Anda di halaman 1dari 12

JURNAL KEDOKTERAN YARSI 25 (3) : 172-183 (2017)

Obstructive Sleep Apnea dan Gagal Jantung

Obstructive Sleep Apnea and Heart Failure

Sidhi Laksono Purwowiyoto


Division of Cardiac and Cardiac Imaging, KSM Cardiology and Vascular
Medicine, Faculty of Medicine, YARSI University, Pasar Rebo Hospital,
Jakarta

KATA KUNCI Obstructive sleep apnea; gagal jantung; patofisiologi


KEYWORDS Obstructive sleep apnea; heart failure; pathophysiology

ABSTRAK Obstructive sleep apnea (OSA) merupakan bagian dari gangguan


pernafasan saat tidur, biasanya ditemukan pada populasi gagal jantung.
Studi epidemiologis menunjukkan hubungan asosiasi yang signifikan
antara OSA dan gagal jantung. OSA berperan penting dalam
pathogenesis dan perkembangan gagal jantung. Beberapa patogenesis
yang mungkin berhubungan di antaranya, efek mekanis, aktivasi
simpatis, proses inflamasi dan disfungsi endotel. Hal tersebut dapat
memperburuk kontraktilitas miokard dan meningkatkan progresivitas
gagal jantung. Namun, prevalensi OSA masih sebatas “puncak gunung
es”, karena kesulitan penegakan diagnosis. Mayoritas populasi gagal
jantung, tidak memiliki keluhan dalam hal tidur.

ABSTRACT Obstructive sleep apnea (OSA) is a part of sleep-disordered breathing


which is commonly found in the population of heart failure.
Epidemiological studies have shown significant independent associations
between OSA and heart failure. OSA plays an important role in the
pathogenesis and progression of heart failure. Several pathogenesis are the
mechanical effect, activation of sympathetic, inflammation process, and
endothelial dysfunction. These can impair myocardial contractility and
cause development and progression of heart failure. However, the
prevalence OSA is only the “tip of the iceberg” due to the difficulty in
diagnosis. Most of OSA patients, particularly in the heart failure
population, have no complaint of the sleepiness.

172
SIDHI LAKSONO PURWOWIYOTO

PENDAHULUAN tidur (sleep-disordered breathing) yang


paling sering terjadi. Prevalens
Sleep apnea dalam bahasa penyakit kardiovaskular dan stroke
Indonesia dikenal sebagai henti napas cukup tinggi pada pasien OSA antara
saat tidur. Sleep apnea terdiri dari dua lain: 50% kasus hipertensi, 25% kasus
tipe, yaitu Obstructive Sleep Apnea gagal jantung kongestif, 30% sindroma
(OSA) dalam bahasa Indonesia dikenal koroner akut dan 60% stroke.
sebagai Henti Napas Obstruktif (pada (Lattimore JD et al., 2003) Terapi gagal
makalah ini selanjutnya akan disebut jantung yang cukup maju belum
OSA) dan Central Sleep Apnea (CSA) mampu menurunkan angka mortalitas
dalam bahasa Indonesia dikenal dan morbiditas yang masih tinggi.
sebagai Henti Napas Sentral. Salah satu penyebabnya adalah OSA
Kepusatakaan lain menyebut OSA sebagai penyakit penyerta yang belum
dengan istilah Obstructive sleep mendapat terapi optimal. (McMurray JJ
apnea/hypopnea syndrome (OSAHS). et al., 2012)
Orang awam mengenal gangguan ini
dengan istilah snoring atau dalam Siklus Tidur
bahasa Indonesia disebut mendengkur. Siklus tidur terdiri dari 80% fase
(Somers VK, 2012; Bradley TD et al., non-rapid eye movement (non-REM) dan
2003; Ferreira S et al., 2006) 20% rapid eye movement (REM). Non-
Definisi apnea adalah REM terdiri dari empat fase yaitu fase
penurunan lebih dari 90% volume tidal mengantuk pada fase 1 dan derajat
selama lebih dari 10 detik disertai kantuk semakin dalam pada fase 2,3
dengan penurunan saturasi dan 4. Setelah sampai pada fase 4,
oksihemoglobin lebih dari 3% atau siklus akan berulang secara mundur.
diakhiri dengan terbangun dari tidur. Aktifitas saraf simpatis semakin turun
Definisi hipopnea berbeda pada kadar mulai fase 1 sampai 4 non-REM.
penurunan volume tidal, yaitu Sebaliknya, aktifitas saraf parasimpatis
sebanyak 50% sampai dengan 90%. dan vagal semakin meningkat. Hal ini
(American Academy of Sleep Medicine, ditandai dengan penurunan denyut
1999) OSA adalah keadaan apnea dan jantung, curah jantung, tekanan darah
hipopnea berulang selama siklus tidur sistemik dan kecepatan metabolisme.
akibat hambatan parsial atau total pada REM akan terjadi sekitar 90 menit
saluran napas atas, meskipun disertai setelah fase 1 non-REM. Siklus ini akan
usaha untuk bernapas. Sindroma OSA berulang sekitar lima kali dalam satu
adalah jika kondisi OSA disertai malam. REM ditandai dengan adanya
dengan hipersomnolen atau minimal mimpi dan peningkatan konsumsi
dua episode tersedak atau gasping oksigen otak serta atonia otot dan
selama tidur, terbangun dari tidur sering disebut dengan istilah otak yang
secara beulang, tidur yang tidak aktif di dalam tubuh yang paralisis.
menenangkan tubuh, lelah pada siang
hari, atau terganggunya konsentrasi
dan memori. (Ferreira S et al., 2006;
American Academy of Sleep Medicine, Correspondence:
Sidhi Laksono Purwowiyoto, Division of Cardiac and
1999; Somers VK et al., 2008) Lattimore Cardiac Imaging, KSM Cardiology and Vascular
dkk menyatakan bahwa OSA Medicine, Faculty of Medicine, YARSI University, Pasar
merupakan masalah pernapasan saat Rebo Hospital, Jakarta, Email: sidhi.lp@gmail.com

