Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN KASUS EFUSI PLEURA DI RUANG INTERNA


RUMAH SAKIT DAERAH KALISAT JEMBER

APLIKASI KLINIS KEPERAWATAN

oleh
Khofifah Nurul Islakh Alfa’iz
NIM 182310101012

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Aplikasi Klinis
Keperawatan dengan judul “Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada
Pasien dengan Kasus Efusi Pleura di Ruang Interna Rumah Sakit Daerah Kalisat
Jember” ini dengan baik. Laporan pendahuluan ini disusun untuk memenuhi tugas
Aplikasi Klinis Keperawatan pada Fakultas Keperawatan.
Dalam penyusunan laporan pendahuluan ini masih terdapat banyak
kekurangan, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Jon Hafan Sutawardana, M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku penanggung
jawab mata kuliah Aplikasi Klinis Keperawatan
2. Ns. Fitrio Deviantony, M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah
Aplikasi Klinis Keperawatan
3. Ucapan terima kasih penulis kepada teman-teman yang telah mendukung

Kami memohon maaf atas segala kekurangan dan menerima kritik


maupaun saran yang membangun demi kebaikan laporan pendahuluan ini. Kami
berharap laporan pendahuluan ini dapat memberikan manfaat untuk para pembaca
dan bermanfaat pula untuk ilmu dasar keperawatan medikal kedepannya.

Jember, 22 November 2021

Penulis
BAB 1. KONSEP PENYAKIT

2.1 Definisi

Efusi pleura merupakan penumpukan cairan berupa transudat maupun eksudat


yang terjadi akibat adanya ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di
kapiler dan pleura viseralis (Puspita dkk., 2017). Efusi pleura biasanya menjadi
penyakit sekunder dari penyakit lainnya. Efusi dapat berisi cairan jernih atau
transudat, keruh atau eksudat dan juga dapat berupa darah atau pus (Harjanto dkk.,
2018).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
antara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Huda,
2015). Efusi pleura merupakan kondisi dimana udara atau cairan berkumpul di
rongga pleura yang dapat mneyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya
(Smelzer & Bare, 2017).
Efusi pleura adalah kemampuan cairan dalam cavum atau rongga pleura
diantara pleura paritalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat dan
eksudat (Lab / UPF Ilmu Penyakit paru RSUD. Dr. Soetomo)

2.2 Anatomi Fisiologi


Paru-paru terletak pada rongga dada dan terbagi menjadi dua bagian yaitu
paru kanan dan paru kiri. Paru kanan dibagi oleh dua buah visura kedalam tiga
lobus yaitu lobus atas, tengah dan bawah. Paru kiri dibagi oleh sebuah visura
kedalam dua lobus atas dan bawah. Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput
tipis yang bernama pleura. Pleura terbagi menjadi pleura viseralis dan pleura
pariental. Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang langsung membungkus paru,
sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada rongga dada (Hedu
2016).

Paru-paru dan dinding dada memiliki struktur elastis. Dalam keadaan


normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur
yang elastis. Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding
dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007). Fungsi utama paru-paru
untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas bertujuan
menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida.
Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat
aktivitas dan metabolisme seseorang, akan tetapi pernafasan harus tetap dapat
berjalan agar pasokan kandungan oksigen dan karbon dioksida bisa normal
(Jayanti, 2013).

Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan


dapat dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :

1. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara antara
alveoli dan atmosfer.

2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.

3. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel.
4. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.
Pleura adalah lapisan tipis, halus dan juga licin yang membungkus dinding
anterior toraks dan permukaan superior diafragma. Lapisan pleura mengandung
kolagen dan jaringan elastis. Pleura terletak pada bagian terluar dari paru – paru
dan mengeliligi paru. Pleura tersusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya
terdapat banyak kapiler limfa dan juga kapiler darah serta saraf yang kecil (Harjanto
dkk., 2018).
Pleura dibagi menjadi dua macam yaitu pleura parietalis dan juga pleura
viseralis. Pleura parietalis melapisi bagian toraks atau rongga dada sedangkan
pleura viseralis melapisi paru – paru. Diantara kedua pleura terdapat ruangan yang
disebut spatium pleura yang berisi sedikit cairan dan memungkinkan keduanya
bergeser secara bebas saat ventilasi. Cairan pleura berfungsi untuk memudahkan
kedua permukaan pleura bergerak saat pernapasan. Bisa dianalogkan sebagai dua
kaca yang saling melekat jika ada air diantaranya. Cairan pleura normal akan
mengalami siklus dari kaliper di dalam pleura parietalis ke ruang pleura kemudian
diserap kembali melalui pleura viseralis (Harjanto dkk., 2018).
Dalam keadaan normal, tidak ada rongga kosong antara kedua pleura, karena
biasanya terdapat 10-20 cc cairan berupa lapisan tipis serurosa yang bergerak
teratur. Jika terdapat kelebihan cairan maka akan dipompa keluar oleh pembuluh
limfatik dari rongga pleura ke mediastinum. Cairan diproduksi oleh pleura
parietalis dan di absorbsi viseralis. (Guyton dan Hall, 1997 dalam Muttaqin, 2012

2.3 Epidemiologi
Kasus efusi Pleura di Amerika Serikat diperkirakan mencapai sekitar 1,5 2
kasus tiap tahunnya. Prevalensi Efusi Pleura diperkirakan sekitar 320 kasus dari
100.000 penduduk di Negara industry. Kasus Efusi Pleura banyak didapatkan
pada kasus keganasan maupun infeksi system pernapasan seperti TBC
(Tuberculosis). Kasus Efusi Pleura dilaporkan sebagai manifestasi awal yang
disebabkan oleh asbestosis yang merupakan suatu penyakit saluran pernapasan
yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes yang dapat menyebabkan
terbentuknya jaringan parut yang luas pada paru-paru. Kasus Efusi Pleura juga
dapat disebabkan oleh terjadinya silikosis dan siderosis. Silikosis adalah penyakit
yang disebabkan oleh penghirupan debu silika kristalin yang dapat diidentifikasi
dari peradangan dan lesi nodular pada lobus atas paru- paru. Sedangkan siderosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh terhirupnya debu besi dalam waktu yang
lama sehingga debu besi mengendap di paru-paru. Silicosis dan siderosis
merupakan penyakit pneumoconiosis. Pneumoconiosis merupakan penyakit yang
disebabkan oleh akumulasi debu di dalam paru-paru sehingga terjadi reaksi terjadi
reaksi jaringan terhadap mineral yang masuk dan dapat menyebabkanreaksi utama
berupa fibrosis paru. WHO (1999) menyebutkan terdapat 1,1 juta kematian yang
terjadi akibat penyakit yang terjadi pada para pekerja di seluruh dunia, dan 5%
dari angka kematian tersebut disebabkan oleh pneumoconiosis
2.4 Etiologi
Penyebab terjadinya efusi pleura menurut ( Guyton dan Hall, 1977 dalam
Muttaqin, 2012) adalah :

a) Adanya hambatan drainase limfatik pada rongga

b) Menurunnya tekanan ostomik pada koloid plasma memungkinkan terjadinya


transudasi kelebihan

c) Terjadinya proses infeksi pada permukaan pleura dari rongga pleura yang
dapat menyebabkan membrane kapiler pecah dan memungkinkan pengaliran
protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat

d) Kelainan pada pleura hampir selalu merupakan kelainan sekunder.


Kelainan primer pada pleura hanya ada dua macam yaitu:
1. Infeksi kuman primer intrapleura.
2. Tumor primer pleura.

Sumber: Wilson dan Giddens 2001

Timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh kondisi-kondisi:

1. Gangguan pada reabsorbsi cairan pleura (adanya tumor).

2. Peningkatan produksi cairan pleura (infeksi pada pleura).


Secara patologis, efusi pleura disebabkan oleh keadaan-keadaan:
1. Meningkatnya tekanan hidrostatik (akibat gagal jantung).
2. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma (hipoproteinema).
3. Meningkatnya permeabilitas kapiler (infeksi bakteri).

