Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan tambahan makanan (BTM) adalah bahan atau campuran

bahan yang secara alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku

pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat

atau bentuk bahan pangan dan untuk memperbaiki karakter pangan agar

memiliki kualitas yang meningkat.

Tujuan penggunaan bahan tambahan makanan adalah untuk

meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi, dan kualitas daya simpan,

membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta mempermudah

preperasi bahan pangan. Pada umumnya bahan tambahan pangan dapat

dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu (Cahyadi, 2006):

 Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja

kedalam makanan dengan maksud penambahan adalah dapat

mempertahankan kesegaran, cita rasa, dan membantu pengolahan,

sebagai contoh pengawet, pewarna dan pengeras

 Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu:

bahan yang tidak mempunyai reaksi dalam makanan tersebut,

terdapat secara tidak sengaja. Contoh bahan tambahan pangan

dalam golongan ini adalah residu pestisida dan antibiotika

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat Rhodamin-B pada sampel makanan yang akan diuji ?


C. Tujuan Praktikum

Mengidentifikasi adanya Rhodamin B pada sampel makanan dan minuman

dengan metode kromatografi sederhana.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

I. Pengertian Pewarna

Pewarna adalah bahan tambahan mkanan yang dapat memperbaiki

tampilan pada makanan, sehingga terlihat lebih menarik. Pewarna

makanan dibagi menjadi dua, yaitu pewarna alami dan pewarna buatan

(sintesis).

Ada 5 sebab yang dapat menyebabkan suatu bahan makanan

berwarna, yaitu :

1. Pigmen yang secara alami terdapat pada tanaman dan hewan,

misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan

mioglobin menyebabkan warna merah pada daging.

2. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk

warna coklat pada kembang gula, karamel atau roti yang dibakar.

3. Warna gelap yang timbul karena adanya reaksi Maillard, yaitu

antara gugus amino protein dan gugus karbonil gula pereduksi.

Misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap.

4. Reaksi antara senyawa organik dengan udara akan menghasilkan

warna hitam atau coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh

adanya logam serta enzim, misalnya warna gelap permukaan apel

atau kentang yang dipotong.


5. Penambahan zat warna, baik zat warna alami ataupun zat warna

sintetik, yang termasuk golongan bahan aditif makanan.

II. Jenis Zat Pewarna

Aneka jenis pewarna ini ada yang berupa bubuk, pasta atau cairan. ada

dua jenis zat pewarna yaitu certified color dan unceretified

color.Certified color merupakan zat pewarna sintetik yang terdiri dari

dye dan lake, sedangkan uncertified color adalah zat pewarna yang

berasal dari bahan alami.

1. Certified Color (pewarna sintesis)

Ada 2 macam yang tergolong Certified Color yaitu Dye dan

Lake. Keduanya adalah zat pewarna buatan. Zat pewarna yang

termasuk golongan dye telah melalui prosedur sertifikasi dan

spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Food and Drug

Administration (FDA). Sedangkan zat pewarna lake yang hanya

terdiri dari 1 warna dasar, tidak merupakan warna campuran, juga

harus mendapat sertifikat. Dalam certified color terdapat

spesifikasi yang mencantumkan keterangan penting mengenai zat

pewarna tertentu, misalnya berbentuk garam, kelarutan dan residu

yang terdapat didalamnya.

a. Dye

Dye adalah zat pewarna yang umumnya bersifat larut dalam air

dan larutannya dapat mewarnai. Pelarut yang dapat digunakan

selain air adalah gliserin, alkohol dan propilenglikol. Dye juga


dapat diberikan dalam bentuk kering apabila proses

pengolahan produk tersebut kemudian ternyata menggunakan

air. Dye terdapat dalam bentuk bubuk, butiran, pasta maupun

cairan yang penggunaannya tergantung dari kondisi bahan,

kondisi proses dan zat pewarnanya sendiri.

