Disusun Oleh
Siti Ning Setiyowati 121080082
Dosen Pengampu :
Ns. Beatrix Elizabeth, S. Kep.,M.Kep
2021
1
2
A. Defenisi
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada
massa kanak-kanak (American Academy of Pediatrics,2008;Johnston, 2007).
Kejang demam biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun, dengan insiden
puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18 bulan. Kejang demam
jarang terjadi pada anak dibawah 6 bulan dan di atas 5 tahun. Kejang demam
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan terjadi peningkatan risiko pada anak
yanga memiliki riwayat kejang demam pada keluarga. Kejang demam berkaitan
dengan demam, biasanya terkait penyakit virus. Kejang tersebut biasanya jinak,
tetapi dapat sangat menakutkan baik bagi anak maupun keluarga. Pada sebagian
besar kasus, prognosis sangat baik. Kejang demam ini terjadi tanpa adanya
infeksi intracranial, gangguan metabolik, (Reese C, et al, 2012).
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan. Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses
ekstrakranium. kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan
perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan
sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
B. Epidemiologi
Angka kejadian kejang demam pada 2-4% anak berumur 6 bulan- 5 tahun.
Anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dengan perbandingan sekitar 1,4 :
1. Kejang demam pertama paling sering terjadi pada usia 1 hingga 2 tahun
(Pusponegoro dkk,2006, Lumbantobing,2007).
C. Etiologi
Faktor penting dalam kejang demam adalah demam, umur, genetik, riwayat
prenatal dan perinatal. Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang
paling sering berhubungan dengan kejang demam. Gastroenteritis terutama yang
3
D. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Diduga penyebab
kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat.
Penyebab kejang diduga berhubungan dengan puncak suhu. Hipertermia
mengurangi mekanisme yang menghambat aksi potensial dan meningkatkan
transmisi sinaps eksitatorik. pada penelitian hewan didapatkan peningkatan
ekstabilitas neuron otak selama proses maturasinya. Suhu yang sering
menimbulkan kejang demam adalah 38,5%0C (Basuki, 2009).
Penelitian pada kejang demam berhasil mengidentifikasi febrile seizures
susceptibility genes pada 2 lokus, yaitu FEB1 (kromosom 8q13-q21) dan FEB2
(kromosom 19p13.3), bersifat autosomal dominan dengan penetrasi tidak
lengkap. Hal ini menjelaskan mengapa kejang demam lebih sering terjadi dalam
satu keluarga. Mutasi genetik dari kanal ion natrium atau Na’channelopathy dan
gaminobutiric acid A receptor merupakan gangguan genetik yang mendasari
terjadinya kejang demam.
Penelitian pada hewan coba menunjukan kemungkinan peran pirogen
endogen seperti interleukin 1β yang dengan meningkatkan eksitabilitas neuron,
mungkin menghubungkan demam dengan bangkitan kejang. Penelitian
pendahuluan pada anak mendukung hipotesis bahwa cytokine network
teraktivasi dan diduga berperan dalam pathogenesis kejang demam. Namun,
segnifikansi klinis dan patologis pengamatan ini masih belum jelas (Gatti, 2002).
Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam
antara lain:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan atau elektrolit
4
5. Ensefalitis viral
Dari beberapa faktor diatas yang menyebabkan kejang demam maka masalah
yang bisa muncul diantaranya ialah:
Perfusi jaringan serebral yang tidak efektif disebabkan karena rangsang mekanik
dan biokimia yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler difusi Na dan K yang akhirnya terjadi kejang kurang dari 15 menit
atau lebih dari 15 menit yang menimbulkan resiko kerusakan sel neuron, selain
itu resiko cedera juga terjadi dikarenakan adannya inkordinasi kontraksi otot
mulut dan lidah saat anak mengalami kejang, hipertermi pada anak terjadi setelah
kejang saat aktivitas otot meningkat, metabolisme dan suhu juga mengalami
peningkatan dan kurangnya pengetahuan orang tua dalam menangani dan
mencegah kejang demam pada anak.
E. Faktor Risiko
Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :
1. Faktor Demam
Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan
kejang demam 2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang mengalami
demam lebih dari dua jam. Anak dengan demam lebih besar dari 390C
memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang demam
disbanding dengan anak yang demam kurang 390C.
2. Faktor Usia
Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko
bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang lebih dari dua
tahun. (Fuadi,2010).
3. Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor
risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupun
saudara kandung (first degree relative).
a) Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang
demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
5
b) Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita
kejang demam mempunyau risiko untuk terjadi bangkitan kejang
demam 20%-22%.
c) Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang
demam meningkat menjadi 59%-64%. Demam diwariskan lebih banyak
oleh ibu dibandingkan ayaj, 27% berbanding 7% (Fuadi,2010)
H. Pemeriksaan Fisik
Batas suhu yang bisa mencetuskan kejang demam 38OC atau lebih, tetapi suhu
sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui. Pemeriksaan fisik lainnya
bertujuan untuk mencari sumber infeksi dan kemungkinan adanya infeksi
intrakranial meningitis atau ensefalitis (Basuki, 2009)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin
(The Barbara, 2011).
2. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus
infeksinya (Guidelines, 2010).
3. Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
4. Radiologi
7
J. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria Livingstone untuk kejang demam:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
2. Kejang berlangsung sebentar, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
K. Penatalaksanaan
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
1. Pengobatan fase akut
Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
a. Pertahankan jalan napas
b. Lindungi anak dari trauma/cidera
c. Posisikan anak tidur setengah duduk
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
2. Mencari dan mengobati penyebab demam
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas
indikasi untuk mencari penyebab.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
8
L. Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal.
9
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang
tua, penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan
serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum
3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang
berusia kurang dari 18 bulan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami
kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks
biasanya mengalami penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan
anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada
jenis kejang demam yang dialami anak.
c. Riwayat perkembangan anak
Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta
mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
d. Riwayat imunisasi
Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit
infeksi atau virus seperti virus influenza.
e. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual
dan muntahnya.
f. Pengetahuan keluarga
11
2) Jantung
Terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah
kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea
parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea
parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
k. Abdomen
Lemas dan datar, kembung
l. Anus
Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
m. Ekstermitas :
1) Atas : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
2) Bawah : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
3. Aktivitas kejang
Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang
4. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai
GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
13
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
14
C. Rencana Keperawatan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah 1. Pantau suhu dan tanda- 1. Pemantauan tanda-
dehidrasi, suhu hipertermi dapat teratasi dengan tanda vital lainnya tanda vital dapat
lingkungan tinggi, kriteria hasil: 2. Monitor asupan dan menentukan
penyakit, peningkatan Termoregulasi 0800 keluaran,sadari perubahan perkembangan
laju metabolisme. 1. Tingkat pernafasan dari 1 kehilangan cairan yang tak keperawatan
(sangat terganggu) menjadi 4 dirasakan selanjutnya.
(sedikit terganggu) 3. Dorong konsumsi cairan 2. Pemantauan asupan
2. Hipertermi dari 1(berat) menjadi 4. Beri obat atau cairan IV dan keluaran untuk
4 (ringan) (antipiretik, agen anti mengetahui
3. Sakit kepala dari 2 (banyak bakteri dan agen anti kebutuhan cairan
mengganggu) menjadi 5 (tidak menggigil) yang dibutuhkan
terganggu) 5. Tutup pasien dengan sehingga pemberian
selimut atau pakaian ringan, cairan dapat diberikan
tergantung pada fase secara tepat.
demam (memberikan 3. Kebutuhan cairan
selimut hangat untuk fase meningkat karena
dingin, menyediakan adanya proses
pakaian atau linen tempat penguapan.
tidur ringan untuk demam 4. Antipiretik berfungsi
dan fase bergejolak/flush) untuk menurunkan
6. Fasilitasi istirahat, terapkan panas.
pembatasan aktivitas. 5. Proses hilangnya
7. Pantau komplikasi- panas akan terhalangi
16
abnormal, contoh
:
leukositosis/leuko
penia
d. Perubahan faktor
pembekuan,
e. Trombositopeni
f. Sickle cell
g. Thalassemia,
h. Penurunan Hb,
i. Imun-autoimum
tidak berfungsi.
j. Biokimia, fungsi
regulasi (contoh :
tidak
berfungsinya
sensoris)
k. Disfugsi
gabungan
l. Disfungsi efektor
m. Hipoksia jaringan
n. Perkembangan
usia (fisiologik,
19
psikososial)
5. Fisik (contoh :
kerusakan
kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan
mobilitas)
perawatan.
22
23