Anda di halaman 1dari 42

DEPARTEMEN PROSTODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HASANUDDIN

LAPORAN KASUS

GIGI TIRUAN LEPASAN

Oleh:

Nama : Masita Fajriani


NIM : J014201060
Pembimbing : Dr. drg. Ike Damayanti Habar, Sp.Pros(K)

DIBAWAKAN SEBAGAI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN PROSTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN

Kehilangan gigi merupakan salah satu masalah yang banyak di jumpai


masyarakat, baik karena penyakit periodontal, maupun masalah-masalah yang
lainnya. Indonesia memiliki prevalensi kehilangan gigi sebesar 1,3% pada
penduduk umur ≥ 12 tahun menurut karakteristik dengan persentase tertinggi
terjadi pada umur 65 tahun ke atas, yaitu sebesar 9,0% (Riskesdas, 2018).
Kehilangan gigi menimbulkan banyak masalah, baik masalah estetik, fonetik,
maupun mastikasi seseorang. Hal ini yang menyebabkan penggunaan gigitiruan
merupakan hal yang sangat penting.
Gigi tiruan berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dalam mengunyah,
berbicara, memberikan dukungan untuk otot wajah, dan meningkatkan
penampilan wajah dan senyum. Gigi tiruan secara garis besar dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu gigi tiruan tetap dan gigi tiruan lepasan. Gigi tiruan
lepasan/ removable denture (yang dapat dilepas pasang sendiri oleh pasien) dibagi
menjadi dua bagian, yaitu gigi tiruan lengkap dan gigi tiruan sebagian.
Gigi tiruan lepasan adalah bagian prostodonsia yang menggantikan satu atau
beberapa gigi yang hilang atau seluruh gigi asli yang hilang dengan gigi tiruan dan
didukung oleh gigi, mukosa atau kombinasi gigi, mukosa dan yang dapat dilepas
pasang sendiri oleh pasien. Tujuan pembuatan gigi tiruan lepasan adalah untuk
mengembalikan fungsi pengunyahan, estetis, bicara, membantu mempertahankan
gigi yang masih tertinggal, memperbaiki oklusi, serta mempertahankan jaringan
lunak mulut yang masih ada agar tetap sehat.

BAB II
PENATALAKSANAAN KASUS
2.1 Kasus
Seorang laki-laki berusia 60 tahun datang ke RSGM Unhas dengan
keluhan sulit mengunyah makanan & ingin dibuatkan gigi tiruan.
Pemeriksaan intra oral semua gigi rahang atas dan bawah telah hilang.
2.2 Pemeriksaan Subjektif
1) Identitas pasien, diperlukan bila sewaktu-waktu dokter gigi perlu
menghubungi pasien pasca tindakan, dapat sebagai data ante mortem
(dental forensic).
a) Nama
b) Umur
c) Pekerjaan
d) Alamat
2) Keluhan utama (chief complaint), berkaitan dengan apa yang dikeluhkan
oleh pasien dan alasan pasien datang ke dokter gigi.
3) Present illness (PI), yaitu mengidentifikasi keluhan utama. Misalnya
dengan mencari tahu kapan rasa sakit/rasa tidak nyaman itu pertama kali
muncul,apakah keluhan itu bersifat intermittent (berselang) atau
terusmenerus, jika intermittent seberapa sering, adakah faktor
pemicunya.
4) Riwayat medik (Medical History/MH), perlu ditanyakan karena hal ini
kan berkaitan dengan diagnosis, treatment, dan prognosis. Penyakit yang
pernah/ sedang diderita.
5) Riwayat dental, beberapa riwayat dental yang dapat ditanyakan yaitu:
a) Riwayat kehilangan gigi
b) Kapan giginya terakhir dicabut dan apa penyebab dicabutnya
c) Riwayat perawatan gigi dan frekuensi kunjungan ke dokter gigi
untuk melihat motivasi pasien
6) Riwayat Keluarga: berkaitan dengan problem herediter
7) Riwayat Sosial: keadaan sosio-ekonomi pasien, pasien bepergian keluar
negeri (berkaitan dengan penyakit infeksi dibeberapa daerah tertentu).
2.3 Pemeriksaan Objektif 6
1. Ekstraoral
a. Pemeriksaan wajah
Pemeriksaan wajah termasuk fitur wajah, bentuk wajah, profil wajah,
dan ketinggian wajah bagian bawah
 Fitur perioral: Panjang bibir, ketebalan bibir, filtrum, nasolabial fold,
sulkus mentolabial, ketebalan vermilion border, ukuran pembukaan
mulut, tekstur kulit
 Bentuk wajah: kotak/lonjong/kotak-lonjong/oval
 Profil wajah: Klas I (normal/lurus)/Klas II (retrognati/Klas III
(prognati)
 Ketinggian wajah bagian bawah: Mengukur wajah bagian bawah
penting untuk mengevaluasi relasi vertikal rahang
b. Bentuk otot
Bentuk otot dapat mempengaruhi kestabilan gigi tiruan
 Klas I : Normal
 Klas II : Fungsi otot normal tapi tonus otot menurun
 Klas III : Fungsi dan tonus otot menurun
c. Perkembangan otot
Orang dengan perkembangan otot yang berlebih memiliki tekanan
kunyah yang besar
 Klas I : Berat
 Klas II : Medium
 Klas III : Ringan
d. Complexion
Warna mata, rambut, dan kulit dapat menjadi panduan untuk memilih
gigi artifisial
e. Pemeriksaan bibir
Dukungan bibir, mobilitas bibir, ketebalan bibir, panjang bibir, dan
kesehatan bibir
f. Pemeriksaan TMJ
Pemeriksaan TMJ meliputi rentang pergerakannya, ada/tidaknya nyeri,
otot-otor mastikasi, ada/tidaknya bunyi saat membuka dan menutup
mulut.
g. Pemeriksaan neuromuskular
Pemeriksaan ini meliputi kemampuan berbicara dan koordinasi
neuromuskular
2. Intraoral 7
a) Keadaan umum
1) Kebersihan mulut: pemeriksaan meliputi adanya kalkulus, debris,
plak, stain, dan halitosis.
2) Mukosa mulut: adanya kelainan, iritasi atau keadaan patologik pada
jaringan mukosa mulut. Mukosa yang sehat memiliki warna merah
muda. Warna yang kemerahan menandakan adanya perubahan
inflamasi. Perubahan warna lain seperti putih mungkin
mengindikasikan daerah friksional keratosis
3) Frekuensi karies: tinggi rendahnya frekuensi karies mempengaruhi
pemilihan desain geligi tiruan.
b) Status gigi
Pada tahap ini diteliti adanya gigi karies, bertambal, mahkota, dan
jembatan, migrasi, ekstrusi, goyang, dsb.
c) Artikulasi
Diperiksa untuk mengetahui adanya hambatan (blocking). Caranya
dengan meminta pasien mengoklusikan gigi-giginya, kemudian
rahangnya diartikulasikan ke kiri dan kanan, serta ke depan dan
belakang. Jika ada gigi yang tidak berkontak, berarti ada gigi-gigi yang
mengalami hambatan.
d) Vestibulum
Dilakukan dengan kaca mulut no.3 dalam atau dangkalnya
mempengaruhi retensi dan stabilisasi gigi tiruan. Disebut dalam bila
kaca mulut terbenam lebih dari setengahnya, disebut sedang bila kaca
mulut terbenam setengahnya, dan disebut dangkal apabila kaca yang
terbenam kurang dari setengahnya.
e) Frenulum
Letak perlekatan frenulum dapat digolongkan:
1) Tinggi: bia perlekatannya hampir sampai ke puncak residual ridge.
2) Sedang: bila perlekatannya kira-kira ditengah antara puncak ridge
dan fornix.
3) Rendah: bila perlekatannya dekat dengan fornix.
f) Pemeriksaan residual alveolar ridge meliputi ukuran lengkung, bentuk
lengkung. ruang antarlengkung, kontur ridge, relasi ridge, dan
kesejajaran ridge
1) Ukuran lengkung: Besar (rentensi ideal dan stabil)/medium (retensi
baik dan stabil)/kecil (sulit mendapatkan retensi dan stabilitas yang
baik)
2) Bentuk lengkung: Kotak/lonjong/oval
3) Kontur ridge: Ridge (lingir) harus diinspeksi dan dipalpasi untuk
mengetahui apakah ada bagian yang tajam sehingga mengakibatkan
nyeri atau tidak
4) Relasi ridge: Merupakan relasi posisi ridge mandibula terhadap ridge
maksila. Hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan ini ialah
adanya resorbsi dari ridge maksila atau mandibula saat berelasi
5) Kesejajaran ridge
Klas I : Kedua ridge sejajar dengan bidang oklusal
Klas II : Ridge mandibula menyimpang dari bidang oklusal ke arah
anterior
Klas III : Ridge maksila menyimpang dari bidang oklusal ke arah
anterior atau kedua ridge baik mandibula maupun maksila
menyimpang dari bidang oklusal ke arah anterior