Dye terbagi atas 4 kelompok yaitu Azo dye, Triphenylmethane

dye, Flourescein, dan Sulfonated Indigo

a) Azo dye, terdiri dari:

 FD&C Red No. 2 (Amaranth) No Indeks 16185

Amaranth termasuk golongan monoazo yang

mempunyai satu ikatan N=N. Amaranth berupa tepung

berwarna merah kecoklatan yang mudah larut dalam air,

menghasilkan larutan berwarna merah lembayang atau

merah kebiruan. Selain itu juga mudah larut dalam

propilonglikol, gliserol, dan larut sebagian dalam

alkohol 95%. Agak tahan terhadap cahaya, asam asetat

10%, HCl 10-30%, dan NaOH 10%, sedangkan

terhadap NaOH 30% kurang tahan dan menjadi agak

keruh.Zat warna amaranth bersifat karsiogenik

(menyebabkan kanker) sedangkan grup kedua

menyimpulkan bahwa zat warna tersebut bersifat

embritoksik (meracuni janin). Setelah dilakukan

penelitian lanjutan dan hasilnya menyatakan bahwa zat


warna amaranth bersifat karsiogenik dan embritoksik

maka sejak itu penggunaan zat warna amaranth di

amerika tidak diperbolehkan.

Selain bersifat karsiogenik dan embritoksik, zat warna

amaranth dalam jumlah besar dapat menimbulkan

tumor, reaksi alergi pada saluran pernapasan dan

menyebankan hiperaktif pada anak

 FD&C Yellow No 5 (Tartrazine) No Indeks 19140

Tartrazine merupakan tepung berwarna kuning jingga

yang mudah larut dalam air, menghasilkan larutan

kuning keemasan. Kelarutanya dalam alkohol 95%

hanya sedikit, dalam gliserol dan glikol mudah larut.

Tartanizie tahan terhadap cahaya, asam asetat, HCL,

dan NaOH 10%, NaOH 30% akan menjadikan warna

berubah kemerah-merahan.

Penggunaan tartrazine dapat menyebabkan reaksi alergi,

khususnya pada pada individu yang sensitif terhadap

asam asetilsiklik dan asam benzoat. Selain itu juga

dapat menyebabkan hiperaktif pada anak.

 FD&C Yellow No 5 (Sunset Yellow) No Indeks 15098.

Sunset Yellow termasuk golongan monazo, berupa

tepung berwarna jingga, sangat mudah larut dalam air,

dan menghasilkan larutan jingga kekuningan. Sedikit


larut dalam alkohol 95% dan mudah larut dalam gliserol

dan glikol. Pemakaian alat-alat, mudah larut dalam

alkohol tembaga akan menyebabkan warna larutan zat

warna menjadi keruh, coklat dan opaque.

Penggunaan sunset yellow dapat menyebabkan reaksi

alergi, khususnya pada pada individu yang sensitif

terhadap asam asetilsiklik dan asam benzoat. Selain itu

juga dapat menyebabkan hiperaktif pada anak. Pada

jumlah yang sedikit sunset yellow dapat menyebabkan

radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang,

muntah-muntah dan gangguan saluiran pencernaan.

 FD&C Red No 4 (Panceau SX) No Indeks 1470.

Panceau SX berupa tepung merah, mudah larut dalam

air dan memberikan larutan berwarna jingga. Larutan

dalam gliserol dan glikol, mudah larut dalam alkohol

95%. Sifat ketahanannya hampir sama dengan

amaranth, sedikit luntur oleh asam asetat 10%, NaOH

30% akan membuat larutan berwarna kekuningan. Cu

membuat warna larutan menjadi kuning, gelap, dan

keruh baik pada larutan netral maupun asam.

b) Triphenymethane dye, terdiri dari :

 FD&C Blue No 1 (Brilliant Blue) No Indeks 42090


Zat pewarna ini termasuk Triphenylmethane dye,

merupakan tepung berwarna ungu perunggu. Bila

dilarutkan dalam air menghasilkan warna hijau

kebiruan, larut dalam glikol dan gliserol, agak larut

dalam alkohol 95%. Zat warna ini tahan terhadap asam

asetat, tetapi agak luntur oleh cahaya agak tahan

terhadap HCl 10%, tetapi menjadi berwarna kehijauan,

sedangkan dalam HCl 30% akan membentuk warna

merah anggur.

