Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batasan mengenai sektor informal sebagai sebuah fenomena yang


sering muncul di pedesaan masih dirasakan kurang jelas, karena kegiatan-
kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria sektor formal-
terorganisir, terdaftar, dan dilindungi oleh hukum, dimasukkan ke dalam
sektor informal, yaitu suatu istilah yang mencakup pengertian berbagai
kegiatan yang seringkali tercakup dalam istilah umum “usaha sendiri”.
Dengan kata lain, sektor informal merupakan jenis kesempatan kerja yang
kurang terorganisir, sulit dicacah, dan sering dilupakan dalam sensus resmi,
serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanya jarang
dijangkau oleh aturan-aturan hukum. Agar tetap dapat bertahan hidup
(survive), masyarakat pedesaan memanfaatkan sampah dan mendirikan
tempat usaha informal (baik yang sah dan tidak sah) sebagai sumber mata
pencaharian mereka. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan dari pada
menjadi pengangguran yang tidak memiliki penghasilan.

Belum ada pembagian yang jelas antara jenis dan tempat kerja dari
kegiatan pekerjaan formal dan informal. Sementara ini sektor informal dan
formal dibedakan karena ketidakberadaannya hubungan kerja atau kontrak
kerja yang jelas. Pada umumnya sifat pekerjaan informal hanya berdasarkan
perintah dan perolehan upah. Hubungan yang ada hanya sebatas majikan dan
buruh (tenaga kerja), dengan minimnya perlindungan K3. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu perlindungan tenaga kerja di
segala jenis kegiatan usaha, baik formal maupun informal. Kegiatan dan
penerapan K3 terhadap tenaga kerja di sektor formal, pada umumnya sudah
diterapkan dengan baik. Sedangkan penerapan di sektor informal belum
diketahui dengan baik. Kegiatan pekerjaan dan tempat kerja sektor informal
sangat banyak dan belum diklasifikasikan atas jenis usaha , jenis pekerjaan,
dan tempat kerja. Bila ditinjau dari ketiganya, nampaknya tidak jauh berbeda.
Namun bila dilihat kondisi tempat kerja dan Kesehatan Keselamatan Kerjanya
sangat berbeda. Secara langsung maupun tidak langsung aktivitas kerja secara
semi-otomatis apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan
kecelakaan kerja.

B. Tujuan

a. Untuk mengetahui keadaan sanitasi home industry

b. Untuk mengetahui proses produksi

c. Untuk mengetahui bahaya factor resiko di lingkungan kerja

d. Untuk mengetahui masalah sanitasi lingkungan industry dan kesehatan


keselamatan kerja
BAB II

CARA PENGUMPULAN DAN ANALIDSIS DATA

A. Pengumpulan Data
1. Pengumpulan Data dengan Observasi
Herdiansyah (2010:131) menyatakan bahwa: Inti dari observasi adalah
adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai. Perilaku
yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat langsung oleh mata,
dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat diukur. Karena mensyaratkan
perilaku yang tampak, potensi perilaku seperti sikap dan minat yang masih
dalam bentuk kognisi, afeksi, atau kecenderungan perilaku tidak dapat
diobservasi. Selain itu, observasi haruslah mempunyai tujuan tertentu.
Pengamatan yang tanpa tujuan bukan merupakan observasi.
Untuk mendapatkan sejumlah data, peneliti melakukan observasi
partisipatif pada golongan partisipasi pasif dan observasi terus terang atau
tersamar. Masalah yang diobservasi pada penelitian ini adalah hal yang
berhubungan dengan kondisi karyawan dan kondisi lingkungan industri
Alumunium, serta beberapa aspek yang berpengaruh terhadap kecelakaan
kerja para karyawan. Observasi dilakukan pada tanggal 26 bulan Mei 2016
bertempat di Brongkol RT 97 Argodadi Sedayu, Bantul, Yogyaakarta.
Pencatatan hasil observasi dilakukan pada lembar observasi yang telah
disusun oleh peneliti.
2. Pengumpulan Data dengan Wawancara
Esterberg (Sugiyono, 2010) mengemukakan beberapa macam
wawancara, yaitu:
a. Wawancara Terstruktur (Structured Interview)
Wawancara ini digunakan apabila peneliti telah mengetahui informasi
yang akan diperolehnya oleh sebab itu instrumen penelitiannya telah
disiapkan yang berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis dan alternatif
jawabannyapun telah disiapkan pula.
b. Wawancara Semiterstruktur (Semistructured Interview)
Wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview,
dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas daripada wawancara
terstruktur. Wawancara ini bertujuan untuk mengungkap permasalahan
lebih terbuka dengan cara minta pendapat dan ide-ide dari orang yang
diwawancarai.
c. Wawancara Tak Berstruktur (Unstructured Interview)
Pada wawancara ini tidak menggunakan pedoman yang telah disusun
secara sistematis dan lengkap, namun hanya menggunakan garis-garis
besar permasalahan saja sebagai pedoman. Penelitian pendahuluan atau
penelitian yang lebih mendalam sering menggunakan wawancara model
ini.
Wawancara yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara
takterstruktur. Wawancara ini memungkinkan peneliti mendapatkan
gagasan-gagasan dan jawaban yang bervariasi sehingga bisa mengungkap
suatu fenomena yang menjadi latar penelitian ini. Wawancara dilakukan
pada pemilik industri yang dilaksanakan hari dan taggal yang sama yaitu
pada 26 Mei 2016 bertempat disekitar ruang produksi industri. Hasil dari
wawancara berupa temuan-temuan dicatat pada lembar wawancara dan
disajikan berupa data-data yang diolah pada laporan ini.

