Disusun Oleh:
Kelompok 5
A. Latar Belakang
Bagi orang tua, anak adalah sebuah representasi keberhasilan keluarganya. Karena itu,
keberhasilan dalam belajar anaknya merupakan salah satu faktor penting dan diharapkan.
Keberhasilan belajar anaknya akan mampu mengembangkan konsep diri yang positif bagi anak.
Namun, bagi beberapa anak-anak berkesulitan belajar proses belajar tidak mudah, mereka
memiliki kendala yang datang dari dalam dirinya. Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok
kesulitan yang manifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan
penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau
kemampuuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga disebabkan
oleh adanya disfungsi sistem saraf. Anak berkesulitan belajar adalah salah satu dari mereka yang
berada dalam kelompok anak berkebutuhan khusus (children with special needs). Mereka adalah
anak yang memiliki disfungsi minimum otak (DMO), sehingga menyebabkan tercampur aduk
sinyal-sinyal di antara indera otaknya atau terjadi gangguan di dalam sistem saraf pusat otak
(neurobiologist) yang menimbulkan gangguan berbagai perkembangan, misalnya gangguan
berbicara, berbahasa serta kemampuan akademik.
Secara umum, penanganan anak berkesulitan belajar memiliki tujuan untuk
membangkitkan kesadaran tentang dirinya, kemudian mengembangkan kelebihan dan
meminimalkan kesulitan/kekurangan dalam dirinya. Diperlukan upaya serius dan
berkesinambungan untuk melaksanakan penanganan anak berkesulitan belajar. Anak-anak
berkesulitan belajar, biasanya merasa frustrasi karena sering mengalami kegagalan dalam
menyelesaikan tugas atau pun langkah-langkah untuk diri sendiri.
Ada dua jenis kesulitan belajar (learning disabilities), yaitu yang
bersifat developmental dan yang bersifat akademis. Komponen utama dari developmental learning
disabilities adalah perhatian, memori, persepsi, dan kerusakan persepsi motori, selain kerusakan
berpikir dan kekurangan bahasa. Di dalam kelompok ini, sejumlah anak yang memiliki kesulitan
belajar khusus ( specific learning difficulty, SpLD) atau kesulitan belajar akademis dideskripsikan
sebagai mereka yang memiliki kesulitan dalam aspek bahasa, membaca, mengeja, dan matematika.
Meskipun fungsi inteligensinya normal dalam arti intelektual, mereka mengalami kesulitan yang
signifikan sekalipun tingkat kinerjanya secara umum baik.
Menulis bukan hanya menyalin tetapi juga mengekspresikan pikiran dan perasaan ke dalam
lambang-lambang tulisan. Kegunaan kemampuan menulis bagi para siswa adalah utnuk menyalin,
mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Tanpa memiliki kemampuan untuk
menulis, siswa akan mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan ketiga jenis tugas tersebut.
Banyak orang yang lebih menyukai membaca dripada menulis karena menulis dirasakan lebih
lambat dan lebih sulit. Meskipun demikian, kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam
kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Siswa memerlukan kemampuan menulis untuk
menyalin, mencatat, atau untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Dalam kehidupan masyarakat
orang memerlukan kemampuan menulis untuk keperluan berkirim surat, mengisi formulir, atau
membuat catatan.
Ada banyak beberapa definisi tentang menulis. Lerner mengemukakan bahwa menulis
adalah menuangkan ide-ide ke dalam suatu bentuk visual. Menulis adalah suatu aktivitas yang
mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata teintegrasi. Menulis juga terkait dengan
pemahaman bahasa dan kemampuan bicara. Menurut Tarigan bahwa menulis itu sebagai lambang-
lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan
bahasa yang sama dengan penulis tersebut.
Dari beberapa definisi tentang menulis yang telah dikemukakan dapat disimpulkan:
a. Menulis merupakan salah satu komponen sistem komunikasi.
b. Menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan, dan ide kedalam bentuk lambang-lambang
bahasa grafis.
c. Menulis dilakukan untuk keperluan mencatat dan komunikasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hakikat Menulis ?
2. Apa Pengertian Hakikat Kesulitan Belajar Menulis ?
3. Bagaimana Ciri-Ciri Disgrafia ?
4. Bagaimana Tahap Awal Pembelajaran Menulis Secara Umum ?
5. Apa Saja Asesmen Kesulitan Menulis ?
6. Apa Saja Remediasi Kesulitan Belajar Menulis ?
7. Media Apa Yang Digunakan Dalam Pembelajaran Menulis Permulaan ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hakikat Menulis.
