Anda di halaman 1dari 22

Laporan kasus

TONSILITIS KRONIS

\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\

Oleh :
Dewi Laila Azhar
NIM. 1708436490

Pembimbing :
dr. Asmawati Adnan, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari


cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut, yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius
(lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatina
biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui
udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur,
terutama pada anak.1
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia, angka
kejadian tonsillitis di Indonesia sekitar 23%. Berdasarkan data epidemiologi
penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia pada bulan September 2012,
prevalensi tonsillitis kronis tertinggi setelah nasofaringitis akut, yaitu sebesar
3,8% dan terutama terjadi pada kelompok usia muda, di antaranya pada usia 6-15
tahun.2
Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten sebagai
akibat infeksi akut atau subklinis yang berulang. Faktor predisposisinya ialah
rangsangan yang menahun dari asap rokok, beberapa jenis makanan, hygiene
mulut yang buruk, pengauh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut
yang tidak adekuat.1
Berikut ini dilaporkan suatu kasus tonsillitis kronis yang dialami oleh
seorang anak perempuan berusia 13 tahun. Pasien datang dengan keluhan nyeri
tenggorokan disertai nyeri menelan dan keluhan ini telah berulang sejak SD.
Berdasarkan pertimbangan klinis, diputuskan untuk dilakukan tonsilektomi
sebagai tatalaksana definitif.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tonsilitis kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada
tonsila palatina yang menetap. Tonsilitis kronis disebabkan oleh serangan ulangan
dari tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan yang permanen pada tonsil.1

2.2 Anatomi
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat tiga macam tonsil, yaitu tonsil
faringeal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya
membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil palatina yang
biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut
orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (M. palatoglosus) dan pilar posterior
(M. palatofaringeus).3,4
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat
pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan
mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel
skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya ditemukan
lekosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral
tonsil melekat erat pada otot faring.3
Tonsil mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu:3
1. A. Maksilaris eksterna (A. Fasialis) dengan cabangnya A. Tonsilaris
dan A. Palatina asendens.
2. A. Maksilaris interna dengan cabangnya A. Palatina desendens.
3. A. Lingualis dengan cabangnya A. Lingualis dorsal.
4. A. Faringeal asendens.

3
Gambar 1. Cincin Waldeyer

2.3 Fisiologi dan imunologi tonsil


Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting
sebagai sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke
saluran makanan atau masuk ke saluran nafas. Mekanisme pertahanan dapat
bersifat spesifik atau non spesifik. Apabila patogen menembus lapisan epitel maka
sel-sel fagositik mononuklear pertama-tama akan mengenal dan mengeliminasi
antigen.5
Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan
bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel
limfosit T dengan antigen spesifik.5
Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang
terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil
membantu mencegah terjadinya infeksi dan bertindak seperti filter untuk

4
mencegah bakteri dan virus masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga
menstimulasi sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk melawan patogen.
Lokasi tonsil sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen,
selanjutnya membawanya ke sel limfoid. Jika tonsil tidak mampu melindungi
tubuh, maka akan timbul inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsilitis.5
Tonsil mengandung sel limfosit B dan limfosit T. Limfosit B membentuk
kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar sedangkan limfosit T pada tonsil adalah
40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di
pusat germinal. Imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), interferon, lisozim dan
sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Tonsil merupakan organ limfatik
sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi.5

2.4 Patologi
Karena proses radang berulang yang timbul, maka selain epitel mukosa
juga jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan
limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga
kripti melebar. Secara klinik, kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan
terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan
dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada anak, proses ini dapat disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibular.1

2.5 Diagnosis
Gejala dan tanda
Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan berupa nyeri
tenggorokan dan nyeri waktu menelan, rasa ada yang mengganjal dan kering di
tenggorokan, dan/atau napas berbau. Gejala-gejala konstitusi dapat ditemukan
seperti demam, namun tidak mencolok. Pada pemeriksaan tampak tonsil
membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti
terisi oleh detritus. Pada anak dapat ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe
submandibular.1

5
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan
medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:4
T0 : Tonsil masuk di dalam fossa
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Gambar 2. (A) Tonsil hipertrofi T1; (B) T2; (C) T3; (D) T4 (“kissing tonsils”)4