B. Teknik Analisis Data


Analisis Data yang digunakan dalam inspeksi ini adalah dikriptif
kuantitatif. Metode analisis kuantitatif (quantitative analysis method), yaitu 
metode analisis risiko yang menggunakan angka numerik untuk menyatakan
dampak dan probabilitas. Pada dokumen information assurance CS498SH
(2006), menjelaskan bahwa pada pendekatan kuantitatif, dilakukan dengan
enam proses penting, meliputi:
1. Identifikasi nilai aset (asset value)
2. Penentuan ancaman, kelemahan (vulnerability) dan dampak
3. Perkiraan kecenderungan terjadi (likelihood of exploitation).
4. Perhitungan Annual Loss Exposure (ALE)
5. Peninjauan (survey) penggunaan kontrol dan biayanya
6. Pelaksanaan project untuk implementasi kontrol

C. Gambaran umum Industri

Industri wajan ini terdapat di Brongkol RT 97 Argodadi


Sedayu, Bantul, Yogyaakarta tepatnya berada ditengah pemukiman
warga. Pemilik usaha wajan ini adalah Bapak poniman. Sejarah
berdirinya, usaha ini mulai dijalankan pada tahun 2007. Berawal dari
keinginan pemilik industri mengembangkan usahanya dibidang lain
serta keinginan untuk membuka lapangan kerja bagi warga sekitar
lingkungannya. Bagian produksi pembuatan wajan terletak di belakang
rumah pak polaman yang langsung terhubung dengan perkebunan.

Industri ini tidak memiliki syarat khusus bagi para warga yang
ingin bekerja di pabrik wajan. Semua warga diperkenankan bekerja
asal mau menuruti semua peraturan yang ada. Terdapat empat orang
pekerja yang semuanya adalah kaum adam. Dengan pembagian tugas
seperti satu orang pekerja dalam proses pembuatan cetakan wajan, satu
orang pekerja dalam proses pembuatan wajan, dan sisanya berada
dalam proses pembubutan wajan.
Adapun jam kerja para pegawai dimulai dari pukul 07.30 WIB
hingga pukul 15.00 WIB. Selama 8 jam bekerja para pegawai
mendapatkan 2 waktu untuk beristirahat diawali pada pukul 09.30
hingga pukul 10.00 untuk istirahat pertama, biasanya waktu istirahat
pertama ini digunakan pekerja untuk berkumpul sambil ngopi di
samping ruang produksi. Sedangkan istirahat kedua dilaksanakan pada
pukul 11.30 hingga pukul 12.30, pada jam istirahat kedua ini para
pekerja memanfaatkan waktunya untuk sholat dzhur dan makan siang.
Meskipun industri ini masih dalam industri informal dan masih skala
yang kecil, pemilik pabrik wajan ini tidak mengabaikan kesehatan para
pegawainya begitu saja. Jika terjadi kecelakaan kerja pada pegawai,
biasanya pegawai yang mengalami kecelakaan tersebut langsung
dibawa ke puskesmas terdekat. Namun apabila kecelakaan itu dengan
luka dan kondisi serius penanggung jawab industri langsung
membawa pegawainya ke rumah sakit.

