Lapsus GTL - Masita Fajriani j014201060
Lapsus GTL - Masita Fajriani j014201060
LAPORAN KASUS
Oleh:
BAB II
PENATALAKSANAAN KASUS
2.1 Kasus
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke RSGM Unhas dengan
keluhan sulit mengunyah makanan & ingin dibuatkan gigi tiruan.
Pemeriksaan intra oral semua gigi rahang atas dan bawah telah hilang.
2.2 Pemeriksaan Subjektif
1) Identitas pasien, diperlukan bila sewaktu-waktu dokter gigi perlu
menghubungi pasien pasca tindakan, dapat sebagai data ante mortem
(dental forensic).
a) Nama
b) Umur
c) Pekerjaan
d) Alamat
2) Keluhan utama (chief complaint), berkaitan dengan apa yang dikeluhkan
oleh pasien dan alasan pasien datang ke dokter gigi.
3) Present illness (PI), yaitu mengidentifikasi keluhan utama. Misalnya
dengan mencari tahu kapan rasa sakit/rasa tidak nyaman itu pertama kali
muncul,apakah keluhan itu bersifat intermittent (berselang) atau
terusmenerus, jika intermittent seberapa sering, adakah faktor
pemicunya.
4) Riwayat medik (Medical History/MH), perlu ditanyakan karena hal ini
kan berkaitan dengan diagnosis, treatment, dan prognosis. Penyakit yang
pernah/ sedang diderita.
5) Riwayat dental, beberapa riwayat dental yang dapat ditanyakan yaitu:
a) Riwayat kehilangan gigi
b) Kapan giginya terakhir dicabut dan apa penyebab dicabutnya
c) Riwayat perawatan gigi dan frekuensi kunjungan ke dokter gigi
untuk melihat motivasi pasien
6) Riwayat Keluarga: berkaitan dengan problem herediter
7) Riwayat Sosial: keadaan sosio-ekonomi pasien, pasien bepergian keluar
negeri (berkaitan dengan penyakit infeksi dibeberapa daerah tertentu).
2.3 Pemeriksaan Objektif 6
1. Ekstraoral
a. Pemeriksaan wajah
Pemeriksaan wajah termasuk fitur wajah, bentuk wajah, profil wajah,
dan ketinggian wajah bagian bawah
Fitur perioral: Panjang bibir, ketebalan bibir, filtrum, nasolabial fold,
sulkus mentolabial, ketebalan vermilion border, ukuran pembukaan
mulut, tekstur kulit
Bentuk wajah: kotak/lonjong/kotak-lonjong/oval
Profil wajah: Klas I (normal/lurus)/Klas II (retrognati/Klas III
(prognati)
Ketinggian wajah bagian bawah: Mengukur wajah bagian bawah
penting untuk mengevaluasi relasi vertikal rahang
b. Bentuk otot
Bentuk otot dapat mempengaruhi kestabilan gigi tiruan
Klas I : Normal
Klas II : Fungsi otot normal tapi tonus otot menurun
Klas III : Fungsi dan tonus otot menurun
c. Perkembangan otot
Orang dengan perkembangan otot yang berlebih memiliki tekanan
kunyah yang besar
Klas I : Berat
Klas II : Medium
Klas III : Ringan
d. Complexion
Warna mata, rambut, dan kulit dapat menjadi panduan untuk memilih
gigi artifisial
e. Pemeriksaan bibir
Dukungan bibir, mobilitas bibir, ketebalan bibir, panjang bibir, dan
kesehatan bibir
f. Pemeriksaan TMJ
Pemeriksaan TMJ meliputi rentang pergerakannya, ada/tidaknya nyeri,
otot-otor mastikasi, ada/tidaknya bunyi saat membuka dan menutup
mulut.
g. Pemeriksaan neuromuskular
Pemeriksaan ini meliputi kemampuan berbicara dan koordinasi
neuromuskular
2. Intraoral 7
a) Keadaan umum
1) Kebersihan mulut: pemeriksaan meliputi adanya kalkulus, debris,
plak, stain, dan halitosis.