2. Untuk Mengetahui Pengertian Hakikat Kesulitan Belajar Menulis.
3. Untuk Mengetahui Ciri-Ciri Disgrafia.
4. Untuk Mengetahui Tahap Awal Pembelajaran Menulis Secara Umum.
5. Untuk Mengetahui Asesmen Kesulitan Menulis.
6. Untuk Mengetahui Remediasi Kesulitan Belajar Menulis.
7. Untuk Mengetahui Apa Yang Digunakan Dalam Pembelajaran Menulis Permulaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Menulis
Proses belajar menulis melibatkan rentang waktu yang panjang. Proses belajar menulis tidak
dapat dilepaskan kaitannya dengan proses belajar berbicara dan membaca. Pada saat bayi
dilahirkan mereka telah menyadari adanya berbagai bunyi sekitarnya. Lama kelamaan bayi
menyadari bahwa bunyi-bunyi yang mereka keluarkan dapat digunakan sebagai sarana untuk
mengemukakan keinginannya. Pada usia dua tahun, anak biasanya telah mampu berbicara dengan
menggunakan kalimat yang lebih panjang dan pada saat masuk SD anak telah mampu
menggunakan kalimat lengkap dalam percakapan.
Pada usia pra sekolah, anak mungkin pernah mendengarkan cerita yang dibacakan oleh
orangtua atau guru. Pada usia tersebut, anak juga melihat bahwa orang-orang dewasa memperoleh
berbagai informasi melalui membaca surat kabar, majalah, atau buku. Berdasarkan pengalaman
tersebut maka anak mulai menyadari perlunya kemampuan membaca. Pada awal anak belajar
membaca, mereka menyadari pula, bahwa bahasa ujaran yang biasa digunakan dalam percakapan
dapat dituangkan dalam bentuk lambang tulisan. Mulai saat itu, timbulah kesadaran pada anak
tentang perlunya belajar menulis. Dengan demikian proses belajar menulis terkait erat dengan
proses belajar berbicara dan membaca.
Banyak orang yang lebih menyukai membaca daripada menulis karena menulis dirasakan
lebih lambat dan lebih sulit. Meskipun demikian, kemampuan menulis sangat diperlukan baik
dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Para siswa memerlukan kemampuan menulis
untuk menyalin, mencatat, atau untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Dalam kehidupan
masyarakat orang memerlukan kemampuan menulis untuk keperluan berkirim surat, mengisi
formulir, atau membuat catatan.
Proses belajar menulis pada hakikatnya merupakan suatu proses neurofisiologis. Russel dan
Wanda (1986:16-21) mengemukakan adanya pembagian otak ke dalam empat lobus
1. Lobus frontalis
Lobus frontalis terletak dibagian depan, dilindungi oleh tulang dahi. Fungsinya adalah
sebagai pusat pengertian, koordinasi motorik, dan yang berhubungan dengan watak dan
tabiat.
2. Lobus parietalis
Lobus perietalis terletak dibagian atas, dilindungi oleh tulang ubun-ubun. Fungsinya adalah
untuk menerima dan menginterpretasikan rangsangan sensoris, kinestetis, orientasi ruang,
penghayatan tubuh (body emage), dan taktil lobus temporalis terletak pada bagian samping,
dilindungi oleh tulang pelipis.
3. Lobus temporalis
Adapun fungsi lobus temporalis adalah sebagai pusat pengertian pembicaraan,
pendengaran, asosiasi pendengaran, memori, pengecap, dan penciuman.
4. Lobus occipitalis
Lobus occipitalis terletak dibagian belakang, dilindungi oleh tulang belakang kepala.
Fungsinya adalah sebagai penglihatan dan asosiasi penglihatan. Pada saat menulis akan
terjadi peningkatan aktivitas pada susunan saraf pusat dan bagian-bagian organ tubuh.
Rangsangan dari lingkungan diterima oleh alat indra, dan selanjutnya diteruskan ke
susunan saraf pusat melalui spinal ke cortex di daerah lobus occipitalis, lobus temporalis,
lobus parietali, dan lobus frontalis; kemudian kembali ke saraf-saraf spinal yang keluar dari
sumsum tulang belakang.
a. Pegangan
Kesulitan belajar menulis sering terkait dengan cara bagaimana anak memegang pensil.
