Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

STRUKTUR ATOM DAN SPU


1.1 Struktur Atom
Atom : partikel terkecil yang tidak dapat dibagi lagi.
a. Nomor Atom dan Nomor Massa
- Nomor atom (Z)
Nomor atom suatu unsur sama dengan jumlah proton. Untuk atom netral, jumlah
proton = jumlah elektron

Nomor atom = jumlah proton = jumlah elektron

- Nomor massa (A)


Nomor massa adalah jumlah dari neutron dan proton yang terdapat dalam inti atom

Nomor massa = Jumlah proton + Jumlah neutron

b. Isoton, Isotop, dan Isobar


- Isoton : atom unsur yang memiliki nomor atom berbeda tetapi memiliki jumlah neutron
yang sama.
Contoh :  6C13 dan isotop 7N14 memiliki neutron yang sama yaitu 7
- Isotop : Isotop adalah atom-atom unsur yang mempunyai nomor atom sama (proton)
tetapi nomor massanya berbeda.
Contoh : 6C12 dan  6C13
- Isobar : Isobar adalah atom-atom unsur yang berbeda (nomor atom berbeda) tetapi
mempunyai nomor massa yang sama.
Contoh : Isotop 6C14 dan 7N14
c. Konfigurasi Elektron dan Elektron Valensi
Konfigurasi elektron adalah pengisian elektron di dalam kulit atom. Lintasan peredaran
elektron disebut kulit atom. Kulit elektron dapat dinyatakan dengan bilangan kuatum
dimana :
- Bilangan Kuantum Utama (n) : menggambarkan tingkat energi yang dimiliki elektron
(orbital). Nilai n = 1, 2, 3, dst.
- Bilangan Kuantum Azimuth (l) : menggambarkan bentuk orbital yang ditempati
elektron..
- Bilangan Kuantum Magnet (m) : menggambarkan orientasi atau arah proyeksi orbital
dalam ruang 3 dimensi.
- Bilangan Kuantum Spin (s) menggambarkan arah pergerakan elektron relatif terhadap
medan magnet, searah atau berlawanan arah dengan jarum jam.
Larangan Pauli : Pauli membuat aturan bahwa elektron dalam suatu atom tidak boleh
memiliki bilangan kuantum yang sama.
Aturan aufbau : Dalam menyusun konfigurasi suatu elektron, maka susunan keempat
bilangan kuantum harus digunakan, mulai dari tingkat energi yang rendah ke yang lebih
tinggi. Contoh : 1s 2s 2p 3s 3p 4s 3d
Aturan Hund : pengisian elektron harus satu demi satu sebelum berpasangan untuk
kestabilan
1.2 Sistem Periodik Unsur (SPU)
Sistem Periodik Unsur (SPU) adalah tabel unsur-unsur yang dikelompokkan
berdasarkan kenaikan nomor atom dan konfigurasi elektron. SPU terdiri dari kolom kolom
vertikal yang disebut golongan dan kolom- kolom hirizontal yang disebut periode. Dalam
SPU terdapat 7 periode dan 18 golongan. 18 golongan tersebut terdiri dari 8 golongan A dan
10 golongan B(transisi) dengan pembagian sebagai berikut :

Golongan Elektron valensi Nama golongan


IA ns1 Alkali
IIA ns2 Alkali tanah
IIIA ns2np1 Boron
IVA ns2np2 Karbon
VA ns2np3 Nitrogen
VIA ns2np4 Oksigen
VIIA ns2np5 Halogen
VIIIA ns2np6 Gas mulia
Golongan transisi :
Golongan : IIIB, IVB, VB, VIB, VIIB, VIIIB, IB, IIB.
Golongan VIII B terdiri dari 3 golongan  yaitu :Triade besi, triade platina ringan dan
triade platina berat.

- Menentukan periode dan golongan


Nomor periode sesuai dengan jumlah kulit eletron unsur. Sedangkan nomor
golongan sesuai dengan jumlah elektron pada kulit terluar.