2) Mukosa mulut: adanya kelainan, iritasi atau keadaan patologik pada
jaringan mukosa mulut. Mukosa yang sehat memiliki warna merah
muda. Warna yang kemerahan menandakan adanya perubahan
inflamasi. Perubahan warna lain seperti putih mungkin
mengindikasikan daerah friksional keratosis
3) Frekuensi karies: tinggi rendahnya frekuensi karies mempengaruhi
pemilihan desain geligi tiruan.
b) Status gigi
Pada tahap ini diteliti adanya gigi karies, bertambal, mahkota, dan
jembatan, migrasi, ekstrusi, goyang, dsb.
c) Artikulasi
Diperiksa untuk mengetahui adanya hambatan (blocking). Caranya
dengan meminta pasien mengoklusikan gigi-giginya, kemudian
rahangnya diartikulasikan ke kiri dan kanan, serta ke depan dan
belakang. Jika ada gigi yang tidak berkontak, berarti ada gigi-gigi yang
mengalami hambatan.
d) Vestibulum
Dilakukan dengan kaca mulut no.3 dalam atau dangkalnya
mempengaruhi retensi dan stabilisasi gigi tiruan. Disebut dalam bila
kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya, disebut sedang bila kaca
mulut terbenam setengahnya, dan disebut dangkal apabila kaca yang
terbenam kurang dari setengahnya.
e) Frenulum
Letak perlekatan frenulum dapat digolongkan:
1) Tinggi: bia perlekatannya hampir sampai ke puncak residual ridge.
2) Sedang: bila perlekatannya kira-kira ditengah antara puncak ridge
dan fornix.
3) Rendah: bila perlekatannya dekat dengan fornix.
f) Pemeriksaan residual alveolar ridge meliputi ukuran lengkung, bentuk
lengkung. ruang antarlengkung, kontur ridge, relasi ridge, dan
kesejajaran ridge
1) Ukuran lengkung: Besar (rentensi ideal dan stabil)/medium (retensi
baik dan stabil)/kecil (sulit mendapatkan retensi dan stabilitas yang
baik)
2) Bentuk lengkung: Kotak/lonjong/oval
3) Kontur ridge: Ridge (lingir) harus diinspeksi dan dipalpasi untuk
mengetahui apakah ada bagian yang tajam sehingga mengakibatkan
nyeri atau tidak
4) Relasi ridge: Merupakan relasi posisi ridge mandibula terhadap ridge
maksila. Hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan ini ialah
adanya resorbsi dari ridge maksila atau mandibula saat berelasi
5) Kesejajaran ridge
Klas I : Kedua ridge sejajar dengan bidang oklusal
Klas II : Ridge mandibula menyimpang dari bidang oklusal ke arah
anterior
Klas III : Ridge maksila menyimpang dari bidang oklusal ke arah
anterior atau kedua ridge baik mandibula maupun maksila
menyimpang dari bidang oklusal ke arah anterior
g) Ruang antarlengkung
1) Klas I : Ruang antarlengkung ideal untuk mengakomodir gigi
tiruan
2) Klas II : Ruang antarlegkung berlebih
3) Klas III : Ruang antarlengkung tidak cukup untuk mengakomodir
gigi tiruan
h) Bentuk palatum: bentuk palatum keras dibagi menjadi bentuk quadratic,
ovoid, dan tapering. Bentuk lengkung palatum seperti huruf U/quadratic
adalah yang paling menguntugkan. Bentuk ini memberikan stabilitas
dalam jurusan vertical maupun horizontal, sebaliknya dari bentuk
palatum seperti huruf v/ tapering yang retensinya paling buruk.
i) Torus Palatinus: tonjolan ini digolongkan menjadi torus yang besar dan
yang kecil. Torus terletak pada tempat-tempat tertentu dan biasanya
simetris.
j) Tahanan jaringan: pemeriksaan ini meliputi tahanan jaringan pada
bagian palatum dan prosesus alveolaris atas maupun bawah. Bila
tahanan jaringan tinggi, berarti lapisan mukosa yang menutupi tulang
tebal.
k) Exostosis: tonjolan tulang yang tajam pada prosesus alveolaris dan
menyebabkan rasa sakit pada pemakaian protesa. Pada tonjolan yang
tajam dan besar, sehingga rilif tidak dapat mengatasinya maka perlu
tindakan bedah.
l) Lidah: Pemeriksaan lidah meliputi ukuran dan aktivitasnya. Ukuran
lidah bisa normal, mikro- atau makrodontia. Ada yang lidah pasif, ada
pula yang luar biasa aktifnya. Lidah yang terlalu besar akan
menyulitkan pada waktu pencetakan dan pemasangan gigi tiruan.
