Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Mata Kuliah : Pembelajaran Psikolog

Dosen Pengampu : Sintia Maria Dewi, S. Pd,. M. Pd.

Disusun Oleh :

Kelas SD19C

Anita Putri Pratiwi 19416286206026


Ria Pratiwi 19416286206029
Tri Wahyuni Purwaningsih 19416286206111
Mila Nurjamilah 19416286206024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya pada kita semua sehingga sampai saat ini kita semua masih dalam
keadaan sehat wal-afiyat. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW, serta kepada keluarga, para sahabat, tabiin dan semua kaum
muslimin muslimat. Alhamdulillahirobbil ‘alamin kami bisa menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “KESEHATAN MENTAL“.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Baik dari segi bahasa, terjemah atau kutipan-kutipan yang ada. Maka dari itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan, serta bimbingan dari Ibu Sintia Maria Dewi
S. Pd. M. Pd. Dan para teman-teman untuk menyumbangkan idenya, partisipasinya dan
pikiran-pikirannya. Akhirnya kami hanya mohon pada Allah SWT semoga makalah ini
memberi manfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1

1.3 Tujuan Makalah.................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2

2.1 Pembahasan......................................................................................................... 4

BAB III PENUTUP................................................................................................ 5

3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 5

3.2 Saran..................................................................................................................... 5

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan mental merupakan permasalahan yang tak pernah luput dan selalu menjadi
perhatian bagi masyarakat. Banyaknya peningkatan kesehatan mental seperti peningkatan pasien
gangguan jiwa, kejadian bunuh diri, membuat masalah kesehatan mental tidak bisa diabaikan
(Bukhori, 2009). Indikator kesehatan mental yang perlu diperhatikan menurut Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia dalam riset kesehatan dasar, tidak hanya berupa penilaian terhadap
gangguan jiwa berat, tetapi juga di fokuskan pada penilaian terhadap gangguan mental emosional
(Kemenkes RI, 2013).
Gangguan mental adalah masalah psikiatri yang paling sering terjadi. Salah satu bentuk
gangguan mental emosional adalah stres. Di Amerika Serikat gangguan mental emosional berupa
stres terjadi pada lebih dari 23 juta individu setiap tahunnya, dengan prevalensi satu dari empat
individu (Stuart, 2006). Berdasarkan hasil riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi gangguan
mental emosional berupa stres dan depresi pada masyarakat berumur di atas 15 tahun di Indonesia
mecapai 14 juta orang atau sekitar 6% dari jumlah seluruh penduduk (Kemenkes RI, 2013). 2
Prevalensi gangguan kesehatan mental emosional berupa stres dan depresi di daerah Sumatera
barat Mencapai angka 4,5% dari jumlah penduduk yang merupakan urutan ke 9 dari 33 provinsi
Indonesia (Kemenkes RI, 2013). Ketidakmampuan individu dalam menghadapi suatu masalah
dapat menyebabkan individu mengalami gangguan kesehatan jiwa, seperti cemas dan stres.
Stres dapat dialami oleh semua orang dalam rentang kehidupannya (Varcarolis, 2010),
termasuk pada seorang yang melakukan tindak pidana sehingga menyandang status sebagai
narapidana. Menurut Yosep (2009) dan WHO (2016 ) mengatakan bahwa seseorang yang terlibat
dalam masalah hukum seperti menjadi narapidana merupakan salah satu sumber stres yang dapat
menyebabkan seseorang rentan mengalami masalah kesehatan mental lainnya. Lebih dari 10 juta
orang menghuni Lembaga pemasyarakatan di seluruh dunia. Indonesia merupakan negara ke 10
yang memiliki jumlah napi terbanyak di dunia dengan jumlah sebanyak 161.692 orang, dimana
peringkat pertama dengan jumlah napi terbanyak di dunia adalah Amerika Serikat sebanyak
2.217.000 orang, disusul oleh China dengan jumlah tahanan 1.657.812 orang, dan di peringkat
ketiga jumlah napi terbanyak adalah Rusia dengan jumlah napi 642.470 orang (World Prison
Population List, 2015).