Pemeriksaan penunjang
Gold standard pemeriksaan mikrobiologi tonsil adalah kultur dari dalam
tonsil. Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian
pemberian antibiotika atau penetrasi antibiotika yang inadekuat. Penatalaksanaan
dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman patogen dan
mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil.4
Bakteri penyebab tonsilitis tersering adalah Streptococcus beta
hemolitikus grup A. Daerah tenggorokan banyak mengandung flora normal.
Permukaan tonsil mengalami kontaminasi dengan flora normal di saluran nafas

6
atas. Patogen yang didapatkan dari daerah ini bisa jadi bukan merupakan bakteri
yang menginfeksi tonsil. Pemeriksaan kultur dari permukaan tonsil saja tidak
selalu menunjukkan bakteri patogen yang sebenarnya, sehingga pemeriksaan
bakteriologi dapat dilakukan dengan swab jaringan inti tonsil. Pemeriksaan kultur
dari inti tonsil dapat memberikan gambaran penyebab tonsilitis yang lebih akurat.
Pemeriksaan kultur dari inti tonsil ini dilakukan sesaat setelah tonsilektomi atau
dengan aspirasi jarum halus dengan pasien diberikan bius lokal terlebih dahulu.4

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk tonsillitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa
dan operatif.
Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada higiene mulut dengan cara berkumur atau obat
isap, pemberian antibiotik, pembersihan kripta tonsil dengan alat irigasi gigi atau
oral. Pemberian antibiotik sesuai kultur. Pemberian antibiotik yang bermanfaat
pada penderita tonsilitis kronis yaitu antibiotik golongan penisilin merupakan
antibiotik pilihan pada sebagian besar kasus karena efektif dan harganya lebih
murah. Namun, pada anak dibawah 12 tahun, golongan sefalosporin menjadi
pilihan utama karena lebih efektif terhadap Streptococcus. Golongan makrolida
dapat digunakan hanya jika terdapat alergi terhadap penisilin, hal ini disebabkan
efek samping yang ditimbulkan golongan makrolida lebih banyak.1

Operatif
Indikasi tonsilektomi
Adapun indikasi tonsilektomi menurut The American of Otolaryngology-
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 adalah:1
1) Serangan tonsillitis lebih dari 3x pertahun walaupun telah mendapat terapi
yang adekuat.
2) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofasial.

7
3) Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan
napas, sleep apneu, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor
pulmonale.
4) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
berhasil hilang dengan pengobatan.
5) Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan.
6) Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri Streptokokus beta
hemolitikus grup A.
7) Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.
8) Otitis media efusa/otitis media supuratif.

2.7 Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, artritis, miositis, nefritis, uvetis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria, dan furunkulosis.1

8
Status Pasien

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU - PEKANBARU

Nama Dokter Muda: Dewi Laila Azhar


Pembimbing : dr. Asmawati Adnan, Sp.THT-KL
Nim : 1708436490

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : An. F
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat :, Pekanbaru
Suku Bangsa : Melayu / Indonesia

ANAMNESA (alloanamnesis dan autoanamnesis)


Keluhan Utama :

Nyeri tenggorokan sejak 6 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dibawa ibunya ke poliklinik THT RSUD Arifin Achmad
dengan keluhan nyeri tenggorokan sejak 6 hari SMRS. Nyeri tenggorokan disertai
rasa mengganjal dan nyeri saat menelan. Pasien sulit menelan jika makan
makanan yang keras. Pasien juga mengeluhkan demam yang naik turun dan batuk
berdahak sejak 2 minggu yang lalu. Demam turun jika minum obat penurun panas
namun kemudian timbul lagi. Ibu pasien mengatakan anaknya kadang-kadang
terdengar mengorok saat tidur. Keluhan ini sudah dialami pasien sejak 5 tahun
yang lalu dan sering berulang, namun hanya diberikan obat untuk mengurangi
keluhan. Pasien juga mengeluhkan nafasnya berbau.
Dua minggu SMRS, pasien sudah pergi berobat ke dokter THT di RS
Awal Bros. Setelah diperiksa, dikatakan bahwa amandelnya membesar dan
disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel. Ibu pasien
mengatakan diberi antibiotik, obat penurun panas, anti radang dan obat batuk oleh
dokter, keluhan berkurang, namun seminggu kemudian muncul kembali. Pasien
tidak ada mengeluhkan nyeri pada kedua telinga, tidak ada kurang pendengaran
dan tidak ada sakit kepala.