g) Ruang antarlengkung
1) Klas I : Ruang antarlengkung ideal untuk mengakomodir gigi
tiruan
2) Klas II : Ruang antarlegkung berlebih
3) Klas III : Ruang antarlengkung tidak cukup untuk mengakomodir
gigi tiruan
h) Bentuk palatum: bentuk palatum keras dibagi menjadi bentuk quadratic,
ovoid, dan tapering. Bentuk lengkung palatum seperti huruf U/quadratic
adalah yang paling menguntugkan. Bentuk ini memberikan stabilitas
dalam jurusan vertical maupun horizontal, sebaliknya dari bentuk
palatum seperti huruf v/ tapering yang retensinya paling buruk.
i) Torus Palatinus: tonjolan ini digolongkan menjadi torus yang besar dan
yang kecil. Torus terletak pada tempat-tempat tertentu dan biasanya
simetris.
j) Tahanan jaringan: pemeriksaan ini meliputi tahanan jaringan pada
bagian palatum dan prosesus alveolaris atas maupun bawah. Bila
tahanan jaringan tinggi, berarti lapisan mukosa yang menutupi tulang
tebal.
k) Exostosis: tonjolan tulang yang tajam pada prosesus alveolaris dan
menyebabkan rasa sakit pada pemakaian protesa. Pada tonjolan yang
tajam dan besar, sehingga rilif tidak dapat mengatasinya maka perlu
tindakan bedah.
l) Lidah: Pemeriksaan lidah meliputi ukuran dan aktivitasnya. Ukuran
lidah bisa normal, mikro- atau makrodontia. Ada yang lidah pasif, ada
pula yang luar biasa aktifnya. Lidah yang terlalu besar akan
menyulitkan pada waktu pencetakan dan pemasangan gigi tiruan.
Pasien akan merasa ruang lidahnya sempit, sehingga terjadi gangguan
bicara dan kestabilan protesa.
m)Keterangan-keterangan lain: diperiksa kepekatan saliva dan
kemugkinan adanya pigmentasi. Kualitas dan kuantitas saliva
mempengaruhi retensi terutama pada gigi tiruan lengkap.
2.4 Pemeriksaan Penunjang6
Radiografi memberikan informasi penting untuk pemeriksaan klinis.
pengetahuan rinci dari tingkat dukungan tulang dan morfologi akar masing-
masing gigi berdiri sangat penting untuk membangun rencana perawatan
prostodontik. Radiografi panoramik yang mencerminkan kondisi pasien saat
ini harus dievaluasi. Kondisi yang perlu diperhatikan antara lain:
1) Keadaan tulang alveolar di daerah yang kehilangan gigi,
2) Akar yang tertinggal di alveolar,
3) Perbandingan panjang akar dan tinggi mahkota, Ukuran, bentuk dan posisi
akar,
4) Tebal dan kontinuitas lapisan periodontal,
5) Adanya kelainan pada apeks akar.

2.6 Diagnosis dan Rencana Perawatan


a. Diagnosis :
- RA : Edentulous Totalis
- RB : Edentulous Totalis
b. Rencana perawatan:
1) Rencana perawatan pembuatan gigi tiruan:
- Maksila : Gigi Tiruan Lengkap
- Mandibula : Gigi Tiruan Lengkap
2) Desain Gigi Tiruan

(A) (B)
Gambar (A) Desain RA; (B) Desain RB
Basis gigi tiruan akrilik
Gigi edentulous yang diganti GTL
Gigi edentulous tapi tidak diganti
2.7 Penandatanganan Inform Consent
Setelah menjelaskan diagnosis dan rencana perawatan kepada pasien,
seorang klinisi wajib meminta persetujuan dari pasien sebelum melakukan
prosedur perawatan.

2.8 Tahapan Perawatan


Kunjungan Pertama
1. Pencetakan Pendahuluan dan Pembuatan Model Study
Setelah informed consent ditandatangani oleh pasien, tahap selanjutnya
adalah pencetakan pendahuluan dengan menggunakan edentulous perforated
stock tray. Sebelum pencetakan, sendok cetak dicobakan terlebih dahulu dan
dipilih yang paling sesuai dengan ukuran rahang pasien. Dalam mencetak
rahang pasien beberapa. Syarat cetakan yg baik yaitu:
a) Harus meliputi tanda-tanda anatomis
- RA: frenulum (labialis, bukalis), vestibulum (labialis, bukalis), papila
insisivus, rugae palatina, fovea palatina, hamular notch, tuberositas
maksilaris, palatum, alveolar ridge
- RB: alveolar ridge, frenulum (labialis, bukalis, lingualis), vestibulum
(labialis, bukalis, lingualis), retromolar pad, mylohyoid ridge
b) Harus memenuhi faktor fisik sebagai berikut:
- Tepi cetakan bulat
- Permukaan cetakan tidak boleh ada gelembung udara, robek, dan ada
lipatan
A. Prosedur Pencatakan
1) Mempersiapkan alat dan bahan.
2) Kenakan alat pelindung diri.
3) Instruksikan pasien untuk duduk dengan nyaman dan kepala tegak.
4) Instruksikan pasien untuk berkumur terlebih dahulu.
5) Pilih sendok cetak yang tepat dengan rongga mulut pasien. Idealnya,
sendok cetak harus menutupi seluruh denture-bearing area dan
menyisakan ruang yang sama beberapa millimeter antara sendok
cetak dan mukosa rongga mulut.
6) Campurkan alginat dan air pada rubber bowl, aduk hingga
konsistensinya homogen mengunakan spatel. Untuk perbandingan
alginat dan air disesuaikan aturan pabrik.
7) Masukkan bahan cetak pada sendok cetak, kemudian permukaannya
dihaluskan dengan handscoen yang telah dibasahi. Lalu sendok cetak
dimasukkan ke dalam mulut pasien.
8) Pada RB: sendok cetak dimasukkan dari arah depan kanan pasien.
Pertama masukkan salah satu sudut sendok cetak ke dalam mulut,
lalu putar posisi sendok cetak. Lakukan pencetakan pada gigi geligi
dan pasien instruksikan untuk mengangkat lidahnya, dan tangan
operator memfiksasi sendok cetak.
9) Pada RA: sendok cetak dimasukkan dari arah belakang pasien.
Sendok cetak ditekan dari belakang kedepan dan tangan operator
memfiksasi sendok cetak. Instruksikan pasien untuk bernafas melalui
hidung dan sedikit menundukkan kepala.
10) Keluarkan sendok cetak setelah bahan cetak setting, lalu bersihkan
dan desinfeksi hasil cetakan.
11) Hasil cetakan diisi dengan gips keras lalu ditunggu sampai setting
kemudian dilepaskan dari cetakan sehingga akan menghasilkan
model study