D. Proses Produksi

Menyiapkan Alumunium Dicetak /


bekas (wajan Dituangkan ke Dibubut /
alat cetakan
dan panci cetakan panas. dihaluskan.
wajan
bekas)
dibakar
sampai cair

Diagram 1. Proses Produksi Wajan

1. Menyiapkan alat cetakan wajan


Alat cetakan wajan yang terbuat dari tanah yang kasar dan
kemudian direndam dalam air yang selanjutnya tanah kasar ini
dibentuk sesuai ukuran yang ada, setelah terbentuk barulah
dilakukan pembakaran pada cetakan tadi. Fungsinya agar cetakan
menjadi keras. Pembakaran dilakukan selama kurang lebih 5 jam.
Setelah melakukan pembakaran pertama cetakan dilapisi oleh
merang yang sudah diayak halus, merang ini dicampur air agar
mudah untuk dibentuk. Setelah dilapisi oleh merang cetakan
kemudian dibakar kembali, biasanya pembakaran kedua tidak
memakan waktu yang lama hanya sekitar 1 jam. Jika pembakaran
kedua telah selesai cetakan kemudian di amplas agar menjadi
halus.

2. Alumunium bekas dibakar sampai cair.


Proses peleburan wajan dan panci bekas merupakan proses
kedua, panci dan wajan yang sudah dikumpulkan, dimasukan
kedalam tungku yang besar untuk dileburkan. Hanya
membutuhkan waktu yang tidak lama wajan dan panci bekas itu
sudah menjadi leburan dan siap pakai untuk dicetak menjadi wajan
yang baru.
3. Dicetak / Dituangkan ke cetakan panas.
Setelah bahan baku menjadi cair, cairan bahan baku diambil
menggunakan sinduk panjang dan kemudian dituangkan kedalam
cetakan wajan. Cetakan wajan ini ditekan sehingga cetakan tidak
bercelah sementara pegawai yang satunya menuangkan alumunium
cair kedalam cetakan tersebut.

4. Dibubut / dihaluskan.
Wajan yang sudah dicetak kemudian dibubut dengan
menggunakan mesin pembubut. Ini bertujuan agar wajan yang
dihasilkan rata. Kemudian di amplas sampai halus.

E. Bahan-Bahan

1. Alumunin

Aluminium ialah unsur kimia. Lambang aluminium ialah Al,


dan nomor atomnya 13. Aluminium ialah logam paling berlimpah.
Aluminium bukan merupakan jenis logam berat, namun merupakan
elemen yang berjumlah sekitar 8% dari permukaan bumi dan paling
berlimpah ketiga. Aluminium terdapat dalam penggunaan aditif
makanan, antasida, buffered aspirin, astringents, semprotan hidung,
antiperspirant, air minum, knalpot mobil, asap tembakau, penggunaan
aluminium foil, peralatan masak, kaleng, keramik , dan kembang api.
Aluminium merupakan konduktor listrik yang baik. Terang dan kuat.
Merupakan konduktor yang baik juga buat panas. Dapat ditempa
menjadi lembaran, ditarik menjadi kawat dan diekstrusi menjadi
batangan dengan bermacam-macam penampang. Tahan korosi.
Aluminium digunakan dalam banyak hal. Kebanyakan darinya
digunakan dalam kabel bertegangan tinggi. Juga secara luas digunakan
dalam bingkai jendela dan badan pesawat terbang. Ditemukan di
rumah sebagai panci, botol minuman ringan, tutup botol susu dsb.
Aluminium juga digunakan untuk melapisi lampu mobil dan compact
disks. Alumunium ini biasanya didapat dari kaleng minuman bekas,
panci panci yang sudah tidak terpakai lagi, wajan wajan yang sudah
tidak terpakai lagi.

2. Peralatan yang digunakan


a. Tungku besar, fungsinya untuk meleburkan wajan bekas, dan
panci yang sudah tidak terpakai lagi untuk dijadikan bahan
baku pembuatan wajan.

b. Cetakan wajan, fungsinya untuk mencetak alumunium yang


sudah lebur.

c. Kompor, fungsinya untuk membakar cetakan agar menjadi


keras.

d. Sinduk, fungsinya untuk mengambil alumunium cair untuk


dicetak kedalam cetakan.

e. Sendok, fungsinya untuk meratakan wajan yang sedang


dicetak.

f. Mesin pembubut, fungsinya untuk meratakan wajan yang


sudah dicetak.