 FD&C Green No 3 (Fast Green) No Indeks 42053

Tepung zat warna ini berwarna ungu kemerahan atau

ungu kecoklatan dan bila dilarutkan dalam air

menghasilkan warna hijau kebiruan. Zat ini juga larut

dalam alkohol 95%, tetapi lebih mudah larut dalam

campuran air dan alkohol. Zat ini juga larut dalam

gliserol dan glikol. Fast Green agak mudah luntur

dengan adanya cahaya dan tidak tahan terhadap HCl

30%, bila ditambahkan alkali, akan berwarna ungu.

kontak dengan Cu akan menjadikan warna coklat.

 FD&C Violet No 1 (Benzylviolet 4B)

Zat pewarna ini berbentuk tepung berwarna ungu, larut

dalam air, gliserol, glikol dan alkohol 95%.

Menghasilkan warna ungu cerah, tidak larut dalam


minyak dan eter. Zat pewarna ini mudah luntur oleh

cahaya, sedangkan terhadap asam asetat agak tahan.

c) Fluorescein

 FD&C Red No 3 (Erytrosine) No Indeks 45430

Zat pewarna ini termasuk golongan Fluorescein. Berupa

tepung coklat larutannya dalam alkohol 95%

menghasilkan warna merah yang berfluoresensi

sedangkan larutannya dalam air berwarna merah cherry

tanpa fluoresensi. Larut dalam gliserol dan glikol,

bersifat kurang tahan terhadap cahaya dan oksidator,

tetapi tahan terhadap reduktor dan NaOH 10%.

d) Sulfonated Indigo

 FD&C Blue No 2 (Indigotin/Indigo Carmine) No Indeks

73015

Indigotine merupakan tepung berwarna biru, coklat,

kemerah-merahan, mudah laut dalam air dan larutannya

berwarna biru. Larut dalam gliserol dan glikol, sedikit

larut dalam alkohol 95%. Zat warna ini sangat tidak

tahan terhadap cahaya, karena itu warnanya cepat

menghilang.

b. Lake

FD&C Lake diizinkan pemakainnya sejak tahun 1959, dan

penggunannya meluas dengan cepat. Zat pewarna ini


merupakan gabungan dari zat warna (dye) dengan radikal basa

(Al atau Ca) yang dilapisi dengan hidrat alumina. Lake stabil

pada Ph 3,5 – 9,5 dan diluar selang tersebut lapisan alumina

pecah dan dye yang dikandungnya terlepas.

Sesuai dengan sifatnya yang tidak larut dalam air, zat

pewarna ini digunakan untuk produk-produk yang mengandung

lemak dan minyak daripada dye, karena FD&C lake larut

dalam lemak. Daya mewarnai FD&C lake adalah dengan

membentuk dispersi yang menyebar pada bahan yang

diwarnai.

Bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk digunakan pada

makanan berdasarkan Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 adalah :

a. Antioksidan, bahan tambahan pangan yang digunakan untuk mencegah

terjadinya proses oksidasi. Contoh: asam askorbat dan asam eritrobat

serta garamnya untuk produk daging, ikan dan buah-buahan kaleng;

Butilhidroksi anisol (BHA) atau butilhidroksi toluen (BHT) untuk

lemak, minyak dan margarin;

b. Antigumpal, bahan tambahan pangan yang dapat mencegah

menggumpalnya makanan yang berupa serbuk, tepung atau bubuk.

Contoh: Ca-silikat, Mg-karbonat, dan Si-dioksida untuk merica dan

rempah lainnya, garam stearat dan tri-Ca-fosfat pada gula, kaldu dan

susu bubuk;
c. Pengatur keasaman, bahan tambahan pangan yang dapat

mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman

makanan. Contoh: Asam laktat, sitrat, dan malat digunakan pada jeli.

