SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
Fatimatul Azizah
NIM 11150340000185
Fatimatul Azizah
NIM 11150340000185
PEDOMAN TRANSLITERASI
Huruf Huruf
Keterangan
Arab Latin
ا Tidak dilambangkan
ب b Be
ت t Te
ث ts te dan es
ج j Je
ح h h dengan garis bawah
خ kh ka dan ha
د d De
ذ dz de dan zet
ر r Er
ز z Zet
س s Es
ش sy es dan ye
ص s es dengan garis di bawah
ض ḏ de dengan garis di bawah
ط ṯ te dengan garis di bawah
ظ ẕ zet dengan garis di bawah
ع koma terbalik di atas hadap kanan
غ gh ge dan ha
ف f Ef
ق q Ki
ك k Ka
ل l El
م m Em
ن n En
و w We
ه h Ha
ء ˋ Apostrof
ي y Ye
2. Vokal
Vokal adalah bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut.
i
ii
Tanda Vokal
Tanda Vokal Arab Keterangan
Latin
َ a Fathah
َ i Kasrah
َ u Ḏammah
berikut:
Tanda Vokal
Tanda Vokal Arab Keterangan
Latin
اي ai a dan i
او au a dan u
3. Vokal Panjang
Tanda Vokal
Tanda Vokal Arab Keterangan
Latin
َا â a dengan topi di atas
اي î i dengan topi di atas
او û u dengan topi di atas
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiah maupun huruf
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda tasydīd )َ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
6. Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/
1 طريقة Ṯarîqah
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT., atas segala nikmat iman,
jasmani dan rohani. Dialah Tuhan tempat mengadu ketika penulis sudah merasa
lelah dan putus asa dalam menyelesaikan skripsi ini. Tiada henti kepada-Nya
kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Berkat kasih sayang, petujuk dan
rahmat-Nya penulis dapat mengolah data dan menjadi kata, yang menjadi kalimat
dan menjadi paragraf-paragraf yang berisi ide, kemudian dari kumpulan paragraf
pada baginda Rasulullah, yakni Nabi Muhammad SAW., beserta keluarga dan
akan selesai dengan daya dan upaya penulis sendiri, melainkan ada banyak sosok
kerabat, dan orang-orang spesial dari berbagai pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung telah banyak membantu penulis, sehingga akhirnya tulisan
ini selesai. Maka, pada kesempatan ini, penulis ingin mengungkapkan rasa terima
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A., selaku Rektor
v
vi
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku ketua Program Studi Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir dan Bapak Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH, selaku Sekretaris
Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, serta segenap Civitas Akademik
Fakultas Ushuluddin.
Jakarta.
5. Bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A., selaku pembimbing skripsi yang
dengan ikhlas dan sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam
dan Tafsir yang dengan sabar dan ikhlas telah mengajarkan dan memberikan
(PSQ) Ciputat.
Suroto dan Ibunda Hj. Sutiyem yang tidak pernah lelah memberikan cinta dan
do’a, dukungan dan semangat penuh untuk keberhasilan penulis. Kepada adik
vii
teruntuk Abi Burhan, Umi Dewi, Cak Bad, Bu Al, dan segenap dewan guru
formal maupun nonformal. Keluarga besar PP. Nurul Iman, Ibu Dewi, Pak
Syamsul dan Keluarga besar Mbah Rusydi. Keluarga besar PP. Ayatirrohman
Ngasah Roso, Ibu Lilik, Bapak Mus, Mbak Liqo, Dek Ubayd, dan Mas Irfan.
Keluarga besar Kyai Kamuli. Keluarga besar PP. Darul Ulum (Jombang), Gus
Awis dan Ummah Nafis, terimakasih atas do’a dan dukungannya. Dan kepada
seluruh guru saya baik formal maupun nonformal yang telah membimbing
dan terlebih kepada Ayah Tarom dan Bu Mimin. Kepada Bang Ade, Nurul,
Ning Ody dan Suhu, Piya, Adek Barok, Kang Kholis, Mbak Anggi, dan
Mbak Ferra semoga segala urusan kalian dimudahkan dan dilancarkan Allah.
Aamiin.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, semoga Allah
baik kalian. Terakhir, semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah
Fatimatul Azizah
NIM 11150340000185
DAFTAR ISI
ix
x
Al-Qur‟an adalah kitab Allah yang dijadikan pedoman oleh umat manusia
dalam kehidupannya. Al-Qur‟an diturunkan dalam bentuk global dan umum yang
perlu penjelasan dan penjabaran. Oleh sebab itu, tafsir menduduki tempat yang
Qur‟an, al-Syirbasi telah mencatat: “Karya yang temulia ialah buah kesanggupan
tinggi, maka wajar jika para Ulama‟ dari generasi Tâbi‟în dan sesudahnya telah
perjalanan ribuan kilo meter menuju ke daerah orang yang mengetahui tafsir ayat
al-Qur‟an.
Kitab-kitab tafsir yang ada sekarang merupakan indikasi kuat yang memperlihatkan
Banyak faktor yang menyebabkan bentuk dan corak karya tafsir al-Qur‟an,
antara lain latar belakang pendidikan mufassir, keilmuan, motif penafsiran, tujuan
1
2
beberapa ilmu, antara lain; „ilmu kalâm, „ilmu qirâ‟at, gramatikal bahasa
arab,„ilmu ma‟âni, bayân, dan badî‟, mengetahui ijmâl, tabyîn, umum, khusus,
Faktor-faktor tersebut tidak berdiri sendiri, dalam arti satu faktor paling
dominan, tetapi bergerak secara interaktif dan dinamik dalam proses penafsiran.
Salah satu faktor yang pengaruhnya sangat besar terhadap proses penafsiran al-
peranan yang sangat besar bagi perkembangan umat. Selain itu juga sebagai
memahami al-Qur‟an sudah ada sejak masa Nabi dan sampai sekarang pun belum
berhenti dan tidak akan pernah berhenti sampai akhir zaman. Al-Qur‟an sebagai
teks yang hadir dalam realitas budaya manusia yang kongkret dan beragam,
manusia itu sendiri. Inilah salah satu hal yang dapat menjelaskan mengapa
interpretasi atau penafsiran terhadap al-Qur‟an yang sama tetapi hasilnya dapat
3
Hasbi Al-Shiddieqy, Ilmu Al-Qur‟an & Tafsir (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra,
2002), h. 165.
4
Nashr Hamid Abu Zayd, Tekstualitas al-Qur‟an Kritik terhadap Ulumul Qur‟an,
Terjemahan oleh Khoiron Nahdliyyin (Yogyakarta: Al-Arobi, 2002), h. 2.
3
menjelaskan kandungan pesan al-Qur`an. Upaya ini telah eksis pada awal Islam
yang dimotori oleh Nabi Muhammad saw., sebagai penafsir pertama. Hal ini dapat
dipahami bahwa sebagai penerima wahyu, Nabi Muhammad saw., juga berhak
Rasulullah tidak menjelaskan secara menyeluruh, hanya pada situasi tertentu dan
7
“Agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Kemahiran para sahabat dalam berbahasa Arab tidak diragukan lagi, dengan
demikian pesan ayat-ayat al-Qur‟an yang lugas langsung dapat dimengerti oleh
mereka. Tetapi, ada juga beberapa ayat yang perlu dijelaskan terlebih dahulu oleh
Rasulullah yakni ayat-ayat yang masih bersifat umum. Seperti halnya ayat tentang
5
Ali Sodiqin, Antropologi Al-Qur‟an (Ar-Ruzz Media: Yogyakarta, 2008), h. 195
6
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin dkk, Syarah Pengantar Studi Ilmu Tafsir Ibnu
Taimiyah ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2014), h. 58
7
Al-Nahl ayat 44
4
kalangan sahabat, Tâbi‟ în sampai kalangan ulama kontemporer. Pada masa Nabi
diantara sahabat yang menjadi mufassir namun tidak tercatat namanya. Di antara
sahabat Nabi Muhammad saw., hanya ada beberapa orang saja yang dikenal luas
pemahamannya tentang tafsir. Sepuluh orang sahabat yang oleh al-Suyûṯy dikenal
sebagai ahli tafsir, yaitu empat orang al-Khulafâ‟ al-Râsyidîn (Abû Bakar al-
Shiddîq, „Umar ibn al-Khaṯâb, Utsmân ibn „Affân dan „Alî ibn Abî ṯâlib), Ibn
Mas‟ûd, Ibn „Abbâs, Ubai ibn Ka‟ab, Zayd ibn Tsâbit, Abû Mûsâ al-Asy‟ary dan
kelompok ahli Makkah, diantaranya adalah Mujâhid, „Aṯâ‟ Ibn Abî Ribah,
„Ikrimah Maulâ Ibn „Abbâs, Sa‟îd Ibn Zubair dan Ṯawus Ibn Kisani al-Yamani.
Kedua, kelompok Ahli Madinah, mereka adalah Zayd Ibn Aslâm, Abû al-„Aliyah
dan Muhammad Ibn Ka‟ab al-Qurḏi. Ketiga, kelompok ahli Iraq, mereka adalah
8
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin dkk, Syarah Pengantar Studi Ilmu Tafsir Ibnu
Taimiyah ( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2014), h. 59
9
Jalâl al-Dîn „Abd al-Rahmân Abi Bakr, al-Itqân fî „Ulûm al-Qur‟ân (Bairut: Dar al-
Kutb al-„Ilmiah, 2007), h. 954
5
Masrûq Ibn al-Ajda‟, Qatâdah Ibn Da‟amah, Abû Sa‟îd al-Hasân al-Basri dan
Indonesia tradisi penulisan tafsir sebenarnya telah bergerak cukup lama, dengan
keragaman teknis penulisan, corak dan bahasa yang dipergunakannya. Hal ini
sudah menjadi suatu kewajaran dimana Indonesia merupakan salah satu Negara
dijelaskan oleh Dr. Mafri Amir, MA dalam bukunya, diantaranya Tafsîr Tarjuman
Al-Mustafid11 karya „Abd al-Rauf Sinkel, Tafsîr Marah Labid12 karya Syaikh
Rauḏatul „Irfân14 karya K.H. Ahmad Sanusi, Tafsîr Al-Furqân15 karya Ahmad
Hasân, Tafsîr Qur‟ân16 karya H. Zayn al-dîn Hamidy dan Fakhr al-dîn HS, Tafsîr
Al-Ibrîz17 karya K. H. Bisri Musthafa, Tafsîr Al-Nûr18 karya Prof. Dr. Hasbi Al-
10
Muhammad Husain Al-Dzahabi, Al-Tafsîr wa Al-Mufassirûn, h. 101-118
11
Tafsir ini secara keseluruhan merupakan terjemah harfiah dari Al-Qur‟an dan sebagian
besar penjelasannya diambil dari Tafsir Jalalain (Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 4)
12
Tafsir ini termasuk tafsir ijmâli karena menggunakan penjelasan ringkas dan mengikuti
alur kalimat Al-Qur‟an, namun dibeberapa tempat dijelaskan secara detail layaknya tafsir tahlily.
