Anda di halaman 1dari 10

Pengembangan Modul Intervensi untuk Meningkatkan

Resiliensi pada Individu yang Mengalami Perubahan


Fisik Menjadi Penyandang Disabilitas
Wiwin Hendriani
Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fak. Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya

Abstract
This study aimed to follow up the previous research findings in developing an intervention module to
be used as a guide to improve the resilience of individuals who experience physical changes of being
an disabled individual. Researcher compiled and elaborated the initial implementation plan
recommended by previous research to be more systematic and operational. The method used was
action research stage, although the process was only conducted until in the third step. Participants
consisted of eight individuals who experienced physical changes to be individuals with disability.
Besides the participants, four psychologists were involved as module reviewers. A module package of
interventions to improve resilience resulted from this research consisted of two main steps; (1)
strengthening protective factors; and (2) developing coping and adaptation strategies. Those steps
then divided into 5 sub-modules that were designed to facilitate its implementation; (1)
strengthening family support to person with disabilities; (2) initial assitance of person with
disabilities; (3) further intervention 1 (strengthening internal protective factors); (4) further
intervention 2 (developing coping strategies); and (5) further intervention 3 (developing positive
adaptation).
Key words: disability, intervention module, resilience

Abstrak.
Penelitian ini bertujuan untuk menindaklanjuti temuan sebelumnya dengan mengembangkan
modul intervensi secara terperinci, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai panduan dalam
membantu meningkatkan resiliensi individu yang mengalami perubahan kondisi fisik menjadi
penyandang disabilitas. Penulis menyusun serta merinci rancangan implementasi awal yang
direkomendasikan oleh penelitian sebelumnya kedalam langkah-langkah yang lebih sistematis dan
operasional hingga memperoleh hasil akhir berupa modul. Metode yang digunakan berbasis
tahapan riset aksi, meskipun proses yang dilakukan hanya sampai pada langkah ketiga, yaitu
perumusan solusi dari persoalan yang diangkat. Partisipan terdiri dari delapan individu yang
mengalami perubahan kondisi menjadi penyandang disabilitas. Selain partisipan, empat orang
psikolog juga dilibatkan dalam penelitian ini sebagai penelaah modul. Hasil penelitian ini berupa
sebuah paket modul intervensi untuk peningkatan resiliensi melalui penguatan faktor protektif serta
pengembangan strategi koping dan adaptasi pada individu yang mengalami perubahan kondisi fisik
menjadi penyandang disabilitas. Paket modul tersebut terdiri dari 5 sub-modul yang telah disusun
sedemikian rupa untuk memudahkan pelaksanaannya, terdiri dari modul: (1) memperkuat
dukungan keluarga terhadap penyandang disabilitas; (2) pendampingan awal penyandang
disabilitas; (3) intervensi lanjut 1 (penguatan faktor protektif internal); (4) intervensi lanjut 2
(pengembangan strategi koping); dan (5) intervensi lanjut 3 (langkah adaptasi positif).
Kata Kunci: modul intervensi, penyandang disabilitas, resiliensi

Korespondensi: Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Jln. Airlangga 4-6 Surabaya, telp. (031) 5032770, e-mail: wiwin.hendriani@psikologi.unair.ac.id

