Anda di halaman 1dari 6

KLP 1 (FORMULASI KEBIJAKAN DAN PROSES

PENGEMBANGAN KEBIJAKAN KESEHATAN)

a. Pendahuluan

1) Pengembangan Kebijakan
Pengembangan kebijakan kesehatan tidak terlepas dari masalah atau isu
yang berkembang di tengah masyarakat. Keinginan merespons berbagai
permasalahan yang menyangkut kepentingan masyarakat luas dan tujuan
penyelesaian masalah menjadi dasar dilakukannya formulasi atau pembuatan
kebijakan yang kemudian dilanjutkan berturut-turut dengan tahap implementasi
hingga monitoring dan evaluasi. Keseluruhan tahap tersebut dinamai
pengembangan kebijakan yang belangsung sebagai siklus kebijakan, mulai dari
pembuatan kebijakan, implementasi kebijakan dan monitoring serta evaluasi
sebagai dasar pengajuan rekomendasi sebagai sebuah umpan balik untuk
pengembangan kebijakan berikutnya.

2) Kebijakan Sebagai Proses


Kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan. Dengan
demikian, kebijakan publik dilihat sebagai suatu kesatuan sistem yang bergerak
dari satu bagian ke bagian lain secara berkesinambungan, saling menentukan,
saling membentuk. Model proses kebijakan yang paling klasik dikembangkan
oleh David Easton. Easton melakukan analogi dengan sistem biologi. Pada
dasarnya system biologi merupakan proses interaksi antara makhluk hidup
dengan ligkungannya, yang akhirnya menciptakan kelangsungan perubahan
hidup yang relatif stabil. Dalam terminologi ini Easton menganalogikannya
dengan kehidupan sistem politik. Kebijakan publik dengan model sistem
mengandaikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output dari sistem.

Gambar 1. Pendekatan system dari Easton


Dari gambar tersebut dapat dipahami bahwa proses formulasi kebijakan publik
berada dalam sistem politik dengan mengandalkan pada masukan (input) yang terdiri
dari dua hal, yaitu tuntutan dan dukungan. Model Easton inilah yang dikembangkan oleh
para akademisi di bidang kebijakan publik, seperti Anderson,
Dunn, Patton & Savicky dan Effendy.
Model proses kebijakan dari James E. Anderson

Model ini selanjutnya dibandingkan dengan model proses kebijakan yang dikembangkan
oleh William Dunn :

Model berikutnya dikembangkan oleh Gerald Meier sebagai berikut:

Model yang dikembangkan oleh para ilmuan kebijakan publik di atas mempunyai
satu kesamaan, yaitu bahwa proses kebijakan kesehatan berjalan dari formulasi menuju
implementasi, untuk mencapai kinerja kebijakan. Uniknya, akademisi tersebut tidak
memasukkan “kinerja kebijakan”,melainkan langsung pada “evaluasi kebijakan”. Salah
satu kemungkinannya adalah bahwa para akademisi tersebut menilai bahwa “kinerja
kebijakan” adalah proses yang pasti terjadi dalam kehidupan publik, bahkan tanpa harus
disebutkan.
b. Proses Pengembangan Kebijakan
Pengembangan kebijakan kesehatan tidak terlepas dari masalah atau isu
yang berkembang di tengah masyarakat. Keinginan merespons berbagai
permasalahan yang menyangkut kepentingan masyarakat luas dan tujuan
penyelesaian masalah menjadi dasar dilakukannya formulasi atau pembuatan
kebijakan yang kemudian dilanjutkan berturut-turut dengan tahap implementasi
hingga monitoring dan evaluasi. Keseluruhan tahap tersebut dinamai
pengembangan kebijakan yang berlangsung sebagai siklus kebijakan, mulai dari
pembuatan kebijakan, implementasi kebijakan, dan monitoring serta evaluasi
sebagai dasar pengajuan rekomendasi sebagai sebuah umpan balik untuk
pengembangan kebijakan berikutnya.
Proses pengembangan kebijakan berlangsung sebagai sebuah siklus
kebijakan yang dimulai dari pengaturan agenda (agenda setting) dengan
penetapan atau pendefinisian masalah publik yang signifikan dan mengundang
perhatian masyarakat luas (public concern) karena besarnya tingkat kepentingan
yang belum terpenuhi (degree of unmeet need) sehingga memunculkan tindakan
pemerintah. Proses pembuatan atau formulasi kebijakan merupakan satu
tahapan penting dalam pengembangan kebijakan yang akan menentukan
dampak kebijakan terhadap sasaran kebijakan. Berikut adalah siklus
pengembangan kebijakan.

