
Gimana part ini? suka ga?? semoga suka yaa:3 Maaf kalau feelnya ga dapet hiks ㅠㅠㅠ

See u next part! Jangan lupa vote dan commentnya❤️

RAYAN PART 11
GUYSSSSS THANK YOU SO MUCH UNTUK APRESIASINYA BUAT CERITAKU
😭😭❤️❤️❤️

DI TANGGAL 2 JUNI 2021 RAYAN RANK #1 DI KATEGORI SMA DAN RANK #5 DI


KATEGORI FIKSI REMAJA😭😭😭😭😭 GUYSS I LOVE U SO
MUCH🥵🥵🥵❤️❤️❤️❤️❤️

DAN SEBAGAI UCAPAN TERIMA KASIH AKU UNTUK KALIAN, AKU UPDATE
RAYAN PART 11 HARI INI! PART INI LUMAYAN PANJANG, JADI PELAN PELAN
AJA BACA NYA YA🥰
HAPPY READING❤️

•••
NORMAL POV

Anin sedang berada di salah satu ruang ganti yang sudah disiapkan oleh panitia. Kedua
sahabatnya sedang street food, katanya. Outfit saat ini sudah Anin sesuaikan dengan tema lagu
yang akan dibawakan. Anin memakai kaos hitam yang dilapisi jaket kulit berwarna hitam
sebagai luarannya. Tak lupa celana jeans yang membingkai kaki jenjangnya.

"Rambutnya gue gerai aja kali ya," Anin bergumam memikirkan style rambut seperti apa yang
cocok untuk penampilan nya nanti.

"Ah gerai aja lah."

(Contoh hairstyle Anin👆)


Anin mengacak sedikit rambutnya agar terlihat lebih messy. Lalu ia mengambil sepatu boots nya
dan saat dirasa sudah siap, ia bercermin sebentar untuk menilai penampilannya.

"Perfect!" Lalu Anin keluar untuk mencari kedua sahabatnya. Diperjalanan ia bertemu dengan
sekumpulan anggota Argos yang memadati koridor sekolah.

"Itu Anin bukan sih?" celetuk salah satu anggota Argos membuat mereka semua mengalihkan
pandangan.

Naden menyenggol lengan Ray dan memberi kode lewat lirikan matanya. Ray dapat melihat
Anin yang berjalan sendirian dengan penampilan badass nya.

"ANIN!" Ray kalah cepat dengan Athan yang sudah mengacir duluan ke arah Anin dengan susu
kotak cokelat di tangannya. Ray memberi tatapan datarnya kepada Athan yang sudah berada di
hadapan Anin.

Athan memegang kedua bahu Anin, "OH MY GOD! LO CANTIK BANGET! JADI PACAR
GUE AJA YU!" Athan menutup mulutnya dengan kedua tangan dan tak lupa matanya yang
membola seolah ia shock dengan penampilan Anin.

Anin menatap bingung pemuda didepannya ini, "Lo kenapa Than?" Anin meletakkan punggung
tangannya di dahi Athan, untuk mengecek apakah temannya ini gila atau tidak.

Plak

"Jangan kayak orang gila bego!" Naden memukul puncak kepala Athan dengan telapak
tangannya.

"KEPALA GUE IH!" jerit Athan.

" Semoga habis ini lo ngga tinggal nama aja ya Than." Alex menjulingkan kedua matanya
sembari menjulurkan lidahnya mengejek Athan.

Mampus, batin Athan.

Athan mengedarkan pandangannya ke arah Ray yang berada di samping Anin dan sedang
menatapnya dengan tatapan datarnya.

Athan mencakupkan kedua tangannya di depan dada dan, "Teruntuk bapak Ray yang terhormat,
saya mohon maaf karena sudah dengan lancang menyentuh apa yang seharusnya menjadi milik
anda. Mohon setelah ini bapak Rayland tidak membunuh saya karena saya harus membanggakan
mami dan papi saya terlebih dahulu."

"Gila." celetuk Leo.


"Pergi. Sebelum si Mimi gue panggang." Athan berlari terbirit birit saat mendengar kucing betina
nya dibawa bawa oleh ketuanya itu. Rayland menarik tangan kiri Anin dan membawanya ke
suatu tempat.

"EH EH MAU KEMANA?!"

Rayland membawa Anin ke ruang khusus anggota Argos. Sebelumnya tidak pernah ada satu pun
perempuan yang memasuki ruangan ini kecuali mama nya sendiri.

"Istirahat, lo tampil 2 jam lagi kan?" tanya Rayland dengan suara beratnya.

"Gausah Ray, gue gaenak sumpah diem disini." Anin sudah bersiap untuk keluar dari ruangan
itu, tetapi Rayland dengan cepat menahannya dan membawanya ke salah satu sofa disana.

Tanpa bicara, Rayland mengambil satu bantal dan selimut lalu memberikannya kepada Anin.
Lalu ia keluar dan mengunci pintu ruangan khusus itu. Masa bodoh dengan Anin yang sudah
meneriaki namanya sekarang.

                           rayland🦖

ntr gw blik.
tdr.
12.46

"ANJ- ARGHHH!" Anin menjerit dan mengentakkan kedua kakinya kesal karena dikunci oleh
Rayland dari luar. Lalu ia mengambil ponselnya, dan mengirimkan pesan kepada kedua
sahabatnya.

Sesudah mengirimkan pesan kepada kedua sahabatnya, Ani mencari kontak Eric. Setelah itu
Anin melakukan video call, karena ia yakin bahwa sepupunya itu pasti sedang bersama Bara dan
Rio. Tak lama kemudian, Anin dapat melihat ketiga  wajah partnernya sudah berada di layarnya.

"Kita tampil jam berapa sih?" tanya Anin.

"2 jam lagi mungkin, penampilan teater ternyata lumayan banyak makan waktu." sahut Bara di
seberang sana.

"Anjim gue kira satu jam lagi, gue udah cantik gini."

"2 jam lagi sayangku, mending lo istirahat buat isi tenaga." Rio terkekeh melihat wajah greget
Anin, sudah dipastikan perempuan itu sedang kesal.

"Yaudah deh, nanti langsung ketemu di backstage aja ya."

"Udah makan?" tanya Eric yang sedari tadi hanya diam.


Anin menganggukkan kepalanya

"Kalo kalian gimana? udah makan?" tanya Anin.

Mereka bertiga menganggukkan kepalanya.

"Yaudah gue istirahat dulu, bye!" Anin mematikan sambungannya dan meletakkan bantal di
punggungnya agar lebih nyaman. Lalu ia memakai selimut dan meletakkan kepalanya di
senderan sofa sembari memejamkan matanya.

•••
Ceklek

Rayland masuk kedalam ruangan dan melihat Anin masih bergelut dengan selimutnya.

"Hey, bangun." Rayland mengusap pelan kepala Anin dan membuat si empu terbangun.

"Jam berapa sekarang?" Anin bertanya dengan sebelah mata yang masih tertutup.

"Setengah jam lagi, sekarang lo siap siap."

Anin bangkit dari tidurnya dan berjalan menuju kaca yang berada di ruangan itu. Untung
penampilannya masih sama seperti semua, hanya tinggal menyisir sedikit rambutnya
menggunakan jari.

"Gue langsung ke backstage ya." kata Anin.

"Gue anter." jawab Ray.

"Gausah, lo langsung aja cari tempat ok? bye!" Anin berlari meninggalkan Ray yang terkekeh
kecil.

•••
Semakin siang, sekolah Anin semakin padat dikunjungin siswa dari berbagai sekolah. Ia tadi
sempat melihat para anggota Stelios juga mendatangi sekolahnya.

Anin serta ketiga partnernya sedang membuat lingkaran dan merangkul satu sama lain. Mereka
melakukan doa bersama dan mengucapkan yel - yel tim.

"Jangan gugup dan inget untuk percaya diri!" tegas Eric.

"Untuk penampilan akhir akan dibawakan oleh Eric dan kawan kawan! Berikan tepuk tangan
yang meriah wuhu!"

Anin dan ketiga temannya sudah berada di atas panggung. Dapat ia lihat sebagian besar kaum
hawa yang berada di sekolah saat ini sedang berteriak histeris melihat ketiga temannya.
Anin sudah berdiri di hadapan standing mic, dan menghembuskan nafasnya pelan untuk
mengurangi kegugupannya.

Youngblood by 5SOS
(Play lagu di mulmed biar feelnya lebih dapet🤍)

Petikan gitar dari Bara dan Eric mengawali awal lagu. Anin memejamkan kedua matanya.

Remember the words you told me, love me 'til the day I die
Surrender my everything 'cause you made me believe you're mine
Yeah, you used to call me baby, now you calling me by name
Takes one to know one, yeah
You beat me at my own damn game
You push and you push and I'm pulling away ,Pulling away from you
I give and I give and I give and you take, give and you take

Dentuman dari Rio menaikkan tempo lagu menjadi lebih cepat. Anin merasa sedang berada
dalam mood on fire setelah mendengar dentuman drum dari Rio.

Youngblood
Say you want me
Say you want me
Out of your life
And I'm just a dead man walking tonight
But you need it, yeah, you need it
All of the time
Yeah, ooh ooh ooh

Anin mengarahkan pandangannya ke arah penonton yang seperti terlihat berpesta menikmati
penampilannya.

Youngblood
Say you want me
Say you want me
Back in your life
So I'm just a dead man crawling tonight
'Cause I need it, yeah, I need it
All of the time
Yeah, ooh ooh ooh

Anin melepaskan microphone dari standing mic dan berjalan sedikit maju dengan aura girl crush
yang terpancar.

Lately our conversations end like it's the last goodbye


Yeah, one of us gets too drunk and calls about a hundred times
So who you been calling, baby, nobody could take my place
When you're looking at those strangers, hope to God you see my face

Anin berjalan ke arah ujung kanan panggung dengan semangat diikuti iringan musik yang
semakin cepat. Anin dapat melihat kedua sahabatnya saling merangkul dan berloncat loncat
dengan semangat.

Youngblood
Say you want me
Say you want me
Out of your life
And I'm just a dead man walking tonight
But you need it, yeah, you need it
All of the time
Yeah, ooh ooh ooh

Youngblood
Say you want me
Say you want me
Back in your life
So I'm just a dead man crawling tonight
'Cause I need it, yeah, I need it
All of the time
Yeah, ooh ooh ooh

Anin mengarahkan mic nya ke arah penonton seolah mengajak mereka untuk ikut bernyanyi
juga. Suasana terasa begitu meriah karena Anin sangat pintar berkomunikasi dengan penonton
lewat penampilannya.

You push and you push and I'm pulling away


Pulling away from you
I give and I give and I give and you take, give and you take
You're running around and I'm running away
Running away from you, from you

Anin berlari ke arah ujung kiri panggung dengan suara yang masih tetap stabil. Rambut
panjangnya seolah mengikuti irama saat ia berlari.

Youngblood
Say you want me
Say you want me
Out of your life
And I'm just a dead man walking tonight
But you need it, yeah, you need it
All of the time
Yeah, ooh ooh ooh
Anin kembali berlari menuju Eric dan mereka melakukan duet sedikit. Perpaduan yang pas
dengan suara Eric terkesan serak dan suara Anin yang kuat.

Youngblood
Say you want me
Say you want me
Back in your life
So I'm just a dead man crawling tonight
'Cause I need it, yeah, I need it
All of the time
Yeah, ooh ooh ooh

Para penonton berloncat loncat di tempat mereka, suasana sangat meriah. Para anggota Argos
dan Stelios menjadi satu menambah kemeriahan acara. Rayland bahkan menaikkan ponselnya
sembari tersenyum lebar.

Vano sudah tidak memperdulikan kameranya, ia ikut berloncat loncat bersama Arion yang
merangkul bahunya.

"ANAK GUE!!" teriak Vano walaupun tidak akan terdengar karena kerasnya suara musik.

You push and you push and I'm pulling away


Pulling away from you
I give and I give and I give and you take, give and you take
Youngblood
Say you want me
Say you want me
Out of your life
And I'm just a dead man walking tonight

Anin mengakhiri penampilannya dengan merangkul Eric sebentar sambil tertawa riang. Para
penonton memberikan tepuk tangan yang meriah untuk mereka berempat. Penutupan acara yang
sangat mengesankan. Terasa seperti konser, tapi bukan konser. Keringat bercucuran deras di
leher Anin tidak menurunkan semangat yang ada di dalam dirinya.

Ingatkan Rayland untuk mencongkel seluruh mata laki laki yang menatap lapar ke arah Anin.

Mereka berempat berdiri berjejer di atas panggung dan saling menggenggam tangan satu sama
lain. Lalu mereka membungkukkan badan seolah mengucapkan terima kasih kepada para
penonton.

•••
Gimana part ini? feelnya dapet ga? semoga suka yaa!!❤️

Jangan lupa vote dan commentnya kalau kalian suka part ini🤍
Kritik dan saran selalu aku terima selagi itu bisa membangun🥳

Komen next untuk next part yaa!

See u next part!

RAYAN PART 12
Happy reading❤️Jangan lupa klik bintang sebelum membaca🥰

Btw, happy 15k readers😭❤️


Ganyangka ternyata ada juga yang suka sama cerita absurdku😭
ily guys<3
•••

"Kamu emang ga becus!" Seorang pria paruh baya memukul rahang pemuda didepannya.

Pemuda di depannya hanya bisa menundukkan kepalanya, tidak berani melawan.

"Saya tidak mau tau, dalam waktu dekat saya harus mendengar kehancuran Argos. Kalau perlu
bunuh saja anggota mereka!" Pria paruh baya itu berteriak di depan wajah pemuda tadi disertai
dengan pelipisnya yang menunjukkan urat uratnya.

Srek

Pria paruh baya itu menarik kerah baju kemeja yang dipake pemuda di hadapannya,

"Dengar, kalau sampai saya dengar kamu gagal terus, mama kamu yang akan jadi korbannya.
Saya sudah memberikan segala kebutuhan dan fasilitas mewah untuk kamu, setidaknya jadilah
anak yang berguna buat saya." Ancam pria paruh baya itu berbisik tajam.

Pemuda didepannya mengeraskan rahangnya dan mengepalkan kedua tangannya. Ia bisa saja
tidak menuruti perintah tua bangka di depannya ini, tapi ia tidak rela jika mama nya yang
dijadikan korban kekerasan orang ini. Egois.

"Baik, papa." Pemuda itu menjawab dengan berbisik dan tak lupa tubuhnya yang gemetar karena
menahan amarah yang memuncak.

Pria paruh baya itu berjalan membelakangi sambil mengangkat dagunya arogan dan berkata,
"Mereka, harus menerima ganjaran atas kesalahan yang dilakukan para orang tua mereka."

•••
"Ray, anak anak Phaidros ada di depan sekolah! Mereka udah mulai ngelempar batu di depan
gerbang!" Seorang anggota Argos tiba tiba berlari ke arah para anggota inti Argos yang sedang
bersantai di kantin.
Mendengar hal itu, para anggota inti sontak berdiri.

"Penganggu." gumam Leo.

"Naden, Leo kalian berdua tolong amanin guru-guru dan para murid. Athan sama Alex, kalian
ikut gue kedepan sekarang." Ray memberi komando dengan tegas kepada keempat sahabatnya
untuk menjalankan tugas masing masing.

Saat sampai di depan sekolah, Ray dapat melihat seluruh anggota nya sedang bekerja sama
menahan gerbang agar tidak roboh. Kedatangan Ray membuat keadaan seketika senyap.

" Stupid Phaidros." Perkataan dari Rayland seolah membungkam mereka semua. Mereka semua
dapat melihat Rayland yang berjalan mendekat ke arah mereka dengan kedua tangan dimasukkan
ke dalam saku celana diikuti Athan dan juga Alex.

Senyum miring tercetak jelas di bibirnya. Aura kepemimpinan yang menguar kuat dari tubuhnya
seolah membuat tubuh mereka semua kaku. Setelah sampai didekat para anggota Argos, Ray
memerintahkan setengah dari mereka untuk membantu Naden dan Leo mengamankan guru guru
dan juga para murid.

"Wow Alden. Long time no see?"  Suara berat Rayland menyapa telinga mereka semua. Ray
meminta tolong kepada salah satu anggota nya untuk membukakan gerbang. Ray berjalan ke
hadapan Alden dengan langkah pelan tetapi kuat.

Alden mengeraskan rahangnya melihat pembawaan Ray yang terlihat santai dan terlihat tidak
takut.

"Tau ga? cara geng lo ini kampungan." celetuk Alex yang berada di belakang Rayland sembari
tertawa kecil.

"BYASALAH!" ucap Athan sambil tertawa terbahak bahak.

Alden sudah tidak tahan lagi, telinganya sudah panas. "Cih, gausah banyak gaya banci. Serang!"
Komando Alden kepada anggota nya.

Pertempuran di depan sekolah tidak dapat dihindari. Alden langsung berlari ke arah Ray yang
masih berdiri anteng.

Bruk

Sayangnya, Alden hanya memukul angin sehingga membuat tubuhnya terjungkal.


Dapat ia lihat Ray yang mengedikkan bahunya dengan bibir yang melengkung ke bawah seolah
menatap prihatin.

"Ternyata lo benar benar banci ya? lawan dong jangan menghindar! HAHAHAHAHA." kata
Alden yang tertawa seperti orang gila.
Bugh!

"Banyak omong lo bangsat." Alex memukul tengkuk Alden dengan kepalan tangannya sehingga
membuat Alden yang tidak siap kembali terjungkal di atas aspal.

"Pft- HAHAHAHAHA" Athan memegang perutnya melihat adegan di depannya. Alden terlihat
seperti orang bodoh.

Para anggota Phaidros sebagian besar sudah tumbang, beda lagi dengan anggota Argos yang
masih berdiri tegap.

Alden menyunggingkan senyum miring, "Hm kira kira anggota lo tau ga ya kalo udah ada anak
Phaidros yang masuk ke dalam sekolah lo?" Alden mengetukkan jari telunjuk di pelipisnya
seolah berpikir.

Rayland yang mendengar itu sontak memberikan tatapan dinginnya.

•••
Suasana sekolah yang awalnya sunyi, tiba tiba berubah menjadi riuh. Dari dalam kelas, Anin
dapat melihat para anggota Argos berlarian.

Mereka mau ke halaman depan sekolah?, batin Anin.

Bahkan anggota Argos yang berada di dalam kelas Anin juga turut ikut keluar kelas dan berlari
ke halaman depan sekolah.

"Anak anak, tolong harap tenang!" perintah guru yang mengajar di kelasnya.

"Bel, ini ada apa sebenernya?" tanya Anin kepada Abel yang sedang melihat ponselnya.

"Sekolah kita, diserang sama Phaidros. Sekarang anggota Argos ngumpul di halaman depan buat
nemuin mereka." Abel menunjukkan room chatnya dengan Naden kepada Anin.

"Phaidros?" gumam Anin.

Abel menganggukkan kepalanya, "Mereka baru pertama kali nyerang sekolah kita kayak gini."

" Orang orang ga ada kerjaan ck." celetuk Aura yang sedari tadi menahan kekesalannya karena
kegiatan belajar nya terganggu.

Bruk!

Prang!

Lemparan batu dari luar dan pecahan kaca di kelasnya membuat teman temannya histeris.
Anin berjalan ke arah jendela untuk melihat siapa pelaku pelempar batu tadi.

"Bel, blazer sekolah mereka warna navy bukan?" tanya Anin dengan mata yang senantiasa
terarah kepada sepuluh orang yang memakai blazer warna navy. Abel menganggukkan
kepalanya.

Anin melipatkan kedua tangannya di depan dada, "This is gonna be fun!" Anin menyunggingkan
senyum manis nya saat melihat anggota Phaidros berpencar. Mungkin sebentar lagi mereka akan
membuat kerusuhan dikelasnya.

Brak!

Benar saja, tak lama kemudian pintu kelas yang sudah tertutup rapat ditendang keras oleh
mereka dan masuklah dua anak dengan blazer navy. Mereka mengacak ngacak seisi kelas,
menendang bangku dan membuat tatanan kelas menjadi berantakan. Tidak ada yang berani
menghentikkan mereka, karena sebagian besar para siswa di kelasnya sudah berlari ke halaman
depan.

Anin tahu apa yang akan mereka lakukan, maka dari itu Anin berjalan ke arah mereka berdua.
"Anin jangan-" para sahabatnya, guru dan juga teman temannya sudah melarang Anin namun
tidak di gubris olehnya.

Bugh!

Anin menendang bokong salah satu dari mereka dengan gaya santai khasnya membuat orang itu
terjungkal menghantam bangku di depannya.

"Ah, sawry."

Mereka bertiga menggertakan gigi karena merasa dipermalukan, apalagi dipermalukan oleh
seorang gadis.

"Ck, ngincer para siswi di sekolah gue buat di jadiin tawanan? basi banget ya cara kalian." Anin
menutup mulutnya dengan satu tangan sembari tertawa kecil.

"Omo, ekspresi macam apa itu? kalian kebelet boker?" Anin bisa mendengar teman teman
kelasnya dan juga guru yang mengajar menahan tawa mereka.

"DIAM!" teriak salah satu dari mereka bertiga dengan mata yang melotot. Anin tertawa keras
mendengar nada kekesalan itu.

Setelah meredakan tawanya, Anin mengulurkan kedua tangannya dengan ekspresi yang sangat
menyebalkan menurut mereka berdua, " Mau nyari tawanan kan? ini gue udah suka rela loh."
Tanpa lama lama lagi, mereka bertiga menarik ah tidak, lebih tepatnya menyeret Anin ke
halaman depan. Namun sebelum itu Anin sempat menoleh kebelakang dan mengedipkan
matanya kepada kedua sahabatnya seolah semuanya akan baik baik saja.

•••
Setelah sampai Anin dapat melihat keadaan yang kacau dan merasakan suasana yang agak
mencekam.

"Ah itu mereka." Anin dapat menilai bahwa orang itu ketua dari Phaidros. Terlihat dari gayanya
yang angkuh dan berdiri di paling depan berhadapan dengan Rayland.

Mendengar celetukan Alden, membuat para anggota Argos termasuk Rayland membalikkan
badan. Anin hanya satu satunya yang menjadi tawanan Phaidros karena perempuan yang lain
sudah diselamatkan terlebih dahulu oleh anggota Argos yang bertugas menjadi di dalam sekolah.

"ANIN?!" jerit Athan saat melihat Anin berjalan ke arah mereka dengan kedua tangan yang di
cengkram oleh dua anggota dari Phaidros.

Tanpa aba-aba Rayland memukul Alden dengan brutal. Para anggota Argos yang lain juga mulai
menyerang kembali setelah melihat ketua mereka sudah bergerak.

Semakin seru! batin Anin berteriak kesenengan.

Tanpa pikir panjang Anin menyikut perut dan menendang punggung orang di sebelah kanannya
sehingga cengkraman di lengannya terlepas. Lalu tangan kanannya yang terbebas ia gunakan
untuk menjambak dengan kuat pemuda yang berada di sebelah kirinya.

"Ah kalian ini kenapa merepotkan sekali?" monolog Anin lalu berjalan ke arah dua orang tadi.
Anin memukul rahang mereka berdua dengan teknik bela diri yang sudah ia pelajari.

Anin berdecak, "Lemah!" kedua orang itu sudah terkapar di atas tanah dengan pandangan sayu.
Rayland sempat menolehkan kepalanya untuk melihat Anin dan terkekeh pelan.

Anin menepuk kedua telapak tangannya, "Ah anjir, sepertinya gue harus mandi bunga kembang
tujuh rupa. Badan gue disentuh sama dua jamet sekaligus omg!"

Anin mengedarkan pandangannya dan matanya tertuju kepada seorang anggota Phaidros yang
membawa balok kayu dibelakang Alex. Dengan cepat Anin berlari dan menangkis balok itu
hingga terjatuh. Anin menendang perut orang itu dengan lututnya tiga kali dan memberikan satu
tonjokan cantik.

"Makasih cantik." Alex mengedipkan sebelah matanya kepada Anin yang dibalas acungan
jempol.

"WOI ADA POLISI! LARI LARI!" teriakan dari salah satu anggota Phaidros memberhentikan
perkelahian yang terjadi.
"TUNGGU PEMBALASAN GUE RAYLAND!" teriak Alden hanya ditanggapi tatapan datar
dan kedikan bahu dari Rayland.

Rayland mengumpulkan para anggota nya dan memerintahkan mereka untuk balik ke kelas
masing masing untuk mengobati luka mereka. Rayland hanya mendapatkan luka di pelipis dan
juga ruas jarinya.

Para guru berhamburan datang ke halaman depan untuk melihat keadaan murid murid yang
sudah menjaga sekolah mereka diikuti Naden dan anggota Argos lainnya.

"Kalian semua balik ke kelas masing masing. Sekolah akan di pulangkan lebih awal atas perintah
pak Arion." ucap pak Indra selaku kepala sekolah.

Rayland dan keempat sahabatnya tidak memperdulikan ucapan kepala sekolah dan berjalan ke
arah Anin yang sibuk menata tatanan rambutnya yang berantakan.

Ia tidak memperdulikan polisi, toh bukti cctv sudah ada bahwa bukan Argos yang mencari gara
gara. Ia yakin papanya pasti sudah mengurusnya.

"Are u okay?" tanya Rayland setelah sampai di hadapan Anin.

"I'm good! Sumpah ini seru banget!" Anin menatap Ray dengan binar di matanya. Rayland yang
gemas mencubit pelan pipi kanan Anin sembari terkekeh kecil.

Naden dan Leo heran mengapa Anin bisa disini. Anin pun menceritakan kronologisnya kepada
mereka berlima.

"Ck, besok besok jangan lagi." ucap Rayland sembari menarik tangan Anin untuk masuk ke
dalam sekolah.

•••
TBC!!
Wow lumayan panjang juga ya haha. Gimana? suka ga sama part ini? semoga suka yaa.

Mau tau dong kalian suka sama karakter siapa sejauh ini? comment disini ya👉🏻

150 vote dan 100 comment untuk next part bisa ga?😏

Ini Anin, si kesayangan author❤️

Ini Rayland kalau lagi cemberut😌

Kalian kalau punya rekomendasi cast untuk daddy Vano bisa comment disini ya👉🏻
Nanti bakalan aku pertimbangin kalo emang ada yang cocok ok.
Jangan lupa buat follow ig author ya hihi @/gekdindaa._

Dan yang pasti jangan lupa vommentnya! See u next part❤️

RAYAN PART 13
Hallo, kita ketemu lagi!
Pengen tau dong kalian nemuin cerita ini dimana?❤️👉🏻

Aku mau ucapkan terima kasih banyak buat kalian yang selalu setia sama cerita ini dan
udah support aku terus🥺 Anakku ini ga akan bisa sampai ke titik sekarang kalau bukan
karena kalian❤️Btw, ada kejutan sedikit di part ini hihi.

Dan jangan lupa buat share cerita ini ke temen kalian ya❤️

Happy reading❤️

•••
"Aura ih!" Anin memegang kepalanya yang baru saja dijitak oleh Aura. Sahabatnya itu terlihat
seperti seorang ibu yang sedang memarahi anaknya.

Anin sedang duduk dibangkunya dengan memilin jari jarinya dan di hadapannya terdapat Aura
yang berkacak pinggang.

"Ni anak ye kenapa bandel banget sih?! Udah gue bilang jangan kesana, bahaya." Mungkin kalau
dijadikan animasi, kedua telinga Aura sudah mengeluarkan asap.

"Ya maap, habisnya seru sih." gumam Anin pelan tapi masih dapat di dengar oleh Aura.

"SERU MATAMU! LO TAU GA JANTUNG GUE HAMPIR COPOT PAS NGELIAT LO


NYERAHIN DIRI GITU AJA KE PARA JAMET TADI?!" Abel yang berada disampingnya
berusaha menenangkan Aura yang sedang dalam mood macan.

"Tenang Ra, lo kayak gatau Anin aja ih." kata Abel.

"Jugaan gue yang menang Ra, mereka itu badan doang gede. Tapi mental, mental yupi." Anin
menjentikkan jarinya saat berkata mental yupi.

"Gue aduin ke daddy lo baru tau rasa lo ye." ancam Aura.

"Aduin aja, tinggal gue sogok sate taichan 30 tusuk sama buble tea juga daddy gue bakalan
jinak." Anin memberikan senyum kemenangannya saat melihat Aura yang sudah kalah berdebat
dengannya.

"Dahlah, angkat tangan gue Nin." Aura mengangkat kedua tangannya merasa kalah.
"Udah udah, mending sekarang kita siap siap pulang yuk. Anin, lo mau bareng gue sama Aura?
atau gimana?" tanya Abel.

"Nope, gue bareng Rayland." jawab Anin sembari mengotak atik ponselnya.

"CIEE MAKIN NEMPEL AJA LO BEDUA! GUE TUNGGU PJ NYA HAHAHA!" ejek Aura
kepada sahabatnya itu.

"Peletnya Rayland emang kuat ya Nin?" Abel menaik turunkan alisnya seakan menggoda Anin.
Anin hanya menanggapinya dengan tawaan khasnya.

"Ah tapi bentar lagi si jablay bakalan balik dari Aussie. Gue yakin dia bakalan nyari nyari gara
gara sama lo. Secara kan dia terobsesi banget sama Rayland." lanjut Abel.

Anin mengernyitkan dahinya, " Luna maksud lo?" Anin bahkan satu sekolah sudah mengetahui
bagaimana terobsesinya Luna dengan seorang Rayland.

Dan Anin yakin kedekatan antara dirinya dan Ray pasti sudah sampai ke telinga Luna. Anin
sangat peka kalau para antek anteknya selalu mengawasinya baru baru ini.

"Awas aja kalau sampe nyari nyari gara gara. Gue gibeng baru tau rasa mereka." ujar Aura
greget.

"Yaudah yuk kita ke parkiran!" ajak Abel.

•••
Parkiran Sekolah

Anin dan kedua sahabatnya sudah sampai di parkiran. Mereka bertemu langsung dengan kelima
anggota inti Argos yang sedang bersandar di pintu mobil masing masing. Rayland hari ini
membawa Lamborgini Aventador hitamnya.

"HEY!" Abel berlari menghampiri Naden, pacarnya.

"Mau bareng sama aku?" tanya Naden sembari mengelap peluh di dahi Abel.

Abel menggelengkan kepalanya, "Nggak, aku pulang sama Aura. Gapapa yah?"

Naden menganggukkan kepalanya sembari tersenyum.

"Kiw,sendirian aja neng?" Alex beraksi.

"APA LO? MAU GUE CONGKEL ITU MATA?!" ancam Aura kepada playboy cap badak di
depannya ini.

"Uuu takut."
Alex sangat menyebalkan di mata Aura saat ini. Aura menabok kepala Alex hingga membuat
sang empu sedikit oleng.

"ANJ-"

"APA?! MAU NGUMPAT?" potong Aura sebelum Alex menyelesaikan ucapannya.

"K-kaga. Orang gue mau bilang-" Alex terlihat sedang berpikir.

"ANJAYANI! IYA! Orang gue mau bilang anjayani kok. Makanya kalau orang belum selesai
ngomong itu jangan di potong, cewek galak!" Alex langsung kabur masuk kedalam mobilnya
sebelum terkena amukan dari Aura.

Rayland dan yang lain hanya menonton perdebatan yang terjadi dihadapan mereka. Sudah biasa
mereka melihat pertengkaran antara Aura dan Alex.

"Ra, hati-hati jodoh." celetuk Athan tiba tiba dan ia langsung masuk kedalam mobil.

"AMIT-AMIT! Bel, yuk ah! Dah gatahan gue sama kelakuan dua tuyul." Abel hanya terkekeh
dan berpamitan kepada yang lain.

"Kalian langsung ke markas, gue anter Anin dulu." ucap Rayland sembari membukakan pintu
mobil untuk Anin.

Mereka semua mengacungkan jempol dan meninggalkan perkarangan sekolah.

•••
Markas Argos.

Para anggota inti sedang berkumpul di ruang tamu markas. Mereka membicarakan tentang
penyerangan yang  terjadi di sekolah.

"Ray, gue yakin setelah ini Anin bakal diincar sama Alden." celetukan dari Naden membuat
perhatian mereka berempat teralihkan.

Rayland mengetukkan jarinya di atas meja sembari berpikir.

"Then, we're have to protect her." ucap Leo.

"Right." balas Rayland.

Athan seketika tersentak melihat informasi yang ia dapatkan, ia menegakkan punggungnya.


"Anin ternyata punya satu kakak laki-laki. Umurnya satu tahun di atas kita, itu berarti kakaknya
kelas 12. Tapi gue ga nemuin nama abangnya anjrit!" Tatapan Athan tertuju pada ipad
ditangannya. Ia mengulik kembali informasi tentang Anin.
"Pertanyaan gue sekarang, siapa kakaknya?" pertanyaan dari Alex membuat mereka semua
terbungkam. Ray tampak berpikir, ia tersadar bahwa ia belum sepenuhnya mengenali Anin.

"But, gue dapat satu fakta mengejutkan. Papa nya, seorang mafia." Athan menghembuskan
nafasnya pelan sebelum melanjutkan perkataannya.

Ray mengalihkan pandangannya cepat dan bergerak merebut ipad di tangan Athan.

"What the fuck is going on?!" Alex tercengang dengan fakta yang didapatnya. 

"Ga heran Anin bisa nguasain teknik ilmu bela diri yang emang jarang dipake sama kebanyakan
orang." Naden berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri Ray yang berada di seberangnya.

"Wow." Leo tidak menyangka bahwa ia akan mendapat fakta mengejutkan seperti ini.

"Andreas Geovano?" gumam Rayland melihat nama yang terpampang di layar ipad Athan.
Seketika otaknya berputar saat kejadian di meja makan 3 minggu lalu, dimana mamanya
bertanya anak perempuan dari Vano.

Jadi, Vano yang dimaksud mama dan papanya adalah sahabat papanya rupanya. Dan anak
perempuan yang dicari cari oleh mamanya berarti Anindya yang sekarang mengganggu
pikirannya?

"Interesting." gumam Ray sembari tersenyum miring.

•••
"Gara gara dua jamet sialan itu mata gue jadi perih anjim." gumam Anin yang sedang mengecek
kondisi matanya di kaca meja rias.

"Dah ah gakuat gue." Anin melepas benda di kedua bola matanya.

"Ah lega!" Anin seketika memejamkan matanya merasakan sensasi ringan di kedua matanya.

Anin memperhatikan kedua iris matanya. Anin selama ini memakai soflents berwarna cokelat
untuk menutupi warna iris mata yang sebenarnya. Anin mulai memakai soflents semenjak ia
kelas 2 SMP.

Kondisi saat itu, ia sudah sangat risih karena orang orang di lingkungannya terlihat sangat heboh
melihat warna iris matanya. Lalu Anin meminta ijin kepada daddy dan juga kakaknya untuk
memakai soflents.

Awalnya mereka melarang dengan alasan bahaya. Namun Anin tetep kekeuh dan membujuk
mereka terus. Akhirnya daddy dan juga kakaknya mengijinkannya dengan syarat, soflents itu
dibeli langsung oleh Vano dengan kualitas terbaik. Yang dapat dipastikan harganya lebih mahal
dengan soflents biasanya.
"Padahal warna nya cantik banget." gumam Anin yang takjub sendiri dengan kondisi matanya.

Iris mata biru yang dimana warna itu ia dapat dari mommy nya yang asli dari Inggris. Kakaknya
memiliki iris mata cokelat sama seperti daddy nya.

Ceklek

Suara pintu kamar yang dibuka membuat Anin membalikkan badannya dan terlihat Vano
diambang pintu.

"Loh daddy kok udah pulang? kan masih siang." tanya Anin heran sembari menghampiri daddy
nya.

"Suka suka daddy dong, kan daddy yang punya kantor." jawab Vano sewot. Anin memutarkan
bola matanya malas mendengar jawaban daddy nya itu.

"Ck, tuhkan cantik kalau soflents nya dilepas. Jadi tambah mirip sama mommy kamu. Ah daddy
jadi kangen mommy kamu kan!" Vano memperhatikan iris mata Anin yang sama seperti
mendiang istrinya.

"Ini aja aku terpaksa lepas karena perih."

"Kok bisa sih? tapi stock nya masih ada kan?" tanya Vano. Anin menganggukkan kepalanya.

"Karena berantem sama jamet ehe." Dengan cepat Anin mendorong daddy nya dan langsung
menutup pintu kamarnya sebelum terkena semprotan dari Vano.

"HEH ANAK DURHAKA!" Anin cekikikan sendiri di dalam kamarnya. Sudah di pastikan
daddy nya itu sedang mendumel.

Hari yang lumayan melelahkan untuk Anin. Ia mengambil handuk yang tergantung lalu berjalan
menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

Setelah selesai membersihkan diri, ia memakai piyamanya dan membaringkan tubuhnya di atas
kasur kesayangannya. Saking lelahnya, Anin langsung tertidur cepat dengan guling berada di
pelukannya.

•••
TBC!
Yipii akhirnya terungkap juga warna asli iris mata Anin hihi:3

Gimana part ini?? suka nggak?? tolong komen disini ya❤️👉🏻


Berhubung cast yang aku pake untuk Anin iris matanya emang cokelat, ga apa yah kalo
aku tetep pakai dia. Mungkin kalian juga bisa membayangkan dengan imajinasi kalian
sendiri❤️

Ini Leo🦁

Ini si gemoy Athan🤍

Si playboy Alexis

Jangan lupa buat vommentnya yaa, biar aku semakin semangat buat up!

170 vote and 300 comment for next part<3

Harus bisa dong ya hahaha😙

Jangan lupa follow ig author juga @/gekdindaa._

See u next part sayangku❤️

RAYAN PART 14
Halo! Sorry baru update hehe karena belakangan ini lumayan susah untuk
mengumpulkan mood buat nulis. Disamping itu juga comment di part sebelumnya belum
mencapai target. Tapi, berhubung votenya mencapai target aku update sekarang hehe.

Part ini bakalan berhubungan sama prolog, jadi bagi kalian yg belum baca prolog atau
lupa kalian bisa balik baca prolog dulu baru balik kesini🥰

Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein komen ya❤️Happy reading!

•••
"Dad, hari ini aku mau buat tugas di cafe ya." berhubung hari ini adalah hari libur dan kebetulan
Anin memiliki tugas membuat makalah, ia memutuskan untuk membuat tugasnya di cafe.

"Kenapa harus di cafe? dirumah kan bisa." ucap Vano sembari membalikkan halaman koran
yang ia baca.

Sembari memakai sepatunya Anin menjawab, " Aku bosen dad, perlu nyari suasana yang bagus
buat ngerjain tugas ini."
"Yaudah, hati-hati. Jangan ngebut, kalau ada apa apa langsung telfon daddy." Anin
menganggukkan kepalanya sembari mengangkat jempolnya.

Anin berjalan menuju garasi rumahnya untuk mengeluarkan mobil kesayangannya.

Anin memakai kacamata hitamnya dan menginjak pedal gas meninggalkan pekarangan
rumahnya. Lantunan lagu Honey I'm Good by Andy Grammer menemani perjalanan Anin kali
ini.

Perjalanan ke cafe memakan waktu sekitar 15 menit. Untungnya hari ini ibu kota tidak macet
sehingga membuat Anin lebih cepat sampai.

(Play lagu di mulmed biar dapet feel dan vibe summernya❤️)

Cuaca cerah ditemani lagu yang pas membuat suasana hati Anin semakin baik. Di sepanjang
perjalanan ia bersenandung ria dengan mata yang memperhatikan jalanan dan gedung gedung
tinggi. Sembari menunggu lampu merah menjadi lampu hijau, Anin bernyanyi sembari
menepukkan kedua tangannya.

Sesampainya di cafe, Anin memarkirkan mobilnya dan mengambil totebag yang terletak di kursi
samping kemudi. Anin menyampirkan totebag di bahu kiri lalu berjalan memasuki cafe.

Anin memesan makanan dan minuman terlebih dahulu, lalu mencari tempat yang pas untuk
mengerjakan tugasnya. Setelah menemukan tempat yang pas, Anin mengeluarkan laptop serta
beberapa buku sebagai bahan untuk membuat makalahnya.

Setelah menunggu beberapa saat, Anin mendengar namanya dipanggil oleh pelayan cafe. Lalu ia
beranjak dari tempat duduk dan mengambil makanannya. Setelah makanan dan minumannya
sudah tertata dengan baik di meja, ia mulai membuka laptop dan mengerjakan tugasnya sembari
memakan pastanya.

•••
Anin merasa terganggu dengan keributan yang ada di sebelah mejanya. Ia melepas airpods di
telinganya dan bersiap untuk melemparkan ocehannya kepada orang orang yang berada di
sebelahnya.

Namun ocehan itu tertahan di lehernya saat melihat lima orang yang ia kenal sedang menatapkan
dengan intens.

"Kalian?!" pekik Anin dengan suara kecil.

"HAI ANIN!" sapa Athan dengan melambaikan tangannya, tak lupa dengan senyum lebar yang
tercetak di bibirnya.

"O-oh hai!" Anin menjawab dengan senyum canggung.


"Kalian dari kapan disini? ribut banget lagi." dengus Anin di akhir kalimat.

"Engga lama sih, mungkin sekitar 15 menit yang lalu?" jawab Alex.

"Kalian udah pesan makanan?" tanya Anin lagi. Mereka berlima menganggukkan kepalanya
dengan wajah polos. Anin yang mendapat respon seperti itu hanya menjawab, "Oke!"

Anin lanjut mengerjakan tugasnya dan saat sedang fokusnya mengerjakan tugas, Anin merasakan
kursi di sebelahnya di duduki seseorang.

Anin menolehkan kepalanya dan melihat Rayland duduk di sebelahnya sembari memperhatikan
tugas yang terpampang di layar laptop Anin.

"Modus, modus!" celetukan dari Naden tidak diperdulikan oleh Ray.

"Tugas?" tanya Rayland sembari melipatkan kedua tangannya diatas meja. Anin menganggukan
kepalanya sembari memperhatikan wajah Rayland yang sangat dekat dengan wajahnya.

Rayland sangat tampan dengan kaos hitam pas badan yang menunjukkan bentuk tubuhnya
dengan celana jeans yang membingkai kakinya. Tak lupa jam tangan mahal yang melingkar
gagah di pergelangan tangannya yang kekar.

"Lo ga makan? itu makanan lo keburu dingin." Rayland melirik ke arah makanannya, lalu
menganggukkan kepalanya.

Rayland mengambil sendok dan mulai menyuapkan makanannya ke dalam mulut sembari
memperhatikan Anin yang masih mengerjakan tugasnya.

•••

Saat semuanya sedang sibuk dengan kegiatan masing masing, Anin gelisah di tempat duduknya.
Ia merasakan ada sesuatu di belakangnya, tetapi ia tidak berani menoleh.

Anin dapat mendengar gesekan antara pisau dengan saku celana tak jauh dari tempat duduknya.
Beruntung Anin memiliki pendengaran yang tajam karena selalu dilatih oleh Vano untuk
mendengarkan suara sekecil apapun.
Anin menegakkan tubuhnya dengan wajah tegang dan menggerakkan sedikit kepalanya.

Rayland yang melihat gerak gerik Anin gelisah, mengernyitkan kedua alisnya tajam.

Sret!

Berhasil!
Anin menangkap belati itu dengan telapak tangan kirinya. Teriakan histeris dari para pengunjung
tidak ia hiraukan. Darah berceceran deras dari telapak tangannya. Jika saja ia tidak menangkap
belati itu, sudah di pastikan bagian belakang kepala Rayland akan menjadi sasarannya.

Anin menolehkan kepalanya cepat untuk melihat pelakunya. Namun, manusia dengan pakaian
hitam yang menutupi seluruh tubuhnya sudah keluar dari cafe terlebih dahulu.

Kelima inti Argos segera bangkit dari tempat duduk mereka dan menghampiri Anin.

"What are you doing?!" Rayland menggeram rendah melihat telapak tangan Anin yang
mengeluarkan darah yang sangat banyak hingga menestes di atas ubin lantai.

Keempat anggota inti memberikan tatapan khawatir.

"Mending kita bawa Anin ke markas, kalau ke rumah sakit udah ga sempet lagi. Yang ada Anin
bisa kekurangan darah!" Naden memberikan usul yang langsung disetujui oleh anggota inti yang
lain.

Athan memanggil pelayan dan meminta sepotong kain untuk mengikat telapak tangannya Anin
agar mencegah darah keluar lebih banyak.

"Leo, telfon dokter pribadi." Leo menganggukkan kepalanya mengerti.

"Kunci mobil lo mana?" tanya Rayland. Anin melirik ke arah totebagnya, Rayland langsung
menyambar tas nya lalu mengambil kunci mobil Anin.

Rayland memberikan kunci mobil Anin kepada Alex. Alex yang mengerti dengan maksud
ketuanya langsung berjalan ke mobil Anin dan membawanya ke markas terlebih dahulu.

Rayland menarik lembut pergelangan tangan kanan Anin,"Kita ke markas."

Anin hanya menganggukkan kepalanya, ia merasakan tangan kirinya sangat nyeri diakibatkan
luka yang disebabkan oleh belati tadi. Barang barang Anin sudah dibawa oleh Athan.

Rayland memperhatikan wajah Anin yang pucat dan menambahkan kecepatan mobilnya menuju
markas. Keringat dingin mengucur deras di dahinya, Anin memejamkan matanya sebentar.

"Jangan tidur!" cegah Rayland dengan nada suara menyentak sekaligus panik.

"Nin, buka mata lo!" Naden yang berada di bangku belakang ikut mencegah Anin yang
memejamkan matanya.

Anin membuka matanya sayu sembari menatap jalanan di depannya. Ia meringis merasakan
tangan kirinya semakin perih dan juga nyeri.
Saat sampai di depan markas, Rayland keluar dari mobil dan membuka pintu mobil di sebelah
Anin. Melihat Anin yang lemas, Rayland memutuskan untuk menggendong Anin ala bridal
style.

Kain putih yang mengikat telapak tangan Anin sudah berubah warna menjadi merah dikarenakan
saking banyaknya darah yang merembes.

Rayland membawa Anin ke kamarnya yang berada di dalam markas. Di kamarnya sudah ada
dokter pribadi keluarganya yang menyiapkan beberapa alat untuk mengobati luka Anin.

Rayland meletakkan Anin di atas kasurnya, Alex melepaskan sepatu yang melekat di kaki Anin.
Anin memejamkan kembali kedua matanya sebentar. Rayland menepuk kedua pipi Anin.

"Look at me," Anin membuka matanya sayu lalu menatap tepat iris cokelat terang milik Rayland.

"Don't sleep." tekan Rayland.

Leo membuka kain putih yang berada di telapak tangan Anin. Beberapa anggota yang memang
berada di markas berdiri di ambang pintu sembari melihat kepanikan kelima anggota inti mereka.

Mereka semua tahu siapa gadis yang sedang dikerumuni oleh para anggota inti. Rayland sudah
memberitahu seluruh anggota Argos untuk menjaga gadis itu dari Alden.

Naden menghampiri anggota yang berada di ambang pintu dan menyuruh mereka untuk
melanjutkan kegiatan masing masing.

"Anin kenapa den?" tanya Bara penasaran.

"Nanti gue ceritain." Bara menganggukan kepalanya dan berjalan keluar.

Anin merasakan tenaga terkuras karena luka menganga yang berada di telapak tangannya. Ia
tidak tahu respon daddy nya akan seperti apa setelah melihat keadaannya.

Rayland duduk bersila di samping Anin yang sedang berbaring sembari menggenggam telapak
tangan Anin yang tidak terluka. Rayland menatap lekat wajah Anin yang pucat dengan perasaan
gusar di hatinya.

•••
TBC!!

Gimana part ini? suka ngga? semoga suka ya hehe❤️

Jujur ngetik part ini aku jadi baper sendiri😭🙏


Dan inget guys, aku bukan dokter ataupun petugas medis. Jadi mohon maaf kalau
semisalnya part ini agak berlebihan karena aku mengikuti apa yang ada di imajinasi ku
hehe<3

Kalau kalian ngga suka, silahkan tinggalkan lapak ini ok???

210 vote and 200 comment for next part! Harus bisa ya xixixixi.

Ini Anin habis ngelukis di foto sama daddy Vano<3

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part!❤️

RAYAN PART 15
Nih buat kalian yang kemarin bilang part 14 gantung😭🙏tapi emang iya gantung?😃

Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein setiap paragraf yaa❤️

Happy reading!❤️

•••
Punggung tangan kanan sudah tertancap jarum infus dan Anin sudah tertidur karena pengaruh
obat yang diberikan oleh dokter. Suasana sangat sunyi karena kelima anggota inti yang berada di
ruangan itu memikirkan suatu hal yang sama.

"Siapa? Siapa pelakunya sehingga membuat Anin seperti ini? Dan apa tujuannya?" kira-kira
seperti itulah yang berada di pikiran mereka.

Rayland yang duduk di sebelah Anin mengelus lembut kening gadis yang sudah tertidur nyenyak
di hadapannya. Rayland sudah menelfon papanya untuk memberitahu Vano keadaan Anin
sekarang. Mungkin tak lama lagi kedua pria itu akan datang kesini.

Bruk!

Kan bener.

Diambang pintu sudah ada Vano dan Arion. Vano dengan muka paniknya dan Arion dengan air
muka jengkelnya karena harus membawa jas Vano di tangannya. Vano berjalan cepat ke arah
ranjang tempat anak gadisnya sedang tertidur.

Vano memperhatikan wajah Anin yang pucat dan telapak tangan kirinya yang terbalut perban.
Vano rasanya ingin menangis saja, terbukti dengan kedua matanya yang memerah. Ia memegang
tangan Anin yang terbalut perban.
"Kenapa bisa gini?" tanya Vano pelan sembari menatap kelima pemuda yang berada di ruangan
ini. Naden selaku yang memang paling normal diantara mereka menjelaskan kronologi kejadian.
Vano yang mendengar hanya bisa mengusap wajahnya frustasi.

Arion menepuk pelan bahu sahabatnya, "Tenang, gue bakal bantu buat nyari dalang dari kejadian
ini. Sekarang lo fokus aja perketat keamanan Anin."

Athan yang sedari tadi memperhatikan wajah Vano menyipitkan kedua matanya. Merasa tak
asing dengan wajah Vano, wajahnya mirip seperti orang yang ia dan anggota lain kenal. Tapi
siapa?

Arion memperhatikan anaknya yang sedang menatap Anin intens seolah gadis itu bisa hilang
kapan saja jika ia mengalihkan pandangannya. Ia tersenyum miring, putranya ini sedang
kasmaran. Rayland yang melihat papa nya  tersenyum seperti itu mendengus pelan. Sudah pasti
setelah ini ia akan diejek habis habisan saat sampai rumah.

Percakapan di dalam ruangan itu berhenti karena suara lenguhan.

"Hey," panggil Vano saat melihat kedua mata anaknya sudah terbuka.

"Dad?" heran Anin sembari mengernyitkan keningnya dengan mata yang masih sayu karena
mengantuk. Ia juga melihat Arion yang ternyata pria itu adalah papa dari Rayland.

"Ada yang sakit?" tanya Vano lembut sembari menatap wajah Anin yang sangat mirip dengan
mendiang istrinya.

"Nggak." bohong. Sesungguhnya tangan kirinya sangat nyeri dan perih. Anin bisa melihat
ekspresi cemas dan frustasi di wajah daddy nya, ia tidak ingin membuat Vano semakin cemas.

Rayland membenarkan sedikit tangan kanan Anin yang tertancap jarum infus agar tidak ketekan
sehingga dapat mengeluarkan darah.

Anin menoleh ke samping kanannya dan iris matanya langsung bertubrukan dengan iris cokelat
terang milik Rayland. Ah ia jadi ingat bagaimana ekspresi baru yang Rayland tunjukkan, panik.

Anin merubah posisi tidurnya dari berbaring menjadi bersandar di kepala ranjang. Vano dan Ray
membantu Anin bersandar dan tak lupa Rayland meletakkan bantal di punggung Anin.

Anin menatap semua orang yang berada di dalam kamar Rayland dan tatapannya berhenti saat
melihat Vano yang menatapnya sendu.

"Dad," panggil Anin dengan suara serak.

"Hm? kamu mau apa?" tanya Vano lembut.


"Maaf." cicit Anin sembari menundukkan kepalanya. Arion dan kelima anggota inti Argos
mengerti bahwa sepasang ayah dan anak itu memerlukan privasi. Mereka keluar dari kamar
Rayland dan memberikan Vano serta Anin waktu untuk berbicara.

"Play mulmed piano diatas. Semoga dapet feelnya ya❤️"

"Hey, lihat daddy," Vano menangkup wajah anaknya. Ia dapat melihat mata anaknya memerah
dan berkaca kaca.

Hiks

Satu isakan lolos dari bibir Anin dan pertahanannya runtuh. Isakan itu semakin keras dan
membuat bahunya bergetar. Ia sangat merasa bersalah karena membuat daddy nya khawatir
untuk kesekian kalinya.

"No, no, don't cry." Vano naik keatas ranjang dan membawa anaknya kedalam pelukannya. Anin
menangis dibahu daddy nya yang terlapis kemeja berwarna maroon. Vano menepuk punggung
Anin dan mencium surai anak gadisnya ini berkali kali.

"Daddy, i'm so so sorry." bisik Anin sembari terus mengeluarkan isakan. Dari nada suaranya,
Vano dapat mengerti betapa merasa bersalahnya anaknya ini.

"Hey, look daddy eyes. I'm okay!" Vano berusaha tersenyum walaupun hati dan matanya meronta
ronta untuk mengeluarkan air mata. Vano menangkup wajah anaknya dan membersihkan air
mata yang mengalir di pipi anaknya dengan kedua jempolnya.

"Sttt, udah sayang." Vano menepuk pelan punggung anaknya agar lebih tenang.

"Daddy aaaaa!" Anin menangis seraya merengek. Vano terkekeh melihat tingkah anaknya yang
menggemaskan.

"Ck, sejak kapan sih lo jadi manja gini? daddy jadi makin sayang. Sini peluk dulu!" Anin
langsung berhambur kedalam pelukan daddy nya mencari kenyamanan. Lama mereka dalam
posisi itu dan Vano dapat mendengar dengkuran halus di bahunya. Anin tertidur, lagi.

Vano berdecak "Emang ye ni anak. Dasar kebo." Vano tertawa kecil dan membaringkan Anin
dengan hati hati agar tidak melukai kedua tangan Anin yang berbalut perban dan tertancap jarum
infus.

"Get well fast, anak daddy." Vano menarik selimut hingga bahu Anin dan mencium kening Anin.
Lalu Vano keluar membiarkan anaknya istirahat dan menuruni tangga menuju ruang tengah.

•••
Setelah keluar dari kamar Rayland, Arion dan juga kelima anggota inti Argos berjalan ke arah
ruang tengah. Di ruang tengah sudah terdapat beberapa anggota Argos yang berkumpul. Arion
duduk di sofa single diikuti kelima anggota inti yang duduk di sofa masing masing.
"Apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Bara yang sudah sangat penasaran.

Naden menjelaskan, lagi. Para anggota yang mendengar penjelasan Naden terkejut. Anin
menyelamatkan Rayland, lagi.

"Astaga! tu anak punya berapa nyawa sampe bisa seberani itu?!" tanya Liam salah satu anggota
Argos yang tak habis pikir dengan aksi yang Anin lakukan.

Rayland hanya mengeluarkan tatapan datarnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Arion membuka jasnya dan menyampirkan di belakang sofa.

"Gimana Argos? ada yang cari masalah?" tanya Arion mengalihkan pembicaraan mereka tentang
Anin.

" Yang cari masalah pasti ada om. Dan udah pasti kita beresin secepat mungkin." celetuk Alex.

"Good." Arion mengambil soda yang berada di atas meja dan meneguknya.

"Kalian udah coba cari siapa dalang dari penyerangan tadi?" tanya Arion.

Athan mengambil ipadnya dan memberikan rekaman cctv parkiran cafe yang sudah ia retas.
Disana terdapat mobil hitam merk BMW yang baru dimasuki oleh orang berpakaian hitam.

Nomor plat mobilnya tidak terlalu terlihat, namun Arion dapat melihat angka 24 dan akhiran AZ
di plat itu.

"Kalian selidiki terus mobil itu, dari perawakannya dia seumuran sama kalian." mereka semua
menganggukkan kepala mengerti.

Terdengar suara kaki yang menuruni anak tangga, Vano menghampiri mereka dan duduk di salah
satu sofa yang masuh kosong. Ia mengangkat sebelah kakinya dan menumpu di paha kiri.

(Kira kira gesture kakinya kaya gini. Ini cuman contoh yaa.)

Arion memberikan ipad ditangannya kepada Vano. Vano menatap layar ipad itu dengan tajam.
Sesudah rekaman cctv itu selesai, Vano meletakkan ipad Athan di atas meja. Vano mengepalkan
tangannya. Orang itu adalah orang yang menyelakai anaknya.

Vano bersumpah akan memberikan pelajaran yang setimpal jika sudah menemukan orang itu.
Jangan lupakan dia adalah seorang mafia dan sangat berpengaruh dalam dunia bisnis. Ia bisa
menghancurkan orang itu dalam sekali jentikan jari. Ia yakin ada orang lain lagi di balik
kejadian, mereka salah mencari lawan.

"Gue bakal ngerahin anak buah gue untuk nyari orang itu. Anggota Argos juga bakalan turun
tangan. Lo fokus aja sama Anin sekarang." ucap Arion menenangkan Vano yang tersulut emosi.
"Bawa dia ke hadapan gue." suara dingin Vano menyapa indra pendengar mereka yang berada di
ruang tengah.

"Pasti." ucap Rayland dengan nada yang sama dinginnya. Vano mengalihkan pandangannya ke
arah Rayland yang sedang menatap santai dirinya.

Vano berdiri, lalu beranjak menuju hadapan Rayland. Vano mengangkat telapak tangannya lalu
menepuk bahu Rayland beberapa kali

"Terima kasih." ucap Vano dengan nada bersahabat. Rayland menganggukkan kepalanya. Vano
berjalan menuju sofa tempat semula ia duduk, namun baru beberapa langkah ia membalikkan
tubuhnya menatap Rayland sebentar.

Perkataan Vano selanjutnya membuat semua yang berada di ruang itu heboh.

"Kamu akan saya restuin kalau memang ingin serius dengan Anin."ucap Vano santai.

Rayland yang mendengar itu terkejut namun ia mampu menutup raut terkejutnya. Jantungnya
berdetak cepat, lampu hijau.

"ANJIR ANJIR ANJIR! OM SERIUS?! KALAU SAYA YANG SAMA ANIN GIMANA OM?"
tanya Athan dengan hebohnya.

"Goblok Athan." Alex menepuk jidatnya melihat kelakuan Athan.

Leo mengusap wajahnya, "Dasar gatau tempat." ucap Leo dengan suara kecil.

Vano berkacak pinggang, " Boleh, tapi lo harus gue kasih sambutan bogeman gue dulu gimana?"

Athan kicep, "G-gajadi om HEHEHEHEHE." Athan tidak seberani itu menantang seorang mafia.
Jadi, lebih baik ia mundur alon alon.

•••
TBC!
Udah yaaa HAHAHAHA.
Suka ga sama part ini? semoga suka  yaa❤️

220 vote dan 240 comment for next part! Jangan lupa share cerita ini ke teman teman
kalian yaaa. Entah itu ig, tiktok, dll.

Spam next here👉🏻

Aku mutusin buat Luke yang jadi Vano, karena FOR ME dia cocok. If you guys disagree
with me IT'S OKAY DARL! Kalian bisa bayangin sesuai imajinasi kalian ya❤️
Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part!❤️

RAYAN PART 16
Halo! Ketemu lagi. Jangan lupa vote sebelum membaca dan komen di setiap paragraf
yaa❤️

Yu bisa yu votenya dikencengin🥰

Part ini mungkin nyaris full moment Vano dan juga Anin yaa. Di part ini memang belum
saatnya Rayland and the genk muncul banyak xixixixi.

Kalian nemuin cerita ini dimana?👉🏻

Sejauh ini part berapa yang paling kalian suka?👉🏻

Siapa cast favorite kalian?👉🏻

Happy reading❤️
•••
"Daddy turunin aku ih! Kan yang luka tangan aku, bukan kaki aku." dengus Anin yang sedang
berada di gendongan daddy nya.

Setelah berpamitan dengan anggota Argos dan juga Arion, mereka berdua langsung pulang.
Awalnya Rayland dan Arion ingin mengantar mereka berdua, tapi ditolak halus oleh Anin
dengan alasan, tidak ingin merepotkan.

"Diem. Berat badan lo nambah ya?" tuhkan berat badan shamming. Anin menabok pelan bibir
daddy nya.

Saat ini Vano dan Anin akan makan malam. Ada sedikit drama, dimana Vano kekeuh ingin
menggendong Anin ke lantai bawah tempat ruang makan berada. Anin heran sendiri, apakah
daddy nya ini mendadak menjadi orang yang bodoh? Hey, anak kecil juga akan tahu kalau yang
luka adalah tangannya bukan kaki nya.

Ah tapi sudahlah, biarkan daddy nya yang tampan ini berbuat sesukanya.

Setelah sampai di ruang makan, Vano menurunkan Anin dengan hati-hati di salah satu kursi.
Lalu ia mengambil piring lalu mengisi piring itu dengan nasi dan lauk.

"Segini?" Vano menunjukkan porsi nasi kepada Anin.


"Kurangin dikit."

Setelah isi piringnya sudah lengkap, Vano memberikannya kepada Anin.

"Mau daddy suapin?" tanya Vano.

"Nope, tangan kanan aku gapapa kok." Vano menganggukkan kepalanya dan beralih mengambil
nasi dan lauk miliknya. Makan malam dihiasi dengan pembicaraan ayah dengan anak gadisnya.

"Dad, ga ada rencana mau pindah ke mansion?" tanya Anin pelan pelan. Vano mengunyah pelan
makanan yang berada di dalam mulutnya.

"Kamu mau?" tanya Vano balik. Sebenarnya Vano sudah dari lama ingin menanyakan perihal
ini, tapi ia takut anaknya tidak menyukainya. Rumah ini, rumah yang berisi segala kenangan
dengan mendiang istrinya.

"Ya kenapa enggak? Lagian nggak ada salahnya dad. Masa yang tinggal disana cuman satpam
sama art doang sedangkan tuan rumahnya nggak. Abang main kesana juga pas ada kepentingan
sama teman temannya aja." ucap Anin.

"Aku juga tau daddy sering ngelamun sambil natap foto mommy dan aku pikir daddy juga perlu
suasana baru. Aku bukannya mau buat daddy ngelupain mommy, aku cuman mau daddy ga
berlarut larut dalam kesedihan. Mommy juga pasti sedih kalau daddy sedih." lanjut Anin
tersenyum.

Vano yang mendengar itu berpikir sejenak, menyetujui perkataan anaknya. Benar, tidak ada
salahnya. Kalau di pikir pikir kasihan juga mansion sebesar dan semegah itu hanya ditinggali
oleh satpam dan asisten rumah tangga.

"Oke, daddy setuju. Kamu mau pindah kapan? daddy ngikut." ucap Vano.

"Kalau minggu depan gimana? Nanti aku bakal ajak abang juga buat pindah ke mansion. Aku
yakin dia di apartemen pasti sering makan junkfood." ucap Anin. Ia mengkhawatirkan kesehatan
kakaknya, maka dari itu Anin akan mengajak atau mungkin memaksanya untuk ikut tinggal di
mansion.

"Okey request accepted! Kamu packing barang yang kecil kecil aja, biar sisanya bi Tuti yang
packing." titah Vano. Anin menganggukan kepalanya, dan menyendokkan suapan terakhir ke
mulutnya.

"Sekarang kamu ke sofa ruang tengah. Daddy mau taruh piring kotor dulu terus ambil obat
kamu." Anin menuruti ucapan daddy nya dan berjalan ke ruang tengah. Ia menghidupkan tv dan
tontonan yang seru.

Saat sedang asiknya menonton, Anin merasa Vano duduk di sebelahnya. Di tangan daddy nya
sudah lengkap ada obat minum dan juga obat untuk lukanya.
Vano mengambil tangan kiri Anin dan meletakkan di atas paha kanannya. Ia membuka pelan
perban yang melilit telapak tangan Anin dan terlihat lah luka yang cukup dalam.

Vano membuang perban tadi di kresek yang sudah ia bawa, dan membersihkan luka anaknya
dengan serius dan telaten. Sesekali ia meringis melihat luka yang di dapat Anin dan detik itu juga
sedikit percikan emosi menjalar di hatinya. Ia berjanji akan membalas perbuatan pelaku itu
dengan setimpal.

"Dad, daddy ga ngasih tau abang kan?" tanya Anin was was. Bisa kena siraman rohani dadakan
kalau kakaknya sampai tahu.

"Yah, daddy ga sengaja ngasih tau. Gimana dong?" Vano mengeluarkan tatapan sok iba.

Anin memejamkan matanya untuk meredam emosi melihat wajah daddy nya yang sangat
menjengkelkan. Anin membuka matanya dan memberikan senyuman manis kepada bapak
ganteng nya ini.

"Demi alek, kaga ngapa ngapa kok dad." ucap Anin sembari tersenyum dan mencubit cepat perut
berotot daddy nya.

"Argh! Kenapa di cubit sih?!" tanya Vano heran.

Anin memasang tampang tak peduli, "Ga sengaja dad, tangan aku nakal. Maafin ya." ucap Anin
sembari tersenyum manis. Ingatkan Vano untuk menjitak kepala cantik anaknya ini nanti.

"Dah selesai! Sekarang minum obat, bentar daddy ambilin air dulu."

Setelah Vano kembali dengan membawa segelas air, Anin langsung meminum obatnya. Setelah
selesai meminum obatnya, Vano merapikan kembali obat obatan tadi dan menaruhnya di dalam
kotak obat.

Vano menggendong Anin kembali menuju lantai dua. Sesampainya di kamar Anin, Vano
meletakkan Anin diranjang dan menyalakan difusser agar Anin tidur dengan nyenyak.

"Sekarang tidur, jangan begadang. Inget! tidurnya jangan belingsatan, tangan kamu masih luka.
Kalau ada apa apa langsung panggil daddy okhey?" ucap Vano. Anin menganggukan kepalanya
mengerti.

Teringat sesuatu, "Anin, sini." titah Vano tiba tiba. Anin mengerutkan keningnya namun tak ayal
mengikuti perintah daddy nya.

"Majuin kepala kamu." dengan tampang bodohnya Anin mengkuti lagi perintah Vano.

Pletak!

"Anjim." ucap Anin pelan sembari memegang jidat nya yang terkena jitakan dari Vano.
"DAD-" sebelum Anin mengeluarkan suara merdunya, Vano sudah mencium cepat kening
anaknya dan kabur menuju ruang kerjanya.

•••
Setelah tragedi jitakan tadi, Anin mengambil ponselnya saat mendengar nada dering dari
ponselnya.

rayland is calling...

"Halo?" sapa Anin.

"Lukanya?" tanya Rayland tanpa basa basi dan membuat Anin loading memikirkan maksudnya.

"Gimana?" tanya Anin tak mengerti. Anin dapat mendengar Rayland berdehem sebelum
memulai perkataannya.

"Lukanya gimana?" tanya Ray dengan nada datar dan tone suara yang berat.

"Ohh, udah gapapa. Udah diobatin juga sama daddy." ucap Anin.

Rayland menganggukkan kepalanya walaupun ia mengetahui bahwa Anin tidak bisa melihatnya.

"Halo?" panggil Anin saat tidak mendengar suara apapun.

"Tidur. Goodnight." belum sempat Anin membalas, panggilan itu sudah diakhiri secara sepihak.
Rasanya perut Anin sedang terdapat ribuan kupu kupu. Ia menutup wajahnya dengan selimut.
Kenapa dirinya menjadi selebay ini hanya karena hal kecil?

Anin menaruh ponselnya diatas nakas, bersiap untuk tidur. Saat matanya baru terpejam 1 menit,
suara dering di ponselnya membuat Anin terpaksa membuka matanya kembali.

Abang is doing video call...

"MAMPUS GUE!" Anin bangkit dari posisi berbaringnya, lalu membenarkan sedikit rambutnya.
Sebelum menggeser tombol hijau, Anin menghembuskan pelan nafasnya.

Ia menggeser tombol hijau dan terlihat kakaknya yang sedang menatapnya tajam. Dapat ia lihat
kakaknya sedang berbaring dengan kondisi shirtless.

"Ha-" ucapannya terpotong.

"Mana tangannya?" tanya abangnya dengan nada datar.

Anin menunjukkan telapak tangan kanannya yang tidak kenapa napa dengan ekspresi pura pura
tidak mengerti.
"Yang kiri." titah abangnya dengan nada menekan.

Anin pasrah, ia tidak bisa menghindar. Anin menunjukkan tangan kirinya yang dibalut perban
lumayan tebal.

"Sakit?" nadanya melembut.

Anin menggelengkan kepalanya dengan ekspresi polos.

"Lo tau ga sih reaksi gue pas daddy kasih tau kronologisnya? rasanya gue mau bunuh langsung
tu orang karena udah berani nyakitin adek gue. Gue udah mau langsung tancap gas ke markas
Argos tapi daddy bilang ngga usah karena kamu udah baik baik aja. Rasanya gue bukan kakak
yang berguna karena gak bisa jagain adek sendiri apalagi adek gue cewek. Gue udah mutusin
bakalan ikut pindah ke mansion biar bisa mantau elo langsung." ucap abangnya panjang lebar.

Anin berbinar mendengar kalimat akhirnya abangnya, namun tatapannya berubah meredup saat
mendengar kakaknya menyalahkan dirinya sendiri.

"Abang, dengerin gue. Abang udah jadi kakak yang hebat buat gue, oke? Abang ga perlu
nyalahin diri sendiri, ini namanya takdir abang. Emang udah takdir gue buat terluka, gue gabisa
ngehindar. Mungkin kalau gue enggak terluka dengan serangan tadi, gue juga bakalan tetep
terluka dengan cara yang lain kan bang? Jadi jangan salahin diri abang kalau abang itu enggak
berguna, abang berguna dan berarti banget buat gur. You're my best brother ever!"

Anin tersenyum lembut melihat abangnya lewat layar ponsel. Ia dapat melihat mata kakaknya
yang memerah. Beginilah abangnya. Bukannya ia tak tahu, Anin sangat tahu bahwa abangnya itu
akan sangat lemah jika sudah menyangkut dirinya. Berbeda jika ia bersama dengan orang lain,
maka sifat kuat seolah ia tidak mempunyai kelemahan akan muncul.