Ada empat cara anak berkesulitan menulis dalam memegang pensil:
Sudut pensil terlalu besar
Sudut pensil terlalu kecil
Menggenggam pensil
Menyeret pensil
Memegang pensil dengan benar dengan cara bantuan sudut segitiga.
b. Kekerasan Diri
Anak yang dengan hambatan belajar terutama untuk kesulitan menulis seringkali memaksakan
dirinya untuk menulis. Cara motorik halusnya memegang pensil yang sulit maka akan membuat
mereka memaksakan diri.
c. kelelahan
Akibat dari anak terlalu memaksakan diri maka anak akan cepat merasa kelelahan. Oleh karena
itu, akan mempengaruhi perkembangan anak dan mereka akan bosan untuk menulis.
3. Proses Bahasa
Taringan (1986: 21) mengemukakan menulis sebagai melukiskan lambang-lambang grafis
dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang
sama dengan penulisnya.
Masalah bahasa, yang mengakibatkan kesulitan dalam mengucapkan serta mengeja kata
dan memahami struktur kalimat. Cara belajar auditori, yaitu belajar dengan cara mendengarkan,
memahami materi lebih baik dalam bentuk lisan (seminar, diskusi, instruksi verbal, belajar
kelompok) dan mengerjakan tugas lebih baik dalam bentuk lisan, serta senang musik dan bahasa.
Proses bahasa sangat mempengaruhi anak dalam kesulitan menulis. Mereka tidak tahu apa
yang mereka tulis dan tidak dapat mencek dirinya sendiri dalam menulis.
Adapun cara-cara agar anak disgfaria dapat memproses bahasa untuk menulis :
Pengolahan kata
Suara untuk mencetak
Oragan maju
Kata kunci
Rancangan atau mengedit
C. Ciri-Ciri Disgrafia
Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya.
Saat menulis, penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur.
Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.
Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan
atau pemahamannya lewat tulisan.
Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap. Caranya memegang alat tulis
seringkali terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.
Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis, atau malah terlalu memperhatikan tangan
yang dipakai untuk menulis.
Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional.
Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada.
Sejak awal masuk sekolah anak harus belajar menulis tangan karena kemampuan ini
merupakan prasyarat bagi upaya belajar berbagai bidang studi yang lain. Kesulitan menulis
dengan tangan tidak hanya menimbulkan masalah bagi anak tetapi juga guru. Tulisan yang tidak
jelas misalnya, baik anak maupun guru tidak dapat membaca tulisan tersebut.
Menurut Hagin (Lovitt, 1989:227), ada lima alasan perlunya anak diajar menulis huruf cetak
lebih dulu pada awal belajar menulis:
Para ahli yang menyarankan agar anak diajar menulis dengan huruf sambung lebih dahulu
bertolak dari tiga alasan. Ketiga alasan tersebut adalah
1. Tulisan sambung memudahkan anak untuk mengenal kata-kata sebagai satu kesatuan
2. Tidak memungkinkan anak menulis terbalik-balik;
3. Menulis dengan huruf sambung lebih cepat karena tidak ada gerakan pensil yang terhenti
untuk tiap huruf.
Pengalaman menunjukkan, bahwa untuk menentukan jenis tulisan yang harus diajarkan pada saat
anak belajar menulis permulaan bukan pekerjaan yang sederhana. Guru harus melakukan
observasi cukup lama lebih dulu untuk menentukan jenis tulisan yang pertama harus diajarkan.
2. Mengeja
Mengeja adalah kemampuan membunyikan huruf-huruf menjadi suku kata, kata, sampai
pada kalimat dan dapat menafsirkan maknanya.
Mengeja adalah suatu bidang yang tidak memungkinkan adanya kreativitas atau berpikir
devergen. Hanya ada satu pola susunan huruf-huruf untuk suatu kata yang dapat dianggap benar.
Sekelompok huruf yang sama akan memiliki makna yang berbeda jika disusun secara berbeda.
Kelompok huruf ‘b’, ‘i’dan ‘u’ misalnya, dapat disusun menjadi “ibu”, “ubi”, “bui”, “iub”, tiga
susunan pertama mengandung makna.
Oleh karena itu, mengeja pada hakikatnya adalah memproduksi urutan huruf yang benar baik
dalam bentuk ucapan atau tulisan dari suatu kata yang berbeda makna atau mungkin tidak
bermakna. Kemampuan mengeja murid dapat diketahui ketika guru melakukan dikte kepada
murid. Pada saat ini murid diminta untuk menulis dengan benar dengan huruf-huruf yang
membentuk kata tertentu. Untuk melakukan ini murid dituntut untuk mengubah fonem (bunyi) ke
dalam grafem (tulisan).
