Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh
Siti Ning Setiyowati 121080082

Dosen Pengampu :
Ns. Beatrix Elizabeth, S. Kep.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN (UMS)

2021

1
2

A. Defenisi
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada
massa kanak-kanak (American Academy of Pediatrics,2008;Johnston, 2007).
Kejang demam biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun, dengan insiden
puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18 bulan. Kejang demam
jarang terjadi pada anak dibawah 6 bulan dan di atas 5 tahun. Kejang demam
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan terjadi peningkatan risiko pada anak
yanga memiliki riwayat kejang demam pada keluarga. Kejang demam berkaitan
dengan demam, biasanya terkait penyakit virus. Kejang tersebut biasanya jinak,
tetapi dapat sangat menakutkan baik bagi anak maupun keluarga. Pada sebagian
besar kasus, prognosis sangat baik. Kejang demam ini terjadi tanpa adanya
infeksi intracranial, gangguan metabolik, (Reese C, et al, 2012).
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan
perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan
sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. Epidemiologi
Angka kejadian kejang demam pada 2-4% anak berumur 6 bulan- 5 tahun.
Anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dengan perbandingan sekitar 1,4 :
1. Kejang demam pertama paling sering terjadi pada usia 1 hingga 2 tahun
(Pusponegoro dkk,2006, Lumbantobing,2007).

C. Etiologi
Faktor penting dalam kejang demam adalah demam, umur, genetik, riwayat
prenatal dan perinatal. Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang
paling sering berhubungan dengan kejang demam. Gastroenteritis terutama yang
3

disebabkan oleh Shigella atau Campylobacter, dan infeksi saluran kemih


merupakan penyebab lain yang lebih jarang (Moe, et al, 2007).

D. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Diduga penyebab
kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat.
Penyebab kejang diduga berhubungan dengan puncak suhu. Hipertermia
mengurangi mekanisme yang menghambat aksi potensial dan meningkatkan
transmisi sinaps eksitatorik. pada penelitian hewan didapatkan peningkatan
ekstabilitas neuron otak selama proses maturasinya. Suhu yang sering
menimbulkan kejang demam adalah 38,5%0C (Basuki, 2009).
Penelitian pada kejang demam berhasil mengidentifikasi febrile seizures
susceptibility genes pada 2 lokus, yaitu FEB1 (kromosom 8q13-q21) dan FEB2
(kromosom 19p13.3), bersifat autosomal dominan dengan penetrasi tidak
lengkap. Hal ini menjelaskan mengapa kejang demam lebih sering terjadi dalam
satu keluarga. Mutasi genetik dari kanal ion natrium atau Na’channelopathy dan
gaminobutiric acid A receptor merupakan gangguan genetik yang mendasari
terjadinya kejang demam.
Penelitian pada hewan coba menunjukan kemungkinan peran pirogen
endogen seperti interleukin 1β yang dengan meningkatkan eksitabilitas neuron,
mungkin menghubungkan demam dengan bangkitan kejang. Penelitian
pendahuluan pada anak mendukung hipotesis bahwa cytokine network
teraktivasi dan diduga berperan dalam pathogenesis kejang demam. Namun,
segnifikansi klinis dan patologis pengamatan ini masih belum jelas (Gatti, 2002).
Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam
antara lain:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan atau elektrolit
4

5. Ensefalitis viral
Dari beberapa faktor diatas yang menyebabkan kejang demam maka masalah
yang bisa muncul diantaranya ialah:
Perfusi jaringan serebral yang tidak efektif disebabkan karena rangsang mekanik
dan biokimia yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler difusi Na dan K yang akhirnya terjadi kejang kurang dari 15 menit
atau lebih dari 15 menit yang menimbulkan resiko kerusakan sel neuron, selain
itu resiko cedera juga terjadi dikarenakan adannya inkordinasi kontraksi otot
mulut dan lidah saat anak mengalami kejang, hipertermi pada anak terjadi setelah
kejang saat aktivitas otot meningkat, metabolisme dan suhu juga mengalami
peningkatan dan kurangnya pengetahuan orang tua dalam menangani dan
mencegah kejang demam pada anak.