"Perlu abang pindah ke sekolah kamu?"

"Gausah abang, ih. Jugaan aku udah dikasi tambahan bodyguard sama daddy, jadi itu aja udah
cukup kok."

"Udah ah, aku mau tidur udah ngantuk. Abang juga tidur, kurangin ngerokoknya. Jangan
begadang terus!" lanjut Anin dengan memicingkan matanya. Anin dapat melihat abangnya
terkekeh pelan.

"Gemes banget sih? adeknya siapa sih kamu? yaudah iya bakalan abang kurangin ngerokoknya.
Sekarang kamu tidur, sweet dream lil sis." Anin melambaikan tangannya yang dibalas kiss bye
oleh kakaknya. Setelah panggilan itu berakhir Anin meletakkan ponselnya diatas nakas lalu
melanjutkan tidurnya dan tak lupa untuk berdoa terlebih dahulu sebelum memejamkan matanya.

•••
TBC!!
Gimana gimana? suka ngga? semoga suka yaa💜 Semoga kalian ga bosen sama ceritaku😭
Love you guys full!💜

Dikit lagi kita bakalan ketemu sama abangnya Anin dan juga Luna dkk hihiw.

210 vote and 280 comments for next part! Aku yakin kalian bisa💜

Jangan jadi pembaca ghaib yaa, setidaknya tinggalkan vote setelah kalian membaca❤️

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman teman dan juga sosial media kalian yaa hehe🥰

Ini Anin kesayangan author<3

Athan gemoy❤️

Si playboy Alex kesayangan kita semua😌

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part zeyeng💜

RAYAN PART 17
HALLOOO! SUMPAH GUE NAPA SEMANGAT AMAT YAK😭

Ketemu lagi kita nich, apa kabar?

Guys, sebelumnya aku mau bilang terima kasih banget buat kalian yang selalu nungguin
cerita aku, selalu vote dan juga komen🥺 Sayang banget sama keluarga online ku❤️

Semoga kalian selalu suka yaa sama ceritaku🥺

Karena yang neror aku di komen udah banyak, jadinya aku up sekarang aja👍BAIK
BANGET KAN GUE?😘 Jangan lupa vote sebelum membaca, ramein tiap paragraf ya❤️

Part ini panjang banget guys jadi tolong hargain yaa hehe<3 Bacanya pelan pelan aja okk

Buah favorite kalian apa?👉🏻

Serial netflix favorite kalian?👉🏻

Happy reading!❤️

•••
"BI TUTI! TOLONG BANTUIN AKU PAKE SERAGAM SEKOLAH DONG!" Vano hampir
saja menjatuhkan cangkir berisi kopi yang berada ditangannya karena mendengar teriakan
anaknya.

"Ni anak kebiasaan teriak teriak." Vano menggelengkan kepalanya heran sembari membersihkan
tangannya yang terkena tumpahan kopi menggunakan tissue.

Bi Tuti berjalan tergesa gesa menuju kamar nona nya.

"Yaampun non kaget saya." ujar Bi Tuti saat sampai di dalam kamar Anin.

"Hehehe maaf bi, tolong bantuin ya." cengir Anin dengan baju sekolah yang hanya terpakai di
lengan kanannya.

Lalu Bi Tuti membantu Anin memakai seragam dan mengancingnya. Bi Tuti sudah menganggap
Anin anaknya sendiri. Bi Tuti sendiri sudah bekerja semenjak Anin belum lahir hingga sebesar
sekarang.

"Sudah Non!" ujar Bi Tuti dengan ceria.

"Makasih ya bi. Oh iya, daddy udah dibawah?" tanya Anin sembari menyisir rambutnya.

"Sudah non. Tuan sedang ngopi di meja makan. Non Anin ada yang perlu bibi bantu lagi?"

"Nggak ada kok bi. Makasih yaa." ujar Anin sembari tersenyum ramah.

"Baik non, kalau gitu bibi ke bawah dulu ya." pamit Bi Tuti.

Anin menganggukkan kepalanya, lalu berjalan ke arah meja belajar untuk mengambil tas berisi
mata pelajaran hari ini yang sudah disiapkan daddy nya.

Sebenarnya, pagi ini Anin sempat beradu mulut sedikit dengan daddy nya. Anin ingin sekolah,
sedangkan daddy nya tidak mengijinkan. Pada akhirnya Vano menyerah dan mengijinkan
anaknya ini untuk bersekolah. Diam diam Vano mengirimkan Rayland chat untuk meminta
tolong menjaga Anin.

Setelah tasnya sudah berada di gendongannya. Anin berjalan menuju ruang makan dengan
menenteng sepatunya. Sesampainya di ruang makan, Anin melihat daddy nya sudah sibuk
dengan ipad ditangannya.

Vano yang mendengar langkah kaki mendekat, mengalihkan pandangannya lalu menutup ipad
nya. Terlihat anak gadisnya yang sudah menggendong tas dan menenteng sepasang sepatu di
tangan kanannya.

"Kamu yakin mau sekolah? Luka di tangan kamu masih basah loh, belum kering." Vano
mengambil sepasang sepatu di tangan anaknya, lalu berjongkok di hadapan Anin yang sudah
duduk di salah satu kursi. Lalu ia memakaikan Anin kaos kaki dan sepatu.
Anin menjawab dengan deheman karena sedang sibuk meminum susu cokelatnya.

"Nih udah. Sekarang cepet sarapan, daddy antar." Vano kembali ke tempat duduknya lalu
meminum kopinya sampai habis.

Anin mengambil sereal yang sudah disiapkan, lalu menguyah dengan cepat. Jam sudah
menunjukkan 06.30 yang berarti setengah jam lagi bel masuk akan berbunyi.

"Yuk dad, aku udah selesai." ucap Anin setelah meneguk susu cokelatnya hingga tandas.

Vano beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamar untuk mengambil kunci mobil. Lalu
mereka berdua berjalan menuju garasi dan tancap gas menuju sekolah Anin. Jarak tempuh rumah
dan sekolah Anin membutuhkan waktu 15 menit.

"Disekolah jangan banyak tingkah, itu luka kamu masih belum sembuh. Kamu hari ini ada
pelajaran olahraga kan? daddy udah kasih tau wali kelas kamu, kalau kamu ga ikutan olahraga
dulu. Jangan nekat buat tetep ikut olahraga, kamu denger Anin?" pinta Vano tegas.

Anin menciut, tidak berani melawan jika daddy nya sudah tegas begini, "Iya dad." ucap Anin.

Setelah sampai di pekarangan sekolah, Vano meberhentikan mobilnya di depan loby sekolah.
Anin mengulurkan tangan kanan nya untuk menyalimi daddy nya. Lalu Vano balas dengan
mencium kening anaknya sebentar.

"Ingat kata-kata daddy, Anin!" Anin mengacungkan jempolnya, lalu melambaikan tangannya
saat mobil daddy nya sudah pergi.

•••
Sesampainya di kelas, Anin langsung diserbu dengan berbagai pertanyaan dari kedua
sahabatnya. Anin menceritakan semuanya, mumpung bel masuk masih tersisa.

"Bikin khawatir terus ye lo. Itu bahaya Anin ya Allah gue gahabis pikir, kenapa lo seberani itu
sih? Kan lo bisa ngehindar Nin!" Aura mengomel sembari memijat kedua pelipisnya pusing. Ia
greget dengan Anin.

"Ya gimana ya, ga sempet hehehe. " cengir Anin dengan muka tidak bersalahnya.

"Lo jangan ikut pelajaran olahraga dulu deh kalo gitu. Gue juga yakin pasti daddy lo udah wanti
wanti kan?" todong Abel. Anin menganggukkan kepalanya sembari memperhatikan tangan
kirinya yang terluka.

"EH by the way busway, si tante udah balik." Aura memelankan nada bicaranya.

"Serius lo?!" pekik Abel tidak terlalu keras.


"Ck iya serius. Tadi gue liat dengan mata kepala gue sendiri dia turun dari mobilnya dianter
supir." Aura memasang wajah tidak enak karena salah satu tante girang di sekolahnya comeback.

"Males banget dah gue. Liat aja tuh entar para antek anteknya pasti nempel cem belatung sama
para inti Argos. Hih! gue harus lindungin pacar gue dari tante girang." desis Abel dengan wajah
sedikit memerah. Bukan tanpa alasan ia seperti ini, salah satu teman dari Luna -Akira- dia selalu
saja caper dengan Naden.

Naden sih tidak pernah meladeni malah terlampaui cuek. Tapi tetap saja Abel was was.

"Udah udah, tuh liat muka kalian udah


merah. Dah ah, masih pagi jangan emosi." ucapan Anin menarik pikiran Aura dan Abel yang
berkelana.

Terdengar bel berbunyi menandakan jam pelajaran akan segera di mulai. Lalu seluruh murid
menjalankan rutinitas seperti berdoa dan bernyanyi Indonesia Raya di halaman tengah. Anin juga
sempat bertemu dengan para inti Argos di koridor sekolah dan mereka menanyakan sedikit
keadaan Anin.

Setelah selesai melakukan rutinitas, para siswa dan siswi kembali ke kelas masing masing. Anin
duduk dengan Abel, sedangkan Aura dengan salah satu teman cewek di kelasnya.

Pelajaran pun dimulai dengan para murid yang serius mendengarkan penjelasan guru. Anin
mencatat setiap penjelasan yang dikeluarkan oleh gurunya agar ia bisa mempelajari kembali saat
dirumah.

•••
Bel istirahat sudah berbunyi, Anin merapikan peralatan tulisnya lalu menaruhnya di kolong meja.

"Yuk ke kantin!" ajak Abel kepada kedua sahabatnya dengan menggandeng tangan Anin. Baru
mereka keluar dari kelas, para inti Argos sudah ada di hadapan mereka.

"Eh eh apaan nih? napa pada disini?" tanya Aura dengan mata yang menatap tajam ke arah Alex.

Leo memberikan kode lewat matanya kearah Rayland. Tanpa sepatah kata, Rayland menarik
pelan pergelangan tangan Anin dan mengajaknya ke kantin.

"DITINGGAL?! BENER BENER KETUA GATAU DI UNTUNG!" Athan berkacak pinggang


dengan tatapan mengarah pada Rayland dan Anin yang sudah berjalan terlebih dahulu.

"Ikut aja." singkat Leo melangkahkan kakinya menuju kantin diikuti yang lain kecuali Athan
yang masih loading.

"Loh? DITINGGAL LAGI?! TUNGGUIN GUE KAMBING!" teriak Athan sembari berlari
menuju teman temannya.
Sesampainya di kantin, Rayland dan Anin menempati tempat yang memang di khususkan untuk
inti Argos.

"Mau pesan apa?" tanya Rayland sembari menatap Anin dari samping.

"Bakso sama air mineral aja. Jangan sekarang pesennya, tunggu yang lain." cegah Anin saat
Rayland sudah beranjak menuju tempat memesan.

Rayland menganggukkan kepalanya, lalu kembali duduk di sebelah Anin dan memainkan
ponselnya. Tak lama kemudian sahabatnya yang lain datang dengan Athan yang ngos ngosan.

"Bener bener ye lo pada. TINGGAL AJA GUE TEROS TINGGAL!" kesal Athan dan
mengambil tempat di depan Anin.

"Berisik ah." celetuk Alex sembari membekap bibir Athan yang tidak berhenti mengoceh. Athan
mendelikkan matanya mendengar ucapan Alex.

"Kalian mau pesen apa? Biar gue sama Aura yang pesenin." tawar Abel. Setelah semua
menyebutkan pesanan mereka dengan Abel yang mencatatnya di note ponsel, Abel dan Aura
beranjak menuju tempat memesan yang berada di ujung kantin.

Di sekolah ini, makanan yang dijual di kantin selalu bersih dan sehat. Makanan yang terjual
dimasak langsung oleh para chef yang sudah dipilih langsung oleh keluarga Rayland. Makanan
yang disajikan juga selalu fresh, tak heran karena di sekolah ini sebagian besar muridnya anak
anak dari keluarga terpandang. Setidaknya uang yang mereka keluarkan untuk bersekolah di
sekolah ini sesuai dengan pelayanan yang di dapat.

Tak lama kemudian Abel dan Aura datang dengan membawa nampan yang berisi makanan
mereka.

"Makasih sayang." ucap Naden saat kekasihnya meletakkan makanan yang dipesannya. Abel
tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. Mereka semua makan di selingi candaan dari Athan,
Alex dan juga Aura.

Rayland menatap sejenak Anin yang sedang menguyah baksonya. Pipinya mengembung
membuat Rayland gemas sendiri melihatnya. Ia terkekeh kecil lalu melanjutkan menyuapkan
makanan ke mulutnya.

Ketenangan mereka tidak berlangsung lama, karena datang Luna beserta antek anteknya.

" Ah, jadi ini yang namanya Anin? Omg lihat tangan lo, cewe cacat kayak elo ga pantas sama
Rayland. Ray lebih pantas sama gue. Hai sayang," Suara Luna melembut di akhir kalimat, ia
melingkarkan kedua tangannya di bahu Rayland yang sedang menahan emosi karena ucapan
Luna yang menghina Anin.
Rayland menyentak kedua tangan Luna dengan kasar. Anin menatap datar penampilan Luna.
Foundation serta bedak yang tebal, di tambah alisnya yang diukir menggunakan pensil alis. Tak
lupa blush on pink dan lipstik merah cerry yang menghiasi bibirnya.

Anin menggelengkan kepalanya, lalu matanya beralih menatap pakaian yang dipakai gadis gadis
di depannya ini. Benar benar terlihat seperti lonte. Jujur, Anin tidak sakit hati dengan omongan
Luna. Ia tertawa sinis dan tak memperdulikan ucapan Luna lalu fokus memakan baksonya yang
masih tersisa.

"Menjijikan." tekan Rayland dengan tatapan seolah Luna adalah bakteri yang harus dihindari.
Luna tersentak mendengar perkataan Rayland. Para inti Argos dan juga kedua sahabat Anin yang
melihat itu hanya diam, mereka yakin Rayland dapat mengatasinya. Ayolah, ini akan menjadi
tontonan seru.

"B-babe kok kamu gitu sih? Aku baru pulang dari Aussie loh, emangnya kamu ngga kangen?"
tanya Luna sembari tertawa canggung.

"Pergi." Rayland memasang wajah bengisnya. Luna dan para antek anteknya seketika menciut.

"Kamu kok gini sih sama aku? Ah, ini pasti gara gara cewek cacat dan sialan itu kan?!" teriak
Luna dengan menunjuk Anin yang sedang meminum air mineralnya.

Rayland yang mendengar itu, tak bisa menahan emosinya. Para sahabatnya dapat merasakan aura
mengerikan yang menguar dari Rayland. Ray mendorong kasar bahu Luna dengan jari
telunjuknya, membuat Luna hampir terjungkal. Untung para antek anteknya menangkapnya.
Siswa dan siswi yang berada di kantin mentertawakan Luna.

Gila ngakak gue, Luna dibandingin sama Anin ya beda jauhlah. Anin jauh lebih lebih lebih
lebihhhhhhhh baik dari dia.

Luna memang definisi dari enggak tau diri.

TANTE MENDING LO BALIK KE HABITAT LO AJA DAH!

Gatau malu!

PERCUMA MUKA DEMPUL TAPI ATTITUDE NOL!  eh sama aja yak.

Lonte gatau tempat.

Celotehan dari para murid membuat emosi Luna memuncak, ia mengambil jus dari salah satu
siswa. Luna berjalan cepat ke arah Anin dan bersiap menumpahkan jus nya.

Byur!

Pft-
Mereka semua yang berada di kantin tertawa, terutama Athan yang sudah tertawa keras sembari
memukul meja kantin dengan Alex. Sebelum Luna menumpahkan jus nya, Anin yang memang
sudah berdiri dari duduknya dengan cepat membaca pergerakan Luna.

Dengan santai ia menunggu Luna mendekat, saat Luna sudah dekat Anin berjalan maju dan
membalikkan arah gelas jus yang berada di tangan Luna dengan kasar ke arah Luna sehingga jus
buah naga itu menodai ujung rambut dan seragam Luna.

"Ah sorry pretty girl." ucap Anin dengan nada lembut disertai senyum miringnya. Rayland
tersenyum puas dengan tangan yang dilipatkan di depan dada.

Anin mendekat ke arah Luna, "Seorang lonte lebih ga pantas bersanding dengan Rayland." bisik
Anin tajam di telinga Luna. Mata Luna bergetar menahan tangis karena di permalukan.

"Faktanya, Rayland lebih tertarik dengan gue yang cacat." lanjut Anin sembari tersenyum
miring. Ia puas sekarang. Dikira ia akan lemah hanya dengan hal seperti ini?

Anin memasang senyum tanpa dosanya setelah membisikkan Luna. Ah, bagaimana jika daddy
nya tau tentang ini? Sudah pasti Luna seketika bisa menjadi gelandangan di jalanan

Aura tertawa kencang melihat para teman Luna yang hanya memperhatikan dan tidak membantu
Luna sama sekali.  "Itu antek antek lo cuman jadi pajangan doang ya Lun? melempem semua!"

"Gue tekankan sama elo, Anin enggak cacat." nada dingin dari Leo menyapa pendengaran
mereka. Leo sedari tadi sudah muak dengan perlakuan Luna terhadap Anin.

"Get out of here!" bentak Rayland dengan suara beratnya. Ia sudah sangat muak.

Luna mengusap pipinya kasar, lalu pergi meninggalkan kantin bersama para pelayannya. Tersirat
dendam besar yang terlihat di wajah Luna.

Gue bakal bales lo.

Tangan Luna terkepal dengan erat disertai dengan giginya yang bergemelatuk.

"ANJING EMANG TU ANAK! BARU HARI PERTAMA MASUK AJA UDAH BUAT
MASALAH!" Aura mengamuk saat Luna sudah pergi dari kantin.

Rayland menghampiri Anin, "Are you alright hm?" tanya Rayland sembari mengelus puncak
kepala Anin.

"I'm fine! Jangan kasih tau daddy ya please!" mohon Anin yang disanggupi oleh Rayland.
•••
TBC!!
Ini part terpanjang🙂🙏
Gimana suka ngga? semoga sukaa yaa❤️
Emosi ga kalian sama Luna? Kalo engga emosi aku bakalan buat Luna tambah nyebelin
kalau gitu🤡

210 vote and 250 comments for next part! KALIAN PASTI BISA, AKU PERCAYA
KALIAN❤️

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan sosial media kalian yaaa!❤️

Ini ekspresi Rayland pas ngomong sama Luna🤪

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part!❤️

RAYAN PART 18
Haii! Ketemu lagi kita❤️

Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaaa❤️

Kalian libur sampai tanggal berapa?👉🏻

Bacanya pelan pelan yaa<3

Happy reading❤️

•••
Anin saat ini sedang duduk di salah satu bangku yang terletak di bawah pohon rindang dengan
sebuah novel di pangkuannya. Berhubung Vano tidak mengijinkan Anin mengikuti mata
pelajaran olahraga, ia lebih memilih memperhatikan teman temannya disini sembari menikmati
angin sepoi sepoi yang menerpa wajahnya daripada berdiam diri sendiri di kelas.

Tentang kejadian di kantin tadi, Anin yakin Vano pasti sudah mengetahuinya. Dari siapa? tentu
dari para bodyguards yang menjaganya. Mungkin Vano tidak akan bertindak sekarang karena
Anin sudah bisa mengatasinya. Tapi yang pasti, keluarga Luna sudah masuk ke dalam daftar
hitam milik Vano.

Vano sudah mengetahui seluk beluk keluarga mereka. Orang tua Luna, terutama papanya bekerja
di salah satu perusahaan property terkenal milik Arion. Menjabat sebagai seorang CFO (Chief
Financial Officer) yang sudah pasti tugasnya berkaitan dengan dana atau uang. Sedangkan
mamanya hanya seorang ibu rumah tangga yang hobi berbelanja.

Anin menghela nafas mengingat kejadian yang terjadi di kantin tadi. Ia bisa saja membuat Luna
dan antek anteknya babak belur dan berakhir di rumah sakit jika dia tidak pandai mengendalikan
emosinya.
"Anin, minuman gue dong." Aura datang dengan ngos ngosan disertai peluh yang membanjiri
wajahnya.

Anin memberi botol minum Aura yang berada di sebelahnya dan langsung diterima cepat oleh
Aura.

"Pelan pelan Ra. Keselek baru tau rasa lo." ucap Abel baru sampai dan langsung duduk
meluruskan kedua kakinya. Materi hari ini adalah bola basket. Berlarian sana sini untuk
memperebutkan bola, tak heran kedua sahabatnya menjadi kelelahan.

"Gila lengket banget badan gue." keluh Aura.

"Bentar lagi pulang, sabar." ucap Anin sembari membaca novelnya.

Baru sebentar ia membaca novelnya, Anin merasakan Abel menyikut pelan lengannya. Anin
menoleh, "Kenapa?" tanya Anin.

"Rayland tuh." tunjuk Abel. Anin mengikuti arah jari telunjuk Abel, matanya menyipit saat
melihat Rayland dan keempat sahabatnya berjalan ke arah mereka bertiga.

Anin memberikan tatapan bertanya saat Rayland sudah sampai dihadapannya dan sibuk
mengotak atik ponselnya. Alex sudah sibuk merecoki Aura yang sedang mengibas ngibaskan
tangannya ke arah wajahnya, kepanasan. Naden sudah ngapel dengan Abel. Athan sedang
berusaha menyedot susu stroberinya yang tinggal sedikit. Leo yang masih setia berdiri di
samping Rayland sembari memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.

"Lo pulang sama gue, bokap lo sendiri yang minta." ucap Rayland dengan nada datarnya dan
menunjukkan layar hp yang berisi chat antara Ray dan Vano.

Anin mendumel pelan, apakah daddy nya menjadi miskin sehingga tidak bisa membayar sopir
sampai meminta Rayland yang mengantarnya?

"Gue naik taxi aja Ray." tolak Anin halus.

"Ga ada bantahan." tegas Rayland dengan tatapan tajamnya.

"Gue tunggu di parkiran." lanjut Rayland.

"Kan belum bel pulang sekolah-" ucapan Anin terpotong oleh Athan.

"Jam terakhir di kelas kita free class. Jadi ya terobos aja deh pulang sekarang." jawab Athan
dengan bibir yang masih mengemut sedotan yang tertancap di susu kotaknya.

Anin menganggukkan kepalanya mengerti, tatapan Anin beralih ke arah lapangan yang murid
murid kelasnya sudah dibubarkan. Yang berarti jam pelajaran olahraga di kelasnya sudah selesai.
Anin berdiri dari duduknya dan menepuk nepukkan rok nya yang sedikit kotor.

"Gue ke kelas dulu, lo tunggu aja di parkiran sekarang." ucap Anin kepada Rayland. Ray
menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju parkiran sekolah dengan keempat sahabatnya.

"BYE BYE MANIEZ!" perkataan Alex sukses membuat wajah Aura memerah menahan malu
dan kesal.

Gila, gumam Aura.

"Yuk kita ke kelas!" ucap Abel sembari menggandeng kedua sahabatnya.

•••
Anin melihat keadaan parkiran sekolah yang sangat ramai. Kedua sahabatnya sudah berpamitan
lebih dulu. Anin menyipitkan kedua matanya mencari mobil mahal berwarna hitam milik
Rayland.

Gotcha! pekin Anin dalam hati.

Anin berjalan ke arah mobil Rayland yang terletak di ujung parkiran. Anin membuka pintu mobil
dan terlihat Rayland yang sedang memejamkan matanya dengan kursi kemudi yang diturunkan
sedikit. Tak lupa kacamata hitam yang bertengger membingkai kedua matanya.

Anin masuk dengan pelan pelan agar tidak menimbulkan suara. Ia sekarang terlihat seperti
seorang maling karena memasuki mobil Rayland dengan diam diam seperti ini. Setelah sudah
duduk nyaman di tempatnya, Anin menaruh tas di punggungnya menjadi di pangkuannya.

"Sudah?" Anin terlonjak kaget mendengar suara berat Rayland. Ia menarik nafasnya nya lalu
menghembuskan pelan.

Anin menganggukkan kepalanya, "Udah."

Rayland membenarkan tempat duduknya lalu menancap gas meninggalkan area sekolah.

"Makan?" tanya Rayland singkat. Anin kebingungan.

Makan? dia minta makanan? gue gabawa makanan atau cemilan anjir, ucap Anin dalam hati.

Rayland yang melihat raut kebingungan Anin, menghela nafas pelan. Ia melepaskan kaca mata
hitam yang membingkai kedua matanya.

"Mau makan dulu?" tanya Rayland sekali lagi dengan nada datarnya.

"A-ah, boleh boleh." sahut Anin dengan tawa canggung. Anin menolehkan tatapannya ke arah
jalanan di sampingnya.
"Tinggal bilang gitu aja apa susahnya?!" dumel Anin pelan.

"Gue denger Anin." ucap Rayland sembari memutar stir mobil dengan tangan kanannya.

"Ya,ya terserah lo." Anin memutarkan bola matanya malas.

Setelah 10 menit perjalanan, mereka berdua sampai di restoran sushi yang berada dekat dengan
sekolahnya.

"Tas lo biarin aja." Anin menganggukkan kepalanya lalu mengambil dompet serta ponselnya
saja.

Rayland memanggil salah satu pelayan untuk menanyakan tempat yang kosong untuk dua orang.
Pelayan itu pun mengantarkan mereka berdua ke salah satu tempat duduk yang masih tersedia.

Mereka duduk bersebelahan, "Mau pesen apa?" tanya Ray dengan nada datar dan mata yang
sibuk membaca buku menu.

Anin bingung ingin memilih apa, ia pun ikut membaca menu yang berada di tangan Ray. "Gue
yang ini aja sama air mineral." Anin menunjuk salah satu menu yaitu satu paket yang berisi
beberapa macam sushi.

Rayland pun memanggil salah satu pelayan yang kebetulan berdiri dekat dengan meja mereka
berdua. Setelah menyebutkan makanan yang ingin mereka pesan, pelayan itu mengatakan
makanan akan siap dalam waktu 10 menit.

Setelah pelayan perempuan itu pergi, Rayland memainkan ponselnya. Anin hanya sibuk menatap
sekeliling restoran sushi ini. Ia baru pertama kali kesini, karena biasanya Vano mengajaknya ke
salah satu restoran yang memang sudah menjadi langganan Vano.

Rayland meletakkan ponselnya di atas meja dan menatap Anin yang berada di sampingnya
dengan lekat.

Anin yang merasa dengan diawasi, mengalihkan matanya menatap Rayland.

"Apa?" tanya Anin lembut. Rayland bergeming sebentar.

Tanpa sepatah kata, ia mengambil tangan kiri Anin yang terbalut perban. Kedua alis Rayland
menukik tajam melihat perban yang meliliti telapak tangan Anin.

Anin tersentak saat Rayland mengelus pelan tangannya yang terbalut perban. "Masih sakit?"
tanya Rayland pelan dengan suaranya yang berat dan tatapan yang masih mengarah ke arah
telapak tangan kiri Anin.

Anin menggelengkan kepalanya, "Udah enggak." jawab Anin pelan.


Telapak tangan Anin terasa mungil di dalam genggamannya. Rayland menggeram rendah dan
rasanya ingin mematahkan jari jari Anin karena gemas. Bagaimana bisa jari jari gadis
disampingnya semungil ini?

Anin membiarkan pemuda di sebelahnya ini sibuk dengan jari jari tangannya. Anin lebih
memilih bermain game yang ada di ponselnya. Tak lama kemudian, datang pelayan perempuan
membawa pesanan mereka.

"Permisi, ini pesanannya ya. Sudah semua ya kak, selamat menikmati."

Rayland memberhentikan kegiatan meneliti jari Anin, begitu juga Anin yang sudah meletakkan
ponselnya.

Mereka berdua makan diselingi dengan sedikit obrolan. Walaupun Rayland terlihat seperti orang
yang kaku dalam memulai obrolan, Anin bisa mengimbanginya.

Anin mencomot salah satu sushi dipiringnya dengan sumpit. Anin mengunyah sushinya dan
seketika mengerutkan keningnya. Rayland menperhatikan Anin dari samping, "Kenapa?"

Wasabi kampret! pekik Anin dalam hati. Ia tidak memperhatikan kalau sushi yang barusan ia
makan berisi wasabi yang lumayan banyak.

Anin tidak menjawab, ia hanya mengibas ngibaskan tangannya yang masih memegang sumpit ke
arah bibirnya yang masih mengunyah. Rayland paham, ia segera mengambil air mineral milik
Anin lalu membukanya dan meletakkan sedotan didalamnya.

"Kunyah dulu, pelan-pelan." Anin mengunyah sushi di mulutnya sampai tidak tersisa. Rayland
langsung menyodorkan air mineral dan mengarah sedotannya ke arah bibir Anin. Rayland
memperhatikan Anin yang sedang meminum air mineral ditangannya dengan rakus.

Setelah dirasa cukup, "Udah." ucap Anin masih dengan sensasi pedas di lidahnya. Rayland
menutup air mineral tadi dan mengipaskan wajah Anin yang memerah dengan tangan kanannya.
Anin mengambil tissue untuk membersihkan hidungnya yang terasa berair.

"Masih pedas?" Anin mengangguk.

"Mau pesan susu hangat?" lanjut Rayland. Anin menganggukkan kepalanya lagi.

Rayland mengangkat salah satu tangannya, lalu datang salah satu pelayan laki laki.

"Susu hangatnya satu." ucap Rayland singkat yang langsung diiyakan oleh pelayan tadi. Tak
sampai 5 menit pelayan itu datang dengan membawa segelas susu hangat untuk Anin.

"Pelan-pelan minumnya." Anin menaruh gelas tersebut setelah menghabiskan susunya.

"Better?"  tanya Rayland sembari menbersihkan sisa susu diujung bibir Anin dengan jempolnya.
"Feel better now, makasih Ray." Rayland menganggukkan kepalanya.

"Kita pulang sekarang." Anin bersiap mengambil uang di dompetnya tapi Rayland menahannya.

"Gausah, gue yang bayar."

"Tapi Ray-" omongannya terhenti karena Rayland sudah jalan lebih dulu menuju kasir. Anin
mendengus pelan melihat kelakuan Ray.

Setelah selesai transaksi, mereka berdua berjalan menuju mobil. Lalu Rayland tancap gas menuju
rumah Anin. Sebelumnya Rayland sudah memberitahu Vano kalau ia akan mengajak Anin
makan terlebih dahulu.

"Makasih udah nganterin dan traktiran nya Ray." ucap Anin setelah mereka sampai di gerbang
tinggi rumah Anin.

"Ya, gue duluan." ucap Rayland lalu tancap gas meninggalkan pekarangan rumah Anin.

"Dingin banget ish!" dumel Anin.

"Apanya yang dingin?" Anin membalikkan tubuhnya, sejak kapan daddy nya berada disana?

"DADDYYYYY!"

•••
Disisi lain, Athan sedang sibuk di kamarnya mengulang ngulang rekaman cctv parkiran cafe
yang berada di layar ipadnya. Ia berulang kali mem-pause rekaman itu agar bisa melihat plat
mobil hitam bermerk BMW itu.

Walaupun sudah gagal berulang kali, ia tidak menyerah. Setidaknya sudah ada beberapa chiki
yang menemaninya. Sembari mengunyah chiki di dalan mulutnya, Athan berkomat kamit supaya
kali ini bisa tepat mem-pause video cctv itu.

"ANJIM YES!" Athan berdiri dari duduknya lalu mengepalkan kedua tangannya ke atas.
Akhirnya ia berhasil melihat plat mobil itu. Athan kembali ke tempat duduknya dan menatap
lekat layar ipadnya.

"B 4124 AZ" gumam Athan pelan.

•••
TBC!!
Haiii, gimana? suka ga sama part ini? semoga suka yaaaa❤️❤️❤️

Mungkin kedepannya bakal ada beberapa tokoh baru, mungkin yaaa. Jadi kalian stay
tuned aja ya❤️
Sedikit lagi kita ketemu abangnya Anin, siapa yang excited? ah kayaknya ga ada🤓

Semoga kalian ga bosen sama ceritaku huhu:(

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman atau sosial media kalian. Biar banyak yang
kenal Anin dan Rayland hihi.

Anin cantik banget😭

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part❤️

RAYAN PART 19
Hallo semua!
Jangan lupa buat vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaa.

Aku minta tolong sama kalian buat jangan spoiler sehabis baca part ini❤️

Oh iya, jangan panggil aku "kak"😭 Aku baru naik kelas 11 huhu, panggil nama aja
gapapa okk❤️

Nemu cerita ini dimana?👉🏻

Hari ini kalian sarapan apa?👉🏻

Bacanya pelan pelan aja, gausah kayak dikejar setan🤪

Happy reading!❤️
•••
"Akhirnya selesai!" gumam Anin sambil berkacak pinggang melihat koper dan juga tas-tas besar
yang berisi keperluannya.

Pukul 10.00 pagi ini Anin dan Vano sedang sibuk untuk memeriksa kembali barang barang
mereka. Weekend ini mereka akan pindah ke mansion sesuai usulan Anin waktu itu. Mungkin
sebentar lagi mereka akan berangkat.

Perjalanan dari rumah ke mansion membutuhkan waktu yang sebentar sekitar 15 menit. Sambil
menunggu daddy nya, Anin berjalan menuju dapur untuk membuat kopi untuk Vano dan
milkshake cokelat untuk dirinya.

"Barang-barangnya udah semua? ga ada yang ketinggalan kan?" Anin menoleh saat melihat
Vano berjalan ke arah ruang keluarga sambil menggeret dua koper besar.
"Udah kok. Nih aku buatin daddy kopi." Anin memberikan cangkir berisi kopi kepada Vano.

"Tumben." gumam Vano sambil menyeruput kopinya.

"Abang hari ini bakalan langsung ke mansion kan?" tanya Anin.

Vano meletakkan cangkir kopinya, "Iya, tapi mungkin dia bakalan dateng agak sorean katanya
ada urusan sebentar, jarak apartemen sama mansion juga lumayan jauh." ucap Vano.

Anin menganggukkan kepala mengerti. Semua koper dan juga tas untuk kepindahan mereka
sudah berada di ruang tamu. Vano memerintahkan beberapa bodyguards dan asisten nya untuk
membawa langsung semua keperluan mereka ke mansion. Bu Tuti juga sudah berangkat terlebih
dahulu dengan sopir keluarga Anin. Mobil-mobil dan juga beberapa motor besar sudah
dipindahkan kemarin oleh orang suruhan Vano.

Berhubung rumah ini tidak ada yang menempati karena Bi Tuti ikut pindah ke mansion, Vano
sudah memerintahkan anak buahnya untuk membersihkan rumah ini setidaknya seminggu dua
kali.

Setelah semua koper dan tas sudah diangkut, Vano dan Anin bersiap siap untuk berangkat.
Mereka mengamati sejenak sekeliling rumah yang sudah menjadi tempat tinggal mereka
beberapa tahun ini. Seketika bayangan saat ia bermain dengan abangnya dan tidur sambil
berpelukan di sofa dengan mommy nya terputar jelas di otaknya.

Vano merangkul bahu anaknya dengan senyuman sendu. "Yuk kita berangkat!" ucap Vano
semangat. Anin tersenyum dan balik merangkul pinggang Vano. Mereka berdua berjalan menuju
garasi dan langsung tancap gas menuju mansion meninggalkan rumah penuh kenangan itu.

•••

Besar dan megah. Dua kata yang dapat mendekripsikan mansion yang berada di depan mata
Anin saat ini. Vano mengusap wajah anaknya, "Heh napa bengong? ayo masuk." ajak Vano.

Anin mengekori langkah daddy nya berjalan masuk menuju mansion. Setelah sampai di ruang
tengah Anin rasanya ingin menjatuhkan rahangnya, bukannya ia norak. Ia hanya tidak
menyangka kalau daddy gilanya nya se-kaya ini. Perasaan dulu tidak semewah ini mansionnya.
Ia hanya pernah beberapa kali ke mansion ini, itupun saat ia masih kecil. Berbeda dengan
abangnya yang memang lebih sering ke mansion.

"Kamar aku dimana dad? Aku lupa." ucap Anin cengengesan.

"Yeu dasar!" ucap Vano sambil menjawil pelan hidung mancung Anin.

"Sini ikut daddy."


Mereka berjalan menuju lantai 2 yang dimana terdapat ruang keluarga, tempat gym, mini bar dan
juga beberapa kamar.

"Ini kamar kamu dan di sebelah ini kamar abang kamu. Kamar daddy ada di pojok sana, kalau
ada apa apa tinggal panggil daddy. Jangan nekat buat ngerapiin barang-barang kamu Anin,
tangan kamu masih luka. Biar maid disini yang beresin keperluan kamu. Sekarang kamu
istirahat, kalau kamu lapar kamu bisa panggil salah satu maid. Ngerti?" ucap Vano panjang lebar.

"Iya dad iya." ucap Anin jengah. Vano berjalan meninggalkan Anin yang masih berdiri di depan
pintu kamarnya. Anin memutar knop pintu dan tersenyum melihat kamarnya yang tidak berubah
sama sekali. Para pekerja disini pasti sangat rutin membersihkan kamarnya.

"AAHHHH KANGEN BANGET GUE!" Anin melemparkan badannya ke atas kasurnya yang
empuk lalu berguling sana sini, tak lupa sepatu yang masih melekat di kedua kakinya. Setelah
puas temu kangen dengan kasurnya, Anin berjalan menuju kamar mandi untuk melepas soflents
dan mencuci muka serta kakinya.

Setelah selesai dengan ritualnya, ia berjalan menuju kopernya untuk mengambil salah satu baju
santai dan celana pendeknya. Sebenarnya Anin bisa saja ke walk in closet untuk mengambil
bajunya yang memang sudah ada disana, tapi ia terlalu mager.

Setelah sudah mengganti pakaiannya, Anin berjalan menuju ranjang lalu menyelimuti tubuhnya.
Sembari menunggu kedatangan abangnya, Anin memutuskan untuk tidur siang mengistirahatkan
tubuhnya.

•••
Rayland mengerutkan keningnya seolah berpikir, "B 4124 AZ" gumamnya. Saat ini para anggota
inti Argos sedang berada di ruang tengah markas.

"Gue udah coba ngelacak plat mobil itu. Tapi gue ga nemuin. Gue yakin pasti ada orang lain lagi
dibelakang pelaku itu, sampe bisa main sebersih ini." ucap Athan frustasi sambil menggendong
boneka keledai kesayangannya. Ia greget.

Plat mobil ini tidak mungkin milik para anggota Argos karena plat mobil maupun motor mereka
sudah terdaftar dengan rapi di laptop Athan. Sengaja, untuk mempermudah mereka melacak
keberadaan jika salah satu anggota mereka dalam keadaan genting atau sedang diserang oleh
musuh mereka.

"Agree, bahkan polisi perlu beberapa hari lagi buat nemuin mobil BMW dengan plat itu." ucap
Naden.

"Ini nama orang." ucapan Ray membuat mereka menatap Rayland secara bersamaan.

"Maksud lo?" tanya Alex.


"Plat mobil ini bukan hanya sekedar plat. Nomor dan huruf belakang plat ini udah dibuat mirip
dengan nama pemiliknya. Sekarang kita tinggal cari nama orang yang mirip dengan plat ini."
ucap Leo dengan tangan bersedekap dada dan punggung yang disandarkan di sofa.

"B4124" Naden bergumam sembari menulis plat itu di kertas.

"Bara?" celetuk Alex.

Plak!

Athan menepuk tengkuk Alex, "Bego, lo lupa seberapa bucin tu anak sama koleksi mobil jeep di
garasi rumahnya?" ucap Athan.

"Iya juga ya." ucap Alex sambil mengelus tengkuknya.

"Bukan Bara." ucap Ray sambil mengetuk ngetukkan jari telunjuknya diatas meja.

"Kemungkinan besar dia orang baru, orang memang belum pernah kita temuin sebelumnya. Gue
yakin penyerangan ini pasti saling berkaitan." ucap Naden.

"Ah pusing gue!" ucap Athan memijat pelipisnya. Rayland hanya diam, sibuk dengan pemikiran
yang berada di dalam kepalanya.

•••
Ting...Tong!

Bi Tuti berjalan menuju pintu utama saat mendengar bel mansion berbunyi.

"Cari siapa ya?" tanya Bi Tuti sopan saat melihat orang itu membelakanginya dengan salah satu
tangannya dimasukkan ke dalam saku.

"YAAMPUN ADEN?!" kaget Bi Tuti saat orang itu membalikkan badannya dan menampilkan
senyuman menawannya.

"Apa kabar bi?" tanya pemuda itu lalu memeluk Bi Tuti sebentar.

"Kabar bibi baik den. Yaampun bibi ga nyangka aden udah sebesar ini sekarang, tambah ganteng
lagi." ucap Bi Tuti terharu karena setelah sekian lama akhirnya melihat putra dari majikannya.

Pemuda itu tertawa kecil, "Bibi bisa aja. Daddy sama Anin dimana bi?" tanyanya sambil
membawa kopernya masuk ke dalam mansion.

"Tuan lagi di ruang kerjanya dan non Anin sepertinya lagi istirahat den." ucap Bi Tuti.

"Oh yaudah kalau gitu aku keatas dulu ya Bi, mau ketemu daddy." ucap pemuda itu.
"Siap den!"

Pemuda itu berjalan ke lantai dua dengan membawa kopernya. Ia berjalan menuju kamarnya
lebih dahulu untuk meletakkan kopernya dan juga hoodie nya sebelum menuju ruang kerja daddy
nya.

Tok...Tok...Tok

"Masuk!"

Pemuda itu membuka pintu ruang kerja daddy nya dan terlihat daddy nya yang sedang sibuk
dengan laptop dan juga beberapa dokumen di tangannya.

"YOO DADDY WASSUP!" teriak pemuda itu dengan semangat.

Vano mendongak untuk melihat siapa yang datang, "HEH! BARU DATENG UDAH RUSUH."

"Kamu dari kapan udah sampai?" tanya Vano sembari melangkahkan kakinya menuju anak
sulungnya.

"Baru aja." ucap pemuda itu sambil memeluk daddy nya sebentar.

"Daddy apa kabar? sehat?" tanya pemuda itu dengan suara beratnya.

"I'm good, kamu udah ketemu sama adik kamu belum?" tanya Vano sembari mengajak putranya
untuk duduk di sofa ruangannya.

Pemuda itu menggelengkan kepalanya, "Belum, kata Bi Tuti Anin lagi tidur. Aku juga mau
mandi dulu, gerah."

"Yaudah sana kamu mandi dulu. Nanti makan malam langsung ke bawah, sekalian ajak adik
kamu." pemuda itu menganggukkan kepalanya lalu kembali menuju kamarnya setelah menyapa
daddy nya.

•••
Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam, yang berarti sebentar lagi waktunya
makan malam. Pemuda itu keluar dari kamarnya sembari mengacak ngacak rambutnya. Ia
berjalan menuju pintu putih di sebelah kamarnya.

Ia memutar knop pintu lalu masuk ke dalam kamar yang penerangannya remang remang. Ia
menghidupkan lampu lalu melihat adik perempuannya sedang bergelung manja dengan
selimutnya.

Pemuda itu tersenyum lembut lalu melangkah menuju ranjang adiknya. Anin merasa tidurnya
terganggu karena sensasi geli di hidungnya. Sedangkan orang yang menjadi pelaku geli nya
hidung Anin terkikik kecil. Orang itu melanjutkan dengan menoel noel pipi Anin dengan pelan.
"Ish apaan si." Anin berkata dengan parau dengan tangan yang mengusap wajahnya.

"Hey, bangun." ucap orang itu dengan suara berat tepat disamping telinganya.

Anin mengerjap ngerjapkan matanya menampilkan iris birunya saat mendengar suara yang ia
kenal. Anin mengucek ngucek kedua matanya untuk melihat dengan jelas.

"Ck, jangan dikucek." ucap pemuda itu sambil menarik kedua tangan Anin agar berhenti
mengucek matanya.

Anin sedikit terlonjak,"Abang?!" jerit Anin.

Pemuda itu dengan cepat memeluk adiknya dengan erat. "Kangen." bisik pemuda itu.

Anin membalas dengan erat pelukan kakaknya, ia juga sama rindunya dengan sang kakak. Anin
meletakkan kepalanya di bahu kokoh abangnya, "Abang udah pulang dari kapan?" tanya Anin
sembari memejamkan kedua matanya menikmati pelukan hangat dari kakaknya.

"Udah dari tadi keles, kamunya aja yang kebo. Sana gih kamu mandi dulu habis itu langsung
kebawah, kita makan malam." pemuda itu berniat untuk mengurai pelukannya.

"Bang Hero entaran ih! Aku masih kangen." ucap Anin sembari mengeratkan pelukan di leher
abangnya, seolah tidak mau lepas. Hero Haider Andreas, anak pertama dari pasangan Geovano
Andreas dan Olivia Svetlana Athena.

"Manja." ledek Hero sembari tertawa kecil melihat tingkah adiknya. Hero mengelus punggung
adiknya dengan sayang, sesekali mencium surai Anin.

"Biarin!"

"Sana mandi, abang mau kebawah dulu nyamperin daddy." ucap Hero lalu mencium kening Anin
sebentar.

Anin mengerucutkan bibirnya namun tak ayal mengambil handuk lalu berjalan menuju kamar
mandi sambil mengehentakkan kedua kakinya.

"Bocah." ucap Hero menggelengkan kepalanya lalu berjalan menuju ruang makan di lantai satu.

•••
TBC!

YEYYYYYY Akhirnya yang kalian udah tunggu tunggu! Kita ketemu juga sama babang
Hero<3 Gimana suka ga sama part ini? semoga suka ya❤️

PLIS KALIAN JANGAN BOSEN SAMA CERITAKU YAAA HAHAHAHAHA


Ini Babang Hero yang sayang banget sama adiknya🥺

Mungkin kalo kalian sadar, di part Argos sama Stelios kumpul ngga ada keluarga Hero
yang muncul. Sekarang udah tau alasannya kan? hihi.

Sebenarnya aku ngga ada niatan buat update hari ini, cuman karena kebetulan otak aku
emang lagi jalan jadi ya terobos aja😭

210 vote and 250 comments for next part! Pasti bisa❤️

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan sosial media kalian yaa❤️

Jangan lupa buat follow ig author juga @/gekdindaa._

See u next part❤️

RAYAN PART 20
Hallo! Jangan lupa buat vote sebelum membaca dan komen di setiap paragraf yaa❤️OH
IYA HAPPY 50K READERS😭😭❤️❤️NANGES BANGET, GA NYANGKA:((((((

Oh iya disini juga aku mau meluruskan tentang part 13 yang dimana aku sempet bilang
kalau Vano itu wakil Argos. Sekarang aku ubah ya teman-teman, Vano itu hanya jadi
ketua dan pendiri dari Stelios yaa. Mungkin pas nulis part 13 itu otakku agak sedikit
ngelag jadinya ngelantur nulisnya😭🙏  Dan part 13 juga udah aku revisi, mungkin
beberapa dari kalian revisi nya ga keliatan. So jangan bingung ya pas baca part ini<3

Guys, tolong kasih tau kalau misalnya kalian MUNGKIN ngerasa kalimat yang aku pakai
itu belibet atau susah kalian pahamin, let me know ya🤗 Biar bisa aku perbaiki di part-part
selanjutnya<3

Dan aku mau nanya. Sejauh ini, ceritaku masih nyambung ga sih? tolong komen yaaa😭

Part ini uwu uwuannya secuil dulu ya guys, semoga kalian tetep suka❤️

Kalian baca part ini sambil ngapain?👉🏻

Happy reading❤️

•••
"Adik kamu mana?" tanya Vano setelah melihat Hero turun seorang diri.

"Lagi mandi dad." Hero berjalan menuju meja makan besar berbentuk lingkaran itu, lalu
mengambil tempat di samping kanan daddy nya.
"Gimana keadaan Stelios?" tanya Vano. Vano adalah ketua angkatan pertama sekaligus pendiri
Stelios.

Vano, Raskal dan Arion sudah bersahabat sejak mereka kecil, keluarga Delano sudah
menganggap Vano bagian dari keluarga mereka, begitupun sebaliknya.

Maka tak heran mengapa Argos dan Stelios menjadi sangat dekat sampai sekarang. Wong para
sesepuhnya aja udah kayak saudara.

"Baik, untuk sejauh ini." ucap Hero sambil mengambil toples kaca berisi kacang. Hero
mengambil beberapa kacang lalu memasukan ke dalam mulutnya. Sembari ia menguyah,
pikirannya melayang saat melihat perban yang melilit telapak tangan adiknya tadi.

"Pelakunya udah ditemuin?" tanya Hero dengan aura yang berbeda.

Vano menggelengkan kepalanya, "Belum, tapi anggota Argos dan juga Arion sedang berusaha.
Karena mau bagaimanapun, target yang sebenarnya adalah Rayland bukan Anin. Daddy yakin,
ini ulah salah satu dari musuh Arion." ucap Vano dengan ekspresi rumit. Ia menghela nafas
mengingat kejadian yang menimpa anak bungsunya.

"Kita fokus saja menjaga adik kamu. Setelah ini tidak menutup kemungkinan adik kamu bisa jadi
sasarannya, terlebih lagi kalau dalang dari semua ini sampai tau kalau Anin anak daddy." lanjut
Vano.

Bekerja sebagai seorang pemimpin perusahaan besar sekaligus mafia, sudah pasti Vano juga
memiliki banyak musuh. Maka dari itu ia menjaga mati-matian identitas anak perempuannya
agar tidak terdengar sampai ke telinga musuhnya.

Mendengar ucapan Vano, secara tidak sadar Hero mengeraskan rahangnya. Nyawa adiknya
sewaktu waktu bisa dalam bahaya. Hero bersumpah dalam hati, ia akan memberikan pelajaran
dengan kejam jika ada yang menyakiti adiknya walau seujung kuku.

Dikenal sebagai pribadi yang bijaksana dan berwibawa, Hero juga dikenal oleh para anggotanya
sebagai titisan Dewa Hades jika sudah membantai para musuhnya. Ia akan menjadi orang yang
haus akan darah dan tidak mengenal ampun jika ada yang mengusik keluarga atau orang
terdekatnya.

"Dad, is it okay kalau misalnya aku minta bantuan anggota Stelios buat jaga Anin dari jauh?
Kebetulan ada beberapa anggota yang satu sekolah dengan Anin, aku gabisa tenang dad." tanya
Hero dengan raut gelisahnya.

Vano menganggukkan kepalanya, "But, don't tell all of them. Kita gatau siapa di dalam Stelios
yang menjadi pengkhianat atau ngga. Kasi tau orang orang yang kamu percaya aja. Ngerti?"
Hero mengerti, menyanggupi ucapan daddy nya. Tatapan Hero berbalik menatap ke arah tangga
dimana Anin sedang melangkahkan kakinya dengan kaos kaki yang yang menghiasi kedua
telapak kakinya.

Hero tertawa kecil, kebiasaan adiknya ini memang tidak pernah hilang.

Anin berjalan menuju ke arah Hero dengan langkah gontai dan tak lupa dengan raut
cemberutnya. Hero dan Vano menaikkan sebelah alisnya ingin tertawa melihat raut wajah Anin.
Tanpa sepatah kata, ia naik ke atas pangkuan abangnya lalu memeluk leher Hero dengan erat.
Kebiasaan Anin jika sedang manja dengan Hero.

"Cih manja." ucap Vano dengan wajah tengilnya.

"Cih iri." sahut Anin dengan raut meledeknya menatap Vano.

Hero tertawa keras dengan tangan besarnya yang masih mengusap punggung adiknya pelan.
Anin dan daddy nya memang selalu seperti ini, mereka sudah sering memperdebatkan hal hal
yang tidak penting. Perdebatan anak dan ayah ini sudah terjadi semenjak Anin baru mulai bisa
berbicara lancar.

Masih melekat di otak Hero bagaimana daddy nya meledek Anin yang masih berumur 4 tahun.
Anin berusaha keras membalas balik ledekan daddy nya walaupun masih berbicara dengan cadel.
Adu mulut terjadi. Karena Anin yang sudah terlampaui emosi dan adiknya saat itu hanya
memiliki tinggi hampir sepinggang Vano, akhirnya Anin memukul area sensitif Vano dengan
tangan kecilnya.

Hero mengulum bibirnya agar tidak tertawa keras mengingat kejadian itu. Ternyata sampai
sekarang mereka masih sering berdebat karena hal-hal kecil.

Hero melepaskan pelan tangan Anin yang melingkar di lehernya. Ia mengusap wajah Anin lalu
merapikan rambut adiknya.

"Makan dulu." Hero mengangkat adiknya dari pangkuan, lalu memindahkan Anin ke kursi di
sampingnya.

Melihat adiknya kesusahan mengambil nasi dengan satu tangan, Hero beralih mengambil sendok
nasi dan piring Anin.

"Segini cukup?" Anin menganggukkan kepalanya.

Mereka makan malam diselingi obrolan obrolan kecil dan perdebatan antara Vano dan Anin.
Hero sebagai penonton setia hanya memperhatikan mereka dengan santai sambil menyuapkan
Anin dessert tiramisu kesukaan adiknya.

•••
"Kayaknya kelas kita bakalan kedatangan murid baru." celetuk Aura membuat kedua sahabatnya
menoleh.

"Lo dapet berita dari mana?" tanya Anin heran.

"Bukan berita sih, lebih tepatnya gue lihat sendiri tu anak baru lagi ngomong sama wali kelas
kita di ruang guru." jelas Aura.

"Lo ngapain ke ruang guru pagi pagi gini?" tanya Abel.

"Ngumpul tugas pak Agung hehehe." jawab Aura cengengesan.

"Cewek atau cowok Ra?" tanya Anin.

"Jantan kiw. Ganteng anjir." ucap Aura sambil tersenyum mesem mesem. Abel dan Anin
memutarkan bola matanya malas, Aura akan menjadi seperti cacing kepanasan jika bertemu
cogan.

Bel sekolah sudah berbunyi menandakan mereka harus segera melaksanakan rutinitas pagi, yaitu
berdoa dan bernyanyi Indonesia Raya.

Mata pelajaran pertama hari ini adalah Sosiologi. Anin menyukai mata pelajaran ini yang dimana
ia bisa berpikir menggunakan logikanya. Tak lama kemudian, datang Bu Santi selaku wali
kelasnya bersama dengan seorang pemuda yang berjalan di belakangnya.

"Anak-anak mohon perhatiannya! Hari ini kalian kedatangan murid baru pindahan dari Bandung.
Ibu harap kalian bisa berteman baik dengannya, silahkan perkenalkan diri kamu nak." ucap Bu
Santi mempersilahkan pemuda itu untuk memperkenalkan dirinya.

Pemuda itu menghela nafas pelan, gugup. Ia mengedarkan pandangannya melihat wajah wajah
teman barunya. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak terasa gatal.

"Aldebaran Auzora, delapan belas tahun." ucap pemuda itu singkat. Ia meringis pelan, bingung
harus memperkenalkan diri seperti apa.

Salah satu siswa mengangkat tangannya, "Kamu ada pertanyaan Bima?" tanya Bu Santi.

Bima menganggukkan kepalanya, "Nama panggilan lo apa?"

Al tersenyum singkat, "Al, panggil gue Al."

"Baik Al, kamu bisa duduk di sebelah Edo. Edo angkat tanganmu!" ucap Bu Santi.

Al mengedarkan pandangannya mencari teman sebangkunya, dan terlihatlah Edo yang


mengangkat tangannya. Belakang dan pojok, kata yang cocok untuk mendekripsikan area tempat
duduknya.
Al mengucapkan terima kasih kepada Bu Santi lalu berjalan menuju tempat duduknya. Saat
melewati Anin, Al memelankan langkahnya dan memperhatikan gadis itu sekilas.

"Berhubung kalian hari ini dapat pelajaran Sosiologi untuk jam pertama, Pak Joko sudah
menitipkan tugas meringkas buku paket dari halaman 210-216. Beliau hari ini tidak bisa hadir 
karena ada urusan ke dinas. Tugas akan dikumpulkan minggu depan, jadi kerjakan dengan baik.
Kalian jangan ribut, ibu keluar dulu. Selamat pagi!" ucap Bu Santi lalu pergi meninggalkan
kelas.

Aura datang ke arah meja Anin dan Abel lalu menjerit pelan, "Aaaaa ganteng banget!" ucap
Aura sambil menggoyang goyangkan lengan Abel dan matanya yang menatap ke arah Al yang
sedang berbicara dengan Edo.

"Aura udah ah! kerjain dulu tugasnya." ucap Abel seperti seorang ibu yang memarahi anak
perempuannya.

"Ish iya iya!" Aura berjalan menuju bangkunya tapi matanya sekali sekali melirik ke arah Al.
Dasar pencinta cogan.

Anin menoleh kebelakang sebentar memperhatikan Al dan juga Edo. Ia mengernyitkan dahinya,
merasa tak asing dengan postur dari teman barunya ini.

•••
Bel istirahat baru berbunyi tetapi para anggota inti Argos, Bara serta Jay sudah sejak tadi
nangkring di meja kantin yang sudah di khususkan untuk mereka.

Dari kejauhan Rayland melihat Anin yang sedang berjalan tergesa gesa, ia memegang
pergelangan tangan Anin saat gadis itu melintasi area tempat duduknya.

"Mau kemana?" tanya Rayland.

Anin menatap wajah rupawan milik Rayland. "Ah, gue mau balik ke kelas. Aura ga bawa
minuman, jadinya gue beliin dulu." ucap Anin sembari menunjukkan menimuman yang berada
di tangan kanannya.

"Lo enggak makan? Sini makan bareng gue."

"Gue bawa bekal kok, jugaan gue mau makan di kelas. Soalnya sahabat gue pada lagi ga mau
desak desakan. Sorry Ray." ucap Anin dengan raut tak enak karena menolak ajakan Rayland.

"No, it's okay." Rayland mengelus surai Anin lalu menepuk pundak gadis itu sebentar. Ia
tersenyum tipis.

"Em, kalo gitu gue ke kelas duluan ya. Takut waktu istirahat habis, bye!" Anin berlari kecil
meninggalkan area kantin. Rayland terkekeh kecil lalu kembali ke tempat duduknya.
"Lancar ya Ray, uhuy!" ucap Athan menaik turunkan alisnya, seolah menggoda Rayland. Ray
mengibaskan tangannya tak peduli.

"Gue mau beli minum, lo pada ada yang mau nitip kaga?" tanya Naden yang akan beranjak dari
duduknya.

"Gue Den, susu cokelat ye." ucap Alex menyengir.

Naden mengadahkan telapak tangan kanannya. "Duit mana?"

"Ya elah, traktir gue napa. Susu cokelat doang, lo kan sultan Den. Itung-itung nambah pahala
membantu orang." ucap Alex dengan wajah melas.

"Suka ga ngaca anak monyet!" Bara yang sedari tadi menyimak, ikutan kesal dengan Alex. Anak
itu kadang suka ga ngaca kalau ia juga tajir melintir. Memiliki tanah luas dimana mana tak lupa
keluarga nya yang memiliki usaha perhotelan bintang lima yang sudah tersebar di Indonesia
maupun luar negeri dan masih banyak lagi usaha yang di miliki keluarga Alex. Bara jadi greget
sendiri.

Jay mengusap kasar wajah Alex yang duduk di sampingnya, "Najis, ga cocok muka lo kayak
begitu."

Malas berdebat dengan titisan setan, Naden memilih mengiyakan. Toh satu susu kotak tidak ada
apa apa nya. Ia bisa saja langsung membeli langsung dengan pabriknya.

"Bodo amat! Asal lo pada tau, yang traktiran itu lebih nikmat." ucap Alex sembari menjulurkan
lidahnya.

Tidak mengindahkan perdebatan yang terjadi di mejanya, Rayland dan Leo sibuk memakan
makanan mereka dengan tenang. Beda lagi dengan Athan yang sedang serius dengan kerjaan
mengupas kulit kuacinya. Mereka sudah terbiasa dengan perdebatan antara Alex dan anggota
yang lain, mereka tidak merasa terganggu sama sekali.

Leo yang sudah menyelesaikan kegiatan makannya, mengedarkan pandangan ke penjuru kantin.
Ramai, satu kata yang dapat menggambarkan keadaan kantin.

Leo menyipitkan matanya saat melihat wajah asing yang baru datang memasuki kantin, ia
menyikut lengan Ray pelan. Rayland menoleh sembari mengangkat sebelah alisnya seolah
bertanya "Kenapa?"

Rayland mengikuti arah pandang Leo, ia mengerutkan keningnya. Lalu tak lama kemudian, ia
tersenyum menyeringai.

Gotcha!

Leo yang peka dengan ekspresi sahabatnya, bertanya pada Rayland. "Lo kenal?"
"Nope." Rayland menggelengkan kepalanya.

"Tapi, kita akan mengenal dia." lanjut Rayland dengan tatapan menusuk mengikuti setiap
pergerakan Al. Perkataannya seakan tersirat makna, entah itu baik atau buruk. Hanya Tuhan dan
Rayland yang tahu.

•••
TBC!

Gimana part ini? suka ngga? aku harap kalian suka yaaa❤️

Jujur nulis part kali ini agak ga pede, karena aku juga nulisnya dalam keadaan mood
swing huhu. Tapi karena aku gamau kalian nunggu terlalu lama, jadi aku usahain buat
nulis. Semoga kalian tetap suka yaa❤️

Maaf aku baru bisa up sekarang:(

240 vote and 250 comments for next part please? PASTI BISA❤️

Nih kalau kalian penasaran sama visual dari Bara<3

GANTENG BANGET GA ZIE?!😭

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian<3

Jangan lupa juga buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part❤️

RAYAN PART 21
Hallo! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaa❤️

Terimakasih buat kalian yang masih setia sama cerita absurdku huhu😭

Kalian kelas berapa? atau ada yang udah lulus?👉🏻

Happy reading❤️
•••
Argh!

"LUNA! LO APA APAAN SIH?!" marah Aura saat melihat Luna menyenggol bahu Anin
dengan kuat secara sengaja.
"Lah? lo napa marah sama gue? salahin aja sahabat lo yang jalan ga pake mata." ujar Luna tidak
peduli sembari memperhatikan jari jari lentiknya.

"Goblok, dimana mana orang jalan pake kaki." celetuk Anin pedas.

"Udah udah. Anggep aja dia orang gila yang lepas dari kandangnya, yuk kita ke kelas." lerai
Abel.

Sebelum mereka meninggalkan Luna, Anin mengambil kesempatan untuk menginjak punggung
kaki Luna dengan sepatu mahalnya.

"AH SAKIT! MAKSUD LO APAAN JALANG?!" wajah Luna sudah merah padam. Mungkin
jika digambarkan dengan animasi, hidung dan telinganya akan mengeluarkan asap seperti
banteng.

"Satu sama." ujar Anin tersenyum miring.

Anin dan kedua sahabatnya berjalan meninggalkan Luna yang sedang meneriakkan sumpah
serapahnya.

Diperjalanan menuju kelas, Anin berpapasan dengan Al yang sedang berjalan seorang diri. Aura
yang melihat keberadaan Al, merapikan penampilannya.

Aura menyampirkan sejumput rambutnya ke belakang telinga, "Hai Al." sapa Luna dengan
senyuman manis dan lugunya.

"Oh hai?" Al menggantungkan ucapannya karena tidak mengetahui nama gadis didepannya ini.

"Aura. Panggil aja Aura, kalo sayang juga boleh hehe." ucap Aura cengengesan. Anin dan Abel
yang memperhatikan keduanya, ingin muntah melihat lagak Aura yang sok anggun seperti
sekarang.

"Hai, Aura." sapa Al kembali dengan suara beratnya. Aura rasanya ingin jungkir balik sekarang
juga mendengar suara berat itu menyebutkan namanya.

"Oh iya kamu mau ke kelas?" tanya Aura lembut.

"Gue mau ke perpustakaan. Mau ngambil buku sejarah sama geografi." ucap Al dengan
tersenyum walaupun sedikit canggung.

Aura rasanya ingin pingsan saja melihat senyuman manis yang terpampang jelas di depannya.

"ET ET ITU MULUT DI TUTUP. JIGONG LO KEMANA MANA!" Alex yang baru datang
langsung mengusap kasar wajah Aura.
"KURANG AJAR LO ALEX!" Aura menggigit tangan Alex yang tadi mengusap wajahnya
dengan kasar.

"ARGH! HEH BOCAH LEPASIN GAK?!" Alex berusaha menyingkirkan Aura yang saat ini
sedang menggigit lengannya.

Sungguh, wajah keduanya saat ini tidak terkontrol. Hilang sudah kesan polos dan anggun yang
Aura tunjukkan di depan Al tadi.
Athan memegang perutnya yang sudah kram karena tertawa melihat pertunjukkan di depannya
ini. Ia mengeluarkan ponselnya lalu memotret kelakuan Aura dan juga Alex.

Tidak memperdulikan sahabatnya yang sedang menjadi korban penganiayaan, Rayland berjalan
menuju Anin yang masih terbengong melihat kelakuan Aura.

"Hey." bisik Rayland tepat di telinga kiri Anin.

"Ray! Ngagetin aja."

"Dia, murid baru?" tanya Rayland sembari menunjuk Al menggunakan dagunya.

Anin menganggukkan kepalanya. "Hm, dari tiga hari yang lalu." jawab Anin.

Rayland memperhatikan Al dari atas hingga bawah dengan tatapan dinginnya. Al merasakan
aura tidak mengenakkan di sekitarnya. Ia mengedarkan pandangannya, lalu tatapannya bertemu
dengan iris cokelat tajam milik Rayland.

Al buru buru mengalihkan pandangannya. Melihat Al yang terlihat seperti orang yang ketakutan,
Ray tersenyum menyeringai. Ray sudah terlebih dahulu mengetahui semuanya, ia akan
membiarkan Al menikmati waktu bebasnya.

Setelah puas, Aura melepaskan gigitannya dari lengan Alex. Ia tersenyum menyeringai melihat
Alex yang sedang meniupkan jejak gigitan Aura.

"Rasain lo. Dasar bocah gendeng! Huh." Aura mengibaskan rambutnya lalu berjalan menuju
kedua sahabatnya yang hanya mematung melihat kelakuannya.

"Ekhem! Al kita duluan ya, sampai ketemu di kelas hehehe." pamit Aura dengan senyuman
manisnya seolah kejadian tadi tidak pernah terjadi. Al menganggukkan kepalanya kaku lalu balas
melambaikan tangannya.

"Gue duluan Ray." Ray tersenyum tipis lalu mengacak sebentar puncak kepala Anin.

"GUE BALES LO AURA!" teriak Alex saat melihat punggung Aura yang sudah menjauh. Aura
yang masih mendengar teriakan Alex hanya membalas dengan menunjukkan kedua jari
tengahnya.
Merasa ada hawa yang mematikan di sekitarnya, Al memilih untuk segera melangkahkan
kakinya meninggalkan para inti Argos.

"Aneh." gumam Leo memperhatikan Al yang sudah berjalan dengan terburu buru.

•••
"He's what we are looking for." ucap Ray sembari duduk disalah satu sofa empuk yang berada di
ruang tamu mansionnya.

"Siapa yang lo maksud?" ucap Naden heran.

Ray meletakkan punggungnya di senderan sofa agar rileks. Jari telunjuknya mengetuk pinggiran
gelas kecil berisi wine yang berada di tangan kanannya.

Rayland menyeruput sedikit wine di gelasnya lalu memperhatikan wajah penasaran keempat
sahabatnya. Ia menaikkan sebelah alisnya lalu tersenyum miring.

"Al, that new student." ucap Rayland singkat.

"Maksud lo, dia pelaku penyerangan di cafe?" tanya Athan dengan hati-hati.

Rayland menjetikkan jarinya, "Absolutely."

"But how?" tanya Leo dengan penasaran yang amat sangat.

"Kenapa lo bisa berpikir kalau dia pelaku penyerangan di cafe? His name is Al, make no sense
with that car plate tho." ucap Alex. Ia sedikit tidak percaya. Tapi ini Rayland, perkataannya tidak
pernah salah. Rayland pasti sudah menyelidikinya dengan matang.

Trans : Namanya Al, tidak masuk akal dengan plat mobil itu.

Rayland tersenyum tipis, ia sudah menduga reaksi sahabatnya akan seperti ini. Ia beranjak lalu
berjalan menuju salah satu meja yang terdapat di ruang tamu tersebut.

Rayland kembali dengan ipad yang berada di genggamannya. Lalu ia duduk kembali di sofa dan
mengotak atik isi ipad itu.

Rayland memberikan ipad nya kepada Alex setelah terpampang identitas seseorang di layarnya.
Yang lain mendekat ke arah Alex dan melihat dengan seksama.

"Nama lengkapnya Aldebaran Auzora. Orang orang disekitarnya manggil dia Bara, bukan Al.
Tulisan di plat mobil itu  B4124 AZ yang berarti Bara Auzora. Nama Bara diambil dari huruf
tengah AldeBARAn dan AZ diambil dari singkatan yang merupakan marga keluarganya." jelas
Rayland santai. Rayland mengambil kembali ipad yang berada di tangan Alex lalu mencari salah
satu rekaman cctv.
"Tapi gimana bisa lo ngenalin wajahnya? sedangkan di cctv yang Athan kasih ke kita, itu cuman
memperlihatkan bagian belakang mobilnya aja." tanya Naden dengan kesan menuntut.

Rayland menganggukkan kepalanya, " Setelah Athan ngasih gue cctv di cafe, gue langsung
ngeretas cctv yang ada di toko seberang cafe. Kebetulan letak cctv di toko itu dapat merekam
jelas bagian depan mobil Al dan hal itu juga yang membuat gue dapat dengan jelas melihat muka
pelakunya." ucap Rayland sembari sibuk mencari rekaman cctv di ipad nya. Sebenarnya ia malas
untuk berbicara panjang seperti sekarang, tapi ia harus melakukannya.

Setelah menemukan rekaman cctv yang dimaksud, Ray memberikan kembali ipad itu kepada
keempat sahabatnya. Para anggota inti dapat melihat rekaman cctv berisi Al yang berlari dengan
tergesa gesa meninggalkan cafe menuju mobil BMW berwarna hitam dengan masker hitamnya
yang sudah ia turunkan se-dagu sehingga mereka dapat melihat wajahnya dengan jelas.

"Anjing!" desis Alex.