66 INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016


Wiwin Hendriani

PENDAHULUAN setidaknya oleh beberapa sumber, yakni WHO


dan Kemenkes. WHO melakukan quick survey
Disabilitas yang terjadi secara tiba-tiba,
pada tahun 1979 dan menyimpulkan bahwa
tidak sejak lahir atau saat fase awal masa
prevalensi disabilitas di Indonesia mencapai
perkembangan akan memberikan dampak
3.11%, dan diasumsikan masih akan terus
psikologis yang cukup besar bagi individu.
bertambah pada tahun-tahun berikutnya.
Disabilitas yang terjadi secara mendadak dapat
WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2004,
mengancam identitas, sehingga tidak sedikit
populasi penyandang disabilitas mencapai 10%
yang kemudian merasakan kesulitan untuk
dari total seluruh penduduk Indonesia
menjalani hidup seperti waktu-waktu
("Penyandang Cacat Juga Anak Bangsa," 2008).
sebelumnya (Tarsidi, 2008). Tekanan psikologis
Sementara menurut Survei Kesehatan Rumah
semacam ini terjadi tidak lain karena individu
Tangga Departemen Kesehatan tahun 2001,
yang mengalaminya dihadapkan pada
prevalensi disabilitas di Indonesia sudah
serangkaian perubahan yang signif ikan dalam
mencapai 3.9% dari jumlah penduduk (Kasim,
hidup, baik dalam hubungan keluarga, relasi
2007).
sosial, maupun dalam menjalankan berbagai
Akan tetapi yang menjadi persoalan
macam peran di masyarakat. Selain itu, beban
kemudian, ketersediaan panduan untuk
pun bertambah manakala individu menyadari
melaksanakan intervensi peningkatan resiliensi
bahwa respon lingkungan masih kurang
tersebut rupanya juga masih belum sejalan
menerima keberadaan penyandang disabilitas.
dengan kebutuhannya. Hingga saat ini belum
Mengingat fakta telah menunjukkan
terdapat modul yang secara khusus dapat
banyaknya individu yang tidak mampu
digunakan untuk memandu proses intervensi
mengatasi beratnya problem psikologis dalam
peningkatan resiliensi pada individu yang
perubahan kondisi menjadi penyandang
mengalami perubahan kondisi f isik menjadi
disabilitas (Tarsidi, 2008; Inoy, 2012; Utomo,
penyandang disabilitas. Namun demikian telah
2012; Yudistia, 2011; Ferrasta, 2010), maka
terdapat penelitian yang secara rinci
membantu individu yang berada pada situasi ini
menguraikan proses seseorang mencapai
agar mampu bangkit dari keterpurukan menjadi
resiliensi dalam perubahan kondisi f isiknya
hal yang sangat penting untuk diupayakan.
menjadi penyandang disabilitas. Penelitian
Intervensi untuk mengoptimalkan resiliensi
yang dilakukan oleh Hendriani (2013) tersebut
menjadi sangat dibutuhkan dan tidak kalah
telah melengkapi hasilnya dengan saran
penting dari berbagai program rehabilitasi
rekomendasi yang dapat digunakan sebagai
disabilitas yang lain. Hal ini karena pemulihan
petunjuk dalam penyusunan modul intervensi
psikologis juga akan berperan besar terhadap
peningkatan resiliensi pada individu dalam
kondisi kesehatan individu selanjutnya.
konteks persoalan yang sama.
Resiliensi akan memungkinkan individu
Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan
mampu memunculkan respon perilaku adaptif
untuk menindaklanjuti penelitian Hendriani
terhadap kondisi yang baru dan menjalani
(2013) dalam mengembangkan modul
hidup sebagai penyandang disabilitas dengan
intervensi secara terperinci, yang selanjutnya
tetap optimis dan produktif.
dapat digunakan sebagai panduan dalam
Kebutuhan intervensi untuk
membantu meningkatkan resiliensi individu
meningkatkan resiliensi ini semakin mendesak
yang mengalami perubahan kondisi f isik
karena angka kejadian disabilitas yang
menjadi penyandang disabilitas.
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Data
prevalensi penyandang disabilitas telah dirilis

INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016 67


Pengembangan Modul Intervensi untuk Meningkatkan Resiliensi pada Individu yang Mengalami Perubahan Fisik ...

RESILIENSI DAN PROSES yang signif ikan. Penelitian Hendriani (2013)