E. Faktor Risiko
Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :
1. Faktor Demam
Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan
kejang demam 2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang mengalami
demam lebih dari dua jam. Anak dengan demam lebih besar dari 390C
memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang demam
disbanding dengan anak yang demam kurang 390C.
2. Faktor Usia
Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko
bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang lebih dari dua
tahun. (Fuadi,2010).
3. Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor
risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupun
saudara kandung (first degree relative).
a) Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang
demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
5

b) Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita
kejang demam mempunyau risiko untuk terjadi bangkitan kejang
demam 20%-22%.
c) Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang
demam meningkat menjadi 59%-64%. Demam diwariskan lebih banyak
oleh ibu dibandingkan ayaj, 27% berbanding 7% (Fuadi,2010)

4. Faktor Perinatal dan Pascanatal


 Kehamilan pada umur lebih 35 tahun
 Barat lahir sangat rendah atau amat sangat rendah memudahkan
timbulnya bangkitan kejang demam (Fuadi,2010).
5. Faktor Vaksinasi/Imunisasi
Risiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa imunitas pada anak,
seperti imunisasi difteri, tetanus dan pertuasis (DPT) atau measles-mumps-
rubella (MMR). (Mayo Clinic, 2012).

F. Klasifikasi Kejang Demam


1. Kejang demam Sederhana (KDS)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% dari seluruh kejadian kejang demam
(Pusponegoro, 2006).
2. Kejang Demam Kompleks (KDK)
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri
kejang lama yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi,
atau kejang umum didahului kejang parsial, atau berulang lebih dari 1 kali
dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang
6

anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam


(Pusponegoro,2006).

G. Tanda dan Gejala Klinis


 Kejang demam berlangsung singkat, serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral.
 Seringkali kejang berhenti sendiri.
 Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak.
 Setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
deficit neurologis.
 Peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38OC

H. Pemeriksaan Fisik
Batas suhu yang bisa mencetuskan kejang demam 38OC atau lebih, tetapi suhu
sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui. Pemeriksaan fisik lainnya
bertujuan untuk mencari sumber infeksi dan kemungkinan adanya infeksi
intrakranial meningitis atau ensefalitis (Basuki, 2009)

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin
(The Barbara, 2011).
2. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus
infeksinya (Guidelines, 2010).
3. Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
4. Radiologi
7

Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana.


Dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
5. Elekroensefalografi (EEG)
Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.

J. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria Livingstone untuk kejang demam:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
2. Kejang berlangsung sebentar, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

K. Penatalaksanaan
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
1. Pengobatan fase akut
Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
a. Pertahankan jalan napas
b. Lindungi anak dari trauma/cidera
c. Posisikan anak tidur setengah duduk
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
2. Mencari dan mengobati penyebab demam
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas
indikasi untuk mencari penyebab.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
8

Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila sering


berulang dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada dua cara
pengobatan profilaksi :
1) Profilaksi intermitten pada waktu demam
2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari
Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengna berat
badan ≤ 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan ≥ 10 kg, setiap
pasien menunjukan suhu 38,5OC atau lebih. Diazepam dapat pula
diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis pada waktu pasien demam.
Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan pemberian
obat rumat. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam
menunjukan ciri sebagai berikut:
a) Kejang lama > 15 menit.
b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy, retardasi
mental, Hidrosefalus.
c) Kejang fokal.
d) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada baiyi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.

Obat pilihan adalah asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari. Untuk


fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan
selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.

L. Prognosis
 Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.
 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal.
9

 Kemungkinan berulang kejang demam.


 Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah: riwayat kejang demam dalam keluarga.
Usia kurang lebih 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang, cepatnya
kejang setelah demam
 Kemungkinan terjadinya epilepsi.

Faktor risiko menjadi epilepsi apabila :

1. Kelainan neorologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam


pertama
2. Kejang demam yang pertama adalah kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
10

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang
tua, penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan
serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum
3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang
berusia kurang dari 18 bulan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami
kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks
biasanya mengalami penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan
anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada
jenis kejang demam yang dialami anak.
c. Riwayat perkembangan anak
Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta
mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
d. Riwayat imunisasi
Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit
infeksi atau virus seperti virus influenza.
e. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual
dan muntahnya.
f. Pengetahuan keluarga
11

Pemahaman penyakit dan perawatan


2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum biasanya anak rewel
b. TTV
1) Suhu : >38,0⁰C
2) Respirasi: Pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
3) Nadi : >100 x/menit
c. BB
Pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
d. Kepala
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
f. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
g. Telinga
Bentuk simetris kiri-kanan, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran
yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h. Hidung
Penciuman baik, ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa
hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
b) Palpasi: vremitus kiri kanan sama
c) Auskultasi: ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
12

2) Jantung
Terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah
kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea
parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea
parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
k. Abdomen
Lemas dan datar, kembung
l. Anus
Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
m. Ekstermitas :
1) Atas : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
2) Bawah : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
3. Aktivitas kejang
Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang
4. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai
GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
13

dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu


memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

5. Penilaian kekuatan otot


Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 45, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu 4
melawan tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
14