"Ni anak juga goblok banget. Parkir mobil di sekitar cafe terus masker diturunin lagi, ck." Athan
berdecak tidak habis pikir, kenapa bisa ada orang sebodoh ini?

"Lo udah tau dia pelakunya dari kapan? dan kenapa baru bilang sekarang?" tanya Naden.

"Seminggu yang lalu, cuman nunggu waktu yang tepat aja." jawab Ray dengan datar.

"Harusnya tadi lo ga lepasin dia gitu aja." ucap Alex kesal.

"Biarin dia nikmatin waktu bebasnya." Leo akhirnya mengeluarkan suaranya setelah diam sedari
tadi.

Rayland tersenyum menyeringai mendengar ucapan Leo. Itu yang ingin dia dengar.

"Yang dibilang sama Leo juga bener. Kita ga boleh gegabah. Biarin Al nikmatin waktu bebas
nya dulu sebelum masuk ke dalam ruangan hitam di markas. Kita juga harus ngasih tau hal ini ke
om Arion sama om Vano dulu."

Ruangan hitam yang dimaksud Athan adalah ruang penyiksaan yang berada di markas Argos,
letaknya dibawah tanah. Ruangan itu memiliki dinding bercat hitam sehingga menimbulkan
suasana gelap dan remang remang. Berbagai senjata lengkap berada di ruangan itu.

"Jadi ini yang lo maksud kalau kita bakalan mengenal Al?" tanya Leo.

Rayland menganggukkan kepalanya santai. Leo mengerti sekarang, sudah dipastikan makna
yang tersirat dari perkataan Rayland waktu itu adalah buruk.

•••
"Dad, Anin udah tau yang sebenarnya?" saat ini Hero dan Vano sedang berada di balkon kamar
milik Vano.
Vano tidak menjawab. Ia hanya memfokuskan pandangannya ke arah taman luas yang berada di
mansionnya sembari menikmati sang surya yang mulai tenggelam.

"Dad, aku tahu sulit untuk memberitahu Anin yang sebenarnya. Tapi dia juga berhak tau dad."
lanjut Hero.

Vano menggelengkan kepalanya pelan, "Daddy masih belum siap Hero. Daddy belum siap buat
menerima reaksi Anin nanti. Daddy gamau anak daddy itu tambah terpuruk. Cukup dulu aja
daddy ngelihat dia hampir bunuh diri karena kehilangan mommy." ucap Vano sembari menahan
air matanya yang memaksa ingin keluar. Ia nyaris kehilangan malaikatnya lagi saat itu.

Bayangkan saja seorang anak perempuan berumur delapan tahun sudah melakukan percobaan
bunuh diri. Vano ketakutan setengah mati sampai ia gemetar saat melihat Anin yang berada di
gendongannya dengan keadaan pingsan dan tangan yang sudah berlumuran dengan darah.

Hero memejamkan kedua matanya sejenak, "Daddy, i know you can. Anin berhak tahu kalau
mommy bukan meninggal karena sakit. Tapi karena di bunuh. Dad, ini udah saatnya Anin tahu
sebelum dia tau dari mulut orang lain dad. Kita bisa ngomongin ini pelan-pelan sama Anin. Aku
janji bakalan ngawasin dia supaya ga bertindak kayak dulu lagi." ucap Hero penuh dengan
penekanan.

Vano menatap Hero dengan tatapan kosong. Ia bingung. Ia mengkhawatirkan reaksi Anin nanti
saat mengetahui yang sebenarnya. Vano tahu ini salah, tetapi tidak ada pilihan lagi. Ia masih
tidak siap untuk memberitahu yang sebenarnya.

Anin hanya mengetahui bahwa mommy nya tiada karena penyakit. Saat kejadian itu ia tidak
tinggal bersama Vano, tetapi bersama mama dan papa dari Olivia di England selama satu tahun.
Vano tidak kuat untuk memberitahu Anin yang sebenarnya pada saat itu.

Sedangkan, Hero menjadi saksi mata bagaimana laki-laki tidak dikenal itu menerobos masuk ke
dalam mansionnya dan mommy nya yang berusaha keras melindungi dirinya akhirnya terkena 2
tembakan tepat di jantung dan juga pinggang sebelah kiri.

Vano sangat terpuruk saat itu, ia merasa tidak becus menjaga keluarga kecilnya sampai
kehilangan istri nya. Keluarga Delano dan orang tua nya selalu menguatkan Vano disaat ia
terpuruk kala itu. Vano seperti akan gila saat itu, tetapi ia sadar masih memiliki 2 anak yang
harus ia kuatkan. Vano berusaha untuk tegar.

Keluarga Olivia sendiri sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, hanya Anin yang belum
mengetahuinya.

"Dad, you can trust me." lanjut Hero yang disetiap katanya berisi penekanan.

Vano tersenyum lesu, ia menghela nafas pelan. "Oke, bakalan daddy coba."

Hero memeluk daddy nya dengan erat, ia merasakan apa yang dirasakan oleh Vano saat ini.
•••
TBC!
Gimana part ini? suka ngga? semoga suka yaa teman teman❤️

Ceritaku masih nyambung nyambung aja kan ya?😭

Satu hal yang harus kalian tahu, aku itu pencinta happy ending🙏Aku saranin, kalian baca
cerita ini chill aja okkk❤️JANGAN TEGANG TEGANG WKWKWKWK

260 vote and 250 comments for next part!❤️PASTI BISA<3

Si anak baik❤️

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian ya❤️

Jangan lupa buat follow ig author juga @/gekdindaa._

See u next part❤️

RAYAN PART 22
Hallo semuanya! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein setiap paragraf yaa❤️

THANK YOU SO MUCH TEMAN TEMAN😭😭😭❤️❤️❤️❤️❤️❤️❤️Sebagai hadiah


untuk kalian, aku update sekarang deh🥰

Semoga kalian ga bosen sama ceritaku yaa hehehe<3 Di part ini kita have fun dulu ya,kita
nyanyi dulu hihi.

Happy reading❤️
•••
"Nin, lo main alat musik apa?"

Anin menoleh menatap temannya yang sedang duduk di sampingnya, Keymila teman satu
ekstrakurikulernya. Anin dan kedua sahabatnya mengikuti ekstra yang berbeda. Kedua sahabat
Anin mengikuti ekstra dance sedang Anin mengikuti ekstrakurikuler musik.

"Gue main gitar Key." jawab Anin. Kebetulan luka di tangan kiri Anin sudah mengering dan
tidak perlu memakai perban lagi, jadi ia sudah bisa memainkan alat musiknya kembali.

Saat ini mereka sedang berada di dalam ruangan khusus ekstrakurikuler musik. Hari ini akan
dilaksanakan praktek rutin yaitu menyanyi dan juga bermain musik untuk mengetahui kembali
kemampuan para murid.
Di ruangan luas ini sudah terdapat sekitar lima puluh peserta yang akan melakukan praktek kali
ini.

"Halo semuanya! Selamat siang. Untuk praktek kali ini, kita tidak akan melakukannya di
ruangan ini tetapi di basketball court yang indoor. Kebetulan disana juga terdapat panggung dan
juga sound system yang bagus. Hal ini dilakukan supaya kalian bisa terbiasa untuk bernyanyi
diatas panggung dan sekalian juga untuk melatih mental kalian. Jadi, jangan lupa bawa alat
keperluan kalian, jangan sampai ada yang ketinggalan. Sekarang kita menuju kesana, let's go
student!" ucap Bu Desi selaku guru pembina untuk ekstrakurikuler musik.

"Mampus! Anin gimana nih? gue demam panggung. Ini aja gue udah keringat dingin, apa gue
kabur aja ya Nin?" Key merengek kepada Anin. Masalahnya, ia demam panggung dan akan
gemetar jika tampil di depan orang banyak.

"Heh! Ga boleh! Coba dulu Key, pasti bisa. Sekarang tenangin diri lo dulu, rileks. Tarik nafas,
buang. Gue yakin lo pasti bisa." Anin mencoba untuk menyemangati temannya ini dengan
memberi kata kata semangat sembari mengusap bahu Key.

Key mengikuti instruksi Anin untuk rileks lalu menghembuskan nafasnya pelan.

"Huft, udah mendingan." ucap Key dengan sedikit lebih santai.

"Good! Yuk sekarang kita ke aula. Temen temen udah pada kesana duluan." Anin pun
menggendong tas gitarnya di kedua bahunya, lalu menggenggam tangan Key agar ketakutan
temannya ini semakin berkurang.

•••
Sesampainya di aula, ternyata suasana disana sudah lumayan ramai. Beberapa kursi sudah
berjejer dengan rapi di tengah tengah ruangan besar tempat pelatihan basket ini. Terdapat
beberapa siswa ekstrakurikuler basket yang mungkin sudah selesai melakukan kegiatannya.

Anin dapat melihat Rayland dengan ketiga sahabatnya dan anak anak basket yang lain sedang
duduk di atas tribun sembari menyeka keringat menggunakan handuk kecil. Anin tidak melihat
Athan, mungkin anak itu tidak mengikuti ekstra basket seperti keempat sahabatnya.

Anin dan Key mencari tempat duduk yang berada di tengah-tengah. Anin meletakkan tas
gitarnya di bawah lalu membukanya untuk mengambil gitar kesayangannya. Anin mendapatkan
no urut 15 sedangkan Key no urut 13. Selagi ada waktu, Anin dan peserta yang lain melakukan
latihan untuk memantapkan penampilannya nanti.

Begitu juga dengan Key yang sedang menghafalkan kembali tuts piano sembari menggerakkan
jari jarinya. Bagusnya, untuk anak anak yang ingin memainkan piano atau drum, alat tersebut
sudah di sediakan oleh sekolah.
"Baik anak anak. Prakteknya akan kita mulai sekarang dari nomor urut satu. Untuk yang merasa
nomor urut satu, ibu persilahkan untuk menuju ke atas panggung." ucap Bu Desi dengan mic
yang berada di tangan kanannya.

Anin mengedarkan pandangannya sembari bertanya tanya siapakah yang mendapatkan nomor
urut pertama itu. Tak lama kemudian, berdirilah seorang murid laki laki dengan membawa kedua
stick drumnya.

Tatapan Anin tidak sengaja bertemu dengan mata tajam milik Rayland. Pemuda itu tersenyum
sangat tipis sembari menggerakan sedikit bibirnya, "Semangat." kata yang dapat Anin tangkap
dari gerakan bibir Rayland.

Anin tersenyum sembari menganggukkan kepalanya lalu mengalihkan pandangannya ke arah


panggung. Praktek pun di mulai, Anin selalu memperhatikan dengan baik setiap murid yang
sedang memberikan penampilan terbaiknya.

Tibalah saat dimana nomor urut 15 dipanggil oleh Bu Desi menggunakan mic nya, yang dimana
nomor itu adalah nomor urut milik Anin.

"Semangat Anin!" bisik Key sembari mengangkat kedua tangannya yang terkepal. Anin
tersenyum lalu mengangkat jari jempolnya sebagai balasan.

Anin menarik nafasnya pelan lalu menghembuskannya untuk menghilangkan kegugupan yang
tiba tiba menyerangnya.

Anin membawa gitarnya lalu berjalan menuju panggung. Suasana tiba-tiba terasa sunyi, hanya
terdengar suara ketukan sepatu Anin yang bergema.

Anin duduk di kursi yang sudah disiapkan lalu membenarkan letak standing mic agar sesuai
dengan letak bibirnya. Anin dibantu oleh salah satu kakak kelas laki-laki nya untuk
menyambungkan suara gitarnya ke sound sistem yang sudah tersedia.

"Makasih kak." bisik Anin yang dibalas dengan anggukan oleh kakak kelasnya itu.

Setelah merasa letak standing mic sudah pas Anin melakukan tes sound terlebih dahulu sebelum
memulai penampilannya. Anin memangku gitarnya lalu mencari posisi yang sekiranya cukup
nyaman.

"Selamat siang semuanya. Perkenalkan nama saya Anin dan hari ini saya akan membawakan
lagu berjudul Slow Dancing in A Burning Room by John Mayer. Hope you guys enjoy my
performance." ucap Anin dengan suara lembutnya disertai senyuman.

(Play lagu di mulmed biar dapet feelnya yaa❤️)

Anin mengawali dengan jari jarinya yang memetik setiap senar gitarnya dengan lihai. Ia
memejamkan matanya untuk menghayati permainan gitarnya, lalu mulai bernyanyi.
It's not a silly little moment
It's not the storm before the calm
This is the deep and dying breath of
This love that we've been working on

Anin bernyanyi dengan penghayatan yang cukup bagus sehingga membuat para penonton ikut
menikmatinya.

"Itu Anin?" tanya Alex. Ray hanya menjawab dengan deheman sedangkan pandangannya sibuk
menatap lekat ke arah seorang gadis yang sedang bernyanyi sambil memangku gitarnya itu.

Can't seem to hold you like I want to


So I can feel you in my arms
Nobody's gonna come and save you
We pulled too many false alarms

Alex buru-buru mengeluarkan ponselnya lalu merekam penampilan Anin. Ia akan mempamerkan
rekaman ini kepada Athan. Sudah di pastikan Athan akan kesal dan mencak mencak sendiri
karena melewatkan penampilan live Anin.

We're going down


And you can see it too
We're going down
And you know that we're doomed
My dear
We're slow dancing in a burning room

Anin menatap ke arah seluruh penonton yang sedang menikmati penampilannya. Lalu
mengalihkan pandangannya ke arah jari jarinya yang sedang bergerak dengan lihai supaya dapat
menghasilkan melodi yang indah.

(Foto ini hanya ilustrasi ya)

I was the one you always dreamed of


You were the one I tried to draw
How dare you say it's nothing to me?
Baby, you're the only light I ever saw

Anin mengedarkan pandangannya ke atas tribun dan iris matanya bertemu dengan iris cokelat
terang milik Rayland yang sedang menatapnya dengan lekat. Ia sedikit tersenyum miring saat
menatap Rayland.

I'll make the most of all the sadness


You'll be a jerk because you can
You try to hit me just to hurt me
So you leave me feeling dirty
'Cause you can't understand

Rayland tidak ingin mengalihkan pandangannya barang sedikit pun. Ia terpaku melihat Anin
yang juga menatapkan sembari menyanyikan tiap tiap bait dari lirik lagu yang sedang
dibawakannya.

We're going down


And you can see it too
We're going down
And you know that we're doomed
My dear
We're slow dancing in a burning room

Key mengangkat ponselnya yang sudah memunculkan setitik cahaya kecil. Para penonton yang
lain mengikuti hal yang dilakukan oleh Key. Bahkan para anak anak basket juga melakukan hal
yang sama. Mereka semua mengangkat kedua tangan mereka dengan memegang ponsel dengan
salah satu tangan.

Para penonton menggerakkan kedua tangannya ke kanan dan ke kiri sembari ikut bernyanyi.
Anin yang melihat itu tersenyum kecil lalu lanjut menutup kedua matanya sembari menyanyikan
bait bait lirik yang sudah mendekati akhir lagu.

Don't you think we oughta know by now?


Don't you think we shoulda have learned somehow?
Dont you think we oughta know by now?
Dont you think we shoulda have learned somehow?
Don't you think we oughta know by now?
Don't you think we shoulda have learned somehow?
My dear
We're slow dancing in a burning room

Berakhir dengan petikan gitar yang disambut oleh tepukan tangan meriah oleh para penonton. Bu
Desi tersenyum cerah dan ikut memberikan tepukan tangan untuk penampilan Anin kali ini.
Penampilan Anin memang tidak pernah mengecewakan dan selalu mampu membuat para
penonton untuk ikut andil dalam penampilannya.

Setelah mengucapkan terima kasih, Anin berjalan menuju tempat duduknya.

"Anin! Lo keren banget!" ucap Key dengan semangat.

"Makasih Key! Lo juga keren tadi main pianonya. Ga gemeter lagi tadi."

"Untung banget si gue, tadi udah ga geter pas main pianonya." jawab Key dengan lega.
Sore pun mulai datang, praktek baru selesai saat jam 16.00. Anin sedang bersiap siap untuk
pulang, ia memasukkan gitarnya ke dalam tas gitar lalu menggendongnya. Sedangkan salah satu
tangannya menenteng tas sekolahnya yang berisi buku pelajar.

"Anin gue duluan ya. Kakak gue udah nunggu di depan. See you Anin!" pamit Key.

"Ah iya, hati-hati ya Key. See you too!" Anin melambaikan tangannya ke arah Key yang sudah
berjalan menuju pintu keluar.

•••
Sesampainya di depan gerbang sekolah nya Anin berniat untuk menelfon abangnya untuk
menjemputnya. Kebetulan hari ini Anin tidak membawa mobilnya karena tadi pagi ia berangkat
bareng dengan Hero.

Sebelum ia menelfon Hero, Rayland tiba tiba muncul di sampingnya lalu mengambil alih tas
gitar yang berada di gendongan Anin. Ray menyampirkan tas berisi gitar itu di bahu kanannya.

"Ray? Gue kira udah pulang."

"Pulang sama gue." ucap Ray dengan datar. Anin menatap penampilan Ray sebentar yang sudah
mengganti pakaian jersey nya dengan kaos putih polos.

Ray menjawil hidung Anin saat melihat tidak mendapat respon dari gadis di depannya ini.

Anin tersadar lalu menjawab, "Oke!" seru Anin menyetujui ajakan Rayland.

Mereka pun berjalan menuju mobil Lamborghini hitam milik Rayland yang sudah terparkir di
dekatnya. Ray membuka pintu mobil penumpang yang berada di belakang, lalu meletakkan tas
gitar milik Anin disana.

Anin sudah duduk manis di samping kemudi dengan seatbelt yang sudah ia pasangkan. Rayland
duduk di kursi kemudi, lalu mengambil kacamata hitamnya di laci mobil dan memakainya
karena merasa matahari sore ini akan membuatnya silau di perjalanan.

Lalu Rayland tancap gas meninggalkan area pekarangan sekolah. Anin yang sedang memainkan
ponsel, seketika menyadari sesuatu.

"Ray, alamat rumah gue bukan yang dulu lagi. Gue udah pindah, ntar gue tunjukkin jalannya."
ucap Anin setelah mengingat bahwa Ray belum mengetahui letak mansionnya. Ray
menganggukkan kepalanya mengerti.

"Belok kanan Ray." Rayland mengernyit sebentar sembari membelokkan stir mobilnya. Ia
merasa tak asing dengan jalan ini.

"Nah itu dia yang di tengah." tunjuk Anin ke bangunan megah mansionnya.
Ray mematung sejenak melihat bangunan megah di depannya, ini mansion milik Hero.

Setelah sampai di depan mansion Anin, Ray memberhentikan mobilnya. Lalu ia ikut keluar
untuk membantu Anin mengambil tas gitarnya di kursi belakang.

"Biar gue aja." ucap Rayland mencegah Anin untuk mengambil tas gitarnya.

"Thank you Ray." ucap Anin setelah menerima tas gitarnya lalu menggendongnya di kedua
bahunya.

Ray mencekal tangan kanan Anin saat melihat gadis itu akan melangkah masuk menuju halaman
mansion.

"Kenapa?" tanya Anin.

"Lo siapanya Hero?" tanya Ray dengan nada dinginnya dan raut wajah yang tidak bisa di artikan
oleh Anin. Rayland mengepalkan salah satu tangannya yang terbebas.

"Lo kenal kakak gue?" tanya Anin heran.

"Kakak? Maksud lo Hero itu kakak kandung lo? Abang lo?" tanya Rayland lagi.

Anin menganggukkan kepalanya lucu.

"Ternyata bisa cerewet juga ni anak." ucap Anin dalam hati.

Secara tak sadar, kepalan di tangan Rayland melemah secara perlahan.

"Oh, kalau gitu gue duluan." pamit Rayland lalu berjalan dengan langkah lebarnya menuju
mobilnya. Otaknya perlu mencerna sedikit lebih lama apa yang baru saja terjadi.

Anin melambaikan tangannya saat melihat mobil Rayland sudah meninggalkan mansionnya. Ia
membuka sendiri gerbang besar di depannya lalu berjalan masuk menuju ke dalam mansion. Ia
tidak sabar untuk bermanja manja dengan kasur empuknya.

Sedangkan di dalam mobilnya, Rayland masih memikirkan hal yang membuatnya seketika
mematung. Jadi Anin adalah adik dari teman dekatnya, yaitu Hero. Nama belakang Hero dan
Vano adalah Andreas, mengapa ia bisa tidak menyadarinya kalau Hero adalah anak dari Vano?

Tapi di samping itu, Rayland juga lega bahwa Anin adalah adik dari Hero. Ia sudah berpikiran
yang tidak-tidak tadi. Terkait keempat sahabatnya, Rayland tidak akan memberitahu mereka. Ia
juga ingin menikmati raut kaget dari keempat sahabatnya. Biarkan mereka tahu dengan
sendirinya.
•••
TBC!!
Gimana part ini? suka ngga? semoga kalian suka yaa❤️

Feelnya dapet ga nih? komen ya👉🏻

Jangan bosen bosen sama ceritaku ya guys huhu:( Kedepannya aku bakalan berusaha buat
ngasih yang terbaik buat cerita ini❤️

Babang Hero❤️

Kalau ini Keymila👀

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian ya❤️

Jangan lupa juga buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part❤️

RAYAN PART 23
Hallo semuanya! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf ya❤️

MO NGAKAK SEBENTAR. TEMEN RL GUE ADA YANG NEMUIN CERITA GUE😭

Bacanya pelan pelan ya❤️

⚠️WARNING
❗️ADEGAN KEKERASAN❗️

Happy reading❤️
•••
Tuk...

Tuk...

Tuk...

Suara ketukan beberapa sepasang sepatu yang saling menyahut, membuat kesadaran Al perlahan
bangkit. Ia mengerjapkan kedua matanya untuk menjernihkan penglihatannya.

"Ini dimana?" gumam Al dengan serak, tenggorokannya terasa kering. Al bergidik merasakan
suasana intimidasi dan pencahayaan remang-remang di dalam ruangan ini. Ia merasakan pusing
yang mendera kepalanya. Ia mengeryitkan keningnya untuk mengingat apa yang sebenarnya
terjadi.
Yang ia ingat hanya saat dirinya sedang berjalan menuju area parkiran sekolah yang sudah sepi,
ada seorang tidak dikenal yang tiba-tiba memukul tengkuknya dengan keras dan kesadarannya
hilang setelah itu.

Pintu terbuka lalu muncul Rayland diikuti oleh keempat sahabatnya dibelakang. Walaupun hanya
terdengar ketukan sepatu, Al sudah merasa terintimidasi. Tanpa sadar, tubuhnya bergemetar.

"Oh, sudah bangun ternyata." ucap Ray dingin.

"Gimana? nyenyak tidurnya?" tidak ada Alex yang pecicilan, sekarang hanya ada Alex yang
serius dengan aura khasnya.

Al menyadari kesalahannya,sangat. Ia memang sudah salah bermain main dengan mereka.

Rayland berjalan mendekati Al lalu mengamati pemuda yang sedang terikat di kursi kayu itu. Ia
berjongkok di hadapan Al lalu terkekeh kecil.

"Well, akhirnya lo ketangkep juga ya, Bara." ucap Ray dengan senyuman dinginnya.

Al menunduk untuk menatap wajah Ray yang saat ini sudah menunjukkan wajah psikopatnya.

"Lo tau kesalahan apa yang udah lo perbuat hm?" pembawaan tenang yang mematikan , ciri khas
seorang Rayland. Ray mengeluarkan pisau lipat kecilnya yang selalu senantiasa ia bawa.

"Ampun Ray! Gue sadar sama kesalahan gue! Tolong lepasin gue! Tolong jangan bunuh gue!
Gue bisa jelasin!" Al ketakutan, badannya sudah gemetar. Jika tahu akhirnya akan semenakutkan
dan semengerikan ini, lebih baik ia tidak mengikuti perintah si tua bangka itu.

Ray menggelengkan kepalanya lalu meletakkan jari telunjuk di bibir Al. "Sttt!Jangan berisik."

Ray mengarahkan pisau lipat nya ke arah lengan kanan Al. Ia mengamati tangan Al dengan
seksama, "Tangan ini, udah hampir ngebunuh kesayangan gue." ucap Ray pelan dengan suara
beratnya.

Sret!

"ARGHHH!!" Al menjerit kesakitan saat Ray membuat luka memanjang secara perlahan di
lengan kanannya.

"Tenang, gue cuman mau main sebentar aja kok." ucap Ray yang masih sibuk membuat karya di
tangan kanan Al. Keempat sahabatnya hanya duduk dan menonton apa yang dilakukan oleh Ray.
Ini adalah hal yang sudah biasa dilihat oleh mereka.

"Tangan ini, udah dengan berani nya nyelakain kesayangan gue." nada dingin dari Ray membuat
tubuh Al semakin gemetar hebat. Bahkan Athan mengusap kedua lengannya, bergidik ngeri
melihat hal yang dilakukan oleh Rayland.
Sret!

Ray menggoreskan pisau lipat di telapak tangan Al dengan cepat sehingga menimbulkan luka
yang menganga.

"ARGHHHH! STOP!!" Al berteriak kesakitan, urat urat di leher dan juga keningnya mencuat.

Ray mengadahkan tangannya ke belakang, "Leo, cuka." Leo memberi cuka yang sudah ia bawa
kepada Ray.

Ray meneteskan lima tetes cuka di setiap luka Al.

Al bergerak gelisah di tempat duduk nya, merasakan bagaimana sensasi perih yang diberikan
oleh cuka tadi. Wajah nya memerah, air mata sudah mengucur dari kedua matanya.

"Sakit?" tanya Ray tenang.

"Ah, sayang banget gue gabisa bunuh lo." ucap Rayland dengan wajah yang dibuat seolah olah
sedang sedih.

Cklek!

Pintu ruangan terbuka, lalu muncul lah Arion dengan Vano di sampingnya.

Ray tersenyum miring kepada Al lalu berpindah menuju sofa, memberikan ruang kepada kedua
lelaki paruh baya itu.

Bugh!

Vano memberikan pukulan telak kepada Al tepat di rahangnya. Al dapat merasakan tulang di
rahangnya akan patah. Terlihat jelas oleh mereka yang berada di ruangan itu, bagaimana rahang
Vano yang sudah mengetat dan urat urat yang tercetak dengan jelas di kepalan tangannya.

"INI HADIAH BUAT KAMU YANG SUDAH HAMPIR MEMBUNUH ANAK SAYA!" teriak
Vano berang.

Suasana sunyi, tidak ada yang berniat untuk menghentikan Vano yang sudah di selimuti oleh
amarah.

Pintu terbuka, datang lah seorang pemuda dengan wajah dingin nya. Para anggota inti Argos
kecuali Rayland, tersentak lalu berdiri dari posisi duduk mereka.

"Hero?!" ucap Naden terkejut.

Rayland tetap duduk dengan santai sambil bersandar pada kepala sofa.
Vano menyingkir saat melihat keberadaan anak sulungnya. Al mendongak untuk melihat wajah
Hero.

"Ini siapa lagi anjim!" ucap Al dalam hati.

Hero memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. Ia membungkukkan badannya untuk
mensejajarkan wajahnya dengan Al.

Hero menatap tajam Al, ia memberikan bogeman mentah tepat di hidung Al. Kondisi wajah Al
saat ini sudah babak belur, belum lagi tangannya yang terluka cukup parah.

Hero belum mengatakan apapun.

"Punya nyawa berapa lo sampe berani nyelakain adek gue?" tanya Hero dingin dengan aura
intimidasi nya.

"What the-?!" Alex membekap bibir Athan.

"Adek?" tanya Leo bingung sembari menatap Hero.

Ray tertawa kecil, sudah ia duga reaksi para sahabatnya pasti akan seperti ini.

"Lo gatau betapa mati-matiannya gue sama daddy gue buat ngejaga Anin dan dengan seenak
jidatnya lo nyelakain dia?!" teriak Hero murka di akhir kalimatnya.

"G-gue bisa jelasin! Tolong jangan siksa gue lagi!" mohon Al kepada dua monster di depannya.

Arion yang sedari tadi menyaksikan dengan bersedekap dada, akhirnya menyuruh sepasang anak
dan ayah itu untuk berhenti.

Arion berjalan mendekati Al, "Jadi, apa yang bisa kamu jelaskan?" tanya Arion dengan tajam.

"O-om, serius saya benar benar nggak ada niatan buat nyelakain siapapun. Saya hanya terpaksa
om. Kalau saya ga ngelakuin, keluarga saya yang bakal terkena imbasnya." ucap Al terburu-
buru.

"Siapa yang memberimu perintah?" tanya Arion.

Al tidak menjawab, ia bingung. Jika ia memberitahu, maka keluarganya yang akan celaka.

"Kenapa diem?!" cerocos Vano dengan ngegas.

Al menatap ke arah Arion dengan ragu-ragu. Arion yang menyadari itu akhirnya berkata,
"Gapapa, bilang saja."

"Ra-ranaka om." cicit Al.


Arion terpaku sejenak, sedangkan Vano sudah menendang salah satu meja disana hingga
terbalik.

"NAKA BAJINGAN!" teriak Vano.

"Tu orang emang ga ada kapok kapoknya nyari masalah terus. Nggak pas sma, kuliah, bahkan
sampe udah bau tanah pun tetep nyari masalah." lanjut Vano tak habis pikir dengan rivalnya itu.
Jika dulu mereka rival dalam dunia per-geng an, maka sekarang  mereka juga menjadi rival
dalam dunia bisnis.

Ranaka sedari dulu selalu mencari masalah, terlebih kepada Arion dan juga Vano.

"Ranaka papanya Alden?!" ucap Alex terkejut.

Arion mengepalkan kedua tangannya dengan rahang yang sudah mengeras. Ia memejamkan
kedua matanya untuk mengontrol emosinya agar tidak menghancurkan markas ini sekarang juga.

"Kamu ada urusan apa dengan orang itu?" tanya Arion.

"Tuan Ranaka sudah membantu keluarga saya saat perusahaan papa saya yang hampir
mengalami kebangkrutan. Tapi dengan syarat, seluruh anggota keluarga saya harus mengabdikan
diri kepada tuan Ranaka. Jika tidak, tuan Ranaka akan menyiksa keluarga saya dan menjadikan
kami gelandangan. Awalnya papa saya tidak ingin menerima tawaran itu, tapi karena nenek saya
sedang sakit dan membutuhkan biaya yang besar, papa saya terpaksa untuk menerima tawaran
itu." ucap Al dengan menunduk, tidak berani menatap Arion yang sedang menatapnya dengan
tajam.

Rayland yang mendengar itu hanya mengangkat sebelah alisnya sembari memainkan lidah di
dalam mulutnya.

Al, pemuda bertubuh atletis itu tiba-tiba merasakan nyalinya menciut karena aura dominan yang
menyelimuti ruangan ini.

"Tolong maafkan saya om! Saya mengaku salah, tapi saya tidak ada pilihan lain selain mengikuti
perintah tuan Ranaka." ucap Al dengan nada memohon.

Arion berpikir sejenak, ia mengerti posisi anak muda di depannya ini. Ranaka bukanlah
seseorang yang mudah dikalahkan, ia akan melakukan apapun untuk mendapatkan keinginannya
walaupun dengan cara jahat sekalipun. Licik, satu kata yang tepat untuk menggambarkan
seorang Ranaka Graha Alvian.

Vano juga tau, bahkan sangat tau bagaimana tabiat orang itu saat masih SMA. Bermain
perempuan, selalu mencari masalah dengan geng lain, dan tempramen.
Arion berjalan ke arah Vano dan Hero untuk mendiskusikan beberapa hal mengenai Al dan juga
Ranaka. Setelah beberapa menit berdiskusi, Arion berjalan menuju Al yang sedang
menundukkan kepalanya.

"Beritahu papamu untuk memutuskan kerja sama antara perusahaan kalian dan juga Ranaka.
Sebagai gantinya, saya yang akan bekerja sama dengan papamu. Saya bisa menjamin
keselamatan keluargamu dari Ranaka bajingan itu. Dan satu lagi, dana yang Ranaka keluarkan
untuk perusahaan papamu akan saya kembalikan." Al mendongakkan kepalanya tak percaya.

Rayland yang mendengar itu hanya terkekeh kecil. Sudah ia duga papanya akan mengambil
keputusan yang manusiawi. Jika tidak di cegah oleh papanya, mungkin saja mayat Aldebaran
sudah terbaring kaku di hadapan mereka.

"O-om ini beneran?" tanya Al tidak percaya.

Arion menganggukkan kepalanya, "Tapi, jika sekali saja kamu atau keluarga mu berkhianat, saya
tidak akan segan-segan untuk menjadikan kalian seorang gelandangan." ucap Arion tajam.

Al menganggukkan kepalanya cepat, ia sudah tak peduli dengan luka-luka diwajah maupun
tangannya.

"Terima kasih! Terima kasih banyak om!" Air mata Al sudah mengucur karena terharu, ia sudah
berpikir kalau hari ini adalah hari terakhirnya dapat melihat dunia.

Al mengalihkan tatapannya ke arah Vano dan juga Hero yang sedang bersedekap dada.

"Apa lo?!" tanya Vano sewot.

"Mau gue tonjok lagi?" tanya Hero.

Al menggelengkan kepalanya cepat.

"Saya minta maaf yang sebesar besarnya karena sudah membuat anak dan juga adik kalian
terluka. Saya benar-benar merasa bersalah." ucap Al kepada Vano dan juga Hero.

Vano menghela nafas, "Jujur aja, tangan gue masih belum puas buat nonjok elo. Tapi karena gue
ngerti posisi lo, gue maafin. Jugaan anak gue juga udah baik baik aja sekarang. Dan satu hal lagi,
gue minta lo buat minta maaf secara langsung sama anak gue. Mau gimanapun, nyawa anak gue
hampir hilang ditangan lo." ucap Vano tajam.

Hero hanya mengeluarkan ekspresi tidak pedulinya. Tiba-tiba ia merasakan dering ponsel di saku
celananya. Tertera nama adiknya disana. Hero menyenggol tangan daddynya, "Dad, Anin nelfon
dad. Gimana nih?" bisik Hero panik. Pasalnya, Anin hanya mengetahui bahwa kedua orang itu
pergi ke perusahaan Vano untuk beberapa kepentingan.

Vano seketika gelagapan, "Kasih daddy handphone kamu."


Hero memberikan ponselnya kepada daddy nya. Vano menarik nafas lalu mengeluarkan secara
perlahan.

"ABANG!" teriak Anin di seberang sana.

Vano hampir saja melempar ponsel Hero karena terkejut mendengar teriakan Anin. Bahkan para
inti Argos dan yang lain dapat mendengar suara teriakan Anin, ya gimana ga denger wong
sengaja di loudspeaker sama si daddy.

Rayland tersenyum tipis mendengar suara Anin. Rasanya emosi yang tadi menyelimuti dirinya
perlahan menguap begitu saja.

"HEH! GAUSAH TERIAK!" balas Vano.

Diseberang sana Anin mengernyitkan keningnya, ini bukan suara abangnya tetapi suara daddy
nya.

"DADDY JUGA TERIAK!"

"Udah diem! Kenapa nelfon?" tanya Vano.

"......"

"Kok diem sih?" tanya Vano heran.

"Lah tadi daddy yang nyuruh aku diem." ucap Anin merenggut kesal

"Udah ah! Cepatan, kenapa nelfon?"

"Kalian kapan pulang? Aku mau nitip bakso yang di deket kantor daddy. Laper." rengek Anin di
akhir kalimat. Anin mungkin akan lari mengelilingi seluruh mansion jika mengetahui bahwa ada
Rayland yang juga mendengarkan rengekkannya.

"Iya sebentar lagi daddy pulang. Pake tahu kan?" tanya Vano.

"Iya pake."

"Yaudah, daddy mau ketemu klien dulu. Bhay!" Vano mematikan sambungan itu secara sepihak.

Hero terkekeh kecil mendengar percakapan antara Anin dan juga daddy nya.

"Anin gemes banget." Athan menggigit jarinya saat mengingat bagaimana Anin merengek
kepada ayahnya.

Hero berjalan ke arah Al, lalu melepaskan ikatan tali yang meliliti tubuh pemuda itu.
"Gue maafin lo buat kali ini." ucap Hero pelan dengan menatap Al dengan tajam.

"Arya, kamu antarkan anak ini ke rumah sakit untuk berobat. Biaya nya biar saya yang
tanggung." asisten Arion menganggukkan kepalanya mengerti lalu merangkul Al yang berjalan
dengan tertatih-tatih.

Saat melewati para inti Argos, Al memberhentikan langkahnya lalu menundukkan kepalanya.

"Gue minta maaf."

•••
"Jadi, ada yang bisa jelasin?" tanya Leo.

Saat ini Hero dan juga para inti Argos sudah berada di salah satu cafe untuk mengisi perut
mereka.

"Gimana ceritanya Anin bisa jadi adek lo?" tanya Alex heran.

Hero berdecak, "Ya bisa lah, kan daddy sama mommy gue yang buat." jelas Hero kesal.

Athan menampar puncak kepala Alex, "Tau lo! Goblok amat."

"Diem lo bocah!" ucap Alex jengkel.

"Lo udah tau Ray?" tanya Naden.

Ray menganggukkan kepalanya, "Dari tiga minggu yang lalu." ucap Ray santai.

"Tapi kenapa pas di mansion waktu itu gue ga ngeliat Anin sama daddy lo?" tanya Naden heran.

"Sebelumnya, gue sama Anin memang beda tempat tinggal. Gue di apartemen sedang Anin dan
daddy gue di rumah yang lagi satu. Baru-baru ini gue udah pindah lagi ke mansion bareng Anin
dan daddy gue." jelas Hero sambil menyesap segelas cappuccino miliknya.

"Tau gini, udah dari lama gue baik-baikin lo supaya dapet restu." celetuk Athan dengan bibir
mengerucut.

"Yeu itu mah mau nya elo!" ucap Alex.

Athan memutar kedua bola matanya malas, "Pantesan gue sempet ga asing sama wajah om
Vano, ternyata mirip sama Hero toh." Athan menggarukkan tengkuknya yang tak gatal, kenapa
ia bisa sebodoh itu tidak menyadari kemiripan antara Vano dan juga Hero.

Hero mengalihkan pandangannya ke arah Ray yang juga sedang menatapnya.


"Gue denger lo lagi deket sama adek gue?" memang Hero sudah mengetahui hal itu dari Vano
dan juga anggota Stelios yang bersekolah di Tebing Selatan.

Ray menganggukkan kepalanya, "Protect my sister." ujar Hero.

"My pleasure." ucap Ray singkat.

"Dua minggu lagi, ulang tahun Anin yang ke tujuh belas. Anin pasti bakalan ngundang lo pada,
jadinya gue kasih tau aja sekarang sekalian." sejujurnya Anin tidak ingin merayakan ulang
tahunnya, tapi karena paksaan dari kedua manusia jantan di rumahnya akhirnya ia terpaksa
mengiyakan usulan itu.

"MAKAN GRATIS AGAIN YUHU!" ucap Alex senang.

"Bentar-bentar, berarti anggota Stelios juga pada dateng?" tanya Leo. Hero menganggukkan
kepalanya.

"Seru banget pasti." ucap Athan tak sabar.

Ray yang mendengar itu tersenyum penuh arti, hadiah apa yang pas dia berikan untuk gadis itu?

•••
TBC!!
Hihi gimana part ini?? suka ngga? semoga suka ya teman teman❤️

Today is my 16th birthday!🥺💜

Buat hari special ini, aku usahain buat update dengan part yang panjang. Semoga kalian
pada suka ya❤️

Ini Daddy Vano👀

Kalau ini mommy Olivia❤️

Anggep aja dia punya blue eyes ya hehe, soalnya yang cocok jadi mommy Olivia cuman
Lily🥺 Karena sesuai sama imajinasi aku<3

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian ya❤️

Jangan lupa juga buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part❤️

03/07/21🥳
RAYAN PART 24
Hallo! Sebelumnya thank you banget buat ucapan kalian di part sebelumnya🥺❤️stay
healthy kalian semua!❤️

Vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaa❤️

Bacanya pelan pelan guys, jangan kayak dikejar setan ㅋㅋㅋ

Happy reading!❤️
•••
"ARGHHHH ARION SIALAN!" ruangan Ranaka saat ini sudah seperti kapal pecah. Ia
menghancurkan seisi ruangan kerjanya, entah itu memecahkan atau memukul setiap barang yang
ada di ruangannya ini.

Para pegawai yang berada di luar ruangan melanjutkan pekerjaan mereka dengan raut tegang
mendengar setiap teriakan kemarahan dari bos mereka. Di dalam ruangan itu hanya terdapat
Ranaka dan juga Bayu asistennya.

Bayu menundukkan kepalanya tidak berani melihat kemarahan tuannya. Setelah ia memberitahu
pembatalan kerja sama yang diajukan langsung oleh Airlangga papa Al, Ranaka seketika berang.
Apalagi saat mengetahui bahwa Arion lah yang sekarang menjadi backing-an Airlangga.

Ranaka berteriak mengeluarkan amarahnya. Sejak SMA ia selalu membenci Arion karena Arion
selalu lebih unggul dari dirinya. Ranaka adalah tipe orang yang tempramen dan sangat egois.
Apapun harus ia dapatkan entah itu dengan cara yang jahat sekalipun. Ia tidak segan-segan untuk
membunuh lawannya jika hal itu itu bisa membuat ia mendapatkan apa yang ia inginkan.

Setelah puas mengeluarkan amarahnya, Ranaka menghembuskan nafasnya kasar. Matanya


memerah, rahangnya mengeras, dan tak lupa urat di pelipisnya yang menonjol saat ini dapat
menggambarkan seberapa emosinya pria paruh baya itu sekarang.

"Tunggu pembalasan saya." gumam Ranaka geram dengan tatapan menerawang ke arah jalanan
ibu kota yang terlihat dari lantai tertinggi gedung perusahaannya.

•••
Jam sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Tetapi seorang gadis yang masih bergelung manja
dengan selimutnya, belum berniat untuk membuka matanya yang masih tertutup dengan rapat.

Suara dering ponsel membuat gadis itu seketika terkejut dalam tidurnya. Dengan malas, ia
meraba raba meja nakas untuk mencari ponselnya yang masih belum berhenti berdering.

"Halo," guman Anin dengan suara yang serak. Ia benar benar ingin melanjutkan tidurnya saat ini
juga. Ia baru tidur pukul 3 pagi karena maraton menonton serial netflix di laptopnya.
Pemuda di seberang sana tersenyum kecil mendengar suara serak gadis itu.

"Baru bangun?" tanya Rayland dengan suara beratnya.

Anin yang masih linglung, mengerutkan keningnya dengan mata yang masih tertutup. Ia
membuka kelopak matanya lalu menyipitkan penglihatannya untuk melihat nama yang tertera di
layar ponselnya.

Seketika Anin terduduk di kasurnya dengan raut wajah yang sedikit terkejut.

"Halo?" panggil Ray saat tidak mendengar sahutan dari Anin.

"Ha-halo," jawab Anin canggung.

Rayland terkekeh kecil membayangkan raut bingung milik Anin. Pasti sangat menggemaskan.

"Baru bangun?" tanya Rayland sekali lagi.

"Iya, gue baru tidur jam tiga pagi."

"Jangan di biasain begadang." Anin rasanya ingin guling-guling di kasurnya saja saat ini. Suara
berat Rayland sangat menggoda iman.

"Iya, gue usahain. Em, kenapa nelfon?"

"Hari ini ada acara?" tanya Rayland.

Anin berpikir sejenak, "Nggak ada sih, kenapa?"

"Mau ikut gue ke markas?"

Anin menimbang nimbang ajakan Rayland, jika ia kesana maka ia akan menjadi satu-satunya
perempuan yang berada di dalam markas Argos. Karena setahunya, jika weekend seperti ini akan
banyak anggota Argos yang berada di markas, entah itu untuk berlatih bela diri atau
menghabiskan waktu liburnya.

"Lo bisa diem di kamar gue nanti atau temenin gue di halaman belakang. Anggota gue ga akan
macem-macem, Anin." sambung Ray seakan mengetahui apa yang di pikirkan oleh gadis itu.

Mendengar ucapan Ray, Anin menjadi sedikit lega. "Yaudah gue ikut."

"Satu jam lagi gue jemput. Gausah dandan." ucap Ray.

Anin tertawa kecil, "Siapa juga yang dandan. Yaudah gue siap-siap dulu."

Rayland menjawab dengan deheman lalu mematikan sambungan dengan sepihak.


Anin beranjak dari tempat tidurnya untuk mengambil handuk yang tergantung di pintu
lemarinya. Ia mengisi daya ponselnya terlebih dulu selagi dirinya siap-siap.

Setelah selesai dengan ritualnya, Anin memakai bathrobe nya lalu berjalan menuju walk in
closet mencari pakaian yang cocok untuk ia pakai ke markas. Pilihannya jatuh kepada sweater
berwarna cokelat muda sebagai atasan dan pencil jeans sebagai bawahan.

Setelah memakai pakaiannya, ia berjalan menuju meja rias untuk mengeringkan rambutnya dan
memakai sunscreen serta soflents nya. Rambutnya ia style menjadi messy bun, Anin sedang
tidak ingin untuk menggerai rambutnya.

Selesai mempersiapkan penampilannya, Anin mengambil sling bag kesayangannya dan memakai
flat shoes nya. Ia lalu turun menuju ruang makan untuk sarapan, mumpung waktu sarapan masih
tersisa.

Di ruang makan ia sudah melihat abangnya yang sedang bermain ponsel dengan piring kotor
yang belum di bawa ke westafel. Anin mengambil piring itu ke westafel lalu mencucinya.

"Daddy kemana bang?" tanya Anin setelah selesai mencuci piring.

"Ke kantor, ada meeting penting katanya." ucap Hero sembari menaruh ponselnya dan beralih
menatap adiknya yang sedang menata piring.

"Kamu mau kemana?" tanya Hero.

Anin bingung ingin menjawab apa, tapi tak ada gunanya juga ia menutup nutupi jika ia sedang
dekat seseorang. Hero pasti sudah mengetahuinya.

"Mau pergi ke markas Argos, diajak sama Ray." Anin berjalan menuju bangku di samping
kakaknya, lalu mengambil selembar roti.

Hero menganggukkan kepalanya, "Kamu deket sama dia dari kapan?" pertanyaan Hero seketika
membuat pipi Anin sedikit memerah.

"Dari awal kelas sebelas mungkin?" ujar Anin tak yakin sembari mengunyah roti yang berada di
dalam mulutnya. Obrolan mereka terus berlanjut sampai mereka mendengar suara mobil Rayland
memasuki pekarangan mansionnya.

"Duluan ya bang." pamit Anin sambil mencium singkat pipi abang nya itu. Ia berjalan menuju
halaman depan mansion dan terlihat Ray yang sedang bersandar di kap mobil dengan pakaian
santainya. Ray memakai kemeja santainya berwarna navy dipadukan dengan celana pendek jeans
diatas lutut sehingga memperlihatkan betisnya yang berotot. Tak lupa juga dengan sneakers
mahalnya.

Tangan kirinya dimasukan ke dalam saku celananya lalu Ray berjalan mendekat ke arah Anin
yang saat ini sedang menghampirinya.
"Udah sarapan?" tanya Ray setelah gadis itu berada di hadapannya.

Anin menganggukkan kepalanya, "Udah, pas lagi nungguin lo."

Setelah berada di dalam mobil, Ray langsung menancap gas menuju markas. Letak markas dari
rumah Anin memakan waktu sekitar setengah jam. Perjalanan mereka dihiasi dengan obrolan-
obrolan kecil, keduanya sudah tidak canggung seperti awal mereka kenal.

•••
Sesampainya di markas, Anin dapat melihat beberapa mobil dan motor besar yang terparkir di
depan markas. Anin seketika tersadar, ia jarang bahkan tidak pernah melihat Rayland membawa
motor.

Anin tersentak saat merasakan tangannya di genggam oleh tangan besar Ray.

"Masuk."

Mereka melangkah menuju pintu utama markas. Pintu itu terbuka secara otomatis saat Ray
meletakkan jari jempolnya di alat pendeteksi sidik jari yang sudah terpasang dengan apik di
dinding samping kanan pintu.

"Widih siapa nih Ray?" tanya salah satu anggota Argos yang melihat keberadaan Ray bersama
seorang gadis. Para anggota yang berada di ruang tamu ikut mengalihkan pandangannya ke arah
Ray dan Anin. Tanpa sadar Anin mengeratkan genggamannya pada tangan Ray.

Banyak wajah yang tidak ia kenal disini, mungkin beberapa dari mereka berasal dari sekolah
lain. Ray yang mengerti bahwa Anin sedang gugup, menenangkan gadis itu dengan mengelus
punggung tangan yang sedang ia genggam.

Rayland terkekeh melihat wajah penasaran para anggotanya, ia menolehkan kepalanya ke arah
Anin yang sedang menatapnya.

"Kenalin diri lo." bisik Ray.

"Gaberani, itu muka mereka sangar semua." Ray tertawa mendengar bisikan Anin. Para anggota
yang melihat ketuanya tertawa rasanya ingin menjatuhkan rahang mereka sekarang juga.

"Dia ketawa?" bisik salah satu anggota Argos kepada teman di sebelahnya.

"Kenyataannya dia ketawa, gue kira dia ga ngerti caranya ketawa." balas orang di sebelahnya
dengan berbisik.

Anin akui bahwa anggota Argos sebagian besar memiliki visual yang menawan. Mungkin karena
aura mereka yang intimidasi membuat beberapa wajah para anggota menjadi sangar seketika.

"Namanya Anin, satu sekolah dan satu angkatan sama gue." ucap Ray singkat.
"Status nya juga dong," celetuk salah satu anggota Argos dengan nada jahilnya.

"Diem Alan." ucap Ray jengah melihat para anggotanya.

"Yang lain dimana?" tanya Ray.

"Ada yang di halaman belakang, dapur, sama tempat latihan." ucap Biru salah satu anggota
Argos yang bersekolah di sekolah yang berbeda dengan Rayland.

Ray menganggukkan kepalanya lalu berjalan menuju lantai atas bersama Anin.

"Anak orang jangan di apa apain Ray!" Rayland dapat mendengar suara cekikikan para anggota
yang berada di ruang tamu tadi.

"Mau kemana?" tanya Anin setelah mereka sampai di lantai dua.

"Ke ruang latihan, gue mau liat yang lain dulu. Lo mau ikut? apa mau diem di kamar gue aja?"

"Ikut." jawab Anin.

Tak lama kemudian mereka sampai di ruangan  yang sangat luas. Terdapat berbagai macam alat
bela diri dan juga tempat seperti ring tinju untuk mereka melakukan one by one. Di ruangan ini
terdapat sekitar 30 anggota Argos yang sedang mengasah kemampuan bela diri mereka.

Beberapa anggota menghentikan kegiatan mereka untuk menyapa Ray. Mereka terheran melihat
seorang gadis yang berada di sebelah ketuanya itu. Anin tidak memperdulikan tatapan orang-
orang di sekitarnya, tatapannya terpaku pada salah satu belati yang menarik perhatiannya.

Rayland mengikuti arah pandang Anin yang sedang menatap belati dengan bagian gagangnya
yang berwarna putih.

Anin menatap Ray dengan tatapan binarnya, Rayland tertegun sejenak melihat tatapan itu.

"Can i?" tanya Anin dengan penuh harap.

Rayland menganggukkan kepalanya, "Sure."

Anin berlari menuju tempat disimpannya belati itu, Anin terperangah saat melihat belati itu dari
dekat.

"Cantik banget" batin Anin.

Rayland meletakkan sidik jarinya di alat pendeteksi, lalu tempat kaca itu otomatis terbuka. Anin
seketika ragu untuk mengambil belati itu, apa ia benar-benar di ijinkan untuk memegang belati
cantik di depannya ini?
Rayland mengangguk meyakinkan, Anin mengambil belati itu lalu mengelusnya. Tatapannya
berbinar saat melihat belati itu berada di tangannya.

Rayland menarik tangan Anin ke tempat letaknya papan sasaran.

"Lempar." ujar Ray singkat.

Dengan teknik yang sudah di ajarkan daddy nya, Anin mencari posisi yang nyaman agar ia bisa
melempar belati ini tepat sasaran.

Para anggota yang lain ikut menonton pertunjukkan yang akan Anin lakukan. Rayland yang
berada dibelakangnya menatap Anin penuh arti sambil bersidekap dada.

Sret!

Anin melempar belati itu tepat di titik tengah papan sasaran dalam sekali coba. Anin berlompat
kegirangan saat belati itu menancap dengan sempurna.

She's do that!

Para anggota Argos yang melihat itu membuka mulut mereka tidak percaya. Beberapa dari
mereka akhirnya mengerti mengapa gadis itu bisa menarik perhatian seorang Rayland.

Ray melihat para anggotanya yang memperhatikan Anin dengan lekat. Rayland menghampiri
Anin lalu merangkul bahu gadis itu sehingga membuat leher jenjang nya tertutup oleh lengan
berotot milik Rayland.

"Jadi ini cewek yang ngambil perhatian lo Ray? Pantes sih." ucap Raga salah satu teman
dekatnya. Ray tersenyum kecil menanggapi perkataan raga. Sedangkan Anin masih sibuk dengan
kebahagiannya yang bisa melempar belati tepat sasaran dalam sekali coba. Ini rekor! Ia harus
pamer dengan daddy nya.

"Lo pada udah makan? Kalo laper pesen makanan, uangnya minta sama Ali." ucap Ray. Ali
adalah bendahara dalam geng ini. Pemuda itu sangat peka jika uang kas nya berkurang, bahkan
jika uang kas hanya berkurang seratus rupiah pun ia akan menyadarinya. Ali juga tidak segan-
segan untuk menyetrika beberapa uang yang sudah kusut tampilannya.

"YES!" girang para anggota Argos setelah mendengar bahwa mereka akan mendapatkan
makanan gratis.

Inilah yang mereka suka dari Ray, pemuda itu begitu loyal. Tidak suka setengah-setengah jika
memberikan sesuatu kepada anggotanya. Kebetulan hari sudah mulai siang, anggota yang lain
memutuskan untuk turun ke lantai bawah guna mendiskusikan makanan apa yang harus mereka
pesan.
Begitu juga dengan Ray dan Anin yang sudah turun menuju halaman belakang markas. Sejak
tadi mereka berdua tidak melihat anggota inti yang lain.

Sesampainya di halaman belakang Rayland melihat para sahabatnya dan juga anggota yang lain
duduk di atas rumput sedang sibuk menenangkan seorang balita laki-laki berumur empat tahun.
Pantas saja sedari tadi Anin dan Rayland tidak melihat orang-orang itu ternyata mereka sedang
menjadi babysitter dadakan.

"LUCU BANGET!" pekik Anin dalam hati saat melihat wajah balita itu penuh dengan air mata.
Tak lupa mata bulatnya yang berkaca-kaca membuat balita itu semakin imut.

"Ini kenapa?" suara berat Ray mengalihkan pandangan mereka semua.

"Gatau Ray, ini bocah dari tadi ga berenti nangis." ucap Athan frustasi. Rambutnya sudah acak-
acakan tak lupa wajahnya yang frustasi karena dari tadi menenangkan balita ini agar berhenti
menangis.

Keadaan anggotanya yang lain juga tak beda jauh dengan Athan.

"HUAAA ABANGGGGGGG!!" tangis bocah itu seketika pecah saat Alex memperlihatkan foto
boneka chucky di ponselnya. Bocah itu langsung memeluk leher orang yang memangkunya.

Plak!

Naden menggeplak kepala pemuda itu dengan cukup keras.

"Aduh! Napa gue di geplak monyet." ujar Alex kesal.

"Bodoh!" celetuk Leo.

"Goblok Alex! Ini adek gue tambah kejer!" ujar Bara saat merasakan tangisan adiknya semakin
deras di lehernya.

Anin yang sedari memperhatikan ikutan kesal juga dengan Alex. Anin menghampiri bocah itu
lalu berjongkok di belakang Bara untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajah polos penuh air
mata di depannya ini.

"Hai!" sapa Anin dengan nada riangnya, tak lupa dengan senyuman manisnya. Bocah laki-laki
itu seketika menghentikan tangisnya yang sekarang hanya tersisa sesegukan. Matanya sembab,
entah apa yang sudah di perbuat oleh para laki-laki ini.

Bocah itu mengulurkan kedua tangannya ke arah Anin dengan bibir yang melengkung ke bawah.
Anin yang mengerti langsung meletakkan kedua tangannya di bawah ketiak bocah laki-laki itu
lalu mengangkatnya dari pangkuan Bara.
Bocah kecil itu langsung memeluk leher Anin dan menyembunyikan wajah di lekukan lehernya.
Anin mengelus lembuat punggung bocah yang masih sesegukan di gendongannya ini.

Para laki-laki yang melihat itu rasanya ingin menenggelamkan bocah itu sekarang juga.

"Bocah tau aje mana yang cantik yeu!" celetuk Liam kesal.

"Wah bener-bener ni bocah minta gue tenggelamin." Athan mengacak rambutnya geram.

Bayangkan, mereka hampir satu jam menenangkan bocah itu tapi tidak membuahkan hasil sama
sekali. Tetapi, Anin yang bahkan hanya menyapa kurang dari tiga puluh detik langsung
membuahkan hasil. Dunia memang tidak adil.

Anin melotot kepada mereka semua agar memberhentikan ucapannya. Mereka langsung kicep
melihat tampang Anin yang galak.

Rayland menghampiri Anin lalu melepaskan sling bag yang masih tergantung di bahu Anin.

"Ajak kesana buat liat tanaman." ucap Ray.

Anin menganggukkan kepalanya lalu berjalan menjauh sambil mengobrol dengan bocah di
gendongannya ini.

"Hey, namanya siapa?" tanya Anin dengan lembut.

"E-epan." ucapnya masih dengan sesegukan yang belum berhenti.

"Evan? ganteng banget namanya." ucap Anin dengan nada lembut.

"Benelan?" tanya Evan sambil mengucek matanya.

"Iya beneran." Anin menjangkau tangan kecil itu agar berhenti mengucek matanya.

"Tuh Evan liat banyak bunga-bunga bagus disini!" Anin menunjuk berbagai macam bunga yang
berada di halaman belakang markas. Ia berjongkok dengan Evan yang senantiasa berada di
gendongannya. Bocah itu seperti tidak mau lepas dari Anin, terlihat dari tangannya yang saling
memegang erat di belakang leher Anin.

Evan menyandarkan kepalanya di bahu Anin, ia seperti tidak tertarik dengan bunga-bunga disini.
Ia hanya ingin terus berada di dalam gendongan Anin. Merasa tidak mendapat respon, Anin
kembali berdiri dan berjalan untuk melihat lihat halaman belakang markas yang luas dan juga
asri.

Mata Evan sudah sayu, ia menguap. Mungkin menangis membuat tenaganya terkuras sehingga
membuat ia mengantuk seperti sekarang. Anin yang menyadari bahwa bocah ini sedang
mengantuk akhirnya merubah posisi gendongnya menjadi seperti menggendong bayi. Evan tidak
terlalu berat menurutnya, jadi ia bisa dengan mudah merubah posisinya.

Anin menepuk nepuk bokong bocah tampan ini agar cepat tertidur. Sembari menepuk bokong
Evan, Anin berjalan menuju segerombol laki-laki tadi yang entah sedang apa saat ini.

"Tidur?" ucap Bara dengan suara kecil. Anin menganggukkan kepalanya.

Bara mengambil alih Evan dari gendongan Anin.

"Maaf ya Nin, ni bocah emang agak ngerepotin." ucap Bara meringis.

"Santai aja kali Bar, gue juga seneng kok main sama Evan." ujar Anin.

Bara akhirnya membawa adiknya ke salah satu kamar yang berada di dalam markas agar tidur
adiknya ini lebih nyaman.

Ray menghampiri Anin sembari membawa sling bag Anin yang menggantung di bahu kanannya.

"Capek?" tanya Ray. Anin menggelengkan kepalanya lalu mengambil sling bag dari bahu Ray.

"Mau makan? anak-anak pada mesen pizza." ujar Ray sembari membersihkan sedikit peluh di
dahi Anin dengan tangannya.

"Boleh, udah siang banget juga." walaupun matahari sedang terik-teriknya, tidak membuat
suasana di belakang taman di belakang markas ini menjadi panas melainkan sangat adem.

"EKHEM KESELEK BATU!" celetuk Athan asal saat melihat adegan uwu di depan matanya
saat ini.

"Yang jomblo bisa apa?" ujar Alex sedih.

"Ngenes bat idup gue." ujar Liam sambil berpura-pura mengusap sudut matanya.

Ray menatap datar para teman-temannya. Sedangkan Anin berusaha untuk menutupi pipi nya
yang memerah dengan memainkan ponselnya sambil menunduk.

•••
TBC!!!
Gimana part ini? Semoga suka yaaa❤️

Ini kayaknya part terpanjang yang pernah aku buat deh😭 Jadi tolong hargai ya teman-
teman🥺🥺

Ini Alex yang kelakuannya kayak setan👄


Komen next for next part!👉🏻

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan sosial media kalian ya❤️

Jangan lupa juga buat follow ig aku


@/gekdindaa._

See u next part❤️

RAYAN PART 25
Hallo!! Sorry baru bisa update huhu:(
Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf ya❤️

Ini part yang kalian tunggu ga sih🤡

Happy reading❤️

•••
Para maid dan pekerja lainnya terlihat berlalu lalang di dalam mansion milik Vano. Mereka
terlihat sangat sibuk mempersiapkan acara sweet seventeen untuk malam ini.

Acara ulang tahun Anin akan diadakan malam ini. Sesuai paksaan Hero dan juga Vano, akhirnya
Anin membiarkan acara sweet seventeen nya dirayakan.

Vano juga menyuruh Anin untuk mengundang anggota Argos agar suasana semakin ramai. Anin
pun menyetujuinya, karena belakangan ini ia sudah cukup dekat dengan para anggota dari geng
yang dipimpin oleh Rayland itu.

Begitu juga dengan Anin yang meminta bantuan Hero untuk memberitahu anggota Stelios agar
datang di hari ulang tahunnya.
Selain anggota Argos dan juga Stelios, Anin juga mengundang teman sekelas dan orang-orang
terdekatnya.

Semua persiapan sudah disiapkan secara matang oleh Vano dan Hero. Anin hanya bagian terima
jadi saja. Mulai dari dekorasi, cake, souvenir ulang tahun, makanan, bahkan ruang tamu mansion
sudah di sulap menjadi tempat untuk panggung yang tidak terlalu besar.

Jangan lupakan souvenir ulang tahun yang membuat Anin sendiri ingin mencemburkan dirinya
ke dalam kolam. Bagaimana tidak? daddy nya menyiapkan souvenir tas hermes untuk
perempuan dan jam tangan rolex untuk laki-laki. Sebenarnya seberapa kaya daddy nya ini?

"Dad, this is a little bit too much." gumam Anin saat melihat bagaimana mewahnya persiapan
ulang tahun yang disiapkan oleh ide daddy nya. Walaupun Hero ikut campur tangan, tapi tetap
saja tujuh puluh persen ide nya berasal dari Vano.
Vano yang sedang berdiri di sebelah Anin menghela nafas jengah, anaknya itu sedari tadi
memprotes karena perayaan ulang tahunnya yang terkesan sangat mewah dan berlebihan.
Padahal menurutnya ini masih biasa saja.

"Sekali lagi kamu protes, daddy tambah mewahin lagi persiapan ulang tahun kamu." ancam
Vano. Anin kicep, baik ia tidak akan protes lagi.

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore, sudah saatnya ia menyiapkan penampilannya untuk
nanti malam.

"Dad, ntar kalo MUA nya udah dateng langsung suruh ke kamar aku aja ya. Aku mau mandi
dulu." Vano mengiyakan ucapan Anin lalu melanjutkan pekerjaannya memantau setiap persiapan
di dalam mansion. Andai saja Olivia masih hidup, pasti Vano saat ini sedang merangkul
pinggang istrinya sambil memperhatikan segala persiapan ulang tahun Anin.

Vano tersenyum masam membayangkan hal itu. Vano berusaha untuk mengenyahkan pikirannya
itu dan kembali fokus. Ia tidak boleh sedih di hari bahagia anaknya.

"Dad, Anin mana?" tanya Hero yang baru datang dari markas Stelios.

"Adik kamu lagi mandi, mending sekarang kamu siap-siap juga." ujar Vano.

"Yaudah, kalo gitu aku ke atas dulu ya dad." pamit Hero lalu berlari menaiki anak tangga menuju
kamarnya.

•••
Selepas selasai dengan ritual mandinya, dengan masih memakai bathrobe Anin berjalan menuju
meja rias untuk memakai beberapa skincare nya sebelum make up. Berhubung MUA yang akan
meriasnya belum datang, Anin memanfaatkan waktunya untuk memakai skincare terlebih
dahulu.

Tok! Tok! Tok!

Anin berjalan menuju pintu lalu membukanya.

"TADA!!" Anin berhambur kepelukan orang itu.

"AAAAA KANGEN BANGET! SINI MASUK DULU!" ajak Anin.

"Yaampun lama banget ga sih kita ga ketemu? Sekalinya ketemu malah make up in elo." Anin
tertawa mendengarnya.

"Lo nya aja yang sibuk kak." gerutu Anin kepada Tika, sepupunya. Sepupunya ini memang lebih
tua empat tahun dari Anin, karirnya sebagai Make Up Artist terkenal membuat sepupunya ini
sangat sibuk. Tak sedikit artis dan model terkenal yang memakai jasa sepupunya ini.
"Ya maaf Nin, ini aja gue sampe berani nolak tawaran salah satu artis cuman buat make up in
lo." ucap Tika sambil menata make up nya di meja yang sudah di sediakan oleh Anin.

"Ah bisa aja lo kak." jawab Anin yang sudah duduk di depan kaca yang dihiasin oleh lampu agar
lebih terang.

"Lo mau make up yang gimana? terus rambutnya mau di style kayak gimana?" tanya Tika.

"Yang penting jangan terlalu berat sama menor aja kak, biar naturalnya tetep kelihatan. Buat
rambutnya terserah lo aja kak, gausah yang ribet-ribet. " jawab Anin. Tika mengusahakan hasil
make up dan style rambutnya nya sesuai dengan keinginan gadis itu.

"Lo ga pake soflents?" tanya Tika. Anin berpikir sejenak, kemarin ia sudah berjanji kepada Vano
agar tidak memakai soflents saat hari ulang tahunnya.

Anin menggelengkan kepalanya, "Nggak, biarin orang-orang tau. Ga mungkin gue bakal
keterusan bergantungan sama soflents kak."

"Nah itu pinter, mata lo udah cantik kayak gini masa ditutupin Nin." ujar Tika sambil memulai
pekerjaannya.

Setelah satu jam  berkutat dengan wajah dan rambut Anin, akhirnya karya yang dibuat dari
tangan Tika selesai juga.

"Ga pernah berubah ya lo, tetep cantik." ucap Tika setelah melihat hasil karya nya.

"Bisa aja lo kak." ucap Anin sedikit malu.

"Ini mah bagus banget, udah sesuai sama yang gue mau kak." ujar Anin setelah melihat lebih
jelas bagaimana hasil make up di wajahnya.

(Ini contoh make up nya ya<3 )

"Tika gitu loh." ucap Tika bangga sambil menepuk nepukan dada nya. Anin mendengus kecil,
begitu lah sepupunya jika diberi pujian.

"Yuk sekarang langsung pake pakaiannya, udah jam enam." ajak Tika setelah melihat jam yang
melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul enam.

Anin pun berjalan menuju walk in closet nya untuk mengambil dress silver yang sudah disiapkan
oleh daddy nya. Entahlah, ia juga tidak tahu dari mana Vano mendapatkan ide untuk
memberikannya dress berwarna silver.

"Cantik banget adik gue." ucap Tika terharu setelah melihat penampilan Anin. Jujur saja, ia tidak
menyangka bahwa adik sepupunya sudah tumbuh sebesar ini sekarang. Rasanya baru kemarin
tinggi Anin masih sebatas pinggangnya, tapi sekarang tinggi mereka sudah sama.
"Jangan nangis dong kak." Anin tertawa melihat kakak sepupunya ini yang sedang terbawa
suasana.

"Gue terharu Nin, kenapa cepet banget sih lo gede nya?"

"Ya masa gue kecil terus kak." Anin memutarkan kedua bola matanya malas.

"Lo siap-siap di kamar gue aja kak. Daripada lo bolak balik lagi sambil bawa barang sebanyak
ini, ribet." lanjut Anin.

"Yaudah gue mandi dulu, waktunya lagi sedikit banget." Tika mengambil handuk baru dari
lemari Anin lalu berjalan menuju kamar mandi.

Anin yang melihat Tika sudah masuk ke kamar mandi, akhirnya menyiapkan dress yang akan
Tika pakai.

"KAK, DRESSNYA UDAH GUE TARUH DI ATAS KASUR YA!" teriak Anin dari luar kamar
mandi.

"IYAA! THANK YOU ADIKKU!" balas Tika dengan teriakan.

Sembari membiarkan kakak sepupunya itu bersiap-siap, Anin memilih untuk turun kebawah.
Mungkin sudah ada temannya yang menunggu di bawah.

•••
Mendengar ketukan high-heels di tangga, membuat Vano yang tadinya sedang fokus memainkan
ponsel mahalnya mengalihkan pandangannya. Pria itu hanya memakai kemeja hitamnya tanpa
jas.

Disana, terlihat anak bungsunya yang menuruni tangga dengan anggunnya. Tak lupa dengan
dress silver pemberiannya. Sebagai pemeran utama malam ini, Vano sengaja memberikan Anin
gaun dengan warna yang berbeda agar anaknya itu terlihat mencolok malam ini.

Vano menghampiri Anin yang sedang kebingungan, "Siapa nih?" tanya Vano dengan nada
meledek.

"Anak daddy lah." jawab Anin dengan nada yang juga meledek.

"Cantik banget sih." ucap Vano sembari memegang kedua bahu anaknya. Kedua matanya sibuk
menelisik penampilan Anin, wajahnya yang sudah dirias sedimikian rupa ditambah dengan
matanya yang tidak memakai soflents membuat Anin terlihat sama persis dengan mommy nya.

"Mending kamu duduk dulu disana. Teman-teman kamu pada belum dateng. Kakek tadi udah
nelfon daddy, katanya udah di jalan bareng nenek kamu. Mungkin sebentar lagi mereka bakalan
sampe." ujar Vano.
Mendengar itu, kedua mata Anin berbinar. "Seriusan dad?! Kakek sama nenek juga dateng?"
tanya Anin memastikan. Vano menganggukkan kepalanya mantap.