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk efusi pleura di bagi menjadi
(Muttaqin, 2012) :

1. Transudat

Penyebabnya adalah gagal jantung kongesif, sindrom nefrotik, asites,


sindrom vena kava superior, tumor, dan sindrom meigs

2. Eksudat

Disebabkan oleh kejadian infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru,


radiasi, dan penyakit kolagen
3. Efusi hemoragi
Disebabkan oleh tumor, trauma, infark paru, dan tuberkulosis. Adapun
tabel perbedaan cairan transudat dan eksudat sebagai berikut :

Indikator Transudat Eksudat

Warna Kining pucat, jernih Jernih, keruh,

purulen, hemoragik

Bekuan - -/+

Berat jenis <1018 >1018

Leukosit <1000 Bervariasi , > 1000

Hitung jenis MN (limfosit / Terutama PMN

metosel)

Protein total <50% serum >50% serum

LDH <60% serum >60% serum

Glukosa =plasma =/<plasma

Fibrinogen 0,3%-4% 4%-6%

Amilase - >50% serum

Bakteri - -/+
2.5 Patofisiologi
Dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5 ML cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura viseralis dan parietalis dan dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena tekanan hidrostatik, tekanan koloid dan daya tarik
elastis. Sebagian cairan akan diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura
viseralis dan sebagian kecil lainnya berkisar antara (10-20%) akan mengalir dalam
pembuluh limfe sehingga posisi cairan disini mencapai 1 L sehari.
Terkumpulnya cairan yang memenuhi dalam rongga pleura disebut dengan
efusi pleura, terjadi bila keseimbangan antar produksi dan abrsorbsi terganggu
misalnya pada hyperemia akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik,
peningkatan tekanan vena (gagal jantung). Kejadiannya efusi dapat bedakan
menjadi transudat dan eksudat pleura. Transudat sendiri biasanya terjadi pada
gagal jantung karena bendungan vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik dan
sirosis hepatik karena tekanan osmotik koloid yang menurun dan disebabkan oleh
keganasan atau karena infeksi. Cairan yang keluar langsung dari kapiler sehingga
kaya akan protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini mengandung banyak sel
darah putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil
sehingga berat jenisnya rendah (Smeltzr & Bare, 2012. Hal. 199).
2.6 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik dari efusi pleura yaitu (Puspita dkk., 2017) :

1. Sesak napas

2. Bunyi pekak atau datar saat perkusi areayang berisi cairan

3. Bunyi napas minimal atau tidak terdengar

4. Pergeseran trakea menjauhi tempat yang sakit

5. Nyeri dada yang tajam

6. Pembengkakan ekstremitas,

7. Deep vein thrombosis

8. Fremitus taktil turun

9. Perkusi tumpul

10. Saat akhir inspirasi terdengar suara pleural friction rub

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan radiologik (rontgen dada). Hasil dari foto toraks postero


anterior posis tegak akan ditemukan gambaran sudut kostofenikus yang tumpul
baik dilihat dari depan maupun dari samping. Dengan jumlah yang besar, cairan
yang mengalir bebas akan menampakkan gambaran mniscuss sign dari foto toraks
postero anterior (Roberts Jr et all, 2014).

Gambar (a) Efusi pleura kiri pada foto toraks tampak dari postero anterior dan
lateral (b). Meniscus sign dapat terlihat dari kedua posisi tersebut. (Roberts JR et
al, 2014)
2.7.1 Ultrasonorgafi dada.

USG toraks mengintifikasi efusi yang terlokalisir, membedakan cairan dari


pelebaran pleura dan dapat membedakan lesi paru antara yang padat dan yang cair
(Roberts Jr et all, 2014).