Pasien akan merasa ruang lidahnya sempit, sehingga terjadi gangguan
bicara dan kestabilan protesa.
m)Keterangan-keterangan lain: diperiksa kepekatan saliva dan
kemugkinan adanya pigmentasi. Kualitas dan kuantitas saliva
mempengaruhi retensi terutama pada gigi tiruan lengkap.
2.4 Pemeriksaan Penunjang6
Radiografi memberikan informasi penting untuk pemeriksaan klinis.
pengetahuan rinci dari tingkat dukungan tulang dan morfologi akar masing-
masing gigi berdiri sangat penting untuk membangun rencana perawatan
prostodontik. Radiografi panoramik yang mencerminkan kondisi pasien saat
ini harus dievaluasi. Kondisi yang perlu diperhatikan antara lain:
1) Keadaan tulang alveolar di daerah yang kehilangan gigi,
2) Akar yang tertinggal di alveolar,
3) Perbandingan panjang akar dan tinggi mahkota, Ukuran, bentuk dan posisi
akar,
4) Tebal dan kontinuitas lapisan periodontal,
5) Adanya kelainan pada apeks akar.
(A) (B)
Gambar (A) Desain RA; (B) Desain RB
Basis gigi tiruan akrilik
Gigi edentulous yang diganti GTL
Gigi edentulous tapi tidak diganti
2.7 Penandatanganan Inform Consent
Setelah menjelaskan diagnosis dan rencana perawatan kepada pasien,
seorang klinisi wajib meminta persetujuan dari pasien sebelum melakukan
prosedur perawatan.
(A) (B)
Gambar (A) Posisi mencetak rahang bawah; (B) Posisi mencetak rahang
atas
B. Pembuatan Model Studi
1) Untuk memastikan akurasi, penuangan harus dilakukan 15 menit
setelah cetakan dikeluarkan dari mulut.
2) Cetakan di sejajarkan posisinya dengan meja.
3) Campurkan bahan dental stone ADA type IV dengan air sesuai
rekomendasi pabrik di dalam rubber bowl dan aduk hingga homogen
menggunakan spatel.
4) Setelah pencampuran, sejumlah kecil bahan ditambahkan pada satu
lokasi (misalnya, aspek posterior salah satu gigi geraham) untuk
membantu meminimalkan pembentukan gelembung. Bahan biasanya
dituangkan dalam tiga lapis. Lapisan pertama harus memiliki
campuran bahan yang lebih cair. Campuran bahan harus
ditempatkan di ujung distal cetakan dan dibiarkan mengalir ke
daerah lainnya. Kemudian cetakan harus ditempatkan pada vibrator
untuk menghindari pembentukan gelembung udara. Konsistensi
campuran bahan kedua harus sedikit lebih kental dan campuran
bahan terakhir dituangkan menggunakan base former.
5) Untuk hasil terbaik, model harus dipisahkan dari cetakan, 1 jam
setelah dituang.
Kunjungan Kedua
1. Pembuatan Sendok Cetak Individual
Sendok cetak individuil atau special tray merupakan sendok cetak yang
khas atau dibuat hanya untuk perseorangan dan tdk digunakan untuk orang
lain, sendok cetak ini dibuat dengan tujuan sebagai alat yang digunakan
untuk membawa bahan cetak ke mulut pasien dengan desain tertentu
sehingga dapat mencetak bagian yang diinginkan dengan detail. Sendok
cetak ini digunakan pada pencetakan fungsional sehingga detail-detail
bagian anatomis mulut saat berfungsi dapat direkam dengan cara
mengurangi memberikan compound pada tepi sendok cetak yang
sebelumnya telah dikurangi sekitar 2 mm dari dasar vestibulum. Sendok
cetak individuil ini dapat dibuat dari shellac, namun yang paling dianjurkan
adalah yang terbuat dari bahan akrilik.