1. Agenda setting/ pembuatan agenda


Sebagai respons terhadap permasalahan publik, mesin legislatif dan birokrasi
pemerintah dapat bergerak dan terlibat dalam proses formulasi, adopsi, dan
implementasi kebijakan, termasuk turut berperan untuk mengatasi masalah yang
muncul selama proses penyusunan kebijakan. Keterlibatan actor, elite atau
pemangku kepentingan dapat terus berlanjut pada tahap analisis efektivitas
kebijakan, untuk menunjukkan kekurangan dalam formulasi maupun
implementasi sehingga dapat menjadi usulan agenda baru kebijakan. Oleh
karena itu, pembuatan agenda menempati urutan pertama dalam silkus
pengembangan kebijakan. Kingdon (1995) menjabarkan agenda setting pada
pembuatan kebijakan publik sebagai pertemuan dari tiga “pilar pertimbangan”
penting, yaitu: masalah, solusi yang memungkinkan untuk masalah tersebut, dan
keadaan politik. Beberapa orang lebih memilih menggunakan istilah “issue” alih-
alih memakai „problem”untuk mengarahkan pada sesuatu yang mungkin dapat
menjadi pemicu pembuatan kebijakan ( Gormley dan Boccuti, 2001). Dalam
konseptualisasinya, ketika masalah, solusi yang memungkinkan, keadaan politik,
bertemu dan mengalir bersama dalam arah yang baik, sebuah jendela untuk
membuat kebijakan telah terbuka. Kombinasi antara masalah dan solusi
potensial yang bergerak bersama dalam proses pembuatan kebijakan dapat
menuntun pada hukum publik atau sebuah amandemen kebijakan.
Kebijakan kesehatan yang sekarang berlaku dalam bentuk hukum publik-
seperti proteksi lingkungan, lisensi praktisi dan organisasi yang berhubungan
dengan kesehatan, pendanaan penelitian untuk AIDS atau kesehatan wanita,
dan regulasi yang berkaitan dengan farmasi, lahir karena munculnya problem
atau issue pada agenda setting sehingga memicu perubahan kebijakan dalam
bentuk regulasi baru. Namun begitu, pada faktanya, tidaklah mudah untuk
menetapkan agenda kebijakan agenda setting) yang mempertemukan tiga pilar
pertimbangan tadi. Sebgagai contoh, keberadaan jutaan masyarakat yang
mendapat perlindungan jaminan kesehatan dari pemerintah, tetapi pada saat
yang sama pengguna produk tembakau semakin bertambah, dapat menjadi
ilustrasi bahwa kebijakan yang ada tidak selalu benar-benar dapat
mempertemukan problem dengan kemungkinan solusi karena ada pula
pertimbangan keadaan politik.
Kebijakan yang lahir untuk memecahkan atau memperbaiki masalah tidak
serta merta dapat ditegakkan. Dengan demikian jelas, bahwa agenda setting
merupakan hal yang sangat krusial pada pembuatan kebijakan kesehatan secara
nasional. Agenda setting paling baik dipahami dari variable kuncinya, yaitu
problem, possible solution, keadaan politik. Yang dimaksud dengan problem
adalah permasalahan, termasuk masalah kesehatan, yang memicu atau
mendesak terbentuknya suatu kebijakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Possible solution mengarah pada penyelesaian terhadap banyaknya
permasalahan yang kemungkinan besar mampu dilakukan pemerintah. Terkait
keadaan politik, masalah publik tidak pernah akan lepas dari pengaruh politik
dalam penyusunan agenda setting.

2. Formulasi kebijakan
Proses formulasi kebijakan kesehatan secara umum memiliki tahapan-
tahapan sebagai berikut: pengaturan pengembangan kebijakan; penggambaran
permasalahan; penetapan sasaran dan tujuan; penetapan prioritas;perancangan
kebijakan; penggambaran pilihan-pilihan; penilaian pilihan-pilihan; ”perputaran”
untuk penelaahan sejawat dan terhadap kebijakan; serta akhirnya upaya untuk
mendapatkan dukungan formal terhadap kebijakan yang sedang diajukan atau
disusun. Oleh karena itu, formulasi kebijakan adalah suatu proses berulang-
ulang yang melibatkan sebagian besar komponen dari siklus perencanaan.
Pentingnya tahap formulasi kebijakan ditekankan oleh Easton (1965) dalam teori
pembuatan kebijakan sebagai sebuah sistem.