1. Torakosentesisi/ pungsi pleura.

Efusi pleura di katakan ganas jika pada pemeriksaan sitologi cairan


pleura di temukan sel-sel keganasan (Liu Y H et all, 2010).
2. Biopsi pleura.
Biopsi jarum Abram hanya bermakna jika di lakukan didaerah
dengan tingkat kejadian tuberkolosis yang tinggi. Walaupun torakoskopi
dan biopsi jarum dengan tuntunan CT scan dapat di laukan untuk hasil
diagnostik yang lebih akurat (Havelock T et al, 2010).
3. Tes cairan Pleura (Nurtanio dkk., 2015)
Tes yang dilakukan terhadap spesimen cairan yang terdapat di
dalam rongga pleura untuk mengetahui penyebab timbunan cairan,
menunjang diagnosa, memantau perjalanan penyakit, menilai efektivitas
pengobatan dan komplikasi penyakit dan mengetahui interpretasi hasil tes.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik dengan dilakukannya
pemeriksaan cairan pleural agar dapat menunjang intervensi lanjutan.
Analisis cairan pleura dapat dinilai guna dapat mendeteksi kemungkinan
penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan
hemoragi, eksudat, dan transudat.
a. Hemorrhagi pleura efusion, terjadi pada klien dengan
adanya keganasan paru atau akibat infrak paru terutama
disebabkan oleh tuberculosis.
b. Yellow exudate pleura efusion,
c. terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif, sindrom
nefrotik, hipoalbuminemia, dan pericarditis konstriktif.
d. Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien
dengan keganasan ekstrapulmoner.

2.7 Pathway

Efusi Pleura

Akumulasi Cairan Peradangan


Pleura Fungsi Pleura
Rongga Paru

Penurunan
Demam Aspirasi Cairan
Ekspansi Paru
Pleura Melalui Jarum

Sesak Nafas Hipertermi


Resiko Infeksi

Suplai O2 Pola Nafas Tidak Gangguan Rasa


Menurun Efektif Nyaman/ Nyeri

Gangguan
Pertukaran Gas

Kelemahan Intoleransi
Aktivitas
BAB. 2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan

2.1.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahapan awal proses keperawatan dan tersusun


secara sistematis dalam pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data
dari sumber primer yaitu klien dan sumber sekunder yaitu dari
keluarga dan tenaga kesehatan, kemudian data yang didapatkan
dianalisis sebagai dasar untuk menegakkan diagnosa keperawatan
(Potter dan Perry, 2005).

a. Identitas klien

Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, umur, tanggal lahir,


suku/bangsa, status perkawinan, pendidikan, alamat, nomor register,
tanggal datang ke rumah sakit, dan tanggal pengkajian.

1) Nama dan jenis kelamin

Jenis kelamin tidak mempengaruhi seseorang terkena efusi


pleura.

2) Umur dan tanggal lahir

Anak dan juga dewasa bisa terkena efusi pleura

3) Status perkawinan

Status perkawinan tidak mempengaruhi seseorang terkena efusi


pleura.

4) Pendidikan

Status pendidikan tidak mempengaruhi seseorang terkena efusi


pleura.
b. Riwayat Kesehatan yang terdiri dari :

1) Diagnosa medik

Sesuai diagnosa yang ditegakkan oleh dokter dengan penjelasan


dari singkatan-singkatan atau istilah medis terkait efusi pleura.

2) Keluhan Utama

Biasanya pada pasien didapatkan keluhan sesak napas, berat


pada dada, nyeri pleuritik akibat pleura yang tajam dan
terlokalisisr.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Merupakan kronologis peristiwa terkait penyakit klien yang


sekarang dialami sejak klien mengalami keluhan pertama
kalinya sampai klien memutuskan pergi ke rumah sakit.
Biasanya diawali dengan batuk, sesak napas, nyeri pleuritik,
berat pada dada dan berat badan turun.

4) Riwayat Kesehatan terdahulu

Pasien menderita diabetes melitus sejak 15 tahun yang lalu


tetapi tidak pernah kontrol teratur. Riwayat hipertensi, penyakit
jantung, dan penyakit ginjal.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat keluarga ada tidak ada yang memilikir riwayat penyakit


yang sama

c. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan.