- Sifat Periodik Unsur


Jari – jari : semakin ke kiri semakin besar (periode) dan semakin ke
bawah semakin besar ( golongan).
Keelektronegatifan : semakin ke kiri semakin kecil (periode) dan semakin ke
bawah semakin kecil ( golongan).
Energi ionisasi : semakin ke kiri semakin kecil (periode) dan semakin ke
bawah semakin kecil ( golongan).
Afinitas elektron : semakin ke kiri semakin kecil (periode) dan semakin ke
bawah semakin kecil ( golongan).
BAB II

IKATAN KIMIA

2.1 Konfigurasi Stabil Gas Mulia


Konfigurasi elektron gas mulia (golongan VIIIA dalam sistem periodik unsur) adalah
sebagai berikut:

Unsur No.atom K L M N O P
He 2 2
Ne 10 2 8
Ar 18 2 8 8
Kr 36 2 8 18 8
Xe 54 2 8 18 18 8
Rn 86 2 8 18 32 18 8

Unsur gas mulia bersifat sangat stabil sehingga sukar untuk bereaksi. Konfigurasi
elektron gas mulia adalah konfigurasi elektron yang paling stabil. Kestabilan unsur gas
mulia disebabkan oleh elektron valensinya yang berjumlah delapan (kecuali helium yang
mempunyai dua elektron valensi). Konfigurasi elektron gas mulia disebut konfigurasi oktet
(atau duplet untuk helium).
Untuk mencapai konfigurasi oktet gas mulia, unsur-unsur cenderung untuk melepas
elektron atau menyerap elektron.
a. Melepas elektron
Contoh : Na ( 2, 8, 1 ) melepas 1 elektron membentuk ion Na+ ( 2, 8 )
b. Menyerap elektron
Contoh : F ( 2, 7 ) menyerap 1 elektron membentuk ion F- ( 2, 8 )

Elektron terluar suatu unsur dapat dilambangkan dengan struktur Lewis.


Penggambaran struktur Lewis harus memenuhi ketentuan berikut:
1. Elektron valensi digambarkan dengan titik.
2. Elektron yang terletak pada kulit yang lebih dalam tidak digambarkan.
3. Empat elektron pertama ditulis sebagai titik, satu per satu di keempat sisi suatu unsur.
4. Titik berikutnya dipasangkan dengan titik y
2.2 Ikatan Ion
Ikatan ion terbentuk karena gaya tarik-menarik antara ion yang berlawanan muatan sebagai akibat
dari serah terima elektron dari suatu atom ke atom lain. Ikatan ion terbentuk antara unsur
logam dengan unsur non logam. Sifat – sifat senyawa ion diantaranya berbentuk padat pada
suhu kamar, titik didih dan titik leleh relatif tinggi, mudah hancur, lelehannya
menghantarkan listrik dan larutan yang di dalam air dapat menghantarkan listrik. Contoh :
NaCl

2.3 Ikatan Kovalen


Ikatan kovalen terjadi karena pemakaian bersama pasangan elektron oleh atom yang
berikatan. Ikatan kovalen terdapat antar unsur nonlogam.
Ikatan kimia yang terjadi karena penggunaan bersama pasangan elektron disebut
ikatan kovalen. Ikatan kovalen cenderung terjadi pada sesama unsur nonlogam. Unsur
nonlogam cenderung menarik elektron, tetapi tidak mungkin terjadi serah terima elektron.
Oleh karena unsur nonlogam berikatan dengan pemakaian bersama pasangan elektron.
Contoh : HCL
2.4 Ikatan Kovalen Rangkap
Ikatan kovalen rangkap melibatkan pemakaian bersama lebih dari satu pasang elektron
oleh atom yang berikatan.
Untuk mencapai konfigurasi stabil gas mulia, atom-atom dapat membentuk ikatan
dengan penggunaan bersama 2 atau 3 pasang elektron. Ikatan kovalen dengan penggunaan
bersama sepasang elektron disebut ikatan tunggal, sedangkan ikatan kovalen dengan
penggunaan bersama 2 elektron disebut ikatan kovalen rangkap dua, dan 3 pasang elektron
disebut ikatan kovalen rangkap tiga. Contoh :

BAB 3 STOIKIOMETRI

A. Hukum Gay Lussac


“Bila diukur pada suhu dan tekanan yang sama, volum gas yang bereaksi dan volum gas
hasil reaksi berbanding sebagai bilangan bulat dan sederhana”
Gas hidrogen bereaksi dengan gas klorin membentuk gas hidrogen klorida.
Contoh :
H2 (g) + Cl2 (g) 2 HCl (g) maka, H2 : Cl2 : HCl = 1 : 1 : 2