Dengan riang, Anin berjalan menuju salah satu kursi yang tersedia sambil menunggu tamu
undangannya.

Anin terjengit kaget saat merasakan seseorang menepuk pundaknya.

"ABANG! NGAGETIN AJA!" Anin memegang dada nya yang berdegup kencang. Hero yang
melihat itu hanya tertawa sambil memegang perutnya.

Anin mendelik melihat kakaknya yang saat ini sedang tertawa di atas penderitaannya. Setelah
tawanya mereda, Hero mengambil tempat duduk di sebelah adiknya.

Hero menaruh kedua tangannya di pundak adiknya lalu mengarahkan badan Anin agar
berhadapan dengan dirinya. Anin mengernyit bingung melihat kelakuan kakaknya.

"Cantik, udah gede ya sekarang." ujar Hero dengan tulus.

Anin yang mendengar itu melengkungkan bibirnya ke bawah bersiap untuk menangis.

"Eitss! ga boleh nangis. Make up kamu luntur nanti, masa acara belum mulai tapi make up kamu
udah luntur." ujar Hero sembari mengusap pipi adiknya. 

Anin mendekat ke arah Hero dan meletakkan dagunya di bahu abangnya. Hero mengusap
punggung Anin pelan untuk menenangkan adiknya agar tidak menangis.

"Itu temen kamu udah dateng, samperin gih." ucap Hero. Anin yang mendengar itu mengalihkan
pandangannya, dan terlihatlah kedua sahabatnya yang sedang menampilkan wajah bingungnya
dengan kado di tangan mereka.

"Yaudah aku kesana dulu yaa." pamit Anin kepada Hero dan jalan menuju kedua temannya.

"ANINN!" jerit Aura saat melihat Anin berjalan menuju mereka berdua.

"HAIIII!!" jawab Anin sambil melambaikan tangannya.

"OH MY GOD MATA LO?!" teriak Aura dengan suara cemprengnya.

Anin sudah menduga reaksi sahabatnya ini, "Gimana? cantik ga?" ucap Anin dengan nada
jahilnya.

"Kalo yang ini mah gue gabisa bohong Nin, cakep abis." ucap Aura dengan menatap lekat iris
biru milik Anin begitu juga dengan Abel yang masih terbengong.
Seakan tersadar dari keterkejutannya, "AAAA ANIN HAPPY SWEET SEVENTEEN YA! Ini
ada hadiah dari kita berdua, semoga lo suka ya!" ucap Abel sambil menyerahkan hadiah yang ia
bawa kepada Anin.

"Kalian kenapa repot-repot sih bawa hadiah?!" gerutu Anin sambil menerima hadiah yang
diberikan oleh Abel.

Aura mendengus kesal, "Yakali kita ga bawa hadiah ke ulang tahun lo Nin." jawab Aura.

"Thank you ya kalian udah dateng. Makasih juga buat hadiahnya guys. Semoga kalian nikmatin
acara gue ya! Sekarang, mendingan kalian cari tempat duduk biar ga keburu rame. Atau kalian
mau diem di kamar gue dulu juga boleh." ujar Anin.

"Gausah deh, kita langsung cari tempat duduk aja." ujar Abel.

"BYE MY BABY HONEY!" seperti biasa, Aura dengan segala tingkah absurdnya.

Setelah memberikan hadiah, Abel dan Aura memilih kursi yang tempatnya strategis.

"Cucuku mana Vano?!" Anin yang mengenal suara itu akhirnya melangkah menuju pintu utama
mansion.

"NENEK!" Anin berlari dengan sepatu high-heelsnya.

"Jangan lari Anin!" titah kakeknya tegas.

"Kangen aaaaaa!" rengek Anin sambil memeluk kakek dan juga neneknya.

"Udah gede masih manja aja." ucap nenek Anin sambil menjawil hidung mancung cucunya itu.

"Biarin." ucap Anin sambil bergelayut manja di tangan kakeknya.

"Ini hadiah kamu." ucap sang kakek sambil memberikan sebuah kotak yang cukup besar.

"Thankyou kakek, nenek!"

"Daddy kamu mana? anak kurang ajar itu bener-bener ga pernah ngabarin kabar ke kita." ucap
neneknya sambil berkacak pinggang.

"Daddy ada di dapur nek, marahin aja!" Anin memprovokasi kakek dan neneknya.

Ia tertawa keras saat melihat nenek dan kakeknya berjalan ka arah dapur menghampiri daddy
mya. Kapan lagi ia bisa melihat daddy nya di omeli oleh sang nenek.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tamu terus berdatangan dengan hadiah yang berada
di tangan mereka.
Tiba-tiba terdengar suara deruman mobil dan juga motor yang saling bersahutan memasuki
pekarangan mansion. Para anggota Argos dan juga Stelios sudah datang dengan kendaraan
masing-masing.

•••

Kendaraan tersebut sudah terparkir rapi di halaman depan mansion. Halaman depan mansion
terlihat sangat padat karena banyaknya kendaraan.

"Udah ganteng belum gue?" tanya Athan sambil menyugar rambutnya kebelakang.

"Udah jelek." jawab Alex meledek. Athan yang mendengar itu akhirnya menendang bokong
Alex dengan sepatu mahalnya.

Pintu mobil Mercedes-Benz berwarna hitam itu terbuka. Rayland keluar dengan aura
pemimpinnya.

"Bentar-bentar, ini kenapa kita ke mansion Hero?" tanya Bara heran. Para anggota inti Argos
yang mendengar itu tersenyum miring. Begitu juga dengan anggota Stelios yang memang sudah
mengetahui bahwa Anin adalah adik dari ketua mereka.

Tanpa menjawab pertanyaan Bara, mereka lebih memilih berjalan ke arah pintu utama. Biarlah
nanti mereka tau dengan sendirinya. Sebelum mereka masuk, sudah ada beberapa petugas yang
mengecek kedatangan mereka dengan memperlihatkan kartu undangan bahwa mereka memang
benar-benar diundang.

Lingkungan mansion di jaga sangat ketat sesuai perintah Vano. Ia tidak ingin kecolongan atau
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di hari ulang tahun anaknya.

Setelah melalui pengecekan, mereka semua memasuki mansion yang sudah ramai. Para
perempuan yang melihat itu, membenarkan penampilan mereka saat kedua geng yang di segani
itu memasuki mansion.

Mata Rayland menjelejahi setiap sudut ruangan luas ini untuk mencari keberadaan pemeran
utama malam ini.

"Anin mana ya?" ucap Galang mencari keberadaan adik dari sahabatnya itu.

"Itu Hero!" ujar Naden sambil menunjuk Hero yang sedang berjalan ke arah mereka dengan
langkah panjangnya.

"Rame banget dah! Anin lagi di toilet, mending lo pada cari tempat duduk dulu sekarang. Buat
yang bawa kado, kalian bisa taruh kadonya di meja pojok dekat guci itu." tunjuk Hero ke arah
meja yang besar dan sudah dibentuk sedimikian rupa untuk tempat menaruh banyaknya hadiah
dari para tamu.
Mereka mengikuti instruksi dari Hero lalu mencari tempat duduk masing-masing. Sekarang
tinggal para inti Argos dan juga inti Stelios yang masih berdiri di tempat mereka sambil
mengobrol.

Para gadis di dalam ruangan itu tidak bisa mengalihkan pandangan dari ke sebelas pemuda yang
sedang berdiri dengan gagahnya. Beberapa dari mereka sedang berusaha untuk mencari perhatian
para pemuda itu.

"Bang." lantunan suara lembut membuat perhatian ke sebelas pemuda yang tadi sibuk mengobrol
itu teralihkan. Rayland melihat gadis itu sedang berjalan sambil menunduk dengan tangan yang
sibuk menepuk nepuk bagian bawah dress nya.

"Nah ini dia yang ulang tahun." ucap Hero sambil membawa adiknya ke hadapan sahabat-
sahabatnya.

Anin masih menundukkan kepalanya karena sedang membenarkan sedikit letak dress nya.
Akhirnya kepala itu terangkat, mata biru Anin langsung bertatapan dengan iris cokelat milik
Rayland.

Athan menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Terkejut dengan apa yang ia lihat. Begitu
juga dengan yang lain, raut terkejut tercetak jelas di wajah mereka. Rayland terpaku melihat iris
mata biru itu sedang menatapnya dengan teduh.

Anin mengerti, ia tersenyum. "Hai! Thank you ya udah dateng ke ulang tahun gue!" tidak ada
yang menjawab.

"Anin...itu mata lo..." ucap Athan terbata-bata.

"Cantik banget." ucap Galang melanjutkan.

Anin tertawa kecil, syukurlah. Ia kira, mereka akan bereaksi sebaliknya.

"Anin, seriusan?!" Alex mengucek kedua matanya untuk memperjelas penglihatannya. Kali aja
ia salah lihat.

"Kaget ya?" tanya Anin.

Rayland masih mematung melihat iris mata biru yang sedang mengeluarkan binarnya itu.

"Jadi, selama ini lo pake soflents?" tanya Naden yang sudah tersadar dari keterkejutannya.

Anin menganggukkan kepalanya.

"Kenapa?" tanya Leo yang sedari tadi memperhatikan.

Anin memberi tampang seperti sedang berpikir, "Ada lah alasannya." jawab Anin tersenyum.
"Cie bocil udah gede sekarang." ucap Mahesa dengan kerlingan jahilnya. Hero yang melihat
interaksi Anin dan teman-temannya tersenyum kecil.

"Dah ah, mending kalian duduk sekarang. Acaranya udah mau dimulai." titah Anin.

Begitu mereka semua pergi, sekarang hanya meninggalkan Rayland dan juga Anin yang masih
saling berhadapan. Rayland menarik tangan Anin agar lebih mendekat dengannya.

Ia memperhatikan iris mata biru itu dengan lekat, "Cantik." gumam Rayland.

"Thank you." bisik Anin dengan senyuman jahilnya.

"Yuk duduk dulu, papa sama mama kamu udah di sana tuh." ucap Anin sambil menunjuk kedua
orang tua Rayland yang sedang mengobrol dengan keluarga daddy nya.

"Ekhem, apaan nih?" tanya Arion dengan nada jahilnya saat melihat anak semata wayangnya
datang dengan menggenggam tangan Anin.

"Calon mantu mama cantik banget sih!" ucap Rani saat melihat Anin datang bersama Rayland.
Anin membalas ucapan Rani dengan senyuman manisnya.

Rayland hanya mendengus saat melihat tatap jahil dari papa dan juga mamanya.

"Anin, sekarang kita naik ke panggung yuk. Biar para tamu nya ga nunggu lama." ajak Vano
sambil menarik pelan tangan Anin menaiki atas panggung diikuti oleh Hero.

Para tamu memusatkan perhatiannya ke arah keluarga kecil yang sedang berada di atas panggung
itu. Terdapat meja dan cake bertingkat di hadapan Anin. Anin berdiri di tengah dengan Vano dan
Hero di sisi kanan dan kirinya.

"NAH INI DIA PEMERAN UTAMA ACARA KITA MALAM INI! ANINDYA ARADIA
ATHENA! MARI KITA NYANYIKAN LAGU HAPPY BIRTHDAY UNTUK ANIN!" ucap
pembawa acara perempuan itu dengan semangat.

Para tamu berdiri dari duduk mereka dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Anin.
Terutama para anggota dari kedua geng itu yang menyanyi dengan semangat dengan suara yang
sengaja dibesar-besarkan.

"Anin, silahkan kamu membuat permintaan untuk ulang tahun mu yang ke tujuh belas ini. Lalu,
kamu bisa meniup lilinnya setelah itu."

Anin menangkupkan kedua tangannya di depan dada lalu membuat permintaan di hari ulang
tahunnya ini. Setelah selesai dengan berdoa, Anin meniup lilinnya.
Para tamu bertepuk tangan dengan meriah. Anin memotong kue nya lalu memberikan suapan
pertama untuk Vano. Anin tersenyum cerah saat Vano mengunyah kue yang sudah ia suapkan.

Vano mengusap surai Anin, "Happy birthday anak daddy yang paling jahil. Semoga kamu sehat
selalu, panjang umur dan selalu menjadi kebanggaan daddy." ucap Vano dengan pelan.

Ia mencium kedua pipi dan kening Anin, lalu memeluk anaknya itu dengan sayang.

Suapan kedua ia berikan kepada Hero. Setelah selesai mengunyah kue yang berada di mulutnya,
Hero memegang kedua bahu adiknya.

Ia menghela nafas sejenak, "Happy birthday, adek. Abang mau bilang makasih juga sama
mommy karena udah ngelahirin adek yang cantik buat abang. Semoga kamu selalu di berkati,
jadi pribadi yang lebih baik, dan sukses di masa depan. Abang sayang kamu." Setelahnya, Hero
melakukan apa yang dilakukan oleh Vano sebelumnya. Anin terharu mendengar ucapan
kakaknya.

"Anin adiknya Hero?!" jerit Liam.

"Bener-bener Hero. Ga bilang kalo punya adik secakep Anin." jawab Bara dengan bisikan. Bisa
berabe kalo Rayland sampai mendengarnya.

"SEKALI LAGI SAYA MEWAKILI PARA TAMU MENGUCAPKAN SELAMAT ULANG


TAHUN YANG KE TUJUH BELAS BUAT KAMU ANIN. SEMOGA KAMU BISA
MENJADI KEBANGGAAN ORANG TUA DAN MENJADI ORANG YANG SUKSES!" ucap
pembawa acara itu dengan menggebu-gebu yang dibalas senyuman tulus oleh Anin.

Anin mengambil mic yang berada di sebelah kue, "Halo semuanya, selamat malam! Sebelumnya,
saya mau ucapkan terima kasih buat kalian yang sudah datang. Begitu juga dengan ucapan dan
juga doa yang kalian berikan untuk saya. Semoga doa itu akan kembali kepada kalian. Semoga
kalian semua dapat menikmati acara saya sampai selesai! Thank you!" ucap Anin yang dibalas
tepukan tangan para tamu.

Selesai dengan acara tiup lilin, acara selanjutnya adalah dinner. Para tamu sibuk menyantap
makanan mereka sambil menikmati penampilan para penyanyi yang memang sudah diundang
oleh Vano.

Rayland berjalan menuju Anin yang kebetulan sedang berjalan sendiri. Ia menarik tangan Anin
lalu membawanya ke rooftop mansion.

"Eh,eh?" ucap Anin kaget saat Rayland membawa nya ke rooftop dengan tiba-tiba.

Suasana rooftop entah kenapa terkesan romantis malam ini. Terdapat kolam berenang dan juga
tempat bersantai di rooftop mansion milik Vano. Di tambah pemandangan jalanan ibu kota
terlihat sangat cantik malam ini.
Rayland belum mengeluarkan sepatah kata pun. Kedua iris mata nya masih menatap gadis di
depannya dengan penuh arti.

Tangan Rayland terulur untuk menyampirkan sejumput rambut Anin ke belakang telinga.
Tangannya beralih mengusap pipi kanan gadis itu dengan lembut, Anin hampir memejamkan
matanya karena terbuai dengan usapan lembut Rayland.

"Be mine." dari pada pertanyaan, perkataan itu lebih menjurus dengan pernyataan.

Anin mengernyitkan dahinya. Rayland mendekatkan wajahnya ke arah wajah gadis itu.

"You know what i mean," Rayland berbisik tepat di telinga Anin, membuat gadis itu sedikit
bergidik mendengar suara berat Rayland tepat di telinganya.

Wajah Anin sudah memerah, gadis itu tidak mungkin menolak pernyataan dari Rayland.

"Wow, you claim me boy. But of course I do, Ray." ucap Anin dengan berbisik karena wajah
mereka hanya terpaut beberapa senti. Ray tersenyum dengan mata tajamnya yang terus menatap
lekat iris biru teduh itu.

Senyuman itu, hanya Anin yang dapat membuatnya dengan mudah. Ray meletakkan dagunya di
bahu gadisnya dengan tangan yang melingkar manis di pinggang ramping Anin. Ia mencium
belakang telinga Anin dengan pelan. Anin merasa seperti tersengat listrik saat merasakan
perlakuan Ray.

Anin mengangkat telapak kanannya dengan ragu-ragu namun pasti. Tangannya bertengger di
rambut lebat milik Ray, ia mengusap pelan rambut pemuda itu.

Lumayan lama mereka di posisi itu ditemani dengan bintang yang bertaburan di atas langit. Ray
mengurai pelukannya lalu mengambil sesuatu di saku jasnya.

Sebuah kalung, dengan bandul berlian berwarna putih. Elegant. Satu kata yang cocok untuk
kalung itu.

"Ray?" tanya Anin.

"Shttt." Ray menaruh jari telunjuknya di bibir Anin dan mendekatkan wajahnya dengan leher
Anin agar memudahkan ia memasang kalung itu.

"Ini berlebihan." gumam Anin.

"Ga ada yang berlebihan." jawab Ray dengan suara beratnya.

"Cantik." ucap Rayland saat melihat Anin memakai kalung pemberiannya. Ia kembali membawa
Anin ke dalam dekapannya, menghirup aroma gadis itu dalam-dalam.
•••
TBC!!
AAAAA AKHIRNYAAA SETELAH 25 PART!!!! KAPAL KITA BERLAYAR YEYY😳
😳😳😳 SENENG GAK?!

GIMANA? SUKA NGGAK? SEMOGA SUKA YAAA❤️❤️❤️

Buat temen rl gue yang ngebaca part ini, tolong maklumin gue yang alay ini😭🙏

INI PART TERPANJANGG SERIUS! 3000 words😳

Happy sweet seventeen, Anin si anak baik❤️

(Fyi, gue nulis part ini dari jam setengah empat sore sampe sekarang setengah tujuh🙂) Itu
karena gue belum terbiasa buat scene romance, semoga kalian tetep suka ya❤️

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian ya❤️

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

Spam next here👉🏻

See u next part🥰

RAYAN PART 26
Hallo! Kaget banget liat vote sama comment part sebelumnya sebanyak itu dalam kurun
waktu sebentar🙂 thank you so much teman-teman❤️

Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaa<3 YUK BISA YUK
BANYAKIN KOMEN👀

Di part ini bisalah ngalahin vote sama comment part sebelumnya<3 

⚠️WARNING⚠️
ADEGAN MENYAKITI DIRI SENDIRI DAN DARAH.

Happy reading!❤️
•••
Anin menatap bingung map yang berada di tangannya, ia menatap Vano dengan tatapan
bertanya-tanya.

"Buka aja." Vano menatap Anin dengan santai.


Anin membuka map yang berada di tangannya dan membaca surat-surat yang berada di dalam
nya. Anin hampir saja menjatuhkan rahangnya.

"DAD SUMPAH INI APAAN?!" jerit Anin.

"Hadiah." ucap Vano singkat.

"Dad, ga cukup daddy udah buat ulang tahun aku segitu mewahnya dan sekarang daddy ngasih
aku villa?!" ucap Anin tak percaya.

Anin tidak bisa berkata-kata, nama lengkapnya terpampang jelas di sertifikat kepemilikan tujuh
villa dan sepuluh resort di berbagai daerah.

"Dad ini berlebihan banget!" Anin memejamkan matanya lelah.

"Terima aje."

Ingin sekali Anin menendang daddy nya yang kelewat santai ini. Ia kira pesta ulang tahun
mewah kemarin sudah menjadi hadiah dari Vano, nyatanya pria itu masih menyiapkan kejutan
yang lain.

Hero tertawa melihat reaksi adiknya, "Terima aja dek. Lumayan, jaminan buat masa depan
kamu."

"Ya tapi tetep aja bang, ini berlebihan."

"Ga ada yang berlebihan buat anak sendiri." celetuk Vano dengan tatapan terfokus pada ipad di
tangannya.

"Bener kata daddy, emang daddy kerja buat siapa lagi kalau bukan untuknya anaknya hm?" ucap
Hero sambil mengusap surai adiknya.

Anin menghela nafas kasar, ia beranjak dari tempat duduknya lalu berjalan ke arah Vano,
"Thank you, daddy." ucap Anin pelan. Ia memejamkan matanya menikmati pelukan yang sangat
jarang ia lakukan dengan Vano. Sepasang anak dan ayah itu memiliki sifat yang sama, gengsi.

"Hope you like it." bisik Vano sambil mengelus punggung anaknya.

Anin menguraikan pelukannya, alisnya menukik tajam. "Suka lah! Tapi lain kali jangan ngasih
aku hadiah segini banyaknya dad." ucap Anin penuh penekanan sambil memicingkan matanya.

"Suka-suka gue dong. Duit-duit gue." Vano menyugar rambut lebatnya kebelakang. Anin
memutarkan bola matanya malas saat mendengar balasan sombong daddy nya.

"Kalung dari siapa?" tanya Vano setelah sadar melihat benda tipis itu melingkari leher anaknya.
Anin yang sedang melanjutkan acara memakan sarapannya seketika tersedak. Hero yang berada
di sebelahnya dengan sigap menyodorkan segelas air mineral. Anin merasa tenggorokannya
perih, ia meminum dengan rakus.

Anin gugup, ia takut Vano akan melarangnya untuk berpacaran. Anin meremas jarinya tanpa
sadar, kebiasaannya saat sedang gugup. Hero yang melihat itu menaikkan sebelah alisnya,
"Kamu kenapa sampe segugup itu? daddy kan cuman tanya tentang siapa yang ngasih." ujar
Hero.

Anin mengulum bibirnya, "Dad...is that okay-if i have a boyfriend?" tanya Anin dengan sangat
hati-hati. Anin bergerak gelisah saat melihat tatapan daddy nya yang tidak bisa ia artikan, begitu
juga dengan Hero.

"Emangnya ada yang mau sama kamu?" Anin hampir saja melayangkan sendok di tangannya
setelah mendengar ucapan mengejek Vano.

"DAD SERIUS IH!"

"Siapa dulu emangnya?" sela Hero sebelum pertengkaran Anin dengan daddy nya berlanjut.

"Rayland." ucap Anin pelan, nyaris berbisik.

"Hm, Rayland ya?" Vano mengusap-ngusap dagunya, seakan sedang menilai pemuda itu di
pikirannya. Padahal pada kenyataannya, Vano sudah memberikan lampu hijau terlebih dahulu
pada Rayland, Anin nya saja yang tidak tau

"Jadi juga akhirnya?" tanya Hero sedikit terkekeh. Jujur, ia tidak masalah jika adiknya memiliki
hubungan dengan seseorang. Terlebih lagi jika adiknya berhubungan dengan Rayland, teman
dekatnya.

"Ya gapapa sih. Dia juga ga malu-maluin amat kalo jadi mantu daddy." Anin memijat pelipisnya
saat merasakan kepalanya tiba-tiba pusing melihat kelakuan duda di depannya ini.

Anin melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, jam sudah menunjukkan
pukul 06.50. Artinya masih ada waktu sekitar empat puluh menit sebelum gerbang utama
sekolah di tutup.

"Bang, berangkat yuk?"

"Bentar, abang ngambil tas dulu di atas. Kamu tunggu di mobil aja. Ini kuncinya." Hero
memberikan kunci mobilnya kepada Anin lalu melangkah menuju kamarnya.

"Aku berangkat dulu dad, bhay!" Anin menjulurkan lidahnya setelah mencium cepat pipi daddy
nya.
•••
Hero mencium kening adiknya sebelum Anin melangkah keluar dari mobil, "Nanti telfon atau
chat abang kalau kamu udah pulang."

"Siap!" Anin keluar dari mobil lalu melambaikan tangannya saat melihat mobil kakaknya
meninggalkan pekarangan sekolah.

"Cantik gitu kenapa di pakein soflent sih?"

"Cakep, tapi sayang pawangnya galak."

"Muka bule nya makin keliatan euy."

Anin tidak akan memakai soflents mulai hari ini. Anin sudah memantapkan dirinya sendiri untuk
tidak memperdulikan perkataan orang lain mengenai matanya.

Anin tidak mengira kalau reaksi teman-teman sekolahnya akan se-positif ini. Ia kira akan ada
yang menghujatnya kalau ia sengaja mengenakan soflents berwarna biru. Setidaknya sekolah ini
masih memiliki murid yang berpikiran luas dan dewasa.

"Halo bu ketua!" sapa Alex sambil memberikan sikap hormat. Anin membalas Alex dengan
sama-sama memberikan sikap hormat.

"Anin lo kenapa mau sih pacaran sama kulkas berjalan?! Gantengan juga gue." ucap Athan
dengan cemberut.

Rayland menatap tajam ke arah Athan, "Gitu doang ciut." ledek Naden.

Rayland mendekat ke arah Anin, tatapannya mengarah ke arah kalung pemberiannya yang masih
melingkar indah di leher gadisnya. Ia mengelus pipi Anin, kebiasaan favorite nya baru-baru ini.

Rayland beralih merangkul Anin dengan tangan kekarnya. Mereka berdua berjalan diikut Leo di
belakang, meninggalkan ketiga sahabat Rayland yang masih berdebat di tempat.

"Lo-"

"Kamu, Anin." sela Rayland dengan penekanan.

"Ka-kamu?" ucap Anin kaku. Rayland mengangguk mantap.

"Kamu, ga ke kelas?" Anin berusaha mengatakan dengan luwes, tapi tetap saja dirinya masih
kaku.

"Anter kamu dulu." ucal Rayland datar. Leo sudah tidak ada di belakangnya, pemuda itu sudah
berbelok menuju kelasnya.
"Malu Ray. Gausah ah!" Anin melepaskan rangkulan yang berada di bahunya.

"Kamu malu pacaran sama aku?" tatapan Rayland berubah menjadi sedikit dingin. Anin dapat
merasakannya.

"Bu-bukan gitu maksud aku. Fans kamu banyak, aku males ngeladenin mereka." ucap Anin
memberi pengertian.

Ray menghela nafas pelan, "Mereka ga akan berani ganggu kamu." tangan Rayland beralih
menggenggam sebelah tangan Anin lalu menuntun gadis itu menuju kelas XI IPS 1.

"Belajar yang baik, kita ketemu langsung di kantin." Rayland mengacak puncak kepala Anin
sebelum meninggalkan kelas gadis itu.

Anin tidak menyadari bahwa teman-teman sekelasnya menahan nafas.

"Kalian kenapa?" tanya Anin heran saat melihat teman-teman sekelasnya duduk dengan kaku.

"Gapapa kok Nin!" sela salah satu teman sekelasnya dengan cepat. Mereka semua mengangguk
serentak, seolah memberi tahu bahwa mereka tidak apa-apa. Padahal pada kenyataannya, mereka
panas dingin saat melihat adegan di depan pintu kelas tadi.

Ternyata rumor yang mereka dengar benar. Bahwa Rayland sudah memiliki seorang pacar, yang
tak lain gadis itu adalah Anin teman sekelas mereka. Sepertinya ucapan Rayland benar, bahwa
tidak akan ada yang berani menganggu Anin di kelas ini. Ayolah, orang yang menjadi pacar dari
Anin itu adalah seseorang yang terkenal sebagai manifestasi Dewa Zeus. Hanya orang bodoh
yang berani mencari mati dengan menganggu kekasih dari manifestasi Dewa Zeus.

Jika mereka membuat sedikit kesalahan pada Anin, sudah pasti mereka akan terkena imbasnya.

"Anin kenapa ga duduk? nanti pegel loh kakinya." ucap salah satu siswi perempuan di kelasnya
dengan perhatian.

"Eh iya, ini mau duduk kok." ucap Anin dengan senyuman canggung. Ia bingung, kenapa teman-
temannya tumben pengertian seperti itu?

"Bel, ini temen-temen pada kenapa sih? Kok aneh banget?" bisik Anin.

Abel mengulum bibirnya sebelum berbicara, "Gini loh Anin ku, lo sekarang kan jadi pacar dari
seorang Rayland. Yang dimana Rayland itu dikenal sebagai singa nya sekolah, orang yang paling
di segani disekolah kita tercinta ini. Nah temen-temen lo ini, ikutan segan sama lo karena status
lo yang naik beberapa tingkat menjadi pacar Rayland."

"Singkatnya, mereka mau ngetreat elo dengan sebaik-baiknya untuk menghindari beberapa
kemungkinan dari Rayland. Walaupun Rayland dingin-dingin gitu, dia juga orang yang
tempramental. Orang-orang di sekolah juga udah ga asing sama sifatnya dia yang satu itu." lanjut
Abel.

"Napa ribet amat? Masa iya Ray tempramen?" ucap Anin dengan tampang bodohnya. Ia
menggaruk pelipisnya, ternyata seribet ini untuk menjadi pacar dari seorang Rayland. Ini baru
teman sekelasnya, bagaimana jika satu sekolah tau statusnya dengan Rayland?

"Makanya jangan dikelas mulu lo diemnya." ucap Aura sedikit menyindir sahabatnya ini yang
selalu diam di kelas saat kelas sepuluh.

"Eh tapi, mereka tau dari mana kalo gue sama Rayland udah pacaran?" tanya Anin, seingetnya
yang tau hanya orang-orang terdekatnya saja.

"Astaga! Ternyata lo masih belum nyadar ya se-terkenal apa Rayland dan se-fanatik apa fans
dari pacar lo itu?!" pekik Aura gemas.

"Gini ya Nin, gue jelasin lagi. Fans nya Rayland itu ibaratkan cenayang atau lambe turah yang
bisa tau semuanya dengan cepat. Lo tau sendiri yang megang akun sosial media lambe turah
sekolah kita itu anaknya julid abis. Jadi ga heran, lo pacaran sama Rayland kabarnya cepet
meluas. Apalagi pas lo ulang tahun banyak anak-anak sekolah yang kesana kan." ucap Abel.

Anin menangguk paham, ternyata Rayland bisa semengerikan itu menurut teman-teman
sekelasnya. Karena saat bersamanya, Ray akan bertingkah lembut.

"Tapi-" Anin tidak sempat melanjutkan perkataannya karena bel sekolah sudah berbunyi.

•••
"Ma, apa kabar?" tanya seorang pemuda kepada orang yang melahirkannya. Wanita paruh baya
itu hanya menatap lurus. Kosong.

"Ma, aku bawain makanan kesukaan mama." Alden dengan antusias membuka tempat makan
yang berisi makanan kesukaan mamanya.

"Aku suapin ya ma."

Prang!

Tempat berisi makanan itu jatuh berserakan mengotori lantai. Mamanya menepis tempat makan
itu dengan kasar. Alden berusaha tersenyum.

"Mama ga suka ya? mama mau makan apa? aku bawain sekarang." tanya Alden beruntun.

"KELUAR!" teriak wanita paruh baya itu sambil menutup kedua telinganya. Tubuhnya bergerak
gelisah di atas brangkar.
"Ma, ini aku anak mama." Alden berusaha untuk menghalau air mata yang meminta keluar. Ia
menatap sendu mamanya.

"DIAM!" Wanita paruh baya itu menjerit dengan keras sambil menggelengkan kepalanya cepat.
Kedua kakinya menendang-nendang tak tentu arah.

Pintu kamar itu terbuka, terdapat seorang suster dan juga dokter perempuan yang berjalan
tergese-gesa menuju mamanya.

"Nak, kamu bisa datang lain waktu ya. Mama kamu harus di tenangin lebih dulu." ucap dokter
yang sekiranya seumuran dengan mama Alden itu.

Alden akhirnya pulang dengan perasaan hampa, lagi.

Lagi-lagi mamanya menolak kedatangannya. Alden mengusap kasar kedua sudut matanya.
Matanya menajam, pria tua bangka itu yang sudah menyebabkan mamanya sampai seperti ini.

Ia tidak akan pernah memaafkan pria tua itu, sekalipun pria itu adalah ayah kandungnya sendiri.

•••
Anin terdiam kaku di depan ruang kerja Vano, kedua matanya berkaca-kaca dan sedikit
memerah. Pikirannya kosong. Niat awalnya yang ingin menanyakan tentang salah satu masalah
di resort yang sudah menjadi miliknya akhirnya tertunda.

"Anin should know that mommy was killed!"

Anin dapat mendengar suara Hero yang menyentak. Tangannya gemetar itu memutarkan handle
pintu di depannya.

Vano dan Hero menoleh ke ambang pintu menatap Anin yang sedang memberikan mereka
tatapan kosong. Vano tersentak dari duduknya, ia berjalan ke arah Anin dengan tatapan sendu.

"Anin, come here." ucap Vano pelan. Sedangkan Hero masih mematung di tempatnya.

"Why?" Anin menahan isakannya. Krystal bening itu akhirnya meluruh setelah ia tahan sekuat
tenaga.

"Anin, hey." Vano berusaha menggapai tangannya, tetapi Anin selalu menghindar. Hero
memejamkan matanya frustasi, matanya memerah dan berkaca-kaca.

"KENAPA?!" Anin berteriak dengan lantang. Air mata nya mengalir dengan deras. Ia merasa
seperti orang bodoh karena di bohongi bertahun-tahun.

"Daddy kenapa tega lakuin ini?" Anin berbisik dengan tatapan menusuknya.
"KENAPA DADDY SAMA ABANG TEGA NGEBOHONGIN AKU BERTAHUN-TAHUN?!
APA AKU GA BERHAK TAU KEBENARAN DIBALIK KEMATIAN MOMMY?!" Anin
lepas kendali, ia tidak bisa menahan sakit hati yang di peroleh dari kedua orang tersayangnya.
Anin bersimpuh, tangisannya terdengar semakin keras.

"Sayang," nada Vano gemetar, ia kalang kabut.

Ia mencoba mendekat ke arah Anin, "Stop disitu." Vano dan Hero tersentak mendengar nada
dingin yang keluar dari bibir Anin.

Para pekerja yang berada di mansion tidak berani ikut campur dalam masalah keluarga majikan
mereka, walau mereka ingin sekali menenangkan gadis kecil yang sedang terpukul itu.

Anin terkekeh sinis dengan tatapan kosong. Seketika bibirnya melengkung ke bawah,
tangisannya terdengar semakin keras. Hero mencoba untuk mendekat ke arah adiknya, persetan
dengan penolakan yang di berikan Anin.

"LEPAS!" Anin memukul dada Hero dengan keras saat merasakan kakaknya memeluknya
dengan erat.

"Hey, maafin abang." Air mata Hero meluruh ke bawah melihat keadaan adiknya yang kacau.
Tangan gemetar mencoba mengelus punggung adiknya agar Anin berhenti memberontak di
pelukannya.

"Maafin abang." ujar Hero sekali lagi. Ia memejamkan matanya, bibirnya terkatup untuk
menghalau isakan yang ingin keluar. Ia mencium puncak kepala Anin dengan air mata yang
senantiasa mengalir dengan deras.

Anin berhasil terlepas dari dekapan Hero, ia berlari menuju kamarnya lalu menguncinya. Tak
lupa ia mendorong beberapa meja yang berada di kamarnya, agar Hero dan Vano tidak bisa
memasuki kamarnya jika mereka memiliki kunci cadangan kamarnya.

Langkah Anin melemah menuju ranjangnya. Ia duduk di pinggir ranjang dengan pikiran yang
sudah berkelana kemana-mana. Tatapannya kosong seolah raganya tidak memiliki jiwa.

"ANIN BUKA PINTUNYA!" teriak Vano sambil mencoba untuk mendobrak pintu kamar
anaknya.

"ANIN MAAFIN DADDY!" Anin dapat mendengar suara Vano yang bergemetar menahan
tangis.

"DEK! ANIN MAAFIN ABANG!" Hero terisak.

Emosi berlebihan yang berada di dalam dirinya membuat Anin lepas kendali. Ia mengambil
benda tajam di laci meja nakas. Bahunya bergemetar hebat, isakannya semakin keluar dengan
keras. Dengan tangan gemetar, ia mengarahkan benda tajam itu pergelangan tangannya.
Anin mengiris kulit putih itu dengan cepat seolah tak ada hari esok. Tangan putih sudah
berlumuran dengan darah. Air matanya senantiasa mengalir dengan deras, rambutnya acak-
acakan.Tatapannya datar, tidak ada tatapan kesakitan.

Anin sangat menyayangi perempuan itu, sangat. Bahkan jika bisa, Anin ingin menukar
nyawanya jika itu bisa membuat mommy nya kembali. Mengetahui kenyataan yang sebenarnya
di balik kematian ibu nya, membuat Anin sangat terpukul dan tidak berpikir panjang untuk
melakukan kebiasaannya yang sempat hilang.

Tes..

Darah di tangannya menetes mengenai permukaan ubin lantai yang awalnya putih bersih.

"ANIN BUKA PINTUNYA!" Anin tersentak saat mendengar suara orang yang dicintainya, Ray.
Tapi hal itu tidak membuat Anin luluh. Bibirnya terkekeh sinis, ia melanjutkan kegiatannya
mengiris pergelangan tangannya sampai puas. Anin merasa beban yang tadinya terasa berat di
bahunya, seketika terasa ringan.

Rayland panik setengah mati, urat-urat di lehernya mengetat. Ia takut gadisnya melakukan hal
yang tidak-tidak.

"ANIN! JANGAN MACAM-MACAM NAK!" teriak Arion panik.

Anin merasakan jantungnya berdetak dengan sangat keras, dada nya terasa terhimpit. Wajahnya
pucat pasi, ia membaringkan tubuhnya di ranjang. Seprai lilac yang membungkus ranjangnya
seketika berubah warna menjadi merah di bagian tertentu akibat darah di tangannya.

Anin menutup matanya, tak lupa dengan senyuman tipis yang sempat terhias sebelum ia hilang
kesadaran.

Meja yang menghalau pintu kamar Anin seketika terbalik, entah apa yang mereka gunakan untuk
mendobrak pintu kamarnya. Pintu kamar Anin terbuka dengan sempurna.

Keempat pria berbeda umur itu berlari ke arah ranjang tempat Anin tak sadarkan diri. Vano naik
ke atas ranjang, "Nak, hey bangun. Maafin daddy." ucap Vano sambil menepuk pelan pipi
anaknya yang berada di pangkuannya. Vano tidak bisa menahan air matanya lebih lama lagi,
pertahanannya runtuh. Ia terisak pelan, ini semua salahnya.

Rayland mematung melihat keadaan kamar Anin yang berantakan, darah berceceran di ubin
lanti. Keadaan gadisnya sangat kacau, cairan kental berwarna merah pekat itu masih mengalir di
pergelangan tangan gadisnya. Tangannya mengepal erat, matanya memerah. Ia gagal, menjaga
Anin.

"Ambulance udah sampe di depan." Vano dengan cekatan menggendong tubuh anaknya. Hero
memukul dadanya dengan keras, seakan ingin menghalau rasa sakit yang seketika menyerang
dadanya.
Di dalam ambulance hanya terdapat Vano. Anin sedang diberikan pertolongan pertama oleh
petugas medis.Tangan gemetarnya sedari tadi tidak berhenti mengusap tangan anaknya yang
dingin.

Mobil yang berisi Arion, Rayland dan juga Hero mengikuti di belakang mobil ambulance.

"Kamu kuat, anak daddy kuat kan hm?" tanya Vano dengan berbisik dan senyum tipis yang
tepatri di bibirnya seolah sedang menguatkan dirinya sendiri. Namun, pertahanannya runtuh
kembali. Vano menenggelamkan wajahnya di bahu anak gadisnya. Bahunya bergemetar hebat
disertai dengan isakan-isakan kecil yang terus keluar.

"Bertahan demi daddy ya anak nakal?" bisik Vano tepat di samping telinga Anin.

•••
Keempat pria itu masih setia menunggu di ruang tunggu UGD. Jam sudah menunjukkan pukul
satu dini hari. Keadaan Vano dan Hero sangat kacau, bercak-bercak darah Anin masih tercetak di
baju kaos masing-masing.

"Gimana keadaan anak saya?" tanya Vano lemah.

"Mohon maaf sebelumnya bapak, apakah ada yang memiliki golongan darah yang sama seperti
pasien? Pasien kekurangan darah, dan kebetulan stock darah yang sama dengan golongan darah
pasien sedang dalam perjalanan. Butuh beberapa waktu lagi untuk sampai ke rumah sakit." ucap
suster itu dengan sopan. Suster itu berucap dengan hati-hati, karena ia berhadapan langsung
dengan pemilik rumah sakit ini, Arion.

"Gimana bisa rumah sakit sampai bisa se-lalai ini?! apa kalian tidak pernah memeriksa setiap
stock golongan darah?!" ucap Rayland marah, tak lupa dengan tatapan menusuknya.

"Maaf atas kelalain kami tuan." ucap perawat itu dengan menunduk.

Hero menepuk bahu Rayland agar pemuda itu tenang.

"Golongan darah saya sama." ucap Vano.

"Baik, silahkan melakukan pengecekkan dulu pak. Mari."

"Daddy kesana dulu, kamu tenang aja. Adik kamu pasti baik-baik aja." ucap Vano dengan
sungguh-sungguh.

"Lo kuat." Arion menyemangati sahabat yang sudah ia anggap seperti saudara kandungnya
sendiri.

Setelah melakukan segala pengecekkan seperti tekanan darah dan lain-lain, Vano diperbolehkan
untuk melakukan tranfusi darah. Akhirnya Vano melakukan transfusi darah di dalam ruang yang
sama dengan Anin.
Tatapannya tidak pernah beralih dari wajah pucat anaknya sedikitpun. Dokter memberi tahu
bahwa Anin baik-baik saja, anaknya itu mengalami yang namanya syok hipovolemik.

Lihatlah, anaknya terlihat sangat cantik bahkan dengan mata yang masih tertutup.

•••
TBC!!
WOWOWOWO tenang guys tenang🧎‍♀️

Gimana part ini? semoga suka yaa❤️

Chill aja bacanya guys, nikmati. Jangan dibawa stress yaa😭 Sorry aku baru bisa update,
karena mau update kemarin tapi wp error hikz:(

Oh iya, disini alurnya agak aku


percepat ya guys. Biar ga kelamaan hehe:3

Cepet sembuh cantik🥺❤️

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian ya❤️

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

Spam next here👉🏻

See u next part❤️

RAYAN PART 27
Hallo! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf ya<3

Update cepet nich👀

Happy reading❤️
•••
Jam sudah menunjukkan pukul 09.00 pagi. Vano masih setia duduk di samping brankar anak
gadisnya dengan tangan yang senantiasa menggenggam tangan mungil milik Anin.
Penampilannya sudah terlihat jauh lebih segar dari sebelumnya. Setelah melakukan transfusi
darah yang cukup banyak sehingga membuat tenaganya terkuras, pagi ini keadaan Vano sudah
terlihat lebih baik.

Hanya ada Vano yang menjaga Anin saat ini, Hero dan Rayland sedang menjalankan kewajiban
mereka sebagai pelajar. Pekerjaannya di perusahaan, ia limpahkan kepada asistennya untuk
sementara. Yang ia pedulikan saat ini hanya Anin,Anin dan Anin. Bodoamat dengan asisten nya
yang mungkin saat ini sedang stress karena berkas-berkas yang menumpuk.
Netranya tidak bergerak sedikitpun dari wajah Anin yang pucat. Setengah dari wajah gadis itu
ditutupi oleh masker oksigen, pergelangan tangan kirinya terbalut perban yang cukup tebal
akibat self-harm yang dilakukannya.

Vano mengelus tangan kanan Anin yang tertancap infus. Ia menyingkirkan anak rambut yang
sedikit menutupi wajah Anin. Vano mengelus kening anaknya dengan lembut, Anin sempat
mengalami demam tinggi dini hari tadi. "Cepet sembuh anak daddy." ucap Vano pelan dengan
tatapan sendu. Lalu ia menelungkupkan kepalanya di pinggir brankar, mencoba memejamkan
matanya.

Tak lama kemudian, kening gadis yang tadinya sedang tertidur pulas itu sedikit mengerut seolah
menghalau pencahayaan yang masuk ke dalam netra birunya. Kedua kelopak mata itu berkedip-
kedip untuk menormalkan penglihatannya.

Anin menelisik seisi ruangan beraroma obat-obatan ini, penglihatannya terhenti saat melihat
daddy nya yang sedang tertidur di pinggir kasur yang sedang ia tempati. Anin menatap tangan
yang digenggam oleh daddy nya dengan pandangan sendu.

Pikirannya berkecamuk, ia merasa sangat kecewa dengan Hero dan juga Vano. Namun disisi lain
ia juga merasa sangat bersalah dengan mereka berdua karena melakukan tindakan itu lagi. Tanpa
diperintah, air matanya mengucur deras membasahi kedua pipi putihnya. Isakan-isakan kecil itu
berubah menjadi isakan yang lebih keras.

Vano terbangun dari tidurnya ketika mendengar isakan memilukan dari Anin.

"Hey, hey, kenapa?" tanya Vano dengan panik. Anin tidak menjawab, hanya isakan yang keluar
dari bibirnya. Vano mencoba membuka masker oksigen yang membungkus setengah wajah
Anin.

Karena tidak mendengar jawaban dari Anin, dengan hati-hati Vano mencoba untuk memeluk
punggung rapuh itu. Takut anaknya akan menghindar. Untungnya, Anin tidak menghindar. Ia
malah makin mendusel-duselkan wajahnya di dada bidang Vano sambil menangis. Anin
mengangkat tangannya mencoba membalas pelukan Vano.

Vano mencium puncak kepala Anin, lalu mengelus surai cokelat gelap milik Anin.

"Daddy, maaf."

Anin menangis dengan keras, bahunya bergemetar hebat.

"No,no it's okay! Maafin daddy juga ya." ucap Vano dengan suara paraunya. Anin bernafas
dengan tidak beraturan karena menangis.

"Hey,hey udah. Pelan-pelan nafasnya, nanti kamu sesak." ucap Vano setelah menguraikan
pelukannya. Kedua tangan besarnya beralih mengusap wajah anaknya yang basah karena air
mata.
Anin memberikan tatapan seperti anak kucing yang meminta makan. Matanya seolah berkilau
dengan bibir yang melengkung. Vano yang sudah tidak tahan akhirnya mencium pipi putih
bersih milik Anin.

Cup!

"Jadi, daddy bisa jelasin apa sekarang?" tanya Anin dengan isakan-isakan kecil yang masih
keluar dari bibirnya.

Vano menghela nafas, lalu membenarkan tempat duduknya. "No!" Vano tersentak mendengar
suara Anin.

Anin menepuk nepuk kasurnya seolah menyuruh Vano untuk tidur di kasur yang sedang ia
tempati. Vano menghela nafas lega, ia kira Anin marah kembali. Vano melepaskan alas kaki nya
lalu naik ke atas brankar yang di tempatkan oleh Anin. Vano menggunakan lengan berototnya
sebagai bantalan untuk kepala Anin.

"Jadi?" tanya Anin dengan mendongak menatap rahang tegas milik Vano.

Vano menarik nafasnya terlebih dahulu lalu mengeluarkannya. "Saat itu, mommy kamu sama
kakak kamu dirumah cuman berdua. Daddy waktu itu kebetulan sedang ada perjalanan bisnis
keluar kota sebentar." ucap Vano dengan tatapan menerawang. Luka yang selama ini berusaha
itu tutupi, terbuka kembali hari ini.

"Malam itu mommy kamu berusaha buat ngelindungin kakak kamu saat orang dengan pakaian
hitam itu masuk ke dalam rumah. Alhasil, mommy kamu kena dua tembakan. Di jantung dan
pinggang sebelah kirinya." Vano memberhentikan ucapannya sebentar. Ia menarik nafas dalam-
dalam lalu melanjutkan perkataannya.

"Daddy yang malam itu memang udah perjalanan pulang, excited banget karena sebentar lagi
bisa ketemu sama mommy kamu.  Tapi kamu tau apa yang daddy temuin pas sampe rumah?
mommy kamu bersimbah darah di lantai ruang tamu dengan kakak kamu yang nangis keras
sambil ngeguncang bahu mommy kamu." ucap Vano dengan mata memerah.

Anin menatap Vano dengan mata berkaca-kaca, ia tau daddy nya sedang menahan sakit di
hatinya saat mengingat kejadian itu.

"Dad-" niat Anin untuk memberhentikan Vano bercerita terpotong.

"No, kamu harus tau semuanya. Daddy gamau lagi nyembunyiin apa-apa dari kamu." ucap Vano
tegas.

"Setelah itu, daddy langsung bawa mommy dan juga Hero ke rumah sakit. Mommy kamu
langsung dibawa ke ruang operasi sama dokter terbaik yang udah siap disana. Kakak kamu
sempet pingsan juga waktu itu dan daddy nunggu mereka sambil berdoa ditemenin sama om
Arion. Tapi setelah daddy nunggu hampir empat jam, dokter bilang mommy kamu ga selamat.
Dokter bilang, daddy terlambat bawa mommy kamu ke rumah sakit."

Akhirnya, air mata yang sudah di tahan oleh Vano sejak tadi keluar begitu saja. Netra cokelat
milik Vano hanya menatap lurus ke depan.

Vano dapat merasakan tangan lembut milik Anin mengusap pipinya dengan pelan. Vano
menangkap tangan Anin lalu menggenggamnya.

"Daddy minta maaf karena nyembunyiin hal sebesar ini dari kamu selama bertahun-tahun. Ada
alasan tersendiri kenapa daddy nyembunyiin hal ini, nak." ucap Vano dengan tatapan teduhnya
menatap wajah pucat anaknya.

"Dad, i'm so sorry." Anin menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia menangis.

"Maaf karena udah bersikap kekanakan sampe ngerepotin daddy sama abang. I'm just...can't
handle it. This is too-" Anin tidak bisa melanjutkan ucapannya, suaranya tercekat. Kebenaran ini
terlalu mengejutkannya sehingga membuat dirinya melakukan self-harm kembali kemarin.

"Maafin daddy juga ya? Kita jalanin semuanya sama-sama, bareng kakak kamu juga. Mommy
kamu pasti bangga punya kita bertiga." ucap Vano menguatkan.

"Sekarang kamu tau kan? kenapa daddy selalu nyuruh bodyguards buat jaga kamu? kenapa
daddy selalu ngajarin kamu bela diri?" Anin menganggukkan kepalanya mengerti, ia memeluk
Vano dengan erat seolah tidak membiarkan daddy nya kemana-mana.

Cklek!

"Abang," Anin merentangkan kedua tangannya dengan bibir melengkung. Hero terkejut melihat
adiknya yang sudah sadar kembali. Tanpa sepatah kata, ia berlari menuju brankar Anin.

Grep!

"Jangan ngelakuin hal itu lagi, abang takut." suara Hero terdengar bergemetar. Kedua tangannya
memeluk erat punggung kecil milik adiknya.

"Jangan tinggalin abang." ucap Hero kembali.

Anin menganggukkan kepalanya, "Janji." ucapnya sambil mempererat pelukan di leher Hero.

"Udah acara peluk pelukannya. Sekarang biarin adik kamu makan dulu." ucap Vano lalu bangkit
dari brankar menuju sofa untuk mengecek email yang dikirimkan oleh asistennya.

"Loh kamu belum makan?" tanya Hero heran. Anin menggelengkan kepalanya. Hero yang
melihat itu akhirnya menyentil kening adiknya.
"Aduh!" Anin mengusap-ngusap keningnya yang terasa panas.

"Biar abang yang panggil susternya."

Tak lama kemudian, datang seorang perawat sambil membawa nampan berisi makanan sehat ala
rumah sakit.

"Sop ayam?" tanya Anin setelah melihat makanannya. Hero menganggukkan kepalanya, lalu
beralih mengambil nampan yang sudah terletak di atas meja.

"Biar abang yang suapin." ucap Hero. Anin menikmati setiap suapan yang diberikan oleh Hero,
perutnya sedari tadi memang sudah minta diisi.

"Laper banget ya?" tanya Hero dengan terkekeh kecil. Anin menganggukkan kepalanya dengan
pipi mengembung.

Setelah menelan makanannya, Anin bertanya "Ray nggak kesini?"

"Mungkin ntar malam dia kesini, abang juga belum ngasih tau kalau kamu udah sadar."

"JANGAN DIKASI TAU!" jerit Anin mencegah kakaknya yang sudah bersiap mengambil
ponsel di sakunya. Hero memberikan tatapan bertanya-tanya.

"Em- biarin dia sekolah dulu. Takutnya kalo Ray tau, dia pasti bakalan bolos sekolah." ucap
Anin. Hero mengangguk mengerti.

"Habis ini minum obat, terus istirahat." ucap Vano setelah melihat anaknya sudah selesai makan.

•••
"Lo kapan ke rumah sakit? bareng dong, gue juga mau liat keadaan Anin." tanya Athan.

"Nanti malem." ucap Ray. Ia menyandarkan badannya di kursi kantin dengan mata terpejam.
Pikiran pemuda itu sedari tadi hanya tertuju kepada Anin,Anin dan Anin. Ia tidak bisa fokus saat
KBM sedang berlangsung.

Ray menatap ponselnya, berharap mendapat kabar dari Hero dan Vano bahwa Anin sudah sadar.

"Ga nyangka sih gue kalau Anin bakal nyakitin diri nya sendiri." ucap Alex lemas. Tak heran
kenapa Alex bisa sesedih itu mendengar keadaan Anin. Pemuda itu selalu bermain dengan Anin
dan juga Athan jika gadis itu bermain ke markas. Begitupun juga dengan Naden dan Leo, Anin
sudah dianggap adik oleh mereka.

"Gue ikut ke rumah sakit." ucap Leo.

"Gue juga, Abel sama Aura juga bakalan kesana nanti." ujar Naden.
Rayland tidak memperdulikan ucapan para sahabatnya, pikirannya sedang berkecamuk saat ini.

•••
Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, tetapi Anin masih memejamkan matanya karena
efek meminum obat yang ia minum sore tadi.

Rayland sedari tadi menunggu gadisnya membuka mata dengan sabar. Ia masih belum
mengetahui bahwa Anin sudah sadar sebelumnya. Vano dan Hero sudah pulang ke mansion saat
Rayland baru datang. Mereka akan balik lagi nanti.

"Bangun." ucap Rayland sambil terus mencium punggung tangan Anin yang tertancap jarum
infus.

"Ray?" Rayland dengan cepat mengangkat wajahnya. Netranya menatap mata Anin yang saat ini
sedang menatapnya dengan sayu karena baru bangun tidur.

Ray tersenyum kecil, "How do you feel?" tanya Rayland lembut. Jangan lupa dengan tatapannya
yang menatap dalam iris biru milik Anin.

"Good." ucap Anin dengan tersenyum lemah. Ia mencoba bangkit dari posisi berbaringnya.
Rayland dengan sigap menahan punggung Anin dengan satu tangannya, seolah ia sedang
memeluk Anin. Satu tangannya lagi ia gunakan untuk mengambil remote pengatur posisi tempat
tidur.

"Thank you." ucap Anin setelah menemukan posisi duduk yang nyaman.

"You want to join me?" tanya Anin sambil menepuk nepuk kasurnya, menawarkan Rayland
untuk duduk bersamanya.

Tanpa sepatah kata, Rayland menaiki brankar milik Anin dan duduk di sebelah gadis itu. Kepala
gadis itu ia letakkan di bahunya, begitu juga dengan tangan kanannya yang melingkar sempurna
di bahu milik Anin.

"You scare me." ucap Rayland dengan suara beratnya.

"Sorry." Anin memilin ujung baju rumah sakit yang sedang ia kenakan.

"Jangan lakuin hal itu lagi." Anin menganggukkan kepalanya mantap.

Cup!

Rayland mencium kening gadis itu dengan lembut, tangan kiri berototnya melingkar manis di
pinggang Anin.

"I want you to hug me." Anin mengerutkan keningnya saat mendengar sedikit nada manja yang
keluar dari bibir pemuda di sampingnya ini. Walaupun nadanya masih terkesan datar dan dingin.
Anin beralih memeluk leher pemuda itu dengan lengan kecilnya. Rayland menyembunyikan
wajahnya di ceruk leher Anin sambil mempererat lagi pelukannya. Pemuda bertubuh besar dan
kekar itu seketika menjadi orang yang manja saat ini.

Anin mengelus surai lebat milik Rayland. Rambut pemuda itu terkesan tebal dan juga harum.
"Kamu udah makan?" tanya Anin. Anin merasakan Rayland menganggukkan kepalanya.

"Temen-temen ntar kesini." ucap Rayland dengan suara teredam. Namun Anin dapat
mendengarnya dengan jelas.

"Loh kenapa ga bareng sama mereka?" tanya Anin.

"Aku tinggalin, mereka kelamaan." ucap Rayland masih dengan posisi ternyamannya saat ini.

Cklek!

"OH MY GOD! MY EYES!" pekikan Athan membuat Anin seketika melepaskan pelukannya di
leher Rayland. Tapi tidak dengan Rayland yang masih betah melingkarkan kedua tangannya di
pinggang Anin, tidak peduli. Disana sudah ada keempat sahabat Rayland dengan sebuah
bingkisan di masing-masing tangan mereka.

"ENAK BANGET YE PELUK-PELUK ANAK ORANG." sindir Alex.

"Sirik." ucap Rayland singkat.

"Lepas dulu Ray, malu sama yang lain." bisik Anin dengan pipi yang sudah memerah.

Rayland berdecak, dengan tidak ikhlas ia melepaskan pelukannya di pinggang Anin.


"Ganggu." ucap Rayland tajam.

Athan yang mendengar itu berkacak pinggang, "Contoh anak anjing." ucap Athan kepada Ray,
seperti seorang ibu yang sedang memarahi anaknya. Ray yang melihat itu hanya memberikan
tatapan datarnya, lalu turun dari brankar Anin.

"ANIN AAAAAAAA!" pintu ruang rawatnya kembali terbuka. Muncul Aura dan juga Abel
dengan bingkisan di tangan mereka.

Kedua sahabatnya itu berlari lalu memeluknya dengan erat. "OH MY GOD! KANGEN
BANGET GUE!" Aura bergerak dengan belingsatan.

"Ck, selalu bikin khawatir ya lo." ucap Abel setelah menguraikan pelukannya. Anin membalas
ucapan Abel dengan cengiran khasnya.

Mata Aura tak sengaja melihat perban yang membalut pergelangan Anin. "ANIN LO-"
"Berisik setan!" ucap Alex setelah membekap bibir Aura, agar perempuan itu tidak
mengeluarkan suaranya yang dapat membuat telinganya berdenging.

"Apaan sih?!" amuk Aura kepada Alex.

"Eh udah-udah jangan berantem!" Anin mengambil pisau buah yang berada di meja sebelah
tempat tidurnya, lalu mengarahkan pisau itu ke arah Aura dan juga Alex.

"Kalo masih gabisa diem, ini pisau bisa gue buat motong lidah kalian loh." ucap Anin santai
dengan senyum miringnya.

Aura dan Alex seketika memucat, mereka lebih memilih untuk duduk di sofa dengan tegak.
Bersebelahan.

Athan tertawa keras sambil memegang perutnya. "Rasain lo berdua." ledeknya sambil
menjulurkan lidahnya. Rayland sedari tadi hanya diam sambil memperhatikan wajah Anin
dengan lekat.

"Gimana keadaan lo?" tanya Naden dengan Leo yang berada disampingnya.

"Udah baikan kok. Makasih ya udah jenguk gue." ujar Anin.

"Kayak sama siapa aja lo ah! Nih gue ada bingkisan." ucap Naden sambil meletakkan
bingkisannya di salah satu meja cukup besar. Lalu berjalan menuju sofa tempat kekasihnya
sedang duduk.

Leo tersenyum kecil, "Ini ada bingkisan dari gue sama Keira." Leo memperlihatkan dua paper
bag yang ia bawa.

"Thank you so much Leo. Nanti gue chat Keira deh." ucap Anin tersenyum yang dibalas Leo
dengan anggukan singkat.

"Mau makan?" tanya Rayland dengan lembut.

Anin menggelengkan kepalanya, "Aku boleh minta tolong kamu buat pesenin mereka makanan?"
tanya Anin kepada Rayland sambil menunjuk para teman-temannya yang sudah duduk
memenuhi sofa dan juga kursi.

Rayland menganggukkan kepalanya, lalu mengambil ponsel disakunya.

"No! pake hp aku." ucap Anin sambil memberikan ponselnya kepada Rayland.

"Nggak." ucap Rayland mutlak.

Anin menghela nafas, "Nanti aku ganti uangnya." ucap Anin.


"Nggak." tekan Rayland.

"Aku kembaliin." ucap Anin sabar.

"Nggak."

"Yaudah." ucap Anin mengalah. Toh tidak ada salahnya jika Rayland ingin mentraktir teman-
temannya kan?

"GUE MAU MEKDI!" celetuk Athan saat mengetahui bahwa Rayland sedang memesankan
mereka makanan.

"Pesen sendiri." ucap Rayland sambil menyodorkan ponselnya kepada mereka, agar teman-
temannya itu memesan makanan sesuai keinginan mereka.

Selagi menunggu mereka ber-enam memesan makanan, Rayland beralih mengelus surai Anin.
"Get well soon sweetheart."

•••
TBC!!
Gimana part ini? semoga suka yaa❤️

Mau cerita, ada salah satu komen readers yang buat aku ngakak banget😭 Disaat banyak
yang minta happy ending, dia malah minta sad ending🤣 Minta Anin dibuat meninggal,
jujur aku ngakak banget😭🙏Thankyou for make my day HAHAHAHAHA<3

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian❤️

Jangan lupa juga buat follow ig author @/gekdindaa._

Spam next here for next part,yang banyak ya👀

See u next part<333

RAYAN PART 28
Hallo semuanya! Maaf banget aku baru bisa update, karena aku baru aja sembuh huhu:
( kalian jangan lupa jaga kesehatan yaa di keadaan pandemi kayak sekarang dan patuhi
protokol kesehatan!❤️

Happy 169k reads!😭😭😭 ga nyangka banget bakal sampe ke titik ini. Jangan bosen-
bosen sama ceritaku yah<3

Maunya sih aku update besok, cuman kasian sama kalian yang udah nunggu lama:
( jadinya aku update sekarang aja deh hehe.
Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf ya<3

Asal kalian dari mana?👉🏻

Happy reading❤️
•••
"Dad, aku kapan bisa pulang?" tanya Anin dengan wajah jenuh.

"Hari ini kamu udah bisa pulang, daddy udah tanya dokternya tadi." ucap Vano sambil
memasukan beberapa barang Anin ke dalam tas besar.

Mata Anin seketika berbinar, "Beneran dad?! Tapi kok mendadak sih bilangnya." kesal Anin.

"Ya daddy juga baru tanya barusan anakku yang cantek. Sana gih, ganti baju dulu." suruh Vano.

Anin turun dari brankarnya lalu mengambil satu buah sweater yang tersisa di dalam lemari.
Kebetulan infus di tangannya sudah dilepas dan perban di pergelangan tangan kirinya juga sudah
di ganti menjadi lebih tipis. Sebenarnya keadaannya sudah membaik dari dua hari yang lalu,
tetapi Vano tidak mengijinkan Anin pulang terlebih dahulu jika belum sembuh total.

"Dad, udah." Anin berdiri di depan pintu kamar mandi dengan sweater oversized dan celana
joger nya.

"Tolong bawa dompet sama ponsel daddy. Biar daddy yang bawa barang-barangnya." Anin
menganggukkan kepalanya lalu mengambil dompet dan ponsel Vano di meja sebelah brankar.
Setelah selesai packing, mereka berdua menuju lantai basement menggunakan lift.

"Abang tau kalo aku pulang hari ini?" tanya Anin setelah mereka berdua masuk ke dalam mobil.

Vano menganggukkan kepalanya, "Udah daddy kasih tau tadi. Kamu mau makan apa?"

"Enggak deh, aku udah kenyang tadi makan makanan rumah sakit." tolak Anin.

Vano menolehkan kepalanya ke arah Anin yang berada sampingnya lalu mengalihkan
pandangannya ke depan. Ia menghela nafas pelan saat kejadian malam itu terlintas di otaknya.
Tangan kirinya masih fokus memegang stir, jari telunjuk itu terus mengetuk stir dengan pelan.

"Anin, listen to daddy. Jangan pernah kamu nyakitin diri kamu sendiri lagi. That's wrong. Kamu
bisa pukul daddy, cakar daddy bahkan bunuh daddy kalau misalnya kamu emang kecewa sekali
sama daddy. Daddy ga masalah kalau misalnya hal itu bisa buat kamu lega nak. Janji sama daddy
jangan pernah ngelakuin hal kayak gitu lagi dan-" Vano memberhentikan ucapannya, nafasnya
seperti tercekat.

"Jangan pernah tinggalin daddy kayak mommy." ucap Vano pelan.


Anin yang mendengar itu tersenyum tulus, ia tau kekhawatiran daddy nya ini. Anin mengulurkan
jari kelingkingnya yang dibalas dengan kaitan dari jari kelingking milik Vano.

"Promise."

"Cukup daddy kehilangan mommy kamu aja, jangan sampe daddy kehilangan anak-anak daddy
juga."

"Hm, i know how you feel dad. Tapi percaya sama aku, aku bisa jaga diri aku sendiri. Semua
ilmu bela diri yang udah daddy kasih ke aku udah mengalir di darah aku secara alami dad,
because i'm your daughter." ucap Anin meyakinkan.

Terlihat binar keyakinan di dalam mata Vano yang menatap ke arah jalanan. "Ya, kamu anak
daddy." Vano tersenyum lembut sambil mengusap puncak kepala Anin dengan sebelah
tangannya.

Setelah mobil jeep rubicon itu sudah berhenti di depan mansion. Anin langsung nyelonong
masuk kedalamnya, bodo amat dengan daddy nya yang sedang kesusahan membawa barang.

"HEH ANIN BANTUIN DADDY!" teriak Vano.

Anin terkikik kecil mendengar teriakan itu, "Baru aja tadi mellow di mobil, sekarang udah balik
aja sifat aslinya." gumam Anin geli. Sudah dipastikan Vano saat ini sedang mendumel tidak
jelas.

"Lah, disini kan gue yang jadi majikan? kenapa malah gue yang repot?!" jerit Vano setelah
tersadar.

"PAK UDIN, BI TUTI, TOLONG DIANGKAT BARANG-BARANG DI MOBIL YA!"

•••
Alden berjalan di koridor rumah sakit dengan langkah ringan, tatapan binarnya tertuju pada
sebuket bunga tulip ditangannya.

Dalam hati ia beharap, semoga kali ini mamanya dapat menerima kedatangannya dan menyukai
sebuket bunga tulip yang ia bawa. Ah, seketika ia merindukan suasana rumah saat ia kecil.
Dimana mamanya yang selalu merawat bunga-bunga di taman belakang rumah, selalu
membuatkan nasi curry untuk makan siangnya dan rindu bagaimana mama nya yang selalu
menemaninya saat akan tidur.

Saat akan mendekati kamar yang ditempati oleh mamanya, langkah Alden terhenti. Ia
mematung, nafasnya seperti tercekat saat mendengar pecahan dan keributan yang berasal dari
kamar mamanya.

PRANG!
"TOLONG KELUARKAN DIA!!!!!!"

Alden berlari dengan cepat ke dalam ruang rawat yang ditempati oleh mamanya, ia tidak peduli
lagi dengan tatanan bunga tulip yang sudah berantakan di tangannya.

"SIALAN!"

Alden dapat mendengar suara bentakan pria paruh baya di kamar mamanya.

"Gawat." batin Alden.

BRAK!

Pintu kamar didobrak dengan kencang oleh Alden. Matanya bergetar saat melihat papanya yang
sedang mengatai mama nya dan mamanya yang sedang berteriak histeris.

"DASAR SIALAN! ISTRI GA GUNA!" bentak Ranaka dengan jari telunjuk mengarah ke arah
istrinya yang sedang bergerak dengan gelisah di tempat tidurnya. Rambutnya berantakan, kedua
tangannya menutupi kedua telinganya.

"PERGI KAMU! PERGI!! ARGHHHHHH!"

"BAPAK SILAHKAN KELUAR! SAYA BISA LAPORKAN BAPAK KE POLISI


SEKARANG JUGA!" ucap dokter wanita yang sedari tadi berusaha untuk mengusir Ranaka.
Tetapi pria itu masih kekeuh untuk berdiam disana.

"PAPA!" teriak Alden murka dengan wajah yang memerah. Matanya bergetar menahan air mata
yang akan keluar saat melihat kondisi mama nya yang memprihatinkan. Tangannya terkepal erat,
urat-urat di pelipisnya menonjol yang menggambarkan seberapa marahnya pemuda itu saat ini.

"Nah ini dia, pahlawannya datang." ucap Ranaka dengan tersenyum mengejek.

Alden melangkah ke arah Ranaka dengan langkah cepat. "GET OUT JERK!" teriak Alden di
depan Ranaka.

Ranaka tertawa kecil melihat kemarahan anaknya, ia bertepuk tangan sebentar. "Sudah berani ya
kamu sekarang, anak sialan." ucap Ranaka mencemooh.

"I don't care if you say to me that 'anak sialan' but- jangan pernah sekalipun anda mengucapkan
kata-kata mencemooh kepada ibu saya." Alden menatap tajam kedua mata pria paruh baya di
depannya ini dengan rahang yang mengeras.

"Tapi pada nyatanya ibu kamu itu memang sialan, tidak berguna dan menyusahkan." bisik
Ranaka tajam.

Cukup, Alden tidak bisa menahannya lagi.


BUGH!

Ranaka mundur beberapa langkah karena tidak siap mendapat serangan tiba-tiba dari Alden yang
akhirnya mengenai rahangnya. Ranaka mengusap sudut bibirnya yang mengeluarkan darah
dengan jempolnya sambil tertawa kecil.

"TOLONG JANGAN MEMBUAT KERIBUTAN DI RUMAH SAKIT INI!" teriak dokter


wanita yang sudah selesai memberikan suntikan obat penenang untuk mama Alden.

Nafas Alden tidak beraturan, emosinya sudah tidak bisa ia bendung lagi. Rasanya ia ingin
menghancurkan pria tua di depannya ini. Matanya menatap menusuk ke arah Ranaka.

Ranaka berjalan beberapa langkah ke arah anaknya itu. "Kamu tau siapa saya, kamu tau saya
bisa melakukan apapun yang saya mau, saya yang mengendalikan kalian berdua. Apapun bisa
saya lakukan jika kamu membangkang, Alden." ucap Ranaka dengan sombong.

Sebenarnya, Alden bisa saja membunuh pria tua di depannya ini yang sialnya merangkap sebagai
ayah kandungnya. Tetapi, Ranaka bukanlah orang yang bisa di remehkan. Alden harus bertindak
seperti robot yang diperintah. Jika ia melanggar satu saja perintah, maka Ranaka tidak segan-
segan untuk mendatangi mamanya, kelemahannya.