Pada murid dengan kesulitan belajar menulis jenis ejaan, mereka memiliki hambatan untuk
mengubah bunyi ke dalam bentuk tulisan, sehingga mereka tidak mampu melakukan tugas dikte.
Dengan kata lain, mereka tidak memiliki kesadarn bunyi huruf.
Kesalahan lain yang ada pada murid kesulitan belajar menulis jenis ejaan adalah adanya
pembalikan huruf dalam kata; ibu ditulis ubi, pembalikan konsonan dan vokal; kata air ditulis ari,
kata berjalan ditulis berjrlan, dan pembalikan suku kata; kata laba ditulis bala.
Menurut Lerner (1985:406), ada dua cara untuk mengajarkan anak mengeja :
Mengeja melalui pendekatan linguistic
Mengeja melalui pendekatan kata-kata.
3. Ekspresif Menulis
Ekspresif menulis merupakan bagian akhir dari tingkatan kemampuan menulis, karena berbagai
kemampuan yang dipelajari sebelumnya akan berujung untuk mengekspresikan perasaan, ide atau
penyampaian pesan melalui simbol-simbol tertulis.
Tahapan mengajarkan menulis ekspresi oleh Lovitt (1989:251) :
1. Menulis perintah dan pemberitahuan
2. Menulis laporan tentang artikel atau cerita
3. Merangkum bacaan
4. Menulis pengalaman pribadi
5. Menulis Karangan imajinatif
6. Menulis surat untuk tujuan sosial
7. Menulis untuk koran atau majalah sekolah
8. Menulis mengorganisasikan dan mengembangkan ide
9. Menulis peringatan untuk diri sendiri dan orang lain
Kajian tentang kesulitan belajar itu sendiri masih berada pada tahap permulaan
Melakukan adaptasi berbagai asesmen dari Negara lain yang telah mengembangkan dan hal
ini bukan pekerjaan yang mudah karena adanya latar belakang budaya yang berbeda.
Untuk mengetahui apakah anak mengalami kesulitan menulis tangan, guru dapat melakukan
observasi terhadap berbagai kemampuan sebagai berikut:
Untuk mengetahui kemampuan menulis ekspresif anak-anak SD Johnson seperti dikutip oleh
Lovitt (1989:254) telah mengembangkan intstrumen informal yang meminta anak-anak
menuliskan suatu cerita yang mencakup bagian permulaan, pertengahan, dan akhir. Berdasarkan
tulisan cerita tersebut guru melakukan evaluasi berdasarkan :
Panjang karangan
Ejaan, tanda baca, dan tata bahasa
Kematangan dan keabstrakan tema
Bentuk tulisan tangan dan huruf
Panjang kalimat dan perkembangan perbendaharaan kata.
Untuk memperoleh data tentang kemampuan anak dalam menulis, Poteet meminta kepada
anak-anak beberapa contoh yang menggambarkan berbagai tulisan, huruf, daftar, laporan, jawaban
terhadap pertanyaan, sesuai dengan tingkat kelas masing-masing. Ia juga menyarankan agar anak-
anak membaca tulisan mereka dengan keras., dan guru mencatat tiap penyimpangan dari tulisan
anak-anak tersebut.
Ada tiga jenis remedial yang dibahas yaitu pengajaran remedial (1) menulis permulaan atau
menulis dengan tangan, (2) mengeja, dan (3) menulis ekspresi.
Ada 15 macam aktivitas yang menurut Lerner (1988: 422) dapat digunakan untuk membantu anak
berkesulitan belajar menulis dengan tangan seperti dikemukakan berikut ini.
3. Posisi
Untuk latihan menulis anak hendaknya disediakan kursi yang nyaman dan meja yang cukup
berat agar tidak mudah goyang. Kedua tangan anak diletakkan diatas meja, tangan yang satu untuk
menulis dan tangan yang lain un tuk memegang kertas bagian atas.
4. Kertas
Posisi kertas untuk menlis cetak sejajar dengan sisi meja, untuk menulis tulisan sambung 60
derajat kekiri bagi anak yang menggunakan tangan kanan, dan sebaliknya. Agar kertas tidak
bergerak, dapat direkat dengan selotip.