B. Hipotesis Avogadro
“Pada suhu dan tekanan yang sama, semua gas yang volumnya sama akan mengandung jumlah
molekul yang sama pula”
Contoh :
H2 (g) + O2 (g) 2 H2O (g)
2 liter 1 liter 2 liter
4 liter 2 liter 4 liter
100 molekul 50 molekul 100 molekul
C. Massa Atom Relatif / Massa Molekul Relatif
Massa atom relatif, yaitu perbandingan massa suatu atom unsur dengan satu atom
pembanding. Sedangkan massa molekul relatif (Mr) sama dengan jumlah massa atom relatif
(Ar) dari atom-atom penyusun molekul zat itu. Massa atom relatif (Ar) dari masing-masing
atom dapat dilihat pada sistem periodik unsur.
Contoh : Ar H = 1, C=12
D. Mol
Mol adalah satuan jumlah.
1 mol suatu unsur menyatakan banyaknya unsur tersebut sehingga :
- m = Ar
- jumlah partikelnya sebanyak 6,02 × 1023 atom
- jika wujudnya gas, volumnya dalam keadaan STP 22,4 liter

Pada keadaan tidak standar, volum gas mengikuti persamaan: P.V = n.R.T

E. Massa Molar
Secara umum dapat dikatakan bahwa massa molar suatu zat adalah sama dengan Ar atau
Mr zat itu yang dinyatakan dalam satuan gram/mol. Hubungan jumlah mol (n) dengan massa
zat (m) dinyatakan dengan :

F. Volume Molar (Vm )


Volum molar gas menunjukkan volum 1 mol gas. Volume gas ditentukan oleh suhu (T)
dan tekanan (P). Oleh karena itu, setiap menyatakan volume gas harus diikuti dengan
keterangan suhu (T) dan tekanan (P) pengukurannya. Dalam ilmu kimia, kondisi dengan suhu
0 ⁰C dan tekanan 1 atm disebut dengan keadaan standar dan dinyatakan dengan STP. Volume
1 mol gas pada keadaan STP adalah 22,4 liter.
Volum gas dinyatakan dengan:
V = n x Vm

G. Kadar Zat
- Persen massa (% massa)
Persen massa menyatakan bahwa banyaknya zat terlarut dalam 100 gram larutan. Satuan ini
digunakan apabila zat terlarut berupa padatan.
massa komponen
%massa= x 100 %
massa campuran
- Persen volume (% volume)
Persen volume menyatakan besarnya volume zat terlarut yang terdapat dalam 100 ml larutan.
volume komponen
%volume= x 100 %
volume campuran

- Kadar unsur suatu senyawa


x . ArA .100 %
%A=
MrAxBy
y . ArB .100 %
%B=
MrAxBy

H. Rumus Empiris dan Rumus Molekul


Rumus empiris adalah perbandingan terkecil jumlah atom unsur-unsur bentuk senyawa sedangkan
rumus kimia merupakan perbandingan sesungguhnya jumlah atom unsur-unsur pembentuk suatu
senyawa.
Contoh :
Rumus molekul glukosa adalah C6H12O6
Rumus empiris glukosa adalah C H2O

I. Perhitungan Kimia
Penentuan jumlah pereaksi dan hasil reaksi yang terlibat dalam reaksi harus diperhitungkan
dengan satuan mol. Metode ini dinamakan metode pendekatan mol.langkah langkah dalam melakykan
metode ini adalah:
1. Setarakan reaksi soal yang di tanyakan
2. Ubah semua satuan zat ke dalam mol
3. Gunakan koefisien reaksi untuk meyeimbangkan reaktan dengan produk
4. Ubah satuan zat yang ditanyakan ke dalam satuan yang di tanyakan.

J. Pereaksi Pembatas
Pereaksi pembatas adalah zat yang habis lebih dulu dalam suatu reaksi. Hal ini terjadi karena di
dalam suatu reaksi kimia, perbandingan mol-zat-zat pereaksi yang ditambahkan tidak selalu sama
dengan perbandingan koefisien reaksinya. Apabila zat-zat yang direaksikan tidak ekivalen, maka salah
satu pereaksi akan habis lebih dahulu sedangkan pereaksi yang lain bersisa. Dapat ditentukan dengan
cara membagi semua mol reaktan dengan koefisiennya, lalu pereaksi yang mempunyai nilai hasil bagi
terkecil, merupakan pereaksi pembatas.