Uraian bahasa juga cukup mendominasi, begitu juga ilmu nahwu, saraf, qirâ‟at, dan lain
sebagainya (Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 40)
13
Tafsir ini tergolong tafsir bi al-ra‟yi dengan corak lughawi, dalam tafsir ini terdapat
kesimpulan isi Al-Qur‟an yang berhubungan dengan keimanan, hukum-hukum, petunjuk/
pelajaran, akhlak, ekonomi, dan ilmu pengetahuan yang diterangkan secara mujmal (Mafri Amir,
Literatur Tafsir Indonesia, h. 58)
14
Tafsir berbahasa sunda ini bersifat umum, yakni tidak didominasi oleh suatu warna atau
pemikiran tertentu, semua menggunakan pemahaman ayat secara netral tanpa membawa pesan
khusus (aqîdah, fiqh, dan tasawuf) (Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 86)
15
Al-Furqân layaknya seperti terjemah Al-Qur‟an yang dibubuhi catatakan kaki. Namun
sang penulis sangat menjunjung tinggi nilai kebahasaan dalam tafsirnya (bahasa Arab), sehingga ia
sangat komprehensif dalam menjelaskan ayat-ayat yang mempunyai arti kebahasaan (Mafri Amir,
Literatur Tafsir Indonesia, h. 115)
16
Dalam kitab ini, penulis tidak menafsirkan seluruh ayat tetapi hanya menafsirkan
bagian-bagian ayat yang dianggap penting untuk ditafsirkan dan penafsirannyapun secara umum
tidak terperinci. Kitab ini juga masih menggunakan bahasa Indonesia yang belum baku atau sesuai
dengan EYD sekarang (Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 127-128)
17
Tafsir berbahasa Jawa ini mengungkapkan seluruh bagian ayat Al-Qur‟an sesuai
dengan mushaf Usmani dengan kalimat yang praktis dan mudah dipahami. Dalam menafsirkan
ayat K.H. Bisri Musthafa secara dominan menggunakan hasil olah pemikirannya, sehingga dapat
6
Siddîqy, Tafsîr Al-Azhâr19 karya Buya Hamka, dan beberapa tafsir karya ulama
Karya-karya tafsir yang dihasilkan ulama patut untuk dikagumi. Peran besar
mereka adalah untuk memberi pemahaman akan maksud dari ayat-ayat al-Qur‟an.
Salah satu bentuk usaha memahami pesan al-Qur‟an adalah kitab termutakhir
yang ditulis oleh seorang Kyai muda Indonesia yang berasal dari Jombang yaitu
aspek-aspek sastra ayat-ayat al-Qur‟an secara menyeluruh (30 juz). Hal ini
mengkaji aspek balāghah dari para mufassir lintas zaman (klasik hingga modern).
disimpulkan bahwa jenis tafsir ini adalah tafsir bi al-ra‟yi (Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia,
h. 144)
18
Tafsir Al-Nûr tidak memiliki corak dan orientasi terhadap bidang tertentu baik bahasa,
hukum, sufi, maupun filsafat. Dalam penafsirannya beliau mengaitkan bidang ilmu pengetahuan
secara merata, karena membahas dengan fokus satu bidang tertentu akan membawa para pembaca
keluar dari bidang tafsir (Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 163)
19
Tafsir ini tidak fanatik terhadap suatu karya tafsir sebelumnya dan tidak terpaku pada
satu madzhab pemikiran. Buya Hamka mengutip dari berbagai kitab baik itu tafsir maupun hadis
yang penting menurutnya. Tafsir ini tergolong bi al-ra‟yi karena dalam hal menafsirkan, beliau
mengemukakan pendapat sendiri tentang tafsiran ayat (Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h.
182-186)
20
Menjadi daya tarik tersendiri untuk dapat menjadi rujukan akademik di kalangan
internasional. Selain itu, pilihan atas dipakainya bahasa Arab yaitu guna membangkitkan kembali
literasi berbahasa Arab yang pernah dilakukan oleh Haḏrat al-Syaikh Hasyim Asy‟ari (Mbah
Hasyim). Hal ini tentunya juga didukung pengalaman belajar S1 hingga S3 beliau yang ditempuh
di Timur Tengah. Bahkan salah satu karya tulisnya pernah diterbitkan oleh salah satu penerbit di
Kairo, yakni kitab yang berjudul “‟Ilmu tafsîr usûluhû wa manâhijuhû.”
7
penjelasan maksud ayat dan penjelasan sisi balāghah ayat-ayat al-Qur‟an di dalam
kitab tersebut.
B. Identifikasi Masalah
b. Seharusnya kitab ini lebih banyak memuat penjelasan tentang maksud yang
tersingkap dari suatu ayat tidak hanya terfokus pada satu pembahasan.
c. Untuk dapat dikatakan sebagai kitab tafsir, seharusnya unsur-unsur tafsir yang
tentang kebahasaan.
d. Untuk dikatakan tahlili seharusnya kitab ini memuat penjelasan ayat al-Qur‟an
secara rinci.
1. Pembatasan Masalah
masalah hanya pada gambaran tata cara penjelasan ayat yang dilakukan oleh M.
Afifudin Dimyathi dan letak titik fokus pembahasan, lebih tepatnya terkait metode
2. Perumusan Masalah
pada peneliti untuk merumuskan pokok permasalahan yang akan menjadi acuan
D. TujuanPenelitian
3. Untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) dalam bidang Ilmu al-Qur‟an dan
Hidayatullah Jakarta.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni manfaat
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Tafsir Indonesia” yang ditulis oleh Mafri Amir. Selain itu juga bisa menjadi
9
salah satu bahan referensi dalam kajian tafsir, khususnya dalam bidang
balâghah al-Qur‟an.
2. Manfaat Praktis
c. Bagi peneliti yang akan datang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dan komprehensif.
F. Tinjauan Pustaka
secara umum telah banyak dilakukan. Berikut ada beberapa penelitian ilmiah yang
tersebut, diantaranya :
(ilmu ma‟âni, badî‟, dan bayân) di antaranya skripsi yang berjudul “Penafsiran
ini lebih jauh lagi membahas tentang penafsiran dan ayat-ayat tasybîh menurut
21
Hanim Shafiera Binti Shukri, ” Penafsiran Ali Ash-Shabuni Terhadap Ayat-Ayat
Tasybih Dalam Surat Al-Baqarah” (Skripsi UIN Sultan Syarif Kasim, 2014)
10
tasybîh di dalam 17 ayat dalam surat al-Baqarah, enam jenis tasybîh yang terdapat
dalam surat al-Baqarah menurut „Ali al-Sabûni. Kemudian, skripsi yang ditulis
ilmu bayan (bayâniyah) pada bab tasybîh. Selanjutnya Neng Siti dalam
surah Âli-„Imrân.
Qur‟an, dan juga tinjauan kritis terhadap konsep dan penerapan munasabah dalam
tafsir al-Misbâh. Kemudian, skripsi yang berjudul “Studi Metode dan Corak
Tafsîr al-Hudâ, Tafsîr Qur‟ân Bahasa Jawi Karya Brigjen (Purn.) Drs. H. Bakri
Syahid,”25 skripsi yang berjudul “Metode dan Corak Penafsiran Imam al-Alusi
Terhadap al-Qur‟ân,”26 skripsi yang berjudul “ Metode dan Corak tafsîr al-Wasîṯ
22
Ahmad Zulkarnaen, “Balâghah Al-Tasybîh fî Sûrah Al-Baqarah Dirâsah Tahliliyah
Bayâniyah” (Skripsi UIN Sunan Kalijaga, 2010)
23
Neng siti, “Analisis Balaghah tentang Faedah Kalam Khobari dalam Al-Qur‟an (Surah
Ali-Imran)” (Skripsi UIN Suska, 2014)
24
Hasani Ahmad Sa‟id, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an dalam Tafsir Al-Misbah
(Jakarta: Amzah, 2015)
25
Abdul Rahman Taufiq, “Studi Metode dan Corak Tafsir Al-Huda, Tafsir Qur‟an
Bahasa Jawi Karya Brigjen (Purn.) Drs. H. Bakri Syahid” (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah,
2017)
26
Aminah Rahmi Hati HSB, “Metode dan Corak Penafsiran Imam Al-Alusi Terhadap Al-
Qur‟an” (Skripsi UIN Sultan Syarif Kasim, 2013)
27
Shikhkhatul Af‟idaf, “Metode dan Corak tafsir Al-Wasit Karya Wahbah Zuhaili”
(Skripsi UIN Walisongo, 2017)
11
Hasbi al-Shiddieqy,28 dan tesis yang berjudul “Tafsîr al-Qur‟ân al-„Aẕhîm karya
dan Corak Tafsir)”29 semua penelitian tersebut mengkaji tentang metode dan
corak tafsir dan juga hal-hal yang mempengaruhi penafsiran seseorang, seperti
disiplin ilmu yang dikuasai, pengalaman, kondisi social dan politik, dan lain-lain.
Penulis menyuguhkan tentang metode dan corak penafsiran lengkap dengan latar
analisa langsung terkait metode dan corak penafsiran terhadap beberapa ayat al-
Qur‟an.
Balâghat al-Qur‟ân secara padat dan lengkap baik ditinjau dari metode yang
digunakan oleh pengarang kitab maupun corak balâghah yang menjadi ciri khas
G. Metodologi Penelitian
literature yang ada, maka data-data akan digali dari perpustakaan dan kemudian
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu:
28
Andi Miswar, Tafsir Al-Qur‟an Al-Majid “Al-Nur” Karya T.M. Hasbi Al-Shiddieqy
(Corak Tafsir berdasarkan Perkembangan Kebudayaan Islam Nusantara), Jurnal Adabiyah vol. XV
Nomor 1/ 2015
29
Nur Hadi, “Tafsir Al-Qur‟an Al-„Adzhim karya Raden Penghulu Tabshir Al-Anam
Karaton Kasunanan Surakarta (Studi Metode dan Corak Tafsir)” (tesis UIN Surakarta, 2017)
12
a. Data Primer
b. Data Sekunder
Adapun yang menjadi data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-
dan karya tulis yang membahas tentang ilmu-ilmu al-Qur‟an dan kajian
Data yang ada dalam penelitian ini diperoleh dari sumbernya dan
corak yang digunakan oleh para mufasir serta rujukan lain yang mendukung
penelitian ini. Kemudian data tersebut disusun secara sistematis sehingga menjadi
suatu paparan yang jelas dan sesuai dengan rumusan masalah yang berkaitan
digunakan dalam kitab al-Syâmil fî Balâghat al-Qur‟ân. Adapun buku – buku atau
13
penelitian ini.
H. Sistematika Penulisan
Bab satu, merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
Bab tiga, meliputi pengertian tafsir, metodologi tafsir, sumber tafsir, dan corak
dengan mengacu pada teori-teori yang telah dipaparkan dalam bab tiga.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang memuat hasil penelitian dan saran-
saran.
BAB II
PROFIL PENULIS DAN GAMBARAN UMUM
AL-SYÂMIL FÎ BALÂGHAT AL-QUR’ÂN
Lahir di Jombang, Jawa Timur 7 Mei 1979. Nama aslinya adalah M. Afifudin
Dimyathi, namun beliau lebih akrab dengan sapaan Gus Awis1. Nama Afifudin
Dimyathi juga merupakan nama kakek dari Gus Awis, nama tersebut diberikan
oleh orang tuanya sejak beliau kecil. Gus Awis merupakan anak ke-4 dari 8
bersaudara, beliau lahir dari sepasang suami istri generasi penerus pengasuh
Gus Awis untuk terus belajar. Namun demikian, keduanya tidak pernah
memaksakan kehendak mereka atas apa yang harus ditekuni oleh anak-
pilihan atas apa yang digemari oleh Gus Awis. Sejak kecil selain mengaji kepada
kedua orangtuanya, Gus Awis juga mengaji kepada guru-guru yang mengajar di
Seperti anak kecil pada umumnya, Gus Awis kecil sangat gemar bermain catur.
1
Pada penyebutan “M. Afifudin Dimyathi” pada pembahasan setelahnya penulis
konsisten dengan sebutan nama “Gus Awis”
2
Pondok pesantren Darul Ulum (Jombang) yang kini di asuh oleh M. Afifudin Dimyathi
selaku generasi ke empat didirikan pada tahun1885 oleh KH. Tamim Irsyad (Mbah Buyut),
sepeninggal beliau dilanjutkan oleh kakek Gus Awis yaitu KH. M. Romly Tamim, kemudian ayah
Gus Awis yaitu H.A. Dimyathi Romly.
