Anda di halaman 1dari 23

DEPARTEMEN PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS

GIGI TIRUAN SEBAGIAN LEPASAN

Oleh:

Nama : Masita Fajriani


NIM : J014201060
Pembimbing : Dr. drg. Ike Damayanti Habar, Sp.Pros(K)

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Kehilangan gigi pada seseorang akan menimbulkan berbagai gangguan pada


orang tersebut. Kehilangan gigi yang tidak segera diganti akan menyebabkan
terjadinya rotasi, migrasi, ekstrusi dari gigi yang ada, resorbsi tulang alveolar serta
edentulos yang tersedia menjadi sempit. Kondisi tersebut tentu saja dapat
mengganggu sistem mastikasi. Berdasarkan Riset KesehatanDasar (Riskesdas)
disebutkan bahwa,kasus kehilangan gigi di Indonesia masih perlu mendapatkan
perhatianyang serius. Kasus kehilangan gigi pada usia 65 tahun ke atas
mencapai17,6%, sedangkan target WHO 2010 untuk kasus kehilangan gigi
hanyasebesar 5% (Depkes RI, 2007).
Pasien lebih memilih menggunakan gigi tiruan jembatan untuk menggantikan
kehilangan satu atau dua gigi karena faktor kenyamanan, estetik, dan biaya yang
relatif lebih murah dibandingkan implan gigi.3 Gigi tiruan jembatan (GTJ)
merupakan suatu jenis gigi tiruan sebagian yang dilekatkan secara tetap pada satu
atau lebih gigi penyangga, dan mengganti satu atau lebih dari satu gigi yang
hilang.4 Gigitiruan jembatan (GTJ) / fixed partial denture adalah gigi tiruan
sebagian yang dilekatkan secara permanen pada gigi penyangga untuk
menggantikan gigi yang hilang.1
Tujuan pembuatan gigi tiruan jembatan adalah untuk memulihkan daya
kunyah (masticating efficiency) yang menjadi kurang karena hilangnya satu atau
lebih gigi. Selain itu juga untuk memperbaiki estetika,
memelihara/mempertahankan kesehatan gusi, memulihkan fungsi fonetik
(pengucapan), serta mencegah terjadinya pergeseran gigi keruangan yang kosong
akibat kehilangan gigi berupa migrasi, rotasi, miring, atau ekstrusi.
BAB II
PENATALAKSANAAN KASUS
2.1 Kasus
Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke Rsgm dengan keluhan sulit
mengunyah makanan sisi kiri & ingin dibuatkan gigi tiruan yg tidak dapat
dilepas. Pemeriksaan intra oral: gigi hilang 26.
2.2 Gigi Tiruan Jembatan (GTJ)
1. Definisi
Gigi tiruan jembatan (GTJ) atau Fixed Partial Denture atau Bridge
merupakan suatu protesa sebagian yang dilekatkan secara tepat pada satu
atau lebih gigi penyangga dan menggantikan satu atau lebih gigi yang
hilang. Gigi tiruan jembatan juga didefinisikan sebagai gigi tiruan yang
dicekatkan pada gigi penyangga dan didukung sepenuhnya oleh gigi
pendukungnya.
2. Komponen Gigi Tiruan Jembatan (GTJ)
Komponen – komponen gigi tiruan jembatan antara lain :

Gambar Komponen Gigi Tiruan Jembatan


a. Pontik
Pontik merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan
gigi asli yang hilang. Keberhasilan atau kegagalan dari suatu GTC
sebagian besar tergantung dari desain pontik. Desain ini harus dapat
mencakup; fungsi, estetis, kuat, mudah dibersihkan, kepuasan pasien
dan memelihara kesehatan jaringan di bawahnya. Klasifikasi Pontik
yakni sebagai berikut:
- Berdasarkan Kontak Mukosa
1) Kontak dengan mukosa terbagi 4 yaitu saddle/ridge lap, ridge lap
modifikasi,Conical/egg shaped/bullet-shaped/heart-shaped dan
ovate.
2) Tanpa kontak dengan mukosa, yaitu yaitu pontik sanitari dan
sanitari modifikasi.