BAB 4
LARUTAN DAN KOLOID
Larutan merupakan campuran yang homogen yang terdiri dari pelarut dan terlarut.
Pelarut merupakan Komponen yang memiliki komposisi paling banyak dalam sebuah larutan
atau yang paling menentukan sifat larutan. Sedangkan larutan merupakan Komponen yang
jumlahnya sedikit dalam sebuah larutan
4.1 Sifat Larutan
a. Sifat Fisik
- tidak ada bidang batas antar komponen penyusunnya
- antara partikel solven dan solut tidak bisa dibedakan
- Warna, bau, rasa, pH, titik didih, titik beku
b. Sifat Koligatif
- Sifat larutan yang tergantung pada konsentrasi zat terlarut
- Penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmosis
4.2 Jenis Larutan
a. Larutan Elektrolit : jenis larutan yang dapat menghantarkan listrik
Contoh : amonia, HCL, air kapur, dll
b. Larutan Non Elektrolit : Jenis larutan yang tidak dapat menghantarkan listrik
Contoh : larutan urea, larutan alkohol, dll
4.3 Molaritas
Merupakan banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan.
Rumus molaritas :
mol zat terlarut G 1000
M= atau M = x
volume larutan Mr ¿ ¿

4.4 Molalitas
Merupakan banyaknya mol zat terlarut dalam 1000 gram (1 kg) pelarut. Satuan molalitas
adalah molal.

Rumus Molalitas :
mol zat terlarut
M= \
jumlah kilogramlarutan

4.5 Pengenceran
V1 x M1 = V2 x M2
V1 x N1 = V2 x N2
4.6 Koloid
Sistem koloid merupakan sistem dispersi dari dua atau lebih zat yang bersifat homogen.
a. Jenis – jenis koloid
Medium
Fase terdispersi pendispersi
Padat Cair Gas
Padat Sol padat Sol Aerosol padat
Cair Emulsi padat Emulsi Aerosol
Gas Buih padat Buih -
b. Sifat – sifat koloid
1. Efek Tyndall
Merupakan gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel
koloid. Pemanfaatannya pada bioskop yang sorot lampunya terlalu terang, kap
lampu dapat dibuat dari koloid sehingga cahaya dapat terhamburkan.
2. Gerak brown
Merupakan gerakan partikel-partikel koloid dengan lintasan lurus, tetapi arahnya
tidak menentu (gerak acak/ tidak beraturan). Jika koloid diamati di bawah
mikroskop ultra, akan terlihat bahwa partikel-partikel tersebut bergerak secara
zigzag. Pergerakan zigzag inilah yang dinamakan gerak Brown.
3. Adsorpsi
Merupakan peristiwa penyerapan ion atau senyawa lain oleh permukaan-
permukaaan partikel koloid. Peristiwa ini terjadi karena luasnya permukaan
partikel koloid. Sifat ini digunakan pada pemutihan gula tebu dan penjernihan air.
4. Koagulasi
Merupakan peristiwa penggumpalan partikel koloid sehingga terbentuk endapan.
Dengan terjadinya koagulasi, zat terdispersi tidak lagi membentuk suatu koloid.
Koagulasi dapat terjadi secara fisik melalui pemanasan, pendinginan, dan
pengadukan, atau secara kimia melalui penambahan elektrolit dan pencampuran
koloid yang berbeda muatan.
5. Dialisis
Merupakan proses pemisahan koloid dari ion-ion pengotor. Dialisis dilakukan
dengan cara mengalirkan cairan melalui membran semipermeabel yang berfungsi
sebagai penyaring. Membran semipermeabel ini dapat dilewati cairan, tetapi tidak
dapat dilewati koloid. Akibatnya, koloid dan cairan akan terpisah.
6. Elektroforesis
Merupakan peristiwa pemisahan partikel koloid yang bermuatan dengan
menggunakan arus listrik. Proses elektroforesis ini berguna untuk menentukan
jenis muatan koloid. ifat ini dapat digunakan untuk mengidenti kasi DNA pada
korban pelaku kejahatan
c. Cara Pembuatan Koloid
1. Kondensasi
Pembuatan sistem koloid dengan cara kondensasi dilakukan dengan
menggumpalkan partikel yang sangat kecil (larutan) menjadi partikel koloid.
Penggumpalan partikel ini dapat dilakukan dengan cara berikut.
 Reaksi redoks
 Reaksi hidrolisis
 Reaksi pengendapan
 Reaksi pergeseran
 Reaksi penggantian pelarut
2. Dispersi
Pembuatan sistem koloid dengan cara dispersi dilakukan dengan memperkecil
partikel suspensi yang kasar menjadi partikel koloid yang lebih lembut. Beberapa
metode yang dapat dilakukan pada proses dispersi adalah cara mekanik, cara
peptisasi, cara busur Bredig, dan cara ultrasonik
d. Pemanfaatan koloid
1. Industri kosmetik
2. Industri farmasi
3. Industri tekstil
4. Industri sabun dan detergen