F. Faktor resiko lingkungan kerja

1. Pembuatan Cetakan Wajan

a. Pada proses ini pekerja melakukan pekerjaannya dengan


membungkuk ini menyebabkan pegawai cepat mengalami
kelelahan pada bagian punggungnya.

b. Suara bising yang dihasilkan oleh tungku pada saat


pembakaran dapat menyebabkan gangguan fungsi
pendengaran.
c. Suhu ruangan yang panas dapat membuat pekerja cepat
mengalami dehidrasi.

2. Peleburan Panci dan wajan Bekas

a. Suhu tungku yang panas membuat pegawai mengalami


dehidrasi.

b. Uap yang dihasilkan oleh pembakaran tersebut dapat


menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan.

c. Jika pegawai tidak hati hati dalam bekerja cairan panas dapat
terkena anggota tubuh pegawai.

3. Pencetakan wajan

Pada proses ini bahaya yang dihasilkan adalah tersiram cairan


alumunium pada saat ditungkan kedalam cetakan.

4. Pembubutan Wajan

a. Kebisingan yang dihasilkan mesin pembubut dapat


mengganggu fungsi pendengaran.

b. Kelelahan pembubutan wajan karena pegawai terlalu lama


berdiri.

c. Kehati hatian dalam proses ini sangat diperlukan, sebab jika


tidak hati hati tangan dapat terpotong.

5. Amplas Wajan
Proses ini dilakukan pegawai dengan berdiri, berdiri yang lama
dapat menyebabkan kelelahan anggota badan (kaki dan punggung).

G. Upaya sanitasi industri dan Keselamatan kerja

Potensial Sumber Dampak Pemecahan


Fisik
Suara 1. Mesin Dapat 1. Mengurangi
Bising pembub mengurang waktu kerja
ut i fungsi pegawai agar
pendengara paparan
2. Kompo
, gangguan kebisingan
r
komunikasi tidak terlalu
. lama.

2. Bahan
penyerap
bunyi dapat
digantungkan
untuk
menyerap
bunyi.

3. Dengan
menggilir
pekerja yang
bekerja
ditempat
kebisingan
tinggi.
4. Memakai alat
pelindung
diri untuk
kebisinga
seperti ear
plugs
(penyumbat
telinga) atau
ear muffs
(penutup
telinga)

Suhu 1. Tungku Api Dehidrasi 1. Sediakan air


ruangan (tubuh minum
2. Kompor
yang letih, lesu, ditempat kerja
panas lemas,
2. Istirahat untuk
kantuk,
mengurangi
mual), heat
efek kelelahan
stres
kumulatif.
(pingsan
lemah,
3. Berpakaian
enek,
yang longgar.
muntah)

Luka 1. Tersiram Melepuh 1. Pada saat


pada alumunium pada kulit, proses
anggota cair atau pencetakan
tubuh bahkan wajan,
tangan bisa sebaiknya
2. Terkena mesin
terpotong pegawai
pembubut
oleh mesin menggunakan
sepatu safety
untuk
meminimalisi
r terkena
cairan panas
pada saat
pencetakan.

2. Menggunakan
sarung tangan
pada saat
mengangkat
wajan yang
masih panas.

3. Kehati hatian
yang tinggi
perlu
diperhatikan,
sebab sekali
pegawai lalai
dalam
pekerjaanya
maka anggota
tubuh bisa
terpotong
pada saat
proses
pembubutan

KIMIA
Uap Pembakaran 1. Dapat 1. Menggunakan alat
Alumuniu Alumunium menyebabk pelindung diri seperti:
m Oksida an iritasi respirator udara
pada (masker babi),
.
anggota kacamata (googles),
tubuh yang sarung tangan
terkena. pekerja.