(A)

(B)

Gambar (A) Pontik Sanitari; (B) Pontik Sanitari Modifikasi


- Berdasarkan Bahan yang Digunakan
1) Metal dan keramik
2) All metal
3) Metal & resin akrilik
4) All acrylic resin
- Berdasarkan Metode Fabrikasi
1) Costume pontik
2) Prefabricated pontik
3) Flat backs
4) Trupontics
5) Long pin facing
6) Reverse pin facing
7) Modified pin facing
Terdapat beberapa persyaratan dari pontik yakni sebagai berikut
- Dapat menahan daya kunyah atau daya gigit.
Ini berarti suatu pontik harus kaku (rigid) dan tidak boleh membengkok
atau patah akibat tekanan daya kunyah. Suatu pontik harus mempunyai
kekerasan permukaan yang cukup untuk menahan kikisan (atrisi) gigi
lawan.
- Mempunyai estetika yang baik.
Pontik anterior terutama bagian bukal dan labial, harus mempunyai
bentuk dan ukuran anatomis dari gigi asli yang digantinya. Warna dari
bagian luar pontik (facing) harus sama dengan warna gigi asli lainnya.
- Tidak menyebabkan iritasi pada gusi.
Syarat ini berhubungan erat dengan bahan yang dipakai untuk membuat
pontik, bentuk pontik dan posisi pontik terhadap gusi.
- Mudah dibersihkan.
Oral hygiene yang tidak diperhatikan merupakan sebab utama dari
peradangan gusi dan gangguan-gangguan periodontal. Oleh karena itu
pontik harus dibuatsedemikian rupa sehingga sisa-sisa makanan tidak
mudah berkumpul membusuk.
- Beban tidak berlebihan.
Desain pontik tidak boleh menyebabkan beban yang berlebihan pada
gigi abutment. Hal di atas dapat terjadi, kalau permukaan oklusalnya
terlampau lebar. Untuk mengurangi beban tersebut, lebar buko-
lingualnya dikurangi.
b. Retainer
Retainer direkatkan dengan semen pada gigi penyangga yang telah
dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi dan retensi.
Tipe-tipe retainer :
- Tipe dalam dentin (intra coronal)
Preparasi dan badan retainer sebagian besar ada di dalam dentin atau
di dalam badan mahkota gigi.
- Tipe luar dentin (extra coronal)
Preparasi dan bidang retensi sebagian besar ada di luar badan
mahkota gigi.
- Tipe dalam akar
Preparasi dan bidang retensi sebagian besar ada di dalam saluran
akar.
c. Konektor
Konektor adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor
harus dapat mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi.
Konektor terbagi atas :
- Rigid digunakan untuk yang memerlukan efek splinting maksimal.
Sifatnya kuat dan mudah dibersihkan. Ada yang cast dan solder.
- Non rigid digunakan untuk kasus jika ada gigi penyangga yang tidak
sejajar inklinasinya. Dapat juga digunakan untuk immediate
abutment. Dapat mengurangi efek ungkit dari gigi peyangga. Namn
jenis konektor ini memiliki efek splinting yang minimal, sulit dalam
pembuatan, dan dapat patah.
d. Abutment
Abutment adalah gigi peyangga merupakan gigi asli yang digunakan
sebagai tempat diletakkannya gigi tiruan jembatan.
3. Indikasi dan Kontraindikasi Gigi Tiruan Jembatan (GTJ)
a. Indikasi GTJ
- Gigi peyangga tidak boleh goyang dan mepunyai kedudukan sejajar
dengan gigi lainnya.
- Luas permukaan selaput periodontal dari gigi peyangga sama atau
lebih besar dari luas permukaan selaput periodontal dari gigi yang
akan diganti.
- Pasien yang berusia di atas 17 tahun.
- Gingiva dalam keadaan sehat.
- Gigi yang memerlukan restorasi.
- Pasien mengeluhkan gangguan bicara.
b. Kontraindikasi GTJ
- Hyperplasia gingiva.
- Individu dengan OH yang buruk.
- Indeks karies yang tinggi.
- Tekanan kunyah yang abnormal.
- Keadaan atau posisi gigi antagonis yang abnormal.
4. Macam-Macam Gigi Tiruan Jembatan
a. Fixed-Fixed Bridge
Bridge yang konektornya bersifat rigid/kaku. Bisa digunakan pada gigi
anterior/pasterior. Konektor dikerjakan dengan pematrian/soldering atau
one piece casting.
b. Fixed Movable Bridge
Bridge yang konektornya yang satu rigid dan yang satunya non
rigid/movable (bisa bergerak). Sifat-sifat individu gigi secara alami
mempunyai individual movement. Movable berfungsi untuk meredam
tekanan (stress breaker).
c. Spring bridge
Bridge yang mempunyai pontik jauh dari retainer dan dihubungkan
dengan palatal bar. Indikasi : pada kasus di mana gigi anterior terdapat
diastema (kasus yangmengutamakan estetis).
d. Cantilever Bridge
Satu ujung Bridge melekat secara rigidlkaku pada retainer sedang ujung
yang lain bebas/menggantung. Biasanya dibuat pada pasien yang
menghendaki sedikit jaringan gigi asli yang dikurangi tetapi tetap tidak
lepas dari kriteria retensi dan stabilisasi.
e. Compound Bridge
Kombinasi dari 2 tipe Bridge