3
Sebagaimana yang disampaikan langsung oleh M. Afifudin Dimyathi kepada penulis
melalui pesan facebook pada 21 Juli 2019
14
15
bidang bahasa Arab) yang memberi motivasi kepada Gus Awis untuk kuliah di
Madrasah Aliyah.4
Gus Awis menikah dengan Hj. Laily Nafis, M. Thi pada tahun 2002. Dari
pernikahannya, beliau dikarunia 4 orang anak. Putra pertama lahir di Sudan pada
tahun 2004 dan diberi nama A. Fayroz Abadi, anak kedua lahir pada tahun 2008
dan diberi nama Inaba Kayyisa, anak ketiga lahir pada tahun 2010 dan diberi
nama Nady Sajjad Muhammad, dan anak terakhir lahir pada tahun 2014 dan diberi
amanah dari Allah, dengan demikian beliau berharap dapat memudahkan para
pelajar dalam memahami ilmu yang ditekuni. Beliau berharap nantinya dapat
menulis kitab-kitab lain yang mungkin tidak hanya fokus pada kajian balâghah
saja. Beliau juga berpesan bahwa dalam hidup ini setidaknya kita harus
memegang 3 prinsip: Pertama, jangan pernah lupa untuk membaca al-Qur‟an dan
Kedua, gunakan waktu yang ada untuk menambah ilmu dan pengalaman hidup.
4
Sebagaimana yang disampaikan langsung oleh M. Afifudin Dimyathi kepada penulis
melalui pesan facebook pada 21 Juli 2019
5
Sebagaimana yang disampaikan langsung oleh M. Afifudin Dimyathi kepada penulis
melalui pesan facebook pada 21 Juli 2019
6
Sebagaimana yang disampaikan langsung oleh M. Afifudin Dimyathi kepada penulis
melalui pesan facebook pada 21 Juli 2019.
16
Ibtidaiyah Negeri (MIN) Darul Ulum Rejoso Peterongan dan lulus pada tahun
Progam Khusus Darul „Ulum Rejoso Peterongan selama tiga tahun dan lulus pada
tahun 1994. Untuk sekolah menengah atas beliau memilih menuntut ilmu di
Madrasah Aliyah Keagamaan Negeri (MAKN) Jember dan lulus pada tahun 1997.
Setamat dari MAKN, Gus Awis masih terus belajar dan menghafal Al-Qur‟an di
(Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu al-Qur‟an) mulai tahun 1998-2002.
Institute for Arabic Language di kota Khartoum Sudan dan Lulus tahun 2004
dengan predikat Cum Laude. Berbekal prestasi lulusan S2 terbaik tingkat Asia,
Arab dan selesai tahun 2007. Selain itu, sejak tahun 2006 beliau sudah aktif
sebagai dosen di Prodi Pendidikan Bahasa Arab, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Ampel Surabaya dengan mengampu mata kuliah kebahasaan dan
tafsir. Mulai tahun 2007 setelah menyalesaikan program S3, beliau juga turut
mengajar di Program Pasca Sarjana UIN Sunan Ampel dan UIN Maulana Malik
7
Keterangan ini diperoleh penulis dari CV M. Afifudin Dimyathi (CV ini dikirimkan
langsung oleh M. Afifudin Dimyathi melalui pesan facebook, fb: M Afifudin Dimyathi)
17
Pengembangan Materi Ajar Bahasa Arab. Beliau juga ikut berpartisipasi sebagai
pengajar di Program Pasca Sarjana di IAIN Tulung Agung, IAIN Jember dan
STIT Dalwa Bangil Pasuruan dengan materi bidang kebahasan dan tafsir. Selain
itu, sampai saat ini beliau masih aktif sebagai dosen Pasca Sarjana UIN Sunan
Ampel Surabaya, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Cabang Jombang, dosen Pasca
Sarjana IAIN Tulung Agung, Direktur Aswaja Center Jombang, dan Wakil
C. Karya-karya
Karya yang pernah ditulis oleh Gus Awis adalah Sosiolinguistik (UINSA
antaranya Jurnal el Jadid dan Jurnal LINGUA UIN Maulana Malik Ibrahim
antaranya:9
Surabaya)
3. Madkhol Ilâ ‘Ilm al-Lughoh al-Ijtimâ’i (2016, Penerbit Lisan Arabi: Malang.
xxx halaman)
8
Keterangan ini diperoleh penulis dari CV M. Afifudin Dimyathi (CV ini dikirimkan
langsung oleh M. Afifudin Dimyathi melalui pesan facebook, fb: M Afifudin Dimyathi)
9
Keterangan ini diperoleh penulis dari CV M. Afifudin Dimyathi (CV ini dikirimkan
langsung oleh M. Afifudin Dimyathi melalui pesan facebook, fb: M Afifudin Dimyathi)
18
4. Safâ al-Lisân fî I’râb al-Qur’ân (2016, Penerbit Lisan Arabi: Sidoarjo. 177
halaman)
177 halaman)
7. Irsyâd al-Dârisîn ilâ Ijma’ al-Mufassirîn (2017, Penerbit Lisan Arabi: Malang.
136 halaman)
disampaikan oleh Gus Awis, dimotivasi oleh pertanyaan yang diajukan oleh salah
satu dosen PTAIN di Jawa Timur, yakni terkait kitab Balâghah yang khusus
mengkaji tentang al-Quran. Pertanyaan ini muncul dikarenakan ada mata kulaih
Balâghah al-Qur’ân di program pasca prodi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir IAIN
tersebut. Berhubung pada saat itu beliau tidak mempunyai kitab yang dicari oleh
dosen tersebut, akhirnya pertanyaan itu menjadi inspirasi Gus Awis untuk
menyusun kajian-kajian balâghah yang ada dalam ayat-ayat al-Qur‟an. Dan untuk
mempermudah pencarian kajian tersebut, Gus Awis sengaja memulai kitab yang
Gus Awis berharap, nantinya siapapun yang mencari balâghah sebuah ayat
disusun oleh Gus Awis dengan titik fokus bahasan pada ayat-ayat al-Qur‟an itu
sendiri. Dan dengan tekat yang kuat, beliau mampu untuk menghadirkan
Jadi tujuan utama Gus Awis menyusun kitab al-Syâmil Fî Balâghat al-
sebagai salah satu referensi mata kuliah Balâghah al-Qur’ân secara lebih
spesifik.10
al-Qur’ân, “cetakan pertama”, tahun 2018. Kitab ini penulis dapatkan melalui
Pada sampul hard cover di bagian paling atas, tertulis al-Syâmil Fî Balâghat
tertulis; ( )الجزء االول هي صىرة الفاححت الي صىرة الخىبتuntuk jilid I, ( الجزء الثاًي هي صىرة
)يىًش الي صىرة الضجدةuntuk jilid II, ( )الجزء الثالث هي صىرة االحزاب الي صىرة الٌاسuntuk
(nama pengarang), dan paling bawah dituliskan bahwa beliau menjabat sebagai
pengasuh pondok pesantren Dâr al-„Ulûm Jombang ( خادم العلن بوعهد دار العلىم االصالهي
10
Sebagaimana yang disampaikan langsung oleh M. Afifudin Dimyathi kepada penulis
melalui pesan facebook pada 21 Juli 2019.
20
)بجىهباًجdan juga dosen Bahasa Arab di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
disebutkan bahwa cetakan pertama pada tahun 2018. Juga disebutkan Percetakan
setelahnya terdapat kutipan ayat Al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 127 “ ربٌل حقبا هٌا
halaman (jilid I), 519 halaman (jilid II), 600 halaman (jilid III), belum termasuk
halaman-halaman yang tidak diberi nomor. Pembatas yang digunakan dalam kitab
Keistimewaan dari kitab ini adalah kata pengantarnya. Meskipun kitab ini
ditulis oleh warga negara Indonesia, namun dua Profesor Linguistik Timur
Darwish Ibrahim Muhammad selaku guru besar balaghoh dan kritik sastra di
Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir dan Prof. Dr. Abdurrohim Muhammad Al-
Kurdi selaku guru besar kritik sastra modern di Universitas Kanal Suez. Kedua
pakar linguistik inilah yang secara khusus memberi pengantar kitab ini.
diberikan oleh Prof. Dr. Ahmad Darwish Ibrahim Muhammad, sebagian isinya
Afifudin Dimyathi:
11
Ahmad Darwis Ibrahim Muhammad, “Sambutan Ketua bidang Balaghah di Universitas
Dar al‟Ulum, Mesir pada Penerbitan al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân”, dalam al-Syâmil Fî
Balâghat al-Qur’ân.
12
Abd al-Rahim Muhammad al-Kurdi “Sambutan Ustadz al-Naqd wa al-Adab al-‘Arabî
al-Hadîs di Universitas Qanât al-Swîs, Mesir Penerbitan al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân”, dalam
al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân.
22
balâghah dalam al-Qur‟an memiliki banyak cabang. Dan saya berharap agar
balâghah yang ada di dalam al-Qur‟an dapat membuahkan hasil yang terlihat.
Dan untuk ini saya berniat untuk menyajikan pembahasan secara lebih mudah
dan gamblang.”13
Kitab ini diakhiri dengan kata penutup (khatimah) yang isinya sebagai
berikut:
“Segala puji hanya bagi Allah Swt Dzât yang telah memberi petunjuk
kepadaku untuk menyempurnakan penulisan kitab ini, dan dengan ini pula
saya berharap datangnya riḏâ dari Allah baik berupa pahala maupun ampunan
dari-Nya. Saya memulai mengumpulkan penulisan kitab ini pada bulan
Jumâd al-Tsânî 1448 H dan menyelesaikannya pada bulan Ramâḏan 1449 H.
Saya juga memohon kepada Allah agar menjadikan kitab ini sebagai sesuatu
yang murni dari-Nya dan memaklumi atas segala keterbatasan dan
kekuranganku. Dan semoga kitab ini dapat bermanfaat bagi kaum muslimin.
Dan juga agar menjadikannya sebagai tambahan timbangan kebaikan bagiku,
kedua orang tuaku, kakek nenekku, guru-guruku, dan anak-anakku kelak di
hari kiamat. Sungguh Allah maha mendengar lagi maha dekat. Semoga
limpahan rahmat dan keselamatan senantiasa terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad Saw, keluarga dan sahabat-sahabat beliau. Dan sebagai penutup,
saya mengutip dari firman Allah Swt dalam surat al-Saffât ayat 182 (Maha
suci Tuhanmu, Tuhan yang maha perkasa dari sifat yang mereka katakan.
Dan selamat sejahtera bagi para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan
seluruh alam.).”14
dalam kitab ini. Istilah-istilah tersebut disusun sesuai urutan abjad dalam huruf
13
“Muqaddimah”, dalam M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h.
kha‟
14
“Khatimâh”, dalam M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 563
15
“Kasyâf al-Mauḏu’ât ”, dalam M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-
Qur’ân, h. 564-590
23
balâghahnya sekaligus nomor panggil yang tentunya juga ditulis dengan angka
Arab. 16
Usmani; dari surat al-Fâtihah (1) sampai dengan surat al-Nâs (114). Menurut
tampilan muka halaman kitab ini, dapat dilihat: Pertama, di awal setiap surat
hanya disebutkan nama surat tidak disertai dengan nomor urut surat, jumlah ayat,
dituliskan ayat-ayat surat tersebut tanpa disertai penyebutan nomor urut surat,
diwahyukan.17
Kedua, teks ayat al-Qur‟an dituliskan di bawah nama surat. Untuk surat-surat
panjang hanya dituliskan beberapa ayat, sedangkan untuk surat pendek dituliskan
dijelaskan secara singkat dalam bentuk catatan kaki (footnote). Kelima, untuk
16
“Fahras al-Juz’u al-Tsalits ”, dalam M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-
Qur’ân, h. 597-600
17
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
24
memulai penjelasan ayat Gus Awis selalu menggunakan kata “” في قىله حعالى.