Riwayat Penyakit Dahulu :


• Riwayat alergi makanan dan obat (-)
• Riwayat Asma (-)

9
Riwayat Penyakit Keluarga :
• Asma (-)
• Keluhan yang sama dalam keluarga (-)

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan


• Pasien seorang pelajar SMP
• Riwayat minum es, jajanan di luar sekolah dan makanan ringan

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah :
Frekuensi Nadi : 96 x/i
Suhu Tubuh : 37,2oC

Pemeriksaan Sistemik
Kepala
Mata : Allergic shiner : (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)

Toraks : Jantung : S1 S2 reguler


Paru : Vesikuler di seluruh lapang paru

Abdomen : Supel, bising usus (+), frekuensi 7 kali per menit

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik

STATUS LOKALIS THT

Telinga
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Kel. Kongenital Tidak ada Tidak ada
Trauma Tidak ada Tidak ada
Daun Telinga Radang Tidak ada Tidak ada
Nyeri tarik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada
Lapang / sempit Lapang Lapang
Liang Telinga Hiperemi Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada
Bau Tidak Tidak
Sekret/Serumen
Warna Kekuningan Kekuningan
Jumlah Minimal Minimal

10
Membran Tympani

Warna Putih mutiara Putih Mutiara


Refleks Cahaya Arah jam 5 Arah jam 7
Utuh Bulging Tidak Tidak
Retraksi Tidak Tidak
Atrofi Tidak Tidak
Jumlah perforasi Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
Perforasi Kuadran - -
Pinggir - -
Warna mukosa telinga tengah - -

Gambar

Tanda radang/abses Tidak ada Tidak ada


Fistel Tidak ada Tidak ada
Mastoid Sikatrik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

Tes Garpu Tala Rinne + +


Weber Lateralisasi (-) Lateralisasi (-)
Schwabach Sama dengan Sama dengan
pemeriksa pemeriksa
Kesimpulan Dalam batas normal Dalam batas normal
Audiometri Tidak dilakukan

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Deformitas Tidak ada Tidak ada
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
Hidung Luar Trauma Tidak ada Tidak ada
Radang Tidak ada Tidak ada
Massa Tidak ada Tidak ada

Sinus Paranasal
Pemeriksaan Dekstra Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Nyeri ketok Tidak ada Tidak ada

11
Rinoskopi Anterior

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Vestibulum Vibrise + +
Radang - -
Cavum Nasi Lapang /Cukup Lapang/Sempit Cukup lapang Cukup lapang
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Jenis - -
Sekret Jumlah - -
Bau - -
Ukuran Eutrofi Eutrofi
Warna Merah muda Merah muda
Konkha Inferior Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Ukuran Normal Normal
Warna Merah muda Merah muda
Konkha Media
Permukaan Licin Licin
Edema Tidak ada Tidak ada
Cukup lurus / deviasi Cukup lurus Cukup lurus
Permukaan Licin Licin
Warna Merah muda Merah muda
Septum Spina Tidak ada Tidak ada
Krista Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk - -
Ukuran - -
Permukaan - -
Massa Warna - -
Konsistensi - -
Mudah digoyang - -
Pengaruh vasokonstriktor - -

Gambar

Rinoskopi Posterior ( Nasofaring ) : tidak dilakukan


Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Koana Lapang / Sempit
Warna
Mukosa Edema

12
Jaringan Granulasi
Ukuran
Warna
Konkha Inferior Permukaan
Edema

Adenoid Ada/ Tidak

Ada / Tidak
Muara Tertutup sekret
tuba Eustachius Edema
Lokasi
Massa Ukuran
Bentuk
Permukaan
Post Nasal Drip Ada / Tidak
Jenis
Gambar

Orofaring / Mulut

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Simetris/ Tidak Simetris Simetris
Palatum Mole + Warna Merah muda Merah muda
Arkus Faring Edema Tidak ada Tidak ada
Bercak/ Eksudat Tidak ada Tidak ada
Dinding Faring Warna Merah muda
Permukaan Licin
Ukuran T4 T4
Warna Hiperemis Hiperemis
Permukaan Tidak rata Tidak rata
Tonsil Muara kripti Melebar Melebar
Detritus Tidak ada Tidak ada
Eksudat Tidak ada Tidak ada
Perlengketan dengan pilar Tidak ada Tidak ada
Warna Merah muda Merah muda
Peritonsil Edema Tidak ada Tidak ada
Abses Tidak ada Tidak ada
Lokasi Tidak ada Tidak ada