2.3 Penatalaksanaan Kasus


Kunjungan Pertama
1. Pemeriksaan Subjektif
a. Informasi Pasien
1) Nama pasien
2) Usia / jenis kelamin
3) Alamat
4) Pekerjaan
5) Nomor rawat jalan
6) Nomor telepon.
b. Keluhan utama
Kelihatan utama merupakan alasan utama pasien untuk mencari
pengobatan yang harus dianalisis terlebih dahulu dengan akurat.
Keluhan utama bisa berupa ciri yang jelas, atau perlu diperiksa dengan
cermat untuk mengungkapkan masalah dan penyakit yang tidak disadari
pasien; namun demikian, pasien menganggap keluhan utama sebagai
masalah utama atau satu-satunya yang penting. Oleh karena itu, ketika
rencana perawatan komprehensif diusulkan, perhatian khusus harus
diberikan pada bagaimana keluhan utama dapat diselesaikan. Dokter
yang tidak berpengalaman yang mencoba meresepkan rencana
perawatan yang "ideal" dapat dengan mudah melupakan tujuan awal
pasien. Pasien kemudian menjadi frustasi karena dokter gigi tampaknya
tidak mengerti atau tidak ingin memahami sudut pandang pasien.
Keluhan utama biasanya termasuk dalam salah satu dari empat kategori
berikut:
1) Nyaman (sakit, sensitif, bengkak )
2) Fungsi (kesulitan dalam pengunyahan atau ucapan)
3) Sosial (rasa atau bau tidak enak)
4) Penampilan (gigi atau restorasi yang retak atau tidak menarik,
perubahan warna)
c. Riwayat Medik: apakah ada penyakit sistemik, sedang dalam perawatan
dokter umum atau tidak, pernah menjalani perawatan bedah/radioterapi,
alergi makanan/obat.
d. Riwayat Dental
Riwayat kedokteran gigi yang perlu ditanyakan meliputi:
- Riwayat penyakit periodontal
- Riwayat restorasi dan perawatan saluran akar gigi
- Riwayat ortodontik
- Riwayat pencabutan gigi
- Riwayat penggunaan gigi tiruan
- Riwayat radiografi
- Riwayat temporomandibular joint disorder
e. Riwayat Keluarga: berkaitan dengan problem herediter.
f. Riwayat Sosial: keadaan sosio-ekonomi pasien, pasien bepergian keluar
negeri (berkaitan dengan penyakit infeksi dibeberapa daerah tertentu).
2. Pemeriksaan Objektif 6
1) Ekstraoral
Pemeriksaan sebaiknya dimulai dengan pemeriksaan profil, bentuk dan
kesimetrisan wajah, mata, bibir, hidung, telinga, pergerakan rahang saat
membuka dan menutup mulut, palpasi kelenjar getah bening, palpasi
TMJ dan otot pengunyahan serta kebiasaan buruk pasien.
a. Profil Wajah : Normal
b. Bentuk Wajah : Ovoid
c. Mata : Simetris
d. Hidung : Simetris
e. Telinga : Simetris
f. Bibir : Simetris
g. TMJ : T.A.K
h. Kelenjar limfe submandibular:
• Kanan : teraba, lunak, tak sakit
• Kiri : teraba, lunak, tak sakit
2) Intraoral
a. Keadaan umum
a) Kebersihan Mulut
Kebersihan mulut yang menyebabkan timbulnya pelbagai
penyakit periodontal, karena itu perawatan periodontal hendaknya
mendahului pemberian perawatan prostodontik. Dengan kata
lain, penderita yang akan dibuatkan protesa sebagian lepasan ,
keadaan kebersihan mulutnya harus dalam keadaan baik.
b) Mukosa mulut
Adanya kelainan, iritasi, atau keadaan patologik pada jaringan
mukosa mulut hendaknya diperiksa dengan seksama
b. Vestibulum