PENCAPAIANNYA memperjelas simpulan tersebut dengan
merumuskan proses dinamis yang dimaksud
Lazarus (1993 dalam Tugade & Fredricson,
dengan menggunakan strategi grounded theory.
2004) mendef inisikan resiliensi psikologis
Proses resiliensi dalam penelitian Hendriani
sebagai koping efektif dan adaptasi positif
(2013) diteliti dalam konteks perubahan kondisi
terhadap kesulitan dan tekanan. Sementara
menjadi penyandang disabilitas.
menurut Richardson (2002), resiliensi adalah
Kerangka teoretis yang telah dirumuskan
proses koping terhadap stresor, kesulitan,
oleh Hendriani (2013) menjelaskan bahwa
p e r u b a h a n , m a u p u n ta n ta n g a n ya n g
proses resiliensi terhadap perubahan kondisi
dipengaruhi oleh faktor protektif. Resiliensi
f isik menjadi penyandang disabilitas
psikologis ini akan mencerminkan bagaimana
berlangsung dalam empat fase yaitu fase stres,
kekuatan dan ketangguhan yang ada dalam diri
fase rekonstruksi diri, fase penguatan, dan fase
seseorang. Resiliensi psikologis ditandai dengan
resilien. Sebagai fase kunci dalam proses
kemampuan untuk bangkit dari pengalaman
resiliensi, fase rekonstruksi diri ditandai oleh
emosional yang negatif. Seorang yang resilien
adanya koping dan adaptasi positif yang mampu
akan berusaha untuk menghadapi dan
dilakukan oleh individu. Koping dan adaptasi
kemudian bangkit dari berbagai kondisi stres
ini ditentukan oleh sejumlah faktor protektif,
dengan kemampuan yang dimiliki (Block &
baik internal maupun eksternal yang berperan
Kremen, 1996 dalam Tugade & Fredricson,
memperkuat kondisi psikologis individu dalam
2004).
menghadapi stresor maupun mengurangi efek
Resiliensi bukan trait yang bersifat statis
negatif dari faktor risiko. Mengingat dalam
(Cicchetti & Toth, 1998 dalam Kalil, 2003), yang
perjalanan hidup individu berbagai persoalan
dimiliki oleh seseorang sejak lahir, atau secara
terkait kondisi f isiknya sebagai penyandang
otomatis bertahan dalam diri seseorang setelah
disabilitas datang silih berganti dan kadang
sekali ia berhasil mencapainya (Meichenbaum,
terus berulang, maka fase-fase dalam proses
2008). Resiliensi merupakan proses dinamis
resiliensi tersebut berlangsung secara sirkuler.
yang mencakup adaptasi positif dalam konteks
situasi yang sulit, mengandung bahaya maupun
hambatan yang signif ikan, yang dapat berubah Pada fase pertama, yaitu stres, berlangsung
sejalan dengan waktu dan lingkungan yang selama kurang lebih satu tahun setelah
berbeda (Luthar dkk., 2000; Cicchetti & Toth, terjadinya disabilitas, meskipun secara spesif ik
1998, dalam Kalil, 2003). Resiliensi adalah proses lama waktu tersebut berbeda-beda antar
interaktif kompleks yang melibatkan berbagai i n d i v i d u . Fa s e i n i d i t a n d a i d e n g a n
karakteristik individu, keluarga, maupun meningkatnya emosi negatif sebagai kelanjutan
lingkungan masyarakat yang lebih luas dari tekanan yang sudah mulai tampak pada fase
(Meichenbaum, 2008). pertama. Tekanan pada individu disebabkan
Berdasarkan penjelasan teoritik tersebut, oleh tiga kelompok stresor, yaitu: karakteristik
disimpulkan bahwa resiliensi merupakan disabilitas, kebutuhan hidup, dan sikap negatif
sebuah proses dinamis yang melibatkan peran masyarakat terhadap penyandang disabilitas.
berbagai faktor individual maupun sosial, yang Stres individu diikuti oleh sejumlah respon, baik
mencerminkan kekuatan dan ketangguhan yang bersifat f isiologis maupun psikologis.
seseorang untuk bangkit dari pengalaman Kemudian fase kedua merupakan saat
emosional negatif, saat menghadapi situasi sulit individu bangkit menyesuaikan diri dengan
yang menekan atau mengandung hambatan kondisi baru dan merekonstruksi kembali

68 INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016


Wiwin Hendriani

Gambar 1. Proses Resiliensi Individu dalam Perubahan Kondisi Fisik


Menjadi Penyandang Disabilitas (Hendriani, 2013)

berbagai pemikiran negatif terhadap situasi psikologis, keberadaan sumber inspirasi,