(A) (B)
Gambar (A) Posisi mencetak rahang bawah; (B) Posisi mencetak rahang
atas
B. Pembuatan Model Studi
1) Untuk memastikan akurasi, penuangan harus dilakukan 15 menit
setelah cetakan dikeluarkan dari mulut.
2) Cetakan di sejajarkan posisinya dengan meja.
3) Campurkan bahan dental stone ADA type IV dengan air sesuai
rekomendasi pabrik di dalam rubber bowl dan aduk hingga homogen
menggunakan spatel.
4) Setelah pencampuran, sejumlah kecil bahan ditambahkan pada satu
lokasi (misalnya, aspek posterior salah satu gigi geraham) untuk
membantu meminimalkan pembentukan gelembung. Bahan biasanya
dituangkan dalam tiga lapis. Lapisan pertama harus memiliki
campuran bahan yang lebih cair. Campuran bahan harus
ditempatkan di ujung distal cetakan dan dibiarkan mengalir ke
daerah lainnya. Kemudian cetakan harus ditempatkan pada vibrator
untuk menghindari pembentukan gelembung udara. Konsistensi
campuran bahan kedua harus sedikit lebih kental dan campuran
bahan terakhir dituangkan menggunakan base former.
5) Untuk hasil terbaik, model harus dipisahkan dari cetakan, 1 jam
setelah dituang.
Kunjungan Kedua
1. Pembuatan Sendok Cetak Individual
Sendok cetak individuil atau special tray merupakan sendok cetak yang
khas atau dibuat hanya untuk perseorangan dan tdk digunakan untuk orang
lain, sendok cetak ini dibuat dengan tujuan sebagai alat yang digunakan
untuk membawa bahan cetak ke mulut pasien dengan desain tertentu
sehingga dapat mencetak bagian yang diinginkan dengan detail. Sendok
cetak ini digunakan pada pencetakan fungsional sehingga detail-detail
bagian anatomis mulut saat berfungsi dapat direkam dengan cara
mengurangi memberikan compound pada tepi sendok cetak yang
sebelumnya telah dikurangi sekitar 2 mm dari dasar vestibulum. Sendok
cetak individuil ini dapat dibuat dari shellac, namun yang paling dianjurkan
adalah yang terbuat dari bahan akrilik.
Cara membuat custom tray:
1) Buat outline pada model rahang atas dan bawah sesuai dengan batas
sendok cetak fisiologis.
2) Setelah itu selembar baseplate wax dilapiskan pada model di atas
permukaan linggir edentulus dan daerah palatal dan 2 lembar baseplate
wax dilapiskan di atas gigi-geligi yang berfungsi sebagai spacer.
3) Wax spacer harus 2 mm lebih pendek dari outline sendok cetak yang
telah ditentukan pada daerah tidak bergigi dan 1 mm lebih pendek pada
daerah bergigi untuk proses border molding. Wax spacer tidak menutupi
daerah posterior palatal seal pada rahang atas dan buccal shelf pada
rahang bawah, sehingga sendok cetak fisiologis yang dihasilkan akan
berkontak dengan mukosa daerah tersebut yang berfungsi sebagai
pedoman untuk menempatkan sendok cetak pada posisi yang benar di
rongga mulut.
4) Lapisi permukaan dengan cold mold seal (CMS)
5) Resin akrilik diadaptasikan ke model menutupi spacer, sampai batas
outline yang telah ditentukan dengan ketebalan merata sekitar 2-3 mm.
6) Buat tangkai dari resin akrilik untuk memudahkan dalam melakukan
pencetakan. Selanjutnya polimer dan monomer dicampur dalam cangkir
porselen. Saat mencapai tahap dough, resin diangkat dan diadaptasi di
bagian anterior dari baki atas untuk membuat pegangan. Pegangannya
harus kira-kira tebal 3−4 mm, panjang 8 mm, dan tinggi 8 mm. Pegangan
sendok cetak harus miring pada sudut 45 derajat. Pegangan harus
diposisikan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu gerakan bibir
dari pasien selama pencetakan dilakukan. Pegangan untuk sendok cetak
rahang bawah harus lurus. Selain itu, dibuat pula satu stabilizing handle
di kedua sisi yang diposisikan di posterior.
7) Setelah mengeras, lepaskan sendok cetak fisiologis dari model, buat
lubang dan sempurnakan tepi sendok cetak dan dicobakan ke dalam
mulut pasien.

Gambar Sendok Cetak Individual

2. Border Molding
Border moulding adalah suatu cara pencetakan untuk mendapatkan
gambaran rongga mulut dalam keadaan fisiologis, pada pencetakan ini ingin
didapatkan gambaran aktivitas otot-otot yang terlibat pada saat fisiologis
sehingga nantinya gigi tiruan yang didapatkan lebih adaptif terhadap
jaringan lunak rongga mulut. Tahapan border moulding dilakukan dengan
menggunakan green stick. Untuk tahapan pembuatannya yaitu dengan
memanaskan green stick pada lampu spiritus kemudian dioleskan di batas
tepi sendok cetak individual kemudian dibasahi dengan air dan dicetakkan
ke dalam mulut sampai semua tepi dari SCI telah tertutupi oleh green stick.
Ada dua metode memanipulasi jaringan perifer untuk membentuknya:
1. Metode aktif: Pasien melakukan berbagai fungsi yang berhubungan
dengan area yang bersangkutan untuk memanipulasi batas.
2. Metode pasif: Dokter gigi secara fisik memanipulasi jaringan untuk
membentuknya.
A. Prosedur Kerja Border Moulding Rahang Atas

1) Labial flange
- Pasif: bibir diangkat lalu ditarik ke arah luar dan ke bawah, lalu baru
ditekan ke gingiva.
- Aktif: pasien diinstruksikan untuk mengerutkan bibir dan menghisap
jari sang dokter

Gambar Border Moulding Labial Flange

2) Bukal flange :
- Pasif : pipi diangkat lalu ditarik ke arah luar, ke bawah, dan ke dalam
lalu digerakkan mundur dan maju.
- Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengerutkan bibir dan tersenyum
Gambar Border Moulding Bukal Flange

3) Daerah distobukal
- Pasif : pipi ditarik ke arah luar, ke bawah, dan ke dalam.
- Aktif : pasien diinstruksikan untuk membuka mulut dengan lebar,
tutup dan gerakkan mandibula dari sisi ke sisi. Membuka mulut
dengan lebar menggambarkan kedalaman dan lebar dari distobukal
flange seperti yang diatur oleh otot, sementara mandibula bergerak
dari sisi ke sisi, disediakan untuk pergerakan dari prosesus koronoid.

Gambar Border Moulding Daerah Distobukal


4) Daerah posterior palatal :
- Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengatakan “AH” dengan

singkat
Gambar Border Moulding Posterior Bukal

B. Prosedur Kerja Border Moulding Rahang Bawah


1) Labial flange :
- Pasif : bibir sedikit terangkat ke arah luar, ke bawah, dan ke dalam

Gambar Border Moulding Labial Flange

2) Bukal flange :
- Pasif : pipi diangkat ke arah luar, ke atas, dan ke dalam dan
digerakkan mundur dan maju.
- Aktif : pasien diinstruksikan untuk mengerutkan bibir dan tersenyum

Gambar Border Moulding Bukal Flange

3) Bukal flange ( daerah distobukal) :


- Pasif : pipi ditarik ke bukal untuk memastikan agar tidak terjebak
pada sendok cetak lalu digerakkan ke atas dan ke dalam.
- Aktif & pasif : masseteric notch dicatat dengan meminta pasien
untuk menutup sementara dokter gigi menekan sendok cetak ke

bawah
Gambar Border Moulding Bukal Flange
4) Anterior lingual flange
- Aktif : pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah dan
mendorong lidah kearah palatal anterior. Panjang dan ketebalan
masing-masing tepi dari area tersebut dapat bertambah

Gambar Border Moulding Anterior Lingual Flange

5) Middle portion dari lingual flange :


- Aktif : pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah dan menjilat
bibir bagian atas dari sisi ke sisi

Gambar Border Moulding Middle portion dari lingual Flange


6) Distolingual flange
- Pasien diinstruksikan untuk menjulurkan lidah kemudian letakkan
lidah pada bagian distal palatal pada kanan dan kiri vestibulum

Gambar Border Moulding Distolingual lingual Flange


3. Pencetakan Fisiologis
Pembuatan cetakan fisiologis menggunakan bahan jenis elastomer dengan
teknik mukokompresi. Instruksikan pasien untuk rileks.
Alat : sendok cetak individual, glassplate dan semen spatel
Bahan : polyvinil siloxan regular tipe
Prosedur:
a. Siapkan alat dan bahan, posisi pasien dan operator
b. Intruksikan pasien berkumur terlebih dahulu
c. Keringkan daerah yang akan dicetak menggunakan tampon atau three
way syringe
d. Campurkan powder dan liquid di atas glasplate dan aduk hingga
homogen
e. Masukkan bahan cetak ke dalam SCI
f.Masukkan ke dalam mulut pasien dan posisikan
g. Tekan dari arah posterior ke anterior
h. Setelah cetakan jadi, bilas menggunakan air mengalir lalu desinfeksi
4. Beading dan Boxing
Pemasangan beading dilakukan untuk menjaga lebar dan tinggi sulkus
dalam gips dan boxing dilakukan untuk mendapatkan dasar yang halus dari
gips. Boxing dapat didefinisikan sebagai penutup (kotak) untuk menjaga
ukuran dan bentuk yang didapatkan dari dasar cetakan dan untuk
mempertahankan detail yang diinginkan.
Berdasarkan literatur, berbagai metode yang tersedia untuk beading dan
boxing. Metode yang digunakan adalah metode beading dan boxing malam,
plester dan batu apung, dan metode mendempul senyawa dan dayung tinju,
dan bahannya adalah lilin, strip logam, serta plester Paris atau dimodifikasi
dengan menambahkan batu apung, senyawa mendempul, dan akselerator
hidrokoloid ireversibel.
Prosedur:

1) Setelah mengambil dan mensterilkan cetakan, buang kelebihan air dari


cetakan.
2) Gunakan spidol permanen untuk menempatkan garis di sekitar
keseluruhan cetakan sekitar 3 mm dari gulungan pembatas periferal
untuk menunjuk ekstensi yang diinginkan untuk pembatas.
3) Sesuaikan dua atau tiga potong malam beading ke permukaan basis yang
dipoles untuk menyesuaikan kesan di atas meja untuk menjaga kontak.
4) Balikkan tabung perekat instan yang tersedia secara komersial ke bawah
dan kemudian tekan dengan lembut untuk menerapkannya di sepanjang
garis yang ditandai, berhati-hatilah agar tidak menyentuh kulit.
5) Ambil beading yang sudah disiapkan sebelumnya dari wax atau manik
yang terbuat dari malam pelat dasar dan tempelkan pada garis tanda
dengan perekat instan.
6) Penguatan lebih lanjut dari tepi beading dan kesan elastis dilakukan
dengan melelehkan malam di sekitar.
7) Tempatkan malam/wax boxing di atas alam beading dengan cara biasa
dengan perekat instan atau dengan melelehkan malam.
8) Buat campuran dental stone dan tuangkan kotak cetakan dengan cara
biasa untuk mengontrol ketebalan dental stone untuk basis.
9) Setelah dental stone diatur, lepaskan beading dan boxing dari cetakan dan
potong gips jika diperlukan untuk menjaga gips.
5. Pembuatan Basis dan Bite Rim
1) Lunakkan selembar malam merah (wax) di api bunsen.
2) Malam yang sudah lunak diletakkan di atas model kerja sambil ditekan
pelan-pelan sesuai dengan permukaan (fitting surface).
3) Kelebihan malam dipotong dengan menggunakan pisau malam sesuai
dengan batas-batas basis.
4) Buat galengan gigit dengan melipat modelling wax dengan ketebalan 1x1
cm atau malam dicairkan kemudian dimasukkan ke dalam cetakan
galengan gigit dan dikeluarkan setelah dingin.
5) Galengan gigit dilekatkan ke basis dan difiksasi
Biterim Rahang Atas:
a. Tepi anterior rim RA memiliki sedikit inklinasi labial sekitar 8 mm
anterior terhadap garis yang membelah papila incisive.
b. Lebar bite rim 4 - 6 mm secara anterior dan melebar ke posterior 6 - 8
mm.
c. Tinggi oklusal rim RA setinggi 22 mm dari kedalaman sulkus di daerah
eminensia kaninus dan setinggi 18 mm jika diukur dari kedalaman sulkus
di daerah posterior (dari bukal flange ke daerah tuberositas).
Biterim Rahang Bawah:
a. Tepi insisal RB 2 mm di belakang tepi insisal RA.
b. Lebar biterim 4 – 6 mm secara anterior dan melebar ke posterior 6 - 8
mm di area molar.
c. Tinggi oklusal rim RB setinggi 18 mm dari kedalaman sulkus di daerah
puncak kaninus dan bidang oklusal harus rata dengan ketinggian 2/3
retromolar pad di regio posterior.

(A) (B)

(C)
Gambar 2.15 (A) Basis dan bite rim rahang atas sesuai dimensi yang
diharapkan; (B) Basis dan bite rim rahang bawah sesuai dimensi yang
diharapkan; (C) Ukuran lebar bite rim pada daerah anterior dan posterior

Kunjungan Ketiga
1. Try in Basis dan Bite Rim
Bite rim RA
Pasien diminta duduk dengan posisi tegak, lalu bite rim rahang atas
dimasukkan ke dalam mulut pasien dan dilakukan uji coba bite rim rahang
atas.
 Adaptasi base plate
a. Base plate tidak mudah lepas dan bergerak
b. Permukaan base plate merapat dengan jaringan pendukung.
c. Tepi base plate tepat
 Dukungan bibir dan pipi
a. Pasien tampak normal seakan-akan seperti bergigi dinilai dengan
sulkus naso-labialis dan philtrum pasien tampak tidak terlalu dalam
atau hilang alurnya.
b. Bibir dan pipi pasien tidak tampak cekung atau cembung.
c. Pada saat rahang pasien keadaan istirahat, garis insisal bite rim atas 2
mm dari garis bawah bibir atas (low lip line) dilihat dari depan dan
dilihat dari lateral sejajar garis ala nasi-tragus.
Bite rim RB
Setelah uji coba bite rim rahang atas, selanjutnya dilakukan uji coba bite rim
rahang bawah
•Adaptasi base plate
Caranya sama dengan rahang atas, basis diam di tempat, tidak mudah
lepas/bergerak.
•Bite rim, yang harus diperhatikan adalah:

a. Bidang orientasi bite rim bawah merapat (tidak ada celah) dengan
bidang orientasi bite rim rahang atas.
b. Permukaan labial/bukal bite rim bawah sebidang dengan bite rim
rahang atas.
c. Tarik garis median pada bite rim sesuai dengan garis median
pasien.

2. Penentuan Kesejajaran
Prosedur kesejajaran galengan gigit atas merupakan suatu rangkaian
prosedur pada pembuatan gigitiruan penuh atau parsial dengan kehilangan
banyak gigi anterior maupun posterior. Prosedur ini menggunakan bidang
chamfer sebagai panduan kesejajaran. Bidang chamfer merupakan suatu
bidang yang terbentuk bila menarik garis dari ala nasi ke titik tengah tragus.
Bidang chamfer merupakan proyeksi plane pada artikulator dan nantinya
akan digunakan sebagai panduan penyusunan gigi-gigi anterior-posterior
rahang atas.
1) Atur posisi pasien
2) Tentukan titik-titik panduan bidang chamfer
3) Masukkan bite rim ke dalam mulut pasien
4) Pasang benang sebagai panduan pada titik-titik yang telah ditentukan
sebelumnya, mulai dari hidung pasien bagian bawah ke tragus telinga
(garis chamfer) pasien untuk membantu menilai kesejajaran
5) Masukkan fox plane ke dalam mulut pasien
6) Periksa kesejajaran fox plane dengan garis bantuan

Gambar Kesejajaran

3. Penentuan Dimensi Vertikal


a) DVI = DV fisiologis/ ISTIRAHAT yaitu saat mandibula istirahat
fisiologis ditentukan oleh otot dan gravitasi
b) DVO = gigi atau galangan gigit dalam keadaan kontak
c) Freeway space = jarak DVO DVF = 2-4 mm
Jarak interoklusal, penting dalam kesehatan jaringan periodonsium dan
kalau gagal akan menyebabkan clicking.