C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Terapi oksigen 3320 1. Memastikan jalan
perfusi jaringan serebral keperawatan diharapkan masalah 1. Pertahankan kepatenan nafas tidak terganggu.
berhubungan dengan ketidakefektifan perfusi jaringan jalan nafas 2. Agar suplay oksigen
gangguan afinitas Hb serebral dapat teratasi dengan 2. Berikan oksigen tambahan terpenuhi
Oksigen, penurunan Hb kriteria hasil: sesuai yang diperintahkan
oksigen, hipervolemia, Status neurologi 0909
hipoventilasi. 1. Kesadaran dari 3 (cukup Manajemen edema serebral
terganggu) menjadi 5 (tidak 2540
terganggu) 1. Monitor adanya 1. Mengkaji keluhan
2. Tekanan intrakranial dari 2 kebingungan, perubahan yang dirasakan
(banyak terganggu) menjadi 5 pikiran, keluhan pusing dan 2. Mengetahui status
(tidak terganggu) pingsan. kardiorespirasi pasien
3. Pola bernafas dari 2 (banyak 2. Monitor tanda-tanda vital 3. Meminalisir adanya
terganggu) menjadi 5 (tidak 3. Monitor TIK dan CPP tingkatan pada TIK
terganggu) 4. Kurangi stimulus dalam dan CPP
4. Aktivitas kejang dari 3 (sedang) lingkungan pasien 4. Batasi kunjungan
menjadi 5 (tidak ada) 5. Berikan anti kejang, sesuai pada pasien
kebutuhan 5. Meminimalkan
adanya pembekuan
dara
2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Perawatan demam 3740
15

berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah 1. Pantau suhu dan tanda- 1. Pemantauan tanda-
dehidrasi, suhu hipertermi dapat teratasi dengan tanda vital lainnya tanda vital dapat
lingkungan tinggi, kriteria hasil: 2. Monitor asupan dan menentukan
penyakit, peningkatan Termoregulasi 0800 keluaran,sadari perubahan perkembangan
laju metabolisme. 1. Tingkat pernafasan dari 1 kehilangan cairan yang tak keperawatan
(sangat terganggu) menjadi 4 dirasakan selanjutnya.
(sedikit terganggu) 3. Dorong konsumsi cairan 2. Pemantauan asupan
2. Hipertermi dari 1(berat) menjadi 4. Beri obat atau cairan IV dan keluaran untuk
4 (ringan) (antipiretik, agen anti mengetahui
3. Sakit kepala dari 2 (banyak bakteri dan agen anti kebutuhan cairan
mengganggu) menjadi 5 (tidak menggigil) yang dibutuhkan
terganggu) 5. Tutup pasien dengan sehingga pemberian
selimut atau pakaian ringan, cairan dapat diberikan
tergantung pada fase secara tepat.
demam (memberikan 3. Kebutuhan cairan
selimut hangat untuk fase meningkat karena
dingin, menyediakan adanya proses
pakaian atau linen tempat penguapan.
tidur ringan untuk demam 4. Antipiretik berfungsi
dan fase bergejolak/flush) untuk menurunkan
6. Fasilitasi istirahat, terapkan panas.
pembatasan aktivitas. 5. Proses hilangnya
7. Pantau komplikasi- panas akan terhalangi
16

komplikasi yang oleh pakaian tebal dan


berhubungan dengan tidak dapat menyerap
demam serta tanda dan keringat.
gejala kondisi penyebab 6. Aktifitas yang
demam (kejang, penurunan berlebihan dapat
tingkat kesadaran,dll) meningkatkan
metabolisme dan
panas.
7. Pemantauan yang
ketat untuk
menghindari
terjadinya kondisi
yang lebih buruk serta
dapat memberikan
intervensi secara
cepat dan tepat.
3. Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Lingkungan 6480
Faktor-faktor risiko : keperawatan diharapkan masalah 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Meminimalisir
Eksternal resiko cidera dapat teratasi dengan aman bagi pasien terjadinya cedera
1. Fisik (contoh : kriteria hasil: 2. Singkirkan benda-benda fisik bagi pasien.
rancangan struktur 1. Mampu menjelaskan cara berbahaya dari lingkungan 2. Meminimalisir
dan arahan mencegah injury dari 1 (berat) 3. Sediakan tempat tidur dan terjadinya cedera
masyarakat, ke 4 (Ringan) lingkungan yang bersih fisik bagi pasien.
17