yang dihadapi menjadi pemahaman baru yang kemauan belajar, kesadaran akan tanggung
lebih positif. Individu bergerak meninggalkan jawab, dan fasilitas umum yang tersedia untuk
situasi yang sebelumnya banyak didominasi penyandang disabilitas. Adapun strategi dari
oleh emosi negatif, menuju kondisi psikologis individu yang menghadapi tekanan terkait
yang lebih tenang dan bersemangat untuk perubahan kondisinya menjadi penyandang
melanjutkan hidup. Faktor yang berperan pada disabilitas terdiri dari dua proses, yaitu koping
fase ini adalah faktor risiko dan faktor protektif. dan adaptasi.
Keduanya berpengaruh terhadap strategi dalam Koping individu mencakup langkah-
menghadapi tekanan yang dirasakan. Antara langkah: Memberikan makna positif terhadap
faktor risiko dengan faktor protektif dalam ke j a d i a n y a n g t i d a k m e n ye n a n g k a n ,
penelitian ini merupakan konstruk-konstruk memotivasi dan meyakinkan diri untuk mampu
yang sama namun berada pada titik ekstrem menjalani hidup dan tetap beraktivitas dengan
yang berlawanan. Faktor risiko berada pada baik, mencari alasan penguat untuk lebih
ekstrem negatif, sedangkan faktor protektif banyak bersyukur, dan bersikap realistis.
berada pada ekstrem positif. Sementara proses adaptasi yang teridentif ikasi
Faktor risiko dan faktor protektif tersebut dalam penelitian ini terdiri dari langkah;
mencakup; dukungan keluarga, kesadaran akan mengubah persepsi negatif menjadi sesuatu
dukungan sosial, religiusitas, intervensi yang lebih positif, mencari cara baru untuk

INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016 69


Pengembangan Modul Intervensi untuk Meningkatkan Resiliensi pada Individu yang Mengalami Perubahan Fisik ...

melakukan aktivitas, mengembangkan mereka menjadi penyandang disabilitas.


komunitas sosial terutama dengan sesama Greenwood dan Levin (2007) menjelaskan
penyandang disabilitas, serta meningkatkan bahwa riset aksi memiliki tiga elemen utama.
penghargaan terhadap diri sendiri. Elemen pertama, yakni aksi, menyatakan suatu
Kemudian fase ketiga, penguatan, ditandai tindakan yang ditujukan untuk mengubah
oleh menguatnya kepercayaan diri individu kelompok atau organisasi tertentu menjadi ke
dengan kondisi dan identitas yang baru sebagai dalam kondisi yang lebih membebaskan. Aksi
seorang penyandang disabilitas. Individu pembebasan ini bisa dimaknai beragam; makna
menunjukkan lebih banyak emosi positif, yang sejalan dengan penelitian ini adalah
semakin meminimalkan respon emosi negatif, pembebasan melalui peningkatan kesadaran
serta memfokuskan waktu untuk melakukan diri penyandang disabilitas, yang mana dengan
aktivitas yang produktif. Strategi koping dan mencapai resiliensi, para penyandang
adaptasi yang sudah mulai dilakukan pada fase disabilitas diharapkan dapat memandang diri
penyesuaian semakin diperkuat selama fase ini. mereka lebih lebih positif, dan tentunya
Fase terakhir atau keempaat ditandai oleh kontributif, bukan sebagai kelompok yang
kondisi psikologis individu yang stabil dan disisihkan dalam masyarakat. Elemen kedua
karakteristik perilaku resilien, antara lain; adalah elemen riset; usaha mencapai kondisi
mampu sepenuhnya menerima diri sebagai yang lebih membebaskan dicapai melalui
seorang penyandang disabilitas, semakin baik serangkaian proses penelitian. Elemen ketiga
dalam mengelola emosi, munculnya kepekaan adalah partisipasi. Melibatkan partisipan dalam
sosial, adanya berbagai respon positif terhadap penelitian sebagai rekan peneliti, bukan
situasi negatif berikutnya, serta semangat dan semata-mata partisipan merupakan ciri khas
usaha keras untuk tetap produktif berkarya. riset aksi. Peneliti bekerja bersama-sama
dengan partisipan untuk mendef inisikan
masalah yang terjadi, merumuskan solusi,
METODE mengimplementasikan solusi tersebut, serta
Penelitian ini menerapkan tahapan riset meref leksikan kembali aksi yang telah
aksi (action research) dalam merumuskan suatu dilakukan.
model inter vensi untuk membantu Secara konseptual, model riset aksi
meningkatkan koping efektif dan adaptasi digambarkan Greenwood dan Levin (2007)
positif individu terhadap perubahan f isik sebagai berikut:

Gambar 2. Model Riset Aksi Kogeneratif (Greenwood & Levin, 2007)

70 INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016


Wiwin Hendriani

Proses riset aksi sebagaimana dijelaskan operasional hingga memperoleh luaran berupa
oleh Greenwood dan Levin (2007) dalam bagan modul. Modul ini kemudian diulas oleh empat
di atas memiliki beberapa tahapan: (1) Refleksi orang psikolog, yakni psikolog klinis, psikolog
menjadi tahap awal di mana peneliti mengamati pendidikan, psikolog perkembangan, dan
fenomena sosial dalam masyarakat; (2) Tahap psikolog sosial untuk memperoleh masukan
pendef inisian masalah. Ciri khas riset aksi di dari berbagai sudut pandang.

I. IV.
Tahap Refleksi Tahap Aksi

II. III.
Tahap Pendefinisian Tahap Perumusan
Masalah Solusi

Gambar 3. Model Riset Aksi, Adaptasi dari Greenwood dan Levin (2007)

sini adalah peneliti mengajak kelompok HASIL PENELITIAN


partisipan untuk mendef inisikan masalah yang Beberapa catatan penting yang mendasari
dihadapi bersama-sama dengan sedetil rumusan awal proses intervensi yang kemudian
mungkin melalui penggalian data dalam dikembangkan menjadi modul dalam
kelompok tersebut; (3) Tahap ketiga adalah penelitian ini adalah pertama, temuan tentang
merumuskan solusi bersama kelompok faktor protektif, strategi koping dan adaptasi
partisipan. Kembali, ciri khas riset aksi adalah merupakan dasar dari intervensi yang dapat
solusi yang dirumuskan bukanlah solusi yang diberikan untuk membantu pencapaian
didominasi oleh peneliti, namun merupakan resiliensi. Kedua, tahapan intervensi perlu
hasil belajar bersama dengan kelompok disusun dengan mengacu pada fase-fase dalam
partisipan; dan (4) Tahap keempat adalah proses resiliensi, khususnya fase kedua sampai
pengujian solusi tersebut melalui implementasi dengan keempat. Ketiga, intervensi yang
atau aksi, yang dilanjutkan dengan melakukan ditujukan untuk meredakan tekanan emsosi
evaluasi dari solusi yang telah dicoba untuk pasca perubahan kondisi menjadi penyandang
diterapkan. disabilitas perlu untuk dilakukan terlebih
Atas dasar proses yang sedemikian dahulu sebelum intervensi lain. Hal ini
panjang, penelitian ini pada akhirnya hanya mengingat semakin awal tekanan dapat
mampu mencakup tiga tahapan riset aksi yang diredakan, semakin dini emosi-emosi negatif
telah dijelaskan Greenwood dan Levin (2007) dapat dinetralisir, maka semakin cepat pula
terlebih dahulu. Tahap pertama dan kedua individu bangkit dan melakukan penyesuaian
dilaksanakan dengan melibatkan 8 orang terhadap kondisinya yang baru. Dalam
partisipan penyandang disabilitas. Sementara intervensi awal ini, akan lebih baik apabila
pada tahap ketiga, peneliti menyusun serta kepada individu dapat dilatihkan teknik-teknik
memperinci rancangan implementasi awal tertentu untuk meredakan emosi yang dapat
model intervensi yang dimaksud ke dalam diterapkan secara mandiri di luar waktu
langkah-langkah yang lebih sistematis dan intervensi.

INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016 71


Pengembangan Modul Intervensi untuk Meningkatkan Resiliensi pada Individu yang Mengalami Perubahan Fisik ...