Prosedur :
1) Posisi pasien harus duduk tegak, relaks, kepala tegak dan  pandangan
lurus ke depan)
2) Tentukan titik acuan pengukuran DV yaitu pada ujung hidung dan dagu
3) Pasang plester untuk memudahkan pengukuran
4) Ukur DVI. Instruksikan pasien untuk mengucapkan huruf M beberapa
kali. Kemudian ukur subnasion-gnation
5) Ukur DVO. Instruksikan pasien untuk beroklusi. Kemudian ukur titik
subnasion- gnation
6) Tentukan free way space. Nilai normalnya yaitu 2-4 mm
4. Penentuan Relasi Sentrik
Relasi sentrik pasien ditentukan dengan meminta pasien melakukan:
a) Gerakan menelan
b) Membantu pasien agar rahang bawah dalam posisi paling belakang,
dengan mendorong rahang bawah dalam keadaan otot kendor
c) Menengadahkan posisi kepala pasien semaksimal mungkin
d) Fiksasi bite rim RA dan RB
Staples dipegang dengan pinset, dipanaskan, tempelkan di galangan gigit
bawah, kemudian ditekan sampai dingin, dilakukan di premolar kanan
kiri.
e) Kemudian, bite rim atas dan bawah yang sudah terfiksasi tersebut
dikeluarkan bersamaan dengan cara pasien diinstruksikan membuka
mulut selebar mungkin.
f) Lalu, bite rim atas dan bawah dimasukkan pada model kerja. Bila telah
sesuai bite rim atas dan bawah dipasang pada artikulator.
Kunjungan Keempat
1. Pemilihan dan Penentuan Gigi Artifisial
Dalam melakukan pemilihan gigi tiruan, terdapat beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan seperti bentuk gigi, ukuran gigi, warna gigi, posisi gigi
pada lengkung rahang, dan usia pasien.
a) Bentuk Gigi
Terdapat beberapa bentuk gigi anterior rahang atas, diantaranya bentuk
square, tapering, dan ovoid. Bentuk gigi ini disesuaikan dengan bentuk
dari wajah pasien. Selain itu, jenis kelamin juga harus dipertimbangkan
saat memilih bentuk gigi anterior. Laki-laki biasanya memiliki bentuk
gigi square atau tapered, sedangkan perempuan biasanya memiliki bentuk
gigi yang ovoid. Selain itu, ditinjau dari usia pasien, daerah insisal gigi
orang yang lebih tua harus memberikan efek aus.
b) Ukuran gigi
Saat menentukan ukuran gigi, panjang dan lebar gigi harus disesuaikan
dengan lebar dan besar dari wajah. Biasanya seseorang dengan wajah
yang besar juga memiliki ukuran gigi yang besar pula. Selain itu, jenis
kelamin juga perlu dipertimbangkan, karena ukuran gigi laki-laki
biasanya lebih besar dari ukuran gigi perempuan. Adapun untuk gigi
posterior, tingginya harus sesuai dengan ruang pada gigi tiruan tanpa
dilakukan grinding, dan panjangnya harus mengisi daerah alveolar ridge
pada daerah posterior namun tidak melibatkan daerah tuberositas maksila
dan retromolar pad. Lebar gigi posterior utamanya rahang baru harus
sempit agar tidak memngganggu pergerakan lidah.
c) Warna Gigi Tiruan
Warna gigi harus seragam dengan warna kulit, mata dan rambut pasien,
Orang yang berkulit putih biasanya memiliki gigi yang berwarna
kekuningan sedangkan orang yang berkulit gelap memiliki warna gigi
yang lebih putih. Gigi yang terletak pada daerah posterior terlihat lebih
gelap dibandingkan gigi anterior. Selain itu, seseorang yang sudah
berusia tua memiliki warna gigi yang lebih gelap. Dalam menentukan
warna gigi tiruan, dokter gigi juga harus mempertimbangkan keinginan
pasien, dan saran dari teman atau keluarga pasien.
Penentuan warna gigi tiruan dilakukan menggunakan Shade Guide
(VITA Classical) dengan prosedur sebagai berikut :
- Penyesuaian Hue
Hue didefinisikan sebagai variasi warna tertentu. Hue dari sebuah
objek dapat berupa warna merah, hijau, kuning, dan ditentukan oleh
panjang gelombang cahaya yang dipantulkan atau ditransmisikan yang
diamati. Pemilihan hue dilakukan dengan mencocokkan sampel pada
chroma tertinggi (misalnya A4, B4, C4, dan D3) dengan gigi yang
memiliki chroma yang tinggi (biasanya pada daerah servikal gigi
kaninus).

Gambar Penentuan hue dengan pencocokan sampel chroma tertinggi


dengan warna chroma tertinggi pada gigi
- Pemilihan Chroma
Setelah hue dipilih, selanjutnya lakukan pencocokan chroma. Chroma
didefinisikan sebagai intensitas dari hue. Istilahnya saturasi dan
chroma digunakan secara bergantian di kedokteran gigi dan keduanya
berarti kekuatan hue tertentu atau konsentrasi pigmen. Misalnya, jika
hue B ditentukan sebelumnya, maka terdapat empat gradasi dari hue
yang dapat dipilih antara lain B1, B2, B3, dan B4.

Gambar Penentuan chroma dari variasi yang ada pada hue


- Pemilihan Value
Value didefinisikan sebagai terang atau gelap relatif dari sebuah warna
atau kecerahan suatu objek. Kecerahan suatu benda adalah
konsekuensi langsung dari jumlah energi cahaya yang dipantulkan
atau dipancarkan benda. Value ditentukan dengan menggunakan
sampel yang tersusun dalam urutan tingkat kecerahan.

Gambar Susunan value pada shade guide digunakan untuk memeriksa


kecerahan gigi
Selain itu, penentuan shade, ukuran, dan bentuk gigi dapat diperoleh dari
catatan pra-ekstraksi yang meliputi :
- Gigi yang disimpan setelah ekstraksi.
- Model diagnostik sebelumnya dengan gigi asli.
- Radiografi pra-ekstraksi.
- Foto pra-ekstraksi.
- Melihat gigi kerabat dekat.
- Gigi tiruan lama
2. Penyusunan Gigi Artifisial
Mulailah penyusunan dari gigi insisivus sentralis rahang pada satu sisi
dengan mengambil sejumlah wax dari tepi oklusal bite rim di wilayah tempat
gigi tersebut akan ditempatkan. Haluskan lilin di area yang telah diambil dan
tempatkan gigi di dalamnya, selanjutnya sesuaikan arahnya ke bidang vertikal
dan bidang horizontal. Kemudian ikuti prosedur yang sama untuk menyusun
gigi dalam urutan ini insisivus sentral sisi lain, diikuti oleh gigi insisivus lateral
dan diikuti gigi insisivus lateral regio lain, diikuti oleh gigi kaninus dan diikuti
oleh gigi kaninus regio lainnya sehingga melengkapi pengaturan gigi anterior
rahang atas.19
Gambar Penyusunan gigi anterior rahang atas di bite rim
a) Rahang Atas
1) Gigi Insisivus Sentralis RA
 Tampak depan terhadap midline: Posisi long axis gigi vertikal atau
sedikit miring ke distal dan gigi tampak sedikit miring ke mesial.
 Tampak samping terhadap bidang frontal : Tepi insisal sedikit
miring ke labial.
 Tepi insisal terhadap bidang oklusal: gigi menyentuh bidang oklusal
2) Gigi Insisivus Lateralis RA
 Tampak depan terhadap midline: Mahkota gigi tampak lebih miring
ke mesial dibandingkan insisivus sentralis. Servikal gigi sedikit
miring ke distal.
 Tampak samping terhadap bidang frontal: Tepi insisal sedikit lebih
miring ke depan daripada insisivus sentralis, ditunjukkan oleh
servikal gigi yang turun.
 Tepi insisal terhadap bidang oklusal: Gigi tidak menyentuh bidang
oklusal dan berada sekita 0.5-1 mm dari bidang tersebut.
3) Gigi Kaninus RA
 Tampak depan terhadap midline: Posisi long axis gigi vertikal atau
parallel dengan vertical axis.
 Tampak samping terhadap bidang frontal : Gigi tampak tegak
dengan sepertiga serviks gigi yang terlihat lebih tegas.
 Tepi insisal terhadap bidang oklusal: Gigi menyentuh bidang oklusal

(A) (B)
(C)
Gambar (A) Posisi gigi rahang atas terhadap bidang frontal; (B) Posisi
gigi rahang atas terhadap midline; (C) Posisi gigi rahang atas terhadap
bidang oklusal

b) Rahang Bawah
1) Gigi Insisivus Sentralis RB
2) Tampak depan terhadap midline: Gigi tampak sedikit miring ke mesial.
Servikal gigi tampak sedikit miring ke distal.
3) Tampak samping terhadap bidang frontal : Tepi insisal sedikit miring
ke labial. Tepi insisalnya tampak sedikit kedepan.
4) Tepi insisal terhadap bidang oklusal: berada sekitar 2mm di atas bidang
oklusal.
5) Gigi Insisivus Lateralis RB
6) Tampak depan terhadap midline: Mahkota gigi tampak lebih miring ke
mesial dibandingkan insisivus sentralis. Servikal gigi sedikit miring ke
distal.
7) Tampak samping terhadap bidang frontal: Tepi insisal sedikit lebih
miring ke depan daripada insisivus sentralis.
8) Tepi insisal terhadap bidang oklusal: berada sekitar 2mm di atas bidang
oklusal.
9) Gigi Kaninus RB
10) Tampak depan terhadap midline: Servikal gigi tampak sedikit miring ke
distal.
11) Tampak samping terhadap bidang frontal : Tepi insisalnya tampak
sedikit miring ke lingual.
12) Tepi insisal terhadap bidang oklusal: cusp berada skitar 2 mm diatas
horizontal plane, sedikit lebih tinggi dari insisivus sentrali dan lateralis.
(A) (B)
Gambar (A) Posisi gigi rahang bawah terhadap bidang oklusal dan midline;
(B) Harus terdapat overlapping vertikal sebesar 2-3 mm dan overlapping
horizontal sebesar 1-2 mm.