Natrium bikarbonat, karbonat, dan hidroksida digunakan sebagai

penetral pada mentega;

d. Pemanis buatan, bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan

rasa manis pada makanan yang tidak atau hampir tidak mempunyai

nilai gizi. Contoh: sakarin dan siklamat;

e. Pemutih tepung, bahan tambahan pangan yang dapat mempercepat

proses pemutihan tepung hingga dapat memperbaiki mutu penanganan;

f. Pengemulsi, pemantap dan pengental, bahan tambahan pangan yang

dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang

homogen pada makanan. Biasa digunakan untuk makanan yang

mengandung air atau minyak. Contoh: polisorbat untuk pengemulsi es

krim dan kue, peltin untuk pengental pada jamu, jeli, minuman ringan

dan es krim, gelatin untuk pemantap dan pengental pada keju,

karagenen dan agar-agar untuk pemantap dan pengental produk susu

dan keju;

g. Pengawet, bahan tambahan pangan yang dapat mencegah fermentasi,

pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan

oleh mikroorganisme. Biasa ditambahkan pada makanan yang mudah

rusak atau yang disukai sebagai medium pertumbuhan bakteri atau

jamur. Contoh: asam benzoat dan garamnya dan ester para hidroksi
benzoat untuk produk buah-buahan, kecap, keju dan margarin, asam

propionat untuk keju dan roti;

h. Pengeras, bahan tambahan pangan yang dapat memperkeras atau

mencegah lunaknya makanan. Contoh: Al-sulfat, Al-Na-sulfat untuk

pengeras pada acar dalam botol, Ca- glukonat dan Ca-sulfat pada buah

kaleng seperti tomat dan kaleng;

i. Pewarna, bahan tambahan pangan yang dapat memperbaiki atau

memberi warna pada makanan. Contoh: karmin, ponceau-4R, eritrosin

(merah), green-FCF dan green-S (hijau), kurkumin, karoten, yellow

kuinolin, tartazin (kuning) dan karamel (coklat);

j. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa, bahan tambahan pangan

yang dapat memberikan, menambahkan atau mempertegas rasa dan

aroma. Contoh: monosodium glutamat pada produk daging;

k. Sekuestran, bahan tambahan pangan yang dapat mengikat ion logam

yang ada pada makanan sehingga dapat mencegah terjadinya oksidasi

yang dapat menimbulkan perubahan warna dan aroma. Biasa

ditambahkan pada produk lemak dan minyak atau produk yang

mengandung lemak atau minyak seperti daging dan ikan. Contoh:

asam folat dan garamnya;

l. Enzim, bahan tambahan pangan yang dapat menguraikan makanan

secara enzimatik. Biasa untuk mengatur proses fermentasi makanan.

Contoh: amilase dari aspergillus niger untuk tepung gandum dan

rennet dalam pembuatan keju


m. Penambahan gizi, bahan tambahan pangan berupa asam amino,

mineral atau vitamin, baik tunggal maupun campuran yang dapat

memperbaiki atau memperkaya gizi makanan. Contoh: asam askorbat,

feri fosfat, inositol, tokoferol, vitamin A, vitamin B12 dan vitamin D;

n. Humektan, bahan tambahan pangan yang dapat menyerap lembab

sehingga dapat mempertahankan kadar air dalam makanan. Contoh:

gliserol untuk keju, es krim dan sejenisnya dan triaseti untuk adonan

kue;

o. Antibusa, bahan tambahan pangan yang dapat menghilangkan busa

yang dapat timbul karena pengocokan atau pemasakan. Contoh:

dimetil polisiloksan pada jeli, minyak dan lemak, sari buah dan buah

nanas kalengan, silikon dioksida amorf pada minyak dan lemak. Bahan

Tambahan Pangan yang tidak diizinkan atau dilarang

digunakan dalam makanan menurut Permenkes RI

No.1168/Menkes/Per/X/1999, bahan yang biasanya tidak digunakan

sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas

makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan

sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada

pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan,pengepakan,

pengemasan dan penyimpanan (Cahyadi, 2008) yaitu:

a. Natrium tetraborat (boraks)

b. Formalin (formaldehid)

c. Minyak nabati yang dibrominasi (brominated vegetable oils)


d. Kloramfenikol

e. Kalium klorat

f. Dietilpirokarbonat (DEPC)

g. Nitrofurazon

h. P-fenetilkarbamida

i. Asam salisilat dan garamnya

j. Rhodamin B (pewarna merah)

k. Methanil yellow (pewarna kuning)

l. Dulsin (pemanis sintesis)

m. Potasium bromat (pengeras).