13
Bentuk - -
Tumor Ukuran - -
Permukaan - -
Konsistensi - -
Gigi Karies / Radiks Tidak ada Tidak ada
Kesan Dalam batas normal Dalam batas normal

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra


Lidah Deviasi Tidak ada Tidak ada
Bentuk Normal Normal
Tumor Tidak ada Tidak ada
Gambar

Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan


Pemeriksaan Kelainan
Epiglotis Bentuk
Warna
Edema
Pinggir rata / tidak
Massa
Aritenoid Warna
Edema
Massa
Gerakan
Ventrikular Band Warna
Edema
Massa
Plica Vokalis Warna
Gerakan
Pinggir Medial
Massa
Subglotis / Sekret ada / tidak
Trakhea

14
Massa
Sinus Piriformis Massa
Sekret
Valekule Sekret ( jenisnya )
Massa
Gambar

Pemeriksaan kelenjar limfe leher :

Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar limfe leher.

Palpasi : Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar limfe leher.

15
RESUME ( DASAR DIAGNOSIS )

Anamnesis :

Keluhan Utama :
Nyeri tenggorokan.

Riwayat Penyakit Sekarang :


-Nyeri tenggorokan, rasa mengganjal, nyeri menelan dan nafas berbau.
-Demam, batuk berdahak dan terdengar mengorok saat tidur.
-Keluhan sudah dialami sejak SD dan sering berulang.

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Alergi makanan dan obat (-)
 Asma (-)

Pemeriksaan Fisik

Telinga Kanan Kiri


Normal Normal
Daun Telinga

Normal Normal
Liang Telinga

Normal Normal
Membran Tympani

Gambar

Hidung Kanan Kiri


Rinoskopi Anterior

Vestibulum Normal Normal

Cavum Nasi Normal Normal

Konkha Inferior Normal Normal


Sekret - -

Massa Tidak ada Tidak ada

16
Gambar

Rinoskopi Posterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Laringoskopi Indirek Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Epiglotis

Pita Suara

Gambar

Faring

Palatum Mole/arkus Normal Normal


faring

Dinding Faring Merah muda

Tonsil T4 T4

Gambar

Diagnosis: Tonsilitis kronis.

Pemeriksaan penunjang: Foto polos toraks dan cek darah rutin.

Terapi: Rencana tonsilektomi, konsul spesialis anestesi dan anak.

17
Prognosis : Bonam.

Quo ad vitam : Bonam.

Quo ad sanam: Bonam.

Nasehat: Hindari jajan di luar, makanan terlalu dingin ataupun pedas, jaga
kebersihan mulut dan gigi, kepala ditinggikan saat tidur.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis tonsilitis kronis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada pasien ini dari anamnesis didapatkan
pasien datang dengan keluhan nyeri tenggorokan disertai demam dan batuk berdahak.
Pada data riwayat penyakit sekarang, ibu pasien mengatakan keluhan ini sudah
dialami pasien sejak SD dan sering berulang. Saat dilakukan pemeriksaan pada
daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T4 (dekstra) dan T4 (sinistra) dengan
tampilan hiperemis, permukaan tidak rata dan kripta melebar. Keterangan tersebut
dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosis pasien dengan tonsilitis kronis.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sapitri tentang karakteristik
penderita tonsillitis kronis yang diindikasikan tonsilektomi di RSUD Raden Mattaher
Jambi, dari 30 sampel didapatkan bahwa keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri
menelan adalah keluhan yang didapatkan pada seluruh pasien. 6 Penelitian lain yang
dilakukan oleh Maulana pada tahun 2013 mendapatkan bahwa keluhan utama yang
paling banyak pada pasien tonsillitis kronis pada anak adalah nyeri menelan berulang
(64%) diikuti rasa mengganjal di tenggorok sebesar 18%. 7
Peradangan pada tonsil menyebabkan keluhan tidak nyaman pada pasien
berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang ditelan menyentuh daerah yang
mengalami peradangan. Kejadian berulang itu dikarenakan penyembuhan yang tidak
sempurna akibat serangan awal pada tonsil, sehingga patogen yang masih menetap
pada tonsil sewaktu serangan pertama dapat sewaltu-sewaktu kembali menyerang
tonsil apabila daya tahan tubuh menurun. Serangan berulang inilah yang merupakan
tanda telah terjadinya peradangan kronis. Beberapa keluhan lain seperti rasa
mengganjal di tenggorok, tidur ngorok, sesak nafas, bengkak pada leher dan nyeri
telinga serta demam dapat saja terjadi. Rasa mengganjal di tenggorok disebabkan
karena peradangan pada tonsil yang akan mengakibatkan tonsil membesar dan
dapat menyebabkan kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di
tenggorok. Pada anak jika pembesaran tonsil telah menyebabkan obstruksi parsial
atau total jalan nafas, hal tersebut dapat menyebabkan gangguan fisiologis berupa
kesulitan bernafas saat tidur dan mendengkur, yang dikenal dengan istilah
Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).