Penyusunan Gigi Posterior16,18


a) Rahang Atas
1) Gigi Premolar Pertama RA
 Tampak depan dan samping: Long axis gigi sejajar dengan sumbu
vetikal
 Cusp palatal: berada diatas bidang horizontal
 Cusp bukal: menyentuh bidang oklusal
2) Gigi Premolar Kedua RA
 Tampak depan dan samping: Long axis gigi sejajar dengan sumbu
vetikal
 Cusp palatal dan cusp bukal: menyentuh bidang oklusal
3) Gigi Molar Pertama RA
 Tampak depan: Long axis miring ke arah bukal
 Tampak samping: Long axis miring ke arah distal
 Cusp: hanya cusp mesiopalatal yang menyentuh bidang oklusal.
Kedua cusp pada daerah bukal terletak lebih tinggi dibanding cusp
palatal. Cusp distal terletak lebih tinggi dari cusp mesial dan cusp
bukal letaknya lebih tinggi dibanding cusp palatal.
4) Gigi Molar Kedua RA
 Tampak depan: Long axis sedikit lebih miring ke arah bukal dibanding
molar pertama
 Tampak samping: Long axis sedikit lebih miring ke arah distal
dibanding molar pertama
 Cusp: semua cusp tidak menyentuh bidang oklusal, tapi cusp
mesiopalatal terletak paling dekat ke bidang oklusal. Cusp distal
terletak lebih tinggi dari cusp mesial dan cusp bukal letaknya lebih
tinggi dibanding cusp palatal.

Gambar Penyusunan gigi posterior rahang atas

Gambar Posisi gigi posterior rahang atas (A. Bidang oklusal; B. Midline; C.
Bidang frontal)
b) Rahang Bawah
1) Gigi Premolar Pertama RB
 Tampak depan dan samping: Long axis gigi sejajar dengan sumbu
vetikal
 Cusp: cusp gigi beroklusi dengan lereng mesial cusp pada gigi
premolar pertama rahang atas. Hanya cusp bukal yang terletak 2 mm
diatas bidang horizontal.
2) Gigi Premolar Kedua RB
 Tampak depan dan samping: Long axis gigi sejajar dengan sumbu
vetikal
 Cusp: cusp gigi beroklusi dengan lereng mesial cusp dan lereng distal
cusp pada gigi premolar kedua rahang atas. Kedua cusp terletak 2 mm
diatas bidang horizontal.
3) Gigi Molar Pertama RB
 Tampak depan: Long axis miring ke arah lingual
 Tampak samping: Long axis miring ke arah mesial
 Cusp: cusp gigi molar beroklusi dengan lereng distal cusp pada gigi
premolar kedua rahang atas dan 2/3 mesial gigi molar pertama rahang
atas. Semua cusp terletak lebih tinggi dari bidang oklusal, dan cusp
bukal dan distal lebih tinggi disbanding cusp mesial dan lingual.
4) Gigi Molar Kedua RB
 Tampak depan: Long axis sedikit lebih miring ke arah lingual
dibanding molar pertama rahang bawah
 Tampak samping: Long axis sedikit lebih miring ke arah mesial
dibanding molar pertama rahang bawah
 Cusp: cusp gigi molar beroklusi dengan lereng distal cusp pada gigi
molar pertama rahang atas dan 2/3 mesial gigi molar kedua rahang
atas. Semua posisi ketinggian cusp terletak sedikit lebih tinggi dari
cusp molar pertama rahang bawah.

Gambar Relasi gigi posterior rahang atas dan rahang bawah pada kurva (A)
Kurva Antero-posterior (B) Kurva lateral