173
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DAN GAGAL JANTUNG

Pada fase REM dan saat manusia Pada The Wisconsin Sleep Cohort
terbangun dari tidur, aktifitas saraf Study ditemukan keluhan henti napas
simpatis meningkat dan dilaporkan pada 4% laki-laki dan 2%
mengakibatkan peningkatan tekanan perempuan. Kebiasaan mendengkur
darah dan denyut jantung. Akan tetapi, ditemukan pada 40-60% subjek. (Young
peningkatan ini masih dibawah T et al., 2002) Penelitian The Sleep Heart
ambang batas saat terbangun. (Bradley Study meneliti kaitan antara OSA
TD et al., 2003; Wexler L et al., 2005) dengan penyakit jantung koroner dan
gagal jantung pada 4422 subjek.
Epidemiologi Obstructive Sleep Apnea Diagnosis OSA memprediksi insiden
pada Gagal Jantung gagal jantung pada subjek laki-laki
Henti napas sangat umum dengan hazard ratio 1,13 pada setiap
terjadi pada pasien gagal jantung dan peningkatan 10unit IAH. Laki-laki
memilik peranan penting dalam dengan IAH ≥ 30 memiliki 58% resiko
progresifitas penyakit. Beberapa gagal jantung lebih tinggi dibanding
penelitian menemukan bahwa subjek dengan IAH < 5. (Gottlieb DJ et
prevalens OSA pada gagal jantung al., 2010)
sekitar 11% sampai dengan 45%.
(Ferreira S et al., 2006; Arzt M and Faktor Risiko
Bradley TD, 2006) Prevalens CSA Beberapa faktor risiko OSA
antara 33% sampai dengan 42% pada dikemukan pada pasien gagal jantung
gagal jantung. Peran OSA semakin antara lain usia lebih tua, laki-laki dan
menjadi penting dengan meningkatnya indeks massa tubuh (IMT) lebih,
kejadian kardiovaskular fatal dan kebiasaan mendengkur dan
nonfatal, terutama pada kelompok OSA perpindahan cairan tubuh pada malam
yang tidak diberikan terapi. (Arzt M hari. (Somers VK et al., 2008; Arzt M
and Bradley TD, 2006) and Bradley TD, 2006; Kasai T and
Beberapa studi polisomnografi Bradley TD, 2011; Young T et al., 2002;
pada pasien gagal jantung menemukan Stradling JR and Davies RJ et al., 2004;
kejadian OSA yang variatif, antara 12% Sin DD et al., 1999) Usia juga dikatakan
sampai dengan 53% lebih tinggi turut mempengaruhi OSA. Prevalensi
dibanding populasi umum. (Kasai T OSA lebih tinggi pada usia tua
and Bradley TD, 2011) Wilcox dkk daripada usia muda. (Somers VK et al.,
melaporkan OSA terjadi pada sepertiga 2008; Young T et al., 2002; Stradling JR
kasus gagal jantung. (Wilcox I et al., and Davies RJ et al., 2004) Usia menjadi
1998) Pada kasus gagal jantung sistolik faktor risiko OSA yang utama pada
terdapat 45% pasien dengan IAH ≥ 10 pasien perempuan dengan gagal
dan 40% dengan IAH ≥ 15%. jantung. (Arzt M and Bradley TD, 2006;
Sedangkan, kasus henti napas pada Sin DD et al., 1999)
kasus gagal jantung diastolik The Wisconsin Sleep Cohort Study
ditemukan sebanyak 50%. (Wexler L et melaporkan bahwa kejadian henti
al., 2005) The Sleep Heart Health Study napas pada laki-laki lebih banyak
menemukan bahwa OSA dengan IAH ≥ daripada perempuan (24% vs 9%).
11 secara independen tekait dengan (Young T et al., 2002) Sin dkk
peningkatan risiko gagal jantung menemukan 37% kasus OSA pada
sebanyak 2,38 kali. (Shahar E et al., pasien gagal jantung dengan prevalens
2001) pada laki-laki 38% dan perempuan