19
Dilihat dari ukuran kedua tonsil T4, keadaan pasien merasa kesulitan untuk
menelan makan, tidur mengorok dan keluhan yang sering berulang sejak SD, maka
disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Namun sebelum dilakukan
tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi
medikamentosa. Pasien telah mendapatkan obat Cefixime, Paracetamol, Rhinofed dan
Vectrine pada pengobatan sebelumnya dan tonsil sudah dalam keadaan tenang. Pasien
dapat dipersiapkan untuk operasi, mulai dengan pemeriksaan laboratorium meliputi
pemeriksaan darah lengkap, bleeding time dan clotting time serta kimia darah dan
pemeriksaan foto polos toraks.
Pada tonsilitis kronis terjadi penurunan fungsi imunitas tonsil. Penurunan
fungsi ditunjukkan melalui peningkatan deposit antigen persisten pada jaringan
tonsil sehingga terjadi peningkatan regulasi sel-sel imunokompeten berakibat
peningkatan insiden sel yang mengekspresikan IL-1β, TNF-α, IL-6, IL-8, IL-2,
INF-γ, IL-10, dan IL-4. Karena hal tersebut, banyak manfaat dilakukannya
tonsilektomi pada pasien tonsilitis kronis. Tetapi tindakan tonsilektomi tetap harus
sesuai indikasi. Beberapa manfaat tonsilektomi seperti menurunkan angka
kejadian nyeri menelan/ nyeri tenggorok, penurunan pemakaian antibiotik,
menurunkan pemakaian fasilitas kesehatan dan meminimalkan beban ekonomi
penderita tonsillitis.8

20
BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis tonsilitis kronik pada pasien ini ditegakkan berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Pilihan terapi pada kasus ini adalah simtomatik untuk menenangkan
peradangan diikuti dengan tindakan operatif sebagai terapi definitif.
3. Indikasi tindakan operatif pada kasus ini memenuhi kriteria indikasi
menurut The American of Otolaryngology-Head and Neck Surgery
Clinical Indicators Compendium.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsillitis, dan hipertrofi adenoid.


Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi ke-7.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2012. h. 199-202.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Tonsilektomi pada anak dan
dewasa. 2013. Jakarta.
3. Rusmarjono, Herman B. Odinofagia. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala dan leher. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit FK UI;
2012. h. 192.
4. Brody L. Poje C. Tonsilitis, Tonsilectomy and Adenoidectomy. Dalam:
Bailey BJ, Johnson JT. Otolaryngology, head and neck surgery. Edisi ke-
4. Philadelphia: Lippinscott Williams Wilkins Publishers; 2008. h. 1183-
1208.
5. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran, bagian 3. Edisi ke-
9. Jakarta: EGC; 2011.
6. Sapitri V. Karakteristik penderita tonsilitis kronis yang diindikasikan
tonsilektomi Di RSUD Raden Mattaher Jambi (skripsi). Jambi: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi; 2013.
7. Maulana I. Karakteristik pasien tonsillitis kronis pada anak di bagian
THT-KL RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2013. Jurnal Kesehatan
Andalas. 2016;5:436-42.
8. Amarudin T, Anton C. Kajian manfaat tonsilektomi. Cermin Dunia
Kedokteran. 2007;155:61-8.

22

Anda mungkin juga menyukai