BAB 5
ASAM BASA
5.1 Pengertian
Larutan asam mempunyai rasa asam dan bersifat korosif (merusak logam, marmer,
dan berbagai bahan lain). Sedangkan larutan basa berasa agak pahit dan bersifat kaustik (licin,
seperti bersabun).
1. Teori asam – basa Arrhenius
Dalam air, asam melepas ion H+ sedangkan basa melepas ion OH
Asam Arrhenius dirumuskan sebagai HxZ yang dalam air mengalami ionisasi
sebagai berikut : HxZ (aq) x H+ (aq) + ZX- (aq)

Jumlah ion H+ yang dapat dihasilkan oleh 1 molekul asam disebut valensi
asam. Sedangkan ion negatif yang terbentuk dari asam setelah melepas ion H+
disebut ion sisa asam.
Basa Arrhenius adalah hidroksida logam, M(OH)x, yang dalam air terurai
sebagai berikut:
M(OH)x (aq) → Mx+ (aq) + x OH- (aq)
Jumlah ion OH- yang dapat dilepaskan oleh satu molekul basa disebut valensi
basa.
2. Teori asam – basa Brownsted Lowry
Asam adalah spesi atau zat yang merupakan donor proton (H+ ). Sedangkan
basa adalah spesi atau zat yang merupakan akseptor proton (H+ ).
Asam yang telah melepaskan satu proton akan membentuk spesi atau zat yang
disebut basa konjugasi sedangkan basa yang telah menerima satu proton akan
membentuk spesi atau zat yang disebut asam konjugasi.
3. Teori Asam-basa Lewis
Transfer proton terjadi karena adanya pasangan elektron bebas pada basa, yang
kemudian akan membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan proton tersebut.
Asam adalah spesi atau zat akseptor pasangan elektron sedangkan basa adalah
spesi atau zat donor pasangan elektron.
5.2 Tetapan Kesetimbangan Air (Kw)
H2O → H+ + OH-
Pada keadaan setimbang:

Kw = [H+] [OH-]
Pada suhu kamar T= 25°C Kw = 10-14 sehingga [H+] = [OH-] = 10-7
5.3 Indikator Asam Basa
Indikator asam-basa adalah zat warna yang mempunyai warna berbeda dalam larutan
yang bersifat asam dan dalam larutan yang bersifat basa. Oleh karena itu, indikator asam-basa
dapat digunakan untuk membedakan larutan asam dan larutan basa. Contohnya Dalam air
murni adalah kertas lakmus. Lakmus berwarna merah pada larutan asam dan berwarna biru
pada larutan basa. Di dalam laboratorium, indikator yang sering digunakan selain kertas
lakmus adalah fenoltalein, metil merah, dan metil jingga.
5.4 Kekuatan Asam-basa
Berdasarkan banyaknya ion yang dihasilkan pada ionisasi asam dan basa dalam
larutan, maka kekuatan asam dan basa dikelompokkan menjadi asam kuat dan asam lemah
serta basa kuat dan basa lemah. Kekuatan asam dan basa tersebut dapat dinyatakan dengan
derajat ionisasi. Derajat ionisasi (α) adalah perbandingan antara jumlah molekul zat yang
terionisasi dengan jumlah molekul zat mula-mula.  
Larutan elektrolit kuat mengalami ionisasi sempurna, sehingga harga α mendekati
satu. Sementara itu, larutan elektrolit lemah hanya mengalami ionisasi sebagian, sehingga
harga α sangat kecil (α < 1).

5.5 Mengukur pH
- Asam Kuat
[H+] = M x valensi asam
- Basa kuat
[OH-] = M x valensi basa
- pH asam-basa lemah
(H+) = √ Ka. M
(OH-) = √ Kb. M
5.6 Titrasi Asam – basa
Merupakan prosedur menetapkan kadar suatu larutan dengan mereaksikan sejumlah
larutan tersebut yang volumenya terukur dengan suatu larutan lain yang telah diketahui
kadarnya.
Rumus Titrasi :
M1 V1 = M2 V2