Cara membuat custom tray:
1) Buat outline pada model rahang atas dan bawah sesuai dengan batas
sendok cetak fisiologis.
2) Setelah itu selembar baseplate wax dilapiskan pada model di atas
permukaan linggir edentulus dan daerah palatal dan 2 lembar baseplate
wax dilapiskan di atas gigi-geligi yang berfungsi sebagai spacer.
3) Wax spacer harus 2 mm lebih pendek dari outline sendok cetak yang
telah ditentukan pada daerah tidak bergigi dan 1 mm lebih pendek pada
daerah bergigi untuk proses border molding. Wax spacer tidak menutupi
daerah posterior palatal seal pada rahang atas dan buccal shelf pada
rahang bawah, sehingga sendok cetak fisiologis yang dihasilkan akan
berkontak dengan mukosa daerah tersebut yang berfungsi sebagai
pedoman untuk menempatkan sendok cetak pada posisi yang benar di
rongga mulut.
4) Lapisi permukaan dengan cold mold seal (CMS)
5) Resin akrilik diadaptasikan ke model menutupi spacer, sampai batas
outline yang telah ditentukan dengan ketebalan merata sekitar 2-3 mm.
6) Buat tangkai dari resin akrilik untuk memudahkan dalam melakukan
pencetakan. Selanjutnya polimer dan monomer dicampur dalam cangkir
porselen. Saat mencapai tahap dough, resin diangkat dan diadaptasi di
bagian anterior dari baki atas untuk membuat pegangan. Pegangannya
harus kira-kira tebal 3−4 mm, panjang 8 mm, dan tinggi 8 mm. Pegangan
sendok cetak harus miring pada sudut 45 derajat. Pegangan harus
diposisikan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu gerakan bibir
dari pasien selama pencetakan dilakukan. Pegangan untuk sendok cetak
rahang bawah harus lurus. Selain itu, dibuat pula satu stabilizing handle
di kedua sisi yang diposisikan di posterior.
7) Setelah mengeras, lepaskan sendok cetak fisiologis dari model, buat
lubang dan sempurnakan tepi sendok cetak dan dicobakan ke dalam
mulut pasien.
2. Border Molding
Border moulding adalah suatu cara pencetakan untuk mendapatkan
gambaran rongga mulut dalam keadaan fisiologis, pada pencetakan ini ingin
didapatkan gambaran aktivitas otot-otot yang terlibat pada saat fisiologis
sehingga nantinya gigi tiruan yang didapatkan lebih adaptif terhadap
jaringan lunak rongga mulut. Tahapan border moulding dilakukan dengan
menggunakan green stick. Untuk tahapan pembuatannya yaitu dengan
memanaskan green stick pada lampu spiritus kemudian dioleskan di batas
tepi sendok cetak individual kemudian dibasahi dengan air dan dicetakkan
ke dalam mulut sampai semua tepi dari SCI telah tertutupi oleh green stick.
Ada dua metode memanipulasi jaringan perifer untuk membentuknya:
1. Metode aktif: Pasien melakukan berbagai fungsi yang berhubungan
dengan area yang bersangkutan untuk memanipulasi batas.
2. Metode pasif: Dokter gigi secara fisik memanipulasi jaringan untuk
membentuknya.
A. Prosedur Kerja Border Moulding Rahang Atas
1) Labial flange
- Pasif: bibir diangkat lalu ditarik ke arah luar dan ke bawah, lalu baru
ditekan ke gingiva.
- Aktif: pasien diinstruksikan untuk mengerutkan bibir dan menghisap
jari sang dokter
2) Bukal flange :
- Pasif : pipi diangkat lalu ditarik ke arah luar, ke bawah, dan ke dalam
lalu digerakkan mundur dan maju.
- Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengerutkan bibir dan tersenyum
Gambar Border Moulding Bukal Flange
3) Daerah distobukal
- Pasif : pipi ditarik ke arah luar, ke bawah, dan ke dalam.
- Aktif : pasien diinstruksikan untuk membuka mulut dengan lebar,
tutup dan gerakkan mandibula dari sisi ke sisi. Membuka mulut
dengan lebar menggambarkan kedalaman dan lebar dari distobukal
flange seperti yang diatur oleh otot, sementara mandibula bergerak
dari sisi ke sisi, disediakan untuk pergerakan dari prosesus koronoid.
singkat
Gambar Border Moulding Posterior Bukal
2) Bukal flange :
- Pasif : pipi diangkat ke arah luar, ke atas, dan ke dalam dan
digerakkan mundur dan maju.
- Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengerutkan bibir dan tersenyum
bawah
Gambar Border Moulding Bukal Flange
4) Anterior lingual flange
- Aktif : pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah dan
mendorong lidah kearah palatal anterior. Panjang dan ketebalan
masing-masing tepi dari area tersebut dapat bertambah
(A) (B)
(C)
Gambar 2.15 (A) Basis dan bite rim rahang atas sesuai dimensi yang
diharapkan; (B) Basis dan bite rim rahang bawah sesuai dimensi yang
diharapkan; (C) Ukuran lebar bite rim pada daerah anterior dan posterior
Kunjungan Ketiga
1. Try in Basis dan Bite Rim
Bite rim RA
Pasien diminta duduk dengan posisi tegak, lalu bite rim rahang atas
dimasukkan ke dalam mulut pasien dan dilakukan uji coba bite rim rahang
atas.
Adaptasi base plate
a. Base plate tidak mudah lepas dan bergerak
b. Permukaan base plate merapat dengan jaringan pendukung.
c. Tepi base plate tepat
Dukungan bibir dan pipi
a. Pasien tampak normal seakan-akan seperti bergigi dinilai dengan
sulkus naso-labialis dan philtrum pasien tampak tidak terlalu dalam
atau hilang alurnya.
b. Bibir dan pipi pasien tidak tampak cekung atau cembung.
c. Pada saat rahang pasien keadaan istirahat, garis insisal bite rim atas 2
mm dari garis bawah bibir atas (low lip line) dilihat dari depan dan
dilihat dari lateral sejajar garis ala nasi-tragus.
Bite rim RB
Setelah uji coba bite rim rahang atas, selanjutnya dilakukan uji coba bite rim
rahang bawah
•Adaptasi base plate
Caranya sama dengan rahang atas, basis diam di tempat, tidak mudah
lepas/bergerak.
•Bite rim, yang harus diperhatikan adalah:
a. Bidang orientasi bite rim bawah merapat (tidak ada celah) dengan
bidang orientasi bite rim rahang atas.
b. Permukaan labial/bukal bite rim bawah sebidang dengan bite rim
rahang atas.
c. Tarik garis median pada bite rim sesuai dengan garis median
pasien.
2. Penentuan Kesejajaran
Prosedur kesejajaran galengan gigit atas merupakan suatu rangkaian
prosedur pada pembuatan gigitiruan penuh atau parsial dengan kehilangan
banyak gigi anterior maupun posterior. Prosedur ini menggunakan bidang
chamfer sebagai panduan kesejajaran. Bidang chamfer merupakan suatu
bidang yang terbentuk bila menarik garis dari ala nasi ke titik tengah tragus.
Bidang chamfer merupakan proyeksi plane pada artikulator dan nantinya
akan digunakan sebagai panduan penyusunan gigi-gigi anterior-posterior
rahang atas.