Faktor yang menjadi pencetus stres pada narapidana menurut Tantri (2007) adalah karna
adanya perubahan kehidupan setelah tinggal di penjara. Sedangkan menurut Yunita (2010), stres
pada narapidana dapat di picu karna adanya tekanan fisik, psikis, dan sosial yang di alami oleh
narapidana. Yunita (2010) juga mengatakan bahwa melakukan pelanggaran hukum akan menjadi
aib tersendiri baik bagi narapidana, keluarganya, maupun orang yang berhubungan dengan
narapidana tersebut, sehingga menjadi stressor tersendiri bagi narapida. Sholichatun (2011) juga
mengatakan penyebab stres napi remaja yaitu kerinduan pada keluarga, kejenuhan di lembaga
pemasyarakatan baik karena bosan dengan makanannya, adanya masalah 4 dengan teman serta
rasa bingung ketika memikirkan masa depannya nanti setelah keluar dari lembaga
pemasyarakatan. Apabila stres pada narapidana tidak mendapatkan penanganan yang baik dapat
menyebabkan beberapa hal yang mengancam bagi diri narapidana sendiri maupun lembaga
pemasyarakatan. Stres yang berkelanjutan dapat menimbulkan berbagai dampak seperti
mengalami gangguan jiwa dan kejadian bunuh diri pada narapidana (Pujileksono, 2009).
Guru memang menempati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Guru dapat
dihormati oleh masyarakat karena kewibawaannya, sehingga masyarakat tidak meragukan figur
guru. Masyarakat percaya bahwa dengan adanya guru, maka dapat mendidik dan membentuk
kepribadian anak didik mereka dengan baik agar mempunyai intelektualitas yang tinggi serta jiwa
kepemimpinan yang bertanggung jawab. Jadi dalam pengertian yang sederhana, guru dapat
diartikan sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Sedangkan guru
dalam pandangan masyarakat itu sendiri adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-
tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan yang formal saja tetapi juga dapat dilaksanakan
di lembaga pendidikan non-formal seperti di masjid, di surau atau mushola, di rumah dan
sebagainya. Seorang guru mempunyai kepribadian yang khas. Disatu pihak guru harus ramah,
sabar, menunjukkan pengertian, memberikan kepercayaan dan menciptakan suasana aman.
Akan tetapi di lain pihak, guru harus memberikan tugas, mendorong siswa untuk
mencapai tujuan, menegur, menilai, dan mengadakan koreksi. Dengan demikian, kepribadian
seorang guru seolah-olah terbagi menjadi bagian. Di satu pihak bersifat empati, di pihak lain
bersifat kritis. Di satu pihak menerima, di lain pihak menolak. Maka seorang guru yang tidak bisa
memerankan pribadinya sebagai guru, ia akan berpihak kepada salahsatu pribadi saja. Dan
berdasarkan hal-hal tersebut, seorang guru harus bisa memilIh serta memilih kapan saatnya
berempati kepada siswa, kapan saatnya kritis, kapan saatnya menerima dan kapan saatnya
menolak. Dengan perkatan lain.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu kesehatan mental ?
2. Apa itu ciri – ciri kesehatann mental ?
3. Apa faktor penyebab gangguan mental ?
4. Bagaimana konsep kesehatan mental ?
5. Bagaimana peran guru dalam meningkatkan kesehatan mental?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami tentang kesehatan mental.
2. Mengetahui dam memahami tentang gangguan mental.
3. Mengetahui dan memahami faktor gangguan mental.
4. Mengetahui dan memahami kesehatan mental.
5. Mengetahui dan memahami dalam meningkatkan kesehatan mental.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kesehatan Mental

Kesehatan mental alih bahasa dari Mental Hygiene atau mental Health. Definisi-definisi yang


diajukan  para ahli diwarnai oleh keahlian masing-masing. Menurut World Health Organization dalam
Winkel  (1991) disebutkan : Sehat adalah suatu keadaan berupa kesejahteraan fisik,mental dan social secara
penuh dan bukan semata-mata berupa absensinya penyakit atau keadaan lemah tertentu. Dedinisi ini
memberikan gambaran yang luas dalam keadaan sehat,mencangkup berbagai aspek sehingga diharapkan
dapat mewujudkan kesejahteraan hidup. dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal
mungkin dan membawa kepada kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.
Menurut pengertian para ahli:

1.   Menurut Dr. Jalaluddin dalam bukunya “Psikologi Agama” bahwa: “Kesehatan mental merupakan suatu
kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk
menemukan ketenangan batin dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi
(penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan)”.   

2.   Menurut paham ilmu kedokteran, kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan
selaras dengan keadaan individu tersebut.

3.    Zakiah Darodjat, terhindarnya seseorang dari gejala-gejala ganggun dan penyakit jiwa, dapat
menyesuaikan diri, dapat memanfaatkan segala potensi dan bakat yang ada semaksimal mungkin dan
membawa kebahagiaan bersama serta mencapai keharmonisan jiwa dalam hidup.

4.   Allport, manusia sehat adalah manusia yang mencapai kematangan.


5.   Maslow, manusia sehat adalah manusia yang mampu mengaktualisasikan dirinya dan mencapai
kebahagiaan.

      Kesehatan mental adalah keserasian atau kesesuaian antara seluruh aspek psikologis dan dimiliki oleh
seorang untuk dikembangkan secara optimal agar individu mampu melakukan kehidupan-kehidupan sesuai
dengan tuntutan-tuntutan atau nilai-nilai yang berlaku secara individual, kelompok maupun masyarakat luas
sehingga yang sehat baik secara mental maupun secara sosial. Sikap hidup individu yang sehat dan normal
adalah sikap yang sesuai dengan norma dan pola hidup kelompok masyarakat, sehingga ada relasi
interpersonal dan intersosial yang memuaskan.