"Papa bisa berlaku seenaknya seperti sekarang ini karena tidak ada kakek. Bagaimanapun juga,
perusahaan dan yang lain-lain yang sedang papa pegang saat ini itu masih sah hak milik kakek."
ucap Alden menantang.

Tatapan Ranakan menajam mendengar ucapan Alden.

Bugh!

Alden meringis sambil memegang perutnya yang baru saja diserang menggunakan lutut papanya.
Alden terbatuk-batuk, darah sedikit keluar dari mulutnya.

"See?" Alden tersenyum kemenangan saat melihat amarah papanya.

"Jangan pernah main-main dengan saya, Alden." ucap Ranaka penuh penekanan lalu berlalu
meninggalkan ruang rawat.

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mengintip dan mendengar semua percakapan mereka
bahkan perkelahian mereka dari awal. Orang itu bersembunyi saat melihat Ranaka keluar dari
ruang rawat. Bibirnya tersenyum miring, lalu ia pergi meninggalkan rumah sakit.

Alden yang masih memegang perutnya, berjalan ke arah brankar mamanya.

"Mama yang sabar ya, Alden janji bakalan balas perbuatan tua bangka itu untuk mama. Alden
sayang banget sama mama." ucap Alden pelan lalu mencium kening mamanya yang sedang
menutup mata.
"Dok, saya titip mama ya." ucap Alden. Dokter wanita itu mengangguk dengan senyuman sendu.

•••
Ting! Tong!

Bel mansion membuat Anin menghentikan aktivitas membersihkan dapurnya. Tangannya masih
terbaluri dengan tepung. Ia baru saja selesai membuat brownies untuk menghilangkan
kejenuhannya.

Anin berjalan ke arah pintu utama, lalu membuka pintu besar itu.

"Loh kamu?" Anin sedikit kaget saat melihat Rayland yang datang ke mansion nya. Di tangan
pemuda itu sudah terdapat sebuket bunga lily berwarna pink, bunga kesukaan gadisnya.

Rayland memperhatikan penampilan Anin dari atas sampai bawah. Baju kaos berwarna hijau tua
dengan celana pendek putih selutut yang ditutupi oleh apron, rambut yang di cepol asal, sandal
jepit berwarna kuning dan ia dapat melihat wajah gadisnya terdapat sedikit garis berwarna putih
yang ia yakini itu tepung. Tetapi, kecantikkan gadis itu tidak berkurang sedikitpun.

"Wah ini buat aku? tapi tangan aku lagi kotor." ucap Anin sambil memperlihatkan tangannya
yang masih terbaluri dengan tepung.

"Cuci tangan sama cuci muka dulu, bunganya biar aku yang pegang." ucap Rayland.

"Yaudah kamu tunggu di ruang tamu dulu ya, ga lama kok." ucap Anin.

Rayland berjalan ke ruang tamu lalu mendudukan bokongnya di sofa empuk. Tangannya
mengambil ponsel yang berada di dalam saku celananya untuk melihat e-mail yang dikirimkan
oleh manager coffe shop nya. Rayland sudah memiliki beberapa cabang coffe shop yang sudah
tersebar di beberapa daerah. Coffe shop miliknya tidak pernah sepi dan omset yang bisa ia dapat
mencapai seratus lima puluh juta perbulan.

Selain mempunyai usaha coffe shop yang terkenal, Rayland juga selalu berinvestasi dan bermain
saham. Rayland juga kadang mengikuti meeting dan menjabat sebagai orang penting di
perusahaan papanya.

"Mana bunganya?" tanya Anin dengan nada sedikit merengek dan tangan yang diulurkan.

"Duduk dulu." ucap Rayland sambil menarik tangan Anin agar duduk di sebelahnya. Lalu, ia
memberikan buket bunga itu yang diterima dengan tatapan berbinar milik Anin.

"Kok tiba-tiba ngasih bunga?" tanya Anin heran sambil membelai bunga lily yang berada di
pelukannya.

"Hadiah. Karena kamu udah sembuh." ucap Rayland dengan tersenyum tipis.
Anin yang mendengar itu membalasnya dengan senyuman lebar. "Makasih ya!"

"Oh iya, aku tadi buat brownies. Coba ya? aku perlu testimoni kamu." tawar Anin.

"Sure."

Anin berjalan menuju dapur lalu mengambil sepiring brownies yang sudah ia potong dengan
ukuran sedang dan segelas susu cokelat dingin kesukaan Rayland.

Anin meletakkan brownies dan susu yang sudah ia bawa di hadapan Rayland. Rayland
mengambil garpu, lalu memotong brownies cokelat itu dan memasukkan ke dalam mulutnya.
Anin yang berada di sebelahnya hanya menatap lekat setiap kegiatan mengunyah pemuda di
sampingnya dan memperhatikan ekspresi Rayland saat mencoba brownies buatannya.

Flat, satu kata yang dapat Anin jabarkan saat melihat Rayland mencoba browniesnya. Rayland
belum mengeluarkan sepatah katapun, pemuda itu mengambil kembali brownies di depannya.
Jika tadi ia memakai garpu, maka saat ini pemuda itu menggunakan tangan untuk memakannya.

Setelah brownies yang ia makan sudah habis tak tersisa, Rayland meminum susu cokelat dingin
miliknya hingga tandas.

Rayland menoleh ke arah Anin dengan tatapan lembutnya tetapi masih dengan ekspresi flat.

"Besok bawain aku bekel brownies ke sekolah." ucap Rayland singkat.

Mata Anin berbinar, "Browniesnya enak?" tanya Anin tidak sabar.

"Banget." Rayland mengulurkan tangannya untuk mengusap pipi putih milik Anin.

"Om Vano sama Hero kemana?" tanya Ray setelah menyadari tidak menemukan keberadaan
sepasang anak dan ayah itu.

"Daddy ada urusan di kantor, bang Hero main ke markas." ucap Anin.

Rayland meletakkan bantal kecil sofa di paha Anin, lalu tanpa sepatah kata ia merebahkan
tubuhnya dengan kepalanya yang berada pada bantal yang sudah ia letakkan di paha Anin.

Jari-jari lentik milik Anin spontan mengelus rambut lebat dan lembut milik Rayland. Rayland
menikmatinya sambil memejamkan matanya saat Anin beralih mengusap dahinya.

"Kamu nggak ke markas?" tanya Anin.

Rayland yang masih memejamkan matanya menjawab, "Udah tadi." ucapnya pelan.

"Kamu ngantuk? mau tidur di kamar tamu aja?" tanya Anin saat merasakan bahwa Rayland akan
menuju ke alam mimpinya.
"Enggak mau, mau disini aja." ucap Rayland sambil membalikkan badannya ke arah kanan
sehingga wajahnya berhadapan dengan perut rata Anin yang terbungkus oleh baju.

Tangannya melingkar erat di pinggang Anin, wajahnya ia tenggelamkan di perut rata milik Anin.

"Aku mau tidur sebentar, usapin terus." ucap Rayland dengan suara yang teredam. Anin terkekeh
kecil, lalu melanjutkan kegiatannya mengelus rambut Rayland dengan tatapan mengarah ke arah
laptop yang sudah menampilkan salah satu film favorite nya.

•••
TBC!!
Gimana part ini? semoga suka yaaa❤️

Sejauh ini, scene yang paling kalian suka yang mana sih? tolong jawab ya<3 aku juga
pengen tau pendapat kalian hehehe❤️

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian ya❤️

Jangan lupa juga buat follow ig author @/gekdindaa._

Spam next here for next part👉🏻

See u❤️

RAYAN PART 29
Hallo semuanya! Sorry aku baru update huhu:( tolong maklumin yaa, karena aku juga
udah mulai sekolah, tugas juga udah berdatangan hehe.

Disini aku juga mau ngelurusin tentang part 13 yang dimana aku sempet bilang kalo Vano
itu wakil Argos. Aku UBAH ya temen-temen. Vano itu cuman pendiri dan ketua pertama
Stelios, dan di part 13 itu mungkin aku nulisnya ga fokus makanya ngelantur huhu😭 Part
13 juga udah aku revisi, mungkin di beberapa dari kalian masih tetep sama yg part 13, so
aku jelasin disini yah<3

Daripada banyak cincong, sekarang kita cuss aja yu<3

Happy reading!❤️Jangan lupa vote dan ramein tiap paragraf❤️


•••
Jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari dan Anin masih duduk di depan kanvas berukuran
satu meter di depannya dengan apron hitam yang masih melekat di badannya. Tangannya yang
memegang kuas menari nari diatas kanvas sedangkan tangan kirinya memegang palette yang
berisi berbagai macam warna. Kedua tangannya sudah berlumuran dengan cat berwarna-warni.
Cepolan rambutnya sudah berantakan, ia sudah mengerjakan lukisan dihadapannya ini kurang
lebih tiga jam. Effort yang di keluarkan untuk mengerjakan lukisan di depannya ini tidak main-
main. Ia ingin lukisannya ini menjadi special diantara yang lain.

"Sedikit lagi." gumam Anin sambil memberikan cat demi cat di atas kanvas putih yang sekarang
sudah berisi salah satu karya terbaik miliknya.

"Nah sekarang tinggal tanda tangan." Anin membungkukkan sedikit tubuhnya, lalu memberikan
tanda tangan di bagian kanan pojok bawah kanvas.

"Akhirnya setelah tiga hari gue buat lukisan ini." Anin berkacak pinggang sambil melihat hasil
karyanya sembari tersenyum.

"Ck, muka gue kena cat lagi." Anin bergegas melepas apronnya lalu melemparnya ke keranjang
pakaian kotor. Kakinya melangkah menuju toilet untuk membersihkan wajahnya.

Setelah selesai dengan ritualnya dan mengganti pakaiannya dengan piyama, Anin berjalan
menuju meja nakas untuk mengambil ponselnya. Ia tidak ada memegang ponselnya sama sekali
semenjak melanjutkan lukisannya. Sudah pasti Rayland saat ini kelimpungan mencari dirinya.

"Baru juga diomongin." ucap Anin dalam hati.

Anin menggeser tombol hijau saat melihat nama Rayland terpampang jelas di layar ponselnya.

"Ha-"

"Kamu kemana aja?!" ucap Rayland dengan nada sedikit meninggi.

Anin memejamkan matanya sejenak sambil mengelus dadanya pelan, "Halo, maaf aku baru
ngabarin."

"Apanya yang ngabarin? kalo aku ga nelfon, belum tentu kamu ngabarin." ucap Rayland datar.

"Bener juga." ucap Anin dalam hati.

"Sorry Ray." ujar Anin dengan nada tidak enak. Anin dapat mendengar Rayland menghela nafas
pelan.

"Habis ngapain emangnya?" tanya Rayland setelah mengontrol sedikit emosinya.

"Ada deh." jawab Anin cekikikan.

Diseberang sana Rayland menampilkan raut wajah datar. Di depannya sudah ada segelas wine
yang menemaninya malam ini, ralat pagi ini.
Anin yang tidak mendengar jawaban dari Rayland akhirnya melanjutkan perkataannya,
"Bercanda sayang, aku habis ngelukis." ujar Anin lembut.

Diseberang sana, Rayland menampilkan senyum tipisnya sambil menyeruput wine nya.

"Ngelukisnya bisa dilanjutin besok. Jangan dibiasain begadang."

"Mana sempat, keburu selesai." gerutu Anin dalam hati.

"Iya iya, kamu lagi minum?"

Rayland berdehem seolah menjawab pertanyaan Anin.

"Besok mau ke sekolah bareng?"

"Boleh." jawab Anin.

Rayland menganggukkan kepalanya, jujur ia bingung untuk mencari topik obrolan.

"Tidur." ucap Rayland singkat, terdapat nada perintah di dalamnya.

"Aku-"

"Gausah banyak alasan, sekarang berbaring. Taruh ponsel kamu di samping, jangan deket
banget sama telinga." sambil memegang ponsel yang berada di telinganya, Rayland berjalan
menuju kamarnya.

"Cerewet banget cowo gue." heran Anin dalam hati. Tanpa sepatah kata, Anin mengikuti
perintah Rayland. Ia memakai selimut hingga sebatas dada.

Rayland mengambil gitarnya, lalu meletakkan ponselnya di atas nakas. Rayland mencari posisi
yang pas untuk memangku gitarnya.

"Ready?"

"Sure!" ujar Anin sambil memejamkan matanya. Karena Anin menyukai lagu dengan beat yang
cepat untuk lagi tidur, maka Rayland memilih lagu ini.

(Play lagu di mulmed❤️Anggap Rayland nyanyiinnya ga secepat yang ada di mulmed biar
dapet feelnya<3 )

My eyes are no good, blind without her


The way she moves, I never doubt her
When she talks, she somehow creeps into my dreams

Petikan gitar dan suara dari Rayland menyapa manis kedua telinga Anin.
"Kalo kayak gini ceritanya gimana gue bisa tidur elah." guman Anin pelan.

She's a doll, a catch, a winner


I'm in love and no beginner
Could ever grasp or understand just what she means

Baby, baby blue eyes


Stay with me by my side
'Til the mornin', through the night

Senyuman tipis terpatri di bibir milik Ray saat menyanyikan lirik itu. Anin sudah berada di
dalam genggamannya sekarang, tidak boleh ada satupun manusia yang boleh memisahkannya
dengan Anin. Rayland bertekad di dalam hatinya.

Well baby
Stand here, holdin' my sides
Close your baby blue eyes
Every moment feels right

And I may feel like a fool


But I'm the only one, dancin' with you
Oh oh oh oh

I drive her home when she can't stand


I like to think I'm a better man
For not lettin' her do what she's been, known to do

Setiap hal yang Anin lakukan seketika terputar di otaknya. Dari tertawa, menangis bahkan
merajuk.

She wears heels and she always falls


Don't let her think she's a know-it-all
But whatever she does wrong, it seems so right

My eyes don't believe her


But my heart, swears by her
Baby, baby blue eyes
Stay with me by my side
'Til the mornin', through the night (can't get you out of my mind)

Rayland memilih lagu yang tepat. Anin sudah merasakan kedua kelopak matanya memberat.
Anin memeluk gulingnya dengan erat.

Well baby
Stand here, holdin' my sides
Close your baby blue eyes
Every moment feels right

And I may feel like a fool


But I'm the only one, dancin' with you
Oh oh oh oh
Can't get you out of mind

I swear, I've been there


I swear, I've done that
I'll do whatever it takes, to see those

Baby, baby blue eyes


Stay with me by my side
'Til the mornin', through the night (can't get you out of my mind)

Anin sudah tertidur nyenyak, mungkin ia sedang bermimpi indah saat ini.

Baby, stand here, holdin' my sides


Close your baby blue eyes
Every moment feels right

And I may feel like a fool


But I'm the only one, dancin' with those
Baby, baby blue eyes,
Stay with me by my side,
'Til the mornin', through the night (can't get you out of my mind)

Dengkuran halus dari ponselnya membuat Rayland sedikit memelankan suaranya. Menuju akhir
lagu, Rayland tersenyum tipis.

Baby, stand here, holdin' my sides


I'm closin' your eyes,
Every moment feels right (every moment feels right)
My eyes are no good, blind without her
The way she moves, I never doubt her
When she talks, she somehow creeps into my dreams

"Sleep tight sweetheart." bisik Rayland dengan suara beratnya.

•••
Bruk!

Anin mengulum bibirnya menahan emosi. "Jalan yang bener ya cantik." ucap Anin sarkas. Ia
melanjutkan langkahnya menuju kelas.
Luna memasang ekspresi judes, kedua matanya menatap Anin dari atas sampai bawah. "Lo kasi
apa ke Rayland sampe dia mau jadi pacar lo? Badan jelek lo ini?"

Plak!

"Ngomong lagi." ujar Anin menusuk. Suasana koridor saat ini tidak terlalu sepi, ada beberapa
siswa yang berlalu lalang.

Luna memegang pipinya yang terasa panas. Matanya melotot kaget dengan wajah yang sudah
memerah menahan emosi. Tak lama kemudian ia tertawa sinis, "Loh kok malah nampar? Jangan
jangan bener ya apa yang gue bilang? Wah kalau anaknya aja kayak gini, biasanya karena
ngikutin ibunya sih." Luna tidak sadar bahwa ucapannya dapat membangkitkan sisi lain dari
Anin.

Bugh!

Anin menendang perut Luna dengan sepatu mahalnya membuat Luna jatuh tersungkur. Anin
berjalan mendekati Luna yang sudah tersungkur di ubin berwarna putih koridor sekolah.

Kaki kanannya berpindah tempat menginjak bahu kiri Luna. Tatapan Anin sudah sedingin es.
Secara tidak langsung, Luna sudah menyebut mommy nya seorang pelacur.

"Berisik mulut lo bau. Berani juga lo bawa bawa orang tua gue. Ternyata makin ngelunjak ya
kalo gue diemin? Sadar, muka gue lebih cantik dari muka lo yang dilapisin sama tepung. Lo
bilang apa? gue kasih badan gue buat Rayland? Sorry aja ya lonte, gue bukan elo yang
ngelempar tubuh secara cuma-cuma." Anin tertawa kecil.

"Akh!" Luna meringis karena merasa pijakan kaki Anin di bahunya semakin keras. Beberapa
murid sudah berkumpul melihat perkelahian Anin dengan Luna.

"Lo kira gue bakal diem aja setelah lo ngehina mommy gue? nggak. Punya nyawa berapa lo
sampe berani nyebut orang tua gue lewat mulut lo yang bau azab?" ucap Anin dengan tenang,
nada dinginnya sangat kentara.

Luna tanpa bisa dicegah bergemetar, wajahnya sudah pucat melihat sisi Anim yang tidak pernah
ia lihat sebelumnya. Anin selalu bodo amat jika dirinya mencari masalah.

Beberapa meter dari kejadian, para inti Argos berjalan dengan cepat ke arah Anin yang sedang
menginjak Luna.

"Anin, udah-" ucapan Naden terhenti karena Anin sudah mengangkat tangan kanannya tanda
agar Naden tidak melanjutkan ucapannya.

"INJEK LAGI!" seperti biasa, Athan akan berperan sebagai provokator.


Anin mengangkat kakinya dari bahu Luna, tubuhnya beralih menekuk kedua lututnya.
"Lo kira gue gabisa bales perbuatan lo?hm? Asal lo tau, gue punya banyak foto dan video lo
bareng cowo-cowo. Sekali lagi lo bawa bawa orang tua gue, habis lo." ucap Anin sambil berbisik
dengan tajam.

Rayland berjalan mendekat ke arah Anin, "Sweetheart, sini." Rayland merangkul Anin dengan
erat.

"Bangun lo." perintah Rayland kepada Luna.

"Ray, bantuin aku." ucap Luna merengek dengan ekspresi yang dibuat sesedih mungkin.

"Gue bisa dalam waktu sedetik mecat papa lo dari perusahaan dan keluarga lo berubah jadi
gelandangan di jalanan. Lo salah cari lawan Luna. Disgusting."  Anin yang sedang berada di
sebelah Rayland mati-matian menahan air mata yang akan segera keluar. Mommy nya yang
notabenenya sudah tidak ada, dihina. Siapa yang tidak sedih dan marah?

Luna yang mendengar perkataan Ray seketika menegang. Tidak, ia tidak bisa hidup tanpa
kekayaan dan kekuasaan.

"Pergi lo, jalang!" akhirnya, kalimat itu terucap dari bibir Anin. Kedua iris biru milik Anin
tersirat emosi dan kesedihan yang sangat mendalam. Rayland dapat melihatnya.

Luna bangkit dengan tatapan sinisnya, ia memegang bahu kirinya yang terasa sangat sakit. Sudah
dipastikan bahunya akan memar bahkan retak.

"BUBAR BUBAR!" Alex membubarkan perkumpulan para siswa yang menyaksikan kejadian
tadi.

Runtuh sudah pertahanan milik Anin, isakan yang ia tahan lolos begitu saja dari bibirnya setelah
para murid dibubarkan oleh Alex.

"Dia ngehina mommy, aku ga terima."

"No, sstt it's okay sweetheart" Rayland merengkuh tubuh Anin. Persetan dengan mereka yang
sedang berada di koridor. Para inti Argos yang lain menundukkan kepala mereka, ikut merasa
sedih saat mendengar tangisan Anin.

Leo mengulum bibirnya, kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana. "If you want, you
can meet my mother Anin. Bunda sudah lama pengen ketemu lo semenjak lo nganterin Keira. Lo
bisa dateng kapan aja, if you really need a mother figure as a listener"
ujar Leo penuh keyakinan, tangan mengelus sekilas surai Anin yang sedang berada di dalam
rengkuhan Rayland.
Anin yang mendengar itu beralih menatap Leo, "Boleh?" ucap Anin yang secara tidak sengaja
mengeluarkan puppy eyes nya.

"Sure! Nanti chat gue kalo lo pengen main kerumah. Bunda sama Keira pasti seneng." ucap Leo
menahan gemas.

Anin menganggukkan kepalanya cepat dengan senyuman yang terukir di bibirnya. "Thankyou so
much Leo."

•••

"Astaga, sorry kak!" ucap Anin saat tidak sengaja menabrak seorang pemuda yang tidak ia kenal
di mall. Anin memegang bokongnya yang terasa nyeri. Dia yang nabrak, dia juga yang jatoh.
Apes.

Anin sedang berada di mall untuk membeli beberapa keperluan skincare nya yang kebetulan
sudah habis di mansion.

"Sorry young lady. Sini gue bantu." ucap pemuda dengan suara husky itu sambil mengulurkan
salah satu tangannya membantu Anin. Anin menyambut uluran tangan itu lalu merapikan
penampilannya. Ia memungut salah satu botol skincare yang terjatuh.

"Maaf banget ya kak karena udah nabrak. Tadi lagi sibuk nyari ponsel di tas soalnya." ucap Anin
dengan nada tak enak.

"It's okay. Jugaan gue gapapa." ucap pemuda itu sambil melepaskan tudung hoodie yang
membuat Anin bisa melihat lebih jelas wajah dari pemuda di depannya ini.

"What's your name young lady?" tanya pemuda itu sambil mengulurkan tangan kanannya
mengajak Anin berkenalan.

Mereka berdua berjabat tangan, "Anin, and you?" tanya Anin sedikit ragu-ragu.

"You can call me, Aslan. Nice to meet you Anin." Aslan mengeluarkan senyum manisnya
sehingga memperlihatkan kedua lesung pipinya yang kecil.

•••
TBC!!!
Gimana part ini? suka nggak? semoga suka ya❤️

Akhirnya Aslan muncul juga yey! Kira-kira siapa ya dia?🤡 🤡🤡

Aslan yuhu<3

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian ya❤️
Jangan lupa juga buat follow ig author @/gekdindaa._

Spam next here for next part👉🏻

See u next part❤️❤️❤️❤️

RAYAN PART 30
Hallo! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf ya❤️

Curhat sedikit boleh ga zie, jadi kadang aku nemu beberapa komentar kayak "Ini siapa?"
"Itu siapa?" Aku kadang ngerasa, apa aku emang kurang jelas ngejabarin tiap karakter,
atau mereka yang emang bacanya cepet-cepet? kadang suka sedih tapi yaudahlah gapapa
hehehe.

Cuman saran aku, baca setiap chapter pelan pelan yaa. Jadi kalo misalnya di chapt
selanjutnya tokoh itu ada lagi, kalian ga lupa❤️

Happy reading❤️
•••
"Anakku yang cantek, buatin daddy mu yang ganteng ini klepon dong." Vano yang baru saja
datang dari ruang kerjanya menghampiri Anin yang sedang selonjoran di sofa lalu memeluknya
dengan erat.

Anin memasang wajah malasnya saat Vano yang sedang memeluknya, menempelkan pipi
mereka.

"Buatin ya? Daddy lagi ngidam ini." ujar Vano sambil mengeratkan pelukannya dengan Anin.
Mencoba membujuk.

"Ngidam mulutmu dad. Tapi kalo buat klepon lama dad, capek." keluh Anin.

"DADDY BANTU! AYOLAH."

"DADDY JANGAN TERIAK DI SEBELAH TELINGA AKU DONG!"

"YA KAMU JUGA TERIAK!" Vano melepaskan pelukannya lalu berdiri sambil berkacak
pinggang.

Anin menarik nafasnya lalu mengeluarkannya. Perlu kesabaran ekstra untuk menghadapi daddy
nya yang cerewet ini.

Anin tersenyum manis, lalu menatap Vano. "Yaudah, daddy mau bantu aku buatin klepon kan?
Ada syaratnya, harus pake celemek yang pink." ujar Anin dengan antusias.
"GAK! GAK ADA PAKE GITUAN! KALO BAJU KOTOR KAN TINGGAL DI LAUNDRY."
tolak Vano tegas.

"Yaudah ga jadi buat klepon." Anin mengambil ponselnya lalu bersandar di kepala sofa. Tidak
memperdulikan daddy nya yang sedang perang batin saat ini.

10 minutes later

Disinilah sepasang anak dan ayah itu, dapur.

Vano memasang wajah datarnya setelah celemek berwarna pink milik Anin melekat di
badannya. Berbeda dengan Anin yang antusias melihat daddy nya memakai celemek berwarna
pink miliknya.

"Daddy lucu banget sih!" Anin meletakkan kedua telapak tangannya di pipi milik Vano, lalu
mengunyel ngunyelnya dengan gemas.

"Diem ga?! Cepet buat." ucap Vano gregetan karena sedari tadi di goda oleh Anin.

Anin tertawa melihat wajah kesal milik Vano, kedua pipi daddy nya itu memerah. "Okey okey,
sekarang kita buat. So, first of all daddy aduk semua bahan yang udah aku tuang di mangkok ini.
Aduknya pake spatula dulu, nah kalau udah lumayan kecampur daddy lanjut aduk pake tangan
sampe kalis. " Anin memberikan mangkok bening yang lumayan besar kepada Vano.

"Gapapa nih pake tangan? daddy habis cebok loh." ucap Vano dengan wajah tanpa dosanya.
Anin yang sedang sibuk membuat isian klepon memberikan tatapan datarnya kepada Vano.

"Bercanda sayangku." jawab Vano cengengesan.

Vano sangat fokus mengaduk adonan klepon agar menjadi kalis. Kedua alisnya menekuk
menandakan betapa fokusnya pria itu.

"Segini?" Vano menunjukkan adonannya yang sudah kalis.

Anin menganggukkan kepalanya, "Nah, karena adonan klepon nya sekarang udah kalis, sekarang
kita isiin unti kelapa nya. Nih liat ya, ambil adonan klepon nya setengah sendok aja-" Vano
mengikuti apa yang Anin lakukan.

"Terus pipihin adonannya, jangan terlalu tipis. Nah kalo udah, ambil setengah sendok teh gula
merah nya terus di bulet-buletin kayak gini deh!" Anin menunjukkan bentuk kleponnya yang
sempurna.

"Nah kayak gitu!" celetuk Anin saat melihat buletan klepon milik Vano yang rapi. Mereka sibuk
membentuk adonan klepon, hingga adonan yang berada di mangkok habis tak tersisa. Jumlahnya
lumayan banyak, cukup dimakan untuk tiga orang.
"Sekarang daddy masukin kleponnya, JANGAN GITU DONG DAD AKUNYA JADI KENA
AIR PANAS!" Anin mengusap tangannya yang terkena cipratan air mendidih karena daddy
memasukkan klepon dengan cara melempar.

"Ya maap." Kali ini Vano memasukkan dengan hati-hati agar air mendidih di dalam panci tidak
terciprat mengenai Anin.

Anin merebus klepon tadi hingga matang dan kenyal. Setelah dirasa matangnya sudah pas, Anin
menyisihkan klepon tersebut ke piring yang sudah berisi parutan kelapa.

Bagian yang paling Vano suka, membaluri klepon dengan parutan kelapa. Tanpa ba bi bu, Vano
langsung membaluri klepon yang baru matang itu dengan parutan kelapa yang banyak.

Akhirnya, klepon yang dibuat oleh sepasang anak dan ayah itu sudah disajikan di meja makan.

"Heh! Jangan dicomot dulu, mau aku foto." Anin menggeplak pelan punggung tangan daddy.

"Ck, cepetan!" Vano membasahi bibirnya, tak sabar melahap klepon yang begitu terlihat
menggoda di hadapannya.

"Sok atuh dimakan." ujar Anin setelah selesai dengan kegiatan memfoto klepon nya.

Tanpa sepatah kata, Vano mengambil dua sekaligus klepon lalu melahapnya. "Gimana?" tanya
Anin.

"ENAK! Thank you anak daddy, muah!" Vano mencium pipi Anin sebagai bentuk terima
kasihnya.

"Punya bang Hero jangan dicomot loh ya." Anin memicingkan matanya saat melihat gerak gerik
Vano yang menatap klepon milik Hero yang sudah ia sisihkan.

"Ck, iya-iya nggak." Vano lanjut memakan kleponnya begitu juga dengan Anin. Sepasang anak
dan ayah itu menikmati waktu mereka dengan adu mulut, tentunya ditemani dengan klepon.

•••
"Aslan." Rayland menggumamkan nama itu lalu memutarkan bola matanya malas. Tatapannya
menajam seperti elang. Jangan pikir ia tidak tahu tentang perkenalan Anin dengan Aslan,
walaupun ia tidak menemani ke mall, Rayland tetap mengirimkan beberapa orang
kepercayaannya untuk mengawasi gadisnya.

"Hai!" Rayland mengalihkan tatapannya ke ambang pintu ruang khusus milik Argos yang berada
di sekolah. Di tangan gadis itu terdapat paperbag, yang Rayland yakini isinya adalah brownies
kesukaannya.

"Nih browniesnya, maaf ya aku baru ngasih pas istirahat."


"Gapapa." Rayland mengelus kepala Anin yang sudah duduk di sebelahnya.

"Kok kamu sendiri aja? biasanya yang lain kan pada disini?" tanya Anin.

"Mereka ada urusan, sebentar lagi bakal dateng sama seseorang." ujar Rayland misterius.

Anin menaikkan sebelah alisnya, penasaran dengan siapa seseorang yang Rayland maksud.

"Napa ga bilang kalo lo pulang sih bang?"

Anin dapat mendengar suara Athan dan langkah kaki sekitar sepuluh orang menuju ruangan yang
sedang ia tempati.

Cklek!

"Ah young lady? we meet again." Aslan mengeluarkan smirk nya saat melihat Anin yang sedang
duduk di sofa.

Aslan berjalan menghampiri Anin lalu menatap lekat wajah gadis itu dengan tatapan nakalnya.
Tangan kanannya bergerak menyentuh dagu Anin yang langsung ditepis pelan oleh gadis itu.

Anin dapat mendengar Rayland menggeram rendah saat melihat perilaku Aslan. Mata tajam
Rayland terasa seperti laser sampai membuat punggung sedikit panas.

"Lo kenal Anin bang?" tanya Naden heran.

Aslan menganggukkan kepalanya, "Gue ketemu cewe cantik di mall, ya kali ga gue ajak kenalan.
Ya ga?" tanya Aslan seraya menatap Rayland dengan senyuman smirk nya.

"Close your mouth bastard." perkataan tajam Ray membuat suasan menjadi hening. Nada rendah
pemuda itu membuat para anggota Argos merinding.

"Why? she's beautiful. Jadi pacar gue bisalah." ucap Aslan santai.

Ray beranjak dari duduknya mendekati Aslan, lalu menggeserkan Anin ke belakang tubuhnya.
Kini, kedua pemuda itu saling berhadapan. Yang satu melemparkan tatapan dingin, yang satu
lagi melemparkan tatapan jahilnya.

Bugh!

Rayland menendang tulang kering milik Aslan, "Don't touch her. She's mine." ujar Rayland
dengan nada rendahnya.

"Anjing! Sialan lo adek durhaka!" Aslan meringis sambil memegang tulang kering di kaki
kanannya. Athan dengan cepat mengecek keadaan betis milik Aslan, bertindak seolah seperti
seorang dokter.
"Adek?" tanya Anin bingung.

Rayland masih menatap datar pria yang sedang meringis dihadapannya itu, "Dia, anaknya om
Raskal. Sepupu aku, Aslan Kainan Delano." ucap Rayland kepada Anin.

"Ck, gue cuman bercanda bangsat. Napa serius amat sih!" ucap Aslan menggerutu dibarengi
dengan ringisin kecil yang keluar dari bibirnya. Rayland mengedikkan bahunya tidak peduli
mendengar ucapan sepupunya.

Aslan berjalan menuju sofa dengan langkah tertatih-tatih dibantu oleh Alex dan Athan. "Mau
tanggung jawab apa lo sekarang ha?!" tanya Aslan nyolot.

"Gue ga hamilin lo, buat apa tanggung jawab." ucap Rayland sambil mengenggam tangan gadis
di sebelahnya dengan erat.

"Napa ga bilang sih sama gue kalo lo punya pacar cakep cem bidadari?!"

"Bacot playboy." Rayland meletakkan kepalanya dibahu Anin, mengkode gadis itu agar
mengelus rambutnya. Anin mengerti dengan maksud pemuda di sampingnya ini. Tangannya
beralih mengelus pelan rambut lebat dan halus milik Rayland.

"Jadi, kakak sepupunya Ray?" tanya Anin.

Aslan menganggukkan kepalanya, "Gue semenjak lulus SMA pindah ke Italia buat lanjutin
kuliah. Dan sekarang baru bisa balik, karena gue udah lulus S1." jawab Aslan.

"Loh udah lulus S1?" tanya Anin heran.

"Ga keliatan ya? Gue udah umur dua puluh tiga tahun, ga heran sih. Muka gue emang awet
muda." ucap Aslan narsis.

Plak!

"Penyakit narsis nya ga hilang hilang ya." celetuk Alex setelah menampar tengkuk Aslan.
Persetan dengan umur Aslan yang lebih tua dari dirinya.

"HEH! GUE LEBIH TUA DARI LO YA! JADI ANAK DURHAKA BARU TAU RASA LO."
Aslan sungguh jengkel saat ini, udah tulang kering ditendang, sekarang malah tengkuknya yang
di tampar.

"Lo ngelanjutin kerja disini bang?" tanya Leo yang sedari tadi diam.

"Gue kerja di perusahaan papa. Kebetulan ada posisi petinggi yang kosong, jadi di kasi ke gue.
Gimana? udah cocok jadi sugar daddy belum gue?" Aslan merentangkan tangannya di kepala
sofa, tak lupa kaki kirinya yang ia tumpukan. Bossy.
"Sugar daddy ndas mu. Masih bau kencur juga." jengkel Bara yang sedari tadi melihat sikap
sombong dari ketua Argos angkatan sebelumnya ini.

"BAU KENCUR LO BILANG?! INI YA GUE KASIH TAU LAGI. UMUR GUE DUA PULUH
TIGA TAHUN. DUA-PULUH-TIGA-TAHUN. JELAS? MANA ADA BAU KENCUR, YANG
ADA BADAN GUE WANGI PARFUME LOUIS VUITTON." sontak beberapa orang yang
berada di ruangan itu menutup kedua telinga mereka.

"Berisik." Rayland menatap jengah sepupunya, tidak berubah meski umurnya sudah dewasa.
Tetap playboy, jahil, dan berisik.

"Lo ngapain ke sekolah sih? Mana pake baju kaos lagi, setidaknya pake pakaian formal gitu
kek." ujar Alex.

"Bodoamat, jugaan keluarga gue yang punya sekolah." sombong Aslan.

"Oh iya adik ipar, om Vano gimana kabarnya?" tanya Aslan kepada Anin.

"Loh kakak tau daddy aku?" Anin bertanya balik.

"Ya tau dong adik ipar, keluarga Delano siapa sih yang ga tau daddy kamu?" ungkap Aslan.

"Kabar daddy baik, tambah cerewet." bisik Anin di akhir kata yang dibalas cekikikan oleh Aslan.

Aslan adalah tipe orang yang pecicilan, cerewet, jahil dan berisik. Namun disamping itu, ia
adalah pemuda yang sangat cerdas dan pintar memanipulatif musuhnya. Walaupun ia berada di
Italia, tetapi ia tetap memantau keadaan di Indonesia. Entah itu melalui papanya atau orang
suruhannya. Entah itu mengenai Argos atau orang-orang terdekatnya.

Aslan adalah orang yang sangat suka berkelahi saat masih menjabat sebagai pemimpin Argos.
Pemuda itu tidak segan-segan menerima tantangan untuk tawuran, sekalipun itu tantangan dari
geng yang baru menetas. Yang pasti, apapun hal yang berbau berkelahi, maka Aslan akan
menerobosnya tanpa pikir panjang.

"Keadaan markas gimana? gue pengen kesana buat latih skill gue. Di Italia gue dikit doang
punya waktu latihan."

"Keadaan markas baik, bahkan udah di renov biar tambah luas." jawab Leo.

"Phaidros ada nyari masalah sama kalian?" tanya Aslan.

"YANG ITU MAH GAUSAH DIKASI TAU LO UDAH PASTI TAU BANG. TU ANAK
ANAK YE TERUTAMA SI ALDEN, GA PERNAH BERHENTI NYARI MASALAH.
HERAN GUE! RASANYA IDUPNYA KAGA KLOP KALO NGGAK NYARI MASALAH
SAMA ARGOS." ucap Athan dengan menggebu-gebu disertai emosi. Tak lupa kedua tangannya
yang berkacak pinggang.
"Ck ngomongnya jangan pake kuah dong!" Aslan mengusap wajahnya yang terkena 'kuah' dari
bibir Athan.

Dialah Aslan, pemimpin Argos angkatan ke dua belas yang dikenal dengan sikap troublemaker
nya. Dikenal dengan sikap pecicilan dan cerewetnya, tetapi mau bagaimanapun juga darah
keluarga Delano mengalir deras di tubuhnya, ia bisa menjadi sosok yang brutal serta tak kenal
ampun. Say hi to him readers:)

•••
TBC!!
Gimana part ini? suka nggak? semoga sukaa yaaa❤️

NIH BUAT KALIAN YANG DARI KEMARIN SUUDZON SAMA ASLAN😭😭🙏🙏


BELUM APA APA KALIAN UDAH OVERTHINKING YA AMPUN😂😂😂😂😂😂😂
GARA GARA KALIAN HUJAT ASLAN, AKU JADI CEPET UPDATE TAU GA SI😭

Pada komen "thor konflik nya jangan pebinor ya" kalian udah antisipasi duluan ya?😭

Gimana? suka ga sama Aslan? dia masih jomblo kok:3

Oh iya, ngomong-ngomong kalian ada nama yang bagus ga buat para pembaca RAYAN?
kalau ada ketik di komen yaa😚

Jangan lupa buat share cerita ini ke sosial media dan juga teman kalian yaa❤️

Jangan lupa juga buat follow ig author @/gekdindaa._

Spam next here👉🏻

Kalo bisa lebih banyak dari part sebelumnya hihi🤡

See you next part❤️

RAYAN PART 31
Hai! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf ya<3 Selamat datang
untuk new readers, semoga kalian betah ya di lapakku hehe❤️

Happy reading❤️
•••
"Thanks!" Bara mengedipkan sebelah matanya kepada kasir perempuan di depannya. Bara baru
saja pulang dari Bandung menaiki mobil jeep kesayangannya. Dalam perjalanan pulang menuju
rumahnya, Bara merasa perutnya keroncongan, karena terakhir ia mendapat asupan nasi adalah
jam lima sore tadi. Sedangkan sekarang sudah pukul 12 malam.
Karena sudah tidak tahan dengan rasa laparnya, akhirnya Bara singgah sebentar di salah satu
minimarket untuk membeli cemilan.

Setelah selesai melakukan pembayaran, Bara keluar dari minimarket lalu menuju mobil jeep
hitam yang terparkir gagah di depan minimarket. Bara memutuskan untuk menikmati cemilannya
di dalam mobil terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalan ke rumahnya.

"Tau gini gue ajak aja si Jay ke Bandung. Kalo sendiri begini, gue keliatan banget ngenesnya."
gumam Bara kesal sembari menggigit kasar roti yang berada di tangannya.

Bara memperhatikan keadaan jalanan di sekitarnya melalui kaca mobil. Sepi, hanya satu atau dua
motor saja yang melewati jalanan itu.

Bara mengambil lagi salah satu chiki yang baru saja ia beli. Kepalanya tidak berhenti bergerak
karena mendengar lagu kesukaannya dari radio mobil, setidaknya suasana di dalam mobil tidak
sesepi itu.

Prang!

Kaca mobil bagian belakang tiba-tiba pecah berkeping-keping. Kedua mata milik Bara membola
saat melihat bagian belakang mobilnya bolong.

"Anjing siapa yang mecahin kaca mobil gue?!" bentak Bara emosi lalu menaruh kembali
snacknya yang belum habis. Dengan cepat ia keluar dari mobil dan memeriksa keadaan mobil
bagian belakangnya.

"Keluar lo bajingan! Punya duit berapa lo sampe berani mecahin kaca mobil gue?!" Bara
menendang ban mobilnya penuh emosi karena tidak melihat keberadaan pelaku yang
memecahkan kaca mobilnya.

Tanpa Bara sadari, di belakangnya sudah ada seseorang dengan pakaian serba hitam sambil
memegang kayu, yang dipastikan sangat kuat.

Bugh!

"Fuck!" Bara memejamkan mata nya sebentar saat merasakan sakit yang mendera punggungnya.
Namun, dengan cepat Bara mengembalikan kesadarannya lalu berbalik untuk melihat sang
pelaku.

Tanpa aba-aba, Bara memukulnya dengan bringas. Matanya seolah berkilat amarah, mobil yang
sudah ia rawat dengan sepenuh hati dirusakkan begitu saja oleh orang biadab ini.

"Siapa yang nyuruh lo sialan?!" Bara menendang perut pelaku tersebut dengan kekuatan penuh.

Seolah tidak ingin kalah, pelaku tersebut mengeluarkan pisau nya lalu menyerang Bara dengan
membabi buta.
"Sial gue di kepung!" Bara bergerak dengan waspada saat melihat tiga orang lagi yang
menggunakan pakaian serba hitam.

Akhirnya pertarungan empat lawan satu tidak bisa terhindar. Bara melawan dengan tangan
kosong, sedangkan keempat orang yang sedang cosplay menjadi ninja hitam itu membawa pisau,
kayu dan juga pistol.

Bara berusaha mengalahkan keempat orang itu dengan seluruh tenaganya. Namun nyatanya,
empat orang di hadapannya ini tidak bisa diremehkan.

"Argh!" Bara memejamkan matamya dengan erat saat merasakan pisau tajam itu menusuk
perutnya. Konsentrasi Bara seketika terpecah saat merasakan luka tusukan di perutnya.

Bugh!

"Anjing." ucap Bara lirih saat kepalanya terhantam dari belakang oleh sesuatu yang keras.
Keadaannya saat ini sungguh mengenaskan.

Bara berlutut saat merasakan tubuhnya yang sudah mulai lemas. Ia sadar tenaganya sudah habis.
Maka dari itu, ia hanya bisa pasrah menerima serangan dari empat orang tidak dikenal itu.

"Mati lo!" ucap salah satu pelaku dengan ambisi.

Penjaga kasir perempuan di dalam minimarket menutup mulutnya dengan gemetar saat melihat
adegan kekerasan di depan minimarket tempat ia bekerja. Perempuan itu berjongkok agar
kehadirannya tidak disadari oleh salah satu pelaku.

Keempat orang itu menendang tubuh Bara dengan brutal saat melihat mangsa mereka sudah
tidak memiliki tenaga. Darah merembes deras ke aspal hitam. Setelah dirasa puas menyiksa
mangsa mereka, mereka meninggalkan Bara sendirian dengan keadaan sekarat di jalanan.

"Cabut!"

Dengan keadaan yang setengah sadar, Bara berusaha untuk mengambil ponsel di sakunya.
Setidaknya ia bisa memencet salah satu nomor para anggota Argos. Jari tangannya tidak
bergerak beraturan tidak diatas layar. Untungnya ia hafal setiap letak aplikasi di ponselnya
dengan detail.

"T-tolong gue-" Bara berucap dengan lirih bahkan hampir tidak terdengar. Kedua telapak
tangannya menutup area yang terluka, setidaknya ia dapat memperlambat aliran darah yang
keluar dari luka tusukan di perutnya.

"Bara! Bara! Lo dimana?!" Bara dapat mendengar suara Naden yang memanggil namanya
dengan nada panik. Bara tidak kuat, akhirnya kesadaran menipis sampai kedua matanya terpejam
dengan erat.
•••
"Athan! Lacak plat mobil Bara!" ucap Ray yang baru datang dengan nada tegasnya, tak lupa
langkahnya yang tergesa gesa. Rayland langsung datang ke markas setelah mendapat panggilan
dari Naden mengenai Bara.

"Leo hubungin sepuluh anggota buat ngumpul di markas sekarang." perintah Ray mutlak. Leo
menganggukkan kepalanya tegas lalu memilih sepuluh orang anggota untuk berkumpul di
markas pagi ini. Iya pagi, jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari.

Athan yang memang hari ini seharian penuh diam di markas mengeluarkan ekspresi heran.
Tanpa sepatah kata, dengan cepat ia menuju komputer di pojok ruangan. Jari-jarinya bergerak
dengan lincah di atas keyboard, matanya memandang tajam ke layar komputer.

Setelah menemukanya file bernama "Bara's car license plate" Athan meng-klik file itu lalu
muncul setidaknya delapan plat mobil milik Bara yang berbeda-beda.

"Tapi kita gatau Bara pakai mobil yang mana Ray." ujar Athan bingung.

"Lacak plat jeep rubicon." ucap Ray singkat. Athan menganggukkan kepalanya lalu mencoba
untuk melacak plat mobil jeep rubicon milik Bara.

Make sense mengapa Ray menyuruh Athan melacak mobil jeep rubicon milik Bara dari semua
mobil jeep milik pemuda itu. Karena mobil tersebut adalah mobil yang baru saja Bara beli sekitar
dua minggu yang lalu. Dan selama dua minggu terakhir juga Bara selalu mengendarai mobil jeep
itu kemana-mana.

Brak!

Pintu utama markas terbuka dengan keras, muncul sepuluh anggota Argos diikuti oleh Naden
dan juga Alex. Mereka semua berjalan dengan langkah tegas.

"Ini ada apa Ray?" tanya Jay dengan wajah was-was.

"Bara diserang." ucap Ray singkat.

Jay yang mendengar itu mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Ia mengulum bibirnya
menahan emosi.

"Kalian udah tau titik Bara ada dimana?" tanya Ganesh -salah satu anggota Argos- dengan wajah
penuh harap.

"Athan lagi berusaha buat ngelacak." celetuk Leo.

"Gotcha!" Athan menjentikkan jarinya saat menemukan titik lokasi dimana Bara berada.
Rayland menyipitkan kedua mata tajamnya untuk melihat titik lokasi yang berada di layar
komputer.

"Street nine. Go!" Ray memberikan perintah kepada anggotanya untuk menuju lokasi sekarang
juga.

Kelima belas pemuda itu menuju kendaraan mereka masing-masing. Ray menuju motor Harley
Davidson miliknya. Sebagai pemimpin, ia berkendara di barisan terdepan dengan Leo di
sebelahnya yang juga kebetulan mengendarai motor.

Setelah sampai di tempat tujuan, para pemuda itu tidak menemukan keberadaan Bara. Yang
mereka temukan hanya mobil yang bingkai bagian belakangnya kosong tanpa adanya kaca.
Keping-kepingan kaca dan juga darah dapat mereka lihat di atas aspal.

"Fuck! Bara lo belum mati kan?!" Jay berteriak frustasi saat melihat darah menggenang di sekitar
aspal.

"Bro! Calm down!" ucap Alex menenangkan Jay yang emosinya sudah tidak ter-kontrol.

Para anggota yang lain memeriksa keadaan TKP, siapa tau mereka mendapatkan bukti.

"Ray! Ada kamera dashboard!" Gama memberikan kamera dashboard dan juga plastik berisi
cemilan yang tadi sempat dibeli Bara.

Ray menerima kamera itu lalu memberikannya kepada Naden. Iris tajam milik Ray
memperhatikan keadaan sekitar tempat kejadian.

"Athan, lo minta file cctv sama pegawai yang kerja di minimarket." titah Ray. Athan
menganggukkan kepalanya lalu berjalan memasuki minimarket.

Rayland menyugar rambutnya kebelakang lalu menghela nafas. Beberapa saat kemudian, Athan
sudah keluar dari minimarket dengan flashdisk yang sudah berada di tangannya.

Ray dapat merasakan ponselnya bergetar di saku celananya. Tertera nama gadisnya di layar
ponselnya itu.

"What's happening hm?" tanya Ray pelan dengan sedikit nada heran. Ia pikir Anin sedang
menjelajahi alam mimpinya saat ini.

"Ray, i found Bara di street nine."  balas Anin singkat. Seketika Ray mematung, bagaimana
bisa?

"Kamu dimana sekarang?" tanya Ray tanpa basa-basi.

"Your family hospital." jawab Anin.


"I'll be there in ten minutes. Bye sweetheart." Ray mematikan sambungan dengan sepihak lalu
dengan cepat memberitahu para anggota yang lain.

"Bara udah di bawa ke rumah sakit. Nanti dulu tanya-tanya nya, sekarang kita ke rumah sakit
keluarga gue." ucap Ray kepada para anggotanya.

Namun sebelum itu, Ray menyempatkan untuk menelfon seseorang agar dapat menangani mobil
milik Bara.

Suara knalpot mereka berbunyi saling bersahutan. Keadaan jalanan pada pukul tiga dini hari saat
itu tidak terasa sepi karena mereka. Angin dingin yang menerpa kulit para pemuda itu tidak
membuat para pemuda tersebut gentar.

Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di rumah sakit milik keluarga
Rayland. Mereka semua langsung menuju UGD untuk melihat keadaan Bara.

"Hey." sapa Ray saat melihat Anin yang duduk dengan gelisah di ruang tunggu UGD. Baju putih
milik perempuan itu sebagian memiliki bercak-bercak darah yang cukup banyak. Pemuda itu
berjalan menuju kekasihnya lalu memeluknya sekilas.

"Loh Anin?" tanya Naden kaget saat melihat perempuan itu berada di tempat yang sama.

"Anin yang bawa Bara kesini." ucap Ray seolah menjawab semua pertanyaan yang berada di
dalam pikiran para anggotanya.

"Gimana bisa?" tanya Leo.

"Jadi, tadi gue baru pulang dari rumah sepupu,"

"Kenapa ga bilang?" tanya Ray datar.

"Ihh dengerin dulu. Terus, gue sengaja lewat street nine karena nyampe mansion juga lebih cepet
kalo lewat sana. Nah pas gue lewat, gue ngeliat ada orang pingsan di jalan. Ya ga mungkin dong
gue biarin gitu aja orang pingsan di jalanan sepi kayak gitu. Yaudah gue samperin dan ternyata
itu Bara. Keadaannya bener-bener kacau banget."

"Pas gue samperin, Bara masih bisa ngerespon. Dia juga masih bisa bangun, jadinya gue tuntun
dia ke mobil gue. Pas udah sampe rumah sakit, dia udah bener bener pingsan." jelas Anin dengan
panjang lebar.

Keadaan gadis itu bisa dibilang berantakan saat ini. Rambutnya yang tergerai sedikit acak-
acakan dan ujungnya sedikit basah karena darah Bara. Tetapi entah mengapa, gadis itu tetap
cantik dan auranya tetap terpancar.

"Terus dokter ada bilang apa?" tanya Jay dengan tidak sabar.
Anin menggeleng, "Udah satu setengah jam, dan dokternya belum keluar dari ruang operasi.
Bara ada luka tusukan di perutnya." jawab Anin dengan tidak enak.

Jay mengusap wajahnya kasar, ia yakin Bara pasti baru pulang dari Bandung. Ia sangat hafal
tabiat pemuda itu yang akan pulang dari Bandung pada jam-jam dini hari.

"Kalian kalau emang pada mau pulang gapapa, Bara juga udah ditanganin." ujar Ray dengan
nada datarnya.

"Nggak, kita tetep disini." ucap Ali yang langsung disetujui oleh anggota yang lain. Akhirnya
kelima belas pemuda itu, ditambah Anin duduk berjejer di ruang tunggu UGD. Untungnya
keadaan UGD saat ini tidak terlalu ramai.

"Kenapa ga bilang kalau kamu ke rumah saudara?" tanya Ray pelan setelah sepasang kekasih itu
duduk berdampingan.

Anin menggigit bibirnya pelan, "Sepupu aku yang paling kecil minta ketemu sampe nangis-
nangis di telfon. Ya aku ga tega dong, yaudah terobos kesana." jawab Anin santai.

"Tapi kenapa ga bilang? Bahaya malem-malem keluar sendiri." timpal Ray dengan nada
protective.

"Sorry hehehehehe." jawab Anin cengengesan.

"Kebiasaan." Ray menjawil pelan ujung hidung mancung milik Anin.

Drt...

Anin mengambil ponselnya lalu terpampanglah nama daddy nya yang tampan itu. Anin menarik
nafas pelan lalu memejamkan matanya.

"Ha-"

"KAMU DIMANA?! KENAPA GA ADA DI KAMAR?!"  cerocos Vano.

"Dek, lo dimana sih? kata tante Alma lo udah pulang dari jam 12, kenapa sampe sekarang
belum sampe?!"  diseberang sana, Hero langsung merebut ponsel milik Vano setelah melihat
Anin mengangkat panggilan. 

Anin menoleh menatap Rayland yang juga sedang menatapkan dengan intens, senyum kecil
terpatri di bibir pemuda itu.

"Daddy, abang jangan berisik." balas Anin dengan nada pelan.

"Kenapa bisik-bisik sih?!" tanya Vano heran. Apa anak gadisnya itu tidak tau kalau dirinya tadi
hampir saja menghancurkan seisi mansion saat tidak melihat Anin di kamar. Iya, Anin tidak
meminta ijin juga dengan Vano dan Hero. Untungnya, Alma -adik ipar Vano- menelfonnya dan
memberitahu bahwa Anin sempat kerumahnya.

"Aku lagi dirumah sakit ih, jangan berisik." ucap Anin kesal.

"SIAPA YANG SAKIT?! NGAPAIN KAMU DI RUMAH SAKIT?!" tanya Vano panik.

"Daddy! ck." Anin gregetan sendiri, sumpah.

"Bukan aku yang sakit, temen aku. Disini juga ada Rayland, gapapa ya aku diem disini dulu?"
tanya Anin.

"Gak gak, apa-apaan coba." ucap Vano tidak mengijinkan.

"Ih ini cuman tidur di kursi, bukan di kasur. Aku juga pengen tau keadaan temen aku, operasinya
belum selesai." Anin sudah menduga daddy akan berpikir macam-macam.

"Emangnya siapa yang masuk rumah sakit?" tanya Hero.

"Bara, nanti aku ceritain okey.Boleh ya aku disini dulu?" ijin Anin kepada dua pria itu.

"Hm." Anin dapat mendengar jawaban malas dari Vano.

"Maaci daddy ganteng." ucap Anin dengan nada manja.

"Ye, bye."  diseberang sana, Vano melengos setelah menyahuti ucapan anak gadisnya.

"Jaga diri baik-baik ya, besok abang kesana."

"Iyaa, dah!" Anin mematikan sambungan dengan sepihak.

Setelah memutuskan sambungan, Anin dapat mendengar Athan cekikikan. "Gitu banget ye bapak
lo Nin." Anin sudah tidak asing lagi dengan Athan yang selalu meledek daddy nya.

"Makanya, gue harus sabar banget jadi anaknya." ucap Anin ikutan meledek.

Rayland memperhatikan beberapa anggotanya yang sudah memejamkan mata sambil


menyenderkan kepala mereka ke dinding yang berada dibelakang mereka. Hanya tersisa Athan,
Rayland, Anin dan juga Leo yang masih terjaga. Ray tersenyum kecil melihat kekompakan
anggotanya.

Pemuda itu menoleh kesamping, tepat ke arah gadis yang sedang menguap sambil menutup
mulutnya.

"Sleepy?" Anin menganggukkan kepalanya dengan mata sayu.


Tangan besar Ray terangkat untuk meletakkan kepala gadis itu di bahunya. Anin tidak menolak,
ia sedang membutuhkan bahu Ray untuk saat ini.

Ray meletakkan tangannya di bahu Anin sambil menepuk pelan bahu gadis itu agar segera tidur.
Ray menyandarkan rahang tegasnya di atas kepala Anin yang sudah tertidur di bahunya.

Ray mencium kecil kening Anin lalu ikut memejamkan matanya. "Sleep tight sweetheart."

•••
TBC! Gimana part ini? suka nggak? semoga suka yaa❤️

Feelnya dapet ga?🥺🥺🥺🥺

Mau tau dong, sejauh ini menurut kalian masing-masing cast karakternya gimana sih?
Pilih satu atau lebih juga gapapa. Aku cuman pengen tau, apakah karakter yang emang
pengen aku tuangin, tersampaikan ke kalian hehehe.

Aku ada kepikiran buat open RP nih, menurut kalian gimana?

Bara, hope u ok❤️

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian yaaa❤️

Jangan lupa juga buat follow ig author @/gekdindaa._

Spam next here!👉🏻

See u next part❤️

RAYAN PART 32
Hallo! First of all i wanna say sorry, sorry and sorry! Karena aku baru bisa update
sekarang huhu:( Aku bener bener dibuat gabisa update karena tugas, entah itu tugas
video, tulis atau presentasi😭

Kalo aku update ditengah tengah adanya tugas pun, nanti partnya malah jadi pendek dan
ngawur:( Pls forgive me readers tersayangq<3

Oh iya, aku mau nanya terus kalian jawab. Mau ya? Menurut kalian, sejauh ini cerita
RAYAN gimana sih? Terserah kalian mau jawab dari segi alurnya, tokohnya, atau apapun
itu. 👉🏻

Baca part sebelumnya dulu ya kalau kalian lupa:")


Kalau ada typo tolong tandain yaa❤️

Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaa❤️

Happy reading❤️
•••
"Untuk saat ini, saudara Bara tidak dapat dijenguk terlebih dahulu karena harus diawasi dengan
ketat." Rayland menatap dengan mata tajamnya dan mendengar setiap perkataan yang keluar dari
bibir dokter dihadapannya ini dengan seksama.

Operasi Bara telah selesai tepat pukul empat pagi. Dokter mengatakan bahwa penanganan yang
di dapat Bara sedikit terlambat sehingga membuat keadaannya semakin parah. Hal itu juga yang
membuat Bara harus di rawat di ruang ICU untuk beberapa hari kedepan.

"Dok, he's still alive right?" pertanyaan konyol itu keluar begitu saja dari bibir Jay. Entah karena
pemuda itu terlalu mengkhawatirkan Bara atau bagaimana. Sedari tadi ia hanya bertanya Bara
masih hidup atau tidak.

"Jay, plis jangan goblok sekarang." ucap Naden dengan wajah datar dan nada suaranya yang
terdengar jengah.

"Ya gue kan cuman memastikan." jawab Jay polos.

"Keadaan pasien saat ini sudah cukup stabil. Jangan lupa untuk selalu berdo'a buat kesembuhan
teman kalian, karena kami sebagai petugas medis juga akan berusaha sekuat tenaga untuk
menyembuhkan pasien. Itu saja yang ingin saya sampaikan, mari."

Ray menghela nafas lega saat mendengar keadaan salah satu anggotanya itu baik-baik saja.

"Li, lo urus administrasi Bara pake uang kas." Ali mengangguk mantap, lalu melaksanakan
tugasnya. Keadaan mereka semua bisa dibilang berantakan. Bahkan Anin masih setia
menjelajahi alam mimpinya sambil bersandar pada dinding putih dibelakangnya.

Athan dan Alex masih tidur berdampingan dengan kepala Athan yang berada di bahu Alex.
Begitu juga dengan anggota yang lain.

Yang masih terjaga hingga saat ini hanya Rayland, Jay, Ali dan juga Naden. Keempat pemuda
itu seolah tidak bisa tenang sebelum mendengar keadaan Bara.

Rayland berjalan menuju tempat duduk yang berada di sebelah Anin lalu mengelus kening
perempuan itu dengan lembut. Ia tersenyum kecil saat melihat bagaimana kedua alis milik gadis
disampingnya ini sedikit menukik.

Karena melihat Anin sedikit tidak nyaman dengan posisinya, Ray meletakkan kepala Anin
dengan sangat hati-hati di bahunya agar tidak membangunkan gadis itu.
"Daddy kok pake celana kolor warna pink?" Rayland menoleh sedikit kaget saat mendengar
kalimat itu keluar dari bibir tipis milik gadisnya.

Anin masih menutup matanya, gadis itu sedikit terkikik dengan mata yang terpejam. Entah apa
yang sedang dimimpikan gadis itu saat ini sampai tetap menistakan daddy nya di alam mimpi.
Rayland menggelengkan kepalanya pelan, tak habis pikir.

•••
"Do your job properly. Jangan sampai ada yang terlewat satu pun." Ray memberikan perintah
kepada beberapa anggota yang sudah mendapatkan tugas mereka masing-masing. Para anggota
yang mendengar perintah dari ketua mereka menjawab dengan tegas dan lugas.

Mereka sedang bekerja sama untuk mengetahui siapa yang membuat salah satu anggota mereka
diserang. Para anggota Argos bergerak lebih cepat dari pada yang kalian duga. Bukti-bukti sudah
lengkap berada diatas meja bundar yang sudah dibungkus dengan plastik. Entah itu foto jejak
sepatu, sebuah cincin, kayu dan lain-lain.

Disaat-saat seperti ini, para anggota Argos seketika akan menjadi detektif dadakan. Ketelitian
para pemuda itu memang tidak bisa diragukan.

Harus Rayland akui, para pelaku penyerangan kali ini terkesan sangat bodoh. Bagaimana bisa
mereka tidak menghancurkan cctv sebelum menyerang? Dan bagaimana bisa mereka
membiarkan kayu yang mereka pakai menyerang dibiarkan di tempat kejadian?

"Stupid." lirih Rayland dengan senyum miringnya.

Arion dan juga Raskal ikut andil dalam kasus ini. Mereka ikut membantu untuk memecahkan
permasalahan yang sedang terjadi.

Athan sudah duduk dengan manis didepan komputer dengan mata yang menatap tajam ke arah
layar yang menampilkan rekaman cctv. Ia mem-pause rekaman cctv itu saat melihat plat motor
para pelaku. Athan mengambil screenshot lalu mencatat plat motor itu di sebuah kertas.

Setelah selesai dengan rekaman cctv, Athan beralih untuk mengecek rekaman yang berasal dari
kamera dashboard mobil Bara.

Di awal rekaman Athan masih belum menemukan sesuatu yang aneh, hanya terlihat jalanan yang
sepi. Ia masih bisa mendengar Bara yang sedang bersenandung kecil sambil mengunyah chiki
nya. Namun beberapa saat kemudian, ia dapat mendengar suara pecahan kaca yang cukup
membuatnya terkejut.

Athan menajamkan pendengarannya. Terdengar suara pukulan yang saling bersahutan. Athan
mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Ia tidak terima sesama anggotanya diperlakukan
seperti itu.
"Goblok." Athan mempause video rekaman yang memperlihatkan wajah salah satu pelaku
walaupun samar. Ia mengambil screenshot lalu memasukkannya ke dalam file khusus. Bukti ini
akan sangat berguna di pengadilan nanti.

Mereka semua sudah sepakat untuk menyerahkan kasus ini ke pengadilan. Jika biasanya mereka
akan memusnahkan para tikus itu dengan tangan mereka sendiri, maka berbeda dengan sekarang.

Entah apa yang sedang Rayland pikirkan. Apakah pemuda itu sedang insaf? pikir Athan. Athan
menggelengkan kepalanya, mana mungkin pemuda yang dikenal sebagai manifestasi dari Dewa
Hades akan sadar secepat itu.

Rayland sempat mengatakan, "Those rats are useless. We will play with that main character of
geranium. Soon."

Trans : [Para tikus itu tidak berguna. Kita akan bermain dengan tokoh utama geranium itu.
Segera.]

Perkataan penuh teka-teki milik Rayland seolah berseliweran di dalam otaknya.

Namun satu hal yang dapat Athan tangkap, ada seseorang dibalik penyerangan ini yang
memerintah para pelaku itu untuk melukai Bara.

"Ray, file nya  udah siap semua. Tinggal di serahin ke pihak polisi." Rayland menganggukkan
kepalanya, lalu menerima flashdisk yang diserahkan oleh Athan.

"Nice job, Athan." puji Ray walaupun dengan nada dan wajahnya yang datar.

•••
Anin berjalan menuju lemarinya, lalu mengambil sesuatu dari sana. Gadis itu mengambil
cardigan rajut berwarna cokelat kopi yang masih setengah jadi.

Ia berjalan menuju laci meja rias untuk mengambil jarum dan juga benang rajut. Anin berjalan
menuju sofa yang berada di kamarnya, lalu melanjutkan rajutan cardigannya yang masih
setengah jadi. Rajutan ini akan ia berikan saat Rayland ulang tahun nanti. Pemuda itu akan
berusia delapan belas tahun.

"Dek?" Hero menyembulkan kepalanya dari pintu kamar Anin.

"Kenapa bang?" tanya Anin sambil meletakkan rajutannya.

"Nggak, abang cuman pengen nyamperin kamu aja." jawab Hero seadanya. Ia juga tidak tau
kenapa kakinya malah melangkah ke kamar adiknya.

"Gimana sekolah kamu?" tanya Hero setelah duduk di sebelah adiknya. Tangannya tidak
berhenti mengusap sayang kepala adiknya.
"Hm, baik." jawab Anin sambil memejamkan matanya, menikmati usapan Hero di kepalanya.

Hero mengambil salah satu tangan Anin, lalu mengusap luka bekas kejadian waktu itu.

"Jangan pernah lakuin hal ini lagi ya." ucap Hero dengan lirih. Tatapannya tetap mengarah ke
pergelangan tangan Anin yang menunjukkan bekas sayatan.

"Abang takut." sambung Hero.

Anin menghela nafas pelan, ia beranjak dari duduknya lalu berpindah ke pangkuan Hero,
kebiasaannya sejak kecil. Anin melingkarkan kedua lengannya di leher Hero lalu memeluknya
dengan erat. Ia menyembunyikan wajahnya dilekukan leher milik Hero.

"Pasti aku usahain." ucap Anin dengan suara teredam.

"Kamu ga mau beli apa gitu? Daddy kadang mencak mencak karena kamu jarang minta sesuatu.
Kalo kamu minta pun itu pasti hal yang kamu butuhin, bukan yang kamu inginkan." bujuk Hero
agar adiknya ini segera memoroti uang daddy nya.

"Aku ga pengen apa-apa bang. Semuanya udah aku punya." jawab Anin seadanya.

"Tas? Baju branded? Sepatu air jordan new collection? kebetulan abang liat ada yang bagus buat
cewek." kekeh Hero.

"Aku udah punya bang, daddy selalu beliin sebelum aku minta." ucap Anin jengah.

Hero mendesis kesal. "Atau kamu mau tanah berapa hektar? hotel? atau mau perusahaan daddy?"
tanya Hero polos.

"HEH! ENAK AJA! ITU SUMBER MATA PENCAHARIAN DADDY." disana -diambang
pintu- terlihat Vano berdiri dengan berkacak pinggang. Pria itu sudah memakai piyama navy
yang berbahan sutra disertai dengan outernya yang berbahan serupa.

Pria itu berjalan mendekati sofa dengan gaya sok angkuhnya.

"Dad, please. Gaya-gayaannya besok pagi aja." ucap Anin lelah melihat kelakuan dua orang pria
di dekatnya ini.

"Ck, lo emang gabisa biarin daddy keren sebentar gitu?" Vano memutarkan bola matanya malas
lalu duduk di pinggir ranjang Anin.

"Emangnya mau berlagak keren ke siapa? Ada yang mau sama daddy?" tanya Hero dengan
wajah mengejek.

Jujur saja, Vano ingin melempar sliper nya tepat mengenai wajah anak sulungnya. Anak sulung
nya ini kadang seperti bunglon. Berubah-ubah. Kadang cuek, kadang dewasa, kadang childish.
Vano mengedarkan pandangannya memperhatikan seisi kamar anak gadisnya. Lalu tatapannya
terkunci pada sebuah cardigan yang masih setengah jadi.

"Kamu masih ngerajut?" tanya Vano dengan heran.

Anin menganggukkan kepalanya lesu, matanya sudah memberat. Ia memejamkan matanya


dengan kepala yang bersandar di bahu Hero. Bahu abangnya, memang senyaman itu.

Tak lama kemudian terdengar suara dengkuran halus yang membuat perdebatan berfaedah antara
Vano dan Hero terhenti.

"Sttt diem dulu dad, tidur nih." ucap Hero.

Dengan hati-hati, Hero mengangkat Anin dengan posisi seperti koala. Lalu memindahkannya ke
ranjang dengan hati-hati agar tidak membangunkan adiknya.

Ia mencium kening adiknya dan mengusap sebentar surai halus milik Anin sebentar.

"Aku mau ke kamar dulu. Daddy mau tidur sama Anin?" tanya Hero.

Vano menganggukkan kepalanya santai, "Iya, dah sana pergi." usir Vano.

"Dih." Hero memutarkan bola matanya malas lalu pergi meninggalkan kamar Anin.

Vano berjalan untuk mematikan lampu kamar Anin, membiarkan hanya lampu tidur yang
menyala. Ia menaiki ranjang lalu merebahkan badannya di sebelah Anin. Kedua tangannya
terulur untuk menarik Anin pelan agar lebih dekat dengannya. Ia memakaikan Anin selimut
sebatas bahu.

Vano menatap wajah Anin, lalu entah mengapa wajah Olivia sempat terlintas di benaknya. Ia
menyingkirkam beberapa anak rambut yang menutupi wajah Anin. Lalu beralih mencium kening
Anin dengan lembut.

"Forever will be my lil princess." gumam Vano pelan. Mau sedewasa apapun anak gadisnya ini,
ia tetap terlihat seperti seorang putri kecil di matanya.

Vano memeluk Anin dan tangan kekarnya lalu mengusap punggung kecil milik putrinya dengan
lembut dan teratur. Vano menghela nafas pelan serta ikut memejamkan matanya untuk
menjelejahi mimpinya.

•••
Prang!

Ranaka melempar guci mahal itu dengan kasar. "SAMPAI KAPAN SAYA HARUS
NUNGGU?!" bentak Ranaka kepada putranya, Alden.
"Saya sudah berkali-kali kasih tau kamu, hancurkan mereka secepatnya." desis Ranaka murka.