Contoh dalam penjelasan surat al-Fâtihah, setelah menuliskan seluruh ayat dari
surat tersebut yaitu ayat 1-7 beliau memulai penjelasan dengan menggunakan kata
ٱلر ۡح َٰو ِي ه
“ ٱلر ِح ِين ” في قىله حعالى ِب ۡض ِن ه.18
ٱَّللِ ه
kitab yang unik, salah satunya adalah penggunaan bahasa Arab oleh Gus Awis
dalam menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an dan inilah yang menjadi nilai plus karena
ditulis oleh orang Indonesia. Selain itu fokus bahasan tentang balâghah
demikian kitab ini layak untuk dipertimbangkan sebagai salah satu rujukan dalam
skala internasional. Corak kebahasaan yang sangat kental dan juga pengutipan
18
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
BAB III
KAJIAN TAFSIR DAN BALÂGHAH
merupakan ruh dari pada ungkapan itu sendiri. Tak akan ada nilai lebih
dari satu ungkapan atas ungkapan lainnya jika tidak terdapat sisi
serangkaian kalimat, yang terdiri dari induk kalimat dan anak kalimat atau
yang terdiri atas ilmu ma‟âni, bayân, dan badȋ‟ sebagai sandarannya.1
Jadi, bagi siapa saja yang ingin berinteraksi dengan al-Qur‟an (al-
1
Nanang Gozali, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta:Teras, 2005), h.84-90.
25
26
Tafsir secara etimologi mengikuti wazan (taf‟ȋl) yang berasal dari kata
yafsuru, fasran dan fasarahû artinya menjelaskan. Kata al-tafsȋr dan al-
sulit. Pengertian tafsir dengan makna di atas, sesuai dengan firman Allah:2
3
tafsîl). Kata tafsir terambil dari kata al-fasr yang berarti al-ibânah dan al-
kasyf yang keduanya berarti membuka sesuatu yang tertutup. Selain yang
telah disebutkan, sesungguhnya masih ada kata lain yang searti dengan
2
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, terj. Mudzakkkir As
(Jakarta: Litera Antar Nusa, 2001), h. 455.
3
Al-Furqan ayat 33
27
Qur‟an telah tumbuh sejak masa awal Nabi Muhammad Saw. Dan
ditelitinya seorang mufassir harus memiliki lima belas ilmu yaitu: ilmu al-
Lughah, ilmu Nahw, ilmu Sarf, ilmu al-Isytiqâq, ilmu al-Balâgah dan
ketiga komponennya, ilmu al-Qirâ‟at, ilmu Usul al-Dîn, ilmu Usul al-
4
Subhi Al-Sâlih, Mabâhits fî „Ulûm al-Qur‟ân (Beirut-Lubnan: Dar al-„ Ilm li
al-Malayin, 1988), h. 289.
5
Mashuri Sirajuddin Iqbal, A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung:
Angkasa, 1989), h. 86.
6
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-
Qur‟an dan Tafsir (Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 2009) Cet 3, h. 170.
28
bi al-ra‟yi.8 Kata al-ma‟tsûr adalah isim maf‟ul (objek) dari kata atsara-
(akrama). Al-atsâr juga berarti sunnah, hadis, jejak, bekas, pengaruh, dan
mengalihkan sesuatu yang sudah ada dari orang lain atau masa lalu
macam-macamnya:
7
Lihat keterangannya dalam al-Zahabi, Al-Tafsîr wal Mufassirûn (Maktabah
Mash‟ab bin Umair al-Islamiyah, 2004), h. 190-191
8
Manna Khalil al-Qattan, Mabâhits fî „Ulûm al-Qur‟ân (Kairo: Maktabah
Wahbah, 2007), h. 342.
9
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, h. 333.
29
ال ِ ِ ِ ً اَلتّ ْف ِسي ر ِب ِلرواي ِة ىو ما جاء ِف اْل ُقرآ ِن اَ ِو السن ِة اَ ِو َكلَِم الصحاب ِة ب ي
َ ان ل ُمَراد للا تَ َع ََ َ َ ْ َ َ َ َ ُ َ َّ ُ ْ
فَالت ْف ِسْي ُر الْ َمأْثُ ْوُر إِما اَ ْن يَ ُك ْو َن تَ ْف ِسْي ُر اْل ُق ْرآ ِن ِبلْ ٌق ْرآ ِن اَْو.تَ ْف ِس ِْي الْ ُق ْرآ ِن ِبلسن ِة الن بَ ِوي ِة
آن ِبلْ َمأْثُ ْوِر َع ِن الص َحابَِة ِ آن ِبلسن ِة الن ب ِوي ِة اَو تَ ْف ِسي ر اْل ُقر
ْ ُْ ْ َ
ِ تَ ْف ِسي ر اْل ُقر
ْ ُْ
Tafsir bi al-ma‟tsûr ialah tafsir yang terdapat dalam al-Qur‟an, atau
bahasa Arab dan syair-syair Arab. Beliau juga menuturkan asbȃb al-nuzûl
10
Muhammad „Ali Al-Sâbuni, al-Tibyân fî „Ulûm al-Qur‟ân (Dimasyq:
Maktabah al-Ghazali, 1401 H/ 1981 M), h. 63.
11
Acep Hermawan, „Ulumul Qur‟an: Ilmu Untuk Memahami Wahyu (Bandung :
Remaja Posdakarya, 2011), h. 114
30
diartikan dengan i‟tikad, akal pikiran, ijtihad, dan bahkan qiyȃs (analogi).
pengikut ahli ra‟yi (ashab al-ra‟yi) dalam dunia fikih (hukum islam)
pengguna qiyȃs).12
12
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, h. 350.
13
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, terj. Mudzakir AS, h.488.
31
beliau juga mengutip beberapa pendapat ulama (baik salaf maupun khalaf)
yang pasti tidak ada satu perkataan pun dari mereka kecuali terlebih
dahulu dibahas dari segi tata bahasanya secara detil dan mendalam dan
B. Metode Penafsiran
14
Acep Hermawan, „Ulumul Qur‟an: Ilmu Untuk Memahami Wahyu,h.115.
15
Kata “Metode” berasal dari bahasa Yunani, methodos, yang berarti cara atau
jalan dalam bahasa Inggris, kata ini ditulis method (Nashrudin Baidan, Metode
Penafsiran Al-Qur‟an Terhadap Ayat-Ayat yang Beredaksi Mirip, Cet 1 (Yogyakarta:
Pustaka pelajar, 2002, h. 54). Sedangkan dalam bahasa Arab menerjemahkannya dengan
thariqat dan manhaj, yang berarti cara (Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-
Munawwir, edisi II (Yogyakarta: Pustaka Progressif 1997, h. 489). Sedangkan metode
dalam bahasa Indonesia berarti; cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
maksud; cara kerja yang tersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai suatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan lain sebagainya (Anton M.
Mulyono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka: Jakarta, 1990, h. 173).
16
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, 2002) Cet. 1, h. 159
32
ayat al-Qur‟an.17
dengan mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat, surat per surat, meneliti
sedang berlangsung.19
17
Abd al Hayyi al-Farmawy, al-Bidayah fi al-Tatfsir al-Maudlu‟i (Dirasah
Manhajiyyah Maudhu‟iyah: t.k., t.p.), h.7.
18
Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir (Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008), h. 18.
19
Ending Soetari Adiwikarta, Pengantar Ilmu Tafsir Al-Qur‟an, h. 160
33
Jarîr al-Ṯabari.20 Dalam kitab tafsirnya beliau menafsirkan ayat demi ayat
diberikan pada suatu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada
20
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, h.380.
21
Faizah Ali Syibromlisi & Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern, h. 3
34
2. Metode Ijmâli
dikatakan bahwa metode ini adalah metode yang pertama kali muncul dan
22
M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia, h. 134.
23
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),
h.381.
24
Anshori, Ulumul Qur‟an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), h. 207.
25
Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir, h. 18.
35
al-Dȋn Hamidy dan Fakhr al-Dȋn, al-Furqân: Tafsȋr Qur‟ân karya Ahmad
Hassân, dan Tafsȋr Qur‟ân Karȋm karya Mahmûd Yûnus. Ketiga karya
halaman, terpisah dari teks ayat al-Qur‟an dan terjemahnya. Dan juga
3. Metode Komparatif
26
Howard M. Federspiel, Popular Indonesian Literature of The Qur‟an (New
York: Cornell Modern Indonesian Project, 1994), h. 58-61. Lihat juga Mafri Amir dan
Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Litbang UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 66, 99-102, dan 121.
27
Kadar Muhammad Yusuf, Studi al-Qur‟an (Jakarta: Hamzah, 2010) Cet. 2
36
bertentangan”.
banyak contoh, kitab tafsir yang secara spesifik menggunakan al-tafsȋr al-
4. Metode Maudlû‟i
berikut:
ث ِف َ َاي اْل ُق ْرآ ِن اْل َك ِرِْي اْلتَ ِحدةِ َم ْع َن اَْو َغايٍَة َع ْن طَ ِريْ ِق جَْ ِع
ُ ِع ْل ُم يَْب َح: ض ْو ِعى ِ
ُ اَلت ْفسْي ُر اْل ْو
ِ َان مُعنَاىا و اْستِخر ِاج عن
اص ِرَىا َوَربْ ِط َها ِ و النظْر فِي ها علَى ىي ئَ ٍة مَْصوص ٍة لِب ي،أي ِتَا اْلتَ َف ِرََِة
َ َ ْ َ َ ْ َ ََ َ ْ ُ َْ َ َ ْ ُ َ ّ ُ َ
بِ ِرَب ِط َج ِام ٍع
28
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, h.390.
37
untuk menafsirkan ayat al-Qur‟an tidak berdasarkan atas urutan ayat dan
surat yang terdapat dalam mushaf, tetapi berdasarkan masalah yang dikaji.
pemahaman baru.30
maka yang menjadi ciri utama dari metode ini adalah menonjolkan tema,
29
Musthafa Muslim, Mabahits fi al-Tafsir al-Maudhu‟i (Damsyiq-Siria: Dar al
Qalam, 1410 H/ 1989 M), h. 16.
30
Saiful Amin Ghafur, Profil Para Mufassir, h. 18.
31
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an, h.393
38
C. Corak Penafsiran
keilmuan yang mewarnai suatu kitab tafsir. Hal ini terjadi karena mufasir
dikuasainya.32
fiqhi, tafsîr falsafi, tafsîr „ilmi dan tafsîr al-adâb al-ijtimâ‟i. Selain 5 corak
penafsiran yang dikenal luas dewasa ini, yakni corak sastra bahasa.33
saat itu. Dan karenanya juga dirasa perlu oleh masyarakat Arab untuk
perkembangan bahasa.34
Corak tafsir ini pada masa klasik diwakili oleh Zamakhsyari dengan
maknanya. Jika terdapat nama-nama lain, maka hal itu juga disebutkan
argumentasinya.35
khusus dan juga persoalan yang dihadapi umat Islam secara umum.36
34
Lihat juga Anshori, Ulumul Qur‟an Kaidah-Kaidah Memahami Firman
Tuhan, Ulinnuha (ed.) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), cet I, h. 218.
35
Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedia Kitab-Kitab Tafsir (Depok: Lingkar Studi
Al-Qur‟an, 2013), h. 62-63
36
Ending Soetari Adiwikarta, Pengantar Ilmu Tafsir Al-Qur‟an, h. 163
40
nahwu, bahasa, dan perbedaan madzhab, baik dalam bidang ilmu kalâm,
riwayat yang shahih dan rasio yang sehat, baik menyangkut hukum-hukum
37
Said Agil Husain al-Munawar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki, h. 71
41
sebagai kitab hidayah manusia.38 Selain itu, ada juga Tafsir Al-Qur‟an
ulama.
ayat Al-Qur‟an dengan teori-teori pengetahuan yang valid, hal ini sebagai
Qur‟an.40
3. Tafsir „Ilmi
ayat tentang alam dan realitas social.41 Corak ini muncul akibat kemajuan
38
Husnul Hakim IMZI, Ensiklopedia Kitab-Kitab Tafsir, h. 156
39
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir „Ilmy, Memahami Al-Qur‟an Melalui
Pendekatan Sains Modern (Yogyakarta: Menara Kudus Jogja, Cet I, 2004), h. 115.