174
SIDHI LAKSONO PURWOWIYOTO

31%. (Sin DD et al., 1999) Prevalens alkohol. Rokok mempengaruhi OSA


OSA yang lebih tinggi pada laki-laki melalui mekanisme gangguan tidur
mungkin berhubungan dengan yang tidak stabil karena kadar nikotin
pengaruh hormonal. Teori itu yang turun pada malam hari. Asap
didukung dengan penemuan bahwa rokok memicu inflamasi dan kerusakan
perempuan postmenopause lebih mekanik dan saraf pada saluran napas
berisiko mengalami OSA daripada atas, serta meningkatkan risiko kolaps
premenopause. Pemberian terapi sulih otot-otot faring selama tidur. Kebiasaan
hormone dapat memperbaiki gejala minum alkohol terbukti pula memicu
OSA. (Somers VK et al., 2008; Young T peningkatan resistensi nasal dan faring
et al., 2002; Stradling JR and Davies RJ secara akut. Konsumsi alkohol
et al., 2004) menjelang waktu tidur akan
Penekanan obesitas pada OSA mempengaruhi timbulnya hipopnea
bukan terletak pada penumpukan dan apnea saat tidur. (Young T et al.,
jaringan lemak pada anterolateral 2002) Faktor lain yang mungkin
saluran napas yang menyebabkan berperan dalam OSA adalah ras dan
lumen saluran napas menyempit. Studi genetik. (Buxbaum SG et al., 2002)
menunjukkan lingkar leher merupakan Analisis regresi pada penelitian
prediktor kuat OSA terutama pada Buxbaum dkk menunjukkan bahwa
laki-laki. Ambang batas lingkar leher 35% dari variasi gejala klinis OSA
yang terkait dengan OSA adalah > 39 berkaitan dengan faktor genetik. Mulai
cm pada laki-laki dan > 35,5cm pada terkuaknya pengaruh genetik pada
perempuan. (Onat A et al., 2009) OSA tentu memberi kabar baik dan
Peppard dkk dalam penelitian perlu dikaji lebih lanjut agar dapat
Wisconsin Sleep Cohort Study dilakukan pencegahan lebih dini.
menunjukkan bahwa bila berat badan (Buxbaum SG et al., 2002)
bertambah 10% pada pasien OSA
ringan (IAH 5-15) akan meningkatkan Patogenesis Obstructive Sleep Apnea
risiko OSA menjadi sedang berat Prinsip utama pada OSA yaitu
sebanyak enam kali lipat. Sementara terdorongnya lidah dan palatum mole ke
itu, perubahan berat badan 1% saja bisa belakang hingga menempel pada
mengubah 3% IAH. (Peppard PE et al., dinding faring posterior menyebabkan
2000) IMT menjadi faktor risiko OSA oklusi nasofaring dan orofaring. Tonus
pada pasien laki-laki dengan gagal otot dilator faring mengalami
jantung. (Arzt M and Bradley TD, 2006; penurunan pada fase awal tidur
Sin DD et al., 1999) Artz dkk sehingga faring mengalami kolaps
melaporkan hasil yang berbeda yaitu secara total atau parsial dan kemudian
tidak terdapat korelasi yang kuat obstruksi terjadi. (Somers VK et al.,
antara IAH dan IMT pada pasien gagal 2008) Tidur berbaring dapat
jantung dengan OSA. Hal ini menyebabkan kolapsnya saluran napas
menunjukan bahwa ada faktor risiko atas akibat pergerakan mandibula,
lain dalam patofisiologi OSA, yaitu palatum mole dan lidah ke arah
pergerakan cairan pada malam hari. belakang. Faktor struktural dan
(Arzt M et al., 2006) fungsional berperan penting dalam
Risiko OSA juga dapat dipicu menentukan tekanan saat terjadi
dengan kebiasaan merokok dan minum obstruksi pada saluran napas atas.