"Kenapa bukan anda saja yang menghancurkan mereka?! Kenapa anda harus menggunakan saya
untuk menghancurkan mereka?! Bukankah anda sudah sangat banyak memiliki orang-orang
bertubuh kekar itu? Kenapa bukan mereka saja yang melakukannya?" cukup, Alden sudah tidak
tahan.

"Berani melawan kamu sekarang? Baik, kalau itu mau kamu." Ranaka menyeringai lalu
mengalihkan tatapannya ke arah foto istrinya yang terpajang di dinding rumahnya.

Alden mengikuti pandangan Ranaka dan tubuhnya seketika menegang.

Ranaka menunjuk ke arah foto istrinya, "Kalau begitu, ucapkan selamat tinggal dengan mamamu
Alden." ucap Ranaka santai.

"ARE YOU CRAZY?! MAMA SAYA GA ADA SANGKUT PAUTNYA DENGAN MASALAH
ANDA DI MASA LALU." ujar Alden murka.

Ranaka tertawa kecil, "Hei, wake up boy. Kalian berdua berada di dalam genggaman saya. Apa
yang bisa dilakukan oleh pemuda bau kencur seperti kamu?" ucapan Ranaka mencemooh.

Alden mengepalkan kedua tangannya, matanya memejam untuk meredakan emosi yang
membara di dalam pikirannya.

Ranaka mengedikkan bahunya lalu berjalan menuju pintu utama. Tak lupa ia membawa beberapa
bodyguards untuk kerumah sakit menemui istri tercintanya.

Alden kalah, lagi. Ia berlari menghampiri Ranaka yang sudah memasuki mobil.

"Baik saya turuti kemauan anda. Sekarang anda turun dari mobil dan jangan pernah mencoba
untuk menyentuh mama saya dengan tangan kotor anda." ucap Alden dengan mata memerah.
Benar kata papanya, tidak ada yang bisa dia lakukan.

Ranaka tersenyum senang, ia bertepuk tangan lalu keluar dari mobil.

"Ini baru putra saya." Alden merasa bahunya ditepuk dengan keras. Tatapan mata pemuda itu
kosong. Ia lelah, selalu dijadikan alat oleh manusia yang sialnya merangkap sebagai ayah
kandungnya.

Jika bisa memilih, ia tidak akan pernah mau terlahir dari sel sperma milik Ranaka. Atau yang
lebih baik, dia lebih memilih untuk tidak pernah dilahirkan.

Alden meremas rambutnya, sangat kentara bagaimana lelahnya pemuda itu. Tanpa ia sadari,
tepat di rooftop rumahnya terdapat seorang pemuda dengan hoodie berwarna abu, kepala pemuda
itu tertutup dengan tudung hoodienya.
"Poor, Alden." ucap pemuda itu dengan tangan bersedekap dada. Matanya menatap tajam ke
bawah, ke arah Alden yang sedang berdiri dengan kaku disana.

Pemuda itu mendengar dari awal sampai akhir perdebatan anak dan ayah itu saat dibawah.
Akhir-akhir ini ia memang sering memantau Alden dan juga Phaidros.

Tanpa di duga ia mendengar lengkap perdebatan Alden dan juga Ranaka. Tentu saja pemuda itu
tidak meninggalkan kesempatan emas ini, rekaman perdebatan mereka sudah tersimpan dengan
apik di ponselnya. Pemuda itu mengetukkan jari telunjuknya di pelipis, seolah memikirkan
rencana.

"Here we go."

Aslan berbalik meninggalkan rooftop dan akan memberi tahu semuanya kepada anggota Argos.

•••
TBC!!
Gimana part ini? suka ga? semoga suka yaaa❤️❤️❤️

Kira-kira kalian sudah nemu ga nih, tokoh inti dari konflik dicerita ini siapa? 😏

I hope you guys understand kalau aku gabisa update cepet:(

Aku ada rencana open qna nih. Kalo kalian ada pertanyaan silahkan ketik disini ya 👉🏻

It's him! Alden❤️

Jangan lupa buat share cerita ini ke sosial media dan teman kalian yaa<3

Jangan lupa juga buat follow ig author @/gekdindaa._

Spam next here👉🏻

See u next part❤️

RAYAN PART 33
HALLO! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaa❤️

Baca part sebelumnya dulu ya! Buat kalian yang udah lupa<3

Masih kuat kan nunggu author update?🥺

Kalau ada typo maklumin yaa<3


Happy reading❤️
•••
Klik!

Sebuah ponsel terletak di tengah-tengah meja panjang yang terbuat dari kayu jati dengan ukiran
kuno di setiap sudutnya. Rekaman berisi percakapan antara Alden dan juga Ranaka berakhir.

Anggota inti dan juga beberapa anggota Argos lainnya duduk berjejer di kursi yang sudah
disediakan. Suasana ruangan itu terasa sangat kelam. Terlebih lagi ketua mereka sama sekali
tidak mengeluarkan suara sedari tadi.

"I know." tatapan sayu tapi tajam milik Rayland beralih menatap Aslan yang berada di
sampingnya.

Aslan memberikan raut bertanya. Seolah tidak mengerti dengan ucapan Rayland.

"I know everything." ucap Rayland dengan suara lirihnya. Pemuda dengan aura sepekat malam
itu tidak menunjukkan ekspresi apapun selain datar. Jari telunjuk nya terus mengetuk ngetuk
permukaan meja.

Tuk! Tuk! Tuk!

Para anggota Argos dilanda kebingungan setelah mendengar percakapan antara Alden dan papa
nya. Mereka tidak tau harus memberi respon seperti apa.

Naden mengerutkan keningnya dengan tatapan menuju ponsel Aslan yang berada di tengah meja.
Otak nya seolah memikirkan sesuatu.

"What do you mean? Berarti lo emang udah tau kalo selama ini Alden di peralat sama papa
nya?" tanya Aslan memastikan.

Rayland menyenderkan punggungnya seolah mencari posisi nyaman. Tak lupa dengan kedua
tangannya yang bersedekap dada membuat aura kewibawaan pemuda itu semakin menguar.
"Yes."

"ANJIM SIA SIA GUE JADI SASAENG. NIAT BIAR DAPET PUJIAN MALAH ZONK."
Aslan meluapkan kekesalannya kepada Rayland.

"Lo juga kenapa ga bilang sih kalo udah tau?" tanya Aslan dengan nada kesalnya.

"Nunggu waktu yang tepat. Karena gue ga boleh gegabah. Bukan berarti gue enggak pengen
ngasih tau kalian. Tapi, banyak hal yang harus gue pertimbangin buat ngasih tau kalian semua.
Dan sekarang, kita tinggal tunggu mainnya." jawab Ray. Tatapan tajam milik pemuda itu seolah
menghunus mereka semua yang berada di ruangan itu.
"Tapi kalo gue pikir-pikir, disini cara Alden juga tetap salah. Kita ga bisa membenarkan
kelakuan dia selama ini, disamping dia memang diperalat papa nya." Naden yang sedari tadi
berpikir keras akhirnya mengeluarkan suaranya.

Beberapa anggota menganggukkan kepala mereka seolah setuju dengan ungkapan Naden. Mau
bagaimanapun, perbuatan Alden tetap sangat buruk. Pemuda itu sangat licik bagi mereka semua.

"Sebentar lagi, kita bakalan dapat undangan." Rayland menyeringai lalu menyesap wine nya
yang masih tersisa.

"Pertempuran antara anak dan ayah? not bad. " gumam Rayland.

***

"Udah tua jangan banyak gaya deh. Sekarang kram kan pinggangnya!" Anin sedari tadi tidak
berhenti mengoceh.

Vano yang menjadi sasaran empuk ocehan dari anak gadisnya hanya bisa merem-melek
merasakan kompresan dari air dingin menyentuh pinggangnya yang nyeri. Pria dengan status
duda satu ini memang seperti cacing kepanasan.

Saat ia sedang melakukan karaoke di ruang keluarga sendirian, pria itu dengan pede nya berlagak
seperti penyanyi profesional dan berjoget tanpa kenal lelah. Tanpa sadar Vano meregangkan
pinggangnya terlalu berlebihan sehingga menyebabkan pinggangnya kram yang mungkin
mencapai rating 8/10.

Anin yang saat itu sedang melanjuti rajutan cardigan milik Rayland terlonjak kaget saat
mendengar suara rengekan milik daddy nya dari lantai bawah. Saat sampai di bawah, ia sudah
melihat Vano berguling-guling di lantai dengan beralasan karpet sembari memegang pinggang
kanannya.

"Rasain! Di omelin kan sama singa betina." ejek Hero yang baru saja duduk di salah satu sofa.

"Aku gamau tau. Pokoknya besok kita ke dokter." ucap Anin mutlak.

"Ck iya iya! Udah ah, telinga daddy panas nih!" ucap Vano dengan sedikit tidak jelas karena
posisi tidur pria itu yang sedang tengkurap.

"Biarin. Biar sadar sama umur kalo daddy udah ga semuda itu." ucap Anin enteng. Ayolah, Vano
sangat sensitif jika sudah menyangkut soal umur.

Pria itu dengan cepat bangkit dari posisi tengkurapnya, lalu berdiri dengan tegap. Seolah
membuktikan bahwa dirinya tidak setua itu.

"Nih liat ye, liat!" Vano mencoba melakukan push-up. Belum saja memulai push-up, Vano sudah
terlebih dahulu roboh karena tak kuat menahan pinggangnya yang terasa semakin nyeri.
Hero memegang perutnya yang terasa sakit karena tertawa ngakak. Pemuda itu sampai
menendang nendang bantal kecil yang berada di sofa.

Anin lelah. Sungguh. Kenapa tidak ada manusia normal dirumahnya? Anin merebahkan
tubuhnya di kepala sofa, lalu menutup mata nya sejenak. Kedua tangan gadis itu memijit kedua
pelipisnya yang tiba-tiba terasa nyeri.

"Hey bantuin daddy!"

"Abang....tolong bantuin daddy." ucap Anin penuh penekanan. Hero yang tadinya sedang
tertawa, sedetik kemudian langsung kicep saat mendengar perkataan adiknya.

"Banyak gayanya kurangin ya dad." Hero memberikan senyum manisnya, terkesan mengejek.
Vano yang mendengar itu pada akhirnya mendengus. Padahal umurnya masih 43 tahun, apakah
itu tua?

"Ah persetan dengan umur, yang penting muka gue masih cem ABG." ucap Vano dalam hati.

***
"Ray! Ada surat." Leo menghampiri Ray dengan tangannya yang membawa sebuah surat. Surat
dengan amlop berwarna hitam pekat dan stempel berwarna emas berlambang geng Phaidros.

Rayland tersenyum menyeringai lalu mengambil surat itu dan membuka nya.

War Invitation
From : Phaidros
To : Argos

In Andres Field at 5pm. Tomorrow. Wait for your defeat, Argos.

Tertanda, Alden. Leader of Phaidros.

"Leo, kumpulin anak-anak. Semuanya. Kita rapat strategi." setelah mengatakan itu Rayland
berjalan dengan langkah tegasnya menuju ruang rapat para anggota.

Sebagian besar anggota yang berada di markas sedang berada berada di halaman depan. Mereka
sedang berkebun bersama. Dengan cepat Leo berjalan ke arah balkon dan mengeluarkan suara
lantangnya.

"RUANG RAPAT NOW!" tanpa sepatah kata, para anggota yang mendengar suara Leo dari arah
balkon dengan cepat mencuci tangan mereka yang kotor karena tanah dan berlarian menuju
ruang rapat.

Mereka harus gerak cepat. Rayland tidak suka dibuat menunggu.

"Ada apa Ray?" tanya Alex dengan raut bingungnya.


Rayland mengangkat sebelah tangannya, "We waiting for another, Alex."

Alex menghela nafas, ia penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Untuk kedua kalinya
mereka rapat strategi. Jika yang pertama mereka rapat strategi dengan adanya jadwal, berbeda
dengan kali ini yang di adakan dengan mendadak.

Rayland mengambil ponselnya, lalu menelfon seseorang.

"Hey sweetheart, can you come here?" tanya Rayland dengan suara berat khasnya.

"Where?" suara halus milik Anindya menyapa telinga pemuda itu.

"Markas."

"Sure, what time?" tanya Anin.

"Now, i'll wait you for thirty minutes. See you sweetheart."

Rayland mematikan sambungannya setelah mendengar bahwa Anin mengiyakan ajakannya.

Anggota demi anggota terus berdatangan memasuki ruangan dengan nuansa cukup kelam itu.
Ruangan yang sangat luas dan kursi yang sudah berjejer dengan sangat rapi. Terdapat meja
bundar besar yang berada di tengah ruangan tersebut. Rayland duduk di kursi kebesarannya
sembari menunggu Anin dan memikirkan strategi apa yang cocok untuk perang kali ini.

Pintu ruangan terbuka lalu muncullah seorang gadis dengan sweater warna abunya dan celana
joger berwarna putih yang membalut kaki jenjangnya.

Rayland yang melihat Anin datang mengangkat tangannya tinggi-tinggi saat melihat wajah
kebingungan milik Anin.

"Sweetheart here!"

Para pemuda yang berada di dalam ruangan tersebut mengalihkan pandangan mereka ke arah
Anin yang sedang tersenyum kikuk. Aslan yang melihat itu tertawa kecil. Akhirnya ia
menghampiri Anin lalu membawa gadis itu kepada Rayland.

"Karena sudah lengkap, kita mulai rapatnya!" Para anggota mengambil tempat duduk masing-
masing. Rayland yang melihat Anin kebingungan mencari tempat duduk akhirnya menyuruh
Anin untuk duduk di kursi sebelahnya. Posisi Anin saat ini diapit oleh Rayland dan juga Naden.

Rayland memberikan surat dari Phaidros kepada Leo lalu menyuruh pemuda itu untuk
membacanya dengan lantang.
Suara tegas dan berat milik Leo bergema di seluruh penjuru ruangan yang luas itu. Tatapan para
anggota yang mendengar bahwa mereka akan segera berperang seketika berbinar. Seolah mereka
sudah menunggu saat-saat seperti ini yang akhirnya tiba.

"Gue mau, kita semua memberikan pendapat terkait strategi kali ini. Seperti yang kita tau,
anggota mereka licik. Jika mereka licik, maka kita harus cerdik." Rayland menjetikkan jarinya di
akhir kalimat.

Naden meletakkan sebuah peta yang menunjukkan wilayah Andres Field.

Setidaknya rapat memerlukan waktu sekitar empat puluh lima menit untuk menemukan strategi
yang pas untuk kali ini. Mereka memutuskan untuk tidak membawa pasukan terlalu banyak.
Phaidros bukan  lah lawan yang susah untuk dikalahkan.

Walau mereka tau bahwa Phaidros pasti akan membawa lebih banyak atau bahkan dua kali lipat
dari pasukan Argos, hal itu tidak membuat para anggota Argos merasa takut. Melainkan
membuat mereka merasa lebih semangat untuk melakukan perang kali ini.

"Boleh bawa senjata?" tanya Athan, ia ingin memamerkan pistol baru nya. Siapa tau pasukan
lawan akan salfok dengan pistolnya barunya yang tampan.

Rayland menganggukkan kepalanya, "Just belati." ucap Rayland dengan senyum meremehkan
ke arah Athan. Ia tahu apa yang akan Athan lakukan jika membiarkan pemuda itu membawa
pistol. Bisa-bisa anggota pasukannya sendiri yang terkena peluru.

Bahu milik Athan yang tadinya naik seketika turun saat mendengar bahwa tidak boleh membawa
pistol. Bibirnya mengerucut kecil dengan alis yang menukik tajam.

Salah satu anggota Argos bernama Mahesa menepuk-nepuk bahu Athan, "Bener yang dibilang
Rayland. Kalo lo tetep di biarin bawa pistol, yang ada bukan cuma kepala pasukan lawan yang
bolong, kepala pasukan lo sendiri juga bakalan jadi bolong Than." ucap Mahesa dengan tertawa
kecil.

Athan tidak semahir itu dalam memainkan senjata tembak tersebut. Pemuda itu hanya menembak
dengan seenak jidatnya. Bahkan Alex pernah hampir kehilangan telinga kanannya saat Athan
memainkan pistol di halaman belakang markas. Sejak saat itu Rayland tidak memperbolehkan
Athan memainkan pistol tanpa pengawasan dirinya.

Rayland mengarahkan pandangannya ke arah Anin yang berada di sebelahnya. Jujur, Anin tidak
mengerti mengapa dirinya dipanggil untuk datang ke markas. Mengerti raut kebingungan
kekasihnya, Rayland memutar kursi milik Anin agar berhadapan dengan dirinya.

Anin menatap manik cokelat milik Rayland dengan manik biru laut miliknya. Rayland
tersenyum kecil, tangan kanannya menyingkirkan anak rambut yang sedikit menutupi wajah
Anin.
"Mau ikut?" tanya Rayland pelan. Nadanya sangat lembut, hanya Anin yang bisa membuatnya
seperti ini.

Sedetik kemudian raut wajah gadis itu seolah bersinar. "Boleh?????" tanya Anin memastikan.

Rayland menganggukkan kepalanya pelan, "Satu syarat, minta ijin sama daddy dan Hero dulu."
ucap Rayland.

Anin menganggukkan kepalanya cepat.

"Em Ray, apa ga terlalu beresiko kalo kita bawa Anin buat ikut perang? it's dangerous." ucap
Leo mencoba mencegah Rayland. Begitupun dengan anggota lain.

"Don't get me wrong. Bukan kita gamau atau ga terima kalo Anin ikutan, tapi ini terlalu
berbahaya." ujar Jay.

Rayland tersenyum kecil, ia tau keresahan para anggotanya. "She's can. Trust me. Kemampuan
Anin setara dengan lo, Leo." ucap Rayland sambil mengelus surai Anin.

Anin mengulum bibirnya, "Em sebenernya, aku ada satu rencana buat ngalihin perhatian pasukan
lawan." bisik Anin kepada Rayland.

"What is that?" balas Rayland dengan berbisik juga. Anin dapat melihat sedikit kerlingan nakal
dari pemuda di hadapannya ini.

Anin tersenyum menyeringai yang malah menbuat gadis itu terlihat sangat badass. "I'am not
telling you. Yang pasti, jangan lupa siapin hoodie buat aku." bisik Anin dengan raut mengejek.
Rayland yang gemas akhirnya mencium cepat pipi gadisnya.

"HEH ITU NGAPAIN NYOSOR NYOSOR!" Alex berdiri dengan tangan yang berkacak
pinggang.

Athan menendang bokong pemuda itu, "Iri bilang nyet."

Anin tersenyum kecil memikirkan rencananya, rencananya ini terhitung cukup "berani". Ah, ia
sungguh tak sabar. Tetapi, ada dua rintangan yang harus ia lewatkan terlebih dahulu. Daddy dan
juga abang nya.

•••
TBC!
Gimana part ini? suka ngga? semoga suka yaa❤️

Mau double update? spam next here👉🏻


Buat yang jadi silent readers, yu bisa yu votenya<3

Kasian pinggangnya kram:(


Oh iya disini ada yang nanya arti geranium itu apa, nih aku kasih tau.

Sampe sini alurnya masih nyambung kan??🥺

Jangan lupa buat share cerita ini ke sosial media dan juga teman kalian ya❤️Biar makin
banyak yang tau hehe<3

Follow ig author @/gekdindaa._

See u next part🤍

RAYAN PART 34 (WAR)


Haii! Double update akhirnya! Seneng ga?? Jangan lupa vote dan komennya yaa❤️

Semoga penantian kalian selama hampir dua minggu buat nunggu aku update
terbayarkan dengan adanya part ini ya🤲🏻❤️

Happy reading!
•••
"Kamu mau ikut war?" tanya Vano.

Anin yang sedang makan menoleh dengan cepat. Ia baru saja mengumpulkan nyali untuk
meminta ijin, tapi Vano malah sudah tau lebih dulu.

"Daddy tau dari mana?" tanya Anin bingung.

"Rayland. Dia juga udah bilang ke kakak kamu. Dan Hero mutusin buat join war bareng pasukan
inti Stelios. Kamu mau ikut?"

Anin menganggukkan kepalanya kaku, "Boleh?" cicit Anin. Jujur saja, ia sedikit takut meminta
ijin. Tetapi ia juga ingin merasakan euforia di lapangan pertempuran.

Vano mengusap dagunya, seolah berpikir. "Hm boleh, tapi janji-" Vano menjede sejenak
kalimatnya.

Ia mensejajarkan wajahnya dengan wajah anak gadisnya. "Jangan sampe terluka, kalo sampe
kamu ada luka sedikit aja- daddy ga akan biarin kamu makan mie instan selamanya.
Understand?" ucap Vano dengan tatapan menatap kedua manik milik anaknya dengan penuh
arti.

Tangan pria itu mengusap rambut halus dan harum milik Anin. Anin yang mendengar itu
tersenyum senang dan menganggukkan kepalanya cepat. "Janji!" Anin mengulurkan jari
kelingkingnya, yang disambut baik oleh jari kelingking milik Vano.
"Walaupun daddy ga ikut, daddy bakalan tetep awasin kamu lewat bodyguards yang daddy
kirim." Anin menganggukkan kepalanya tidak masalah.

Dulu, Anin sempat ngotot ingin ikut pertempuran antara Stelios dan musuhnya. Tetapi Vano
melarang keras, bahkan hingga membentak. Sejak saat itu, Anin mengubur dalam-dalam
keinginannya untuk merasakan euforia saat pertempuran.

Untuk kali ini, Vano akan membiarkan Anin mengikuti apa yang ia inginkan. Ia ingin anak
gadisnya ini merasa bebas. Ia tahu bahwa sudah lama Anin ingin terjun ke lapangan
pertempuran.

Toh kemampuan bela diri anaknya tidak bisa dianggap enteng. Para bodyguards berbadan besar
milik Vano saja sudah dibuat babak belur oleh Anin. Saat pertama kali Vano mengirimkan
bodyguards untuk Anin, gadis itu merasa sangat risih.

Dulu, Anin sangat tidak suka jika ada orang yang mengekorinya kemana-mana. Karena sudah
terlanjur kesal, akhirnya ia meninju rahang para bodyguards yang menjaganya.

•••
D-day of War🏴‍☠️

Jalanan sore ini di ibu kota terasa sangat padat karena adanya para pemuda yang menaiki motor
besar dan tak lupa bendera milik mereka yang berkibar dengan gagah di udara.

Kelima anggota inti Argos berkendara dengan formasi berjejer diikuti oleh anggota lainnya di
belakang mereka. Rayland mengendarai motor Harley Davidson kesayangannya. Para anggota
Argos kompak untuk memakai baju dengan tema berwarna hitam.

Dibagian paling belakang barisan motor besar itu, terdapat sepuluh mobil jeep dengan jenis yang
berbeda. Terlihat Eric yang mengeluarkan kepalanya lewat jendela dengan kacamata hitam yang
bertengger di hidung mancungnya. Pemuda itu berseru dengan semangat diikuti oleh anggota
yang lain.

Tak sedikit para gadis yang memberhentikan laju kendaraan mereka hanya untuk membuat mata
mereka segar dari polusi. Aura maskulin dari para anggota Argos memang tidak bisa
terhindarkan.

Ngomong-ngomong soal Anin, gadis itu akan datang saat Rayland sudah memberikan perintah
lewat ear-piece. Gadis itu akan datang dengan kelima anggota inti Stelios dan diikuti oleh
seratus pasukan Argos. Rayland sengaja memisahkan pasukannya.

Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya mereka sampai di Andres Field. Mereka akhirnya
memasuki area lapangan dengan langkah tegas. Tidak terlihat raut ketakutan sedikit pun dari
para pasukan Argos.
Alden yang melihat bawah rivalnya itu sudah datang akhirnya melangkah mendekati daerah
milik Argos dengan langkah sombongnya diikuti para pasukannya.

"Sudah siap buat kalah?" tanya nya dengan tampang congkak nya.

Rayland tersenyum remeh. Ia tak habis pikir dengan pemuda di depannya ini. Rayland tau, itu
hanya sebuah cover. Pemuda di depannya ini tak jauh dari kata rapuh.

"Banyak bacot!" Athan yang sedari tadi jengkel dengan wajah songong milik Alden akhirnya
mengeluarkan kekesalannya.

Alden membawa sekitar dua ratus pasukan. Sedangkan Rayland saat ini hanya membawa seratus
pasukan.

"SERANG!" aba-aba dari Alden membuat para pasukannya maju untuk menyerang pasukan
Argos yang berada di depan mereka.

"ARGOS! ATTACK THEM NOW!" suara


lantang dan tegas milik Rayland secara tak langsung membuat beberapa anggota pasukan dari
Phaidros bergemetar.

Julukan bahwa Rayland adalah manifestasi dari Dewa Hades memang benar adanya. Aura
pemuda itu seketika berubah saat menyerang. Tatapan tajam milik Rayland seolah berkobar.
Pemuda itu mengalahkan lawan nya dengan bengis.

"ARGOS! SOUTH FORMATION!" dengan cepat sebagian anggota pasukan dari Argos berlari
ke arah selatan sembari menyerang lawan mereka.

Bugh! Bugh!

Pertemuan antara senjata demi senjata terdengar dengan nyaring. Darah mulai menetes di atas
rerumputuan.

"Shit!"  umpat Alex sembari melawan musuhnya. Dari arah utara datang sekitar seratus lagi
pasukan milik Alden. Mereka membawa berbagai senjata.

Merasa bahwa pasukannya membutuhkan lebih banyak anggota lagi, Rayland menyalakan ear-
piece nya.

"Now queen." Anin yang mendengar suara Rayland akhirnya memerintah kan sisa pasukan yang
bersamanya agar langsung memasuki lapangan.

Pintu raksasa di bagian Barat lapangan terbuka. Suara siulan dari Anin membuat pertempuran
kedua geng itu terhenti. Deruman motor-motor besar memasuki area pertempuran.
Setelah memarkirkan motor besarnya, Anin membuka penutup wajahnya dan juga helmnya. Ia
membenarkan sedikit kuncirannya yang terasa longgar.

Tak ada tatapan lembut milik Anin, yang ada hanya tatapan tajam menusuk milik seorang
Anindya. Ia berjalan mendekati kedua geng tersebut diikuti oleh pasukan lainnya.

"Damn!" Rayland menggeram rendah saat melihat penampilan girl crush milik Anin. Karisma
perempuan itu seketika meroket menyentuh tingkat teratas.

"Lalat masuk noh!" Alex meraup wajah Athan saat melihat raut cengo itu.

"Ya Allah cakep banget." Ali mengusap wajahnya, ia harus sadar bahwa gadis itu tidak akan bisa
ia gapai. Yang pasti dia harus setor nyawa dulu dengan ketuanya.

Jadi ini alasan mengapa Anin memintanya untuk membawakan hoodie. Rayland akui, gadisnya
cukup "berani" untuk mengambil rencana seperti ini.

Dengan cara seperti ini, tentu akan sangat mudah mengalihkan perhatian lawan. Anin berjalan
mendekati Rayland lalu menyentuh rahang pemuda itu. Penampilan pemuda itu terkesan sangat
sexy. "Gorgeous, mine" lirih Rayland.

Rambut yang acak acakan, tak lupa baju kaos hitam pas badan yang melekat di tubuh kekarnya.
Di pipi pemuda itu sudah terdapat luka memanjang. "Focus." Anin memberikan senyum
manisnya.

"Be careful please." lirih Rayland. Anin menganggukkan kepala nya meyakinkan.

"ATTACK THEM!" pertempuran kembali terjadi.

"Dek, hati-hati!" Hero memperingatkan Anin sekali lagi. Anin membalas dengan acungan
jempol. 

Gadis itu berjalan dengan langkah bak seorang model, "Hey..." Anin menyapa lawannya dengan
lembut. Lawannya seolah terhipnotis akan kecantikkan yang dimiliki oleh Anin.

Bugh!

Anin menendang perut milik lawannya itu dengan sepatu boots miliknya. Lalu meninju sebentar
rahang milih lawannya. Dalam sekejap lawannya itu sudah terkapar di atas rumput.

"Stupid." bisik Anin tajam.

"ANIN AWAS BELAKANG LO!" Anin segera menoleh ke arah belakang lalu menangkis kayu
besar yang akan mengenai kepalanya. Ia mengambil belati yang berada di saku celana nya.
"Gara-gara lo gue hampir gabisa makan mie selamanya!" Anin menyayat kulit tangan lawannya
tipis-tipis tetapi mampu membuat
lawannya itu lumpuh. Kebetulan ia
membawa jeruk nipis yang muat memasuki saku celananya.

Anin menyobek jeruk nipis itu dengan cepat lalu memerasnya di atas luka sayatan yang sudah ia
buat. "Rasain!" ucap Anin dengan senyum mematikannya. Tangannya tidak berhenti memutar-
mutarkan belati di tangannya.

Anin bahagia, sangat bahagia. Akhirnya dapat merasakan euforia di medan pertempuran.

Bugh!

Anin memukul pundak lawannya menggunakan siku, lalu membantingnya dengan keras. Tidak
terima bahwa ia dikalahkan oleh seorang gadis, pemuda itu bangun lalu mengarahkan belatinya
ke arah Anin.

Sret!

Anin tidak selengah itu. Ia berbalik dan mencoba menangkis belati itu. Namun naasnya, belati itu
memutuskan scrunchies warna hitam miliknya. Sehingga menyebabkan surai cokelat gelap
miliknya terurai bebas.

"Anjing! Scrunchies kesayangan gue!" Anin menjerit sambil menatap nanar scrunchies miliknya
yang sudah terputus.

Anin menatap nyalang pelaku di depannya, tanpa aba-aba Anin langsung menendang bokong
pemuda itu dengan keras. Kedua tangannya tidak berhenti meninju, wajah jamet di depannya ini.
Ia seolah tak memberikan celah.

Biarkan Anin sibuk dengan mangsanya, sekarang kita beralih ke Rayland. Pemuda itu
memusatkan tatapannya pada satu titik, Alden. Ia berjalan menuju pemuda itu sembari
menangkis pukulan-pukulan yang akan mengenainya.

"Akhirnya lo dateng juga." ucap Alden dengan senyum khasnya. Tanpa aba-aba pemuda itu
memukul Rayland dengan bringas. Rayland hanya menerima pukulan itu, ia tahu. Alden sedang
membutuhkan pelampiasan. Rayland dapat melihat kilat frustasi di kedua netra hitam pekat milik
Alden.

Setelah merasa pukulan milik Alden melemah, Rayland mengeluarkan suaranya. "Udah?" tanya
Rayland dengan nada dinginnya.

"Sekarang giliran gue." Rayland mendorong Alden lalu balas memukul pemuda itu.

"Pengecut." gumam Rayland sambil terus meninju Alden.


Raut frustasi milik Alden semakin kentara. "Lemah." Rayland terus melontarkan kata-kata
menyakitkan kepada Alden.

"Cowok apaan lo lemah gini?" bisik Rayland. Ia ingin memancing pemuda di depannya.

Alden terjatuh dengan posisi berlutut di atas rerumputan. Pemuda itu meremas rambutnya.
Setetes air mata mengalir di pipinya.

"IYA! GUE LEMAH! GUE JUGA PENGECUT! TAPI APA YANG BISA GUE LAKUIN?!
GA ADA YANG BISA GUE ANDALIN KECUALI DIRI GUE SENDIRI! PRIA TUA
BANGKA ITU SELALU NYIKSA GUE! Salah gue apa?" bisik Alden di akhir kalimat.

Dikarenakan suasana yang ramai, tidak ada yang bisa mendengarkan teriakan Alden. Hanya
Rayland yang dapat mendengarnya. Karena secara tidak sadar, mereka bertarung di tempat yang
terpisah dari pasukan.

Rayland berjongkok menyamakan posisinya dengan Alden yang sedang berlutut. "Mama lo,
udah gue pindahin ke tempat yang ga bisa di ketahui sama papa lo." ucap Rayland.

Alden mengangkat wajahnya dengan raut tak percaya. "Lo....nemu kertas itu?" tanya Alden
masih dengan raut tidak percayanya. Rayland menganggukkan kepala nya.

Flashback on

Setelah rapat selesai, hanya tersisa kelima anggota inti Argos, Aslan beserta Anin. Amlop berisi
surat dari Phaidros masih berada di tangan Rayland. Rayland mengeluarkan lagi surat di
dalam nya, dan tanpa sengaja menemu robekan kertas berukuran kecil.

"Gue tau ini pengecut banget, gue ga punya pilihan lain. Please safe my mother."  tulisan yang
terpampang dengan sedikit tidak jelas di kertas itu.

Rayland mengerutkan keningnya, Aslan yang melihat raut wajah Rayland akhirnya melihat
kertas kecil yang berada di tangan pemuda itu.

"Itu apa Ray?" Rayland menoleh dan memberikan kertas itu kepada Aslan. Athan dan Alex
menjadi kepo, mereka ikut membaca isi dari kertas itu.

"Safe my mother?" gumam Alex.

Aslan mengulum bibirnya, "Gue tau dimana rumah sakitnya."

"Tapi, kita harus punya rencana dulu. Kita ga bisa seenaknya bawa mama nya pergi. Setau gue,
ruangan mamanya di jaga ketat sama bodyguards si Ranaka." ucap Aslan.

"Gue ada ide." celetuk Anin.


Melihat wajah-wajah bingung dari pemuda di sekitarnya, akhirnya Anin memberitahukan
rencananya. "Nyamar jadi suster sama dokter."

Kedua mata milik Athan dan juga Alex membola. "Jadi maksud lo gue harus pake rok?!"  tanya
Athan histeris.

"CK DENGERIN DULU!" ujar Anin galak.

"Kita bisa minta bantuan Abel sama Aura. Postur tubuh mereka pas banget buat ukuran seorang
suster. Buat pakaiannya gue bisa telfon orang nya sekarang. Gimana?" tanya Anin.

"Boleh juga si, tapi belum tentu pihak rumah sakit ngijinin." ucap Naden.

"Bokap gue bisa bantu. Sekarang suruh aja Abel sama Aura kesini. Naden, Alex lo berdua
jemput mereka." Leo mengambil ponsel di saku nya, lalu mencoba memberitau papa nya.
Kebetulan papa nya memiliki koneksi di berbagai rumah sakit. Jadi, rencana ini bukanlah hal
yang sulit.

"Nah yang jadi suster udah dapet. Buat dokternya kita butuh dua orang aja. Kalo Athan sama
kak Aslan aja gimana?" usul Anin.

"Wih boleh tuh!" ucap Athan dengan semangat.

"Okey gue telfon dulu orangnya, biar bajunya bisa sampe cepet."

"Jam lima sore kita berangkat." ucap Rayland.

•••
Disinilah para pemuda dan juga pemudi itu. Empat diantaranya sudah memakai pakaian seperti
petugas medis.

"Now!" Mereka semua memakai masker agar wajah mereka tidak diketahui oleh para
bodyguards yang menjaga ruangan mama Alden.

"Gue deg degan!" bisik Aura.

"Bisa kok, tenang aja." Anin menggenggam tangan Aura yang terasa dingin.

Setelah mereka sampai di lantai letak kamar mama nya Alden berada, mereka mulai berpencar.

Aura dan juga Abel sudah membawa sebuah papan di tangan mereka. Berlagak seolah mereka
akan mengecek keadaan pasien.

Setelah sampai di depan pintu kamar rawat mama nya Alden, mereka menunjukkan tanda
pengenal palsu yang sudah mereka buat. Salah satu dari keempat bodyguards itu
mempersilahkan mereka masuk.
Setelah masuk ke dalam ruang rawat, mereka melihat mama Alden yang sedang tertidur dengan
pulas. Wajah nya sangat tirus. Aura dan juga Abel seketika merasa iba dengan keadaan mama
nya Alden.

Wajah wanita paruh baya itu pucat dengan jarum infus yang menancap di punggung tangan
kanannya. Aura mencoba untuk menyentuh kening wanita paruh baya itu, dan suhunya terhitung
cukup tinggi.

"Demam bel." Abel menganggukkan kepala nya lalu mengambil ponsel yang berada di sakunya.
Ia menelfon Anin yang sudah berada di salah satu ruangan bersama Rayland, Naden, Alex dan
juga Leo.

Anin men-loudspeaker panggilan itu, "Gimana bel?" tanya Anin pelan.

"Mamanya lagi tidur, sekarang timing yang pas buat Aslan sama Athan." Anin menoleh ke arah
Rayland. Pemuda itu langsung menyalakan ear-piecenya.

"Serang sekarang." kedua orang yang sedang menyamar menjadi dokter itu akhirnya melakukan
tugas mereka setelah mendapat perintah dari Rayland.

Untuk menghindari kecurigaan, Athan dan juga Aslan mondar- mandir dari arah yang
berlawanan.

Setelah merasa waktunya sudah tepat, mereka mengangguk . Aslan berjalan mendekati salah
satu bodyguards tersebut dan langsung memberikan pukulan telak di tengkuknya.

Begitu juga dengan Athan yang langsung menendang perut milik salah satu bodyguards dengan
lututnya.

Kedua bodyguards lainnya tanpa kata menyerang kedua dokter palsu itu. Pertarungan dua
lawan empat tidak bisa terhindarkan.

Tak lama kemudian keempat bodyguards itu sudah tepar di atas lantai. Wajah mereka terlihat
seperti orang teler. Athan dan Aslan mengatur nafas mereka. Mumpung cctv di lorong tersebut
sudah mereka hancurkan, maka dengan leluasa mereka melepaskan masker itu lalu bernafas
dengan bebas.

"Anjir, habis tenaga gue. Ini orang berempat makan apa sih?! Makan beton kali ye." ucap Athan
dengan terengah engah.

Aslan menyambungkan ear-piece ke sambungan milik Rayland. "Aman, mereka udah pingsan."

Tak lama kemudian muncul Rayland dan juga teman-temannya yang lain. Mereka melangkah
dengan pelan-pelan menuju ruang rawat milik mama nya Alden.
Rayland dan juga Leo mendorong brankar milik mama Alden dengan pelan, berusaha agar
tidak membangunkan wanita paruh baya yang sedang tertidur dengan lelap ini. Sedangkan Alex
membawa tiang infusnya.

Setelah sampai di bawah, mereka sudah menemukan satu mobil ambulance yang sudah
terparkir di depan rumah sakit. Sebelum nya Anin sudah berbicara kepada sang sopir agar tidak
membunyikan sirine.

Di dalam ambulance berisi Anin, Aura dan juga Abel. Sedangkan para pemuda menaiki mobil
mereka masing-masing.

Flashback off

•••
"Mama lo sekarang ada di apartemen gue. Udah ada mama gue sama dokter yang nanganin
mama lo yang jagain." ujar Rayland.

Akhirnya, pertahanan milik Alden runtuh. Se-runtuh-runtuhnya. Pemuda itu menangis dengan
kepala tertunduk. Kedua bahunya gemetar. Ia seolah merasa sebagian beban di bahunya
terangkat. Ia tidak peduli jika dirinya akan menjadi sasaran empuk papanya nanti, yang penting
keberadaan mama nya tidak di ketahui oleh Ranaka.

Alden mengusap kedua matanya, ia berdiri lalu berjalan menuju area pertarungan antar kedua
kubu diikuti Rayland di belakangnya.

"STOP!" teriakan lantang milik Alden seketika menghentikan pertempuran yang sedang terjadi.

"AS THE LEADER OF PHAIDROS, I'AM ALDEN CARLOS FRANSISCO STATED THE
WAR IS OVER!" suara berat milik Alden menggema di seluruh penjuru lapangan. Keadaan
berubah menjadi hening.

Pada akhirnya, dalam pertempuran kali ini tidak ada kubu yang menang dan juga kubu yang
kalah.

•••
TBC! Gimana suka nggak? puas nggak?
2.500 words lebih ini....

Votenya kencengin yaaaaa🥰

Part flashback ada hubungan dengan part 28. Yang dimana aku sempet nulis bahwa ada
seseorang yang melihat pertengkaran antara Ranaka dan juga Alden di rumah sakit. Siapa
orang itu? yap, Aslan.

Setelah membaca part ini, gimana penilaian kalian terhadap Alden? aku pengen tau🥺
Konfliknya belum selesai teman-teman🤲🏻 Siapkan hati dan juga pikiran okeh!

Spam next here yang banyak yuk👉🏻

Jangan lupa buat share cerita ini ke sosial media dan juga teman kalian yaaa❤️Yu bisa yu
bawa RAYAN naik peringkat!🥰

Jangan lupa juga buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part!❤️

RAYAN PART 35
HALLO! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaa❤️

Kalo aku nanya, hal apa yang menurut kalian menarik atau unik dari cerita ini kalian
bakal jawab apa?

⚠️WARNING ⚠️
ADEGAN KEKERASAN!

Happy reading!❤️

•••
Bugh!

Alden memejamkan kedua matanya menahan rasa sakit yang amat sangat mendera kepalanya.

"JAWAB DIMANA MAMA KAMU!" Ranaka, pria paruh baya itu seolah siap untuk membunuh
anak semata wayangnya.

"GAK AKAN GUE KASIH TAU!" ucap Alden balas berteriak.

Wajah pria paruh baya itu semakin memerah disertai dengan rahangnya yang mengeras. Tangan
kanan pria itu menggenggam rambut tebal milik Alden seolah menjambak dan mengarahkan
kepala Alden ke dinding berwarna putih ruang tamu.

Terdapat bercak darah yang menghiasi dinding berwarna putih gading itu. Tidak sampai disitu,
pria itu mengambil sebuah besi panjang yang sudah dipanaskan lalu tanpa rasa kasihan memukul
punggung Alden dengan beringas.

Alden mencoba menahan ringisannya, kedua tangannya mengepal erat seolah untuk
menyalurkan rasa sakit yang diberikan oleh Ranaka. Kulit punggungnya yang tidak tertutupi oleh
baju menjadi melepuh dan memar. Bahkan terdapat darah yang mengalir di punggung nya.
Ia ingin melawan, tapi bagaimana bisa ia melawan jika kedua tangannya di tahan oleh dua orang
berbadan besar? tenaganya sudah terkuras habis. Ranaka sudah menyiksanya hampir dua jam.

"Ini hukuman buat kamu yang sudah berani melewati batas." desis Ranaka. Tangan pria itu tak
berhenti memukul punggung anak kandungnya sendiri. Para bodyguards milik Ranaka hanya
bisa diam seperti patung saat melihat penyiksaan tuan muda mereka.

"Lihat saja apa yang akan saya lakukan jika sudah menemukan mama mu."

Alden tertawa sinis dengan kedua netranya yang menatap tajam ayah kandung nya. "Coba aja,
kalo bisa." bisik Alden tajam.

Melihat balasan santai dari anaknya membuat emosi milik Ranaka seketika naik melampau batas
maksimal. Pria paruh baya itu memukul anaknya tanpa jeda. Persetan dengan anaknya yang bisa
saja meninggal di tangannya.

"PUKUL TERUS PUKUL! PUKUL GUE SAMPAI LO PUAS!" Alden tertawa kencang, seolah
menertawakan kehidupannya yang sangat menyedihkan.

"ANAK SIALAN!" teriak Ranaka murka.

Alden sudah mulai merasa lemas, tubuhnya meluruh dengan posisi tengkurap. Pemuda itu sudah
tidak bisa menahan lagi rasa sakit di tubuhnya. Keadaannya sudah sangat mengenaskan dengan
darah yang menghiasi wajahnya, ditambah banyaknya luka di punggung nya.

Setelah puas menyiksa anaknya, Ranaka memerintahkan kedua bodyguards yang menahan kedua
tangan Alden agar membawa pemuda itu ke kamarnya.

"Bawa ke kamar nya dan kunci pintunya. Jangan biarkan dia keluar dari mansion ini." tatapan
bengis milik Ranaka masih menatap tajam anak semata wayang nya yang sudah tidak sadarkan
diri.

•••
"Gimana keadaannya?" tanya Rayland dengan mata tajam nya tertuju kepada wanita paruh baya
yang sedang tertidur.

"Sesuai dugaan, nyonya sempat berteriak histeris saat melihat ruangan baru yang ia tempati.
Karena mungkin tempat ini sempat mengingatkannya saat ia disiksa oleh tuan Ranaka di masa
lalu. Karena warna dinding apartemen ini mirip dengan warna dinding di mansion milik tuan
Ranaka." ucap dokter perempuan itu dengan pelan.

"Dok kalau boleh tau, Angela sudah dari kapan di rumah sakit?" tanya Rani -mama Rayland-
dengan ragu. Wanita itu merasa iba dengan Angela, maka dari itu ia memutuskan untuk ikut
menjaga Angela.

Dokter perempuan itu tersenyum maklum, "Hampir lima tahun mungkin?" jawab dokter itu.
"Sebenernya apa yang di lakuin orang brengsek itu sampe membuat Angela depresi berat seperti
ini." Rani mendumel pelan dan menekan kan kata brengsek yang ditujukan kepada Ranaka.

"Pemulihannya berapa lama?" tanya Rayland.

"Hm mungkin pemulihan nyonya Angela akan berjalan lebih cepat karena tuan Ranaka sudah
tidak mengetahui keberadaannya sekarang. Karena biasanya tuan Ranaka akan datang setiap
minggu untuk mencari masalah, sehingga pemulihan nyonya Angela selalu terhambat." jelas
dokter tersebut.

Rayland menganggukkan kepala nya mengerti, lalu tatapannya beralih ke arah mama nya yang
berada di sampingnya, "Mama yakin mau ikut ngejaga disini juga?" tanya Rayland lembut. Ia
bisa melihat tatapan sedih mama nya saat melihat wajah milik mama Alden.

Rani menganggukkan kepalanya, "Iya, mama juga udah minta ijin sama papa kok. Kamu tenang
aja." jawab Rani tersenyum.

"Yaudah aku tinggal dulu ya, mama jangan lupa makan dan istirahat." pamit Rayland lalu
mencium kening ibu nya sekilas.

Saat ini tujuannya adalah markas.

•••
Para anggota inti Argos ditambah dengan Aslan, sedang memantau laptop milik Athan yang
sedang memperlihatkan sebuah rekaman penyiksaan yang dilakukan Ranaka terhadap Alden.

Rayland sudah menduga hal ini akan terjadi, maka dari itu setelah pertempuran antara Argos dan
Phaidros di selesaikan, ia memerintahkan satu asisten kepercayaannya untuk memasang sebuah
chip kecil di pintu utama rumah Alden.

Chip digital ini sudah dibuat dengan sangat canggih, bahkan suara sejauh lima puluh meter akan
masih terdengar melalui chip itu.

Para anggota inti dan juga Aslan mendengarkan dengan sangat serius. Tak jarang Athan dan juga
Alex ikut meringis saat mendengar hantaman besi yang mengenai badan Alden.

"Ini si Ranakaanjing emang udah ga punya otak kayaknya. Gila, bahkan dia setega itu sama
anaknya." ujar Alex tak percaya.

Rayland mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke permukaan meja, kebiasaannya saat sedang


berpikir keras. Pikirannya kembali mengingat perkataan papa nya tempo hari.

"Keluarkan dia dari rumah itu. Secepatnya. Sebelum ia meninggal di tangan ayah kandung nya
sendiri."

Itulah perkataan papa nya.


"Kita bakalan bawa Alden keluar dari rumah itu." putus Rayland setelah ia berpikir panjang.

Naden manggut-manggut, "Tapi gue pikir kita ga mungkin kesana cuma ber-enam. Kita perlu
bodyguards papa lo setidaknya lima orang. Itu udah cukup." usul Naden.

"Bener yang di bilang sama Naden. Bodyguards yang ngejaga di rumah Alden bisa sampe tiga
puluh orang. Mereka ga bisa dianggap remeh." ucap Leo menyetujui usulan Naden.

Rayland menganggukkan kepalanya pelan, lalu mengambil ponsel di sakunya menghubungi


seseorang. "Pa, i need your bodyguards. Just five people. Aku perlu bodyguards yang cerdik."
lalu ia memutuskan sambungannya setelah mendapat balasan dari Arion.

Leo tersenyum tipis, ini lah salah satu hal yang membuat ia dan juga para anggota lain kagum
dengan sosok Rayland. Pemuda itu memang cenderung tidak banyak bicara, tetapi ia bersedia
untuk menerima segala masukan dari para anggotanya. Simplenya, Rayland selalu menghargai
keberadaan para anggotanya.

"Malam ini kita bergerak jam dua belas malam. Jangan ada yang naik motor. Gue sama Aslan
bakalan bawa mobil, kalian tinggal pilih mau nebeng dimana." ucap Rayland datar.

"Kita bakalan bagi tim, ada yang masuk lewat halaman belakang dan juga depan." ujar Aslan
sambil memerhatikan layar ipad nya yang menampil denah milik rumah Alden.

Rayland menyeruput wine nya sebelum berbicara, "Gue, Athan sama Leo bakalan lewat bagian
belakang. Kalian bertiga sama lima bodyguards yang lain lewat bagian depan. Lumpuhin mereka
semua dalam waktu sepuluh menit." Rayland ingin rencana kali ini berjalan lancar, seperti
biasanya.

•••
"Dad?" Vano yang semula meletakkan wajahnya di atas lipatan tangan, langsung mengangkat
wajahnya saat melihat kepala milik putri nya menyembul di pintu ruang kerja nya.

"Kenapa sayang?" tanya Vano dengan nada beratnya.

Anin menaikkan sebelah alisnya heran, jarang-jarang kan daddy nya memanggil dengan sebutan
sayang. Boro-boro, setiap ketemu sudah pasti baku hantam.

Anin dapat melihat wajah frustasi milik Vano, ia berjalan memasuki ruang kerja milik daddy nya
itu.

"Daddy, kenapa?" tanya Anin setelah melihat adanya sedikit jejak air mata di kedua pipi milik
Vano.

Vano tidak menjawab, ia hanya menatap sendu wajah milik putrinya. Pikirannya melayang
mengingat kejadian beberapa jam sebelumnya.
Flashback on.

Vano yang sedang mengecek perkembangan resort miliknya seketika mengalihkan perhatiaan
nya saat melihat sebuah nomor tanpa nama menghubungi ponsel miliknya.

Vano mengerutkan keningnya heran, tidak banyak orang yang tahu mengenai nomor ponsel
miliknya. Hanya orang tertentu saja yang bisa memiliki nomor pribadi milik nya. Hanya
keluarga dan teman terdekat saja yang mengetahuinya.

Vano memiliki dua nomor pribadi, yang satu untuk pekerjaan dan yang satu lagi untuk keluarga
serta teman-teman terdekatnya.

Setelah berpikir sedikit lama, Vano akhirnya menggeser tombol hijau itu lalu terdengar suara
seorang pria.

"H-halo-"

"Siapa?" sebelum orang itu menyelesaikan kalimatnya, Vano sudah terlebih menyerobotnya.

"Tuan saya mohon dengarkan perkataan saya terlebih dahulu. Saya tidak memiliki waktu
lebih banyak lagi. Tuan, saya adalah asisten lama tuan Ranaka. Saya ingin memberitahu
suatu hal yang penting kepada anda."

Vano dapat mendengar deru nafas cepat milik orang itu yang seolah sedang dikejar sesuatu.

"Katakan." ujar Vano dengan nada dinginnya.

Vano mengepalkan kedua tangannya dengar erat, rahangnya menegang. Seolah menandakan
seberapa emosinya pria itu sekarang. Setelah mendengarkan penjelasan dari seseorang yang
mengaku bahwa ia adalah asistem lama Ranaka, Vano seolah ingin membakar tubuh Ranaka
sekarang juga.

Tidak hanya menjelaskan, pria yang mengaku asisten lama Ranaka itu mengirim sebuah
rekaman yang sudah di rekam beberapa tahun silam.

"RANAKA SIALAN!" Vano memukul meja kerja dengan keras. Tak peduli dengan tangannya
yang sudah memerah. Air mata pria itu meluruh tanpa adanya perintah.

Yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya ia bisa menjelaskan hal ini kepada kedua
anaknya, terutama kepada si bungsu.

Vano meremas rambutnya, pria itu terlihat sangat menyedihkan. Ruang kerja nya sudah
berantakan dengan kertas-kertas yang berserakan di lantai.

Flashback off.
"Dad? dad!" Vano sedikit terjengit kaget saat mendengar suara nyaring milik putrinya.

Tatapan sayu nya menatap wajah anak nya yang sama persis seperti milik mendiang istrinya.

"Ya?" tanya Vano dengan berbisik. Energi seperti terkuras.

"Daddy kenapa ih? Jangan buat aku khawatir." ujar Anin.

Vano berdiri dari kursi kebesarannya, lalu melangkahkan kaki nya menuju sofa yang berada di
pojok ruangan.

Vano menepuk-nepukkan sisi sofa di sebelahnya, "Sini nak."

Anin mengikuti perintah daddy nya, lalu duduk disamping Vano. Pria itu meraih kedua bahu
putri nya, agar mereka berdua saling berhadapan.

"Anin, daddy sudah belajar dari kesalahan di masa lalu bahwa daddy ga akan pernah
menyembunyikan apapun dari kamu. Jadi, daddy ingin memberitahu suatu hal yang penting.
Abang kamu sudah tau, sekarang dia sedang menuju kesini." jeda Vano.

Tatapan pria itu mengarah kepada dinding yang terpasang sebuah bingkai foto berukuran besar.
Di dalam foto itu terdapat istrinya yang memakai gaun pernikahan berwarna putih saat mereka
akan melakukan pemberkatan. Sangat cantik.

"Daddy pernah bilang kan, kalau yang membunuh mommy kamu sudah diberikan hukuman?"
tanya Vano.

Anin menganggukkan kepalanya, "Lalu?" tanga gadis itu.

"Ternyata daddy melewatkan satu hal yang penting," pria itu menjeda kalimatnya.

"Daddy memang sudah memberikan hukuman kepada orang yang membunuh mommy kamu,
bahkan mereka sudah mendapatkan hukuman yang setimpal. Tapi, tidak dengan orang yang
sudah memberi perintah kepada para pembunuh itu."

Vano menggenggam kedua tangan anaknya, selagi mengumpulkan keberanian untuk


memberitahukan hal yang sebenarnya kepada Anin.

"Maksud daddy apa?" pelupuk mata milik gadis itu sudah digenangi oleh air mata. Dalam sekali
kedip, air mata itu dapat mengalir dengan deras.

"Siapa?" bisik Anin saat tidak mendengar suara milik Vano.

"SIAPA?!" Anin berteriak histeris. Air mata milik gadis itu sudah mengalir dengan deras.
Vano dengan sigap mendekap tubuh ringkih milik anak nya dengan tubuh kekar milik nya. Pria
itu memejamkan matanya, ia sudah mengira bagaimana reaksi milik Anin.

Anin mengurai pelukannya, ia menyengkram erat tangan milik Vano. "Siapa?" tanya Anin
menuntut.

"Ranaka." tatapan pria itu berubah menjadi dingin saat menyebut pemilik nama yang menjadi
dalang di balik kematian istrinya.

Cengkraman Anin pada tangan Vano mengendur. Tatapan milik gadis itu berubah menjadi
kosong. Tubuhnya melemas.

Vano kembali mendekap tubuh milik anaknya, "Tenang ya. Daddy's here. Kita balas dia dengan
setimpal." ucap Vano sembari mengelus punggung milik Anin dengan teratur. Sesekali ia
mencium puncak kepala milik Anin.

Anin, gadis itu tidak mengeluarkan suara sama sekali. Ia menumpu kan pipi kanan nya di bahu
tegap milik Vano. Wajah gadis itu mengarah ke arah leher milih Vano, tatapan masih sama.
Kosong.

Brak!

"ANIN?!" Hero melangkah dengan tergesa-gesa ke arah adiknya yang masih berada di dalam
pelukan daddy nya.

Ia berlutut dengan satu kaki di depan adiknya. Anin menatap wajah abang nya yang
menunjukkan kekhawatiran.

"Abang." bisik Anin dengan tatapan kosong nya. Tetapi beberapa detik kemudian, tangis gadis
itu pecah diiringi dengan isakan yang semakin kencang.

Hero langsung membawa adiknya kedalam dekapan miliknya. Ia mengusap surai halus milik
Anin. "No, queen. Don't cry. Kita balas si tua bangka itu bareng-bareng yaa." Hero menangkup
wajah milik adik nya, lalu mencium kedua pipi milik adik nya.

Anin menganggukkan kepalanya, masih dengan isak tangis yang masih keluar dari bibirnya.
Vano mengepalkan kedua tangannya melihat kesedihan kedua anaknya.

Ranaka, si bodoh yang dengan beraninya bermain dengan seorang Geovano Andreas.

•••
TBC!!
Gimana part ini? suka nggak?? semoga suka ya❤️

Kalian pengen Ranaka diapain nih sama Vano?😎


Aku mau pake target buat next part boleh yaa? 900 vote for next part! Nih buat yang silent
readers, di mohon kerja samanya kalo emang pengen aku update cepet:")

Sebenernya, aku mau kemarin update nya. Cuman aku kebablasan buat makalah sampe
jam dua pagi💔 Tolong maklumin juga kalo aku updatenya lama, karena aku juga udah
mau PTS tanggal 23 ini. Jadi bener-bener dibuat babak belur sama tugas hikz.

Spam next yang banyak! Kalo bisa melampaui part sebelumnya xixixi.

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian biar makin
banyak yg tau RAYAN hehe❤️

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part❤️

RAYAN PART 36
HALLO! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf ya<3

Ga nyampe tiga hari udah nyampe target huhu, Thankyou!❤️

Sesuai janji nih! Aku update<3

Happy reading❤️
•••
"Anjim pelecehan lo!" Athan menepis kasar tangan Alex yang berada di belakangnya. Tangan
pemuda playboy cap badak itu tak sengaja memegang bokong milik Athan.

Alex terjengit lalu berdecak malas, "Cem anak perawan aja lo ah!"

"Diem!" bisik Naden tajam.

Sekarang, para anggota inti Argos ditambah Aslan akan menjalankan misi yang sudah mereka
rencanakan di rumah Alden. Terlihat beberapa bodyguards yang sedang menjaga di sekeliling
rumah besar itu.

Para pemuda itu mengenakan pakaian serba hitam dan juga penutup wajah berupa buff berwarna
hitam. Begitu juga dengan kelima bodyguards pilihan Arion yang ikut serta dalam misi mereka.
Tentu saja agar identitas mereka tidak dikenali.

"Berpencar, now!" titah Rayland setelah melihat keadaan sekitar yang cukup kondusif. Tanpa
menunggu lama, mereka memecah dan menjalankan tugas masing-masing.
Rayland, Athan dan Leo berlari kecil menuju halaman belakang sedangkan sisanya mendapatkan
tugas untuk melumpuhkan para bodyguards di halaman depan rumah Alden.

Rayland memanjat pagar pembatas setinggi empat meter itu dengan lincah diikuti oleh kedua
sahabatnya.

Rayland menyalakan ear-piece yang sudah tersambung ke masing-masing ear-piece para


anggotanya

"Aslan, balkon kamar Alden yang mana?" tanya Rayland. Rayland dapat melihat ada tiga balkon
di lantai dua yang menghadap langsung ke arah halaman belakang.

"Yes? Balkon dengan pembatas warna cokelat, bagian tengah." jawab Aslan dengan nafas ngos-
ngosan. Sudah dipastikan pemuda itu menjawab sambil menghajar para bodyguards milik
Ranaka.

Rayland langsung memutuskan sambungan itu dan menoleh menatap kedua sahabatnya yang
dibalas anggukan mantap oleh mereka.

Mereka berjalan dengan mengendap-ngendap saat melihat dua bodyguards yang sedang bertugas
menjaga bagian belakang rumah Alden. Ranaka, pria tua itu benar-benar mengetatkan penjagaan
di wilayah rumahnya setelah membuat Alden babak belur. Ia seolah memenjarakan putra semata
wayangnya.

Mereka bertiga memanjat pohon yang kebetulan tinggi nya sejajar dengan balkon kamar milik
Alden. Mereka dapat melihat dari pintu balkon yang terbuat dari kaca, pencahayaan di kamar itu
cenderung remang-remang.

Buk!

Rayland mendarat dengan mulus di balkon kamar milik Alden berkat loncatan lincahnya, begitu
juga dengan Leo. Sedangkan Athan, pemuda itu masih berjongkok di batang pohon.

"Sini cepet!" desis Leo yang melihat Athan begitu ragu-ragu meloncat dari batang kayu itu.

"Ck iya-iya, sabar napa." bisik Athan cemberut. Pemuda itu sudah membuat ancang-ancang
untuk melompat. Namun sebelum itu, ia merapalkan doa dengan mata yang terpejam.

Leo menghela nafas kasar melihat Athan yang belum juga beranjak dari tempat nya. "Cepet,
Athan." bisik Leo tajam.

Buk!

Naas, Athan terpeleset dengan bokong nya yang lebih dulu mencium lantai. "ANJ-" Leo dengan
cepat membekap bibir pemuda itu, sebelum bibir milik Athan mengeluarkan suara emasnya.
Athan, meringis pelan sambil mengusap-ngusap bokong dan juga pinggangnya.
Sedangkan Rayland, pemuda itu tidak memperdulikan perdebatan yang terjadi diantara kedua
sahabatnya. Pemuda itu tampak sibuk mengintip pintu kaca yang tertutupi oleh gorden tembus
pandang sehingga ia dapat sedikit melihat keadaan Alden di dalam sana.

Dengan perlahan Rayland mengetuk pintu kaca itu, berusaha agar tidak menarik perhatian para
bodyguards yang berjaga di dekat mereka.

Tuk! Tuk! Tuk!

Alden yang sedang berbaring meringkuk di ranjangnya, seketika langsung bangkit saat
mendengar suara ketukan dari pintu kaca balkon.

Kedua matanya menyipit, ia dapat melihat tiga siluet tubuh laki-laki dengan tinggi yang hampir
sama dengan dirinya. Dengan langkah pelan ia turun dari ranjang dan berjalan menuju area
balkon. Ia membuka kunci pintu balkon itu dengan pelan agar tidak terdengar sampai ketelinga
para bodyguards yang menjaga di depan kamarnya.

"Who are you?" bisik Alden dengan suara beratnya.

Rayland menurunkan masker buff nya begitu juga dengan kedua sahabatnya. Alden sedikit
membulatkan kedua matanya, terkejut melihat kelakuan nekat ketiga pemuda di depannya ini.
Setelahnya, mereka bertiga menaikkan buff itu kembali.

"Lo pada ngapain kesini geblek?! Nyari mati ye lo?" bisik Alden tak habis pikir.

"Muka udah cem wajan gosong gausah banyak gaya. Papa lo bisa di urus belakangan." ucap
Athan sedikit jengkel.

Alden berkacak pinggang, seakan melupakan luka-luka ditubuhnya, ia menyauti perkataan


Athan, " Urus belakangan mulutmu. Pengawal bokap gue udah nyebar di seluruh wilayah rumah.
Ada empat puluh pengawal." ujar Alden pelan.

"Lo kira kita kesini tanpa mikir rencana mateng-mateng?" tanya Leo dengan santai.

Alden mengulum bibirnya, bingung ingin menjawab apa. Argos, sudah dipastikan jika mereka
melakukan sesuatu pasti dengan rencana yang apik.

Rayland, mata tajam milik pemuda itu menatap Alden dari atas sampai bawah. Seolah melihat
hasil karya yang sudah dibuat oleh Ranaka.

Rayland merasakan ear-piece yang berada di telinganya tersambung, "Ray, kondisi di halaman
depan sudah kondusif." ujar Naden di seberang sana.

Tanpa menjawab, Rayland memberikan arahan kepada Alden. "Pura-pura minta tolong sama
pengawal di depan." titah Rayland singkat.
Alden mengerutkan keningnya, seolah ia masih mencerna perkataan singkat pemuda yang
terkenal brutal di depannya ini.

Setelahnya ia menganggukkan kepala, lalu memulai aksinya. Rayland berjalan ke arah pintu
masuk berwarna putih yang terdapat di kamar Alden, lalu berdiri di belakang pintu tersebut.
Sedangkan Athan dan juga Leo, mereka bersembunyi di sisi ranjang milik Alden.

Alden memencet tombol pada ponselnya yang terhubung langsung dengan ponsel milik
pengawal yang berjaga di depan kamarnya.

Cklek!

"Ada yang bisa kami bantu tuan muda?" tanya para pengawal itu bersamaan. Belum saja Alden
menjawab perkataan para pengawal itu, Rayland sudah lebih dulu melumpuhkan mereka.

Bugh! Bugh!

Rayland menyerang tengkuk para pengawal itu  dari belakang dengan kedua sikunya secara
bersamaan. Tenaga yang ia keluarkan tidak main-main walau hanya memukul dengan sikunya.

"Sekarang kita keluar." perintah Rayland.

Leo mengamati keadaan diluar kamar Alden,  "Aman." ucapnya. Rayland menganggukkan
kepalanya lalu menoleh ke arah Alden dan juga Athan.

"Lo bisa lari kaga?" tanya Athan sedikit gengsi saat melihat Alden yang sedikit kesusahan
berjalan cepat.

"Menurut lo?" tanya Alden nyolot. Benar-benar, bahkan di keadaan genting seperti ini Alden
masih sama menyebalkannya, pikir Athan.

"Ck, cepet naik!" Alden menatap punggung Athan dengan tersenyum jahil. Ia sengaja melompat
dengan cepat yang sukses membuat Athan nyaris berteriak. Hey! bokong dan pinggangnya baru
saja menjadi korban tadi.

"Emang nggak ada adab ni anak." ucap Athan dengan wajah kesalnya.

Akhirnya, mereka berempat melangkah keluar menuju lantai satu.

"Ray! Ada beberapa pengawal yang naik ke lantai atas!"  ucap Aslan dengan nada tegas nya.

Rayland menganggukkan kepalanya pelan, ia tetap bersikap dengan tenang. Seolah itu bukanlah
hal yang patut ia takuti.

"ITU MEREKA!" seru para pengawal yang ternyata menemukan mereka.


"Athan, lo duluan ke bawah. Biar masalah ini gue sama Leo yang urus." titah Rayland. Ia
memberikan tatapan tidak menerima bantahan saat melihat raut milik Athan menunjukkan
ketidakterimaan.

Akhirnya, Athan pasrah dan berlari menuju lantai bawah bersama Alden, meninggalkan kedua
sahabatnya. Rayland dan Leo bertarung melawan para pengawal milik Ranaka yang berjumlah
sekitar enam orang.

Di tengah pertarungannya, Rayland menyentuh ear-piece nya agar tersambung ke para anggota
nya. "You all go first! Jangan ngebantah, ini perintah dari ketua kalian!" Rayland sedikit
mengeraskan suaranya di tengah pertarungan agar terdengar jelas sampai ke telinga para anggota
nya.

Sedangkan di luar sana, mereka yang mendengar perintah dari Rayland akhirnya mengikuti
perintah dari pemuda itu. Meskipun berat, tetapi mereka harus melakukannya. Terlebih Naden.
Selaku wakil dari Rayland, pemuda itu merasa tidak ingin meninggalkan ketua dan sahabatnya
yang sedang bertarung di dalam sana. Tetapi sekali lagi, Rayland tidak suka di bantah.

Di dalam sana, Rayland dan Leo berhasil melumpuhkan seluruh pengawal Ranaka dalam waktu
yang singkat.

Dor!

Terdengar suara tembakan pistol yang berasal dari dalam rumah Alden. Peluru itu tepat
mengenai pintu kamar milik Alden. Rayland dan Leo mengangkat tangan mereka.

Ranaka. Pria tua itu berdiri tak jauh dari hadapan mereka. Dengan santai, pria itu berjalan
mendekati kedua pemuda yang sedang mengangkat kedua tangan mereka.

"Siapa kalian?" tanya Ranaka. Tanpa memperdulikan pertanyaan Ranaka, Rayland memutar
tangan pria paruh baya itu lalu mengambil alih pistol milik Ranaka. Dengan gerakan cepat ia
memukul dagu pria itu menggunakan ujung pistol tersebut. Pria tua itu terjatuh dengan posisi
tengkurap dan kedua tangannya yang ditahan oleh Leo.

Tak sampai disitu, Rayland juga menyuntikkan obat bius yang setidaknya dapat membuat
Ranaka tertidur selama tiga jam lamanya.

"Bodoh." umpat Rayland setelah melihat kedua kelopak mata milik Ranaka terlihat sayu dan tak
lama kemudian pria tua itu tertidur.

Rayland berdiri dari posisi jongkok nya lalu menyugar rambutnya yang basah karena keringat ke
belakang. Hal tersebut tak menurunkan kadar ketampanan pria itu barang sedikitpun.

"Well done, Leo." Rayland mengajak Leo untuk high-five. Leo memang selalu bisa diandalkan.
Tidak hanya Leo, seluruh anggota nya dapat diandalkan.
"You did a great job Ray." puji Leo. Rayland tersenyum tipis lalu menatap pistol milik Ranaka
yang berada di tangannya.

Ia menurunkan buff yang menutupi wajahnya, akhirnya ia bisa bernafas dengan bebas. Tatapan
pemuda itu mengarah kepada satu CCTV yang masih menyala di sudut dinding. Dengan
tersenyum miring, ia mengarahkan pistol yang berada ditangannya ke arah CCTV tersebut.

Dor!

•••
Setelah Rayland dan juga Leo keluar dari pekarangan rumah Alden, tiba-tiba terdapat sebuah
mobil dengan jenis fortuner berwarna hitam berhenti di depan mereka.

"Hai!" sang pengendara menurunkan jendela mobilnya dan memamerkan cengiran khasnya.

"Ayo cepet masuk!" pinta sang pengendara saat melihat kedua pemuda itu tidak membalas
sapaannya.

"Sweetheart? how did you get here?" tanya Rayland tajam. Namun tak urung dirinya dan juga
Leo memasuki mobil berwarna hitam itu.

"Hey, how did you know? answer my question." tanya Rayland menuntut saat gadis di
sebelahnya ini tidak menjawab pertanyaannya.

Leo yang berada di kursi belakang menaikkan sebelah alisnya, merasa asing dengan kelakuan
Rayland yang terlihat seperti anak kecil.

Anin menancap gas nya lalu menoleh untuk melihat wajah milik kekasihnya. Anin tertawa kecil
melihat raut wajah milik Rayland, "No,no. Don't get mad of me, Ray. Aku bisa tau karena bocah
ini."

Anin menunjukkan layar ponselnya yang terpampang jelas nama Athan disana. Rayland
mengulum bibirnya kesal. Bocah gendeng itu dengan beraninya menganggu waktu tidur
kekasihnya.

"Daddy tau kamu pergi?" tanya Rayland sembari mengelus rambut Anin. Ternyata gadisnya
memiliki kemampuan balap yang cukup bagus, bahkan Anin saat ini mengendarai mobilnya
dengan mengebut.