BAB 6
LARUTAN BUFFER(PENYANGGA)
6.1 Pengertian
Larutan penyangga adalah larutan yang bersifat mempertahankan pH-nya, jika
ditambahkan sedikit asam atau sedikit basa atau diencerkan. Larutan penyangga merupakan
campuran asam lemah dengan basa konjugasinya atau campuran basa lemah dengan asam
konjugasinya.
6.2 Jenis – Jenis Penyangga
a. Campuran Asam Lemah dan Basa Konjugasinya(Buffer Asam)
Contoh : Campuran asam lemah CH3COOH dan basa konjugasinya, yaitu ion
CH3COO- ,
[H ]  K a x
a
g

a
pH  pKa - log
g
Cara kerja :
Pada penambahan asam, asam (H+ ) akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Ion H + yang
ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk molekul CH3COOH.
Pada penambahan basa, basa (OH- ) akan menggeser kesetimbangan ke kanan. Basa yang
ditambahkanakan bereaksi dengan komponen asam (dalam hal ini CH3COOH)
membentuk ion CH3COO dan air.

b. Campuran Basa Lemah dan Asam Konjugasinya (Buffer Basa)


Perhatikan persamaan reaksi berikut ini:
NH3(aq) + H2O(l)  NH4 + (aq) + Cl- (aq)
Dalam reaksi tersebut:
NH3 atau NH4OH sebagai basa lemah
NH4 + sebagai asam konjugasi dari NH
[OH ]  K b x
b
g
b
pOH  pK b - log
g
Cara Kerja
Pada penambahan asam akan menggeser kesetimbangan ke kanan. Asam yang
ditambahkan akan bereaksi dengan basa (dalam hal ini NH3) membentuk ion NH4 +
Penambahan basa OH- akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Basa yang
ditambahkan akan bereaksi dengan komponen asam dalam hal ini NH 4+ membentuk
komponen basa yaitu NH3 dan air.
6.3 Sifat – sifat larutan penyangga
1. pH larutan tidak berubah walaupun ditambah sedikit asam mapun basa
2. pH larutan tidak berubah walaupun diencerkan

6.4 Fungsi Larutan Penyangga


- Menjaga pH makanan olahan dalam kaleng agar tidak mudah rusak /teroksidasi (asam
benzoat dengan natrium benzoat).
- Menjaga pH cairan tubuh agar ekskresi ion H+ pada ginjal tidak terganggu
-  Menjaga pH pada plasma darah
- Cairan tubuh ini bisa dalam cairan intrasel maupun cairan ekstrasel

BAB 7
SPEKTROFOTOMETRI

Spektrofotometri adalah metode pengukuran kuantitatif yang didasarkan pada pengukuran


absorbsi (penyerapan) radiasi gelombang elektromagnetik.
Prinsip kerja alat ini berdasarkan hukum Lambert Beer. Hukum ini menyatakan
absorban zat terlarut adalah proporsional dengan konsentrasi sebagai A= Log (Io/It)= - log T
= a . b . c . bila cahaya monokromatik (Io) melalui suatu media (larutan), maka sebagian
cahaya tersebut diserap (Ia), sebagian dipantulkan (Ir), dan sebagian lagi dipancarkan (It).
Transmitan adalah perbandingan intensitas cahaya yang ditransmisikan ketika melewati
sampel (It) dengan intensitas cahaya mula-mula sebelum melewati sampel (Io).

Persyaratan hukum Lambert Beer, antara lain:

1. Radiasi yang digunakan harus monokromatik,


2. Energi radiasi yang diabsorpsi oleh sampel tidak menimbulkan reaksi kimia,
3. Sampel (larutan) yang mengabsorbsi harus homogen,
4. Tidak terjadi fluoresensi atau phosporesensi, dan indeks refraksi tidak berpengaruh terhadap
konsentrasi, jadi larutan tidak pekat (harus encer).

Metode ini berdasarkan penyerapan sinar ultraviolet maupun sinar tampak yang
menyebabkan terjadinya transisi elektron (perpindahan elektron dari tingkat energi yang
rendah ketingkat energi yang lebih tinggi). Spektrofotometri UV-Vis juga merupakan anggota
teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik)
ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer. Spektrofotometri UV- Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar
pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk
analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Untuk mengatasi kesalahan pada pemakaian spektrofotometer UV-Vis maka
perlu dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dalam spektrofotometer UV-Vis dilakukan dengan
menggunakan blangko :
Setting nilai absorbansi = 0
Setting nilai transmitansi = 100%
Penentuan kalibrasi dilakukan dengan beberapa prosedur, diantaranya adalah
dilakukan dengan larutan blangko (berisi pelarut murni yang digunakan dalam sampel)
dengan kuvet yang sama. Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan
proses kalibrasi. Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu
macam panjang gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30 menit.
Dengan adanya proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis maka akan membantu
praktikan untuk memperoleh hasil yang akurat dan presisi

Anda mungkin juga menyukai