175
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DAN GAGAL JANTUNG

Kombinasi aktifitas otot saluran napas Apnea Hipopnea-IAH ≥5) antara 3%


atas yang turun saat tidur disertai sampai dengan 8% populasi dan
struktur faring kecil membentuk prevalens pada kelompok minimal
tekanan kritis kolaps saluran napas OSA sedang (IAH ≥15) antara 1%
atas. (Somers VK, 2012; Kasai T and sampai dengan 14% populasi. Laki-laki
Bradley TD, 2011; Ryan CM and memilik prevalens yang lebih tinggi,
Bradley TD, 2005) yaitu 22% pada usia muda dan 42%
Lumen saluran napas lebih pada usia lebih tua. Prevalens OSA
sempit pada pasien OSA daripada pada perempuan sekitar 4% pada usia
orang normal. Lumen yang sempit muda dan 32% pada usia lebih tua.
mengakibatkan tekanan negatif yang Laki-laki memiliki risiko 2-3 kali lebih
lebih besar sehingga diperlukan tenaga tinggi daripada perempuan pada
yang lebih besar lagi untuk melawan kejadian OSA. (Young T et al., 2002)
efek kolaps akibat tekanan negatif itu.
(Somers VK, 2012; Kasai T and Bradley Diagnosis Obstructive Sleep Apnea
TD, 2011; Ryan CM and Bradley TD, Gejala klinis utama dari OSA
2005). Gambar 1 menunjukan derajat adalah mendengkur. Dalam populasi
obstruksi pada kondisi OSA. umum, kebiasaan mendengkur
dijumpai pada 35-45% pria dan 15-28%
perempuan. Mendengkur adalah suara
bising yang disebabkan oleh aliran
udara melalui sumbatan parsial saluran
napas pada bagian belakang hidung
dan mulut yang terjadi saat tidur. Akan
tetapi, tidak semua orang yang
mempunyai kebiasaan mendengkur
menderita OSA. (Somers VK, 2012;
Somers VK et al., 2008; Kasai T and
Bradley TD, 2011) Keluhan lain adalah
Gambar 1. Obstruksi jalan napas secara rasa mengantuk yang berlebihan di
total dan parsial. siang hari, peningkatan tekanan darah
(Dikutip dari Somers VK) dan mengalami rasa tercekik di malam
hari (nocturnal choking). Penderita
Epidemiologi Obstructive Sleep Apnea biasanya mengeluh bangun tiba-tiba
dan Obstructive Sleep Apnea pada dengan rasa panik akut dan tercekik.
Gagal Jantung Episode tercekik berlangsung dalam
Kejadian henti napas pada beberapa detik tetapi sudah cukup
populasi umum adalah 2-5%. (Ferreira mengakibatkan stress bagi penderita
S et al., 2006) Walaupun OSA banyak maupun pasangan tidurnya. (Somers
dikenal, namun data prevalens VK, 2012; Somers VK et al., 2008; Kasai
sebenarnya masih belum ada karena T and Bradley TD, 2011)
banyak kasus belum terdiagnosa Kejadian terbangun (sleep
terutama melalui pemeriksaan baku arousal) muncul karena saat terjadi
emas, polisomnografi. (Somers VK, sumbatan, kemoreseptor akan
2012) Data polisomnografi membaca kadar CO2 yang terlalu tinggi
memperkirakan prevalens pada sehingga mengirimkan sinyal untuk
kelompok minimal OSA ringan (Indeks