1) Atur posisi pasien
2) Tentukan titik-titik panduan bidang chamfer
3) Masukkan bite rim ke dalam mulut pasien
4) Pasang benang sebagai panduan pada titik-titik yang telah ditentukan
sebelumnya, mulai dari hidung pasien bagian bawah ke tragus telinga
(garis chamfer) pasien untuk membantu menilai kesejajaran
5) Masukkan fox plane ke dalam mulut pasien
6) Periksa kesejajaran fox plane dengan garis bantuan
Gambar Kesejajaran
Prosedur :
1) Posisi pasien harus duduk tegak, relaks, kepala tegak dan pandangan
lurus ke depan)
2) Tentukan titik acuan pengukuran DV yaitu pada ujung hidung dan dagu
3) Pasang plester untuk memudahkan pengukuran
4) Ukur DVI. Instruksikan pasien untuk mengucapkan huruf M beberapa
kali. Kemudian ukur subnasion-gnation
5) Ukur DVO. Instruksikan pasien untuk beroklusi. Kemudian ukur titik
subnasion- gnation
6) Tentukan free way space. Nilai normalnya yaitu 2-4 mm
4. Penentuan Relasi Sentrik
Relasi sentrik pasien ditentukan dengan meminta pasien melakukan:
a) Gerakan menelan
b) Membantu pasien agar rahang bawah dalam posisi paling belakang,
dengan mendorong rahang bawah dalam keadaan otot kendor
c) Menengadahkan posisi kepala pasien semaksimal mungkin
d) Fiksasi bite rim RA dan RB
Staples dipegang dengan pinset, dipanaskan, tempelkan di galangan gigit
bawah, kemudian ditekan sampai dingin, dilakukan di premolar kanan
kiri.
e) Kemudian, bite rim atas dan bawah yang sudah terfiksasi tersebut
dikeluarkan bersamaan dengan cara pasien diinstruksikan membuka
mulut selebar mungkin.
f) Lalu, bite rim atas dan bawah dimasukkan pada model kerja. Bila telah
sesuai bite rim atas dan bawah dipasang pada artikulator.
Kunjungan Keempat
1. Pemilihan dan Penentuan Gigi Artifisial
Dalam melakukan pemilihan gigi tiruan, terdapat beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan seperti bentuk gigi, ukuran gigi, warna gigi, posisi gigi
pada lengkung rahang, dan usia pasien.
a) Bentuk Gigi
Terdapat beberapa bentuk gigi anterior rahang atas, diantaranya bentuk
square, tapering, dan ovoid. Bentuk gigi ini disesuaikan dengan bentuk
dari wajah pasien. Selain itu, jenis kelamin juga harus dipertimbangkan
saat memilih bentuk gigi anterior. Laki-laki biasanya memiliki bentuk
gigi square atau tapered, sedangkan perempuan biasanya memiliki bentuk
gigi yang ovoid. Selain itu, ditinjau dari usia pasien, daerah insisal gigi
orang yang lebih tua harus memberikan efek aus.
b) Ukuran gigi
Saat menentukan ukuran gigi, panjang dan lebar gigi harus disesuaikan
dengan lebar dan besar dari wajah. Biasanya seseorang dengan wajah
yang besar juga memiliki ukuran gigi yang besar pula. Selain itu, jenis
kelamin juga perlu dipertimbangkan, karena ukuran gigi laki-laki
biasanya lebih besar dari ukuran gigi perempuan. Adapun untuk gigi
posterior, tingginya harus sesuai dengan ruang pada gigi tiruan tanpa
dilakukan grinding, dan panjangnya harus mengisi daerah alveolar ridge
pada daerah posterior namun tidak melibatkan daerah tuberositas maksila
dan retromolar pad. Lebar gigi posterior utamanya rahang baru harus
sempit agar tidak memngganggu pergerakan lidah.
c) Warna Gigi Tiruan
Warna gigi harus seragam dengan warna kulit, mata dan rambut pasien,
Orang yang berkulit putih biasanya memiliki gigi yang berwarna
kekuningan sedangkan orang yang berkulit gelap memiliki warna gigi
yang lebih putih. Gigi yang terletak pada daerah posterior terlihat lebih
gelap dibandingkan gigi anterior. Selain itu, seseorang yang sudah
berusia tua memiliki warna gigi yang lebih gelap. Dalam menentukan
warna gigi tiruan, dokter gigi juga harus mempertimbangkan keinginan
pasien, dan saran dari teman atau keluarga pasien.