bangunan dan atau 2. Mampu menggunakan fasilitas dan nyaman 3. Meminimalisir


perlengkapan; mode kesehatan yang ada dari 1 terjadinya cedera
transpor atau cara (sangat terganggu) ke 4( sedikit fisik bagi pasien.
perpindahan; terganggu) Manajemen Kejang 2680
Manusia atau 3. Mampu mengenali perubahan 1. Longgarkan pakaian 1. Meminimalisisr rasa
penyedia pelayanan) status kesehatan dari 1 (sangat 2. Balikkan badan klien ke tidak nyaman pada
2. Biologikal ( contoh : terganggu) ke 4 (sedikit satu sisi pasien
tingkat imunisasi terganggu) 3. Pandu gerakan klien 2. Mencegah
dalam masyarakat, 4. Mampu memodifikasi gaya 4. Monitor arah kepala dan komplikasi
mikroorganisme) hidup untuk mencegah injury mata selama kejang dekubitus
3. Kimia (obat- dari 1 (berat) ke 4 (ringan) 5. Tetap di sisi klien selama 3. Meminimalisisr
obatan:agen farmasi, kejang adanya cedera
alkohol, kafein, 6. Catat karakteristik kejang 4. Meminimalisir
nikotin, bahan resiko cedera saat
pengawet, kosmetik; kejang.
nutrien: vitamin, 5. Melakukan
jenis makanan; pengawasan saat
racun; polutan) pasien kejang
4. Internal 6. Mencatat frekuensi
a. Psikolgik kejang
(orientasi afektif)
b. Mal nutrisi
c. Bentuk darah
18

abnormal, contoh
:
leukositosis/leuko
penia
d. Perubahan faktor
pembekuan,
e. Trombositopeni
f. Sickle cell
g. Thalassemia,
h. Penurunan Hb,
i. Imun-autoimum
tidak berfungsi.
j. Biokimia, fungsi
regulasi (contoh :
tidak
berfungsinya
sensoris)
k. Disfugsi
gabungan
l. Disfungsi efektor
m. Hipoksia jaringan
n. Perkembangan
usia (fisiologik,
19

psikososial)
5. Fisik (contoh :
kerusakan
kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan
mobilitas)

4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Pengajaran: Proses Penyakit


berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah 5602
Gangguan fungsi kurang pengetahuan dapat teratasi 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Mengetahui
kognitif, gangguan dengan kriteria hasil: dengan proses penyakit sejauhmana
memori, kurang Pengetahuan:Proses penyakit yang spesifik pengetahuan yang
informasi, kurang 1803 2. Jelaskan patofisiologi dimiliki keluarga dan
sumber pengetahuan, 1. Faktor resiko dari 1 (tidak ada penyakit dan bagaimana kebenaran informasi
kurang minat untuk pengetahuan) menjadi 4 hubungannya dengan yang di dapat.
belajar. (pengetahuan banyak) anatomi fisiologi, sesuai 2. Menambah wawasan
2. Tanda dan gejala penyakit dari kebutuhan keluarga terkait faktor
2 (pengetahuan terbatas) 3. Jelaskan tanda dan gejala yang dapat
menjadi 4 (pengetahuan yang umum dari penyakit, menimbulkan kejang
banyak) sesuai kebutuhan demam.
3. Proses perjalanan penyakit 4. Jelaskan mengenai proses 3. Memberikan
biasanya dari 1 (tidak ada penyakit, sesuai kebutuhan informasi kepada
pengetahuan) menjadi 4 5. Jelaskan komplikasi kronik keluarga terkait gejala
20

(pengetahuan banyak) yang mungkin ada, sesuai yang timbul dari


4. Tanda dan gejala komplikasi kebutuhan kejang demam.
penyakit dari 1 (tidak ada 6. Edukasi mengenai tanda 4. Memberikan
pengetahuan) menjadi 4 gejala yang harus informasi kepada
(banyak pengetahuan) dilaporkan kepada petugas keluarga sehingga
5. Manfaat manajemen penyakit kesehatan. keluarga bisa
dari 1 (tidak ada pengetahuan) 7. Jelaskan alasan dibalik mengambil
menjadi 4 (banyak terapi yang sikap/tindakan secara
pengetahuan) direkomendasikan tepat.
5. Memberikan
informasi kepada
keluarga apabila
kejang demam tidak
segera dilakukan
penanganan.
6. Sebagai upaya
mendidik keluarga
dalam penanganan
terkait kejang demam.
7. Memberikan
informasi kepada
keluarga terkait tujuan
setiap tindakan
21

perawatan.
22
23

Anda mungkin juga menyukai