Fisiologis Sikap Berdiri yang Kelelahan 1. Tinggi


lama. otot, kerja
cumulatif sebaiknya
trauma 5 – 10 cm.
disorder,
2. Beri
perubahan
kesempata
struktur
n dan
tulang
tempat
untuk
duduk

Tabel 1. Upaya sanitasi industri dan Keselamatan kerja


BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil pengukuran parameter faktor lingkungan

1. Pencahayaan Lokal

Pengukuran Titik
1 2 3 4 5
Ke 1 84,2 72,6 108,8 100,9 241,5
Ke 2 87,6 76,0 105,5 110,2 224,3
Ke 3 98,2 76,8 109,1 108,4 229,1
Jumlah 270 225,4 323,4 327,5 694,8
Rata-rata 90 75,1 107,8 109,16 231,6

Tabel 1.2 Tabel Hasil Pencahayaan Lokal


90+75,1+107,8+109,16+231,6
Hasil : = 122,73 Lux
5

2. Suhu dan Kelembaban

2.1 Suhu : 33,1 °c

2.2 Kelembaban : 66,5 %

3. Kebisingan

3.1 Form BIS 1

1. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 73,5 74,4 72,3 68,9 70,3 70,7 70,3 71,1 70,4 70,2
2 72,0 71,9 72,1 74,4 70,4 71,0 72,5 73,1 72,0 72,2
3 73,6 71,9 73,2 72,9 73,5 72,6 74,4 75,0 74,7 74,3
4 74,7 72,0 75,4 75,1 76,0 74,7 74,8 74,1 75,1 72,6
5 73,0 71,4 73,3 76,4 72,8 73,6 73,3 73,4 73,3 73,2
6 75,1 75,4 76,8 74,7 73,7 75,0 73,3 75,4 73,8 74,1
7 74,5 73,5 73,0 74,1 73,2 75,0 74,0 74,2 76,6 75,3
8 74,6 75,3 73,9 73,5 71,1 76,5 71,2 72,3 72,6 73,7
9 74,3 71,5 71,9 73,5 72,4 72,4 73,4 74,0 73,6 73,2
10 73,7 74,3 74,0 76,0 74,0 75,8 74,5 75,4 75,4 76,7
11 75,5 75,3 74,2 75,4 75,1 74,9 75,6 77,8 77,4 76,5
12 76,4 75,9 75,5 71,9 70,6 75,3 72,4 73,1 74,0 73,5

Tabel 1.3 Tabel Form Bis 1 kebisingan

3.2 Form Bis 2


Kelas Jumlah Prosentase Jumlah Presentase Keterangan
interval Komulatif Komulatif
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
55-59
60-64
65-69 1
70-74 78
75-79 41
80-84
85-89
90-94
100

Tabel 1.4 Tabel Form Bis 2 Kebisingan

P1
L =X+( )xC
P 1+ P 2

77
= 70,5 + ( )x5
77+37

77
= 70,5 + ( )x5
144

= 70,5 + 0,67 x 5

= 73,85 dB
B. Faktor risiko lingkungan kerja

Berdasarkan peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi


Nomor per.13/men/x/2011 tahun 2011 Tentang Nilai ambang batas
faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja perlu diperhatikan
faktor risiko yang terdapat pada lingkungan kerja. Untuk
menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi
bahaya di tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja
merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga
kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya
pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yang
mungkin terjadi.

C. Upaya sanitasi industri dan Keselamatan kerja

Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan


gangguan kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai
berikut :

1. Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat


menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap
tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan
intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas
penerangan kurang memadai, getaran, radiasi.

2. Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal


dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses
produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau
mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation
(melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran
pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya
pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat
tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk
potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan
(toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh.

Pada industri alumunium ini sudah melaksanakan upaya


K3 dari sebagian yang sudah tertulis pada tabel Upaya
sanitasi industri dan Keselamatan kerja. Hal ini sudah
sesuai dengan peraturan menteri tenaga kerja dan
transmigrasi Nomor per.13/men/x/2011 tahun 2011
Tentang Nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia
di tempat kerja.

D. Lingkungan luar /halaman

Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi industri lingkungan luar


atau halaman industri kerajinan alumunium (wajan) yang
dilakukan pada tanggal 26 Mei 2016, halaman industri alumunium
tidak terlihat bersih dan tidak tertata rapi. Di industri Alumunium
tidak ada genangan air dan tidak becek meskipun halaman industri
terbuat dari tanah.

E. Ruang Bangunan

Ruang bangunan yang ada di industri alumunium kuat,


terpelihara dan bersih. Lantai yang berada diruang produksi tidak
kuat, tidak kedap air, tidak rata dan tidak licin. Dalam industri ini
tidak memiliki dinding, hanya mempunyai batas berupa anyaman
bambu yang dipasang secara tidak menyeluruh hanya berada pada
setengah tinggi dari atap. tidak terbuat dari bahan kedap air serta
memiliki kondisi tidak rata, tidak bersih serta tidak memiliki warna
yang terang. Tinggi langit-langit dari lantai di industri alumunium
sebesar 3 meter, namun belum memiliki langit-langit seperti plafon
melainkan masih berupa atap. Ruang produksi industri ini tidak
memiliki pintu dan jendela dikarenakan ruang produksi terletak di
luar rumah.