Keempat, berdasarkan pengalaman sebagai penyandang disabilitas yang baru.


partisipan penelitian, pendampingan psikologis Kelima, dalam proses intervensi, aktivitas
yang hanya dilakukan dengan konseling tertentu dapat disusun untuk sekaligus
bersama psikolog atau sukarelawan yang tidak memfasilitasi pengembangan beberapa faktor
memiliki pengalaman disabilitas akan rentan protektif yang sejalan, sehingga proses menjadi
untuk mengalami penolakan. Individu akan lebih ef isien.
cenderung resisten terhadap masukan yang Lebih lanjut, rumusan awal proses
diberikan, menganggap bahwa psikolog atau intervensi untuk meningkatkan resiliensi
sukarelawan hanya berbicara teoretis, dan difokuskan pada dua tujuan, yaitu memperkuat
mudah memberikan nasihat karena tidak faktor protektif dan memberikan gambaran
mengalami sendiri kejadian yang dirasakan oleh tentang strategi koping yang efektif dan
individu. Hal ini akan berbeda jika proses adaptasi positif yang dapat dilakukan untuk
pendampingan dapat dilakukan dengan mengatasi tekanan dalam mencapai resiliensi.
melibatkan penyandang disabilitas lain sebagai Sasaran implementasi adalah individu
pendamping atau sosok yang diharapkan penyandang disabilitas dan keluarga sebagai
mampu memberikan inspirasi pada individu lingkungan terdekat. Pemetaan pokok aktivitas
yang sedang berusaha menyesuaikan diri intervensi kemudian dituangkan pada tabel 1.
Tabel 1. Pemetaan Pokok-Pokok Aktivitas
dalam Model Intervensi Peningkatan Resiliensi
Temuan Hendriani
Tujuan Pokok-Pokok Aktivitas (2013) yang
Mendasari
Optimalisasi dukungan Faktor protektif
sosial eksternal tentang
dukungan sosial
Penguatan faktor Faktor Protektif
protektif eksternal eksternal tentang
Pendampingan awal intervensi psikologis;
untuk reduksi stres Faktor protektif
internal tentang
religiusitas
Memperkuat Faktor Faktor protektif
protektif internal tentang
kemauan belajar,
kesadaran akan
Penguatan faktor Pendampingan lanjutan dukungan sosial, dan
protektif internal kesadaran akan
identitas diri; Faktor
protektif eksternal
tentang keberadaan
sumber inspirasi
Membangun makna positif Strategi koping 1
Latihan koping efektif Memotivasi diri Strategi koping 2
Mengembangkan Refleksi diri Strategi koping 3
Koping dan Berpikir realistis Strategi koping 4
Adaptasi yang Mengubah persepsi negatif Langkah adaptasi 1
Positif Latihan adaptasi positif Penyesuaian aktivitas Langkah adaptasi 2
Mengembangkan Langkah adaptasi 3
komunitas sosial
Penghargaan diri Langkah adaptasi 4

72 INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016


Wiwin Hendriani

Sejalan dengan proses resiliensi yang telah (relaksasi, meditasi dan sebagainya). Kedua
dirumuskan dalam penelitian Hendriani (2013), aktivitas tersebut disarankan untuk dapat
tahap intervensi untuk memperkuat faktor dilaksanakan secara simultan, dalam waktu
protektif dirancang untuk dilaksanakan lebih yang bersamaan.
dahulu, sebelum tahap pengembangan koping Penguatan faktor protektif eksternal akan
dan adaptasi. Penguatan faktor protektif terbagi diikuti oleh penguatan faktor protektif internal
dalam dua langkah, yaitu penguatan faktor yang berisi langkah-langkah pendampingan
protektif eksternal dan penguatan faktor lanjut. Pendampingan lanjut ditujukan untuk
protektif internal. meningkatkan kemauan belajar individu,
Penguatan faktor protektif eksternal kesadaran akan dukungan sosial, dan
diberikan lebih awal terkait dengan penyiapan kesadarannya terhadap tanggung jawab yang
keluarga sebagai lingkungan pendukung utama masih dimiliki. Pada tahap ini penting untuk
dalam proses resiliensi individu, serta upaya dapat menghadirkan sosok penyandang
membantu menurunkan stres yang harus segera disabilitas resilien, yang mampu memberikan
dilakukan sebelum beban yang dirasakan motivasi dan inspirasi bagi individu untuk tidak
individu semakin bertambah berat. Dua menyerah pada keadaan.
aktivitas dalam penguatan faktor protektif Tahap kedua setelah penguatan faktor
eksternal ini meliputi: (1) optimalisasi protektif eksternal dan internal adalah
dukungan orangtua melalui berbagai aktivitas pengembangan koping dan adaptasi. Pada tahap
yang dapat dirancang lebih lanjut dalam modul ini individu diberikan gambaran sekaligus
intervensi yang lebih spesif ik; dan (2) difasilitasi untuk berlatih tentang beberapa
pendampingan awal untuk membantu individu strategi koping yang efektif dan adaptasi yang
menurunkan tekanan yang dirasakan (reduksi positif terhadap situasi sulit yang setiap saat
stres), dengan memperkuat aspek religiusitas mungkin akan ditemui sebagai seorang
serta menerapkan beragam teknik terapi penyandang disabilitas yang baru.