3. Try In Wax Denture


Prosedur try-in mengacu pada tindakan insersi trial waxed denture di
mulut pasien untuk menilai keberhasilan rencana perawatan dan untuk
melakukan verifikasi terhadap catatan yang dibuat selama prosedur perawatan.
a) Evaluasi pada saat Try-in Gigi Tiruan Rahang Atas dan Bawah (trial waxed
denture) secara terpisah.
 Buccal dan Labial periphery
Pinggiran bukal dan labial diperiksa dengan memegang gigi tiruan di
tempat dengan tekanan ringan pada permukaan oklusal gigi. Pipi
kemudian digerakkan ke atas dan ke dalam secara bergantian untuk gigi
tiruan rahang atas dan dengan arah ke bawah dan ke dalam untuk gigi
tiruan rahang bawah, sehingga mensimulasikan kondisi saat mengunyah.
Jika gigi tiruan naik pada ridge, hal itu menunjukkan bahwa tepi bukal
gigi tiruan berada di luar batas fungsional. Gerakan serupa dilakukan
untuk bibir.
 Lingual Periphery
Tepi lingual dievaluasi dengan memasang gigi tiruan di tempat disertai
tekanan ringan dan menginstruksikan pasien untuk menjulurkan lidah
secukupnya untuk membasahi bibir. Jika gigi tiruan naik di bagian
belakang, hal tersebut berarti gigi tiruan melewati batas fungsi di wilayah
disto-lingual. Sebaliknya, jika bagian anterior gigi tiruan yang naik saat
pasien menempatkan ujung lidah sejauh mungkin ke palatum. Hal ini
menunjukkan fungsi utama di daerah anterior.
 Posterior Extension
Perpanjangan posterior dari gigi tiruan rahang atas diperiksa dengan
mengidentifikasi hamular notch dan vibrating line, kemudian
dpindahkan ke gigi tiruan. Batas posterior gigi tiruan mandibula
diperiksa dengan menginsersikan gigi tiruan tegak lurus pada dasar
retromolar pad. Jika gigitiruan tidak meluas hingga batas fungsional,
seperti yang ditunjukkan oleh celah yang terbentuk antara gigi tiruan
dengan posisi fungsional membran mukosa sekitarnya, gigi tiruan harus
diperbaiki pada model kerja dan diperiksa. Jika gigi tiruan meluas
sepenuhnya, ketidaktepatan dikaitkan dengan prosedur pencetakan, yang
harus dibuat ulang sebelum melanjutkan prosedur lebih jauh.
Alternatifnya adalah untuk melanjutkan ke tahap akhir dan kemudian
melakukan relining gigi tiruan untuk memperbaiki kesalahan tepi.
 Retensi
Meskipun retensi dikatakan bergantung pada penerimaan psikologis dan
kemampuan beradaptasi, retensi harus diperiksa dengan menempatkan
gigi tiruan pada denture bearing area dan kemudian mencoba untuk
melepaskan gigi tiruan tersebut di sudut kanan ke bidang oklusal. Beban
kemudian diberikan ke atas dan ke luar di daerah gigi anterior untuk
memeriksa retensi.
 Stabilitas
Stabilitas di bawah beban oklusal digunakan untuk menentukan distribusi
tekanan oklusal yang menguntungkan. Berikan tekanan ringan dengan
jari di regio premolar-molar disudut kanan ke permukaan oklusal di
setiap sisi secara bergantian. Jika tekanan di satu sisi menyebabkan gigi
tiruan miring dan naik dari ridge di sisi lain, hal ini menunjukkan bahwa
gigi di sisi tekanan dibuat terlalu jauh di luar ridge. Ini mungkin juga
menunjukkan kurangnya adaptasi dari basis pada sisi yang diberi tekanan
atau sayap di samping yang naik tidak meluas hingga batas fungsional.
 Tongue space (Ruang Lidah)
Ruang lidah diperiksa dengan menginstruksikan pasien untuk rileks dan
mengangkat lidah setelah memasang gigi tiruan. Jika lidah kaku, gigi
tiruan akan dimulai terangkat dari ridge. Reaksi langsung gigi tiruan ini
cenderung membedakan gerakan yang disebabkan oleh lidah yang kram
dengan gerakan yang disebabkan oleh sayap lingual tidak memanjang
hingga batas fungsional. Gerakan gigi tiruan akibat sayap lingual yang
tidak memanjang, tidak terjadi sampai posisi lidah meningkat beberapa
jarak. Jika lidah kram akibat gigi tiruan, tekanan lateral akan membuat
ketidakstabilan saat lidah bergerak. Penyebab kekurangan ruang lidah
antara lain gigi posterior diatur terlalu lingual, gigi geraham yang lebar
ke arah lingual, dan gigi miring ke arah lingual.
 Ketinggian Bidang Oklusal Bawah
Ketinggian bidang oklusal bawah harus sedikit di bawah sebagian besar
lidah, sehingga lidah dapat melakukan sebagian besar gerakannya di atas
gigi tiruan dan dengan demikian cenderung mencegah gigi tiruan untuk
terangkat. Pasien harus diinstruksikan untuk rileks dan menempatkan
ujung lidah dengan nyaman dan tanpa ketegangan di belakang gigi depan
bawah yang merupakan posisi istirahat lidah dan kemudian buka
mulutnya tanpa menggerakkan lidahnya. Jika tinggi bidang oklusal
benar, lidah akan terlihat berada di atas cusp lingual gigi posterior bawah.
Jika gigi tiruan bagian bawah masih cenderung terangkat terlalu tinggi
setelah batas lingual diperiksa dan ruang lateral yang memadai telah
tersedia, mungkin perlu mengatur ulang gigi serta menurunkan bidang
oklusal.
b) Evaluasi trial waxed denture yang ditempatkan bersamaan.
 Garis Tengah Klinis Wajah
Garis tengah gigi tiruan ahang atas dan bawah harus bertepatan yang
diperiksa dengan berdiri di depan pasien. .
 Bidang Anterior
Hal ini juga dievaluasi dari posisi yang sama dan kecenderungan apapun
pada bidang ini untuk miring ke atas atau ke bawah harus diperhatikan
dan diperbaiki.
 Bentuk Gigi Anterior
Bentuk gigi pada percobaan gigi tiruan harus diperiksa ulang untuk
memastikan keselarasannya dengan bentuk wajah. Hal ini juga
dipengaruhi oleh wax di sekitar gigi dan membutuhkan pemeriksaan serta
perubahan sebelum berkonsultasi dengan pasien.
 Ukuran Gigi
Ukuran gigi harus sesuai dengan ukuran wajah, bentuk lengkung,
visibilitas, dan canine line serta high lip line selama prosedur relasi
rahang.
 Shade of Teeth
Warna gigi harus diperiksa dengan cara mengingat bahwa shade
dipengaruhi oleh warna dan kepadatan wax di sekitarnya yang sama
sekali berbeda dengan gigi tiruan akrilik yang telah jadi.
 Profil dan Bentuk Bibir
Profil dan bibir pasien yang cembung atau cekung harus diperiksa
dengan cermat. Mengurangi wax pada bagian sayap labial atau
menempatkan gigi lebih jauh ke daerah palatal dapat memperbaiki posisi
bibir yang terlalu maju. Jika posisi bibirnya terlalu kebelakang, dapat
dipertimbangkan untuk mengatur ulang gigi anterior lebih jauh ke depan.
 Visibilitas Gigi
Pasien harus dilibatkan dalam percakapan saat dokter gigi mengamati.
Orang yang tersenyum biasanya memperlihatkan gigi atasnya. Jika gigi
bawah terlihat berlebihan, bidang oklusal perlu diubah atau mengubah
gigi bawah juga dapat dipertimbangkan. Pasien dianjurkan ditemani oleh
kerabatnya untuk mendapatkan persetujuan mengenai penampilannya.
c) Evaluasi Hubungan Maxillomandibular
 Hubungan Rahang Vertikal
Penampilan pasien yang tegang dengan bibir yang saling berdekatan
menunjukkan adanya peningkatan dimensi vertikal. Penurunan dimensi
vertikal akan dikaitkan dengan besar free ways space dan ketika gigi
dalam keadaan oklusi, bibir akan terlihat ditekan terlalu kuat bersama-
sama dengan kehilangan beberapa vermillion border. Mengganti gigi
posterior dengan wax block dan menetapkan ketinggian vertikal yang
tepat dengan free way space yang sesuai sebagai panduan dapat
mengoreksi tinggi vertikal. Record block ini harus didinginkan dengan
air dingin untuk menahan penutupan karena beban oklusal sementara
dilakukan mencatat posisi kontak dengan menggunakan registration
paste.
 Hubungan Rahang Horizontal
Gigi tiruan mandibula harus dipegang pada posisinya di atas ridge dan
pasien diminta rileks dan menutup gigi bersama-sama secara perlahan
dan pertahankan dalam oklusi, sementara pemeriksaan dilakukan. Jika
hasil pencatatan gigitan (recording) akurat, gigi akan berada pada posisi
interdigitasi di mulut dengan sesuai dengan posisi yang sama seperti pada
artikulator. Tapi jika hasil pencatatan salah, gigi tidak akan
berinterdigitasi dengan benar dan bahkan mungkin beroklusi dengan
posisi cusp to cusp pada satu atau kedua sisi. Dokter harus memastikan,
oklusi di mulut tidak terjadi akibat pergerakan gigi tiruan pada ridge,
miringnya salah satu gigi tiruan atau menurunnya posisi gigi tiruan atas.
Hal ini paling baik diuji dengan menginstruksikan pasien untuk
beroklusi, kemudian memisahkan gigi posterior dengan cara jarak yang
kecil. Prosedur ini dilakukan di kedua sisi secara bergantian. Gigi harus
dioklusikan dengan menggunakan setiap alat bantu pencatatan
(registration) yang memastikan bahwa posisi tersebut merupakan oklusi
benar atau, jika salah untuk memastikan jenis kesalahan yaitu seperti
pencatatan hubungan sentris yang tidak akurat, deviasi lateral, kontak
dini.
Pengamatan midline atas dan bawah dalam hubungannya satu sama lain
dengan gigi tiruan yang diletakkan pada articulator dan kemudian di
mulut akan menunjukkan akan menunjukkan ada tidaknya deviasi lateral.
Ketika kesalahan oklusi terdeteksi pada tahap ini, maka oklusi harus
diperbaiki dengan mencatat ulang posisi dari oklusi.
 Pencatatan Ulang (Re-recording) Hubungan Horizontal
Gigi posterior di salah satu trial denture diganti dengan wax yang lunak
dan harus menutupi bagian posterior gigi dari trial denture antagonis
tanpa mengubah dimensi vertikal seperti yang diatur pada artikulator.
Relasi sentris relasi direkam/dicatat dengan benar dengan memandu
mandibula, sehingga didapatkan cetakan gigi pada wax, yang berfungsi
sebagai panduan untuk memindahkan rekaman/catatan relasi rahang yang
telah dikoreksi ke artikulator.
d) Fonetik
Fonetik digunakan sebagai salah satu alat bantu untuk memverifikasi
akurasi dasar gigi tiruan dan penempatan gigi. Hal itu menunjukkan
penempatan gigi yang tepat.
Selama pengucapan huruf "z, s, ch", gigi akan saling berdekatan tapi
tidak bersentuhan. Silverman's closest speaking space dapat digunakan
untuk menentukan dimensi vertikal yang tepat. Gigi bergemerincing
menandakan ketinggian vertikal yang berlebih. Suara penyebutan huruf
“S” menyerupai “Sh” atau suara siulan saat terdapat derajat pemisahan
rahang yang tidak memadai.
Gangguan dalam pengucapan suara linguodental atau linguo-alveolar
seperti huruf “T, D” menunjukkan penempatan gigi anterior rahang atas
lebih ke area palatal. Itu juga bisa terdistorsi karena peningkatan
ketebalan basis gigi tiruan di daerah anterior. Suara palatolingual seperti
“K & G” juga membantu. Jika batas posterior gigi tiruan rahang atas
terlalu panjang atau terlalu tebal "K" akan berbunyi seperti ini.
Suara "kh". Ruang istirahat interoklusal diperiksa dengan bantuan
pengucapan "M". Selain itum pengucapan kata “P”, “B”, “M” membantu
dalam menentukan derajat pemisahan rahang yang benar. Saat vertikal
dimensi terlalu tinggi, pasien tidak akan mampu mengerutkan bibirnya
dan akibatnya artikulasi suara ini mungkin terdistorsi. Selain semua
metode pemeriksaan ulang ini selama tahap try-in, dokter gigi harus
senantiasa mengantisipasi pikiran dan sikap pasien dan menafsirkannya.
Pasien selanjutnya memberi persetujuan di akhir prosedur ini.