Dalam atau dangkalnya vestibulum mempengaruhi retensi dan
stabilitasi geligi tiruan. Pemeriksaan dilakukan pada regio posterior
dan anterior, terutama pada bagian yang tak bergigi. Pengukuran
dimulai dari dasar fornix sampai pundak ridge, sedangkan pada
daerah yang masih ada giginya, dari dasar fornix sampai ke tepi
ginggiva.
c. Frenulum
Pemeriksaan frenulum meliputi tnggi rendahnya perlekatan masing –
masing. Frenulum lingualis pada rahang bawah dan frenulum labialis
pada rahang atas / bawah merupakan struktur yang perlekatan sering
kali dekat dengan puncak residual ridge. Perlekatan semacam ini
akan mengganggu penutupan tepi (seal) dan stabilitas geligi tiruan.
Letgak perlekatan frenulum dapat digolongkan :
a) Tinggi : Bila perlekatannya hampir sampai ke puncak residual
ridge
b) Sedang : Bila perlekatannya kira – kira di tengah antara puncak
ridge dan fornix.
c) Rendah : bila perlekatannya dekat dengan fornix
d. Kedudukan processus alveolaris
Kedudukan processus alveolar rahang atas dan bawah dilihat dalam
jurusan sagital dan transversal.
e. Bentuk Palatum
Bentuk palatum keras dibagi menjadi quadratic, ovoid, tapering.
Bentuk lengkung palatum seperti huruf U/ Kuadratik adalah yang
paling menguntungkan. Bentuk ini memberikan stabilitas dalam
jurusan vertikal maupun horzontal, sebaliknya dari bentuk palatum
seperti huruf V / Tapering yang retensinya paling buruk.
f. Torus palatinus
Tonjolan ini digolongkan menjadi torus yang besar dan yang kecil .
tonjolan yang biasanya merupakan kelainan kongenital ini
permukaannya licin dan tidak begitu sakit bila mendapat tekanan,
dibanding exostosis. Torus ini merupakan hambatan utama bagi
kenyamanan pemakaian geligi tiruan, karena mukosa yang terdapat
diatas torus pada umunya tipis dan mudah kena trauma. Pada rahang
atas daerah torus biasanya dirilif atau bila hal ini tak mungkin
dilakukan, bagian ini dibebaskan dari penutupan plat protesa.
g. Exostosis
Exostosis merupakan tonjolan tulang yang tajam pada prosessus
alveolaris dan menyebabkan rasa sakit pada pemakaian protesa. Pada
tonjolan yang tajam dan besar, sehingga rilif tidak dapat
mengatasinya, maka perlu tindakan bedah.
3. Pemeriksaan Penunjang6
Radiografi memberikan informasi penting untuk melengkapi pemeriksaan
klinis. Radiografi peiapikal memberikan informasi detail akan dukungan
tulang dan morfologi akar setiap gigi yang sangat penting untuk
membangun rencana perawatan prostodontik cekat.
4. Status Gigi Geligi
5.

Diagnosis dan Rencana Perawatan


a. Diagnosis : Edentulous parsialis Klasifikasi Kennedy kelas III
b. Rencana perawatan:
Setelah dilakukan pemeriksaan objektif dan subjektif serta penegakan
diagnosis maka rencana perawatan yang diberikan pada daerah
edentulous gigi 26 yaitu pembuatan gigi tiruan dengan menggunakan
gigi tiruan jembatan porcelain fuse to metal tipe fixed fixed bridge
dengan gigi penyangga pada gigi 25 dan 27, jenis retainer extracoronal
retainer berbentuk mahkota penuh dan tipe pontik conical.