B. Ciri ciri Kesehatan Mental

Ciri-ciri kesehatan mental dikelompokkan kedalam enam kategori, yaitu:

1.  Memiliki sikap batin (Attitude) yang positif terhadap dirinya sendiri.

2.   Aktualisasi diri (kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan yang terbaik dari yang dia bisa.)

3.   Mampu mengadakan integrasi dengan fungsi-fungsi psikis yang ada

4.   Mampu berotonom terhadap diri sendiri (Mandiri)

5.   Memiliki persepsi yang obyektif terhadap realitas yang ada

6.   Mampu menselaraskan kondisi lingkungan dengan diri sendiri. (Jahoda, 1980).

7.   Memiliki persepsi yang akurat terhadap

realita,termasuk melihat realita sebagaimana adanya.

8.   Tidak menyangakal hal-hal buruk yang terjadi di masa lalunya dan masa kini.

9.   Memiliki penguasaan terhadap situasi, termasuk mempunyai kontrol diri di dalam mengasihi orang lain,
di dalam pekerjaan termasuk dalam bersahabat dengan orang lain.

C. Fakor – faktor determinan kesehatan mental


WHO menetapkan faktor-faktor yang menjadi determinan kesehatan mental, yaitu: kemiskinan,
gender, usia, konflik, bencana,
Berbagai faktor determinan tersebut dipandang akan menimbulkan gangguan kejiwaan dan bahkan
dapat menimbulkan penyakit kejiwaan bagi mereka yang berada didalamnya. Dengan demikian,
kesehatan mental tidak bisa dilepaskan dengan aspek-aspek kehidupan lainnya dalam diri manusia,
termasuk berbagai sarana dan prasarana pendukung kehidupan manusia di dalam kehidupan
bermasyarakat. Namun sayangnya Indonesia tidak mempunyai kebijakan khusus terkait penanganan
kesehatan mental. Padahal apabila kita perhatikan, kebutuhan akan perlindungan
D. Peran dan fungsi guru dalam meningkatkan kesehatan mental
Peran seorang guru pembimbing adalah memberikan satu pencerahan berupa dorongan, pencari
solusi, penggerak mental positif dan sebagainya. Hal ini betujuan agar siswa merasa dirinya masih
diperhatikan, didukung dan juga dimengerti : Melakukan Kegiatan Rohani Bagi Siswa
Contoh kedua peran sekolah dalam kesehatan mental adalah dengan menggiatkan anak didiknya dalam
kegiatan keagamaan. Contoh dengan megadakan acara rohani, seperti doa bersama, ceramah agama, lomba
bidang agama dan sebagainya.
Pentingnya peranan agama dalam lingkungan sekolah juga membantu siswa memiliki pondasi hidup
mengenai kebaikan dan juga keburukan, dan mencegah sikap radikal yang dapat menjerumuskan anak didik
1. Memberikan Ekstra Kulikuler Yang Mendidik dan Membangun Mental
Ekstra kulikuler yang diselenggarakan di sekolah memiliki tujuan agar siswa berperan aktif dalam bidang
yang diminati. Bisa dalam bidang olahraga, ketrampilan, bela diri dan masih banyak lagi lainnya, hal ini
untuk membentuk karakter siswa dan mengarahkan potensi diri dan membuka minat siswa untuk kegiatan
yang positif.
Kegiatan ini juga mampu mengeluarkan emosi siswa dengan tindakan yang terarah an bermanfaat

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Seseorang dikatakan memiliki mental yang sehat, bila ia terhindar dari segala penyakit jiwa dan
memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk menyelaraskan fungsi jiwa dalam dirinya. Golongan yang
kurang sehat mentalnya golongan yang kurang sehat adalah orang yang merasa terganggu ketentraman
hatinya. Adanya abnormalitas ini biasanya disebabkan karna ketidakmampuan individu dalam menghadapi
kenyataan hidup, sehingga muncul mental konflik pada dirinya gejala – gejala umum yang kurang sehat
mentalnya keharmonisan dalam fungsi jiwa dan tindakan dapat di capai antara lain dengan menjalankan
ajaran agama dan berusaha menerapkan norma norma sosial, hukum dan moral.
Dengan demikian akn tercipta ketenangan batin yang menyebabkan timbulnya kebahagiaan di
dalam dirinya. Definisi ini menunjkan bahwa fungsi – fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap,
pandangan dan keyakinan, harus saling menunjang dan bekerja sama sehingga menciptakan keharmonisan
hidup, yang menjauhkan orang dari sifat ragu - ragu dan bimbang serta terterhindar dari rasa gelisah dan
konflik batin.

Anda mungkin juga menyukai