Tabel 2. Garis Besar Intervensi

Tujuan Khusus Tahap Intervensi Aktivitas Sasaran Waktu

1. Memperkuat Faktor Memperkuat Dukungan Training Keluarga Penyandang 1 hari: 4 sesi


Protektif Eksternal Keluarga Disabilitas
Konseling & Individu Penyandang 2 mggu: 4 sesi
Pendampingan Awal latihan Disabilitas
relaksasi

2. Memperkuat Faktor Intervensi Lanjut I : 3 Training & Individu Penyandang 1 hari training
Protektif Internal Faktor Protektif konseling Disabilitas (4 sesi)
Internal 2 kali konseling

3. Mengembangkan Intervensi Lanjut II : 3 Training & Individu Penyandang 1 hari training


Strategi Koping Strategi Koping konseling Disabilitas (4 sesi)
2 kali konseling

4. Mengembangkan Intervensi Lanjut III: 3 Training & Individu Penyandang 1 hari training
Adaptasi Positif Langkah Adaptasi Konseling Disabilitas (4 sesi)
Positif 2 kali konseling

INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016 73


Pengembangan Modul Intervensi untuk Meningkatkan Resiliensi pada Individu yang Mengalami Perubahan Fisik ...

Pada dasarnya setiap individu dapat saja Dalam pelaksanaannya, keempat tujuan
mengembangkan strategi koping masing- khusus intervensi tersebut dipecah menjadi 5
masing yang belum tentu sama dengan temuan tahap intervensi yang masing-masing diuraikan
dalam penelitian ini. Namun demikian, langkah panduan pelaksanaannya dalam detil modul
untuk memberikan gambaran tentang yang berbeda (tabel 3).
bagaimana strategi koping yang efektif dan
adaptasi positif tersebut tetap penting untuk SIMPULAN
dilakukan. Tujuannya tidak lain untuk
Penelitian ini telah menghasilkan sebuah
mempercepat individu lepas dari tekanan dan
paket modul intervensi untuk peningkatan
menemukan jalan untuk kembali berdaya
resiliensi melalui penguatan faktor protektif
dalam hidupnya.

Tabel 3. Sistematika Modul Intervensi

Intervensi Sesi Materi Panduan

Memperkuat Dukungan 1 Memahami Resiliensi Individu


Keluarga terhadap 2 Memahami Pentingnya Dukungan Keluarga Modul 1
Penyandang Disabilitas 3 Mengoptimalkan Dukungan Keluarga
4 Penguatan untuk Mengoptimalkan
Dukungan Keluarga

Pendampingan Awal 1 Konseling dan Latihan Relaksasi 1


Penyandang Disabilitas 2 Konseling dan Latihan Relaksasi 2 Modul 2
3 Konseling dan Latihan Relaksasi 3
4 Konseling dan Latihan Relaksasi 4

Intervensi Lanjut I : 3 1 Membangun Kesadaran Terhadap


Faktor Protektif Internal Dukungan Sosial Modul 3
2 Memperkuat Kesadaran Terhadap Identitas Diri
3 Menumbuhkan Kemauan Belajar

