Anda di halaman 1dari 16

RESUME

PATOFISIOLOGI HIPERTENSI DAN PNEUMONIA


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata kuliah Patofisiologi

Disusun Oleh :

Wulan Purnama Sari

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
2021
RESUME HIPERTENSI

DEFINSI HIPERTENSI
Hipertensi terjadi jika tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi adalah suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus menerus
pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor
risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah
secara normal.
Defenisi Hipertensi adalah tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal
tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode.
Hal ini terjadi bila arteriole-arteriole konstriksi. Konstriksi arteriole membuat darah sulit
mengalir dan meningkatkan tekanan melawan dinding arteri. Hipertensi menambah beban
kerja jantung dan arteri yang bila berlanjut dapat dan arteri yang bila berlanjut dapat
menimbulkan kerusakan jantung dan pembuluh darah. Hipertensi juga didefenisikan
sebagai tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg
(Udjianti, 2013).

ETIOLOGI HIPERTENSI
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut (Aspiani,
2014) :
a. Hipertensi primer atau hipertensi esensial
Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya. Faktor yang memengaruhi yaitu :
1) Genetik
Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko tinggi untuk
mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat dikendalikan, jika memiliki
riwayat keluarga yang memliki tekanan darah tinggi.
2) Jenis kelamin dan usia
Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause beresiko tinggi untuk mengalami
hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan darah meningkat faktor ini tidak dapat
dikendalikan serta jenis kelamin laki–laki lebih tinggi dari pada perempuan.
3) Diet
Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan berkembangnya
hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita dengan mengurangi konsumsinya,
jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang bertugas untuk mengolah garam akan
menahan cairan lebih banyak dari pada yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya
cairan yang tertahan menyebabkan peningkatan pada volume darah. Beban ekstra yang
dibawa oleh pembuluh darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra
yakni adanya peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah dan
menyebabkan tekanan darah meningkat.
4) Berat badan
Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan dalam keadaan normal
atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan dengan berkembangnya
peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
5) Gaya hidup
Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola hidup sehat dengan
menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu merokok, dengan merokok berkaitan dengan
jumlah rokok yang dihisap dalam waktu sehari dan dapat menghabiskan berapa putung
rokok dan lama merokok berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol
yang sering, atau berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien
sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk menghindari alkohol
agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara gaya hidup sehat penting agar
terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadiakibat penyebab yang jelas.salah satu contoh hipertensi
sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang terjadiakibat stenosi arteri renalis.
Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat aterosklerosis.stenosis arteri renalis
menurunkan aliran darah ke ginjal sehingga terjadi pengaktifan baroreseptor ginjal,
perangsangan pelepasn renin, dan pembentukan angiostenin II. Angiostenin II secara
langsung meningkatkan tekanan darahdan secara tidak langsung meningkatkan sintesis
andosteron danreabsorbsi natrium. Apabila dapat dilakukan perbaikan pada stenosis,atau
apabila ginjal yang terkena diangkat,tekanan darah akan kembalike normal (Aspiani,
2014).
KLASIFIKASI HIPERTENSI
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan sfigmomanometer air
raksa atau dengan tensimeter digital. Hasil dari pengukuran tersebut adalah tekanan sistol
maupun diastol yang dapat digunakan untuk menentukan hipertensi atau tidak. Terdapat
beberapa klasifikasi hipertensi pada hasil pengukuran tersebut. Adapun klasifikasi
hipertensi menurut WHO adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1
Klasifikasi Sistolik (mmhg) Diastolic(mmhg)
Normal <130 <85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi ringan 140-159 90-99
(stadium 1)
Hipertensi sedang 160-179 100-109
(stadium 2)
Hipertensi berat 180-209 110-119
(stadium 3)
Hipertensi sangat berat 210 120
(stadium 4)
( Widyanto dkk, 2013 )