40
Rosihon Anwar & Asep Muharom, Ilmu Tafsir, h. 175
41
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial (Amzah,
Jakarta, 2007), h. 47.
42
pro dan kontra sekitar Tafsir Ilmi, di antara pendukung corak penafsiran
tafsir ini dari kalangan sarjana konvensional dan kontemporer adalah Abû
Ishâq al-Syatibi (w. 1370) dan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha,
Mahmud Syaltut, dan lain-lain.42 Menurut al Khulli, tafsir model ini tidak
Diskursus tafsir saintifik cukup marak dalam karya kesarjanan klasik. Abu
diadopsi oleh al-Râzi (w. 1186) yang menulis Mafâtih al-Ghayb al-
42
Abdul Majid Abusssalam al-Muhtasib, Visi dan Paradigma Tafsir Al-Qur‟an
Kontemporer Terj. Maghfur Wahid, Al-Izzah (Bangil-Jawa Timur, 1997), h. 310.
43
belas yang kemudian dianggap sebagai salah satu bentuk perwujudan i‟jâz
Al-Qur‟an.43
4. Tafsir Fiqhi
bercorak fiqih. Corak tafsir fiqhi adalah corak penafsiran Al-Qur‟an yang
syari‟ah berdasarkan ijtihad. Hal ini juga akibat dari berkembangnya ilmu
kalangan Hanafiyah lahir kitab Tafsir Rûh al-Ma‟âni karya Al-Alûsi dan
kitab Tafsir Al-Nasafy, dari kalangan Malikiyyah lahir kitab Tafsîr al-
43
Nurkholis Setiawan, Al-Qur‟an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: Elsaq
Press, Cet I, 2006), h. 21-22.
44
Al-Râzi dan masih banyak lagi kitab-kitab tafsir corak fiqh selain yang
Corak tafsir Sufi atau sering disebut pula dengan istilah tafsir Isyâri
adalah penafsiran yang dilakukan oleh para sufi yang pada umumnya
menggabungkan antara ayat yang jelas dan yang tersembunyi. 46 Corak ini
44
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir „Ilmy, Memahami Al-Qur‟an Melalui
Pendekatan Sains Modern, h. 254-267
45
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur‟an (Jakarta: Rajawali Press, 2013), h.
340.
46
St. Aminah, Pengantar Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir ( Semarang: CV. Assyifa‟,
1993), h. 324.
45
adalah pertama, corak sufistik. Terdapat dua aliran dalam corak sufistik,
sebagaimana yang disalurkan oleh para ahli tasawuf teoritis ditolak oleh
cara-cara yang benar. Dan penafsiran model ini sangat sedikit jumlahnya
yang dapat diterima. Menurut Al-Dzahabi, belum ada ulama tasawuf yang
ditulis oleh Ibn Arabi. Adapun penafsiran yang dilakukan oleh aliran
Kitab tafsir yang termasuk kategori ini adalah Tafsîr Al-Qur‟ ân al-
6. Tafsir Falsafi
dalam Tafsir mereka,49 dan muncul sebagai akibat dari kemajuan dalam
47
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 1 (Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1993), h. 161.
48
Said Agil Husain al-Munawar, Al-Qur‟an Membangun Tradisi Kesalehan
Hakiki (Ciputat Pers, Jakarta, 2002), h. 70.
49
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran (Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, Cet I, 2007), h. 72.
50
Mohammad Nor Ichwan, Tafsir „Ilmy, Memahami Al-Qur‟an Melalui
Pendekatan Sains Modern (Menara Kudus Jogja, Yogyakarta, Cet I, 2004), h. 115.
47
Istilah “‟Ilm al-Balâghah” terdiri atas dua kata, yaitu ‟Ilm dan al-
dalam kajian suatu disiplin ilmu. Kata “‟Ilm” juga dapat diartikan sebagai
bidang ini dengan definisi yang beragam, di antaranya adalah Ali jarim
51
Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islamy, jilid I (Beirut: Dar al-Fikr,
1997), h. 5
52
Ali al-Jarim & Musthafa Amin, Al-Balaghah al-Wadhihah (Kairo: Dar al-
Ma‟arif, tt), h. 8
53
Abdul Jalal, Ulumul Qur‟an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), h. 370.
48
Dari definisi di atas, dapat ditarik suatu pengertian bahwa inti dari
signifikan dalam diri penerima pesan tersebut. Ilmu balâghah berarti suatu
al-Qur‟an telah dikenal sebagai ahli sastra yang kompeten. Mereka mampu
bernilai tinggi.
54
Sewenang-wenang
49
berbagai pusat kegiatan pada waktu itu, seperti di Suq „Ukkazh. Kegiatan-
kegiatan seperti itu memberi peluang yang besar bagi para ahli sya‟ir
ungkapan yang menarik, baik dari segi zahir lafal, keindahan kata yang
Orang yang melakukan kajian yang serius dan mendalam terhadap sastra
pikiran mereka sampai ke tingkat yang lebih tinggi dalam dunia kefasihan
dan ke-balâghah-an.57
55
Ahmad Thib Raya, Rasionalitas Bahasa Al-Qur‟an (Jakarta: Fikra, 2006), h.
31
56
Ahmad Thib Raya, Rasionalitas Bahasa Al-Qur‟an, h. 32
57
Abd al-„Aziz „Atiq, „Ilm al-Bayân, h. 7
50
karya besar seperti Kitab Majâz Al-Qur‟ân karya Abu „Ubaidah yang
munculnya para tokoh yang kompeten dan karya-karya besar mereka pada
abad ke-III H, seperti Abû „Ubaydah, Ibn Quṯaibah, Ibn Hasan al-Rumâni,
Ma‟ân al-Qur‟ân yang meski kebanyakan berisi kajian ilmu Nahwu, tapi
balâghah secara umum dan ilmu bayân secara khusus, lewat karya
tamtsîl, tasybîh dan lain-lain dari cabang Ilmu Ma‟âni yang merupakan
bagian dari Balâghah. Kedua, kitab Dalâ‟il al-I‟jâz, yang berisi tentang
kemukjizatannya.60
komponennya, yaitu ilmu ma‟âni, ilmu bayân, dan ilmu badî‟. Namun
antara ilmu bayân dan ilmu badî‟ masih beliau gabung dalam satu ilmu
dengan istilah Ilmu al-Mahâsin yang terbagi ke dalam dua bagian, yaitu
Miftâh al-„Ulûm.61
seperti sekarang ini. Pemilahan ini dirintis oleh „Abd al-Qâhir al-Jurjâni,
60
Abdul Jalal, Ulumul Qur‟an, h. 372
61
Abdul Jalal, Ulumul Qur‟an, h. 372
52
Qazwayni. Dalam kitab Talkhîs al-Miftâh yang dikutip oleh „Abd al-Jalâl,
1. Ilmu ma‟âni, yang membahas segi lafal Arab yang relevan dengan
ف ِبَا أَ ْح َو ُال اْل َك َلِم الْ َعَرِب ال ِت يَ ُك ْو ُن ِبَا ُمطَابًِقا ِ ِع ْلم الْمع ِان ىو أُصوٌل وَ و
ُ اع ُد يُ ْعَر َ َ ُْ َُ َ َ ُ
ِ ِ ِ ث ي ُكو ُن ِوفْق اْلغَر ِ ِ ِ
ُض الذي سْي َق لَو ْ َ ْ َ ُ ضى اْلَال بَْي َ َل ُم ْقت
“Ilmu Ma‟âni ialah ketentuan-ketentuan pokok dan kaidah-kaidah yang
dengannya diketahui ihwal keadaan kalimat Arab yang sesuai dengan
keadaan dan relevan dengan tujuan pengungkapannya”.
Secara keseluruhan ilmu ma‟âni mencakup 8 macam kajian, yaitu
Wasl dan Fasl, Îjâz, Iṯnâb dan Musâwâh. Semua ilmu ini sangat
lainnya.
Definisinya yaitu:
ِ ٍ ِِ ِ ُ اع ٌد ي عر
ِ ِ ِ
ض َها َع ْن ُ ف بَا إِيْ َر ُاد الْ َم ْع َن اْ َلواحد بِطُُرق َيْتَل
ُ ف بَ ْع ُ ُع ْل ُم الْبَ يَان ُى َو أ
َ ْ ُ ص ْو ُل َوَ َو
ِ ِ ض ِف وضو ِح الدَلَ ِلة الْع ْقلِي ِة علَى نَ ْف
ك الْ َم ْع َن َ س َذل َ َ ْ ُ ُ ٍ بَ ْع
“Ilmu bayân ialah beberapa ketentuan pokok dan kaidah yang
dengannya dapat diketahui penyampaian makna yang satu dengan
62
Abdul Jalal, Ulumul Qur‟an, h. 373-374
53
Tasybîh, Majâz, dan Kinâyah. Melalui ketiga bidang ini kita akan
kepada huruf-hurufnya.
yaitu:
ف بِِو اْلُُو ُج ْوهُ َواْلَز َاي ال ِت تَ ِزيْ ُد الْ َك َل ُم َح َسنًا َوطََل َوة وتكسوه باء ُ اَلْبَ ِديْ ُع ُى َو ِع ْل ٌم يُ ْعَر
َ ِ ِِ
الَ ِال
ْ ضى َ َورونقا بَ ْع َد ُمطَابَ َقتو ل ُم ْقت
“Ilmu Badî‟ ialah suatu ilmu yang dengannya dapat diketahui bentuk-
bentuk dan keutamaan-keutamaan yang dapat menambah nilai
keindahan dan estetika suatu ungkapan, membungkusnya dengan
bungkus yang dapat memperbagus dan mempermolek ungkapan itu,
disamping relevansinya dengan tuntutan keadaan”.
Dalam penjabarannya ilmu badî‟ mencakup banyak hal, akan
tetapi secara garis besar pembahasan ilmu badî‟ tidak akan terlepas
melahirkan sebuah karya baik dari gaya bahasa yang digunakan sampai pada
metodologinya. Dari gaya bahasa dan metodologi yang digunakan nantinya akan
Pemetaan metode tafsir yang digagas oleh al-Farmawi, dalam kitab al-
ditemukan metode yang digunakan lebih dari satu. Sebagaimana yang telah
metode yang digunakan beliau dalam penulisan kitab al-Syâmil Fî Balâghat al-
Qur’ân adalah metode tahlîlî.2 Akan tetapi sesuai dengan penyajian penjelasan
yang sifatnya umum dan tidak terperinci, maka penulis mengatakan bahwa kitab
ini ditulis secara ijmâli. Hal ini sesuai dengan keterangan yang telah disampaikan
dalam bab 3 mengenai metode ijmâli, yang merupakan salah satu metode
1
Pada penyebutan setelahnya, penulis menggunakan sebutan “Gus Awis”
2
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân (Malang: Lisan Arabi, 2018),
h. kha‟
54
55
tanpa uraian-uraian panjang lebar,4 dan berdasarkan urutan bacaan dan susunan al-
Qur‟an.5
ditulis oleh Gus Awis dilihat dari bentuk penyajiannya yang ditulis ayat demi ayat
secara urut sesuai dengan susunan mushaf berikut penjelasan kata yang hanya
terfokus pada kajian kebahasaan, maka metode yang digunakan oleh Gus Awis
ayat. Seperti contoh di atas, beliau memulai dengan menjelaskan sisi kebahasaan
3
M. Nurdin Zuhdi, Pasaraya Tafsir Indonesia, h. 134.
4
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h.381.
5
Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali
Pers, 2013), h. 207.