6. Penandatanganan Inform Consent


Setelah menjelaskan diagnosis dan rencana perawatan kepada pasien,
seorang klinisi wajib meminta persetujuan dari pasien sebelum melakukan
prosedur perawatan.

7. Pencetakan Pendahuluan dan Pembuatan Model Studi


a. Instrumen dan bahan
- Sendok cetak edentulous dan sendok cetak bergigi
- Rubber bowl dan spatel
- Gelas takar
- Bahan cetak irreversible hydrocolloide dan air
- Handscooen, masker dan baju kerja
- Dental bip
- Desinfektan (glutaraldehide atau iodophor)
- Dental stone type IV atau dental plaster
b. Prosedur Pencetakan
- Mempersiapkan alat dan bahan.
- Kenakan alat pelindung diri.
- Instruksikan pasien untuk duduk dengan nyaman dan kepala tegak.
- Instruksikan pasien untuk berkumur terlebih dahulu.
- Pilih sendok cetak yang tepat dengan rongga mulut pasien.
Idealnya, sendok cetak harus menutupi seluruh denture-bearing
area dan menyisakan ruang yang sama beberapa millimeter antara
sendok cetak dan mukosa rongga mulut.
- Campurkan alginat dan air pada rubber bowl, aduk hingga
konsistensinya homogen mengunakan spatel. Untuk perbandingan
alginat dan air disesuaikan aturan pabrik.
- Masukkan bahan cetak pada sendok cetak, kemudian
permukaannya dihaluskan dengan handscoen yang telah dibasahi.
Lalu sendok cetak dimasukkan ke dalam mulut pasien.
- Pada RB: sendok cetak dimasukkan dari arah depan kanan pasien.
Pertama masukkan salah satu sudut sendok cetak ke dalam mulut,
lalu putar posisi sendok cetak. Lakukan pencetakan pada gigi geligi
dan pasien instruksikan untuk mengangkat lidahnya, dan tangan
operator memfiksasi sendok cetak.
- Pada RA: sendok cetak dimasukkan dari arah belakang pasien.
Sendok cetak ditekan dari belakang kedepan dan tangan operator
memfiksasi sendok cetak. Instruksikan pasien untuk bernafas
melalui hidung dan sedikit menundukkan kepala.

(A) (B)
Gambar (A) Posisi mencetak rahang bawah; (B) Posisi mencetak
rahang atas
- Keluarkan sendok cetak setelah bahan cetak setting, lalu bersihkan
dan desinfeksi hasil cetakan.

c. Pembuatan Model Studi


- Untuk memastikan akurasi, penuangan harus dilakukan 15 menit
setelah cetakan dikeluarkan dari mulut.
- Cetakan di sejajarkan posisinya dengan meja.
- Campurkan bahan dental stone ADA type IV dengan air sesuai
rekomendasi pabrik di dalam rubber bowl dan aduk hingga
homogen menggunakan spatel.
- Setelah pencampuran, sejumlah kecil bahan ditambahkan pada satu
lokasi (misalnya, aspek posterior salah satu gigi geraham) untuk
membantu meminimalkan pembentukan gelembung. Bahan
biasanya dituangkan dalam tiga lapis. Lapisan pertama harus
memiliki campuran bahan yang lebih cair. Campuran bahan harus
ditempatkan di ujung distal cetakan dan dibiarkan mengalir ke
daerah lainnya. Kemudian cetakan harus ditempatkan pada vibrator
untuk menghindari pembentukan gelembung udara. Konsistensi
campuran bahan kedua harus sedikit lebih kental dan campuran
bahan terakhir dituangkan menggunakan base former.
- Untuk hasil terbaik, model harus dipisahkan dari cetakan, 1 jam
setelah dituang.
8. Penentuan Warna Gigi Tiruan
Penentuan warna gigi tiruan dilakukan menggunakan Shade Guide (VITA
Classical) dengan prosedur sebagai berikut:5
- Penyesuaian Hue
Hue didefinisikan sebagai variasi warna tertentu. Hue dari sebuah objek
dapat berupa warna merah, hijau, kuning, dan ditentukan oleh panjang
gelombang cahaya yang dipantulkan atau ditransmisikan yang diamati.
Pemilihan hue dilakukan dengan mencocokkan sampel pada chroma
tertinggi (misalnya A4, B4, C4, dan D3) dengan gigi yang memiliki
chroma yang tinggi (servikal kaninus)