1) Pola presepsi dan pemeliharaan kesehatan

Klien mendeskripsikan bagaimana pola kesehatan dan


kesejahteraan klien. Contohnya menjelaskan pada saat klien
sakit apa klien lakukan memilih berobat dengan meminum obat
yang dibeli di warung atau ke klinik terdekat.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik

Berisi tentang pola makan klien, berat badan, intake dan output
makanan makanan. Pada klien dengan efusi pleura biasanya
mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan sesak napas
dan penekanan struktur abdomen

3) Pola Eliminasi

Berisi tentang karakteristik urin dan feses yang dikeluarkan.


Karakteristik tersebut meliputi frekuensi, jumlah, warna, bau,
berat jenis. Selain itu gangguan BAK dan BAB perlu
diperhatikan. Pada klien dengan efusi pleura penurunan
peristaltik otot – otot traktus digestivus.

4) Pola Aktivitas dan Latihan

Pasien dengan efusi pleura mengalami sesak napas yang


membuat kebutuhan O2 jaringan mengalami kekurangan, pasien
mengalami kelelahan dengan aktivitas minimal.

5) Pola istirahat dan tidur

Klien dengan efusi pleura mengalami sesak napas dan


hipertermia dan mempengaruhi kebutuhan tidur dan istirahat.

6) Pola persepsi sensor dan kognitif

Saat pengkajian berlangsung klien dengan efusi pleura biasanya


masih tetap sadar dan mampu menjawab pertanyaan dengan
baik.

7) Pola persepsi diri dan konsep diri

Menjelaskan tentang gambaran diri, harga diri, ideal diri, dan


peran masing-masing individu. Pada klien dengan penyakit efusi
pleura tidak memiliki gangguan persepsi diri.

8) Pola peran dan hubungan sesama


Klien dengan gangguan efusi pleura tidak memiliki masalah
dengan hubungan dengan sesamanya.
9) Pola seksualitas
Penderita efusi pleura mengalami gangguan pola seksualitas
karena lemah

10) Pola koping

Manajemen koping setiap individu berbeda-beda tergantung dari


berbagai faktor. Pada klien dengan efusi pleura stresor yang
mungkin perlu ditanggulangi mengenai masalah gambaran diri
dan harga diri.
11) Sistem nilai dan kepercayaan
Sistem nilai dan kepercayaan ini pada efusi pleura ini berkaitan
dengan klien percaya ia dapat sembuh atau tidak dan ia mampu
melakukan semua tindakan untuk kesembuhan dirinya.

d. Pengkajian Fisik
1) Keadaan umum
Pada klien gastroenteritis, klien akan merasa kesakitan karena
adanya penekanan tekanan, tampak pucat karena
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya karena
adanya mual.
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital
Pada klien dengan gastroenteritisjuga sama dengan klien
lainnya pemeriksaan TTV meliputi pemeriksaan nadi, tekanan
darah, pola pernapasan, dan suhu tubuh.
3) Pemeriksaan Head to Toe
a) Kepala
Inspeksi : kepala simetris, perubahan distribusi rambut, dan
kulit kepala kering.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan
abnormal dibagian kepala.
b) Mata
Inspeksi : teliti adanya edema periorbita, eksoftalmus
(mata menonjol),anemis (+), kesulitan memfokuskan
mata, dan hilangnya alis mata.
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan, tidak teraba benjolan
abnormal pada kedua mata.
c) Telinga
Inspeksi : tidak adanya kelainan pada telinga.
Palpasi : tidak adanya nyeri dan benjolan yang abnormal
d) Mulut
Inspeksi : mukosa mulut kering, tidak terdapat karang
gigi, dan lidah klien bersih.
Palpasi : tidak ada masalah.