176
SIDHI LAKSONO PURWOWIYOTO

membangunkan otak. Sebagian besar dalam bahasa Inggris disebut Apnea-


gejala henti napas itu tidak disadari Hypopnea Index (AHI). IAH adalah
oleh penderita melainkan disaksikan kejadian apnea atau hipopnea per jam
oleh pasangan tidurnya. Henti napas tidur. Kejadian apnea dan hiponea
sementara pada OSA perlu dibedakan pada OSA lebih dari lima kali per jam
dengan henti napas yang disebabkan tidur. Klasifikasi OSA terdiri atas tiga
oleh paroxysmal nocturnal dyspnea pada macam yaitu ringan (IAH 5-15), sedang
gagal jantung kiri, serangan akut asma, (IAH 15-30), dan berat (>30). (Somers
acute laryngeal stridor, dan pola napas VK, 2012; Ferreira S et al., 2006;
gagal jantung. (Somers VK, 2012; American Academy of Sleep Medicine,
Somers VK et al., 2008) Metode 1999; Somers VK et al., 2008)
penapisan (screening) OSA antara lain
kuesinoer Epworth Sleepiness Scale (ESS), Obstructive Sleep Apnea Dan Gagal
kuesioner Berlin, observasi oksimetri Jantung
dalam satu malam dan alat yang Aspek kardiovaskular pada OSA
mengkombinasikan penilaiaan paling banyak dibicarakan saat ini.
respirasi, elektrokardiografi (EKG) dan Patofisiologi gagal jantung dan OSA
oksimetri. Analisa rekaman EKG pada akhirnya menyatu pada dua area
selama 24 jam kemungkinan juga dapat yang mendasar yaitu kerusakan
digunakan sebagai metode penapisan. miokardium dan kematian prematur.
Metode penapisan OSA ini belum baku OSA kemungkinan dapat
pada pasien kardiovaskular. (Somers mengakibatkan terjadinya gagal
VK, 2012; Somers VK et al., 2008) jantung, serta dapat mempengaruhi
Polisomnografi menjadi standar progresifitas keluhan gagal jantung.
baku emas dalam mendiagnosis OSA. Sebaliknya, gagal jantung juga dapat
Polisomnografi meliputi perekaman menyebabkan OSA melalui mekanisme
aliran udara napas, gerakan napas, perpidahan cairan. (Bradley TD et al.,
elektroensefalografi (EEG), 2003; Kasai T and Bradley TD, 2011; Sin
elektromiografi (EMG), DD et al., 1999)
elektrookulografi (EOG), EKG, saturasi
oksigen dan posisi badan. Idealnya, Patofisiologi Obstructive Sleep Apnea
polisomnografi dilakukan dalam dan Gagal Jantung
sebuah laboratorium tidur selama satu Patofisiologi antara OSA dan
malam penuh dan dipantau oleh gagal jantung berkaitan pada aktifitas
dokter/perawat. Polisomonografi saraf simpatis, fungsi vagal pada
dengan metode split-night studies jantung, kondisi loading, hipoksia,
merupakan metode yang lebih dipilih faktor neurohormonal dan pelepasan
karena biaya yang lebih rendah. Bagian faktor-faktor protrombin dan
pemeriksaan pada malam yang proinflamasi yang berperan penting
pertama untuk mendiagnosis OSA dan pada terjadinya aterosklerosis. (Bradley
bagian berikutnya adalah untuk titrasi TD et al., 2003; Arzt M and Bradley TD,
CPAP. (Somers VK, 2012; Sin DD et al., 2006; Kasai T and Bradley TD, 2011; Sin
1999) Hasil polisomnografi DD et al., 1999; Dempsey JA et al., 2010)
menunjukan derajat keparahan OSA Pengaruh gagal jantung terhadap OSA
yang dinilai dengan menggunakan adalah melalui akumulasi cairan pada
indeks apnea-hipopnea (IAH) atau leher yang dapat mencetuskan OSA.
Akumulasi cairan pada tungkai yang

177
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DAN GAGAL JANTUNG

terjadi saat pasien berdiri dapat beralih hipoksia dapat menstimulasi terjadinya
menuju leher ketika berbaring. vasokontriksi arteri pulmonalis
Perpindahan cairan ini dapat sehingga afterload ventrikel kanan
mengakibatkan distensi vena di derah meningkat.Akibatnya, terjadi distensi
leher dan/atau edema pada jaringan ventrikel kanan dan septum
lunak sekitar faring. Kemudian akan interventrikel tergeser ke kiri dan
terjadi peningkatan tekanan yang mengakibatkan pengisian ventrikel kiri
mengakibatkan obstruksi faring. pada fase diastolik berkurang.
Semakin banyak perpidahan cairan ke Peningkatan afterload ventrikel kiri dan
daerah leher dapat mengkibatkan berkurangnya preload mengurangi isi
peningkatan lingkar leher dan IAH. sekuncup dan curah jantung yang lebih
(Kasai T and Bradley TD, 2011; Sin DD jauh pada pasien gagal jantung. Pada
et al., 1999) subjek yang sehat, terhentinya kondisi
apnea dapat mengembalikan isi
Efek Siklus Tidur sekuncup dalam waktu singkat. (Arzt
Kondisi OSA mengakibatkan M and Bradley TD, 2006; Kasai T and
gangguan pada siklus tidur yang Bradley TD, 2011; Sin DD et al., 1999)
normal. Masalah sumbatan saluran Sedangkan pada pasien gagal jantung,
napas pada OSA terjadi secara berulang proses pemulihan ini tertunda.2, 9-10, 16
pada saat tidur selama fase non-rapid (Bradley TD et al., 2003; Arzt M and
eye movement (non-REM) dan rapid eye Bradley TD, 2006; Kasai T and Bradley
movement (REM) sehingga TD, 2011; Sin DD et al., 1999). Gambar 2
menyebabkan aliran udara ke paru memperlihatkan efek OSA pada
menjadi terhambat. Kejadian apnea ventrikel kiri dan kanan.
terjadi selama 10-60 detik dan OSA
yang ekstrim dapat terjadi berulang
setiap 30 detik. (American Academy of
Sleep Medicine, 1999) Selain itu, pasien
gagal jantung biasanya memiliki waktu
tidur 1,3 jam lebih sedikit
dibandingkan dengan subjek tanpa
gagal jantung. (Bradley TD et al., 2003;
Wexler L et al., 2005)