Gambar Penentuan hue dengan pencocokan sampel chroma tertinggi


dengan warna chroma tertinggi pada gigi

- Pemilihan Chroma
Setelah hue dipilih, selanjutnya lakukan pencocokan chroma. Chroma
didefinisikan sebagai intensitas dari hue. Istilahnya saturasi dan chroma
digunakan secara bergantian di kedokteran gigi dan keduanya berarti
kekuatan hue tertentu atau konsentrasi pigmen. Misalnya, jika hue B
ditentukan sebelumnya, maka terdapat empat gradasi dari hue yang
dapat dipilih antara lain B1, B2, B3, dan B4.

Gambar Penentuan chroma dari variasi yang ada pada hue

- Pemilihan Value
Value didefinisikan sebagai terang atau gelap relatif dari sebuah warna
atau kecerahan suatu objek. Kecerahan suatu benda adalah konsekuensi
langsung dari jumlah energi cahaya yang dipantulkan atau dipancarkan
benda. Value ditentukan dengan menggunakan sampel yang tersusun
dalam urutan tingkat kecerahan.
Gambar Susunan value pada shade guide digunakan untuk memeriksa
kecerahan gigi

9. Preparasi Gigi Abutment8


a. Instrumen dan Bahan
- Handpiece High Speed
- Oral Diagnostic Set
- Bur untuk Preparasi
- Spoit 3 cc dan anestetikum 1 ampul (pehacain)
- Povidone iodine
- Cotton roll
b. Prosedur preparasi gigi molar pertama permanen
- Pembuatan saluran orientasi dengan bur round end taper dan
pengurangan oklusal sebanyak 1-1,5 mm
- Bevel pada cusp fungsional dan cusp non fungsional dengan bur
round end taper berujung bulat.
- Preparasi bagian bukal dan lingual dengan bur torpedo.
- Preparasi proksimal dengan bur short needle bur.
- Preparasi akhiran servikal dengan bentuk chamfer dengan bur
torpedo
- Membuat saluran orientasi pada daerah bukal
c. Prosedur preparasi gigi premolar kedua permanen
- Pengurangan oklusal sebanyak 2 mm dengan bur intan taper
berujung bulat.
- Buat bevel pada fungsional cusp dengan bur intan taper berujung
bulat
- Buat depth guide dengan bur taper berujung datar dengan
kedalaman 1,5 mm.
- Preparasi fasial dengan bur taper berujung datar
- Preparasi aksial dengan bur short needle.
- Preparasi lingual dengan bur torpedo.
- Buat akhiran shoulder pada bukal dan chamfer pada lingual.
Akhiran shoulder pada bukal ditambahkan dengan bevel gingival.
10. Retraksi Gingiva8
- Isolasi gigi yang telah dipreparasi menggunakan cotton roll,
tempatkan saliva ejektor, dan keringkan area kerja menggunakan
semprotan udara.
- Potong cord sesuai dengan panjang yang dibutuhkan untuk melingkari
gigi.
- Celupkan cord pada larutan atrigen dan peras kelebihannya dengan
menggunakan kasa persegi. Cord yang sebelumnya diresapi dapat
dikeringkan tetapi harus sedikit dibasahi di tempat segera sebelum
dikeluarkan dari sulkus, untuk mencegah epitel sulkular tipis
menempel dan robek saat dilepas.
- Putar cord dengan erat untuk memudahkan penempatannya.
- Lingkarkan cord di sekitar gigi, dan dorong perlahan ke dalam sulkus
dengan alat yang sesuai.
11. Pencetakan Model Kerja10
Pencetakan model kerja dilakukan menggunakan double-mix putty wash
technique.
a. Instrumen dan bahan
- Sendok cetak
- Heavy body (Putty)
- Polyvinyl Siloxane