Penentuan warna gigi tiruan dilakukan menggunakan Shade Guide
(VITA Classical) dengan prosedur sebagai berikut :
- Penyesuaian Hue
Hue didefinisikan sebagai variasi warna tertentu. Hue dari sebuah
objek dapat berupa warna merah, hijau, kuning, dan ditentukan oleh
panjang gelombang cahaya yang dipantulkan atau ditransmisikan yang
diamati. Pemilihan hue dilakukan dengan mencocokkan sampel pada
chroma tertinggi (misalnya A4, B4, C4, dan D3) dengan gigi yang
memiliki chroma yang tinggi (biasanya pada daerah servikal gigi
kaninus).
(A) (B)
(C)
Gambar (A) Posisi gigi rahang atas terhadap bidang frontal; (B) Posisi
gigi rahang atas terhadap midline; (C) Posisi gigi rahang atas terhadap
bidang oklusal
b) Rahang Bawah
1) Gigi Insisivus Sentralis RB
2) Tampak depan terhadap midline: Gigi tampak sedikit miring ke mesial.
Servikal gigi tampak sedikit miring ke distal.
3) Tampak samping terhadap bidang frontal : Tepi insisal sedikit miring
ke labial. Tepi insisalnya tampak sedikit kedepan.
4) Tepi insisal terhadap bidang oklusal: berada sekitar 2mm di atas bidang
oklusal.
5) Gigi Insisivus Lateralis RB
6) Tampak depan terhadap midline: Mahkota gigi tampak lebih miring ke
mesial dibandingkan insisivus sentralis. Servikal gigi sedikit miring ke
distal.
7) Tampak samping terhadap bidang frontal: Tepi insisal sedikit lebih
miring ke depan daripada insisivus sentralis.
8) Tepi insisal terhadap bidang oklusal: berada sekitar 2mm di atas bidang
oklusal.
9) Gigi Kaninus RB
10) Tampak depan terhadap midline: Servikal gigi tampak sedikit miring ke
distal.
11) Tampak samping terhadap bidang frontal : Tepi insisalnya tampak
sedikit miring ke lingual.
12) Tepi insisal terhadap bidang oklusal: cusp berada skitar 2 mm diatas
horizontal plane, sedikit lebih tinggi dari insisivus sentrali dan lateralis.
(A) (B)
Gambar (A) Posisi gigi rahang bawah terhadap bidang oklusal dan midline;
(B) Harus terdapat overlapping vertikal sebesar 2-3 mm dan overlapping
horizontal sebesar 1-2 mm.
Gambar Posisi gigi posterior rahang atas (A. Bidang oklusal; B. Midline; C.
Bidang frontal)
b) Rahang Bawah
1) Gigi Premolar Pertama RB
Tampak depan dan samping: Long axis gigi sejajar dengan sumbu
vetikal
Cusp: cusp gigi beroklusi dengan lereng mesial cusp pada gigi
premolar pertama rahang atas. Hanya cusp bukal yang terletak 2 mm
diatas bidang horizontal.
2) Gigi Premolar Kedua RB
Tampak depan dan samping: Long axis gigi sejajar dengan sumbu
vetikal
Cusp: cusp gigi beroklusi dengan lereng mesial cusp dan lereng distal
cusp pada gigi premolar kedua rahang atas. Kedua cusp terletak 2 mm
diatas bidang horizontal.
3) Gigi Molar Pertama RB
Tampak depan: Long axis miring ke arah lingual
Tampak samping: Long axis miring ke arah mesial
Cusp: cusp gigi molar beroklusi dengan lereng distal cusp pada gigi
premolar kedua rahang atas dan 2/3 mesial gigi molar pertama rahang
atas. Semua cusp terletak lebih tinggi dari bidang oklusal, dan cusp
bukal dan distal lebih tinggi disbanding cusp mesial dan lingual.