Efek Mekanis
Usaha napas yang lebih kuat
diperlukan untuk melawan obstruksi
jalan napas yang terjadi pada OSA.
Inspirasi yang tidak efektif ini
mengakibatkan tekanan negatif Gambar 2. Efek mekanik OSA pada
intratoraks yang turun secara medadak. ventrikel kanan dan kiri.
Tekanan intratoraks yang lebih negatif PA: arteri pulmoner; RV: ventrikel
ini meningkatkan tekanan transmural kanan; LV: ventrikel kiri.
pada ventrikel kiri dan afterload. Dikutip dari (Lattimore JD)
Kemudian aliran balik vena akan
meningkat dan menambah preload pada
ventrikel kanan. Pada OSA, kondisi

178
SIDHI LAKSONO PURWOWIYOTO

Peningkatan tekanan transmural dibandingkan tanpa OSA. Penggunaan


ventrikel kiri juga meningkatkan CPAP yang menurunkan aktifitas
kebutuhan oksigen miokard dan secara simpatis dan tekanan darah
simultan mengurangi aliran oksigen membuktikan adanya efek peningkatan
pada arteri korener akibat kondisi tekanan darah sebagai efek dari saraf
hipoksia. Kondisi ini dapat simpatis. Peningkatan aktifitas saraf
mencetuskan terjadinya iskemia simpatis mengakibatkan desensitisasi
miokard dan gangguan kontraktilitas beta-adrenoreceptor jantung, kerusakan
dan relaksasi jantung. (Bradley TD et dan nekrosis miosit, dan hipertensi.
al., 2003; Arzt M and Bradley TD, 2006; Menurunnya aktifitas vagal dapat
Kasai T and Bradley TD, 2011; Sin DD meningkatkan denyut jantung dan
et al., 1999) Kemudian akan terjadi meningkakan risiko aritmia yang
proses remodeling jantung, hipertrofi, akhirnya meningkatkan angka
dan gagal jantung. (Arzt M and Bradley mortalitas. Oleh karena itu, OSA dapat
TD, 2006; Kasai T and Bradley TD, 2011; mempengaruhi prognosis gagal
Sin DD et al., 1999) jantung salah satunya melalui proses
disregulasi otonomik. (Arzt M and
Efek Otonomik Bradley TD, 2006; Kasai T and Bradley
Aktifitas saraf simpatis TD, 2011; Sin DD et al., 1999). Disfungsi
meningkat akibat stimulasi barorefleks dan kemorefleks pada
kemoreseptor sentral dan perifer yang pasien OSA terjadi secara parsial,
terjadi pada kondisi hipoksia sebagai akibat peningkatan aktivasi
intermiten dan retensi berlebihan CO2. simpatis dan peningkatan tekanan
Faktor lain yang meningkatkan aktifitas darah pada siang hari. Plasma dan
saraf simpatis adalah hilangnya reflex katekolamin urin naik pada malam dan
inhibisi saraf simpatis dari resptor di siang hari pada pasien dengan OSA.
paru. Penurunan isi sekuncup dan Faktor humoral lain seperti leptin bisa
tekanan darah pada OSA menurunkan juga muncul akibat aktivitas simpatis
rangsangan baroreseptor pada sinus yang meningkat. (Kasai T and Bradley
karotis dan kemudian juga akan TD, 2011)
meningkatkan aktifitas saraf simpatis.
Kondisi yang lebih buruk terjadi pada Oksidatif, Reaksi Inflamasi, dan Efek
pasien gagal jantung. Ketika pasien Endotelial Vaskular
terbangun dari tidur pada terminasi Hipoksia intermiten,
apnea, terjadi peningkatan aktifitas reoksigenasi pasca-apnea, dan
saraf simpatis dan penurunan aktifitas peningkatan aktifitas simpatis
vagal jantung. menginduksi stres oksidatif,
Akibatnya terjadi peningkatan menghasilkan reactive oxygen species
tekanan darah dan denyut jantung. (ROS), dan memprovokasi proses
Efek otonomik yang negatif dari OSA inflamasi. ROS mengurangi kadar nitric
ini bertahan sepanjang kondisi terjaga. oxide (NO) dan kemudian mengganggu
(Bradley TD et al., 2003; Arzt M and vasodilatasi yang dimediasi oleh
Bradley TD, 2006; Kasai T and Bradley endotel. Pasien dengan OSA memiliki
TD, 2011; Sin DD et al., 1999). Aktifitas konsentrasi nitrit plasma yang rendah
saraf simpatis pada otot pasien gagal dan melemahnya proses vasodilatasi
jantung dengan OSA lebih tinggi yang dependen terhadap endothelium.
Akan tetapi, proses ini dapat diperbaiki

179
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DAN GAGAL JANTUNG

dengan penggunaan CPAP. (Somers mengalami peningkatan pada OSA.