b. Prosedur pencetakan
- Ambil base dan catalyst putty dengan ukuran yang sama
menggunakan sendok yang ditentukan. Lalu campur hingga
homogen
- Letakkan pada sendok cetak dan lakukan pencetakan
- Setelah setting kemudian dikeluarkan dari mulut pasien
- Aduk base dan catalyst dari light body (perbandingan 1 : 1),
masukkan dalam sendok cetak tadi dan sebagian ditaruh ke
sekeliling gigi yang bersangkutan kemudian lakukan pencetakan
12. Try In GTJ Sementara8
- Lepaskan restorasi sementara, hemostat atau Backhaus towel clamp
diposisikan secara hati-hati pada daerah bukal dan permukaan lingual
restorasi sementara, dan digerakkan ke arah bukolingual untuk
melepaskan ikatan bahan luting. Special band remover juga dapat
digunakan.
- Semen yang tersisa pada permukaan gigi abutment dibersihkan
menggunakan sonde lalu dilakukan tindakan profilaksis menggunakan
air dan pumice.
- Lalu bilas gigi abutment dengan air dan keringkan
- Try-in gigi tiruan jembatan pada gigi abutment lalu lakukan evaluasi
sebagai berikut:
• Retensi
• Stabilitas
• Oklusi
13. Insersi GTJ Sementara8
- GTJ dibersihkan dan disterilkan lalu dikeringkan, gigi yang akan
dipasangi GTJ juga dikeringkan. Semen sementara (Zink Oksida
Eugenol) atau Fletcher diaduk sesuai dengan konsistensinya dan
dioleskan pada gigi yang dipreparasi dan bagian dalam GTJ.
- GTJ dipasang dengan tekanan maksimal, cotton roll diletakkan di atas
GTJ dan diinstruksikan menggigit beberapa menit.
- Pemeriksaan oklusi dan estetis, finisihing line harus menutup.
- Instruksikan pada pasien untuk menjaga kebersihan mulutnya dan
diminta untuk tidak  makan atau menggigit makanan yang keras
dahulu. Pasien diintruksikan untuk datang satu minggu kemudian
untuk penyemenan permanen GTJ
14. Try In GTJ Permanen
Try-in dan melihat kontak oklusi dan bagian proximal menggunakan
articulating paper. Pemeriksaan retensi, stabilisasi dan oklusi.
15. Insersi GTJ Permanen
a. Instrumen dan Bahan
- Alat oral diagnostic
- Dental floss
- Cotton rolls, saliva ejector
- Air, pumice, prophylaxis cup, dan low-speed handpiece
- GIC tipe I (luting cement)
- Glass slab, paper pad dan spatula semen
- Wooden stick
b. Prosedur Insersi Permanen
- Sebelum sementasi, periksa kebersihan semua permukaan
preparasi gigi abutment. Bersihkan bahan luting sementara
dengan menggunakan pumice. Lalu dibilas dengan air dan
dikeringkan.
- Isolasi area gigi abutment menggunakan cotton roll dan
tempatkan saliva ejector.
- Oleskan petroleum pada gigi didekat gigi abutment agar
kelebihan bahan semen dapat dikeluarkan, namun perlu berhati-
hati agar tidak menyentuh gigi abutment.
- Aduk GIC tipe I menggunakan spatula semen.
- Aplikasikan semen ke bagian dalam restorasi
- Insersikan restorasi dan minta pasien menggigit menggunakan
wooden stick atau cotton roll.
- Bersihkan kelebihan semen menggunakan scaler atau sonde dan
dental floss.
- Instruksikan kepada pasien untuk menjaga kebersihan mulutnya
dan diminta untuk tidak makan atau menggigit makanan yang
keras dulu. Bila ada keluhan rasa sakit segera kembali untuk
dikontrol.