6
Isti’ârah, arti asalnya pinjaman. Kata pinjaman dalam pengertian ilmu Bayan berarti
sebuah kata yang ditempatkan bukan pada tempat semestinya, dan hubungan di antaranya dengan
kata yang dimaksudnya musyabbahah (persamaan/ perserupaan). Seperti contoh, “Aku melihat
singa berkhutbah di depan orang-orang”. Kata singa dalam kalimat tersebut disebut Isti‟ârah
karena tidak mungkin ada singa mampu bnerkhutbah di depan orang-orang. Yang dimaksudkan
adalah seorang laki-laki yang seperti singa saking gagahnya dan lantang suaranya, kaitan antara
56
" ِت ۡس ٌِ ه
melalui catatan kaki. Beliau menjelaskan bahwa huruf ba' pada lafadz " ِٱَّلل
dalamnya juga terdapat relasi tempat ( )اىَحييةseperti contoh: "aku berjalan dengan
Zayd" ( )ٍسزت تزيدyaitu berjalan pada tempat yang dekat dengan Zayd, bukan
antara sang Pencipta dengan hamba-Nya, sehingga ia merasa bahwa setiap gerak
gerik yang dilakukannya akan senantiasa diawasi oleh Allah. Demikianlah Allah
memulai kitab-Nya dengan basmalah yang berisikan pesan kepada manusia untuk
menambahkan keterangan dalam kitab tafsirnya, bahwa huruf ba’ dalam lafadz
lakukan adalah mengambil manfaat dari penyebutan nama Allah tersebut. Karena
itu setiap sesuatu harus dimulai dengan nama-Nya dan dengan nama-Nya lah
singa dengan lelaki yang dimaksud adalah persamaan dalam hal kegagahan dan kelantangan suara
(M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2)
7
Yakni Isti’ârah yang tidak menyebutkan lafadz musyabbah bih melainkan
menggantinya dengan sifat-sifat yang lazim baginya. Seperti contoh, “Dan apabila kematian
(singa) sudah menancapkan kuku-kukunya, maka kau akan menemukan setiap jampi tidak
bermanfaat lagi”. Lafadz singa dibuang dan diganti dengan sifat yang lazim baginya, yaitu
“adzfar” (kuku-kuku) (M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2)
8
Yakni apabila lafadz yang digunakan berupa huruf, fi‟il atau isim musytaq, contoh:
“Dan akau pasti akanmenyalib mereka di batang-batang kurma” digunakan karena saking
tingginya (M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2)
9
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
10
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Ciputat: Lentera Hati, 2000), vol. I h. 11
11
M. Ali al-Sabuni, Rawai’ al-Bayan,h. 15
57
ٱىس ۡح ََٰ ِِ ه
ketika seseorang melafadzkan ٌٱىس ِح ِي ِت ۡس ٌِ هmaka maksudnya adalah: “Aku
ٱَّللِ ه
apapun dan aku memohon pertolongan-Nya dalam segala urusanku, sungguh Dia
ٱىس ۡح ََٰ ِِ ه
Kemudian pada lafadz selanjutnya "ٌٱىس ِح ِي " ه, dijelaskan oleh Gus Awis
Selanjutnya lafadz "ِ " ۡٱىح َۡد ُ ِ هَّلل, Gus Awis menjelaskan bahwa lafadz tersebut
fungsi dari alif lam ( )اهpada lafaz ُ ۡٱىحَۡ دadalah untuk mencakup keseluruhan
Allah membuka kitab-Nya dengan basmalah yaitu bagian dari pujian yang
Sedangkan dalam lafadz "ِ " ۡٱىحَۡ د ُ ِ هَّللmencakup beberapa macam konteks
()اٍس.14
Selanjutnya lafadz "ِ" ِ هَّلل, Gus Awis mengatakan bahwa lafadz ini dikhususkan
dengan huruf lam yang menunjukkan bahwa seluruh pujian khusus hanya untuk
Allah semata, karena Dia-lah pemilik pujian tersebut. Dengan demikian, jika
12
Muhammad „Ali al-Shabuni, Rawâi’ al-Bayân (Beirut: Maktabah al-Ghazali), h. 20
13
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
14
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
58
kiamat nanti seluruh kepemilikan dan kekuasaan akan hilang kecuali milik Allah,
ٱىسحۡ ََٰ ِِ ه
Selanjutnya lafadz "ٌٱىس ِح ِي " هbeliau menjelaskan bahwa dalam lafadz ini
karena rahmat adalah nikmat bagi yang membutuhkan, dalam ayat pertama
nikmat tidak disebutkan. Gus Awis juga menjelaskan perbedaan antara lafadz
Firman Allah " ُِ " ِإيهاك ّعۡ ثُد ُ ٗ ِإيهاك ّ ۡسح ِعيdijelaskan oleh Gus Awis bahwa di
Gus Awis juga memberikan keterangan terkait firman " ُِ " ٗإِيهاك ّ ۡسح ِعيyang
mana terdapat pengalihan kata ganti dari orang ketiga (ḏamîr ghayb) ke kata ganti
15
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
16
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
17
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 3
59
untuk orang kedua (ḏamîr mukhâṯab), dengan demikian seharusnya ayat tersebut
Selanjutnya beliau menjelaskan mengenai iltifat19 pada kalimat " إِيهاك ّعۡ ثُد ُ ٗإِيهاك
ُِ " ّ ۡسح ِعيyaitu huruf “kaf” pada lafadz إِيهاكyang mana jika dibaca kasrah maka akan
bentuk jama' dalam pengakuan sebagai sebatas hamba, sebagaimana dalam kitab
Tafsîr Munîr:20
“Penggunaan bentuk jama', tidak dengan mufrod pada " ُِإِيهاك ّعۡ ثُد ُ ٗإِيهاك ّ ۡسح ِعي
sendiri ketika bermunajat kepada-Mu, dan aku malu atas segala keterbatasanku
dan dosa-dosaku, tapi aku menyatukan munajatku kepada para mukmin dan
Mu.21
Kemudian dalam ayat "ٌص َٰسط ۡٱى َُ ۡسح ِقي ۡ ", Gus Awis menyebutkan bahwa
ّ ِ ٱٕ ِدّا ٱى
untuk mencapai hasilnya tetapi untuk kelangsungan dan kelanjutannya, yakni apa
yang telah Allah Ta'ala tetapkan kepada kita. Sedangkan dalam lafadz " ص َٰسط
ّ ِ ٱى
18
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 3
19
dalam kalimat terdapat lafadz yang apabila dirubah posisi atau i'rabnya maka akan
mengubah maknanya
20
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 3
21
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 3
60
ۡ
ٌ"ٱى َُ ۡسح ِقي terdapat isti’ârah tasrîhiyah 22
, yaitu agama yang benar.
Diperumpamakannya agama yang benar dengan jalan yang lurus menurut belaiu
karena adanya sisi keserupaan di antara keduanya yaitu meskipun Allah memiliki
kedudukan yang tinggi namun seorang mukmin yang meminta suatu pencapaian
para nabi dan orang-orang mukmin”. Dalam firman-Nya ٌۡ ِٖ أ ّۡعَۡ ث عي ۡيterdapat fann
al-muzalzil, yang mana jika ta' mukhâṯab dibaca ḏammah maka maknanya
Selanjutnya dalam firman Allah ِ ُ٘ص َٰسط ٱىهرِيِ أ ّۡعَۡ ث عي ۡي ِٖ ٌۡ غ ۡي ِس ۡٱىَ ۡغض
ب عي ۡي ِٖ ٌۡ ٗال ِ
ِضا ٓ ِىّي
ٱى ه, menurut Gus Awis didahulukannya orang-orang yang diberi nikmat
karena lebih utama dari pada orang yang dimurkai lagi sesat. Selain itu juga
untuk menunjukkan seni kesopanan. Beliau juga mengutip keterangan dari kitab
"Engkau telah memurkainya atau orang-orang yang Engkau sesatkan" yaitu untuk
22
Yakni Isti’ârah yang menggunakan lafadz musyabbah bih. Contoh: “Maka ia (wanita
cantik) mengucurkan mutiara (air mata yang bening) dari narjis (bola mata yang indah) dan
menyirami bunga mawar (pipi yang kemerah-merahan). Ia pun menggigit buah-buahan anggur
(jari jemari yang indah) dengan embun (gigi yang bersih)”.
23
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 3
24
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 4
61
mengajarkan adab seorang hamba kepada terhadap Allah. Dengan demikian, maka
merupakan ketetapan-Nya. 25
Sedangkan dalam firman ِضا ٓ ِىّي ِ ُ٘غ ۡي ِس ۡٱىَ ۡغض, Gus Awis menjelaskan
ب عي ۡي ِٖ ٌۡ ٗال ٱى ه
menghubungkan keburukan kepada yang dimurkai. Pendapat ini dikutip oleh Gus
Berdasarkan contoh yang telah penulis uraikan, akan tampak jelas bahwa
tersebut dengan menjelaskan sisi kebahasaan dari tiap kata secara ringkas dan
mudah dimengerti. Contoh lainnya juga dapat dilihat pada surat al-‘Alaq ayat 1-
5:27
25
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 4-5
26
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 5
27
Penulis mengambil contoh dari surat al-„Alaq dengan alasan bahwa ayat 1 sampai 5
dari surat ini merupakan ayat-ayat pembuka turunnya wahyu (yang pertama kali diturunkan, yaitu
di waktu Nabi Muhammad bertafakkur di gua Hira). Dinamai al-„Alaq (segumpal darah), diambil
dari perkataan‟Alaq yang terdapat pada yat kedua surat ini. Surat ini dinamai juga dengan iqra‟
atau al-Qalam.
62
ۡ ِۡٱقس ۡأ ت
Gus Awis menjelaskan mengenai firman Allah tentang ayat " ٱس ٌِ زتِّل ٱىهرِي
"خيقdan ayat setelahnya yaitu "ًُ " ۡٱقس ۡأ ٗزتُّل ۡٱۡل ۡمسyang merupakan kalam iṯnâb
ۡ ِ"ٱقس ۡأ ت
Sedangkan dalam ayat " ٱس ٌِ زتِّل ٱىهرِي خيق ۡ dan ayat setelahnya yaitu " ٌعيه
28
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 521
29
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 521-522
63
dan perhitungan dalam jual beli juga dapat dibatasi dengan jelas. 30
Seandainya bukan karena adanya tulisan, maka informasi sebuah zaman akan
lupa merupakan cacat terbesar yang dapat merasuk dan merusak urusan dunia dan
agama bagi manusia. Sehingga fungsi kitab bagi manusia adalah sebagai wadah
yang menjaga ilmu agar tidak hilang, sebagaimana wadah (bejana) yang menjaga
ringkas seperti beberapa contoh yang telah diuraikan di atas, akan banyak sekali
mekanisme yang ditempuh pada metode ijmâli, yang merupakan salah satu
(mujmal), tanpa uraian-uraian panjang lebar, dan berdasarkan urutan bacaan dan
susunan al-Qur‟an. Maka dapat dikatakan bahwa metode yang digunakan dalam
pengarang yang pada dasarnya merupakan sosok yang telah lama bergelut di
30
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 522
31
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 522
64
kata per kata dengan gamblang. Kemudian bahasa yang digunakan adalah bahasa
Arab dengan harapan nantinya kitab ini dapat menjadi salah satu rujukan tafsir
Sebagaimana disebutkan dalam bab III bahwa para pakar „ulûm al-Qur’ân
membagi corak tafsir ke dalam tujuh corak, di antaranya: corak tafsir bahasa dan
sastra, tafsir sufi, tafsir fiqhi, tafsir falsafi, tafsir „ilmi dan tafsir al-adâb al-
indikator yang ada, seperti: (1) Nama kitab yang diberikan pengarang yakni al-
Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân (ُ )اىشاٍو في تالغة اىقساsecara langsung telah memberi
informasi bahwa kitab ini akan sangat erat dengan pembahasan tentang balâghah.