F. Penyehatan Air bersih

Air Bersih yang ada di industri kerajinan Alumunium


memenuhi bagi 4 karyawan yang bekerja di industri ini. Kualitas
air dilihat dari segi fisik tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
berasa sehingga layak untuk digunakan dan memenuhi syarat
sesuai Permenkes Nomor 416 tahun 1990. Distribusi air di industri
ini belum menggunakan sistem perpipaan.

G. Penyehatan Udara Ruang

Berdasarkan hasil pengukuran suhu dan kelembaban di industri


Alumunium, hasilnya melebihi baku mutu yaitu suhu 30 °C dan
kelembaban 66,5%. Menurut Kemenkes Nomor 1405 tahun 2002
baku mutu untuk suhu yaitu 18-260C dan kelembaban antara 40-
60%. Dari hasil tersebut maka perlu dilakukan perubahan untuk
menurunkan suhu dan kelembaban sehingga tempat kerja menjadi
nyaman dan produktivitas kerja karyawan meningkat.

H. Pengolahan Limbah
Pengelolaan sampah domestic di industri Alumunium sudah
memenuhi syarat, dimana sampah domestic dibuang dan dibakar
serta tidak dikelola dengan baik. Sedangkan untuk limbah cair di
industri ini pada bagian pengolahan atau proses produksi tidak
menghasilkan limbah cair, namun penggunaan air dari kamar
mandi yang digunakan oleh para pekerja menghasilkan limbah cair
yang langsung disalurkan ke saluran pembuangan yaitu septictank.
Jadi tidak ada penanganan untuk limbah cair secara khusus.
Sedangkan limbah B3 yang ada dikelola dengan benar. Sampah B3
yang dihasilkan dapat dikumpulkan kemudian diolah kembali
sebagai bahan baku seperti wajan bekas dan panci bekas sehingga
tidak membahayakan bagi manusia maupun lingkungan.

I. Pencahayaan

Berdasarkan hasil pengukuran pencahayaan yang ada di


industri Alumunium memenuhi syarat karena melebihi batas
minimal pencahayaan di industri. Nilai ambang batas menurut
Kemenkes Nomor 1405 tahun 2002 minimal 100 lux, sedangkan
hasil dari pencahayaan industri Alumunium sebesar 122,73 lux.
Pencahayaan sangat penting karena dapat mempengaruhi proses
bekerja karyawan. Pencahayaan yang cukup tetapi tidak
menyilaukan dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan,
namun sebaliknya apabila pencahayaan kurang maka dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja.
J. Kebisingan pada Ruang Produksi

Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan pada ruang produksi di


industri Alumunium yaitu sebesar 73,85 dB. Menurut Kemenkes
Nomor 1405 tahun 2002 NAB kebisingan maksimal 85 dB.
Sehingga kebisingan di ruang produksi Alumunium tidak melebihi
NAB. Hasil yang didapat tidak melebihi karena di ruang produksi
tidak ada mesin yang menghasilkan suara bising.

K. Pengendalian Vektor Penyakit

Ruang produksi yang sehat salah satunya adalah tidak adanya


vektor yang ada di ruang produksi. Didalam ruang produksi
keberadaan vektor dan binatang pengganggu tidak boleh melebihi
syarat minimal yang telah ditetapkan. Pada ruang proses produksi
industri Alumunium tidak ditemukan tikus namun masih
ditemukan lalat dan kecoa yang keberadaanya tidak melebihi
indeks pengukuran yang ditetapkan.

L. Instalasi

Pada industri Alumunium tidak memiliki alat pemadam


kebakaran karena industri ini masih dalam industri informal dan
masih skala yang kecil. Apar sangat diperlukan karena di ruang
produksi ada proses peleburan wajan dan panci bekas yang
memungkinkan terjadinya kebakaran dan sudah terdapat instalasi
listrik serta tidak terjadi sambungan silang antara masing-masing
instalasi. Pada industri Alumunium belum terdapat penangkal
petir.
M. Pemeliharaan Toilet

Jumlah toilet dan jamban yang ada di industri Alumunium


hanya terdapat satu kamar mandi dan satu jamban. Toilet tersebut
dipergunakan untuk karyawan dan anggota keluarga. Lantai toilet
di industri ini kedap air dan tidak licin. Keadaan toilet bersih dan
tidak berbau. Pada industri ini belum memiliki wastafel yang
sangat diperlukan oleh karyawan. Sanitasi toilet juga perlu dijaga
agar tidak menimbulkan ganggungan kesehatan bagi para
penggunanya.