Model system menurut Easton

Proses pembuatan kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem yang


merupakan institusi dan proses yang terlibat dan memiliki otoritas dalam
melakukan alokasi sumber daya maupun nilai-nilai sesuai dengan otoritas,
alasan-alasan untuk melakukan alokasi sumber daya dan black box pembuatan
kebijakan. Penyebutan black box dimaksudkan sebagai sebuah kotak hitam yang
menutupi proses interaksi yang terjadi antara elite atau actor pembuat kebijakan
dengan nilai-nilai dan interes yang melekat, kerap kali terjadi tawar menawar
posisi untuk kepentingan dan tuntutan individu atau kelompok yang terlibat dalam
pembuatan kebijakan tersebut.
Untuk mengubah tuntutan tersebut menjadi sebuah kebijakan, suatu
sistem harus mampu mengatur dan memberlakukan penyelesaian-penyelesaian
pertentangan atau konflik. Oleh karena suatu sistem dibangun berdasarkan
elemen-elemen yang mendukung sistem tersebut dan hal ini bergantung pada
interaksi antarberbagai subsistem, maka suatu system akan melindungi dirinya
melalui tiga hal, yakni: 1) menghasilkan output yang secara layak memuaskan; 2)
menyandarkan pada ikatan-ikatan yang berakar dalam system itu sendiri, dan 3)
menggunakan atau mengancam dengan menggunakan kekuatan (otoritas).

3. Pengadopsian Kebijakan
Setelah formulasi kebijakan, tahap berikutnya adalah adopsi kebijakan,
yaitu sebuah proses untuk secara formal mengambil atau mengadopsi alternatif
solusi kebijakan yang ditetapkan sebagai sebuah regulasi atau produk kebijakan
yang selanjutnya akan dilaksanakan. Pengadopsian kebijakan sangat ditentukan
oleh rekomendasi yang antara lain berisikan informasi mengenai manfaat dan
berbagai dampak yang mungkin terjadi dari berbagai alternatif kebijakan yang
telah disusun dan akan diimplementasikan .
Penerapan kebijakan baru, perubahan, perbaikan atau terminasi/
penarikan kebijakan yang sudah ada merupakan tanggung jawab dari pimpinan
pembuat kebijakan. Pengajuan kebijakan baru, amandemen atau penghentian
kebijakan yang sudah ada harus mendapat persetujuan dengan suara afirmatif
dari mayoritas anggota keseluruhan pimpinan.

4. Pengimplementasian Kebijakan
Pengimplementasian merupakan cara agar kebijakan dapat mencapai
tujuannya. Definisi implementasi menurut Dunn (2003) adalah pelaksanaan
pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu. Lester dan
Stewart memandang implementasi secara luas sebagai pelaksanaan undang-
undang atau kebijakan yang melibatkan seluruh actor, organisasi, prosedur, serta
aspek teknik untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.
Kesiapan implementasi amat menentukan efektivitas dan keberhasilan
sebuah kebijakan. Penyusunan kebijakan berbasis data atau bukti juga
berpengaruh besar terhadap sukses-tidaknya implementasi kebijakan. Oleh
karena itu, keberadaan beberapa actor utama untuk menganalisis kesiapan,
memasukkan hasil penelitian kebijakan sebagai pertimbangan implementasi
kebijakan menjadi begitu penting.

5. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan kesehatan merupakan penilaian terhadap keseluruhan
tahapan dalam siklus kebijakan, utamanya ketika sebuah kebijakan yang disusun
telah selesai diimplementasikan. Tujuannya adalah untuk melihat apakah
kebijakan dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan.
Evaluasi merupakan salah satu mekanisme pengawasan kebijakan. Parameter
yang umum digunakan adalah kesesuaian, relevansi, kecukupan, efisiensi,
keefketifan, keadilan, respons, dan dampak. Kesesuaian evaluasi harusnya
dikembangkan untuk mencakup tidak hanya proses, tetapi juga dampak jangka
pendek dan jangka panjang dari sebuah kebijakan.

c. Urgensi Pengembangan Kebijakan


Secara umum pengembangan kebijakan dilakukan karena beberapa alasan
berikut:
a. Kebijakan yang ada masih bersifat terlalu umum
b. Kebijakan yang ada sulit untuk diimplementasikan di lapangan.
c. Kebijakan yang sudah ada mengandung potensi konflik.
d. Kebijakan yang ada menemui banyak permasalahan ketika sudah
diimplementasikan atau dengan kata lain, ada kesenjangan kebijakan.
e. Adanya pengaruh factor eksternal, seperti situasi politik yang tidak stabil.

Anda mungkin juga menyukai