e) Leher

Inspeksi : leher simetris

Palpasi : tidak ada pembengkakan pada kelenjar tiroid dan


pembesaran vena jugularis.
f) Dada
Pada efusi pleura hemithorax mengalami cembung dada
yang sakit, iga mendatar, ruang antar iga melebar,
pergerakan pernapasan menurun. Fokal fremius menurun
terutama dengan jumlah cairan > 250 cc. Pada dada yang
sakit ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal.
Suara perkusi redup sampai pekak. Auskultasi suara napas
menurun sampai menghilang.
g) Abdomen
Pemeriksaan abdomen meliputi pemeriksaan pada bentuk
perut, dinding perut, bising usus, kaji adanya nyeri tekan
serta dilakukan palpasi pada organ hati, limfa, ginjal,
kandung kemih, yang ditentukan ada tidaknya nyeri pada
pembesaran pada organ tersebut, kemudian pada daerah
anus, rectum, dan genitalia.
h) Ekstremitas
Pemeriksaan anggota gerak dan neurologi meliputi
adanya rentang gerak keseimbangan dan gaya berjalan,
biasanya pada klien dengan gastroenteritis tidak
mengalami keluhan apapun
i) Kulit dan kuku
Pemeriksaan warna kulit biasanya warna sesuai dengan
warna kulit normal, warna kuku sedikit pucat serta CRT
> 2 detik.
j) Keadaan lokal
Pengkajian terfokus pada kondisi local.
2.1.2 Diagnosa Keperawatan

Pola Nafas Tidak Efektif b.d penurunan ekspansi paru sekunder


terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
2.1.3 Intevensi Keperawatan
NO. DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
1. D. 0005 Setelah dilakukan tindakan
Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
keperawatan dalam waktu 3x8jam
Pola Nafas Tidak Efektif b.d 1. Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan
diharapkan pola napas kembali nafas
penurunan ekspansi paru sekunder
efektif 2. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, dan
terhadap penumpukan cairan dalam
usaha nafas)
Denan KH:
rongga pleura
Pola Nafas (L. 01004) 3. Posisikan semifowler atau fowler
1. Frekuensi pernafasan naik 4. Berikan oksigen jika perlu
dari skala 1 ke skala 4 5. Kolaborasikan pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Dispnea menurun dari skala 1
Pemantauan Respirasi (I.01014)
ke skala 4
1. Monitor saturasi oksigen
3. Kedalaman Nafas membaik
dari skala 1 ke skala 4 2. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
3. Jelaskan tujuam dan prosedur pemantauan
4. Informasikan hasil pemantauan
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiansyah, A. O. 2015. Breast Cancer: Surgery Mapping. Surabaya: Airlangga
University Press (AUP).
Djojodibroto, R. D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine ). Jakarta : EGC
Harjanto, A. R., Nurdin, F., dan Rahmanoe, M. 2018. Efusi Pleura Sinistra
Masif Et Causa TB pada Anak. Majoruty : 7 (3)
Lantu,M. G., Loho, E., dan Aji, R. H. 2016. Gambaran foto thoraks pada efusi pleura di
bagian/SMF Radiologi FK UNSRAT RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Periode November 2014 – Oktober 2015. Jurnal e-Clinic : 4 (1)
Muttaqin, A. 2012. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
pernapasan. Makassar : Penerbit Salemba Medika
Nurtanio, G. M., Widaningsih,Y., dan Sennang, N. 2015. Evaluasi Derajat Efusi
Albumin Serum Dan Kriteria Light Dalam Menentukan Jenis Efusi Pleura.
Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan WADI HUSADA : 2 (1)

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Puspita, I., Soleha, T. U., dan Berta, G. 2017. Penyebab Efusi Pleura di Kota
Metro pada Tahun 2015. JagromedUnila. 4(1).

Rosalina, Sukarno dan Yudanari, Y. G. 2018. Perbedaan Kecepatan


Pengembangan Paru Sebelum Dan Sesudah Latihan Pernapasan Diafragma
Dalam Upaya Mempercepat Pelepasan Water Seal Draignase. Indonesian
Journal of Nursing Research. 1 : (2)
Utama, S. Y. A. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
Edisi Pertama. Yogyakarta: Deepublish.
Zainul, A. M. 2018. Karakteristik Penderita TB Pleura Yang Dilakukan Pemeriksaan
Adenosine Deaminase Dan Gene Xpert di RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera : Sumatera

Anda mungkin juga menyukai