Intervensi Lanjut II : 3 1 Berpikir Reflektif dan Objektif


Strategi Koping 2 Membangun Makna Positif Modul 4
3 Memotivasi Diri

Intervensi Lanjut III : 3 1 Penyesuaian dalam Aktivitas Sehari-hari


Langkah Adaptasi Positif 2 Apresiasi Diri Modul 5
3 Mengembangkan Relasi Sosial

Secara keseluruhan, paket intervensi yang dan pengembangan strategi koping pada
tertuang dalam modul peningkatan resiliensi individu yang mengalami perubahan kondisi
melalui penguatan faktor protektif dan f isik menjadi penyandang disabilitas. Paket
pengembangan strategi koping pada individu modul tersebut terdiri dari 5 sub-modul yang
yang alami perubahan f isik menjadi telah disusun secara terperinci untuk
penyandang disabilitas memiliki 4 cakupan memudahkan pelaksanaannya.
tujuan khusus (tabel 2), yaitu; (1) memperkuat Dari keseluruhan 4 tahap yang seharusnya
faktor protektif eksternal; (2) memperkuat terlaksana sebagai sebuah riset aksi, penelitian
faktor protektif internal; (3) mengembangkan ini hanya dapat dilaksanakan sampai pada tahap
strategi koping, dan (4) mengembangkan ketiga dengan luaran berupa modul intervensi
adaptasi positif. seperti yang telah dijelaskan. Hal ini menjadi

74 INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016


Wiwin Hendriani

kelemahan pertama dari penelitian karena indikasikan bahwa seorang yang merancang
belum adanya umpan balik dari para dan memberikan intervensi memiliki posisi
penyandang disabilitas setelah kelima modul epistemologis yang lebih tinggi ketimbang
intervensi disusun. partisipan, sedangkan dalam riset aksi, posisi
Kelemahan kedua dalam penelitian ini peneliti dan partisipan adalah sejajar, lebih-
adalah penggunaan istilah intervensi yang lebih mereka bekerja sama untuk
secara konseptual bersilang arah dengan prinsip menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
utama riset aksi. Istilah intervensi meng- kelompok partisipan.

PUSTAKA ACUAN
Anonim. (2008). Penyandang Cacat Juga Anak Bangsa. Harian Suara Pembaruan Online, 23 Juli 2008.
Diunduh dari: http://www.suarapembaruan.com tanggal 8 Oktober 2010.
Ferrasta, T. (2010). That's All. Jakarta: Cicero Publishing.
nd
Greenwood, D. J. dan Levin, M. (2007) Introduction to action research: Social research for social change, 2
eds. California: Sage Publication.
Hendriani, W. (2013). Proses Resiliensi Individu dalam Perubahan Kondisi Fisik Menjadi Penyandang
Disabilitas. (Disertasi tidak dipubli-kasikan). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Airlangga, Surabaya.
Inoy, R. (2012). GBS Tidak Menghalangi Langkahku: Kisah Nyata Ogest, Mantan Penyanyi Cilik Pengidap
Guillain Barre Syndrome. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kalil, A. (2003). Family Resilience and Good Child Outcomes. Wellington: Ministry of Social Development.
Kasim, E.R. (2007). Masalah Penyandang Cacat dan Aspek Budaya . Diakses dari:
http://evakasim.multiply.com. tanggal 8 Oktober 2010.
Meichenbaum, D. (2008). Bolstering Resilience: Benefiting from Lesson Learned. Diakses dari:
www.melissainstitute.org. bulan Maret 2011.
Rahadi. (2011). Riset untuk Perubahan Sosial. Naskah tidak dipublikasikan, Fakultas Psikologi, Universitas
Airlangga.
Richardson, G. E. (2002). The metatheory of resilience and resiliency. Journal of Clinical Psychology, 58 (3),
307-321.
Tarsidi, D. (2008). Model Konseling Rehabilitasi Bagi Individu Tunanetra Dewasa (Dikembangkan
Berdasarkan Studi Kasus Terhadap Individu Tunanetra Dewasa yang Berhasil). (Disertasi tidak
dipubli-kasikan). Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Tugade, M.M., Fredricson, B.L., & Barrett, L.F. (2004). Psychological Resilience and Positive Emotional
Granurality: Examining The Benef its of Positive Emotions on Coping and Health. Journal of
Personality, 72:26, December 2004.
Utomo, M. (2012). 2 Detik Mengubah Hidup: Ketika Tuhan Berkehendak Saya Harus Berjalan dalam
Kelumpuhan. Solo: Metagraf.
VanBreda, A.D. (2001). Resilience Theory: A Literature Review. Pretoria: South African Military Health
Service, Military Psychological Institute, Social Work Research and Development.
Yudistia, A. (2011). Perempuan Tunarungu Menembus Batas. Jakarta: Upnormals Publishing.

INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016 75

Anda mungkin juga menyukai