N. Hasil pengukuran Kesehatan Lingkungan

No Variabel Upaya Skore minimal Skore(%)


(%)

1 Penyehatan lingkungan
60 30
luar/halaman

2 Ruang bangunan 60 15

3 Penyehatan air bersih 80 100

4 Penyehatan udara ruang 70 100

5 Pengelolaan sampah dan


70 50
limbah

6 Pencahayaan 60 100

7 Kebisingan pada ruang


100 100
kerja

8 Getaran di ruang kerja Tidak


100 dilakukan
pengukuran
9 Radiasi di ruang kerja Tidak
75 dilakukan
pengukuran

10 Pengendalian vektor
70 28
penyakit

11 Instalasi 70 50

12 Pemeliharaan toilet 50 50

jumlah hasil 623


Jumlah keseluruhan : MS =  ×100 %=12,1 %
jumlahnilai terukur 5160

Maka industri Alumunium belum memenuhi persyarat minimal


kesehatan lingkungan yaitu 80% karena hanya mendapatkan hasil
12,1%.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari proses pembuatan wajan di Dusun Brongkol RT


97 Argodadi Sedayu, Bantul, Yogyaakarta, terdapat beberapa
potensi bahaya yang muncul karena beberapa faktor. Bahaya–
bahaya tersebut diantaranya bahaya fisik, kimia, dan psikologi.
Pencegahan dan pengendalian untuk meminimalisirkan
kecelakaan kerja yang ada di pabrik ini dapat dilakukan
memberikan alat perlindungan diri ( APD ) kepada setiap
pegawainya.

Hasil pengukuran di industri Alumunium ada yang


melebihi baku mutu dan ada juga yang sudah sesuai dengan
baku mutu yang ada. Hasil pengukuran yang melebihi baku
mutu yaitu untuk Suhu dan Kelembapan dengan angka suhu
33,1 °C dan kelembapan 66,5 %. Sedangkan untuk
pencahayaan dan kebisingan sudah memenuhi baku mutu yang
ada yaitu dengan hasil pencahayaan 100,48 Lux dan kebisingan
73,85 dB.

B. Saran

Kesehatan dan keselamatan pekerja tentunya harus


diperhatikan, salah satunya dari penggunaan APD berupa :
sarung tangan, sepatu boat, masker, topi caping dan kacamata.
Dengan tujuan pekerja bekerja dengan rasa aman dan nyaman,
serta terhindar dari kecelakaan kerja dan penyakit kerja.
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1405/Menkes/Sk/Xi/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Kerja Perkantoran Dan Industri. Diunduh dari http://betterwork.org/in-
labourguide/wp-content/uploads/KMK-No.-1405-ttg-Persyaratan-
Kesehatan-Lingkungan-Kerja-Perkantoran-Dan-Industri.pdf
Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990 Tentang : Syarat-syarat Dan
Pengawasan Kualitas Air. Diunduh dari
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/55_permenkes%20416.pdf
Nuzuli,faqih.2015. Makalah Identifikasi Potensial Bahaya Lingkungan Kerja
Industri Wajan Di Langgensari Kota Banjar. STIKES Banjar. Diunduh
dari http://biokom-pti.blogspot.co.id/2015/09/makalah-identifikasi-
potensial-bahaya-lingkingan-kerja-industri-wajan-di-langgensari-kota-
banjar-akper-biokom-pti.html

aanalbone,2011. Aspek Kuantitatif dan Kualitatif pada Metodologi Analisis


Risiko Teknologi Informasi. Diunduh dari
https://aanalbone.wordpress.com/2011/01/24/aspek-kuantitatif-dan-
kualitatif-pada-metodologi-analisis-risiko-teknologi-informasi/

Perpustakaan universitas pendidikan Indonesia diunduh dari

http://repository.upi.edu/9948/4/t_pkkh_0908265_chapter3(1).pdf

Anda mungkin juga menyukai