VK et al., 2008; Kasai T and Bradley TD, Semakin berat derajat OSA, semakin
2011) ROS akan mengaktifasi faktor banyak pula pletelet yang teraktivasi
transkripsi, seperti nuclear factor-kappa B sehingga risiko trombosis juga
(NF-κB) yang akan menstimulasi meningkat. (Dempsey JA et al., 2010)
produksi mediator inflamasi seperti Gambar 3 menunjukan peranan OSA
tumor necrosis factor-α (TNF-α), pada patofisiologi gagal jantung.
interleukin 6 dan 8 (IL-6, IL-8), C-
reactive protein (CRP), molekul adhesi Efek Aritmogenik
seperti intrasel dan adesi sel vascular, E Penelitian pada hewan coba,
selectin dan CD15. Efek tersebut dapat anjing menunjukan bahwa pacu
merusak endothelial dan memicu jantung di atrium kanan meningkatkan
proses aterogenesis. (Kasai T and aktifitas otonomik pada plexi ganglion
Bradley TD, 2011) arteri pulmoner kanan pada fase apnea
Pada penelitian menggunakan dan dapat mencetuskan atrial fibrillation
mencit ditemukan bahwa kombinasi (AF). Proses stimulasi ini menunjukan
OSA dan hiperkolesterolemia bersifat peranan OSA dalam menginduksi AF.
aterogenik. Studi nonrandom Peregangan miokard akibat efek
menemukan bahwa penggunaan CPAP mekanik OSA dapat mencetuskan
dapat menurunkan kadar mediator aritmia atrium dan ventrikel. Iskemia
inflamasi. Sebuah studi randomisasi miokard dan aktifasi proses inflamasi
menemukan bahwa CPAP pada jantung juga memiliki efek
menggurangi ketebalan intima-media serupa. Hipoksia akibat apnea juga
karotis, menunjukan adanya kaitan dapat memprovokasi blok atrio-
antara OSA dan aterosklerosis. OSA ventrikular dan asistol yang bersifat
dapat menimbulkan gagal jantung reversibel dengan pemberian atropine
melalui proses aterosklerosis yang atau terapi OSA. Pasien dengan OSA
merupakan penyebab umum gagal berat memiliki risiko tinggi terhadap
jantung. (Arzt M and Bradley TD, 2006; kejadian AF, takikradia ventrikel non-
Kasai T and Bradley TD, 2011) sustained, bigemini dan trigemini
Disfungsi endotel dapat ekstrasistol ventrikel. Terapi OSA
menyebabkan vasokonstriksi, dengan trakeostomi dapat menurunkan
proliferasi otot polos pembuluh darah, angka kejadian takiaritmia.
hiperkoagulabilitas, trombosis sehingga Penggunaan CPAP menunjukan
terjadi kelainan kardiovaskular. penurunan rekurensi AF satu tahun
Beberapa senyawa vasoaktif setelah kardioversi jika dibdandingkan
mengalami peningkatan sekresi, dengan grup OSA tanpa terapi OSA.
diantaranya endotelin dan fibrinogen. Penggunaan CPAP pada pasien gagal
Endotelin bersifat vasokonstriktor. jantung dengan OSA dapat
Mekanisme sekresi endotelin menurunkan kejadian ektopik
dikarenakan terjadinya peningkatan ventricular nocturnal. (Kasai T and
ekspresi gen endotelin dan sekresi Bradley TD, 2011).
ketika terjadi hipoksia. Aktivasi platelet

180
SIDHI LAKSONO PURWOWIYOTO

Gambar 3. Efek patofisiologi OSA pada gagal jantung. SNA: aktifitas saraf simpatis;
PIT: tekanan intratoraks; TD: tekanan darah.
Dikutip dari (Bradley TD)

SIMPULAN KEPUSTAKAAN

Obstructive sleep apnea (OSA) Somers VK. Chapter 79: Sleep Apnea and
merupakan masalah pernapasan saat Cardiovascular Disease. In: Bonow RO,
tidur (sleep-disordered breathing) yang Mann DL, Zipes DP, Libby P, editors.
paling sering terjadi dan merupakan Braunwald's Heart Disease A Textbook
of Cardiovascular Medicine Ninth
salah satu komorbiditas pada pasien
Edition. Philadelphia: Saunders
gagal jantung. OSA adalah keadaan
Elsevier; 2012. p.1719-26.
apnea dan hipopnea berulang selama Bradley TD, Floras JS. Sleep apnea and
siklus tidur akibat hambatan parsial heart failure: Part I: obstructive sleep
atau total pada saluran napas atas, apnea. Circulation 2003;107(12):1671-8.
meskipun disertai usaha untuk Ferreira S, Winck J, Bettencourt P, Rocha-
bernapas. Patofisiologi OSA pada gagal Goncalves F. Heart failure and sleep
jantung meliputi efek dari gangguan apnoea: to sleep perchance to dream.
tidur, efek mekanik dari penurunan Eur J Heart Fail 2006;8(3):227-36.
tekanan intratoraks, efek otonomik, Sleep-related breathing disorders in adults:
proses inflamasi, stress oksidatif dan recommendations for syndrome
definition and measurement
disfungsi endotel dan efek aritmogenik.