16. Kontrol8
- Menanyakan apakah ada keluhan dari pasien setelah Gigi Tiruan
digunakan.
- Melihat keadaan jaringan lunak disekitar daerah Gigi Tiruan, apakah
ada peradangan atau tidak serta sulkus gingiva harus bersih dari sisa
bahan luting.
- Jika ditemukan beberapa masalah pada kontrol pertama, maka perlu
dilakukan kontrol kedua untuk memastikan masalah sebelumnya telah
teratasi.
- Kunjungan periodik dilakukan setiap enam bulan sekali. Adapun hal
yang di evaluasi yaitu: riwayat pemeriksaan medis, oral hygiene, diet
dan saliva, pemeriksaan karies gigi, penyakit periodontal, disfungsi
oklusal, kesehatan pulpa dan periapikal.
BAB III
KESIMPULAN

Gigi tiruan mahkota jembatan (GTJ) adalah gigi tiruan yang melekat

pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi.

Perawatan gigi tiruan bertujuan untuk mempertahankan kesehatan rongga mulut,

memperbaiki fonetik, mengembalikan, mempertahankan efisiensi pengunyahan,

serta memperbaiki oklusi dan estetis. Dalam pembuatan mahkota jembatan ada

beberapa hal yang harus diperhatikan selain preparasi, yaitu kualitas komunikasi

antara pasien, dokter gigi dan teknisi gigi menentukan kesuksesan perawatan

mahkota jembatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Agtini MD.Persentase Pengguna Protesa di Indonesia. Media Litbang
Kesehatan, 2010; 20(2): 50-8.
2. Sillingburg HT, Habo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett ST. Fundamental
of fixed prosthodontics. 4rd Ed. USA: Quntessence Publishing Co. Inc;
2012.p.75, 81,85,87,94,158, 247,401-6.
3. Rahmi Eni. Replacement of Posterior Missing Teeth With Porcelain Fused
to Metal (PFM) Bridge. Andalas Dental Journal. 2013.
4. Rizki C, Firman D, Adenan A. Gigitiruan jembatan adesif sebagai
perawatan alternatif pada kasus kehilangan satu gigi. Dentofasial 2012;
11(2): 105-10.
5. Hemmings K, Harrington Z. Replacement of missing teeth with fixed
prostheses. Dental Update 2004; 31: 138
6. Hebel K, Gajjar R, Hofstede. Single-tooth replacement: bridge vs.
implant- supported restoration. Journal of the Canadian Dental Association
2000; 66(8):437
7. Prakash V, Gupta R. Consiece prosthodontics – E Book: Perp Manual for
Undergraduates. 2nd Ed. New Delhi:Elsevier; 2017.p.320
8. Nallaswamy D. Textbook of prosthodontic. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher(P) Ltd.; 2003.p.34,36,516, 632-4
9. Basker RM, Davenport JC, Thomason JM. Prosthetic treatment of the
edentulous patient. 5th Ed.p. 82, 83, 85, 134, 150-153, 156-7,221
10. Davenport JC, Basker RM, Heath JR, Ralph JP. A color atlas of removable
partial denture. England: Wolfe Medical Publication Ltd; 1992.p.37, 40,
60-66, 153,177,181
11. Carr AB, Brown DT. McCraken's removable partial prosthodontics. 13th
Ed. St. Louis: Elsevier; 2016.p.156, 157,188, 227, 257.
12. Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary fixed
Prosthodontics.5th Ed. St. Louis: Mosby Inc; 2016.p.3-18, 36,72-3, 233,
624,633-4, 418-21,557,667, 751- 2, 781-3, 792
13. Shen JZ, Kosmac T. Advanced Ceramic for Denstistry. United Kingdom:
Elsevier Inc. 2014.p.38. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-
12-394619- 5.00003-1
14. Adenan A, Sumarsongko T. Pembuatan gigitiruan jembatan anterior pada
lingir alveolar yang resorpsi Dentofasial 2012; 11(2): .100-4
15. Basker RM, Davenport JC, Thomason JM. Prosthetic treatment of the
edentulous patient. 5th Ed.p. 82, 83, 85, 134, 150-153, 156-7,221
16. Zarb, Bolender, Eckert, jacob, Fenton, Mericske, et al. Prosthodontic
treatment for edentulous patient-completed dentures and implant-
supported protheses. St. Louis: Mosby; 2004.p.419-425.

Anda mungkin juga menyukai