Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 .Paragraf
1.      Pengertian Paragraf
Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam
sebuah paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam
paragraf tersebut, mulai dari kalimat pengenal, kalimat topik, kalimat-kalimat penjelas,
sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam satu rangkaian
untuk membentuk sebuah gagasan. Paragraf dapat juga dikatakan sebagai sebuah karangan
yang paling pendek (singkat). Dengan adanya paragraf, kita dapat membedakan di mana
suatu gagasan mulai dan berakhir. Kita akan kepayahan membaca tulisan atau buku, kalau
tidak ada paragraf, karena kita seolah-olah dicambuk untuk membaca terus menerus sampai
selesai. Kitapun susah memusatkan pikiran pada satu gagasan ke gagasan lain. Dengan
adanya paragraf kita dapat berhenti sebentar sehingga kita dapat memusatkan pikiran tentang
gagasan yang terkandung dalam paragraf itu.
2.      Jenis Paragraf
Paragraf dibagi menjadi beberapa jenis antara lain:.
1.Jenis Paragraf Berdasarkan Sifat dan Tujuannya
beberapa penjelasan tentang jenis paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya sebagai berikut:
(a) Paragraf Pembuka
Tiap jenis karangan akan mempunyai paragraf yang membuka atau menghantar karangan itu,
atau menghantar pokok pikiran dalam bagian karangan itu. Oleh Sebab itu sifat dari paragraf
semacam itu harus menarik minat dan perhatian pembaca, serta sanggup menyiapkan pikiran
pembaca kepada apa yag sedang diuraikan. Paragraf yang pendek jauh lebih baik, karena
paragraf-paragraf yang panjang hanya akan meimbulkan kebosanan pembaca.
(b) Paragraf Penghubung
Paragraf penghubung adalah semua paragraf yang terdapat di antara paragraf pembuka dan
paragraf penutup.
Inti persoalan yang akan dikemukakan penulisan terdapat dalam paragraf-paragraf ini. Oleh
Sebab itu dalam membentuk paragraf-paragraf penghubung harus diperhatikan agar
hubungan antara satu paragraf dengan paragraf yang lainnya itu teratur dan disusun secara
logis.
Sifat paragraf-paragraf penghubung bergantung pola dari jenis karangannya. Dalam
karangan-karangan yang bersifat deskriptif, naratif, eksposisis, paragraf-paragraf itu harus
disusun berdasarkan suatu perkembangan yang logis. Bila uraian itu mengandung
pertentangan pendapat, maka beberapa paragraf disiapkan sebagai dasar atau landasan untuk
kemudian melangkah kepada paragraf-paragraf yang menekankan pendapat pengarang.
(c) Paragraf Penutup
Paragraf penutup adalah paragraf yang dimaksudkan untuk mengakhiri karangan atau bagian
karangan. Dengan kata lain, paragraf ini mengandung kesimpulan pendapat dari apa yang
telah diuraikan dalam paragraf-paragraf penghubung.
Apapun yang menjadi topik atau tema dari sebuah karangan haruslah tetap diperhatikan agar
paragraf penutup tidak terlalu panjang, tetapi juga tidak berarti terlalu pendek. Hal yang
paling esensial adalah bahwa paragraf itu harus merupakan suatu kesimpulan yang bulat atau
betul-betul mengakhiri uraian itu serta dapat menimbulkan banyak kesan kepada
pembacanya.
2.Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan
letak kalimat utama ini antara lain:
(a) Paragraf Deduktif
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian
diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf
ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang
khusus.
Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan
gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa
disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.
(b) Paragraf Induktif
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian,
kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir
induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.
(c) Paragraf Gabungan atau Campuran
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal
ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini
dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini
tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.
(d) Paragraf Tanpa Kalimat Utama
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh
kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan
berbentuk narasi atau deskripsi.
Contoh paragraf tanpa kalimat utama:Enam puluh tahun yang lalu, pagi-pagi tanggal 30 Juni
1908, suatu benda cerah tidak dikenal melayang menyusur lengkungan langit sambil
meninggalkan jejak kehitam-hitaman dengan disaksikan oleh paling sedikit seribu orang di
pelbagai dusun Siberi Tengah. Jam menunjukkan pukul 7 waktu setempat. Penduduk desa
Vanovara melihat benda itu menjadi bola api membentuk cendawan membubung tinggi ke
angkasa, disusul ledakan dahsyat yang menggelegar bagaikan guntur dan terdengar sampai
lebih dari 1000 km jauhnya.
Sukar sekali untuk mencari sebuah kalimat topik dalam paragraf di atas, karena seluruh
paragraf bersifat deskriptif atau naratif. Tidak ada kalimat yang lebih penting dari yang lain.
Semuanya sama penting, dan bersama-sama membentuk kesatuan dari paragraf tersebut.
3.      Syarat-Syarat Paragraf
Paragraf yang baik harus memiliki dua ketentuan, yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan
paragraf.
(a)   Kesatuan Paragraf
Dalam sebuah paragraf terdapat hanya satu pokok pikiran. Oleh sebab itu, kalimat-kalimat
yang membentuk paragraf perlu ditata secara cermat agar tidak ada satu pun kalimat yang
menyimpang dari ide pokok paragraf itu. Kalau ada kalimat yang menyimpang dari pokok
pikiran paragraf itu, paragraf menjadi tidak berpautan, tidak utuh. Kalimat yang menyimpang
itu harus dikeluarkan dari paragraf.
Contoh: Jateng sukses, Kata-kata ini meluncur gembira dari pelatih regu Jateng setelah
selesai pertandingan final Kejurnas TinjuAmatir, Minggu malam, di Gedung Olahraga
Jateng, Semarang. Kota Semarang terdapat di pantai utara Pulau Jawa, ibu kota Propinsi
Jateng. Pernyataan itu dianggap wajar karena yang diimpi-impikan selama ini dapat terwujud,
yaitu satu medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu. Hal itu ditambah lagi
oleh pilihan petinju terbaik yang jatuh ke tangan Jateng. Hasil yang diperoleh itu adalah
prestasi paling tinggi yang pemah diraih oleh Jateng dalam arena seperti itu.
Dalam paragraf itu kalimat ketiga tidak menunjukkan keutuhan paragraf. Oleh sebab itu,
kalimat tersebut harus dikeluarkan dari paragraf.
b) Kepaduan Paragraf
Kepaduan paragraf dapat terlihat melalui penyusunan secara logis dan melalui ungkapan-
ungkapan (kata-kata) pengait kalimat. Urutan yang logis akan terlihat dalam susunan kalimat-
kalimat dalam paragraf itu. Dalam paragraf itu tidak ada kalimat yang sumbang atau keluar
dari permasalahan yang dibicarakan.