"Oh jelas, tidak." Anin memberikan cengiran khasnya yang dibalas senyuman tipis oleh Rayland.

Leo? pemuda itu memilih bersandar sambil memejamkan matanya daripada melihat keuwuan di
depan matanya saat ini.

"Oh iya sekarang kita kemana?" tanya Anin.


"Ke apartemen aku. Anak-anak pada disana." Anin menganggukkan kepalanya dan kembali
fokus dengan jalanan di depannya.

"Kamu capek? mending istirahat dulu. Aku gapapa ga ditemenin." ucap Anin.

Rayland menggelengkan kepalanya tegas. "Enggak." Anin menghela nafas pelan. Jawaban yang
sudah ia duga.

Beberapa menit kemudia mereka sampai di depan gedung apartemen yang terkesan mewah.

Anin melepas seatbelt nya lalu berbalik untuk


melihat Leo yang masih tertidur. "Leo, ayo bangun. Sudah sampai." Anin menepuk pelan paha
pemuda itu.

Pemuda itu terbangun sambil mengucek-ngucek kedua matanya. Akhirnya, mereka bertiga
keluar dari mobil lalu mencari letak apartemen Ray.

Cklek!

Rayland bisa melihat para anggotanya menghela nafas lega. Netranya menelisik seisi apartemen,
"Alden?" tanya Rayland datar.

Seolah mengetahui maksud ketuanya, Naden menjawab, "With his mother."

Di dalam sana, Alden memandangi wajah mama nya yang sedang tertidur pulas seolah tidak
terganggu dengan keadaan di sekitarnya. Akhirnya, ia bisa puas menatap wajah mama nya tanpa
mendengar teriakan dan juga penolakan dari mama nya.

"Mama..." lirih Alden. Ia meletakkan telapak tangan milik Angela di pipi kanannya.

Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian Alden, "Obatin dulu, dokter nya udah dateng." ucap
Athan lalu melengos meninggalkan ruangan keadaan pintu yang tetap terbuka.

Alden berdiri dari duduknya, lalu mencium kening mamanya sekilas. Alden berjalan menuju
ruang tamu dan melihat orang-orang yang menyelamatkannya sedang melakukan kegiatan
masing-masing.

"Tuan, silahkan di buka dulu bajunya." Alden mengikuti perintah dokter laki-laki yang
menanganinya itu. Diam-diam para anggota Argos -kecuali Rayland yang sedang bucin- melihat
luka yang Alden dapatkan di bagian punggungnya.

"Wah bener-bener sakit jiwa si Ranaka." Alex berkata dengan nada lirihnya. Luka yang berada di
punggung Alden terlihat semakin parah karena tidak dapat penanganan dengan cepat.

Dokter laki-laki itu membersihkan luka Alden terlebih dahulu, lalu memberikan salep kepada
kulit punggungnya yang melepuh.
Alden memegang kepalanya yang terasa semakin pening. Mungkin ini efek dari benturan yang ia
dapatkan tadi pagi.

"Tuan, bisa berbaring dulu." pinta dokter itu.

Setelah mengecek luka yang berada di kepala Alden, dokter itu membersihkannya lalu
membalutnya dengan perban.

"Saya sarankan tuan untuk ke rumah sakit. Karena luka di punggung dan juga kepala anda
memerlukan pemeriksaan lebih dalam lagi untuk mengetahui efek dari cedera yang anda alami.
Ini ada obat pereda nyeri untuk sementara dikonsumsi jika nyeri di kepala anda muncul." Alden
menganggukkan pelan.

"Terima kasih dok." ucap Alden. Alex dan Athan yang mendengar kalimat itu menaikkan alis
mereka tinggi. Ternyata anak ini tau cara mengucapkan terima kasih.

Suasana di ruang tamu, berbeda lagi dengan suasana di minibar apartemen milik Rayland.

Anin menahan pergelangan tangan Rayland, lalu merebut gelas kecil berisi wine yang baru saja
ingin diteguk oleh Rayland.

Anin menggelengkan kepalanya pelan, "This wine, is not good for your health Ray." Anin
menyodorkan segelas air putih kepada Rayland yang diterima dengan wajah sedikit cemberut
dari pemuda itu.

Anin mencium singkat pipi pemuda itu. Setidaknya dengan cara itu kekesalan Ray akan hilang
dalam sekejap dan melupakan masalah wine nya.

Rayland tersenyum miring, see? Pemuda itu akan melupakan kekesalannya jika dibayar hanya
dengan satu ciuman singkat.

Seketika Rayland memeluknya dengan erat. Ia bisa merasakan nafas pemuda itu menerpa area
telinga dan juga lehernya.

"I love you so much sweetheart. I really do." pemuda itu berucap dengan lirih. Pelukannya
semakin mengerat.

Anin menganggukkan kepalanya. Dagu gadis itu menumpu di bahu kekar milik kekasihnya.
"Why are you so emotional Ray?" Anin tertawa kecil dan tak urung mengusap lembut punggung
kokoh milik Ray.

Rayland terdiam, "I don't know." ucapnya.

Ray menguraikan pelukannya dan menatap lekat kedua manik biru itu. Kedua tangannya
menangkup wajah kecil milik Anin. Ia tak berhenti mengusap surai halus milik gadisnya. Tidak
bisa kah Anin ia bawa pergi sekarang juga? Rasanya Rayland ingin mengurung gadis itu agar
hanya dirinya saja yang bisa menikmati wajah cantik milik Anin.

Rayland menggelengkan kepalanya pelan seolah mengusir pemikirannya itu, entah mengapa 
jiwa posesif nya naik ke permukaan.

"Kamu harus istirahat." ucap Rayland pelan dengan jari tangannya yang sekarang beralih
mengusap kedua pipi halus milik Anin.

"Jangan digituin, akunya jadi ngantuk." pinta Anin.

"Bagus kalau ngantuk. Kamu harus tidur sekarang. Di apartemen aku." titah Rayland sarat tanpa
bantahan.

Anin menegakkan bahunya, "Tapi dimana? terus nanti kalo daddy ngomel gimana?!" mampus.
Anin lupa soal dia yang keluar mansion diam-diam tanpa memberitahu abang dan juga daddy.

"Daddy sama Hero biar aku yang urus nanti. Sekarang kamu istirahat di kamarku. Biar aku tidur
di sofa ruang tamu bareng temen-temen."

"Gapapa?" tanya Anin tidak enak hati.

"Anything for you sweetheart. Good night." ujar Rayland sambil memberikan senyuman tipisnya.

•••
TBC!! Gimana part ini? suka gaa? semoga suka yaa❤️❤️❤️

Next target, 950 vote and 850 comments. Let's gooo!!!❤️You can do this guys❤️Untuk
silent readers, dimohon kerja samanya xixixi

Oh iya, disini aku memang sengaja pakai beberapa kalimat berbahasa Inggris, karena
menurutku feel nya lebih dapet aja gitu😭 Hitung-hitung juga kalian sambil belajar
hehehe<3 Maaf ya, kalau misalnya itu bikin kalian gasuka:(

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga seluruh media sosial kalian ya🥰 Kalo
ada yang mau buat video tiktok boleh, nanti dm ya link nya kalo dari kalian memang ada
yang buat, biar bisa aku lihat!❤️

Ayo kita bawa Anin, Rayland dan kawan-kawan naik ke peringkat satu!😎

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part❤️


RAYAN PART 37
Hallo! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaaa❤️

Tolong maafkan author ini baru bisa update, karena sy lagi PTS ini brou😭💔 Ini aja gue
sempetin buat nulis mumpung hari jumat😎

Ada yang bucin enhypen ga zie😔 Biasku jungwon nich:(

Tolong maafkan author kalau ada typo atau kesalahan penulisan yaa🥰

Yuk absen bulan lahir👉🏻

Happy reading❤️
•••
"Mau hadiah apa kamu?" Vano membenarkan letak kacamata minusnya dengan kedua netranya
yang fokus menatap raport milik Anin. Gadis itu kembali mendapat predikat A hampir di semua
pelajaran, kecuali Matematika ia mendapatkan predikat B. Yap, Anin sedikit membenci pelajaran
hitung-hitungan tersebut.

Anin sukses meraih peringkat satu lagi di semester awal atau semester ganjil kelas sebelas.
Dengan begitu, ia berarti sudah mempertahankan posisinya sebagai peringkat satu di kelasnya.
Namun, walaupun Anin memiliki otak yang cerdas, tetap saja untuk mempertahankan posisi itu
tidaklah mudah.

Mungkin Anin percaya dengan kalimat ini, "Mendapatkan lebih mudah dari pada
mempertahankannya." Sebenarnya ia bisa saja tidak peduli terhadap nilainya, toh Vano juga
selalu memberikannya omelan jika melihat Anin begadang karena belajar. Tetapi, Anin adalah
orang yang bertekad kuat. Omelan Vano tidak berpengaruh apa-apa pada dirinya.

"Cih, harus banget nanya dulu? Kayak aku dong langsung beliin." suara berat milik Hero
menyapa kedua telinga milik Anin dan juga Vano. Hero muncul dari pintu utama mansion
dengan membawa paperbag besar bertuliskan brand ternama di kedua tangannya.

Anin menepuk keningnya pelan, "Mulai lagi dah."  batinnya.

Vano berdiri dari duduknya lalu berkacak pinggang sambil tersenyum sinis. Tentu ia tidak ingin
kalah. "Segitu doang? Kecil itu mah!" Vano menjetikkan kedua jarinya seolah meremehkan
hadiah dari Hero.

"Udah tua gausah banyak gaya ya dad." Hero menatap geram daddy nya lalu menaruh hadiah
untuk Anin di sebelah adiknya.

Sepasang anak dan ayah itu berdiri saling berhadapan dengan saling memberikan tatapan sengit.
"Wah bener-bener bocah edan." desis Vano. Pria tampan itu mengambil ponsel di sakunya lalu
menelfon salah satu asistennya.

"Borong semua barang terbaru milik brand Hermes yang cocok untuk anak gadis. Saya bayar
cash!" Vano menekankan kata "cash" dengan tatapan sombong nya yang ia tujukan untuk Hero.

"Eh udah-udah, ini daddy juga ngalah napa sama anak sendiri," Hero yang mendengar itu
memberikan senyum kemenangannya.

"Abang juga, jangan kayak anak kecil." Senyum kemenangan yang tadinya terpatri di bibir tipis
milik Hero menghilang. Sekarang giliran Vano yang memberikan senyuman kemenangannya.

"Ini aku cuman juara kelas daddy, abang. Aku bukan lagi ulang tahun. Kalian ga perlu kasih aku
hadiah. Kalian kasih apresiasi buat kerja keras aku aja itu udah cukup kok." ucap Anin pelan
agar kedua manusia jantan di depannya ini mengerti.

Vano dan juga Hero kompak membuang muka.

"Ya ini bentuk apresiasinya." Vano dan Hero tanpa sengaja mengucapkan kalimat yang sama
barengan.

"Apa sih ikut-ikutan!" ujar Vano tak terima.

"Lah daddy duluan kok yang plagiat!" Hero tidak ingin kalah saudara-saudara.

Anin memejamkan kedua matanya mencoba sabar melihat perdebatan kedua manusia jantan di
depannya ini yang masih terus berlanjut.

Anin bersedekap dada dan menatap datar perdebatan yang masih terjadi dihadapannya.
"LANJUT TEROS LANJUT!" Anin sengaja memperbesar volume suaranya. Kedua netra
dengan sok sibuk menatap kuku-kukunya yang bersih dan juga cantik.

Vano dan juga Hero seketika memberhentikan perdebatan mereka, "Kenapa? Kok berhenti? Sok
atuh lanjut." Anin berjalan santai ke arah tangga dan tak lupa membawa hadiah dari Hero.

"MAKASIH ABANG HADIAHNYA!" Hero dapat mendengar suara teriakan milik adiknya dari
lantai atas.

•••
"BRENGSEK! SEBENARNYA APA SAJA YANG KALIAN LAKUKAN SAMPAI BISA
KECOLONGAN HAH?!" Ranaka menendang kuat salah satu bodyguards yang berada di
hadapannya.

Kemarahan Ranaka saat ini sedang meluap-luap, apapun ia lakukan untuk melampiaskan
emosinya. Entah itu menyiksa para pengawalnya atau memecahkan berbagai barang di
rumahnya. Sekali lagi, dia kecolongan.
Seluruh pengawal milik Ranaka berbaris di ruang tamu yang berukuran cukup luas rumahnya.
Para pengawal itu hanya bisa tertunduk dalam, tidak berani menatap tuan mereka.

Sang ketua pengawal yang sudah tidak tahan melihat itu akhirnya berlutut dihadapan Ranaka
dengan kepala tertunduk.
"Maafkan kesalahan kami, tuan Ranaka. Saya jamin kami akan melaksanakan perintah anda
dengan semaksimal dan sebaik mungkin kali ini."

Wajah Ranaka memerah menahan amarah, nafasnya terdengar ngos-ngosan.

Plak!

Ranaka menampar keras pemimpin pengawal itu. Sang pengawal yang menerima tindakan itu
hanya bisa diam dengan wajah kakunya.

"Kalo sampai rencana saya selanjutnya gagal lagi karena kelalaian kalian, saya tidak akan segan-
segan untuk membunuh kalian! Camkan itu." Ranaka menunjuk seluruh pengawal yang berbaris
dengan angkuhnya.

Ia melangkah pergi meninggalkan ruang tamu. Namun sebelum itu, ia menyempatkan diri untuk
memecahkan guci mahal yang terpajang hingga berkeping-keping.

•••
Anin sedang berada di minimarket untuk membeli beberapa keperluannya. Setelah seluruh
keperluannya sudah berada di dalam keranjang belanja, lantas ia berjalan menuju kasir.

Sembari menunggu seluruh belanjaannya di totalkan, tanpa sadar tangannya meraba lehernya.
Anin tersentak saat merasakan kalung milik Rayland tidak ada di lehernya. Ia meraba pakaiannya
dengan panik, mungkin kalungnya tersangkut di bajunya.

"Lo nyari ini?"

Anin mengalihkan pandangannya dan seseorang menyodorkan kalung dengan bandul berlian
berwarna putih pemberian dari Ray.

"Alden?" Anin mengambil kalung itu dari telapak tangan Alden lalu memakainya.

Penampilan Alden saat ini cenderung tertutup, maka dari itu Anin sedikit ragu. Pemuda itu
memakai hoodie berwarna abu-abu dan tak lupa masker hitam yang menutupi sebagian
wajahnya. Tentu saja agar tidak diketahui oleh mata-mata milik Ranaka.

Alden terkekeh, "Ceroboh banget. Gue nemu tadi di lantai deket tempat buah-buahan."

"Ya gue mana tau kalo ini kalung bakal jatuh." Anin memutarkan bola matanya malas.

"Btw, lo beli apa?" tanya Anin penasaran.


Alden menatap keranjang belanjaannya tang berisi buah-buahan. "Beli mangga sama anggur.
Mama suka banget buah ini, kebetulan stok nya udah habis."

Anin menganggukkan kepalanya mengerti, "Gimana keadaan mama lo?"

"Sudah lebih baik. Setidaknya mama ga teriak-teriak kalo gue jengukin ke kamarnya." ucap
Alden dengan tersenyum tipis di balik maskernya.

Anin ikut senang mendengarnya, ia tahu bagaimana perjuangan Alden untuk mengambil
perhatian Angela dan membuat sang mama sedikit menerima kehadirannya. Rayland juga selalu
menceritakan perkembangan hubungan antara Alden dan juga mama nya.

"Totalnya empat ratus tiga puluh enam ribu kak. Mau pake kartu apa cash?" tanya sang kasir
yang membuat Anin mengalihkan perhatiaannya dengan cepat.

"Ah iya, cash aja mbak." Anin meraih dompet di dalam tas kecilnya dan mengeluarkan beberapa
lembar uang.

"Terima kasih." Anin mengambil belanjaannya setelah transaksi selesai.

"Gue duluan ya Den." pamit Anin.

"Yoi, hati-hati." ucap Alden.

Anin mengacungkan salah satu jempol nya sebagai tanda balasan ucapan Alden.

•••
Sedangkan di tempat lain, Rayland dan juga para sahabatnya serta beberapa anggota Argos
sedang berada di markas. Hanya untuk menghabiskan waktu luang mereka. Entah itu bermain,
berlatih atau menonton film.

Rayland yang sedang memanah di halaman belakang, seketika menghentikan permainannya saat
merasakan dering ponsel di sakunya.

"Ya?"

"Ray, mama ada bilang pergi kemana sama kamu? Dari tadi papa telfon enggak diangkat." ucap
Arion di seberang sana.

Tanpa sadar Rayland menjatuhkan busur panahnya, "Mama ga ada bilang apa-apa sama aku.
Coba papa telfon lagi. Aku ke apartemen sekarang."

Setelah mendapat balasan dari Arion, Rayland bergegas meninggalkan markas. Leo yang melihat
raut wajah Ray yang sedikit panik berlari kecil mendekati Rayland.

"Kenapa?" tanya Leo.


"Mama ga bisa dihubungi." ucap Rayland datar, lalu memakai helm fullface hitamnya.

"Terus sekarang lo mau kemana?" Leo menahan bahu Rayland.

"Apartemen." jawab Ray singkat lalu berlari keluar markas dan mengendarai motornya.

Leo yang melihat itu menghela nafas pelan, lalu menatap para sahabatnya yang kebetulan sedang
berkumpul di ruang tamu. Ia berjalan menghampiri mereka, "Kita ke apartemen Rayland
sekarang."

•••
Rayland sedikit mendobrak pintu apartemen nya dan kedua netra nya melihat sekeliling ruangan.

"Mama!" Rayland sedikit berteriak, siapa tau ia dapat mendengarkan sahutan mama nya.

Namun, nihil. Tidak ada sahutan sama sekali.

"Ma!" Rayland memanggil lagi sekali lalu berjalan menuju kamar yang sempat ditempati oleh
mamanya.

Cklek!

Kosong.

"Kenapa lo?" Alden yang baru saja keluar dari tempat Angela dengan membawa nampan berisi
piring bekas menatap bingung Rayland yang terlihat panik.

"Mama gue ada bilang kemana?" tanya Rayland tanpa basa-basi.

"Tante cuman bilang mau pergi buat ngecek butik." ucap Alden dengan raut kebingungannya.

Rayland memejamkan kedua matanya sejenak, lalu melangkah keluar apartemen tanpa
mengindahkan panggilan Alden. Tujuannya saat ini adalah mansion, untuk bertemu dengan
papanya dan memastikan sesuatu.

Sesampainya di mansion, ia sudah melihat papa nya yang sedang mondar-mandir di ruang tamu
dengan ponsel yang menempel di telinga nya. Terlihat papa nya yang sedang berbicara dengan
seseorang.

"Lakukan apapun, temukan istri saya secepatnya!" Rayland dapat mendengar kalimat bercampur
emosi di akhir kalimat Arion.

"Pa, sudah ada kabar?" tanya Rayland.


Arion menghela nafas kasar lalu menggeleng. Tanpa basa-basi, Rayland berlari menuju
kamarnya lalu mengambil laptop canggihnya. Ia mengotak ngatik laptopnya dan mencoba untuk
memeriksa seluruh rekaman CCTV di butik milik mama nya.

"PA! COME HERE!" suara bass milik Rayland menggema. Arion yang mendengar teriakan
putra semata wayangnya, langsung berjalan cepat menuju kamar dengan nuansa dark itu.

"Look at this." Rayland memperlihatkan rekaman cctv beberapa jam yang lalu. Letak kamera
rekaman cctv yang ditunjukkan oleh Ray saat ini terpasang dengan apik di depan butik. Sehingga
cctv ini juga dapat merekam jalanan yang memperlihatkan kendaraan berlalu lalang.

Di dalam rekaman itu terlihat Rani yang akan memasuki mobil putihnya, mungkin mama nya itu
sudah selesai dengan urusan butik dan berniat untuk pulang. Baru semenit mobil itu berjalan,
mobil milik mamanya tiba-tiba berhenti di pinggir jalan. Terlihat mama nya yang keluar dari
dalam mobil dan melihat ban mobilnya yang mungkin kempes.

Mama nya yang sedang menelfon seseorang, mungkin seorang montir kepercayaan. Saat sedang
sibuknya berbicara dengan orang di telfon, Rani tidak menyadari jika terdapat sebuah mobil yang
berhenti didekatnya dan dua orang didalamnya keluar dengan pakaian hitam yang mendekati
dirinya.

Kejadian yang begitu cepat, salah satu dari mereka membekap bibir dan juga hidung Rani
dengan sapu tangan yang Rayland yakini berisi obat bius. Dalam sekejap mamanya sudah tidak
sadarkan diri.

Tak!

Rayland memberhentikan rekaman tersebut dan memperbesarnya. Ia penasaran dengan bendera


kecil yang terpasang di tiap spion mobil. "Pa, who are they?"

Arion menyipitkan kedua matanya dan memperdekat wajahnya dengan layar laptop. Seketika
tubuhnya sedikit tersentak saat mengatahui bendera berwarna cokelat yang terpasang di spion
itu.

Namun tatapannya berubah menjadi dingin dan tajam. Rahangnya mengeras dengan kedua
tangan yang terkepal dengan erat. "Ranaka bajingan." desis Arion.

Rayland yang mendengar itu seketika tersenyum miring. "Ranaka, lagi? Bosen banget main nya
sama dia terus." monolog Rayland.

Senyum menyeramkan kembali tercetak di bibir pemuda itu. Mungkin pemuda yang dikatakan
manifestasi Dewa Zeus ini akan memulai permainannya.

"Sebentar lagi." bisik Rayland tajam.


•••
"Gimana ceritanya Rani bisa diculik?!" Anin yang mendengar ucapan Vano seketika tersedak
saat sedang memakan makaroni pedasnya.

"Anjir panas." jerit Anin hampir mengeluarkan air matanya saat merasakan rasa panas dan perih
menjalar di hidung serta tenggorokannya. Ia berlari menuju dapur dan meminum air dingin
dengan rakus.

"Dad serius?!" Hero terkejut dengan perkataan Vano. Vano memberi isyarat kepada Hero untuk
diam sebentar.

"Tenang, gue bakal bantu. Sekarang juga gue kerahkan beberapa anak buah gue. Inget Arion,
Ranaka bukan lawan yang mudah dan juga bukan lawan yang sulit. Dia licik. Mungkin ini juga
waktu yang tepat buat gue bales perbuatan si jamet itu." ucap Vano kepada Arion diseberang
sana.

Beberapa menit kemudian, panggilan itu selesai. Vano dapat melihat kedua anaknya memberikan
tatapan penasaran. Ia menghela nafas pelan, sedikit ragu untuk menyampaikan hal ini.
Sebenarnya ia hanya ragu menyampaikan hal ini kepada Anin, entah kenapa.

"Listen, tante Rani diculik. Denger dulu omongan daddy Anin-" Vano memperingatkan Anin
yang berniat membuka suaranya. Anin yang mendengar nada tegas dari Vano pada akhirnya
tidak mengeluarkan suaranya.

"Dari rekaman CCTV di butik punya tante Rani, dia diculik sama anak buah Ranaka. Yang
sudah pasti ini perintah dari atasan mereka langsung. Jadi, daddy, uncle Arion dan yang lain lagi
berusaha buat nyari tempat dimana mereka sembunyiin tante Rani." jelas Vano.

"Aku ikut." ucap Hero tegas.

"Aku juga!" Anin berucap dengan nada lantangnya. Seolah ia sudah menunggu saat-saat ini.
Dimana ia akan bertemu langsung dengan si bajingan Ranaka.

"No Anin. Kamu nggak akan ikut. This is too dangerous." bujuk Vano. Ia tahu bujukannya ini
tidak akan mudah meluluhkan Anin.

"Why?" tanya Anin kesal.

"You doubt me, dad?" tanya Anin sekali lagi dengan tatapan herannya.

Trans : "Daddy meragukanku?"

Vano menggelengkan kepalanya, "No, bukan itu maksud daddy. Ah kenapa susah banget
ngejelasinnya," Vano mencoba mencari kata-kata yang tepat.
Vano memegang kedua bahu Anin, "Okay listen to daddy, Anin. Ranaka bukanlah lawan yang
susah sayang, tetapi dia sangat licik. Daddy dan juga uncle Arion tidak bisa menebak perbuatan
apa yang akan dilakukan oleh bajingan itu kali ini. Dengan kejadian ini, si bajingan Ranaka itu
berarti tau apa
kelemahan dari seorang Arion." Vano menjeda ucapannya.

"Dan daddy, tidak ingin dia sampai tau kelemahan terbesar daddy. Kamu. Kamu kelemahan
terbesar daddy, Anin." Anin terdiam sebentar. Hatinya sedikit tergerak untuk mengikuti perintah
Vano.

"Aduh aku jadi mau nangis. Tapi sorry dad aku bakalan tetep ikut. Daddy udah selesai bicara
kan? Sekarang giliran aku." Anin meletakkan kedua tangannya di bahu kokoh milik Vano.

Ia tertawa kecil sebentar, "Dad, ngomong-ngomong tentang kelemahan, setiap orang pasti punya
kelemahan termasuk aku. Daddy tadi bilang Ranaka adalah orang yang licik, right?" Vano
menganggukkan kepalanya.

Anin menghela nafas, "Orang yang licik pasti akan melakukan segala cara untuk mencapai
tujuannya dan terkadang nyawa akan menjadi taruhannya. Daddy tau ketakutan terbesar ku apa?
Kehilangan kalian berdua." Anin menatap Vano dan juga Hero.

"Cukup mommy aja yang jadi korban bajingan itu dad. Tolong, biarin aku ikut untuk ngebales
perbuatan bajingan itu. I can't take it anymore. Please." ucap Anin dengan nada memohonnya.
Seolah ia sudah tidak tahan menahan rasa dendam yang sudah menjalar di hatinya.

Vano melirik Hero seolah meminta pendapat anaknya. Tetapi respon Hero hanya tatapan kosong.
Vano menghela nafas kasar lalu mengelus surai halus milik Anin. "Okay kamu ikut. Tapi kamu
masih inget rules nya?" tanya Vano dengan nada meledek.

Anin memutarkan bola matanya malas, "Kalau aku luka, ga boleh makan mie selamanya." ucap
Anin lemas.

"Good girl! Sekarang siap-siap, kita langsung berangkat." Vano mencium cepat pipi kanan milik
Anin dan berjalan menuju kamarnya.

Tinggal Hero dan juga Anin, "Are you serious sister? This is too dangerous." tanya Hero
memastikan. Hero hanya takut.

Anin tertawa, "Kenapa? abang takut aku kenapa-napa?"

"That's not a joke, Anin." geram Hero dengan nada rendahnya.

"Aku janji ga bakalan kenapa-napa, abang. Dah ah, aku mau siap-siap dulu." Anin memeluk
Hero sekilas dan berlari menaiki tangga menuju kamarnya.
Hero menghela nafas kasar lalu mengacak-ngacak rambutnya. Kedua netranya seolah terpancar
kecemasan. "Hope everything's gonna be alright." gumamnya.

•••
TBC!! Gimana part ini? suka nggak? semoga suka yaaa❤️FEELNYA SEMOGA DAPET
HUHU:(

Penasaran sama next chapter ga kalian?

SERBUK BERLIAN SEMUA GA ZIE:(

Mau double up? vote dan komen yang banyak!😎❤️bisa ga nih...

Jangan lupa buat share cerita ini di sosmed dan juga sosia media kalian yaa❤️

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part❤️

RAYAN PART 38
Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf okey!

Double up nich, lunas yaw hutang gue:")

Lapak curhat. Hal apa yang pengen kalian sampein ke orang tua kalian tetapi kalian
gabisa sampein secara langsung?

Ayo tarik nafas dulu sebelum baca chapter ini karena puanjang banget, fokus ya
bacanya❤️

⚠️Warning ⚠️
ADEGAN KEKERASAN & BLOOD.

Happy reading❤️
•••
"Gue udah nemu titik lokasinya." ucap Arion di seberang sana. Jam sudah menunjukkan pukul
tujuh malam dan akhirnya Arion dapat menemukan titik lokasi dimana istrinya disekap.

"Oke share location, sekarang gue kesana." setelah mendengar balasan dari Arion, Vano
memutuskan sambungannya lalu berjalan menuju sofa tempat Anin dan juga Hero yang sedang
berbincang.

"Gimana dad?" tanya Hero saat melihat daddy nya yang sudah selesai berbicara dengan Arion.
Vano menganggukkan kepalanya mantap, "Lokasi nya udah ditemuin, sekarang kita kesana."
Vano menggenggam sebelah tangan Anin lalu berjalan keluar mansion.

Mereka bertiga berjalan menuju mobil jeep berwarna putih yang sudah terparkir di halaman
depan mansion. Dengan posisi Vano yang menyetir, Hero yang berada di sebelah kemudi,
sedangkan Anin yang berada di belakang.

"Siap?" tanya Vano kepada kedua anaknya.

Mereka berdua mengangguk mantap lalu tanpa menunggu lama lagi, Vano langsung menancap
gas meninggalkan pekarangan mansion.

Selama di perjalanan mereka berbincang-bincang dengan Vano yang sesekali melirik ponselnya
untuk melihat location yang sudah dikirim oleh Arion.

"Dad, kira-kira si jamet itu bawa berapa pasukan ya?" tanya Anin dengan menekankan kata
jamet yang ia tujukan untuk Ranaka.

"Daddy ga bisa nebak Anin. Seperti yang daddy bilang, Ranaka itu licik, sangat. Bisa aja dia
tiba-tiba ngebawa pengawal yang lebih banyak dari om Arion dan daddy. Kamu lihat mobil di
belakang?" Anin menolehkan kepalanya ke belakang jendela mobil. Ia dapat melihat dua mobil
berwarna hitam.

"Mereka bawahan daddy. Mereka yang daddy percaya untuk ikut di misi kali ini. Mereka
profesional, no kaleng-kaleng. Mereka yang selalu mengawal daddy jika daddy sedang
melakukan transaksi atau urusan di luar negeri. Tidak banyak, hanya enam orang yang daddy
percayai sampai segininya. Tetapi enam orang itu mampu melumpuhkan tiga puluh lawan dalam
sekejap." jelas Vano.

Vano menatap Anin lewat kaca mobil yang terpasang, "Anin, kamu jangan jauh-jauh dari daddy.
Jangan ngelakuin hal nekat." Anin yang mendengar itu hanya menganggukkan kepalanya tidak
yakin.

Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai di sebuah wilayah yang terletak lumayan
jauh dari arus lalu lintas. Dari kejauhan mereka dapat melihat atap bangunan tua yang besar.

Vano akan memparkirkan mobil nya ditempat yang sudah diberitahu oleh Arion. Tempat yang
sedikit jauh dari bangunan tua itu, agar keberadaan mereka tidak diketahui oleh para pengawal
Ranaka yang menjaga di depan bangunan tua tersebut. Suasana sekitar terasa menyeramkan
karena tidak ada pengendara lain yang melewati wilayah ini dan juga penerangan yang remang-
remang.

"Dad, itu uncle Arion dan yang lain." Hero menunjuk ke arah depan. Vano menyipitkan kedua
matanya saat merasa tidak asing dengan seorang pria yang mungkin seumuran dengannya berdiri
berdampingan bersama dengan Arion dan juga Raskal.
"Anjim." umpat Vano pelan. Mood nya sedikit turun saat menyadari bahwa ia mengenal orang
itu.

Mobil jeep putih milik Vano akhirnya berhenti di sebelah mobil hitam milik Rayland. Mereka
bertiga akhirnya keluar dari mobil dengan sebelah tangan mungil Anin yang selalu digenggam
oleh Vano, takut hilang.

Rayland berlari menghampiri Vano, "Uncle seriously?!" Ray menatap Vano dengan tatapan
tidak percayanya saat melihat Anin ikut serta ke dalam misi ini.

Vano menghela nafas lelah, "Dia maksa." Vano melirik Anin yang sedang mengeluarkan tatapan
tak bersalahnya.

Vano dan Hero membiarkan Anin bersama Rayland, sedangkan mereka menghampiri yang lain.

"Selamat malam bapak Vano yang terhormat." pria paruh baya yang berdiri di samping Arion itu
membungkuk hormat saat melihat Vano yang berjalan ke arah mereka.

Vano mendelikkan kedua matanya, "Bacot lo, Arthur. Lo juga ngapain sih ngajak ni orang?!"
tanya Vano kesal kepada Arion. Arion mengedikkan bahunya tidak peduli.

"Lo ada dendam kesumat apa sih sama gue? Dari SMA sinis banget perasaan." tanya Arthur
heran dengan kaki nya yang menendang pelan bokong Vano.

Vano tersentak lalu menampar keras tengkuk Arthur yang menendang bokongnya, "Heh?! Lo
segitu nge-fans nya sama bokong gue? Dari dulu suka nendang mulu perasaan." tanya Vano
balik.

Pria yang masih tampak gagah dan tampan itu  hanya menjulurkan lidahnya, mengejek. Jujur,
Vano heran.

"Ga percaya gue kalo yang modelan begini jadi bapaknya Leo." Vano menggelengkan kepalanya
tak habis pikir. Bagaimana bisa Leo yang dingin seperti es batu memiliki seorang ayah pecicilan
seperti Arthur.

"Cocotmu itu lo hih!" Arthur memberikan raut gregetnya saat mendengar perkataan Vano
disertai dengan raut jijik dari pria itu.

Arthur Nathanael Jace. Ayah dari seorang Leo dan juga Keira. Salah satu anggota inti Argos
angkatan kedua bersama Arion. Sebenarnya sifat Arthur dan juga Vano tidak jauh beda, sama-
sama pecicilan. Vano nya saja yang tidak sadar diri.

Disaat mereka sedang beradu mulut, berbeda lagi dengan Rayland yang menatap dalam kedua
netra biru milik Anin.

"Why are you here? Disini bahaya, Anin." tanya Rayland dengan tatapan cemasnya.
"Karena aku harus disini." jawab Anin tanpa ragu.

Rayland mengulum bibirnya. Walaupun ia tau kemampuan Anin yang hampir setara dengan Leo,
tapi tetap saja ini terlalu berbahaya. Rayland tidak mengatakan apapun lagi, ia hanya menarik
tangan Anin untuk bergabung dengan yang lain.

"Semua persiapan sudah siap?" tanya Raskal memastikan yang dibalas oleh anggukan mantap
dan tegas dari mereka semua.

Dengan rencana yang sudah ditata rapi, mereka mulai berpencar. Alex, Athan dan juga dua
pengawal Arion berpencar melakukan tugas mereka terlebih dahulu, yaitu menarik perhatian
para pengawal yang menjaga di depan bangunan tua itu.

Salah satu pengawal Arion sudah mengumpulkan daun kering yang lumayan banyak. Lalu Alex
menuangkan minyak tanah dan dilanjutkan dengan Athan yang melemparkan korek api. Setelah
itu mereka semua bersembunyi di belakang pohon besar, menunggu para pengawal Ranaka
datang.

Kobaran api yang lumayan besar itu ternyata dapat menarik perhatian para pengawal yang
berjaga di depan gedung tua itu. Mereka semua berlari menuju kobaran api itu. Raut waspada
terlihat di wajah mereka.

Tanpa aba-aba, para pengawal Arion dan Alex dengan cepat menyerang mereka semua.
Sedangkan Athan bertugas untuk memadamkan api tersebut dengan sebuah alat yang sudah ia
bawa. Pertarungan sengit terjadi. Para pengawal milik Ranaka sebagian sudah berhasil
dilumpuhkan.

"Repot banget lo ah!" Alex menjambak rambut lawannya dengan kuat. Salah satu tangannya
memukul perut buncit milik pengawal milik Ranaka itu.

Disisi lain, Anin bersama yang lainnya mulai memasuki bangunan tua itu. Anin memperhatikan
sekelilingnya, atap bangunan tua itu sudah lapuk dengan debu bertebaran.

Kaki jenjang yang dibalut oleh sepatu boots hitam itu melangkah dengan percaya diri.

Sret!

Sebuah belati terlempar di hadapan mereka. Vano menoleh dengan cepat untuk melihat sang
pelaku. Instingnya langsung bekerja, "Arah timur dan barat!"

Setelah mengucapkan kalimat itu, seluruh pengawal Ranaka yang berada disana keluar dari
persembunyian mereka. Seperti yang mereka duga, Ranaka pasti sudah mengetahui bahwa
mereka akan datang. Vano membawa Anin ke belakang tubuhnya saat mereka semua terkepung
oleh pengawal Ranaka yang sangat banyak. Mereka menunggu waktu yang tepat untuk
menyerang.
"Now." ucap Arion pelan seolah memberi mereka komando.

Tanpa menunggu lama lagi, mereka melawan para pengawal Ranaka. Vano yang sedang
melawan dua pengawal Ranaka sekaligus, menyempatkan untuk mencari keberadaan Anin yang
tidak berada di sekitarnya. Lalu, netranya menangkap keberadaan Anin yang sedang bertarung
dengan lincah.

•Illustration:

"ANIN FOKUS!" teriakan Vano terdengar sampai telinga nya.

Anin bertarung dengan teknik bela diri yang sudah diajarkan daddy nya sejak ia masih SMP.
Daddy nya selalu mengajarinya bagaimana cara bertarung bela diri dengan cerdik.

Setelah lawannya terjatuh menyentuh lantai, Anin mengalihkan pandangannya menuju tangga
dimana dua orang pengawal milik Ranaka berjalan menuju lantai atas.

Anin yang melihat itu bergegas untuk berlari mengikuti, namun saat ia ingin berlari, kaki
kananya di tarik dari belakang. 

Buk!

Anin terjatuh dengan posisi telungkup. "Anjing!" Anin segera bangkit lalu menginjak tangan
sang pelaku dengan sepatu boots nya yang memiliki alas keras.

"Macem-macem lo sama gue. Rasain!" Anin kembali menatap tangga menuju lantai atas. Ia
memperhatikan sekelilingnya. Para pria masih sibuk untuk melumpuhkan lawan mereka.

Yang ia pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya agar ia menemukan tante Rani secepatnya.
Setelah perang batin, akhirnya Anin memutuskan untuk berlari menaiki tangga.

Tidak ada yang menyadari bahwa gadis itu sudah melangkahkan kakinya untuk menuju tangga.
Setelah sampai di lantai dua, Anin dapat melihat lorong dengan penerangan remang-remang di
hadapannya.

Ia melangkah dengan pelan, berusaha untuk tidak menimbulkan suara dan ia tidak menemukan
apapun di lantai dua. Yang ia temukan hanya sebuah tangga lagi. Tanpa pikir panjang, Anin
menaiki tangga itu tanpa rasa takut.

Ia dapat merasakan bahwa lantai tiga memiliki suasana yang lebih terang daripada di lantai dua.
Anin melihat para pengawal Ranaka yang berlalu-lalang menjaga lantai tiga. Dengan langkah
mengendap-ngendap ia berjalan mendekati salah satu dinding untuk bersembunyi saat pengawal
milik Ranaka hampir melihat dirinya.

Setelah merasa keadaan mulai lebih aman, Anin keluar dari persembunyiannya. Bahkan ia
melangkah dengan kaki sedikit berjinjit agar tidak menimbulkan suara.
Dari posisinya saat ini, Anin menemukan salah satu ruangan yang tertutup oleh pintu kayu yang
ukurannya lebih besar dua kali lipat dari pintu ruangan yang lain. Anin menempelkan telinga nya
di pintu kayu itu, ia dapat mendengarkan percakapan di dalam sana.

"Kamu menunggu Arion, Rani? Saya juga sedang menunggunya." tawa iblis milik Ranaka
terdengar di dalam sana.

Anin yang geram mendengar hal itu pada akhirnya mendobrak pintu kayu itu dengan
tendangannya.

•••
Sedangkan di lantai bawah, pertarungan telah selesai. Seluruh anak buah Ranaka sudah terkapar
di atas lantai.

Vano membenarkan pakaiannya saat ia berhasil melumpuhkan lawannya yang terakhir.


Tatapannya menatap suasana lantai satu yang sangat berantakan. Darah dimana-dimana dan para
pengawal Ranaka yang terkapar membuat suasana menjadi sumpek.

Rayland menyugar rambutnya yang basah oleh keringat ke belakang. Di pipi pemuda itu terdapat
sebuah goresan memanjang dan debu. Netra tajam milik pemuda itu seolah mencari sesuatu.

"Anin." gumam Rayland pelan saat tak menemukan keberadaan kekasihnya di tempat ini.

Pancaran khawatir tidak bisa ia sembunyikan.


"ANIN!" teriakan khawatir milik Rayland seketika membuat Vano dan juga Hero tersadar.

Kedua pria itu tersentak. Vano dengan tidak tenang berlari menaiki tangga diikuti yang lainnya.
Vano dan juga Hero membuka satu-satu pintu kayu yang terdapat di masing-masing ruangan
lantai dua. Ia gelisah.

Sedangkan Rayland, pemuda itu langsung melangkah menaiki tangga menuju lantai tiga. Ia tau
kalau di lantai dua tidak akan menemukan apa-apa.

"Van! Disini nggak ada apa-apa. Kita coba cari ke lantai tiga." tanpa menjawab ucapan Raskal,
Vano berlari menuju lantai tiga.

•••
Bruk!!

Saat pintu itu terbuka, Anin langsung dihadang oleh lima pengawal milik Ranaka. Ia mematung.
Ranaka benar-benar seorang bajingan. Keadaan Rani saat ini terlihat sangat mengenaskan di
tengah ruangan luas itu. Rambut yang acak-acakan, tangan serta kakinya terdapat lebam dan juga
bibirnya yang dibekap.

"Biarkan dia." Anin menatap Ranaka yang sedang menatapnya dengan tatapan menyelidik.
"Wow? Kenapa seorang gadis kecil yang datang?" Ranaka bertanya dengan nada remehnya. Pria
itu berjalan mendekati Anin.

Anin tidak memperdulikan Ranaka yang mendekati dirinya. Tatapannya hanya tertuju kepada
mama Rayland yang menatapnya dengan tatapan panik.

Anin menyingkirkan Ranaka dengan kasar. Ia dengan tergesa-gesa berjalan mendekati Rani yang
sedang menggelengkan kepalanya, seolah Anin tidak boleh berada di tempat ini.

Gadis itu dengan cepat membuka tali yang membalut tubuh Rani dengan tangan gemetar. Ia
teringat mommy nya. Yang tanpa sadar hal itu membuat emosinya semakin membara saat ini.

"Tante tenang yah. Om Arion sama yang lain bakal datang." ucap Anin berbisik disertai dengan
tersenyum menenangkan, yang dibalas anggukan cepat oleh wanita paruh baya itu.

Setelah berhasil melepaskan tali yang membalut tubuh Rani, Anin membalikkan tubuhnya
menatap tajam Ranaka. Gadis itu berjalan mendekati Ranaka, aura dingin milik Anin seketika
menguar.

Saat sudah berhadapan dengan Ranaka, Anin mendorong bahu pria paruh baya itu dengan jari
telunjuknya. Para pengawal Ranaka yang melihat itu, langsung menyodorkan pistol mereka ke
arah Anin.

Ranaka mengangkat tangannya, seolah menyuruh mereka untuk menurunkan senjata itu.

Anin tertawa sinis, netra birunya menatap tajam kedua netra hitam pekat milik Ranaka.
"Bajingan kayak anda, tidak pantas untuk hidup." bisik Anin dengan mata yang berkaca-kaca.
Tiba-tiba ia membayangkan bagaimana keadaan mommy nya dan Hero saat itu.

"Apa salah ibu saya? Kenapa? KENAPA HARUS IBU SAYA?!" teriak Anin tepat di depan
Ranaka. Bibir tipis gadis itu bergemetar. Tangannya mengambil sebuah pistol yang ia simpan di
balik jaket kulitnya.

Dengan tangan gemetar, gadis itu meletakkan ujung pistolnya tepat di bagian dada kiri Ranaka.
Jari telunjuk gadis itu seolah bersiap untuk menarik pelatuk.

"You kill my mother jerk!" Anin menjerit di akhir kalimatnya.

Rayland yang mendengar jeritan Anin mempercepat lari nya. Pemuda itu mendobrak keras pintu
kayu itu. Ekspresi terkejut tercetak jelas di wajah tampan Rayland.

"No, sweetheart." Rayland dengan hati-hati menarik tangan Anin yang memegang pistol.
Pemuda itu mengerti, emosi gadisnya sedang tidak stabil.

Setelah berhasil, Rayland merangkul bahu Anin. Menjauhkan gadisnya dari Ranaka.
Ranaka yang melihat itu terbahak-bahak. "Wow Rayland! Akhirnya kamu datang juga. Sudah
lihat keadaan mama kamu? hahaha! Ngomong-ngomong dimana papa kamu?" tanya Ranaka
dengan raut wajah mengejek.

Rayland maju mendekati Ranaka lalu memberikan pukulan telak di rahang pria paruh baya itu.

Bugh!

Para pengawal Ranaka yang melihat itu dengan cekatan menarik Rayland dari hadapan Ranaka,
sebelum pemuda itu semakin hilang kendali memukul tuan mereka.

Vano yang baru saja sampai, tertegun melihat Anin yang berdiri kaku dengan tangan kanan
anaknya memegang sebuah pistol.

Bahkan keempat anggota inti Argos dan juga Aslan terkejut melihat Anin yang memegang
sebuah pistol.

Arion berlari menuju Rani yang masih terduduk di atas kursi kayu dengan tatapan kosong. Arion
memegang kedua bahu istrinya lalu menangkup wajah cantik milik Rani.

"It's okay, i'm here." Arion menarik Rani ke dalam pelukannya. Menenangkan istrinya.

Ranaka yang melihat bahwa para musuhnya sudah ada di depan matanya, bertepuk tangan.
"Finally everyone's here!" jeritan kesenangan milik Ranaka membuat seluruh orang yang berada
di ruangan itu menatap tajam.

Tiba-tiba muncul sekitar dua puluh lima pengawal milik Ranaka yang memasuki ruangan, lalu
mencekal kedua tangan mereka kecuali Arion dan Vano.

Vano mengepalkan kedua tangannya dengan erat, raut bengis pria itu terlihat di wajahnya. "Ck,
sayang sekali gue enggak bisa ngebunuh Rani seperti gue ngebunuh Olivia." ucap Ranaka
dengan raut sedih di wajahnya.

Vano memukul Ranaka dengan sangat kuat. Kedua mata milik Vano memerah saat Ranaka
menyebut nama istrinya. "LO MANUSIA IBLIS!" Vano menendang Ranaka yang terjatuh
karena pukulan telak dari Vano.

Para pengawal Ranaka yang melihat itu dengan cepat menarik Vano menjauhi tuan mereka.
Vano memberontak, "APA SALAH GUE SAMPE LO NGEBUNUH ISTRI GUE?!" teriakan
Vano membuat Anin meneteskan air mata nya kembali.

Ranaka bangkit lalu menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Ia tertawa sinis, "Gue
gak suka ngeliat kalian bahagia. Entah kenapa ngeliat kalian tersiksa ngebuat gue bahagia!"
Ranaka menunjuk Arion dan juga Vano sambil tertawa terbahak-bahak.

"Pengecut." celetukan Arion membuat emosi Ranaka naik hingga ke ubun-ubun.


Dengan wajah marahnya, Ranaka memerintahkan para pengawalnya untuk menyerang mereka
semua. Pertarungan yang lebih sengit kembali terjadi. Kedua kubu tidak segan-segan untuk
menggunakan senjata, begitu juga dengan Ranaka yang membawa pistol serta pisaunya.

Ternyata pasukan Ranaka kali ini tidak bisa diremehkan. Mereka cukup kewalahan. Karena
energi mereka bisa dibilang cukup terkuras saat pertarungan di lantai bawah tadi. Bahkan Aslan
dan juga Alex sudah mendapatkan luka tusukan di tangan dan bahu mereka.

Vano, pria paruh baya itu hilang kendali. Dengan wajah bengisnya, ia menyerang anak buah
Ranaka. Begitu juga dengan Rayland, pemuda itu tidak segan-segan untuk menusukkan pisaunya
ke tubuh lawannya. Wajah pemuda itu sangat datar. Tidak ada ekspresi sama sekali.

Hampir seluruh pengawal milik Ranaka lumpuh. Anin mendapatkan luka sobekan di punggung
nya karena ia sempat tidak fokus sampai tidak menyadari bahwa ada yang menyerangnya dari
belakang menggunakan pisau.

Sedangkan Arion, pria paruh baya itu melawan Ranaka. Arion menendang perut Ranaka dengan
keras sehingga membuat pria itu melangkah mundur. "Masih sama. Gue akan selalu menang
Ranaka." desis Arion tajam. Ia kembali memukul Ranaka dengan brutal.

Setelah merasa Ranaka sudah lemah, Arion memberhentikan kegiatannya. Namun untuk
sentuhan terakhir, ia menginjak dada Ranaka tanpa belas kasihan lalu meninggalkan pria itu
dengan tatapan dinginnya.

"ARGHHH!" teriak Ranaka kuat. Pria itu sudah tidak sanggup lagi untuk berdiri.

Begitu juga dengan pasukan Ranaka yang sudah berhasil dilumpuhkan. Vano menghela nafas
kasar, ia mencari keberadaan Anin. Ia sangat gelisah sedari tadi.

Anin menatap daddy nya yang juga sedang menatap dirinya. Anin tersenyum tipis lalu berjalan
melewati manusia-manusia yang berbaring tak sadarkan diri di atas lantai.

Namun, netra biru gadis itu tidak sengaja melihat pergerakan tangan Ranaka yang berada di
belakang daddy nya sedang mengambil pistol di dekat kepalanya.

Vano mengernyitkan dahinya saat melihat Anin yang tiba-tiba berhenti menghampiri dirinya.
Namun beberapa saat kemudian, anak nya kembali berlari mendekatinya dengan senyum
cerahnya.

Anin memeluk Vano dengan erat lalu merubah posisinya.

Dor!

"Aku lega. Aku sayang banget sama daddy, sama abang." ucap Anin pelan sambil tersenyum
lembut.
Vano mematung. Kedua lengan kekarnya masih memeluk erat bahu anak perempuannya. Kedua
netra cokelat terangnya berkaca-kaca. Suasana seketika berubah menjadi sunyi.

Anin menatap rahang tegas milik ayahnya dengan tatapan lembutnya. "It's okay, dad."

Kaitan kedua lengan mungil milik Anin yang berada di pinggang Vano mengendur. Rayland
yang melihat itu melangkah mendekati Anin dan juga Vano dengan tatapan terkejutnya.

Ia beralih mengambil Anin dari pelukan Vano. Ray berjongkok saat melihat Anin yang sudah
tidak kuat untuk menopang tubuhnya. Salah satu telapak tangannya dengan gemetar menutup
luka tembakan yang bersarang di perut gadisnya. Mencoba untuk menghentikan pendarahan
yang keluar dari perut gadisnya.

"TELFON AMBULANCE!" teriakan Arthur tidak di perdulikan oleh Rayland. Pemuda itu
menatap wajah gadisnya yang sedang menahan sakit.

Dadanya terasa sesak melihat keadaan Anin. "Bertahan, okay hm? Sebentar lagi ambulance
dateng. Don't close your eyes sweetheart." Rayland mengernyitkan dahi nya saat merasakan air
mata akan keluar dari kedua matanya.

Rayland menggelengkan kepalanya saat melihat Anin yang mencoba untuk menutup matanya,
"No, no, don't leave me sweetheart." Rayland memeluk erat bahu Anin dengan kedua tangannya
yang berlumuran darah milik gadisnya.

Hero berjalan mendekati sepasang kekasih itu dengan langkah gontai. Ia berjongkok untuk
melihat keadaan adiknya. Ia mengusap rambut halus itu dengan sayang. Senyum getir terpapar di
bibir tipis pemuda itu. "Jadi ini, alasan kenapa abang gelisah dari kemarin." ucap Hero lalu
sedetik kemudia ia tertawa miris yang lalu digantikan oleh isak tangis nya.

"Kalo tau bakal ada kejadian ini, abang bakal kurung kamu di kamar dek. Kalau bisa abang
gembokin." Anin yang masih mendengar suara Hero tertawa kecil diambang kesadarannya.

Vano mendekati putrinya yang sudah terkulai lemas. Ia duduk bersila, lalu mengambil Anin
dengan pelan dari pelukan Rayland. Sebelah tangan kekar pria itu merangkul bahu Anin erat dan
sebelah tangannya lagi mengelus pipi halus milik Anin.

Anin tersenyum dengan mata yang setengah tertutup. "Kamu ngingkarin janji Anin. Kamu udah
janji sama daddy kalau kamu enggak bakal terluka." ucap Vano pelan.

Rayland memejamkan matanya dengan kedua tangannya yang masih mencoba untuk
menghentikan pendarahan gadisnya.

"Maaf." bisik Anin hampir tidak terdengar. Ia tidak bisa menahannya lagi. Dengan pelan tapi
pasti, kedua netra biru milik gadis itu tertutup rapat.

"Anin? Hey?" Vano menepuk pelan pipi anak gadisnya. Berusaha untuk membangunkan Anin. 
"Jangan bercanda!" ucap Vano dengan nada membentak. Air mata pria itu mengucur deras.
Hatinya hancur. Sehancur-hancurnya.

"Van, udah. Biarin petugas medis yang menangani Anin. Anin perlu pertolongan segera." ujar
Arthur. Dengan tidak ikhlas Vano membantu meletakkan Anin yang sudah tidak sadarkan diri di
atas brankar ambulance yang baru saja dibawa oleh para tenaga medis.

Ia menggenggam tangan kanan Anin saat para petugas medis itu mulai mendorong brankar milik
Anin. Rayland masih berdiri mematung di dalam ruangan itu disaat semuanya sudah turun.

Pemuda itu membalikkan tubuhnya menatap Ranaka. Dan mengambil belati yang tersimpan di
saku celananya.

Sret!

Pemuda itu menusuk perut Ranaka dengan ekspresi dinginnya. Ia mengambil ponsel di sakunya
menelfon seseorang, "Urus Ranaka, jangan sampai dia mati." Rayland memutuskan sambungan
dengan sepihak.

Ia berlari menyusul yang lain dengan tidak berhenti berdo'a kepada Tuhan. Berharap gadisnya
akan baik-baik saja.

"God, please save her." gumam Rayland.

•••
TBC! Gimana part ini? suka? semoga suka yaa❤️

Aku nggak nyangka akhirnya bisa selesai nulis part ini, ya walaupun engga sempurna
hehe.

Doain semoga aku bisa update besok yaaa, aku nggak janji tapi aku usahain.

Saat nulis part ini...jujur dada aku sesek karena terlalu mendalami. I hope u guys
ngerasain hal yang sama kayak aku, biar nggak sendirian.

INGAT! Jangan panik wkwkkwk.

Yuk vote yang banyak kalo kalian emang pengen aku cepet up next chapter. Jangan males-
males klen silent readers🙂

Komen next yang banyak!

Maafkan kalau aku ada typo dan kesalahan penulisan. Part ini 3000 words lebih. Otakq
hampir mengepul nich:") Jadi tolong apresiasinya teman teman❤️

Jangan lupa buat share cerita ini ke seluruh sosial media dan teman kalian ya❤️
Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next part❤️

RAYAN PART 39
Hallo! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaaa❤️

Baca part sebelumnya dulu biar ga lupa dan dapat feelnya❤️(WAJIB) HEHEHEHE

Maaf baru bisa update🥺 Kebetulan aku diikutin lomba cerpen (secara mendadak🙂) sama
guru ku huhu, doain yah!❤️

Promosi ig di awal aja deh, jangan lupa follow yah @/gekdindaa._

Happy reading!
•••

Suara antara gesekan roda brankar dan juga lantai putih bersih rumah sakit terdengar nyaring
disepanjang lorong rumah sakit. Terdapat seorang gadis yang berbaring di atas brankar tersebut
dengan sebagian wajahnya ditutup oleh masker oksigen.

Petugas medis melakukan segala upaya agar Anin tetap dalam keadaan stabil. Vano tidak
melepaskan genggaman tangannya sedikitpun. Pria itu setia menggenggam tangan mungil milik
putrinya. Di kedua tangan pria itu terdapat darah putrinya yang sudah mengering.

"Anin, jangan tinggalin daddy." racau Vano berkali-kali.

"Ruang operasi nya sudah disiapkan?" tanya Arion yang menelfon salah satu dokter terbaik yang
bekerja di rumah sakit milik keluarganya.

Semua orang berjalan tergesa-gesa agar mereka bisa cepat sampai di ruang operasi. Dua menit
kemudian, mereka sampai di depan pintu ruang operasi.

Mereka sudah di sambut oleh beberapa para tenaga medis terbaik yang sudah stand by di depan
pintu ruang operasi. Para tenaga medis itu langsung membawa brankar yang ditempati oleh Anin
untuk masuk ke dalam ruang operasi. Vano yang pikirannya memang sedang kalut tanpa sadar
bersikeras untuk memasuki ruang operasi.

Pria itu langsung di tahan oleh Arion dan juga Arthur. Mereka mengerti bagaimana perasaan
sahabat mereka satu ini. Gadis kecil itu bagaikan nafas yang dapat membuat Vano tetap hidup.

"Enggak, gue mau lihat anak gue!" bentak Vano. Tanpa sadar wajah pria itu mengeras dengan
kedua netra nya yang berkilat tajam. Arion dan juga Arthur sempat kewalahan menangani
sahabatnya ini.
Bugh!

"Calm down!" bentak Raskal yang baru saja memberikan pukulan telak kepada Vano.

Pria paruh baya itu memegang kedua bahu milik Vano dengan erat. "Percaya anak lo bisa
survive. Anin enggak selemah itu dan lo tau itu Vano." pancaran kedua mata milik Raskal
terlihat seolah meyakinkan Vano agar pria itu bangkit.

Vano seketika meluruh, tubuhnya melemas. Ia bersimpuh di atas lantai dengan kepalanya yang
menunduk. Kedua telapak tangannya menutupi wajahnya. Pria itu menangis.

Hero yang melihat keadaan ayah nya, berlari kecil menghampiri Vano dengan raut sendu nya.
Tanpa ragu ia memeluk bahu milik Vano dengan erat. Titik lemah ayah nya terletak pada
adiknya, Anin. "I'm so scared, son." ucap Vano pelan.

Rayland memejamkan matanya dengan alis berkerut. Tidak ada yang tau bahwa pemuda itu
berusaha keras untuk menahan rasa sesak yang berada di dada nya. Kilasan kejadian saat ia
memangku tubuh gadisnya dengan keadaan berdarah-darah berputar di otaknya.

Bahkan baju kaos hitam milik pemuda itu terlihat basah di bagian bawah. Menandakan seberapa
banyak darah yang keluar dari luka tembakan itu.

Rayland merasa bahunya di tepuk pelan, ia menoleh dan melihat keempat sahabatnya serta Aslan
duduk di bangku sebelahnya.

Mereka mencoba untuk menguatkan pemimpin mereka yang saat ini sedang memperlihatkan
titik lemahnya.

"Anin pasti selamat. Buketu kita kan kuat!" ucap Athan penuh semangat. Namun siapapun juga
dapat melihat jika terdapat kesedihan yang terpancar di kedua mata milik pemuda itu.

Anin sudah ia anggap sebagai sahabatnya. Athan selalu merasa bahwa ia sangat sefrekuensi
dengan gadis itu. Maka tidak heran, pemuda itu cepat nyaman jika berbicara dengan Anin.

Gadis itu selalu membawakan makanan kesukaannya jika ia datang ke markas. Tidak hanya
dirinya, bahkan seluruh anggota yang ada di markas pasti dibawakan makanan atau cemilan oleh
Anin. Entah itu pizza, snack, minuman, atau fast food.

Leo mengusap wajahnya. Ia tidak menyangka bahwa kejadian ini akan menimpa Anin yang
sudah ia anggap seperti adik nya sendiri.

Pintu operasi terbuka, terlihat dua suster yang berlari menuju salah satu ruangan dan kembali lagi
menuju ruang operasi dengan beberapa kantong darah serta alat di tangan mereka.

"I can't." lirih Vano dengan nada putus asanya. Pria itu sudah duduk di kursi yang sudah tersedia
dengan Hero di sebelahnya.
"God, please." ucap Hero dengan mata memejam penuh harap dan kedua tangannya yang saling
menggenggam.

Rayland berdiri dari duduknya. Pemuda itu gelisah. Walaupun wajah itu terlihat datar seperti
biasa, hati milik Rayland tentu saja sedang cemas luar biasa. Berbagai kemungkinan buruk tiba-
tiba terus bermunculan di otaknya.

Arion yang dapat melihat ekspresi milik anaknya, akhirnya melangkah mendekati anak semata
wayang nya. "Dad, i can't lose her." ucap Rayland dengan kedua mata nya yang menatap kosong
Arion.

"Trust me son, she's will be okay." Arion berusaha memberikan kata penenang untuk Rayland
walaupun dia sendiri tidak mengetahui apakah gadis kecil itu akan selamat atau tidak.

Setelah hampir empat jam menunggu, pintu ruang operasi terbuka dan muncul lah dokter laki-
laki dengan pakaian steril nya. Vano yang melihat itu, sontak berdiri dari duduknya menghampiri
sang dokter begitu juga yang lain. Vano dapat melihat noda darah yang menghiasi pakaian
berwarna hijau itu. Dokter itu melepaskan maskernya, lalu menghelas nafas pelan.

"Dengan keluarga pasien?" tanya sang dokter.

"Saya dok. Bagaimana keadaan putri saya? Dia baik-baik saja kan?" tanya Vano dengan nada
penuh harap.

Dokter itu menggelengkan kepala nya dengan ekspresi tidak enak hati, "Jantung pasien sempat
berhenti berdetak untuk beberapa saat karena keadaannya yang memang sudah parah saat masuk
ke dalam ruang operasi. Pasien juga sempat mengalami pendarahan hebat karena peluru itu
terletak di dekat daerah vital, yaitu ginjal. Karena luka tembak pada lokasi anatomis seperti
ginjal berisiko tinggi mengalami pendarahan hebat dan juga kematian." jelas sang dokter.

Semuanya mematung, termasuk Vano. Kedua tangan pria itu mendingin. Rayland mengepalkan
kedua tangannya erat saat mendengarkan penjelasan sang dokter.

"Sekarang keadaan pasien koma dan kami masih belum tahu pasti kapan pasien akan sadar. Tapi
tentu kami akan berusaha sekuat tenaga untuk menyembuhkan pasien. Yang pasti, berdoalah
untuk kesembuhan pasien. Pasien akan kami tempatkan sementara waktu di ruang ICU." lanjut
sang dokter. Dokter itu pun pamit setelah selesai memberikan kabar terkini terkait kondisi Anin.

Tak lama kemudian, para suster keluar sembari mendorong paramount bed atau tempat tidur
rumah sakit elektrik. Vano berjalan mendekati tempat tidur itu, untuk melihat Anin. Ia tidak bisa
menyentuh Anin untuk saat ini, karena ia harus dalam keadaan steril.

Vano dan yang lainnya hanya bisa menatap para tenaga medis itu yang semakin jauh dari
pandangan mereka. Rayland tanpa sepatah kata berbalik meninggalkan mereka semua. Ia
membutuhkan pelampiasan saat ini.
•••
"Stupid. I can't protect her." Rayland terus meracau dengan kedua kepalan tangannya yang tidak
berhenti meninju samsak. Pemuda itu mengatai diri nya sendiri dan merasa seperti orang bodoh
karena tidak bisa melindungi kekasih nya.

Setelah meninggalkan rumah sakit, Rayland langsung melesat menuju markas untuk
melampiaskan emosinya. Ia memilih ruang latihan bela diri sebagai tempatnya kali ini. 
Terhitung sudah hampir dua jam pemuda itu memukul samsak nya tanpa henti. Bahkan samsak
yang awalnya masih bagus tanpa robekan, sekarang sudah terdapat robekan yang cukup besar
karena pukulan keras milik pemuda itu.

"BODOH!" teriakan Rayland menggema setelah memberikan pukulan terakhirnya. Keringat


menetes melalui ujung rambut milik Rayland. Tubuh pemuda itu sudah dibasahi oleh keringat.

Rayland membaringkan tubuhnya di atas lantai sambil menutup kedua matanya dengan kedua
lengan miliknya. "I love her so much." bisik pemuda itu.

Ceklek!

Diambang pintu yang cukup besar, terdapat keempat anggota inti Argos dan juga Aslan yang
sedang menatap Rayland dengan sendu. Mereka sengaja membiarkan pemuda itu melampiaskan
emosinya.

"Ray." panggil Aslan pelan. Rayland bergeming. Tidak memperdulikan panggilan itu.

Aslan dan yang lainnya menghela nafas. Mereka berjalan mendekati Rayland.

"Mending lo bersihin badan dulu Ray. Terus istirahat buat nenangin pikiran. Besok juga lo harus
sekolah." ucap Athan pelan.

"Tubuh lo juga perlu istirahat. Kalau lo terlalu memforsir badan lo, yang ada lo sakit Ray. Kalau
lo sakit yang jaga Anin siapa?" Alex berusaha membujuk ketuanya ini agar segera beristirahat.

Tenaga yang dikeluarkan Rayland hari ini sangat banyak. Walaupun pemuda itu tahan banting,
tetap saja ia harus kembali mengisi energinya dengan beristirahat agar tidak sakit.

Rayland merubah posisinya menjadi duduk dan melepaskan sparring gloves nya. Pemuda itu
menatap para sahabatnya dengan tatapan dinginnya. "Thanks." ucap Rayland singkat lalu pergi
meninggalkan mereka.

"Gue yakin setelah ini sifat dia bakalan sedikit berubah." ucap Naden.

Leo menganggukkan kepalanya, "Menjadi lebih kejam." lirihnya.

•••
(Aku saranin play lagu di mulmed if u guys need more feel untuk bagian ini.)
Keesokan harinya pada pukul tujuh pagi, Vano sudah berada di rumah sakit. Pria itu
memutuskan untuk mengerjakan semuanya pekerjaannya secara online. Untuk sementara waktu,
pekerjaan seperti meeting dengan klien akan digantikan oleh asistennya.

Vano dan juga Hero bahkan memilih menginap di hotel yang paling dekat dengan rumah sakit
karena letak mansion dan rumah sakit yang lumayan jauh.

Pria itu datang sendiri tanpa ditemani oleh Hero, karena anak pertamanya itu harus tetap sekolah.
Setelah memakai pakaian steril, Vano memasuki ruangan tempat Anin beristirahat.

Suara mesin EKG menyapa indra pendengarannya. Terdapat garis bergelombang yang bergerak
tak beraturan. Vano mendekati putrinya yang masih setia memejamkan kedua netra birunya.
Selang ventilator juga terpasang melalui mulut gadis itu.

Vano mengulurkan tangannya untuk mengusap surai halus milik Anin. "Sayangnya daddy." bisik
Vano.

"Kapan kamu bangun? Daddy tau loh kalau kamu nyembunyiin satu kotak dus mie instan di
bawah kasur. Mau daddy buang? Bangun dulu kalo gamau daddy buang." Vano berbicara seolah
Anin dapat menjawab perkataannya.

"Daddy pengen makan klepon, tapi ga ada klepon yang enak selain buatan kamu. Ayo bangun,
buatin daddy klepon." ujar Vano dengan nada sedikit memohon.

"Ayo bangun, daddy nggak bisa tidur nyenyak tadi malam. Daddy juga sempat mimpiin kamu
dan mommy kamu. Kalian keliatan lagi main bareng disana. Jangan mau ikut mommy kamu.
Kalau mommy kamu ngajak, tolak aja!" pinta Vano di akhir kalimat.

"Ayo bangun hm? Kamu udah janji kalo gabakalan terluka loh. Tapi gapapa daddy maafin
karena kamu ingkar janji. But, please wake up." bisik Vano di akhir kalimat.

Pria itu menggenggam tangan kiri Anin dengan kedua tangan besarnya. Vano meletakkan
genggaman itu di keningnya. Tanpa seijinnya, air mata itu lolos dari kedua mata nya. Pria itu
terisak kecil.

"Daddy gamau kehilangan lagi. Please, bangun. Demi daddy, Anin." Vano mencium punggung
tangan putrinya dengan kasih sayang.

Berhubung yang mempunyai rumah sakit ini adalah keluarga Arion, ia mendapatkan akses
khusus untuk berdiam lebih lama di ruangan putrinya. Vano terus mencoba mengajak ngobrol
Anin walaupun tidak mendapatkan balasan dari putrinya itu.

•••
Abel dan Aura lari tergesa-gesa untuk mengejar para anggota inti Argos yang berada jauh di
depan mereka. Abel dan Aura sudah mengetahui tentang musibah yang menimpa Anin dari
Naden, tetapi tetap saja mereka perlu informasi yang lebih banyak lagi mengenai sahabat
mereka.

"ALEX!!!" teriakan nyaring milik Aura membuat beberapa murid yang berada di lorong sekolah
menutup telinga mereka.

"HEY BERHENTI!" teriak Aura lagi. Setelah mendekati jejeran anggota inti Argos yang
berjalan di depan mereka, Aura langsung menarik kemeja putih milik Alex.

"EH EH APAAN NIH?! LEPASIN GAK?" Alex berusaha melepaskan cekalan tangan Aura
yang menarik baju nya.

"KASIH TAU GUE DULU ANIN DI RUMAH SAKIT MANA?!" tanya Aura menggebu-gebu.

"Kenapa lari-lari? Kan bisa chat atau telfon aku." ucap Naden sambil mengusap keringat yang
berada di kening Abel.

"Tu bocah dari tadi gelisah. Makanya pas Aura ngeliat kalian, dia langsung narik aku buat lari."
ucap Abel dengan nafas ngos-ngosan.

"EH EH UDAH UDAH!" lerai Athan melihat Alex dan juga Aura yang masih adu mulut.

Aura yang mendengar ucapan Athan langsung melepaskan cekalan tangannya di baju Alex
dengan kasar yang tanpa sadar membuat pemuda itu terhuyung.

Aura beralih menyengkram kedua kerah milik Athan, "Keadaan Anin gimana?! Kenapa bisa dia
kena tembak?!" jerit Aura dengan kedua mata nya yang berkaca-kaca.

"JAWAB!" Athan hanya diam saat melihat gadis di depannya ini seperti orang linglung.

"Tenang dulu." Leo mencoba melepaskan Athan dari Aura yang semakin mempererat
cengkraman tangannya.