181
OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA DAN GAGAL JANTUNG

techniques in clinical research. The breathing in heart failure. Thorax


Report of an American Academy of 1998;53 Suppl 3:S33-6.
Sleep Medicine Task Force. Sleep Shahar E, Whitney CW, Redline S, Lee ET,
1999;22(5):667-89. Newman AB, Javier Nieto F, et al.
Somers VK, White DP, Amin R, Abraham Sleep-disordered breathing and
WT, Costa F, Culebras A, et al. Sleep cardiovascular disease: cross-sectional
apnea and cardiovascular disease: an results of the Sleep Heart Health
American Heart Association/american Study. Am J Respir Crit Care Med
College Of Cardiology Foundation 2001;163(1):19-25.
Scientific Statement from the American Young T, Peppard PE, Gottlieb DJ.
Heart Association Council for High Epidemiology of obstructive sleep
Blood Pressure Research Professional apnea: a population health
Education Committee, Council on perspective. Am J Respir Crit Care
Clinical Cardiology, Stroke Council, Med 2002;165(9):1217-39.
and Council On Cardiovascular Gottlieb DJ, Yenokyan G, Newman AB,
Nursing. In collaboration with the O'Connor GT, Punjabi NM, Quan SF,
National Heart, Lung, and Blood et al. Prospective study of obstructive
Institute National Center on Sleep sleep apnea and incident coronary
Disorders Research (National Institutes heart disease and heart failure: the
of Health). Circulation sleep heart health study. Circulation
2008;118(10):1080-111. 2010;122(4):352-60.
Lattimore JD, Celermajer DS, Wilcox I. Stradling JR, Davies RJ. Sleep. 1:
Obstructive sleep apnea and Obstructive sleep apnoea/hypopnoea
cardiovascular disease. J Am Coll syndrome: definitions, epidemiology,
Cardiol 2003;41(9):1429-37. and natural history. Thorax
McMurray JJ, Adamopoulos S, Anker SD, 2004;59(1):73-8.
Auricchio A, Bohm M, Dickstein K, et Sin DD, Fitzgerald F, Parker JD, Newton G,
al. ESC Guidelines for the diagnosis Floras JS, Bradley TD. Risk factors for
and treatment of acute and chronic central and obstructive sleep apnea in
heart failure 2012: The Task Force for 450 men and women with congestive
the Diagnosis and Treatment of Acute heart failure. Am J Respir Crit Care
and Chronic Heart Failure 2012 of the Med 1999;160(4):1101-6.
European Society of Cardiology. Onat A, Hergenc G, Yuksel H, Can G,
Developed in collaboration with the Ayhan E, Kaya Z, et al. Neck
Heart Failure Association (HFA) of the circumference as a measure of central
ESC. Eur Heart J 2012;33(14):1787-847. obesity: associations with metabolic
Wexler L, Javaheri S. Sleep apnea is linked syndrome and obstructive sleep apnea
to heart failure, but does treatment syndrome beyond waist
improve outcome? Cleve Clin J Med circumference. Clin Nutr 2009;28(1):46-
2005;72(10):929-36. 51.
Arzt M, Bradley TD. Treatment of sleep Peppard PE, Young T, Palta M, Skatrud J.
apnea in heart failure. Am J Respir Crit Prospective study of the association
Care Med 2006;173(12):1300-8. between sleep-disordered breathing
Kasai T, Bradley TD. Obstructive sleep and hypertension. N Engl J Med
apnea and heart failure: 2000;342(19):1378-84.
pathophysiologic and therapeutic Arzt M, Young T, Finn L, Skatrud JB, Ryan
implications. J Am Coll Cardiol CM, Newton GE, et al. Sleepiness and
2011;57(2):119-27. sleep in patients with both systolic
Wilcox I, McNamara SG, Wessendorf T, heart failure and obstructive sleep
Willson GN, Piper AJ, Sullivan CE. apnea. Arch Intern Med
Prognosis and sleep disordered 2006;166(16):1716-22.

182
SIDHI LAKSONO PURWOWIYOTO

Buxbaum SG, Elston RC, Tishler PV, Ryan CM, Bradley TD. Pathogenesis of
Redline S. Genetics of the apnea obstructive sleep apnea. J Appl Physiol
hypopnea index in Caucasians and 2005;99(6):2440-50.
African Americans: I. Segregation Dempsey JA, Veasey SC, Morgan BJ,
analysis. Genet Epidemiol O'Donnell CP. Pathophysiology of
2002;22(3):243-53. sleep apnea. Physiol Rev 2010;90(1):47-
112.

183

Anda mungkin juga menyukai