4.      Pengait Paragraf


Agar paragraf menjadi padu digunakan pengait paragraf, berupa :
1.Ungkapan penghubung transisi,
2. Kata ganti, atau
3. Kata kunci (pengulangan kata yang dipentingkan).
Ungkapan pengait antar kalimat dapat berupa penghubung/transisi, yaitu :
Beberapa Kata Transisi
ungan tambahan : lebih lagi, selanjutnya, tambah pula, di samping itu, lalu,berikutnya,demikian pula,
begitu juga, di samping itu, lagi pula.
ungan pertentangan : akan tetapi, namun, bagaimanapun, walaupun demikian,sebaliknya, meskipun begitu,
lain halnya.
ungan perbandingan : sama dengan itu, dalam hal yang demikian, sehubungan dengan Itu.
ungan akibat : oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu, maka, oleh sebab itu.
ungan tujuan :: untuk itu, untuk maksud itu
ungan singkatan : singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada umumnya, dengan kata lain,Sebagai simpulan.
ungan waktu : sementara itu, segera setelah itu, beberapa saat kemudian
ungan tempat : berdekatan dengan itu

B. Wacana
1. Pengertian Wacana
Wacana merupakan unsur kebebasan yang relatif paling kompleks dan paling
lengkap. Satuan pendukung kebahasaannya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa,
kalimat, paragraf, hingga karangan utuh. Namun, wacana pada dasarnya juga merupakan
unsur bahasa yang bersifat pragmatis. Apalagi pemakaian dalam pemahaman wacana dalam
komunikasi memerlukan beberapa alat (piranti) yang cukup banyak. Oleh karena itu kajian
tentang wacana menjadi “wajib” ada dalam proses pembelajaran bahasa. Tujuannya tidak
lain, untuk membekali pemakai bahasa agar dapat memahami dan memakai bahasa dengan
baik dan benar.
Pendapat para ahli bahasa tentang wacana mengingatkan kita pada pemahaman bahwa
wacana adalah: (1) perkataan, ucapan, tutur yang merupakan satu kesatuan. (2) keseluruhan
tutur. Dalam hal ini, digambarkan wujudnya dengan keseluruhan tutur yang menggambarkan
muatan makna (semantik) yang didukung wacana.
Dari serangkaian penjelasan diatas dapat diketahui wacana adalah satuan bahasa yang
terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi
tinggi yang berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata.
Pemahaman ini memacu kita pada wacana yang kohesif dan koheren. Kohesi merupakan
keserasihan hubungan unsur-unsur dalam wacana sedangkan koheren merupakan kepaduan
wacana sehingga komunikatif mengandung satu ide.
2. Jenis Wacana
Jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi,
cara pemaparan, dan jenis pemakaian. Berikut penjelasan dari bagian-bagian diatas:

1.      Realitas Wacana


Realita wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal.
Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan
kelengkapan struktural bahasa, mengacu pada struktur apa adanya, nonverbal atau language
likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian non bahasa (yakni rangkaian isyarat atau
tanda-tanda yang bermakna(bahasa isyarat)).
2.      Media Komunikasi Wacana
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran (tuturan) lisan dan tulis.
3.      Pemaparan Wacana
Pemaparan wacana ini sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan
pemaparan, wacana meliputi wacana naratif, prosedural, hortatori, ekspositori dan deskriptif.
Wacana naratif adalah rangkaian tuturan yang menceritakanatau menyajikan hal atau
kejadian (peristiwa) melalui penonjolan (personal I atau III).
Wacana prosedural dipaparkan dengan rangkaian tuturan yang melukiskan sesuatu secara
berurutan dan secara kronologis.
Wacana hartatori adalah tuturan yang berisi ajakan atau nasehat. Tuturan dapat pula berupa
ekspresi yang memperkuat keputusan untuk lebih meyakinkan.
Wacana ekspositori bersifat menjelaskan sesuatu. Biasanya berisi pendapat atau simpulan
dari suatu pandangan. Pada umumnya , ceramah, pidato atau artikel majalah dan surat kabar
termasuk wacana ekspositori.
Wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau melukiskan
sesuatu, baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan penuturannya.
4.      Jenis Pemakaian Wacana
Jenis pemakaian wacana berwujud monolog, dialog dan polilog. Wacana monolog
merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicaraan antara
dua pihak yang berkepentingan. Jenis wacana ini berupa bacaan, cerita dan lain-lain.
Wacana yang berwujud dialog berupa percakapan atau pembicaraan antara dua pihak,
terdapat pada konversasi. Wacana dialog ini berupa pembicaraan telepon, tanya jawab,
wawancara, teks drama, film.
Wacana polilog melibatkan partisipan pembicaraan di dalam konversesi. Partisipan
konversesi lebih dari dua orang penutur.
3. Konteks Wacana
1. Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau
situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula
berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks
dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks
ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau
setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi
(dialog, monolog, atau polilog).
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa
secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa
senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan
adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.

2. Macam-macam Konteks

Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar,
konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks
ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks
linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan proposisi
positif.
Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan
sebuah teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks
bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.

Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa.


Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik,
latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam
peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar.
Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam
bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau
dialek yang digunakan dalam wacana.

Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi
pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun
konteks ekstralinguistik.

3. Manfaat konteks

Tiga manfaat konteks dalam analisis wacana:

a.       Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks
linguistik.

b.      Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan
ditentukan oleh konteks wancana.

c.       Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki unsur tak
terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks.

BAB III
PENUTUP
Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam
sebuah paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam
paragraf tersebut. Atau dapat dikatakan Karangan yang pendek / singkat yang berisi sebuah
pikiran dan didukung himpunan kalimat yang saling berhubungan untuk membentuk satu
gagasan disebut paragraph / alinea.
Paragraf dibagi menjadi dua jenis yaitu paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya serta
jenis paragraf berdasarkan letak kalimat utamanya. Suatu kalimat dapat disebut paragraf jika
telah memenuhi syarat paragraf yaitu kesatuan paragraf dan kepaduan paragraf. Agar
paragraf menjadi padu maka perlu ada pengait paragraf, yang dimaksud pengait paragraf ini
adalah kata hubung untuk memadukan paragraf.
Wacana adalah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas
kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang berkesinambungan, yang
mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata. Wacana dibagi menjadi beberapa jenis yaitu
dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis
pemakaian.
Dalam wacana terdapat suatu konteks wacana. Konteks adalah benda atau hal yang
berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Ada dua
macam konteks wacana yang harus diperhatikan yaitu konteks linguistik dan konteks
ekstralinguistik. Salah satu manfaat adanya konteks wacana ini adalah untuk menentukan
maksud tuturan yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wacana.

Anda mungkin juga menyukai