(2) Kata pengantar kitab yang disampaikan oleh dua Profesor Linguistik Timur
Tengah yaitu Ahmad Darwish Ibrahim Muhammad (guru besar balaghoh dan
Al-Kurdi (guru besar kritik sastra modern di Universitas Kanal Suez).32 (3)
Referensi, dari sekian banyak referensi yang digunakan, Gus Awis lebih banyak
kitab, dalam kitab ini fokus bahasan tertuju pada balâghah. Maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa tafsir tersebut bercorak bahasa dan sastra sesuai dengan apa
yang disampaikan beliau dalam muqaddimah kitabnya, karena memang Gus Awis
32
Ahmad Darwis Ibrahim Muhammad, “Sambutan Ketua bidang Balaghah di Universitas
Dar al‟Ulum, Mesir pada Penerbitan al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân”, dalam al-Syâmil Fî
Balâghat al-Qur’ân dan Abd al-Rahim Muhammad al-Kurdi “Sambutan Ustadz al-Naqd wa al-
Adab al-‘Arabî al-Hadîs di Universitas Qanât al-Swîs, Mesir Penerbitan al-Syâmil Fî Balâghat al-
Qur’ân”, dalam al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân.
65
mempunyai basis keilmuan bahasa Arab. Namun demikian, dalam tafsirnya beliau
1. Sumber Penafsiran
Pada bab III telah dijelaskan bahwa sumber penafsiran terbagi menjadi dua.
Adakalanya bi al-ma’tsûr atau riwayat, yakni sumber yang terbatas pada riwayat
Rasulullah SAW, para sahabat, atau murid-murid mereka dari kalangan Tâbi’în
dan juga Tâbi’ al-Tâbi’în.34 Adapula bi al-ra’yi, yakni yang dalam menjelaskan
(istinbȃṯ) yang didasarkan pada ra‟yu (akal) semata.35 Tentu dengan syarat-syarat
Fâtihah dan surat al-‘Alaq, maka dapat disimpulkan bahwa penjelasan ayat-ayat
al-Qur‟an yang ditempuh oleh Gus Awis adalah berdasarkan ro’yunya sendiri. Hal
pada kajian kebahasaan kosa kata al-Qur‟an. Selain itu, dari beberapa contoh
penjelasan yang telah dianalisis oleh penulis juga tidak ditemukan adanya
menjelaskan kandungan makna ayat Gus Awis tidak serta merta menafikan
33
Dua indikator sebelumnya telah dibahas pada bab II
34
Yusuf Qardhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an (Jakarta: Gema Insan Press, 1999), h.
295.
35
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS, h.488.
66
Kemudian dilihat dari referensi yang digunakannya, Gus Awis juga banyak
mengutip pendapat dari para ahli yang berkompeten. Dalam bidang tafsir
misalnya, beliau banyak mengutip dari mufassir-mufassir senior seperti; tafsir al-
Bahr al-Muhîṯ karya Abû Hayyân Muhammad ibn Yusuf al-Andâlûsi, al-Wasîṯ fi
tafsîr al-Qur’an al-Mâjîd karya Abû al-Hasan „Ali ibn Ahmad al-Wahîdiy al-
al-Dîn, Badî’ al-Qur’ân karya Ibn Abî al-Usbu‟i, al-Tibyân fî I’râb al-Qur’ân
karya Abû al-Baqâ‟ al-„Akbari, Tsalâts Rasâil fî I’jâz al-Al-Qur’ân karya Abû
Sulaimân Hammad ibn Muhammad al-Khiṯâbi dan Abû al-Hasan „Ali ibn „Isâ al-
Ramâniy dan Abû Bakar „Abd al-Qâhar al-Jurjâny, al-Hujjah fî ‘ila al-Qirâ’ât al-
Sab’ karya Abû „Ali al-Fârisi, al-Tashîl li ‘Ulûm al-Tanzîl karya Abû al-Qâsim
Muhammad ibn Ahmad ibn Jazy al-Kalabi al-Gharnâṯi, Kitâb al-Badî’ karya Abû
al-„Abbâs „Abd Allâh ibn Mu‟taz, Badâi’ al-Fawâid karya Abû „Abd Allâh
Muhammad ibn al-Qayyim al-Jawziyah, Kitâb al-Fawâid al-Masyûq ilâ ‘Ulûm al-
Qur’ân wa ‘Ilm al-Bayân karya Abû „Abd Allâh Muhammad ibn al-Qayyim al-
terlihat bahwa beliau tidak hanya merujuk kepada tafsir-tafsir sebelumnya atau
36
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 591-592
37
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 591-596
67
kepada referensi yang berkaitan dengan ‘Ulûm al-Qur’ân saja melainkan genre
kitab yang sangat mendominasi dari rujukan yang diambil oleh Gus Awis adalah
kitab-kitab kebahasaan. Inilah salah satu indikator yang menguatkan bahwa kitab
2. Bahasan Penafsiran
Al-Qur‟an dari segi aspek sastra yakni dengan adanya analisis kebahasaan
terhadap asal kata, bentuk lafadz, penjelasan nahwu, saraf, qirâ’at, menggunakan
bait-bait sya‟ir Arab, dan perkembangan bahasa.38 Corak bahasa dan sastra dalam
al-Qur’ân dan Balâghat al-Qur’ân. Nah dalam hal ini, Gus Awis memfokuskan
tafsirannya di bidang balâghat al-Qur’ân baik itu ilmu ma’âny39, badî’40 dan
38
Lihat juga Anshori, majruul Qur’an Kaidah-Kaidah Memahami Firman Tuhan,
Ulinnuha (ed.) (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), cet I, h. 218.
39
Ilmu ini mempelajari tentang bagaimana kita mengungkapkan suatu ide atau perasaan
ke dalam sebuah kalimat yang sesuai dengan tuntutan keadaan. Bidang kajian ilmu ini meliputi:
kalâm dan jenis-jenisnya, tujuan-tujuan kalâm, wasl dan fasl, qasr, dzikr, dan hazf, ‘ijâz, musâwah,
dan itnâb.
40
Ilmu ini membahas tata cara memperindah suatu ungkapan, naik pada aspek lafadz,
maupun pada aspek makna. Ilmu ini membahas dua bidang utama, yaitu muhassinât lafdziyyah
dan muhassinât ma’nawiyyah.
41
Suatu ilmu untuk mengungkapkan suatu makna dengan berbagai uslub. Objek
pembahasan ilmu ini adalah uslub-uslub yang berbeda yang kemudian digunakan untuk
mengungkapkan suatu ide yang sama. Ilmu bayân berfungsi untuk mengetahui macam-macam
kaidah pengungkapan, sebagai ilmu seni untuk meneliti setiap uslub dan sebagai alat penjelas
rahasia balaghah. Kajiannya mencakup taysbih, majâz, dan kinâyah.
68
a. Ilmu Ma’âny
Musnad Ilaih, Musnad, Muta’alliqât al-Fi’li, Qasr, Insyâ’, Wasl dan Fasl, Îjâz,
Iṯnâb dan Musâwâh. Semua ilmu ini sangat penting untuk mengetahui perihal
kapankah ungkapan harus dalam bentuk taqdîm, ta’khîr, wasal, fasl, zikr, hadzf,
dan bentuk-bentuk lainnya. Berikut ini pengkategorian ilmu ma’âny dari surat al-
Berikut akan diurai secara lebih detil terkait ilmu Ma’âny yang terkandung
" ُِ " ِإيهاك ّعۡ ثُد ُ ٗ ِإيهاك ّ ۡسح ِعيdijelaskan oleh Gus Awis bahwa di dalamnya
terkandung taqdîm dan ta’khîr, yaitu mendahulukan objek (maf'ûl) dengan tujuan
lafadz إِيهاكdan setelah itu diulangi lagi, bertujuan untuk mendapatkan perhatian
dan juga sebagai pembatasan. Artinya: “Kami tidak beribadah kecuali kepada-Mu,
dan kami tidak bertawakkal kecuali hanya kepada-Mu.” Dan ini merupakan
para nabi dan orang-orang mukmin”. Dalam firman-Nya ٌۡ ِٖ أ ّۡعَۡ ث عي ۡيterdapat fann
42
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 3
43
Ibnu Katsir, Shahih Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2014),
Penerjemah: Abu Hasan Bashri, juz I, h. 82
70
al-muzalzil, yang mana jika ta' mukhâṯab dibaca ḏammah maka maknanya
Sedangkan dalam firman ِضا ٓ ِىّي ِ ُ٘غ ۡي ِس ۡٱىَ ۡغض, Gus Awis menjelaskan
ب عي ۡي ِٖ ٌۡ ٗال ٱى ه
menghubungkan keburukan kepada yang dimurkai. Pendapat ini dikutip oleh Gus
Kemudian Gus Awis menjelaskan mengenai firman Allah tentang ayat " ۡٱقس ۡأ
ۡ " ِتdan ayat setelahnya yaitu "ًُ " ۡٱقس ۡأ ٗزتُّل ۡٱۡل ۡمسyang merupakan
ٱس ٌِ ز ِّتل ٱىهرِي خيق
Kalam Iṯnâb sendiri adalah “Mendatangkan makna dengan ucapan yang lebih
banyak dari maknanya, sebab ada gunanya (bukan melantur).”47 Kemudian dalam
ۡ ِ"ٱقس ۡأ ت
ayat " ٱس ٌِ زتِّل ٱىهرِي خيق ۡ dan ayat setelahnya yaitu " ٌۡ ّسِ ٍا ى ٌۡ يعۡ ي ِ ۡ ٌ" عيه
َٰ ٱۡل
merupakan îjâz qasr yang menyimpan makna halus dari bentuk pendahuluan dan
pengakhiran (taqdîm-ta'khîr).