4) Gigi Molar Kedua RB
Tampak depan: Long axis sedikit lebih miring ke arah lingual
dibanding molar pertama rahang bawah
Tampak samping: Long axis sedikit lebih miring ke arah mesial
dibanding molar pertama rahang bawah
Cusp: cusp gigi molar beroklusi dengan lereng distal cusp pada gigi
molar pertama rahang atas dan 2/3 mesial gigi molar kedua rahang
atas. Semua posisi ketinggian cusp terletak sedikit lebih tinggi dari
cusp molar pertama rahang bawah.
Gambar Relasi gigi posterior rahang atas dan rahang bawah pada kurva (A)
Kurva Antero-posterior (B) Kurva lateral
BAB III
KESIMPULAN
Gigi Tiruan Lengkap (GTL) adalah gigi tiruan yang dibuat untuk
menggantikan gigi asli baik rahang atas maupun rahang bawah yang didukung
oleh jaringan keras ataupun lunak yang ada didalam rongga mulut. Dalam
pembuatan GTL ada indikasi dan kontraindikasi yang perlu diperhatikan agar
hasil tujuan dari pembuatan GTL tercapai. Selain itu faktor-faktor penting seperti
usia, jenis kelamin, bahan yang digunakan, penyakit sistemik, dan keadaan
edentulous juga harus diperhatikan. Hal yang penting pada prosedure pembuatan
GTL adalah menentukan dimensi vertikal, karena dimensi vertikal akan
membentuk profil wajah dan menentukan nyaman atau tidaknya gigi tiruan
tersebut digunakan.. Agar GTL nyaman digunakan, tidak mudah lepas saat makan,
minum dan berbicara maka harus diperhatikan retensi dan stabilisasinya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi retensi dan stabilisasi antara lain adhesi,
kohesi, tegangan permukaan interfasial, tekanan atmosfer, otot-otot fasial dan
rongga mulut dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Robert W, Loney, DMD, MS. Removable partial denture manual. Canada:
Dalhousie University; 2011.
2. Carr AB, Brown DT. McCracken’s removable partial prosthodontics. 12th ed.
Canada: Elsevier; 2011.
3. Delvin H. Complete denture. New york: Heidelberg; 2002.
4. Prakasti V, Gupta. Concise prosthodontics. 2nd ed. New Delhi: Elsevier; 2017.
5. Rangrajan V, et al. Textbook of prosthodontics. 2nd ed. India: Elsevier; 2017.
6. R.M. Basker, J.C. Davenport: Prosthetic treatment of the edentulous patient.
4th ed. UK: Blackwell Munksgaard; 2002.
7. Arthur O. Rahn, John R. Ivanhoe, Kevin D. Plummer: Textbook of complete
denture. 6th edition. USA: PMPH; 2009.
8. Bakar A. Ilmu kedokeran gigi klinis. Ed 2. Yogjakarta: Quatum; 2014.
9. Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary fixed prosthodontics. 5 th
ed. St. Louis: Mosby Inc; 2016.
10. Nallaswamy D. Textbook of prosthodontic. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher Ltd.; 2003.
11. Soratur SH. Essential of prosthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publisher Ltd.; 2006.
12. Badel T, Celie R, kraljevie S. Complete Denture Remounting. Acta Stomat
Croat 2001; 381-387 Profesional Paper Received: January 30; 2001
13. Elisabet, Shennan Salim, Wahjuhi, Harry Laksono. Conformative Technique
Untuk Penyusunan gigi Anterior Rahang Atas Pada Kasus Immediate
Denture. Prosiding IPSM.
14. Anriatika, Simbolon BH, Helmira R. Perbandingan teknik cor dan gulung
dalam pembuatan bite rim pada gigi tiruan penuh untuk mendapatkan
efisiensi waktu dan bahan. Jurnal Kep. Gigi; 12(2)
15. Davenport JC, Basker RM, Heath JR, Ralph JP. A color atlas of removable
partial denture. England : Wolfie Medical Publication Ltd; 1992.
16. Sarandha DL, Hussain Z, Ithkarsh I. Textbook of completed denture
prosthodontic. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd; 2007.
17. Zarb, Bolender, Eckert, jacob, Fenton, Mericske, et al. Prosthodontic
treatment for edentulous patient-completed dentures and implant-supported
protheses. St. Louis: Mosby; 2004.