5. Memegang Pensil
Untuk memegang pensil yang benar, ibu jari dan telunjuk diatas pensil, sedangkan jari
tengah berada dibawah pensil, dan pensil dipegang agak sedikit diatas bagian yang diraut. Bagi
anak yang belum dapat memegang pensil dengan benar, bagian pensil yang harus dipegang dapat
dibatasi dengan selotip. Bagi anak yang sulit memegang pensil dengan benar, pensil dapat
dimasukkan kedalam pelastik yang berbentuk segitiga dan anak memegang segitiga tersebut. Bagi
anak yang dapat memegang pensil, latihan dapat dimulai dengan spidol besar, sedang, biasa, dan
kemudian pensil.
7. Menjiplak
Buat bentuk atau tulisan dengan warna hitam tebal diatas kertas yang agak ebal, letakkan
diatasnya selembar kertas tipis, dan suruh anak menjiplak bentuk atau tulisan tersebut. Gambar
hendaknya berupa garis-garis tegak lurus (vertikal), horisontal, miring kekiri, miring kekanan,
lengkung keatas, dan lengkung kebawah, dan baru segi empat, segi tiga, lingkaran, angka, dan
huruf.
9. Titik-titik
Guru membuat dua jenis huruf, huruf yang utuh dan huruf yang terbuat dari titik-titik.
Selanjutnya, anak diminta untuk menggabungkan titik-titik tersebut menjadi huruf yang utuh.
b. Mengeja
Ada beberapa metode pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar mengeja seperti
dikemukakan berikut ini.
4. Metode Fernald
Metode ini merupakan pendekatan multisensori untuk mengajar membaca, menulis, dan
mengeja. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Anak diberitahu bahwa mereka akan mempelajari kata-kata dan didorong untuk memilih
sendiri kata yang ingin dipelajari.
2. Guru menulis kata yang dipilih oleh anak diatas selembar kertas berukuran 4x10 inci
3. Anak menulusuri bentuk kata dengan jarinya, mengucapkan kertas tersebut berulang kali
4. Selanjutnya anak menuliskan kata tersebut dari ingatannya, tanpa melihat tulisan aslinya.
5. Pada tahapan yang lebih akhir, anak tidak lagi menulusuri bentuk kata dengan jarinya.
c. Menulis Ekspresi
Banyak anak berkesulitan belajar yang meskipun telah duduk dibangku SLTA tetapi
memiliki pengalaman menulis ekspresif yang sangat sedikit. Hal ini karena anak itu sendiri
memiliki kecendrungan untuk menolak belajar ekspresif. Berikut ini dikemukakan berbagai
strategi dalam memberikan kesempatan kepada anak berkesulitan belajar untuk menulis ekspresif.
B. Saran
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan orang tua/guru untuk membantu anak yang
mengalami gangguan ini, diantaranya:
1. Memahami keadaan anak/siswa. Sebaiknya pihak orang tua, guru, atau pendamping
memahami kesulitan dan keterbatasan yang dimiliki anak disgrafia. Berusahalah
untuk tidak membandingkan anak seperti itu dengan anak-anak lainnya. Sikap itu
hanya akan membuat kedua belah pihak, baik orang tua/guru maupun anak merasa
frustrasi dan stres. Jika memungkinkan, berikan tugas-tugas menulis yang singkat
saja.
2. Meminta kebijakan dari pihak sekolah untuk memberikan tes kepada anak dengan
gangguan ini secara lisan, bukan tulisan.
3. Menyajikan tulisan cetak. Berikan kesempatan dan kemungkinan kepada anak
disgrafia untuk belajar menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan
komputer atau mesin tik.
4. Membangun rasa percaya diri anak. Berikan pujian wajar pada setiap usaha yang
dilakukan anak. Jangan sekali-kali menyepelekan atau melecehkan karena hal itu
akan membuatnya merasa rendah diri dan frustrasi. Kita sebagai calon pendidik juga
harus memahami karakteristik dari disgrafia, cara penanganannya dan bagaimana
asessmennya.
Dan bagi pembaca semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat
dan menambah pengetahuan pembaca tentang disgrafia.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Mulyadi, M.Pd.I. 2012. Diagnostik Kesulitan Belajar dan Bimbingan terhadap Kesulitan Belajar
Khusus
Prof. Mulyono. 2003. Anak Berkesulitan Belajar (Teori, Diagnosis, dan Remediasinya)
https://www.popmama.com/big-kid/6-9-years-old/verena-diandra/cara-mengatasi-anak-kesulitan-dalam-
menulis Diakses pada tanggal 17 November 2021 Pukul 20:10
https://www.blogbarabai.com/2015/01/makalah-kesulitan-belajar-menulis.html Diakses paa tanggal 17
November 2021 Pukul 20:25