jâr majrûr (ِٔ )فِيyaitu dikarenakan penyebutan seperti itulah adalah penyebutan
yang paling utama. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kitab-kitab selain
perkiraan lafadz yang seharusnya menurut Gus Awis adalah ال زية في اّزاىٔ اٗ في
ٕٔدايح.49
b. Ilmu Badî’
Dalam penjabarannya ilmu badî’ mencakup banyak hal, akan tetapi secara
garis besar pembahasan ilmu badî’ tidak akan terlepas dari 2 hal yakni Badî’
Ma’nawi dan Badî’ Lafẕ. Berikut ini pengkategorian ilmu badî’ dari surat al-
Fann al-
5 Al-Fâtihah : 7 Badî’
muzalzil
Fann al-
6 Badî’
Ta'dîb
48
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 7
49
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 7
72
Fann al-
7 Al-Baqarah : 1 Badî’
Ittisâ’
Husn al-
8 Badî’
Iftitâh
9 Al-Baqarah : 2 Istikhdâm Badî’
Berikut akan diurai secara lebih detil terkait ilmu badî’ yang terkandung
ٱىس ۡح ََٰ ِِ ه
Pada lafadz "ٌٱىس ِح ِي " ه, dijelaskan oleh Gus Awis bahwa di dalamnya
terdapat fann al-Ta'dîd. Fann al-Ta'dîd atau tansîq al-Sifât yaitu mutakallim
mengucapkan kata-kata yang memiliki konteks yang sama, kebanyakan fann al-
tersebut tidak boleh di-„aṯafkan.50 Dengan demikian fann al-Ta'dîd dalam lafadz "
ٱىس ۡح ََٰ ِِ ٱ ه
ٌىس ِح ِي هyang „aṯaf-nya tidak mengikuti lafadz ِِ ََٰ ٱىس ۡح
" هyaitu lafadz ٌٱىس ِح ِي ه
keduanya terambil dari akar kata “rahmat”, al-Rahmân setimbang dengan (ُ)فعال
kepada kesinambungan. Sehingga tidak ada bentuk jamak dari kata al-Rahmân,
karena kesempurnaannya itu, dan tidak ada juga yang pantas dinamai al-Rahmân
kecuali Allah. Lain halnya dengan al-Rahîm yang dapat dijamak dengan ruhamâ’,
50
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
51
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
73
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat
terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kata al-Rahîm dapat
menjadi sifat Allah dan juga sifat makhluk. Demikian yang dijelaskan Quraish
Selanjutnya lafadz "ِ " ۡٱىح َۡد ُ ِ هَّلل, Gus Awis menjelaskan bahwa lafadz tersebut
mengandung unsur “yang lebih” ( )ٍثاىغةtentang pujian, hal ini disebabkan karena
keumuman fungsi dari Alif lam ( )اهpada lafadz ُ ۡٱىحَۡ دadalah untuk mencakup
keseluruhan ()االسحغسق.53 Hal senada juga dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam
tafsirnya, bahwa alif lam pada lafadz ُ ۡٱىحَۡ دdimaksudkan untuk istighraq yakni
untuk mencakup segala jenis dan bentuk pujian hanya bagi Allah semata.54
Pada lafadz "ِ" ِ هَّلل, Gus Awis juga mengatakan bahwa lafadz ini dikhususkan
dengan huruf lam yang menunjukkan bahwa seluruh pujian khusus hanya untuk
Allah semata, karena Dia-lah pemilik pujian tersebut. Dengan demikian, jika
52
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. I h. 33-34
53
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
54
Ibnu Katsir, Shahih Tafsir Ibnu Katsir (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2014),
Penerjemah: Abu Hasan Bashri, juz I, h.75
74
kiamat nanti seluruh kepemilikan dan kekuasaan akan hilang kecuali milik Allah,
Penjelasan mengenai fann al-muzalzil pada kalimat " ُِ" إِيهاك ّعۡ ثُد ُ ٗإِيهاك ّ ۡسح ِعي,
perubahan posisi kata atau i‟rab kata.56 Dengan demikian jika huruf “kaf” pada
perempuan). Gus Awis juga memberikan keterangan terkait firman " ُِ" ٗ ِإيهاك ّ ۡسح ِعي
yang mana terdapat pengalihan kata ganti dari orang ketiga (ḏamîr ghayb) ke kata
ganti untuk orang kedua (ḏamîr mukhâṯab), dengan demikian seharusnya ayat
Selanjutnya beliau menjelaskan mengenai iltifat58 pada kalimat " ِإيهاك ّعۡ ثُد ُ ٗ ِإيهاك
ُِ " ّ ۡسح ِعيyaitu huruf “kaf” pada lafadz ِإيهاكyang mana jika dibaca kasrah maka akan
Dalam ayat pertama surat al-Baqarah, Gus Awis mengatakan bahwa lafadz ٌاى
merupakan Fann al-Ittisâ’ yaitu salah satu kategori Îjâz yang berfungsi untuk
demikian lafadz ٌ اىyang merupakan huruf muqaṯṯa’ah atau juga disebut huruf
majâz memiliki kandungan makna yang sangat luas. Rasyad Khalifah berpendapat
55
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
56
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 3
57
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 3
58
dalam kalimat terdapat lafadz yang apabila dirubah posisi atau i'rabnya maka akan
mengubah maknanya
59
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 6
75
kemudian lam dan mim. Hal demikian berlaku pada setiap surat yang diawali
dengan huruf muqaṯṯa’ah, kecuali pada surat Yâsin. Kedua huruf yang dipilih
pada surat tersebut adalah huruf yang paling sedikit digunakan. Namun pendapat
dalam tafsir al-Misbâh.60 Ayat ini juga termasuk ayat-ayat mutasyâbihât yang
Gus Awis menjelaskan bahwa ayat kedua surat ini mengandung Husn al-
bersusulan dengan baik.62 Susunan tersebut terdiri dari beberapa jumlah yang
berturut-turut dan konsisten tanpa disertai huruf ‘aṯaf. Lafadz ذ ِىلdalam ayat
kedua merupakan isim isyârah yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang
letaknya jauh, isyarat jauh ini bertujuan untuk memberi kesan bahwa kitab suci ini
berada dalam kedudukan yang amat tinggi dan sangat jauh dari jangkauan
ُ ذ ِىل ْاى ِنح, Imam al-Râzi menjelaskan dalam Nihâyat al-Îjâz terkait
dari lafadz اب
seperti itulah adalah penyebutan yang paling utama. Dengan demikian dapat
keraguan.63
60
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. I h. 84
61
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 6
62
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 6
63
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 7
76
perkiraan lafadz yang seharusnya menurut Gus Awis adalah ال زية في اّزاىٔ اٗ في
ٕٔدايح.64
c. Ilmu Bayân
Objek kajian ilmu Bayân mencakup 3 macam kajian, yaitu Tasybîh, Majâz, dan
Bahasa Arab yang fasih, baik, dan benar. Dengan pengetahuan tersebut seseorang
Berikut ini ilmu Bayân yang terkandung dalam surat al-Fâtihah dan Al-Baqarah:
Berikut akan diurai secara lebih detil terkait corak tafsiran yang terkandung
64
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 7
65
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
77
Awis melalui catatan kaki. Dalam ilmu balâghah yang dimaksud dengan isti’ârah
telah dijelaskan oleh Ali Al-Jarim dan Musthofa Amin dalam bukunya al-
ا ِإل ْستِ َع َارةُ ِه َي ََمَ ٌاز َع ََلقَتُهُ الْ ُم َشابَ َهةُ َدائِ ًما
“Isti’ârah adalah majâz yang „alâqah-nya selalu musyâbahah”.
kukunya, maka kau akan menemukan setiap jampi tidak bermanfaat lagi”. Lafadz
singa dibuang dan diganti dengan sifat yang lazim baginya, yaitu “aẕfâr” (kuku-
kuku). Dan yang dimaksud dengan isti’ârah taba’iyyah adalah apabila lafadz
yang digunakan berupa huruf, fi‟il atau isim musytaq, contoh: “Dan aku pasti akan
agama yang benar. Diperumpamakannya agama yang benar dengan jalan yang
lurus menurut belaiu karena adanya sisi keserupaan di antara keduanya yaitu
meskipun Allah memiliki kedudukan yang tinggi namun seorang mukmin yang
pencapaian tersebut.69
66
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
67
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 2
68
Yakni Isti’ârah yang menggunakan lafadz musyabbah bih. Contoh: “Maka ia (wanita
cantik) mengucurkan mutiara (air mata yang bening) dari narjis (bola mata yang indah) dan
menyirami bunga mawar (pipi yang kemerah-merahan). Ia pun menggigit buah-buahan anggur
(jari jemari yang indah) dengan embun (gigi yang bersih)”.
69
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 3
78
Selanjutnya lafadz ِ ِى ْي َُح ه ِقيًٙ ُٕدdalam ayat kedua merupakan Majâz ‘Aqli,
bukan sebenarnya karena adanya „alaqah serta qarînah (susunan kalimat) yang
yang bertaqwa. Kemudian lafadz ًٙ ُٕدdalam ayat ini merupakan lafadz tankîr
71
yang berfungsi sebagai tafkhîm (pengagungan). Gus Awis juga mengatakan
bahwa ayat ِ ِى ْي َُح ه ِقيًٙ ُٕدmerupakan Iktifâ’72 maksudnya adalah tidak disebutkannya
suatu kata karena telah diketahui padanannya, sehingga penyebutan salah satunya
sudah mewakili keduanya.73 Gus Awis menjelaskan dalam kitabnya bahwa objek
sasaran ayat ini yang sesungguhnya adalah untuk seluruh manusia (bukan hanya
70
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 7
71
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 7
72
Iktifa’ merupakan salah satu jenis Ijaz bi al-Hadzf
73
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 7
74
M. Afifudin Dimyathi, al-Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân, h. 7
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syâmil Fî Balâghat al-Qur’ân adalah metode ijmâli, yang merupakan salah satu
(mujmal), tanpa uraian-uraian panjang lebar, dan berdasarkan urutan bacaan dan
didasarkan pada ra’yu (akal). Sedangkan dilihat dari fokus penjelasannya, corak
yang digunakan dalam kitab ini yaitu corak balâghah (Bahasa dan Sastra),
pernyataan ini sesuai dengan analisis penulis terhadap beberapa indikator yang
ada dan juga sesuai dengan paparan pengarang dalam muqaddimah kitabnya.
B. Saran-saran
Al-Qur’an ibarat sumber mata air yang tak mengenal kering untuk digali
sampai hari kiamat. Al-Qur’an semakin kita kaji lebih dalam isinya, maka akan
penulis dalam penelitian ini, melahirkan ruang bagi siapa saja untuk dapat
mengkaji perkembangan tafsir al-Qur’an lebih mendalam lagi dari pada penelitian
79
80
yang penulis lakukan, terlebih yang fokus dalam bidang balâghah. Untuk itu ada
nilainya, sebagai bukti tonggak sejarah karya ulama Nusantara dan harus
2. Secara praktis, penelitian ini bisa dijadikan bahan rujukan bagi peneliti-
Aminah, St. Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Semarang: CV. Assyifa‟,
1993.
Amir, Mafri dan Lilik Ummi Kultsum. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat:
Litbang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-
Qur’an dan Tafsir. Semarang: Pustaka Rizqi Putra, 2009.
Bakr, Jalâl al-Dîn „Abd al-Rahmân Abi. al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Bairut: Dar
al-Kutb al-„Ilmiah, 2007.
81
82
Ghafur, Saiful Amin. Profil Para Mufassir. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008.
Hadi, Nur. “Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzhim karya Raden Penghulu Tabshir Al-
Anam Karaton Kasunanan Surakarta. Studi Metode dan Corak Tafsir)”
(tesis UIN Surakarta, 2017.
HSB, Aminah Rahmi Hati. “Metode dan Corak Penafsiran Imam Al-Alusi
Terhadap Al-Qur’an”. Skripsi UIN Sultan Syarif Kasim, 2013.
IMZI, Husnul Hakim. Ensiklopedia Kitab-Kitab Tafsir. Depok: Lingkar Studi Al-
Qur‟an, 2013.
Al-Jarim, Ali & Musthafa Amin. Al-Balaghah al-Wadhihah. Kairo: Dar al-
Ma‟arif, tt
Katsir, Ibnu. Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Penerjemah: Abu Hasan Bashri. Jakarta:
Pustaka Ibnu Katsir, 2014.
Miswar, Andi. Tafsir Al-Qur‟an Al-Majid “Al-Nur” Karya T.M. Hasbi Al-
Shiddieqy (Corak Tafsir berdasarkan Perkembangan Kebudayaan Islam
Nusantara). Jurnal Adabiyah vol. XV Nomor 1/ 2015.
Al-Muhtasib, Abdul Majid Abusssalam. Visi dan Paradigma Tafsir Al-Qur’an
Kontemporer Terj. Maghfur Wahid, Al-Izzah. Bangil-Jawa Timur, 1997.
Mulyono, Anton M. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1990.
83
. . . . . . . Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakkkir As. Jakarta: Litera Antar Nusa,
2001.
Rohimin. Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, Cet I, 2007.
Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah,
2007.
Al-Sâlih, Subhi. Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân. Beirut-Lubnan: Dar al-„ Ilm li al-
Malayin, 1988.
Al-Shiddieqy, Hasbi. Ilmu Al-Qur’an & Tafsir. Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putra, 2002.
Siti, Neng. “Analisis Balaghah tentang Faedah Kalam Khobari dalam Al-Qur’an
(Surah Ali-Imran).” Skripsi UIN Suska, 2014.
Syibromlisi, Faizah Ali & Jauhar Azizy. Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern
Taufiq, Abdul Rahman. “Studi Metode dan Corak Tafsir Al-Huda, Tafsir Qur’an
Bahasa Jawi Karya Brigjen (Purn.) Drs. H. Bakri Syahid.” Skripsi, UIN
Syarif Hidayatullah, 2017.
Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad Shalih dkk. Syarah Pengantar Studi Ilmu Tafsir
Ibnu Taimiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014.
Zayd, Nashr Hamid Abu. Tekstualitas al-Qur’an Kritik terhadap Ulumul Qur’an,
Terjemahan oleh Khoiron Nahdliyyin. Yogyakarta: Al-Arobi, 2002.
Al-Zuhaili, Wahbah. Ushul al-Fiqh al-Islamy, jilid I. Beirut: Dar al-Fikr, 1997.