5. Remounting dan Selective Grinding


Remounting adalah suatu prosedur pemasangan kembali geligi dalam
artikulator yang bertujuan untuk mengkoreksi hubungan oklusi yang tidak
harmonis dari geligi tiruan yang baru selesai diproses. Pengecekan kembali
oklusi dapat menggunakan articulating paper atau diletakkan pada
artikulator dan lihat apakah ada area yang mengalami prematur kontak.
Selective grinding merupakan pengasahan permukaan oklusal
gigitiruan pada tempat-tempat tertentu untuk memastikan bahwa oklusi
sentrik gigitiruan tepat dengan hubungan rahang sentrik dan juga gigitiruan
harus dalam kontak eksentrik yang seimbang pada semua sisi. Pengurangan
oklusal pada daerah tertentu menggunakan hukum BULL (Buccal upper
Lingual lower) dan MUDD (Mesial upper Distal lower).
Kunjungan Kelima
1. Insersi Gigi Tiruan
a. Cek sebelum pemasangan:
1) Cek tepi: tidak tajam, halus membulat  
2) Basis dan sayap: tidak ada nodul, terpoles halus, mengkilat, tidak
porus
3) Permukaan halus, tidak ada gores, tidak tajam
4) Permukaan yang menghadap jaringan tidak cascat
5) Mukosa jaringan pendukung sehat
b. Cek GT saat dipakai:
1) Basis GT yang menghadap mukosa
- Oleskan PIP pada basis yang menghadap mukosa sebelum dipasang
untuk melihat apakah kontak di basis sudah merata (jangan
dioklusikan dulu)
- Jika ada undercut tertinggal di mukosa saat GT dilepas hilangkan
undercut dengan pengasahan untuk mencegah terkelupasnya
jaringan lunak yang terbuka
- Jika sudah merata di RA dan RB, baru oklusikan cek lagi basisnya
2) Perluasan tepi GT: apakah sesuai dengan ruangan yang tersedia di
vestibulum, sesuaikan dengan daerah frenulum, hamular notch. Cek
menggunakan disclosing wax pada tepi GT
3) Oklusi artikulasi : menggunakan articulating paper
4) DV & RS
5) Retensi
6) Kestabilan GT saat bicara dan menelan
7) Evaluasi fonetik
2. Instruksi Pasca Insersi
1) Ajarkan cara pasang dan lepas
2) Gigi tiruan hendaknya dipakai terus menerus untuk adaptasi dengan
rongga mulut.
3) Pembersihan GT: kimia (rendam), mekanik(disikat dengan bulu halus
diberi air dan sabun cair, serta diberi alas)
4) Ketika dilepas gigi tiruan direndam alam wadah tertutup yang berisi air
dingin yang bersih.
5) Instruksi kontrol 24 jam setelah inseri, 1 minggu, dan 3-6 bulan
6) Pada malam hari gigi tiruan dilepas untuk memberi kesempatan istirahat
yang memadai pada jaringan mulut pendukungnya.
7) Hindari mengunyah makanan yang keras dan lengket.
Kontrol
Setelah dilakukan pemasangan percobaan gigi tiruan, pasien diinstruksikan
untuk menggunakan gigi tiruan selama 24 jam. Pada saat ini, pasien boleh
menggunakan gigi tiruan untuk makan yang lunak, minum dan berbicara.
Pasien diinstruksikan untuk kontrol 1 hari setelah pasang coba. Hasil
pemeriksaan pada saat kontrol 1 hari setelah pasang coba menunjukkan,
bahwa tidak ada keluhan dari pasien dan hasil pemeriksaan klinis pada
jaringan lunak tidak menunjukan adanya kelainan. Selanjutnya pasien
diberitahu tentang cara pemasangan dan pelepasan gigi tiruan. Pasien juga
diinstruksikan untuk melakukan kontrol 7 hari setelah kontrol ini. Pada saat
kontrol 7 hari setelah kontrol 1 pemasangan percobaan, pasien sudah
mampu beradaptasi dengan baik, tetapi mengalami kesulitan pada pelepasan
dan pemasangan gigi tiruan. Memberikan penjelasan kembali tentang cara
pemasangan dan pelepasan gigi tiruan dengan menggunakan kaca. Hasil
pemeriksaan pada jaringan lunak yang lain tidak menunjukkan adanya
kelainan.
Instruksi Pasca Perawatan
Instruksi pada pasien:
a. Pasien dianjurkan untuk tidak melepas protesa yang baru dibuat kecuali
ketika tidur agar dapat beradaptasi dengan protesanya
b. Pasien diinstruksikan untuk melepas protesa pada waktu tidur dan protesa
direndam dalam air bersih dengan tujuan untuk mengistirahatkan
jaringan rongga mulut pasien
c. Pasien diinstruksikan untuk menjaga kebersihan protesa terutama pada
saat sehabis makan agar protesa dapat bertahan lama dan dapat
menunjang kesehatan mulut secara menyeluruh.
d. Pasien diinstruksikan untuk control kembali ke dokter gigi setidaknya 6
bulan sekali.

BAB III
KESIMPULAN
Gigi Tiruan Lengkap (GTL) adalah gigi tiruan yang dibuat untuk
menggantikan gigi asli baik rahang atas maupun rahang bawah yang didukung
oleh jaringan keras ataupun lunak yang ada didalam rongga mulut. Dalam
pembuatan GTL ada indikasi dan kontraindikasi yang perlu diperhatikan agar
hasil tujuan dari pembuatan GTL tercapai. Selain itu faktor-faktor penting seperti
usia, jenis kelamin, bahan yang digunakan, penyakit sistemik, dan keadaan
edentulous juga harus diperhatikan. Hal yang penting pada prosedure pembuatan
GTL adalah menentukan dimensi vertikal, karena dimensi vertikal akan
membentuk profil wajah dan menentukan nyaman atau tidaknya gigi tiruan
tersebut digunakan.. Agar GTL nyaman digunakan, tidak mudah lepas saat makan,
minum dan berbicara maka harus diperhatikan retensi dan stabilisasinya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi retensi dan stabilisasi antara lain adhesi,
kohesi, tegangan permukaan interfasial, tekanan atmosfer, otot-otot fasial dan
rongga mulut dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
1. Robert W, Loney, DMD, MS. Removable partial denture manual. Canada:
Dalhousie University; 2011.
2. Carr AB, Brown DT. McCracken’s removable partial prosthodontics. 12th ed.
Canada: Elsevier; 2011.
3. Delvin H. Complete denture. New york: Heidelberg; 2002.
4. Prakasti V, Gupta. Concise prosthodontics. 2nd ed. New Delhi: Elsevier; 2017.
5. Rangrajan V, et al. Textbook of prosthodontics. 2nd ed. India: Elsevier; 2017.
6. R.M. Basker, J.C. Davenport: Prosthetic treatment of the edentulous patient.
4th ed. UK: Blackwell Munksgaard; 2002.
7. Arthur O. Rahn, John R. Ivanhoe, Kevin D. Plummer: Textbook of complete
denture. 6th edition. USA: PMPH; 2009.
8. Bakar A. Ilmu kedokeran gigi klinis. Ed 2. Yogjakarta: Quatum; 2014.
9. Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary fixed prosthodontics. 5 th
ed. St. Louis: Mosby Inc; 2016.
10. Nallaswamy D. Textbook of prosthodontic. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher Ltd.; 2003.
11. Soratur SH. Essential of prosthodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publisher Ltd.; 2006.
12. Badel T, Celie R, kraljevie S. Complete Denture Remounting. Acta Stomat
Croat 2001; 381-387 Profesional Paper Received: January 30; 2001
13. Elisabet, Shennan Salim, Wahjuhi, Harry Laksono. Conformative Technique
Untuk Penyusunan gigi Anterior Rahang Atas Pada Kasus Immediate
Denture. Prosiding IPSM.
14. Anriatika, Simbolon BH, Helmira R. Perbandingan teknik cor dan gulung
dalam pembuatan bite rim pada gigi tiruan penuh untuk mendapatkan
efisiensi waktu dan bahan. Jurnal Kep. Gigi; 12(2)
15. Davenport JC, Basker RM, Heath JR, Ralph JP. A color atlas of removable
partial denture. England : Wolfie Medical Publication Ltd; 1992.
16. Sarandha DL, Hussain Z, Ithkarsh I. Textbook of completed denture
prosthodontic. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd; 2007.
17. Zarb, Bolender, Eckert, jacob, Fenton, Mericske, et al. Prosthodontic
treatment for edentulous patient-completed dentures and implant-supported
protheses. St. Louis: Mosby; 2004.

Anda mungkin juga menyukai