MANIFESTASI KLINIK
Menurut Nanda Nic-Noc (2016). Tanda dan Gejala Hipertensi adalah :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
c. Lemas, kelelahan
d. Sesak Nafas
e. Gelisah
f. Mual
g. Muntah
h. Epitaksis (mimisan)
i. Kesadaran menurun
Menurut teori (Brunner dan Suddarth, 2014) klien hipertensi mengalami nyeri kepala
sampai tengkuk karena terjadi penyempitan pembuluh darah akibat dari vasokonstriksi
pembuluh darah akan menyebabkan peningkatan tekanan vasculer cerebral, keadaan
tersebut akan menyebabkan nyeri kepala sampe tengkuk pada klien hipertensi.
KOMPLIKASI HIPERTENSI
Tekanan darah tinggi bila tidak segera diobati atau ditanggulangi, dalam jangka panjang
akan menyebabkan kerusakan ateri didalam tubuh sampai organ yang mendapat suplai
darah dari arteri tersebut. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hipertensi yaitu :
(Aspiani, 2014)
a. Stroke terjadi akibat hemoragi disebabkan oleh tekanan darah tinggi di otak dan akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan tekanan darah tinggi.
b. Infark miokard dapat terjadi bila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium dan apabila membentuk 12 trombus yang bisa
memperlambat aliran darah melewati pembuluh darah. Hipertensi kronis dan hipertrofi
ventrikel, kebutuhan oksigen miokardium tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia
jantung yang menyebabkan infark. Sedangkan hipertrofi ventrikel dapat menyebabkan
perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel terjadilah disritmia, hipoksia
jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan.
c. Gagal jantung dapat disebabkan oleh peningkatan darah tinggi. Penderita hipertensi,
beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang
elastisitasnya, disebut dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa,
banyak cairan tertahan diparu yang dapat menyebabkan sesak nafas (eudema) kondisi ini
disebut gagal jantung.
d. Ginjal, tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan ginjal. Merusak sistem
penyaringan dalam ginjal akibat ginjal tidak dapat membuat zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan dalam tubuh.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat penting dalam
mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
mengobati tekanan darah tinggi , berbagai macam cara memodifikasi gaya hidup untuk
menurunkan tekanan darah yaitu : (Aspiani, 2014)
A. Pengaturan diet
1) Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien
hipertensi. Dengan pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem
renin- angiostensin sehingga sangata berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan
natrium yang dianjurkan 50-100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
2) Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya belum jelas.
Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya
dimediasi oleh oksidanitat pada dinding vaskular.
3) Diet kaya buah sayur.
4) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.
B. Penurunan berat badan
Mengatasi obesitas, pada sebagian orang dengan cara menurunkan berat badan
mengurangi tekanan darah, kemungkinan dengan mengurangi beban kerja jantung dan
voume sekuncup. Pada beberapa studi menunjukan bahwa obesitas berhubungan dengan
kejadian hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Jadi, penurunan berat badan adalah hal
yangs angat efektif untuk menurunkan tekanan darah. Penurunan berat badan (1
kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat badan dengan menggunakan obat-obatan
perlu menjadi perhatian khusus karenan umumnya obat penurunan penurunan berat badan
yang terjual bebas mengandung simpasimpatomimetik, sehingga dapat meningkatkan
tekanan darah, memperburuk angina atau gejala gagal jantung dan terjadinya eksaserbasi
aritmia.
C. Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kedaan jantung.. olahraga isotonik dapat
juga meningkatkan fungsi endotel, vasoldilatasin perifer, dan mengurangi katekolamin
plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu sangat
dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Olahraga meningkatkan kadar HDL, yang
dapat mengurangi terbentuknya arterosklerosis akibat hipertensi.
D. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara berhenti merokok dan tidak
mengkonsumsi alkohol, penting untuk mengurangi efek jangka oanjang hipertensi karena
asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan
kerja jantung.
E. Penatalaksanaan Farmakologis
1) Terapi oksigen
2) Pemantauan hemodinamik
3) Pemantauan jantung
4) Obat-obatan :
(a) Diuretik : Chlorthalidon, Hydromax, Lasix, Aldactone, Dyrenium Diuretic bekerja
melalui berbagai mekanisme untuk mengurangi curah jantung dengan mendorong ginjal
meningkatkan ekskresi garam dan airnya. Sebagai diuretik (tiazid) juga dapat
menurunkan TPR. Penghambat enzim mengubah angiostensin II atau inhibitor ACE
berfungsi untuk menurunkan angiostenin II dengan menghambat enzim yang diperlukan
untuk mengubah angiostenin I menjadi angiostenin II. Kondisi ini menurunkan darah
secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara tidak langsung dengan
menurunakan sekresi aldosterne, yang akhirnya meningkatkan pengeluaran natrium