Aura melepaskan cengkramannya. Gadis itu menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua
telapak tangannya. Abel yang melihat itu langsung mendekati Aura dan memeluk erat
sahabatnya. "Ssttt it's okay Ra." Abel menepuk punggung sahabatnya dengan pelan.

"ANIN GUE AAAAAA." dalam tangisannya, Aura sedikit merengek. Wajah gadis itu saat ini
seperti anak kecil. Bibir melengkung ke bawah dengan air mata yang terus mengalir.

Rayland yang sedari tadi melihat semuanya, hanya diam dengan tatapan dinginnya. Bahkan
keempat anggota inti Argos itu dapat merasakan aura berbeda dari Rayland sejak mereka dari
parkiran sekolah.
Pemuda itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Wajah dingin dan tatapan tajamnya dapat
membuat seluruh murid ketar-ketir saat melihat pemuda yang menjadi pemimpin Argos itu
melintas di depan mereka.

"Kita ga mungkin ngasih tau keadaan Anin sekarang, yang ada lo makin kejer Ra. Mending nanti
sore lo dateng ke rumah sakit punya keluarga Rayland." Athan meraih sesuatu di dompetnya.

"Nih, pake kartu ini pas lo ke rumah sakit nanti. Karena penjagaan Anin disana dijaga ketat
banget, jadi gabisa sembarang orang yang jenguk. Dengan kalian bawa kartu ini, petugas rumah
sakit bakalan ngerti dan ngasih tau ruangan Anin." Aura mengambil kartu tersebut dari tangan
Athan dengan bibir yang masih mengeluarkan isakan kecil.

"Makasih." jawab Aura cuek. Dia sedang sangat malu saat ini. Bisa-bisanya dia kebablasan
menangis di depan mereka semua.

Aura menoleh menatap Alex, "Maaf." dengan cepat ia menarik tangan Abel lalu
melesat meninggalkan para pemuda itu.

•••
Pukul tujuh malam, pintu ruangan ICU tempat Anin terbuka. Terdapat seorang pemuda yang
masih mematung di ambang pintu. Dengan langkah pelannya, ia mendekati ranjang
tempat gadisnya sedang beristirahat.

Rayland duduk di kursi sebelah ranjang lalu memperhatikan wajah Anin dengan lekat. Dadanya
seketika terasa sesak melihat bagaimana alat-alat penunjang kehidupan yang melekat di tubuh
Anin.

"Lagi mimpi apa sih? Betah banget tidurnya." ucap Rayland pelan sambil mengelus surai lembut
milik Anin.

"Tadi Aura nangis, kamu ga kasian sama dia?" tanya Ray yang pastinya tidak mendapatkan
jawaban apapun dari Anin.

Rayland beralih mengelus pipi putih Anin, "Aku janji bakalan bales Ranaka buat kamu." ucap
Rayland penuh tekad.

"Sweetheart, i miss you so much." bisik pemuda itu tepat di samping telinga Anin.

Rayland berdiri dari duduknya lalu mendekatkan wajahnya dengan wajah Anin. Pemuda itu
mencium kening milik Anin dengan mata memejam.

•••
TBC!
Gimana part ini? suka nggak? semoga suka ya🤍
Part ini lumayan banyak, 2200+ words hehe. Maafin karena aku lama updatenya.
Sebenarnya aku bisa aja update dengan part yang pendek, tapi aku lebih memilih update
dengan part yang panjang dalam satu chapter, biar kalian juga enak bacanya.

Fyi, dari chapter 22 sampai chapter ini aku selalu nulis minimal 2000 words bahkan ada
yang sampai 3000 words lebih. Dan yang pasti otak dan mood juga harus stabil dengan
segitu banyaknya kata di setiap chapter. Jadi maaf yaa kalau misalnya aku lama update,
karena otakku kadang susah banget diajak kompromi😭💔

Udah segitu aja curhatnya WKWKKWKW👽 Semoga kalian tetap suka sama ceritaku dan
ikuti perjalanan cerita ini sampai akhir yaa🤍

Thank you banget buat kalian yang udah share, vote dan comment ceritaku🤍 Bahkan
sampai ada yang buat video tiktok:( Tolong share linknya ke aku di dm ig atau wattpad
kalau memang beberapa dari kalian ada yang buat video tiktok tentang ceritaku yaa🤍

Ayo kita buat orang-orang bucin dengan sugar daddy Vano!😎 canda ges:")

Comment next yang banyak yuk untuk next part!🤍

See u next part readers🤍

RAYAN PART 40
Hallo! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf ya🤍

Maaf baru bisa update karena aku harus kerjain tugas sekolah sampai clear☹️

Saat nulis part ini, aku ditemani oleh "Runtuh." by Feby Putri feat. Fiersa Besari 🤍 Di
play ya lagunya sampai selesai baca juga gapapa<3 Biar feelnya dapet🥰

Sebagian part ini aku persembahkan untuk kalian yang mungkin "rindu." dengan
interaksi kakak beradik ini🤍

Happy reading🤍
•••
Two weeks later.

Hero berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan harapan besar dibenaknya. Berharap
adiknya agar segera membuka mata dan kembali memanggilnya dengan sebutan "Abang." Ia
sudah merindukan suara adiknya yang memanggilnya dengan sebutan itu.

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam dan kebetulan saat ini Vano sedang ada meeting
penting yang tidak bisa ia tinggal. Jadilah Hero sendiri mengunjungi Anin.
"Ada kemajuan?" tanya Hero kepada dua bodyguards yang menjaga di depan pintu kamar Anin.

"Belum ada kemajuan, tuan muda." ucap salah satu bodyguards dengan sikap tegasnya.

Hero menghela nafas kasar sembari memakai pakaian steril yang sudah diberikan oleh salah satu
suster. Setelah selesai memakai pakaian berwarna hijau itu, Hero mendorong pintu ruang ICU
yang ditempati oleh adiknya.

Ia berjalan mendekati tempat tidur milik Anin dan memberikan satu ciuman singkat di kening
adiknya sebagai sapaan. "Hai?" sapa Hero sambil tertawa miris. Sudah pasti sapaan nya tidak
akan dibalas oleh adiknya.

Ia menggenggam tangan adiknya yang terbebas dari jarum infus. "Disana...seru ya hm?" Hero
mencium genggaman tangannya dan Anin berkali-kali.

"Lagi main sama mommy ya dek?" tanya Hero sambil mengelus kening adiknya dengan lembut.

Hero menatap lekat adiknya yang senantiasa cantik dengan wajah pucatnya. Ia tidak tahu apa
yang sebenarnya sedang direncanakan oleh Tuhan. Hero berusaha untuk ikhlas menerima cobaan
yang diberikan-Nya walaupun hatinya sangat sakit melihat keadaan Anin yang tidak berdaya
seperti saat ini. Adiknya mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan ayah nya.

"Daddy belakangan ini sering melamun. Abang juga pernah mergokin daddy lagi nangis di
balkon hotel sambil lihatin foto kamu." curhat Hero.

"Abang juga dapet kabar dari Naden kalo Rayland lebih sering ngehabisin waktunya di ruang
latihan anggota Argos." ujar Hero kembali.

"Asam lambung abang sempat kambuh. Biasanya kamu yang selalu nemenin abang semaleman
kalo abang sakit." ucap dengan tatapan menerawang.

Hero memiliki riwayat asam lambung karena pemuda itu memang selalu menunda waktu
makannya. Jika asam lambungnya kumat, maka Anin adalah orang pertama yang akan
menyadari hal itu. Karena Hero termasuk orang yang tidak menunjukkan rasa sakitnya jika
keadaannya sedang tidak sehat.

Anin akan tidur bersamanya dan mengecek keadaannya setiap satu jam sekali. Jikapun adiknya
sudah tidur dan dirinya mengeluarkan ringisan karena rasa perih di perutnya, maka sedetik
kemudian gadis itu akan bangun dengan tatapan khawatirnya.

Flasback on.

"Abang kenapa?" tanya Anin dengan nada khawatirnya saat melihat Hero yang berbaring
meringkuk di atas kasurnya.
Awalnya Anin ingin memanggil abangnya untuk makan malam tetapi ia malah mendapatkan
Hero yang sedang meringkuk seperti orang kesakitan.

Dengan langkah tergesa, gadis itu berjalan menuju Hero. "Asam lambungnya kambuh ya?"
tanya Anin dengan khawatir ditambah wajah Hero yang sudah pucat. Hero menganggukkan
kepalanya lemas.

Anin mengusap rambut abangnya sebentar, "Tunggu ya, aku ambilin obat dulu."

Anin berlari menuju kamarnya lalu mengambil obat yang biasanya akan Hero konsumsi disaat
asam lambung abang nya kambuh.

"Abang, minum obat dulu ya." Anin membantu Hero untuk bangun dari posisi meringkuknya.

Hero meringis saat perih diperutnya yang tadi sempat menghilang kembali terasa. Ini yang
tidak ia suka jika asam lambungnya kambuh. Posisi tubuhnya akan serba salah. Telentang
salah, duduk salah, baring kanan salah, baring kiri juga salah.

"Anjir sakit banget." ujar Hero sambil meringis. Walaupun dirinya sangat kebal dengan pukulan
dari musuhnya, tetap saja rasa sakit dari asam lambung tidak bisa diremehkan.

"Makanya, jangan telat makan mulu ih!" ujar Anin dengan sedikit mengomel dan memberikan
segelas air putih kepada Hero.

"Tunggu setengah jam dulu baru abang boleh makan." ucap Anin.

Hero menganggukkan kepalanya dan berusaha mencari posisi tidur yang dapat meredakan rasa
perih di perutnya. Selain rasa perih, pemuda itu juga merasa dadanya nyeri dan panas.

Anin menghidupkan televisi yang berada di kamar Hero dan menaiki ranjang abang nya.
Kebiasaan Anin jika Hero dan juga Vano sakit, gadis itu akan ikut tidur bersama mereka.
Bahkan saat Hero masih tinggal di apartemen, gadis itu tidak segan-segan untuk menginap demi
menjaga Hero.

Anin melihat jam yang berada di dinding, "Abang bangun, makan dulu."Anin menepuk pelan
punggung Hero agar pemuda itu bangkit dari posisi berbaringnya.

Hero mencoba untuk bersandar di kepala ranjang dibantu oleh Anin. Beberapa menit kemudian,
gadis itu kembali memasuki kamarnya dengan piring berisi makanan dan segelas air putih di
kedua tangannya.

Anin menyuapi Hero yang terlihat malas mengunyah makanannya. "Makan bang, biar cepet
sembuh." ucap Anin dengan sabar saat melihat Hero yang menggeleng.

"Abang ga nafsu makan, dek." keluh Hero.


Anin berdecak, "Ini baru empat sendok abang. Habisin." perintah Anin mutlak. Gadis itu terus
menyuapi Hero sampai nasi dan lauk pauk yang berada di piring putih itu habis.

Jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi. Kedua kakak beradik itu sudah menjelajahi alam
mimpi masing-masing.

Hero tiba-tiba membuka matanya saat merasakan perih diperutnya kembali datang. Ia meringis
pelan takut membangunkan adiknya yang sudah tidur.

"Kenapa bang?" tanya Anin dengan suara serak. Bahkan kedua manik biru gadis itu terlihat
menyipit.

"Gapapa, kamu tidur lagi ya." Hero mencoba menyuruh adiknya untuk tidur kembali.

Anin menggelengkan kepala nya lalu mengambil posisi duduk. Gadis itu menukarkan bantalnya
yang lebih tinggi kepada Hero agar tidur pemuda itu lebih nyenyak.

"Tidur." titah Anin dengan suara serak khas bangun tidur. Gadis itu membenarkan letak selimut
abang nya. Tangan kanan Anin berada di atas perut Hero yang terlapisi selimut.

Dengan mata terpejam, gadis itu mengelus perut abang nya mencoba untuk mengurangi rasa
sakit yang dirasakan Hero.

Hero yang memang belum tidur menatap wajah adiknya yang sedang menghadap ke arah nya.
Pemuda itu tersenyum lembut, tangan kekarnya beralih mengelus rambut halus milik Anin.

"Terima kasih, adik." bisik Hero dan meninggalkan satu ciuman singkat di kening adiknya.

Flashback off.

"Gila, gue ga kuat." Hero menutup wajahnya dengan telapak tangannya.

"Ayo bangun, abang harus nunggu berapa lama lagi?" bisik Hero. Pemuda itu meletakkan
keningnya di pinggiran kasur. Terkesan sedikit putus asa.

Ruang ICU yang terasa dingin itu pada akhirnya menjadi saksi bisu bagaimana seorang pemuda
yang biasanya terlihat kuat di hadapan musuhnya, mengeluarkan air mata diikuti isakan-isakan
kecil yang keluar dari bibir pemuda itu. Biarkan ia mengeluarkan semuanya yang sempat
tertahan di dalam hatinya sekali ini saja.

•••
Rayland menyesap cocktails nya dengan pikiran berkecamuk. Sudah dua minggu ia seperti orang
yang kehilangan arah. Setiap harinya pemuda itu selalu dilanda oleh rasa gelisah. Anin, nama itu
seolah sudah terukir di benaknya.
Untuk menyalurkan rasa gelisah yang sialnya selalu hampir membuatnya menangis, pemuda itu
memilih melampiaskannya dengan meninju samsak yang berada di tempat latihan para
anggotanya atau bertarung dengan para anggotanya sampai ia puas.

Para anggota tau apa yang sedang dialami oleh ketua mereka. Maka dari itu mereka dengan tulus
menjadi samsak hidup Rayland disaat pemuda itu butuh pelampiasan. Solidaritas mereka
memang tidak bisa diragukan lagi. Jika satu orang membutuhkan, maka seratus orang dari
mereka akan bersedia menjadi sandaran.

Pemuda itu menyugar rambut lebatnya yang basah karena keringat. Ia menatap ponselnya yang
dua minggu terakhir ini terasa kosong. Biasanya akan ada pesan dari gadisnya entah itu
menanyakan ia sudah makan atau belum, menawarkan ingin dimasakkan apa, ada tugas sekolah
atau tidak, dan lain sebagainya.

Rayland membuka galeri dan terpampang jelas ratusan foto candid dari gadisnya. Pemuda
memang gemar mengambil gambar dengan random. Entah disaat Anin sedang makan, saat Anin
sedang berceloteh atau saat gadis itu sedang tertidur pulas dengan bibir sedikit terbuka di kursi
kemudi.

Rayland terkekeh pelan. Pemuda itu tau, dengan ia melihat foto-foto ini maka kerinduannya akan
bertambah berkali-kali lipat.

"I miss you so bad." bisik Ray sambil mengelus layar ponselnya yang menampilkan foto Anin
yang sedang membelakanginya dengan latar senja.

Rayland merasakan bahunya ditepuk pelan. "Miss her?" tanya Leo dengan senyuman tipis.
Kebetulan pemuda itu berada di markas bersama dengan anggota inti yang lain.

Rayland menganggukkan kepalanya pelan tanpa menatap pemuda yang sudah duduk di
sebelahnya.

"I'm just, didn't expect Leo kalau Anin bisa seberarti ini buat gue. She's means everything to me
like my mother. I love her with all my heart. I mean it." ucap Rayland pelan dengan bahasa
inggris nya yang sangat fasih.

Leo menghela nafas pelan, ia tau apa yang dirasakan oleh sahabatnya ini. Disamping Anin yang
sedang dalam kondisi koma, ibu dari pemuda itu juga mengalami gangguan psikis akibat
musibah yang menimpa nya. Namun untungnya setelah pengobatan dan control yang rutin,
wanita paruh baya itu sudah masuk ke dalam tahap pemulihan.

"Lo ga ke rumah sakit? Biasanya jam segini lo udah ada di rumah sakit kan." tanya Leo.

Rayland menggeleng pelan lalu menyesap cocktails nya, "Hari ini Hero yang jaga."

Leo mengulum bibir tipisnya, "Mending kita samperin yang lain. Daripada lo galau sendiri
disini. Mumpung anak-anak lumayan banyak yang datang ke markas hari ini."
Rayland menganggukkan kepalanya dan kedua pemuda itu berjalan beriringan menuju ruang
tamu yang berada di lantai satu.

Para anggota yang melihat kedatangan kedua anggota inti mereka, sontak berdiri dari posisi
duduknya dan melakukan tos ala lelaki.

"Hey, what's up?" Bara berjalan dengan tertatih menuju ketua nya.

Rayland tersenyum kecil dan memeluk gentle anggotanya. Ia ikut senang bahwa Bara sudah
mulai pulih dari kecelakaan yang menimpanya. Pemuda itu bangun tepat satu hari setelah Anin
dinyatakan koma.

"I'm...good." ucap Rayland sambil menepuk bahu pemuda didepannya ini.

"Jangan bohong sama gue deh Ray." ucap Bara sambil memutarkan bola matanya malas.

Rayland tersenyum tipis dan kembali menuju tempat duduknya tanpa menjawab pernyataan
Bara.

Naden mengusap kasar wajahnya lantaran melihat Rayland yang terlihat tidak semangat dan
cenderung sedikit murung, "Anin bakalan sadar secepatnya, Ray." ucap Naden dengan nada
tegasnya.

"Ya, dia bakalan bangun. Secepatnya." ucap Rayland dengan tatapan kosongnya.

•••
Keesokan harinya pada siang hari, Vano sudah nangkring di sebelah tempat tidur Anin dengan
sebuah laptop di pangkuannya. Jari-jari pria paruh baya itu menari-nari diatas keyboard. Tak
lupa dengan kacamata minus yang bertengger di hidung mancungnya.

Pria itu memilih untuk mengerjakan semua pekerjaannya di rumah sakit sambil menemani anak
perempuannya.

Cklek!

Vano menoleh untuk melihat siapa yang datang. "Hey Ray, ayo sini duduk di sebelah daddy."
Vano menepuk-nepuk kursi yang berada di sebelahnya.

Rayland menganggukkan kepalanya lalu meangkah dengan tegas menuju tempat di sebelah
Vano. Terkesan tidak gugup sama sekali.

"Apa kata dokter dad?" tanya Rayland dengan suara bass-nya.

Vano melepaskan kacamata yang membingkai kedua netra cokelat terangnya. "Keadaannya
sudah meningkat sekitar sepuluh persen. Tidak banyak memang, tapi daddy bersyukur
setidaknya keadaan Anin tidak menurun." ucap Vano sambil menatap wajah pucat Anin.
Rayland menganggukkan kepalanya pelan. Keduanya dilanda hening beberapa saat hingga
Rayland kembali membuka percakapan. "Dad, do you have any thoughts about getting married
again?" tanya Rayland santai. Kedua pria berbeda generasi itu sudah menjadi lebih dekat satu
sama lain.

Vano menggelengkan kepalanya tegas, "Daddy tidak ingin dan tidak akan pernah menikah lagi.
Sekalipun tidak pernah terlintas dipikiran daddy untuk menikah lagi Ray." ujar Vano.

"Nothing better than my late wife." lanjut Vano sambil menatap pemuda yang berada
disampingnya dengan senyuman tipis.

Trans : "Tidak ada yang lebih baik dari mendiang istriku."

"Daddy juga cuma ingin fokus ngerawat anak-anak daddy, terutama Anin. Anak nakal ini
memang tidak pernah berhenti membuat daddy khawatir." Vano mengelus pelan pipi pucat Anin
yang semakin menirus.

Rayland tersenyum tulus mendengar perkataan Vano, "Wise man!" ucap Rayland.

Vano tertawa kecil. "Kamu tau Ray? Anin selalu bisa membuat daddy merasa kagum dan
bersyukur karena diberikan seorang putri seperti Anin. Anak ini terkesan sederhana. Disaat dia
bisa tampil glamour dengan penghasilan yang daddy punya, Anin lebih memilih tampil classic
dan menghasilkan pundi-pundi uang dengan melelang lukisannya." Vano menggenggam tangan
mungil milik putrinya.

"That's why i love her." ucap Rayland pelan dengan tatapan tegasnya menatap pria paruh baya
disebelahnya.

"I knew it, Ray."

"Daddy tau disini bukan hanya daddy dan Hero saja yang sedih dengan keadaan Anin, tetapi
kamu juga. Daddy percaya anak perempuan daddy ini kuat. Dia tidak akan setega itu
meninggalkan daddy dan orang-orang terdekatnya. Daddy juga yakin, Anin pasti mendengar
pembicaraan kita saat ini." Vano menepuk punggung Ray berusaha menguatkan.

"Daddy ke kantin dulu, titip Anin ya." Vano melangkah keluar meninggalkan ruang rawat Anin.
Ia sengaja memberikan waktu untuk pemuda itu berdua dengan putrinya.

Rayland menarik kursinya agar lebih dekat dengan ranjang yang ditempati gadisnya. Ia mencium
kening gadis itu sebagai bentuk sapaan, sama hal nya seperti yang dilakukan Hero.

"Sweetheart, i know you hear me right?" tanya Rayland pelan. Kedua tangan besarnya
menangkup tangan mungil milik Anin yang terbebas dari jarum infus.

Pemuda itu mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu. "We're all waiting for you to wake up,
sweetheart. Cepat bangun hm?" bisik Ray lalu mencium pelipis gadisnya.
•••
TBC! Gimana part ini? suka nggak? semoga suka yaa🤍 Jangan bosen-bosen sama
ceritaku😭

Maaf kalau part ini membosankan🥺

Baru nyadar ternyata tanda petik di beberapa part ceritaku beda-beda:") Nanti aku revisi
kalo udah tamat ya🤍

Hope u guys still enjoy buat membaca ceritaku ya🤍 Maaf kalau ada kesalahan penulisan:(

Rayland🤍

Daddy Vano🤍

Hero🤍

Comment next here yang banyak!👉🏻

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian ya🤍

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

See u next chapter!🤍

RAYAN PART 41
Hallo! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramein tiap paragraf yaa🤍

Jangan lupa buat follow ig author @/gekdindaa._

Aku ada pertanyaan nih. Aku cuman pengen tau, kalau MISALNYA cerita ini terbit.
Kalian pengen extra part seperti apa? atau ingin aku buat extra part tentang tokoh siapa?
Dijawab ya teman-teman mungkin bisa aku pertimbangkan nanti🤍

Happy reading🤍
•••
Senyap. Hanya terdengar suara mesin EKG  dan juga garis tak beraturan yang terpampang di
layar mesin tersebut. Pencahayaan yang remang-remang menambah kesan tenang di dalam
ruangan itu.

Tidak ada satu orang pun yang menjaga gadis cantik di dalam ruang rawat itu seperti sebelum-
sebelumnya. Hanya terdapat dua pengawal yang menjaga di depan pintu masuk ruangan.
Jam menunjukkan pukul lima dini hari. Kelopak mata itu dengan perlahan terbuka yang secara
pasti menampilkan manik berwarna biru laut nya. Kedua netra nya menatap dengan sayu langit-
langit kamar tempat ia di rawat.

Setelah hampir tiga minggu lamanya, mata yang selalu diharapkan agar terbuka oleh Vano, Hero
dan juga Rayland pada akhirnya terkabul pagi ini.

Anin memejamkan kedua matanya saat merasakan pusing yang mendera kepalanya. Gadis itu
memperhatikan ruangannya yang terkesan remang-remang dan sepi.

Anin mengerjapkan kedua matanya lemah. Tubuhnya terasa sangat lemas dan merasa bagian
perut nya nyeri. Ia berusaha untuk mengangkat salah satu tangannya yang terasa kebas, hendak
menekan tombol pada remote kecil yang untung nya berada di pagar pembatas tempat tidurnya
dengan gemetar.

Setelah merasa tombol yang ia tekan sudah terhubung, Anin memejamkan kedua matanya
sembari menunggu dokter yang merawatnya datang.

Pintu ruangan itu di dorong dengan satu hentakan, dokter dan juga para perawat berjalan dengan
tergesa-gesa menuju tempat tidurnya. Bahkan kedua pengawal yang menjaga di depan kamarnya
ikut memasuki ruang rawatnya.

"Nona, apakah ada keluhan?" tanya sang dokter dengan hati-hati sambil memeriksa keadaannya
dengan stetoskop.

Anin mengangkat tangan kanannya lalu menunjuk bagian kepalanya dengan tatapan sayu nya. Ia
belum bisa berbicara karena selang ventilator yang masih terpasang di mulut nya.

Dokter itu menganggukkan kepalanya mengerti dan memberitahu para perawat untuk
melepaskan selang ventilator yang melekat di mulut Anin.

"Keadaan nona saat ini sudah stabil, jadi kami akan melepaskan selang ventilator dari bibir nona
terlebih dahulu dan akan saya gantikan dengan masker oksigen biasa. Saya sudah menyuntikkan
pereda nyeri dan dalam beberapa jam kedepan rasa sakit di kepala nona akan reda." Anin
menganggukkan kepalanya lemas sebagai balasan dari pernyataan sang dokter.

"Baik nona, setelah ini kami akan memindahkan nona ke kamar rawat VVIP yang berada di
lantai paling atas."

Setelah selesai mencabut semua alat-alat yang melekat di tubuh Anin, para perawat itu
mendorong tempat tidurnya keluar dari kamar ICU sambil membawa tiang berisi cairan infus.

"Selamat beristirahat nona." ucap para perawat itu setelah meletakkan tempat tidur Anin di
kamar rawat yang baru.
Para perawat itu meninggalkan ruangan, menyisakan Anin dan juga dua pengawal yang masih
menatapnya dengan tatapan shock.

"Hey." panggil Anin kepada kedua pengawal itu.

Para pengawal itu terlonjak seolah sadar dari keterkejutan mereka. "Maaf Nona. Saya akan
menelfon tuan Vano sekarang." ucap salah satu dari mereka dengan nada tegasnya.

Anin mengangkat telapak tangannya, "Tidak, jangan sekarang. Daddy pasti masih tidur jam
segini. Biarkan saja dulu." ujar Anin dengan suara seraknya.

"Bisakah kalian membuka penutup jendela nya?" tanya Anin.

Para pengawal itu mengangguk mantap, "Tentu, nona."

Setelah gorden berwarna silver itu di buka, dari tempat tidurnya Anin dapat melihat
pemandangan gedung-gedung pencakar langit yang beberapa masih dihiasi lampu. Matahari juga
sudah mulai menampakkan wujudnya.

Anin menatap bodyguards nya sambil tersenyum kecil, "Kalian bisa keluar, mungkin kalian
istirahat dan makan dulu di kantin. Kunci saja pintunya dari luar, oh ya tolong matikan lampu
nya juga ya." titah Anin.

Kedua pengawal itu saling bertatapan, "Baik nona, kami keluar dulu. Kalau nona perlu sesuatu,
silahkan hubungi kami." mereka menunduk hormat sebelum meninggalkan Anin sendirian di
dalam ruangan.

Anin memperhatikan sekeliling kamar rawatnya yang gelap dan maniknya terpaku saat melihat
sunrise yang terlihat sangat cantik dari jendela ruang rawatnya. Gradasi antara jingga dan juga
langit biru yang sedikit gelap. Hal itu tanpa sadar menghadirkan binar di kedua mata gadis itu.

Pikiran Anin seketika tertuju pada ketiga pria terdekatnya. Bagaimana keadaan mereka? Apakah
mereka makan dengan baik? Apakah daddy nya menangis? Pertanyaan itu terus saja muncul di
benaknya.

Bibir pucat milik Anin seketika tersenyum sendu. Sudah dipastikan ketiga orang itu tidak baik-
baik saja. Hampir tiga minggu ia tidak membuka mata, entah apa yang sudah terjadi dengan
mereka. Mari kita lihat reaksi mereka nanti.

•••
Di waktu yang sama di tempat yang berbeda, Alden masih tertidur lelap di dalam selimut yang
membungkus tubuhnya. Pemuda itu sudah pindah ke rumah lama nya semenjak Ranaka ditahan
oleh Arion.
Ngomong-ngomong tentang Ranaka, pria paruh baya yang sempat di beri luka tusukan oleh
Rayland itu ternyata dapat menjalankan pemulihan dengan cepat. Sehingga setelah keluar dari
rumah sakit, Arion segera mengurung pria itu di penjara bawah tanah markas Argos.

Alden yang masih memejamkan matanya seketika terusik dengan pintu kamarnya yang terus
menerus diketuk. Pemuda itu lalu bangkit dari ranjangnya dan berjalan dengan langkah
sempoyongan. Alden membuka pintu dan melihat pelaku yang mengetuk pintu kamarnya itu
adalah mama nya.

"Mama?" tanya Alden bingung dengan wajah cengonya.

Seketika rasa kantuk pemuda itu menghilang saat melihat sang mama yang berdiri di depan pintu
kamar nya dengan tatapan linglung.

"Mama? Ini mama beneran nyamperin Alden? Sendirian?" tanya Alden beruntun sambil
melangkah mendekati mama nya.

Puk!

Wanita paruh baya itu seketika merengkuh leher putra semata wayangnya. Dengan gerakan
tergesa, Angela mengelus surai lebat milik Alden. Wanita itu menangkup wajah tampan milik
Alden, air mata milik Angela mengalir deras saat melihat wajah putra nya.

"Alden, ini mama. Mama ingat kamu. Maafkan mama." tangis wanita itu pecah.

Alden tersentak, pemuda itu menatap kosong wajah sang mana yang dipenuhi oleh air mata.
"Mama beneran ingat Alden?" tanya Alden ragu-ragu.

Angela menganggukkan kepala nya cepat, Alden yang melihat itu sontak memeluk tubuh mama
nya dengan erat. Bahkan telapak kaki Angela sampai tidak menapak di lantai.

"Mama, Alden senang sekali. Sangat senang." ucap Alden sambil menangis. Pemuda itu
menenggelamkan wajahnya di bahu rapuh sang mama yang sudah lama tak ia rasakan.

Memang setelah Angela dirawat di apartemen milik Rayland, pengobatan dan juga masa
pemulihan wanita itu berjalan dengan pesat. Ditambah ada dokter terbaik dan juga Alden yang
selalu sabar merawat Angela setiap hari. Saat masih di rumah sakit, Alden memiliki waktu yang
terbatas untuk menjenguk mama nya karena Ranaka. Pria tua itu selalu saja menghalanginya.

Berbeda saat sang mama berada di apartemen Rayland, pemuda itu bebas bisa mengunjungi
mama nya setiap saat.

"Mama, Alden sedang ingin minum susu cokelat. Bisa mama membuatnya?" tanya Alden penuh
harap. Ia sudah sangat merindukan susu cokelat buatan mama nya.
Angela menganggukkan kepalanya sambil tersenyum cerah. "Tentu, ayo kita ke dapur." wanita
paruh baya itu menggandeng tangan sang putra menuju dapur.

Ingatan Angela kembali berputar saat Alden masih berumur lima tahun. Alden selalu
memintanya untuk membuatkan susu cokelat saat pemuda itu akan tidur dan kebiasaan tersebut
terhenti saat puncak masalah dimana Angela mengalami depresi karena perlakuan Ranaka.

"Habis minum tidur lagi yah?" Alden menganggukkan kepalanya dengan bibir yang masih
menempel di ujung gelas. Angela dengan sabar terus mengelus rambut lebat milik Alden sampai
pemuda itu menghabiskan susu nya. Angela tau Alden masih mengantuk karena dirinya
membangunkan sang putra pukul lima pagi. Pemuda itu tidak terbiasa bangun sepagi ini.

"Mama temani Alden tidur."

Sifat Alden yang akan muncul saat sudah bersama sang mama adalah manja. Bahkan pemuda itu
saat ini sudah berbaring sambil bergerak nyaman dan memeluk Angela dengan erat.
Kerinduannya saat ini sedang meluap-luap. Sifat asli Alden yang akhirnya terungkap. Pemuda itu
sangat, sangat manja dengan ibu nya.

Angela tersenyum sendu melihat putranya yang sudah terlelap. Sudah pasti Alden melewati
masa-masa yang menyakitkan di dalam kungkungan Ranaka disaat dirinya tidak ada.

•••
Langkah tegas dari seorang pemuda menggema di sepanjang lorong rumah sakit yang terhitung
sunyi siang ini. Di tangan pemuda itu terdapat sebuah buket bunga lily berwarna pink.

Setelah sampai di depan pintu ruang ICU, pemuda itu menghembuskan nafasnya pelan. Mencoba
menyiapkan mentalnya untuk kembali melihat Anin yang belum sadarkan diri.

Pemuda itu menaikkan salah satu alisnya saat melihat ruang ICU tempat gadisnya di rawat
kosong. Bahkan alat-alat di dalamnya sudah tersimpan rapi. Tatapan tajam dan aura dingin
seketika menguar. Ia mengambil ponselnya lalu menekan salah satu nomor.

"Anin dimana?" tanya Ray dengan tajam.

"Ma-maaf tuan muda, nona muda kami pindahkan ke lantai paling atas di kamar VVIP nomor
lima-"

Sebelum dokter itu menyelesaikan kalimatnya, Rayland sudah lebih dulu memutuskan
sambungan. Pemuda itu dengan sedikit berlari menuju ke arah lift dan memencet tombol nomor
delapan.

Setelah sampai di lantai delapan, Rayland menyusuri lorong rumah sakit untuk mencari kamar
yang dimaksud oleh dokter tadi.

VVIP-05
Papan kecil berbentuk persegi panjang berwarna gold itu terpasang di samping pintu kamar
VVIP tempat Anin di rawat. Rayland dengan cepat mendorong pintu besar berwarna putih itu.

Kosong.

Tempat tidur itu kosong. Rayland sudah akan mencari dokter tadi dan memukulnya hingga babak
belur karena merasa dipermainkan.

Puk!

Rayland menjatuhkan buket bunga yang berada di tangannya saat melihat seorang gadis yang
baru saja keluar dari kamar mandi sambil memegang tiang infusnya.

Gadis itu berjalan dengan tertatih-tatih dan masih belum menyadari bahwa Ray berada di
ambang pintu. Anin yang sedari tadi menunduk, mengangkat wajahnya dan melihat Ray yang
masih mematung di ambang pintu.

"Hey."

Suara halus itu, akhirnya ia dapat mendengarnya lagi!

Anin melangkah mendekati Rayland dan berhenti di hadapan pemuda itu. Tangan halusnya
menangkup wajah Ray.

Tanpa sepatah kata, Rayland mendekap Anin dengan lengan kekarnya. Tidak terlalu erat karena
mengingat luka di perut gadisnya.

"I miss you so much, I miss you so much sweetheart." bisik Rayland berkali-kali.

Anin menganggukkan kepalanya dan menumpukan dagu nya di bahu kokoh milik Ray. "I
know." bisik Anin.

"Thank God." bisik Ray sambil mengelus pelan punggung sempit milik Anin.

Rayland menguraikan pelukannya. "Kenapa kamu ke kamar mandi sendiri? Kan bisa panggil
perawat nya." ucap Ray dengan ekspresi tak terima nya saat melihat Anin yang tadi kesusahan.

"Loh kenapa? Kaki aku juga ga apa-apa kok. Tadi aku cuman cuci muka sama sikat gigi doang
kok, sekalian buang air kecil. Kebetulan alat-alat mandi nya lengkap." kata Anin sambil
menampil deretan gigi nya yang rapi.

Rayland menggelengkan kepalanya, tangan kanannya bertengger di bahu Anin mencoba


membantu Anin untuk berjalan. Anin meletakkan tangan kiri nya yang terbebas dari jarum infus
di pinggang Rayland sedangkan tangan kanannya memegang tiang infus.
"Istirahat." Rayland membenarkan letak selimut Anin dan menepuk-nepuk kecil puncak kepala
gadisnya.

Anin menggelengkan kepalanya. "Enggak, aku baru aja bangun tidur."

Rayland menghela nafas pelan. "Daddy sama Hero udah tau?"

"Belum, aku enggak mau ganggu mereka dulu. Biarin mereka tau sendiri aja."

Rayland menatap Anin intens. "How do you feel?"

Anin tersenyum manis. "I'm fine! Jahitannya juga udah ga basah banget, cuman kaki aku aja
yang agak gemetar kalau di pake jalan."

"It's okay, nanti terapi aku temenin." Rayland mengelus surai Anin dengan sayang.

"Hey, itu bunganya bakalan dibiarin di lantai terus?" tanya Anin sambil terkekeh.

Rayland berdiri dari duduknya dan berjalan mengambil buket bunga yang sempat ia jatuh kan.

"For you." ucap Rayland dengan senyum kecilnya.

"Thank you!" balas Anin dengan antusias lalu memeluk buket bunga itu.

Anin meletakkan bunga pemberian Rayland di samping bantal. Gadis itu tiba-tiba mengambil
kedua tangan Ray lalu menggenggamnya. "Bagaimana rasanya? Almost three weeks without me
hm?" tanya Anin jahil.

"I feel so messed up. I almost burn this hospital." jawab Ray dengan suara seraknya dan kedua
netra tajam nya yang menatap intens manik biru milik Anin.

Anin tertawa kecil. "As expected, Ray."

"Kamu belum makan? aku pesenin yah?" tanya Anin.

Rayland menganggukkan kepalanya menurut. Baiklah, biarkan ia bermanja-manja dengan Anin


sebelum dua makhluk jantan itu datang.

•••
"Dad." panggil Hero kepada Vano yang sedang menyetir.

Vano bergeming. "DADDY!" panggilan Hero dapat membuat Vano tersentak.

"APASIH?!" tanya Vano dengan wajah sewot nya.


"Kita mau kemana?" tanya Hero jahil sambil memainkan rubik di tangannya. Padahal ia tau
bahwa sekarang mereka menuju rumah sakit. Tetapi lidah Hero terasa sangat gatal ingin
menjahili daddy nya.

"Ke rumah sakit lah ogeb. Kan tadi daddy udah bilang." jawab Vano.

"Oh, ga denger." ucap Hero santai.

Tak!

"DADDY APAAN SIH?" Hero mengusap telinga kanan nya yang sudah dipastikan memerah
karena sentilan dari Vano.

"Makanya, kalo orang tua ngomong itu dengerin."

"Oh berarti daddy akhirnya ngerasa udah tua ya?" tanya Hero sambil menaik-turunkan alisnya.
Mengejek.

Vano berdecak sebal. "Terserah!" lebih baik ia fokus menyetir saja daripada adu mulut dengan
putra nya.

Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai di parkiran basement rumah sakit. Suasana
rumah sakit terasa lebih ramai saat malam hari dibanding siang hari tadi.

Vano dan Hero berjalan beriringan di koridor di rumah sakit yang ternyata aura mereka mampu
menarik perhatian kaum hawa yang juga berada di lorong itu.

Vano yang melihat itu tentu saja tidak melewatkan kesempatan, ia memasukkan kedua tangan
beruratnya ke dalam saku celana dan hal itu sukses membuat para perempuan yang melihatnya
menjerit tertahan.

Vano dan Hero mengerutkan kening mereka dari kejauhan saat tidak menemukan para pengawal
yang biasa menjaga di depan pintu ruangan tempat Anin di rawat.

Sontak kedua orang itu berlari dan membuka pintu itu dengan tergesa-gesa. "Kosong?" bisik
Vano tak percaya.

Vano meraih ponselnya menelfon seseorang. "ANAK GUE DIMANA?!" bentak Vano.

"Sa-sabar tuan, nona Anin sudah kami pindahkan ke ruang rawat VVIP nomor-"

Vano mematikan sambungan sepihak. "Sial." umpatnya.

"Gimana dad? Anin dimana?!" tanya Hero tak sabaran.


"Di lantai delapan, ayo." sepasang anak dan ayah itu berlari menuju lift yang akan tertutup
sedikit lagi.

Vano dan Hero dengan cepat melesat memasuki lift dengan nafas terengah-engah. Setelah
sampai di lantai delapan, mereka mencari kamar yang dimaksud oleh sang dokter tadi.

Cklek!

Anin yang tadinya sempat tertidur sontak kembali membuka matanya saat mendengar pintu
kamarnya terbuka. Begitu juga dengan Rayland yang sedang memakan buah, langsung
mengalihkan pandangannya.

Vano dan Hero mematung saat melihat netra biru itu sudah terbuka dan menatap mereka lembut.
Hero dengan cepat berlari lalu berhambur ke dalam pelukan adiknya. Pemuda itu
menyembunyikan wajahnya di bahu Anin. "Finally." lirih Hero.

Sedangkan Vano, dengan langkah lambat pria paruh baya itu mendekati putrinya yang sudah
menatapnya sembari tersenyum. Anin menguraikan pelukannya, lalu menuruni ranjang untuk
menghampiri Vano. Diikuti Rayland yang membantu membawa tiang berisi cairan infus.

Dengan langkah tertatih, Anin mendekati Vano lalu memeluk erat leher pria paruh baya itu.
Dengan ragu Vano mengangkat tangan kanannya dan mengusap puncak kepala putrinya dengan
gerakan pelan. Hero dapat melihat tatapan daddy nya yang terlihat seperti tidak percaya saat
melihat Anin yang sudah membuka matanya.

"Is this real?" lirih Vano dengan suara seraknya.

Anin memejamkan matanya dan membiarkan air mata nya mengalir. Gadis itu mengangguk
pelan di bahu kekar ayah nya. "Of course, dad."

Pertahanan Vano runtuh, kedua tangan pria itu melingkar erat di punggung putrinya. Kening pria
itu mengerut saat merasakan pemandangannya buram karena air mata. "Anin, daddy hampir gila.
Daddy takut." bisik Vano sambil terisak kecil.

"I'm here dad. I'm so sorry." ucap Anin pelan lalu mencium pipi daddy nya.

Anin menatap wajah Vano yang terlihat lelah, kedua tangan halus milik gadis itu menangkup
rahang tegas itu. "Maaf daddy." rengek Anin dengan tangisannya yang semakin deras.

Vano menggeleng pelan, "Yang penting kamu sudah bangun. Daddy lega." ucap Vano pelan.

Tanpa aba-aba, pria paruh baya itu menggendong Anin ala bridal style dan meletakkan Anin di
atas ranjang. Vano mencium kening dan kedua pipi putrinya. "Ada yang sakit?" tanya Vano
dengan wajah khawatir.

"Cuman kaki aku aja dad, gemetar kalo jalan." jawab Anin.
"It's okay, hanya terapi beberapa kali kok." ucap Vano menenangkan.

Vano menatap wajah putrinya yang terlihat sudah mengantuk, mungkin karena pengaruh obat.
"Tidur Anin, daddy temani." Anin menganggukkan kepalanya.

Vano mengusap kening halus putrinya dengan lembut. Pria itu melirik ke arah selimut Anin yang
tidak terpakai dengan benar. Rayland yang juga melihat itu, dengan sigap membenarkan letak
selimut Anin. Hero yang berada di sisi kanan Anin, tidak melepaskan genggamannya di tangan
Anin.

Baiklah, untuk kali ini Rayland mengalah dan membiarkan kedua manusia itu bersama dengan
gadisnya. Pemuda itu lebih memilih menuju ke arah sofa lalu meraih ponselnya untuk
mengabarkan para sahabatnya. Sudut bibir pemuda itu berkedut kecil melihat pemandangan Hero
dan juga Vano yang akhirnya terlihat hidup.

•••
TBC!
Gimana part ini? suka nggak? semoga suka yaaa🤍

Akhirnya ketiga bayi besar kita sudah tidak galau lagi ya bundah😂

Mohon maaf jika ada kesalahan penulisan yaa🤍 Jangan lupa vote dan komennya terutama
untuk para siders😺

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga seluruh sosial media yang kalian
punya ya🤍

Ayo kita sama-sama bawa RAYAN ke peringkat atas<3 Biar makin banyak yang kenal
dengan para bujang kita😎

Spam next part here!👉🏻

See you next chapter🤍

RAYAN PART 42
Halo! Jangan lupa vote sebelum membaca dan ramaikan tiap paragraf ya🤍 Maaf baru
update huhu:(

Aku nanya disini aja deh ya, di part sebelah komennya hilang:( Semisal cerita ini akan
terbit, kalian pengen aku membuat extra part seperti apa? atau kalian pengen aku buat
extra part tokoh siapa? Vano dan Olivia kah? Anin saat masih kecil kah? atau more
romantic scene Rayland dan Anin? Coba tuangkan pendapat kalian yaa, nanti aku
pertimbangin hehehe🤍
Aku gatau part ini mengandung sebuah plot twist apa nggak, tapi semoga kalian enjoy dan
mengerti permasalahan antara Ranaka, Arion dan juga Vano.

Semakin dekat untuk menuju ending! Sudah siap berpisah dengan daddy Vano? /smirk

⚠️ADEGAN KEKERASAN⚠️

BTW ini repost yaa, wp ku tadi agak error:(

Happy reading!🤍
•••
Tuk! Tuk! Tuk!

Suara langkah kaki terdengar menggema di sepanjang lorong sempit nan gelap itu. Terdapat tiga
orang yang sedang melangkah dan menyusuri lorong itu semakin dalam.

"Akhirnya kita bertemu lagi, bajingan." ujar Vano dengan suara beratnya menyapa kedua telinga
Ranaka.

Ranaka yang mendengar itu sontak terbangun dari tidurnya. Pria paruh baya itu melangkah cepat
menghampiri jeruji besi yang membatasi dirinya dan Vano. Dengan gerakan agresif, Ranaka
menggoyangkan jeruji besi itu dengan raut marah. "Keluarin gue sialan!" bentaknya dengan
menatap tajam kedua manik milik Vano.

Vano mengadahkan salah satu tangannya ke samping, "Kunci."

Rayland yang sedari tadi bersedekap dada di belakang Vano, melemparkan sebuah kunci yang
ditangkap gesit oleh pria paruh baya itu.

"Gimana rasanya berada di balik jeruji besi hm?" tanya Vano dengan kedua tangannya yang
masih sibuk membuka gembok.

Setelah berhasil, Vano berjalan masuk menghampiri Ranaka dengan langkah tegasnya. Pria
paruh baya itu tanpa sadar memundurkan langkahnya saat merasakan aura mematikan yang
menguar dari tubuh Vano.

Vano mengetatkan rahangnya dan tanpa sadar kedua tangannya yang terkepal kuat bergetar saat
melihat kembali wajah pelaku yang hampir membunuh putrinya. "Anda, hampir membunuh anak
saya, putri saya." ujar Vano pelan dan tajam dengan kedua maniknya yang memerah.

"Saya bisa saja membunuh anda dengan kedua tangan saya sekarang juga. Tetapi setelah saya
pikir, jika anda mati terlalu cepat maka itu tidak sebanding dengan apa yang anda lakukan
selama ini. Maka dari itu,"

Bugh!
Vano memukul bibir bagian atas Ranaka dengan tidak main-main. Bahkan korbannya saat ini
sampai terjatuh karena merasakan pukulan kuat dari Vano. "Lebih baik saya menunda kematian
anda." lanjut Vano.

Vano berjongkok dihadapan Ranaka, "Saya merasa tidak pernah mencari masalah dengan anda,
tuan Ranaka. Tapi, mengapa anda dengan begitu teganya membunuh istri dan melukai anak
saya?" tanya Vano tenang.

Ranaka merasakan cairan mengalir di bibirnya. Darah segar mengalir dari gigi depannya hingga
menetes. Vano mendorong tubuh Ranaka hingga telentang. Pria itu meletakkan salah satu
kakinya yang terbalut sepatu mahal berwarna cokelat diatas dada Ranaka. "Ini tidak seberapa
dengan rasa sakit yang anda torehkan ke hati anak-anak saya, bajingan." geram Vano sambil
menekankan kakinya lebih kuat.

Ranaka berteriak kesakitan, tetapi Vano tidak memperdulikan nya. Sekelebat ingatan saat kedua
anaknya yang masih kecil menangis setiap saat karena kematian Olivia melintas di pikirannya.

"Gu-gue benci keluarga Andreas. Gue benci kalian semua!" teriak Ranaka di sela-sela
ringisannya.

"Jangan pernah sebutkan marga keluarga saya dengan mulut kotormu bajingan!" Vano semakin
berang saat Ranaka menyebutkan marga milik keluarganya.

"Saya jadi kasihan dengan bunda karena memiliki anak seperti anda, Ranaka. Wah," Vano
seketika tertawa miris saat menyadari sesuatu.

"Anda masih berpikir bahwa saya yang membunuh bunda? Apa yang harus saya buktikan lagi?
Yang membunuh bunda adalah anaknya sendiri. Anda. Anda yang telah membunuhnya." Vano
menatap tajam Ranaka dengan senyum miring yang terpatri di bibirnya saat melihat pria di
hadapannya mematung.

"Jangan tutup mata kalo anda sendiri yang membunuhnya, tuan Ranaka. Anda yang sedang
mabuk saat itu, dengan tanpa rasa bersalah memukul bunda dengan botol kaca yang masih berisi
sisa minuman ber-alkohol tepat di kepalanya. Bahkan saat itu bunda sudah mengidap penyakit
stroke!" bentak Vano diakhir kalimat.

Arion dan juga Rayland yang menunggu diluar hanya terdiam mendengar perkataan Vano. Arion
menggertakan gigi nya saat mengingat kenangan itu yang masih dan akan terus terukir di
benaknya.

Flasback On.

Kejadian terjadi pada saat Vano, Arion dan juga Ranaka menduduki bangku kelas tiga SMP.
Tanpa kalian tahu, ketiga pria itu pernah bersahabat sejak mereka masih duduk dibangku
sekolah dasar.
Ranaka yang saat itu memang sudah terlanjur terjun ke dalam dunia pergaulan bebas membuat
Vano dan juga Arion angkat tangan karena pria itu sangat sulit diberitahu. Ditambah bunda
nya sudah berpisah dengan ayah Ranaka semenjak pria itu masih balita, membuat Sofia selaku
bunda Ranaka stress karena kelakuan sang anak.

Puncaknya saat hari kelulusan, Ranaka pergi ke sebuah club yang terletak di ibukota bersama
teman-teman bengal nya. Mereka minum minuman ber-alkohol sampai pukul dua pagi. Ranaka
pulang menaiki mobilnya dengan keadaan mabuk, bahkan pria itu masih belum memiliki SIM
saat itu.

Setelah sampai di rumah, dengan langkah sempoyongan Ranaka memasuki rumah minimalis
berlantai dua itu dengan botol kaca berisi minuman ber-alkohol di tangan kanannya. Pria itu
sesekali meneguk minumannya dengan mata terpejam.

"RANAKA!" bentak Sofia saat melihat keadaan Ranaka yang sedang mabuk berat. Wanita paruh
baya itu mengidap penyakit stroke ringan.

"Bunda?"

Sofia sedari tadi menunggu kedatangan sang putra di ruang tamu, tetapi yang ia dapat putranya
pulang dalam keadaan mabuk berat. Emosi yang sudah membara tidak bisa ia tahan saat
melihat Ranaka tertawa senang. Wanita itu berjalan cepat mendekati Ranaka dan melayangkan
sebuah tamparan ke pipi putranya. "RANAKA, SAMPAI KAPAN KAMU AKAN SEPERTI INI
TERUS?!" bentak Sofia.

Ranaka yang memang memiliki sifat tempramental sontak langsung mendorong sang ibunda
sampai terjatuh. Anak itu tertawa sinis, "Sialan, lo berani nampar gue?!" teriak Ranaka dengan
raut khas seseorang yang sedang mabuk berat.

Pria itu melangkah mendekati sang bunda dengan botol kaca yang berada di tangan kanannya.
Ranaka mengayunkan botol kaca itu ke kanan dan ke kiri. Sofia yang melihat itu bergemetar dan
menyeret tubuhnya untuk mundur saat melihat tatapan mematikan milik Ranaka. "Nak, ini
bunda! Jangan macam-macam, Ranaka!"

"Bacot!" umpat Ranaka. Emosi pria itu saat ini sangat tidak stabil dan yang pasti Ranaka tidak
sadar dengan apa yang dilakukannya.

Prang!

Ranaka melayangkan botol kaca itu tepat mengenai bagian atas kepala Sofia tanpa rasa
bersalah sama sekali. Bahkan pria itu tertawa sinis saat melihat darah milik bunda nya
berceceran di ubin lantai yang dingin. "Ra-ranaka." ujar Sofia dengan terbata-bata. Tangannya
yang bergemetar hebat, berusaha untuk menggapai sang putra yang sedang menatapnya.
Ranaka menunduk untuk melihat sang ibunda yang sedang membutuhkan pertolongan darurat.
Namun, pria itu hanya memberikan tatapan datarnya dan melengos begitu saja menuju
kamarnya yang berada di lantai dua.

Dikarenakan terlambat memberikan pertolongan, Sofia meninggal di pagi hari dengan posisi
yang sama seperti malam itu. Vano yang saat pagi hari memang sudah berada di rumah
Ranaka, berlari dengan wajah kalutnya saat melihat tubuh Sofia yang tergeletak tidak berdaya
di ruang tamu dengan darah yang mengotori ubin lantai berwarna putih itu.

"Bunda? Bunda?!" Vano memangku kepala Sofia yang masih berlumuran darah. Bahkan kedua
tangan pria itu terkena cairan darah milik Sofia. Vano menitikkan air mata nya. Pria itu
mengedarkan netranya dan melihat keadaan ruang tamu yang berantakan. Ia melihat serpihan
pecahan botol minuman ber-alkohol yang berserakan di ubin lantai.

"GEOVANO ANDREAS!" bentakan Ranaka dari lantai atas membuat Vano mengalihkan
pandangan.

Ranaka berlari menuju lantai bawah saat melihat tubuh sang ibunda yang sudah terbujur kaku.
"LO! PEMBUNUH!" teriak Ranaka berang.

Dari situ, persahabatan antara Vano, Arion dan juga Ranaka terpecah. Ranaka selalu menuduh
bahwa Vano yang membunuh Sofia, padahal bukti akurat sudah diberikan. Saat memasuki
bangku SMA, Ranaka sudah mulai mendirikan sebuah perkumpulan atau geng yang dikenal
dengan nama Phaidros. Dan semenjak itu pula, Ranaka seolah mengibarkan bendera perang
kepada Arion karena Argos selalu lebih unggul dibandingkan Phaidros.

Flashback Off.

"Bagaimana? Sudah ingat, tuan Ranaka?" tanya Vano.

Ranaka menundukkan kepalanya dengan kedua tangan yang mengepal kuat. "Saya, selalu anda
tuduh bahwa saya yang membunuh bunda. Sedangkan anda! Selalu menutup mata dan hati anda
bahwa anda sendiri yang sudah melakukan perbuatan itu." desis Vano.

Bugh!

Vano memukul rahang Ranaka dengan keras. "Sekarang, silakan hitung berapa nyawa yang
sudah anda hilangkan?"

"Anda benar-benar sudah melewati batas. Saya tidak akan membunuh anda karena saya tidak
ingin membuat putri saya kecewa. Saya pikir dengan membunuh anda saja, itu tidak akan cukup
untuk membalas perbuatan anda selama ini." ujar Vano.

"Anda akan membusuk di penjara seumur hidup. Dengan kejahatan dan bukti-bukti akurat yang
sudah dikumpulkan, sangat mudah untuk memberikan hukum untuk orang seperti anda, tuan
Ranaka. Pembunuhan berencana, KDRT, penggunaan obat-obatan terlarang dan lain-lain. Tentu
saya berharap, pihak pengadilan menempatkan anda di penjara yang bisa
membuat anda merasakan neraka dunia yang sesungguhnya." lanjut Vano sembari tersenyum
miring.

"Saya rasa luka tusukan dari Rayland sudah cukup menyiksa anda. Anda hanya tinggal
menunggu pihak kepolisian mendatangi tempat ini. Jangan berharap anda bisa kabur dan lolos
menggunakan uang, tuan Ranaka." Vano menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri.

"Semua aset warisan yang dimiliki ayah anda sudah diserahkan kepada Alden dan juga sudah
atas nama putra anda. Anda sudah jatuh miskin saat ini. So, enjoy!" Vano memberikan senyum
miringnya lalu pergi meninggalkan penjara bawah tanah sembari memakai kacamata hitamnya
diikuti oleh Rayland di sampingnya.

Ranaka terbaring dengan salah satu lengannya menutupi mata. Arion yang masih berdiam diri,
melangkah mendekati. "Ini ganjaran yang harus anda terima untuk perbuatan anda selama ini.
Selamat menikmati." ujar Arion dengan nada dinginnya.

Ranaka menatap Arion dengan tatapan datarnya, "I know. Go away!" ucap Ranaka dengan cuek.

Arion mengedikkan bahunya dan melangkah meninggalkan Ranaka yang sedang merenung.
Entah hal apa yang sedang direnungkan oleh pria paruh baya itu.

•••
"Sweetheart, what are you doing hm?" Rayland berlari kecil menghampiri Anin yang sedang
bersandar di ranjang dengan sebuah kertas dipangkuannya dan sebuah pensil yang menari-nari
diatas kertas itu.

"Drawing." ujar Anin pelan dengan tatapan fokus mengerjakan gambarannya.

Rayland yang sedang duduk di pinggir ranjang tersenyum kecil lalu mencium singkat surai milik
Anin. "Kamu lapar?" tanya Ray.

Anin berhenti sejenak dari kegiatan menggambarnya, "Sedikit." ucap Anin.

Rayland menganggukkan kepalanya lalu menelfon salah satu restoran cepat saji favorite Anin.
"You can go home next week, sweetheart." ujar Ray setelah selesai dengan kegiatan memesan
makanannya.

Anin mengangguk pelan dan beralih menatap Rayland yang sedang mempersiapkan obat-obatan
milik Anin. "Ray, sebentar lagi kan kamu ulang tahun, is there a gift you want from me?" tanya
Anin sambil meletakkan hasil gambarnya di samping bantal tidur.

Rayland berhenti sejenak dari kegiatannya lalu menatap Anin sembari tersenyum. "You've
opened your eyes, that's enough for me."
Anin memutarkan bola matanya malas sembari tertawa kecil, "Ya, ya i know. Tapi sebenarnya,
aku udah nyiapin hadiah buat kamu."

Rayland melangkah menuju Anin dan duduk di pinggir ranjang. "Hadiah apa?" tanya Rayland
penasaran dengan suara beratnya.

"Ya kalo aku kasih tau sekarang namanya bukan surprise dong, Ray." Anin memberikan tatapan
datarnya yang dibalas tawa gemas oleh Rayland.

"So cute." Rayland menerjang Anin dengan pelukan erat. Pemuda itu menggerakkan pelan tubuh
Anin ke kanan dan kiri. Sesekali Ray meniupi telinga Anin sampai membuat gadis itu tertawa
karena geli.

Beberapa menit kemudian, makanan yang sempat tadi di pesan oleh Rayland akhirnya sudah
datang. Pemuda itu mengeluarkan beberapa makanan itu dari dalam plastik lalu menatanya di
atas yang terletak di tengah ruangan. Ia mempersiapkan makanan milik Anin terlebih dahulu.

"Aku bisa sendiri Ray." ucap Anin spontan saat Rayland sudah mengambil alih sendoknya.

Rayland menggeleng, "Aku suapin, ak." Anin membuka mulutnya lalu menerima suapan dari
Rayland.

"Kamu enggak makan? Satu berdua aja sama aku ya?" tanya Anin sambil mengunyah
makanannya.

"Aku udah kenyang, ini kamu aja yang makan. Kamu harus makan yang banyak, biar berat
badan kamu sama kayak dulu. Kalau pun lebih dari itu juga gak apa." ujar Ray sambil
menyingkirkan sebutir nasi yang berada di ujung bibir Anin.

Anin setidaknya hampir kehilangan sepuluh kilogram berat badannya dan Rayland tidak dengan
suka hal itu. Ia ingin Anin kembali lebih berisi dan lebih segar seperti dulu. Maka dari itu, ia
selalu memaksa Anin untuk makan yang banyak. Bahkan, Rayland yang saat ini sedang
menggenggam tangan Anin dapat merasakan bahwa tangan gadisnya semakin kurus dibanding
sebelum kejadian penembakan itu terjadi.

"Please, stay healthy sweetheart. Ich liebe dich." ucap Rayland dengan fasih. Pemuda itu
meletakkan dagunya di bahu Anin dengan mata yang terpejam.

Anin tersenyum kecil, tangan gadis itu bergerak untuk mengelus rambut tebal berwarna hitam
milik Rayland. Ia membisikkan kalimat pembalas, "Ich liebe dich auch." bisiknya.

•••
TBC! Gimana part ini? suka nggak? semoga suka ya kalian🤍

Mungkin para pembacaku ada beberapa atau mungkin banyak yang ga terima kalau
Ranaka hanya disiksa dengan pukulan oleh Vano. Tapi disini aku juga pengen realistis,
karena enggak semua hal harus kita lakukan sendiri. Enggak semua hal harus diselesaikan
dengan cara bunuh-bunuhan kok. Hope u guys understand ya🤍

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga sosial media kalian ya🤍 Kalaupun ada
yang membuat video tiktok tentang ceritaku, aku sangat berterima kasih sekali🤍

Spam next here👉🏻

Jangan lupa untuk follow ig author @/gekdindaa._

See u next chapter, readers🤍

EPILOG
Hallo! Akhirnya kita sampai di Epilog🥺
Sebenarnya masih ada beberapa bagian yang belum aku tuntaskan untuk di wattpad.
Cuma i'll do my best for you all.

Jangan lupa buat nabung kalau kalian pengen meluk daddy Vano eh maksudnya RAYAN
dalam bentuk fisik!😎

Jangan lupa buat follow ig author


@/gekdindaa._ supaya kalian nggak ketinggalan tentang info terbit nanti. Masih ada
waktu yang banyak kok untuk nabung🤍

Ingat vote dan juga comment❤️

Happy reading.
•••
Six months later.

"Geng udah bau bawang, sok-sokan ngajak war lagi." dumel Athan saat melihat pesan yang ia
dapat dari sebuah geng yang baru saja terbentuk.

"Tolak aja lah! Lo kira kita semua bakalan sudi nerima tawaran war bareng kelompok yang gak
seimbang sama kekuatan Argos? Yang ada mereka pipis duluan kalo ngeliat Rayland secara
langsung." ucap Alex sambil melempar kulit kacangnya sembarangan.

Rayland yang sedang duduk di sofa, hanya menoleh kebelakang sekilas saat mendengar namanya
disebut. Pemuda itu lanjut memperhatikan Anin yang sedang bermain game di ponselnya sambil
menyandarkan kepalanya di dada bidang Ray. Sesekali ia meletakkan hidung mancungnya di
surai milik Anin dan mencubit kedua pipi gadis itu.

Mereka saat ini sedang berada di ruang tamu markas. Mumpung sedang weekend, mereka lebih
memilih menghabiskan waktu di markas. Kebetulan sore nanti seluruh anggota akan datang
karena Rayland mengadakan acara bakar-bakaran rutin untuk mempererat tali persaudaraan dan
solidaritas mereka.

"Bersihin." tekan Leo.

"Entaran-" Alex kembali mengunyah kacangnya.

"Bersihin, Alex." Alex sudah merasakan hawa yang tidak mengenakkan dari nada suara Leo.
Pemuda itu sontak bangkit lalu memungut satu-persatu kulit kacang yang ia lempar tadi.

"Luka di perut kamu masih sering nyeri?" tanya Ray penuh perhatian.

"Udah nggak kok. Aman." jawab Anin sambil mendongakan wajahnya menatap rahang tegas
milik Rayland.

"Ngomong-ngomong, anggota yang lain kamu bolehin buat bawa pacarnya gak nanti?" tanya
Anin.

Rayland menganggukkan kepalanya, "Boleh, biar kamu ada temennya." pemuda itu
menumpukan pipi kirinya di atas kepala Anin.

Anin tersenyum senang, gadis itu benar-benar tidak sabar untuk berbaur dengan orang baru. Ray
membuat dirinya dari yang introvert menjadi berani untuk berteman dengan banyak orang. Ia
jadi tau, bahwa berbaur dengan lingkungan sekitar itu amat penting untuk kehidupan kita
kedepannya. Karena di masa depan, kita akan memasuki lingkaran yang lebih luas dibanding
saat ini.

•••

"ALEX NGIPASNYA JANGAN KENCENG-KENCENG OGEB! MUKA GUE KENA


ASAPNYA!" Athan menutup kedua telingan saat mendengar suara emas milik Bara.

"BARAANJING TELINGA GUE BISA BUDEK HIH!" Athan menampar pelan bibir Bara
dengan telapak tangannya.

"JAY JANGAN DI LECEKIN UANGNYA! GUE UDAH CAPEK NYETRIKA DARI JAM
DUA BELAS MALEM!" teriak Ali sambil menuangkan minuman soda di setiap gelas yang
sudah tertata rapi di meja panjang.

"MAAF GUE SENGAJA!" teriak Jay dari kejauhan.

Ray menghela nafas pelan melihat keadaan halaman belakang yang sangat crowded. Pemuda itu
mengalihkan pandangannya ke dapur outdoor yang terletak di halaman belakang markas.
Terlihat Anin dan beberapa gadis yang sedang sibuk membuat bermacam-macam jenis camilan
disana.
"Gue bawa dulu kesana brownies nya ya." ujar Anin kepada gadis disampingnya.

"Eh iya bawa aja dulu! Ini biar gue yang lanjutin gapapa kok." ucap Aila, pacar dari Gama yang
merupakan salah satu anggota Argos.

"Thank you ya La, gue kesana dulu." Anin keluar dari dapur sambil membawa piring berbentuk
persegi panjang yang berisi brownies diatasnya.

Rayland yang melihat itu akhirnya memutuskan untuk menghampiri gadisnya. "Hai! Kamu mau
nyoba? kebetulan ini udah di potong." tanya Anin.

"Kamu yang buat?" tanya Ray dengan menatap lurus manik biru laut milik Anin.

Anin mengangguk cepat, "Iya dong! Wanna try?"

Rayland mengambil alih piring yang dibawa Anin, "Ambilin satu potong." pemuda itu menjadi
yang pertama dalam mencoba brownies buat Anin. Ia harus menjadi yang pertama.

Anin menatap Ray dengan tidak percaya. Namun tak urung gadis itu mengikuti omongan
Rayland. "Nih, buka mulutnya."

Rayland mengunyah potongan brownies itu dengan pelan, seolah ingin menikmati setiap
kunyahan dari suapan gadisnya.

"Enak, banget." Anin tersenyum senang mendengarnya.

"Serius? Bagus deh, kalau gitu bawa ke meja ya. Biar yang lain ikutan nyoba." ucap Anin.

Ray menggamit lengan Anin dan membawa gadis itu bersamanya. Sebentar lagi acara makan
akan segera dimulai. "Stay here sweetheart, i'll be back soon okay?" Anin yang sudah duduk
diatas rumput menganggukkan kepalanya.

Beberapa saat kemudian, pemuda itu datamg dengan ikat rambut hitam yang berada di
genggamannya. "Sini deketan." Anin menggeserkan tubuhnya mendekati Rayland.

Posisi gadis itu saat ini sedang membelakangi Ray dan membiarkan pemuda itu menuangkan
ilmu yang sudah ia pelajari di rambut miliknya.

"Selesai!" ujar Ray dengan nada puasnya.

Anin mengambil ponselnya lalu mencari aplikasi kamera untuk melihat hasil karya milik Ray.
Gadis itu tertawa kecil, "Kamu ini gimana coba. Ini rambut aku masih ada yang belum ke ikat
Ray." Anin menggelengkan kepalanya sambil memperbaiki tatanan rambutnya.

"Nah gini yang bener. Gimana?"


"As usual, pretty." pemuda itu tersenyum tipis sambil menyingkirkan beberapa anak rambut yang
menutupi kening Anin.

"MAKANAN SUDAH SIAP!" teriak Athan di pojok taman.

Mereka semua berbaris sesuai dengan ajaran yang selalu berlaku di dalam Argos. Setelah
semuanya mendapatkan bagian masing-masing, mereka duduk melingkar di atas rerumputan.
Seperti biasa, Rayland selalu membawa gelas berisi cocktails untuk bersulang.

"Finally we're all here! Terima kasih buat kalian yang sudah meluangkan waktu untuk datang ke
acara rutin kita. Kalian pasti sudah tau apa makna dari acara ini. Selamat bersenang-senang
malam ini! Argos always build solidarity, now and forever! Cheers!" Rayland mengangkat gelas
berisi cocktails nya diikuti dengan yang lain.

"CHEERS WUHUUU!"

Rayland meneguk minumannya lalu menoleh menatap gadis yang berada disampingnya.
"Sweetheart, you have decided to enter into my circle of life and you will not be able to leave,
forever." bisik Rayland dengan wajah yang hanya berjarak sejengkal dari wajah Anin.

"I know it, love." jawab Anin dengan manik birunya yang menatap lembut kedua netra cokelat
milik kekasihnya.

Rayland yang melihat itu, spontan memeluk gadisnya dengan erat seolah tidak akan
melepaskannya. "No need to say love sentences, because you already feel how I feel."

END.

•••
Akhirnya cerita pertamaku selesai AAAAAAAAA😭

RATE CERITA INI DARI 1-10😎

Jangan lupa share kesan atau amanat yang kalian dapat selama baca cerita ini 👉🏻

Kalian bakalan bisa meluk RAYAN dalam bentuk fisik nanti❤️

Di novel akan aku rombak atau ubah di beberapa part. Aku juga baru sadar kalau aku
belum pernah masukin tokoh pemimpin Argos sebelum angkatan Rayland😩 Jadi di novel
nanti akan ada tokoh baru, penulisan lebih rapi, alurnya yang mungkin akan aku ubah
(masih belum tau banyak atau sedikit) dan juga extra part!

Extra part di novel, sesuai permintaan kalian aku bakalan masukin more romantic scene
Anin dan juga Rayland + kehidupan keluarga daddy Vano saat masih ada mommy
Olivia😎 Jadi kalian bisa lihat nanti seberapa bucin si Vano sama istrinya xixiixi🤍 Buat
kalian yang tertarik jangan lupa untuk nabung, masih banyak kok waktunya🤍
Maaf EPILOG nya tidak sesuai dengan keinginan kalian. Banyak kalian yang minta untuk
ada part nikah, but aku gak bakalan masukin part itu huhu😭 Karena cerita ini tentang
anak SMA aku tidak ingin mengubah vibesnya🤍

Perkiraan cerita ini akan terbit tahun depan! Jangan dihapus dulu dari perpustakaan
kalian ya, supaya kalian ga ketinggalan tentang info terbit nanti. Atau mungkin bisa kalian
baca ulang nanti hehehe.

Dan khusus part Rayland ulang tahun, aku akan masukan ke dalam novel yah🤍

Jangan lupa buat share cerita ini ke teman dan juga seluruh sosmed kalian ya🤍

Terima kasih sudah menemani perjalanan cerita pertamaku dari awal sampai akhir,
readers tersayang🤍

Sampai jumpa di karyaku selanjutnya🤍

Salam sayang dariku,


Dinda Prabha.

Anda mungkin juga menyukai