PATOFISIOLOGI
Tekanan darah di pengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Faktor yang
mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah`
seperti faktor genetik dan umur (faktor yang tidak dapat di ubah), stress, obesitas,
merokok, asupan Na yang meningkat, kelainan hormonal dan penyakit ginjal. Perubahan
fungsi membran sel pada kelaianan genetik diduga terjadi perubahan pada membran sel
yang dapat menyebabkan konstriksi fungsional dan hipertensi struktural. Kontriksi yang
terjadi pada pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi peningkatan tekanan perifer
yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan darah. Perkembangan gerontologis.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usila. Perubahan tersebut meliputi
atereklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunsan relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan ekstensi dan daya regang
pembuluh darah konsekuensinya aorta dan arteri besar berkurang. Kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang di pompa oleh jantung menyebabkan peningkatan
tekanan perifer yang pada akhirnya mengakibatkan peningkatan tekanan darah. System
renin anguiotensin dan aldosteron berperan dalam timbulnya hipertensi. Produksi renin di
pengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi sistem saraf simpatis yang merupakan
respon dari stress psikologis dan penurunan aliran darah ke ginjal .renin berperan
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensi 1 kemudian di ubah menjadi angiotensi 2
yang merupakan vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang pelepasan
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan tekanan intravascular. Hipertensi yang
disebabkan oleh kelainan hormonal misalnya pada sindrom chusing adanya pelepasan
ACTH yang tidak adekuat akan meningkatan konsentrasi glukokortikoid plasma sehingga
meningkatkan efek katekolamin (peningkatan curah jantung) dan kerja mineralokortikoid,
kortisol yang berkadar tinggi (retensi natrium). Faktor gaya hidup yang dapat
mempengaruhi hipertensi adalah obesitas, merokok, asupan natrium yang meningkat.
Pasien Obesitas terjadi peningkatan glokosa dalam darah. Peningkatan glukosa dalam
darah dapat merusak sel endotel pembuluh darah sehingga terjadi reaksi imun dan
peradangan sehingga akhirnya terjadi pengendapan trombosit, makrofag, dan jaringan
fibrosa yang akanmenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah sehingga terjadi
peningkatan tahanan perifer dan menyebabkan peningkatan tekanan darah. Peningkatan
intake sodium menyebabkan retenasi sodium di ginjal yang mengakibatkan retensi cairan
di ginjal yang akan meningkatkan volume plasma. Dengan peningkatan volume plasma
akan terjadi peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan darah.

PATHWAY HIPERTENSI
Diagram Konsep Pathway Hipertensi

DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R. yuli. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular.
WHO-ISH. 2003. Hypertension Guideline Committee. Guidelines of the
Management of Hypertension. J Hypertension. 2003;21(11): 1983-92.
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC :Jakarta.

RESUME PNEUMONIA
DEFINISI PNEUMONIA
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan bawah akut (ISNBA)
dengan gejala batuk dengan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius
seperti Virus, Bakteri, Mycoplasma (fungi), Dan aspirasi subtansi asing, berupa radang
paruparu yang sertai eksudasi dan konsolidasi. (Nanda 2015)
Pneumonia merupakan istilah umum yang menandakan inflamasi pada daerah pertukaran gas
dalam pleura; biasanya mengimplikasikan inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh
infeksi. (Caia Francis 2011).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens
infeksius (Brunner & suddarth 2012).

KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan anatomi (IKA FKUI)
1. Pneumonia lobaris, Melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus
paru, Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”
2. Pneumonia lobaris ( Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang
berada di dekatnya, di sebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstitial (Bronkialitis) proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding
alveolar (intertisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan :
1. Pneumonia komunitas Dijumpai pada H. Influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal
pada lansia, Gram negative pada pasien di rumah jompo, dengan adanya PPOK, Penyakit
penyerta kardiopulmonal/jamak, atau paksa antibiotika spectrum luas.
2. Pneumonia Nosokomial Tergantung pada tiga faktor yaitu: Tingkat berat sakit, adanya
resiko untuk jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
3. Pneumonia Aspirasi Disebabkan oleh infeksi kuman, Penumonitis kimia akibat aspirasi
bahan toksik, Akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, Edema
paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
4. Pneumonia pada gangguan imun Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi.
Penyenbab infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang
biasanya nonvirulen, berupa bakteri, Protozoa, Parasit, Virus, Jamur, dan cacing.
(NANDA Nic-Noc 2013 dan NANDA Nic-Noc 2015)
ETIOLOGI
a) Streptococcus pneumonia tanpa penyulit
b) Streptococcus pneumonia dengan penyulit
c) Haemophilus influenzae d. Staphilococcus aureus
d) Mycoplasma pneumonia
e) Virus patogen
f) Aspirasi basil gram negatif, klebsiela, pseudomonas, Enterobacter, Eschericia proteus,
basil gram positif.
g) Stafilacoccus
h) Aspirasi asa lambung
i) Terjadi bila kuman patogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah, Seperti pada
kuman Stafilococcus, E.coli, anaerob enteric

MANIFESTASI KLINIS
Menurut Nanda Nic-Noc (2013) dan Nanda Nic- Noc (2015) manifestasi klinis yang muncul
pada pasien dengan pneumonia adalah :
a. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi pada
usia 6 bulan- 3 bulan dengan suhu mencapai 39,0C - 40,50C bahkan dengan infeksi
ringan. Mungkin malas dan peka rangsangan atau terkadang euforia dan lebih aktif dari
normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
b. Meningismus, yaitu tanda-tanda meningael tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan
awitan demam yang tiba-tiba disertai dengan nyeri kepala, nyeri dan kekakuan pada
punggung dan leher, adanya tanda kerning dan brudzinski, dan akan berkurang saat suhu
turun,
c. Anoreksia, merupakan hal yang umum disertai dengan penyakit masa kanak-kanak.
Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai pada derajat yang lebih
besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang
sampai ke tahap pemulihan.
d. Muntah, Anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan
petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat. Tetapi dapat menetap
selama sakit.
e. Keluaran nasal, sering menyertai dengan infeksi saluran pernafasan. Mungkin encer dan
sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pada tipe dan atau tahap infeksi.
Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat menjadi bukti hanya
fase akut. 10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok, auskultasi terdengar
mengi, krekels. 11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak
yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan per oral.
f. Diare, Biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyertai
infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
g. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dengan nyeri
apendiksitis.
h. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan
mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusu pada bayi.

PATOFISIOLOGI
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit yang dibentuk melalui
percabangan progresif jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril,
walaupun berseblahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring
dan terpajam oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup.
Sterilitas saluran napas bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan
yang efektif. Saat terjadi inhalasi-bakteri mikroorganisme penyebab pneumonia ataupun
akibat dari penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring tubuh
pertama kali akan melakukan mekanisme pertahanan primer dengan meningkatkan respon
radang. Timbulnya hepatisasi merah dikarenakan perembesan eritrosit dan beberapa leukosit
dari kapiler paru-paru.
Pada tingkat lanjut aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit
eritrosit. Kuman pneumococcus difagosit oleh leukoasit dan sewaktu resolusi berlangsung
makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit beserta kuman. Paru masuk ke dalam
tahap hepatitis abu-abu dan tampak berwarna abu-abu. Kekuningan. Secara perlahan sel
darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna.
Paru kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas.

PATHWAY
KOMPLIKASI
Komplikasi menurut (fakultas kedokteran UI 2012) Dengan pengunaan antibiotika,
komplikasi hampir tidak prnah dijumpai komplikasi yang dapat di jumpai adalah : Epiema,
Otitis media akut, komplikasi lain seperti Meningitis, perikarditis, osteolitis, peritonitis lebih
jarang dilihat.

PENATALAKSANAAN
a) Penatalaksanaan Medis
1. Oksigen 1-2L/ menit
2. IVFD (Intra venous fluid Drug) / ( pemberian obat melalui intra vena) dekstrose 10
% : NaCI 0,9% = 3:1, + KCL 10 meq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan
berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap memulai
selang nasogastrik dengan feding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transpormukossiller.
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit.
6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan
7. Untuk kasus pneumonia komuniti base : Ampicilin 100 mg/ kg BB/ hari dalam 4 hari
pemberian, Kloramfenicol 75 mg /kg BB/ hari dalam 4 hari pemberian.
8. Untuk kasus pneumonia hospital base : Cefotaxim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali
pemberian, Amikasim 10-15 mg/ kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian ( Arif mansjoer,
dkk, 2001).
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Peran perawat dalam penatalaksanaan penyakit pneumonia secara primer yaitu
memberikan pendidikan kepada keluarga klien untuk meningkatkan pengetahuan
tentang penyakit pneumonia dengan perlindungan kasus dilakukan melalui imunisasi,
hygiene personal, dan sanitasi lingkungan. Peran sekunder dari perawat adalah
memberikan fisioterapi dada, nebulasi, suction, dan latihan nafas dalam dan batuk
efektif agar penyakit tidak kembali kambuh.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, dkk, (2001), kapita selekta kedokteran jilid I, media aesculapius fakultas
universitas indonesia, Jakarta.

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. EGC :Jakarta.

Nanda NIC-NOC, (2013), Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan
Nanda

Anda mungkin juga menyukai