Zat pewarna makanan diklasifikasi menjadi tiga yaitu pewarna

alami, pewarna identik alami dan pewarna sintetis (Mudjajanto, 2006).

1. Pewarna Alami

Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh

dari tumbuhan, hewan atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini

telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman dari

pada zat warna sintetis. Pewarna alami yang berasal dari tumbuhan

dapat ditemukan pada akar, buah atau batang tanaman

(Sudarmadji.,dkk, 1989).

2. Pewarna identik alami

Pewarna identik alami adalah pigmen-pigmen yang dibuat secara

sintetis yang struktur kimianya identik dengan pewarna-pewarna alami.

Yang termasuk golongan ini adalah karotenoid murni antara lain


canthaxanthin (merah), beta-karoten (orange-kuning). Semua pewarna

ini memiliki batas-batas konsentrasi maksimum penggunaan,

terkecuali beta- karoten yang boleh digunakan dalam jumlah tidak

terbatas. Pewarna ini masih satu golongan dengan kelompok zat warna

alami, hanya zat warna ini dihasilkan dengan cara sintetis kimia bukan

dengan cara ekstraksi atau isolasi (Srifatimah, 1999).

3. Pewarna sintetis

Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata jika

dibandingkan dengan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan

mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan biasanya

lebih murah (FAO Indonesia, 2007).

B. Uraian Bahan

a. Pengertian Rhodamin-B

Rhodamin B adalah pewarna sintetik penghasil warna merah. Bentuk

Rhodamin B adalah kristal dengan warna merah, cokelat, atau hijau.

Rumus empirisnya adalah C28H31ClN2O3 (nama IUPAC Rhodamine

B yaitu [9 - (2 -carboxyphenyl) -6 -diethylamino -3-xanthenylidene]-

diethylammonium chloride). Dengan berat molekul 479.02 , Rhodamin

B dapat larut dalam air dengan solubilitas ~50 g/L, dan dalam larutan

asam asetat (30 vol%) solubilitasnya ~400 g/L. Memiliki suhu leleh

210-211⁰C, yang akan menyebabkan dekomposisi dan berujung ke

rusaknya materi Rhodamin tersebut.


Gambar 1. Struktur Kimia Rhodamin B

Gambar 2. Serbuk Rhodamin B

b. Analisis Zat Warna Rhodamin B

Analisis zat warna Rhodamin dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu

dengan perbandingan warna dengan tabel rujukan serta dengan

kromatografi kertas.

a. Metode spot tetes


Prinsip metode pertama adalah adanya reaksi khas antara zat warna

buatan dengan beberapa pelarut. Secara umum, prinsip penentuan

zat warna dalam produk pangan akan melibatkan proses ekstraksi

zat warna dalam produk pangan tersebut. Proses ekstrasi zat warna

buatan dilakukan dengan mendidihkan sampel yang telah

diasamkan yang di dalamnya dimasukkan benang wool atau bulu

domba. Selama proses pendidihan tersebut, benang wool atau bulu

domba akan menyerap zat warna. Selanjutnya benang wool

tersebut dibagi menjadi beberapa bagian dan ditetesi dengan HCl

pekat, H2SO4 pekat, NaOH 10%, dan NH4OH 12%. Perubahan

warna diamati dan jenis bahan pewarna dapat diketahui dengan

membandingkannya dengan standar yang tertera pada tabel 1

sebagai berikut:

Tabel 1. Beberapa jenis bahan pewarna buatan yang dapat

diidentifikasi dari perubahan warna serat bulu domba oleh

perlakuan berbagai pereaksi

Pewarna HCl pekat H2SO4 pekat NaOH 10% NH4OH 12%


Lebih

Rhodamin B Orange Kuning Lebih biru kebiruan


Coklat keruh- Sedikit
Amaranth Lebih gelap Ungu-kecoklatan
kemerahan berubah
Erythrosine Orange-kuning Orange-kuning Tidak berubah Tidak berubah
Sedikit Sedikit
Tartrazine Lebih gelap Lebih gelap
berubah berubah
Fast green
Orange Hijau-cokelat Biru Biru
FCF
Sedikit
Aniline yellow Violet-merah Orange-kuning Tidak berubah
berubah
Sedikit Coklat kusam-
Orange G Orange Tidak berubah
berubah merah
Kuning Kuning Lebih
Acid violet 6B Kuning
kecoklatan kecoklatan gelap kebiruan
Sedikit

Azoflavine Merah violet Merah violet Coklat kusam berubah


Sedikit
Sedikit
Acid yellow Merah Orange berubah
berubah
Almost
Methyl violet Kekuningan Kekuningan Decolorized
decolorized
Turmeric Merah Coklat kemerahan Orange Orange

C. Metode Kromatografi

Prinsip metode kedua adalah dengan kromatografi kertas.

Kromatografi secara luas digunakan untuk pemisahan pewarna makanan

buatan. Selulosa dalam kertas merupakan medium ideal, air dapat diserap

diantara serat selulosa dan membentuk fase diam yang hidrofilik.

Penggunaan kromatografi kertas pertama kali diperkenalkan oleh

Consden, Gordon dan Martin pada tahun 1941. Campuran sampel

diteteskan pada kertas dan migrasi pelarut ditandai. Setelah kertas

dikeringkan, posisi senyawa-senyawa yang ada dalam campuran sampel

dilihat dengan reaksi pewarnaan yang sesuai. Rasio jarak yang ditempuh

oleh senyawa dan jarak yang ditempuh oleh pelarut disebut Rf (Retention

factor) dan nilainya kurang lebih konstan untuk senyawa tertentu, sistem
pelarut, dan kertas dibawah kondisi konsentrasi zat terlarut, suhu, dan pH

yang terkontrol dengan baik.

𝑅𝑓 = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛 / 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛 (𝑏)

Gambar 3. Kromatografi Lapis Tipis/Kromatografi Kertas

BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

a. Alat yang digunakan :


1. Gelas kimia 100 ml

2. Labu ukur 100 ml

3. Corong

4. Batang pengaduk

5. Chamber

6. Pipet tetes

7. Benang wol bebas lemak

8. Kertas saring

9. Aquades

b. Bahan yang digunakan :

1. Standar Rhodamin B

2. Ethanol

3. Asam asetat glacial 10 %

4. Isobutanol

5. Ammonia

6. Aquadest

7. Sampel ( Minuman jelly drink)

8. N- Butanol

B. Prosedur Kerja

a. Persiapan sampel uji Sampel


1. Sampel berupa minuman diukur 50 ml lalu diperiksa keasamannya jika

tidak asam, asamkan dengan asam asetat

2. Dimasukkan kertas lakmus biru untuk mengguji keasaman sampel

3. Masukkan benang wol secukupnya kedalam sampel yang sudah

disiapkan lalu dipanaskan diatas api sambil diaduk-aduk selama 10

menit.

4. Ambil beang wol dan cuci berulang-ulang dengan air hingga bersih.

5. Masukkan benang wol kedalam gelas piala 100 ml. Tambahkan larutan

ammonia encer sekitar ±6 ml sampai benang wol terendam. Panaskan

diatas penangas air hingga zat warna pada beang wol luntur. Ambil

benang wolnya, saring larutan berwarna tersebut dan pekatkan diatas

penangas air.

b. Pembuatan eluen untuk elusidasi sampel

1. Diambil N-butanol : as. Asetat glasial : air (4 : 5 : 1)

2. Diambil Isobutanol : etanol : air (3:2:2)

3. Dimasukkan dalam chamber

4. Dijenuhkan 

c. Pengujian Rhodamin B pada sampel

1. Ditotolkan masing-masing larutan Rhodamin B, sampel uji pada

Kertas krotografi

2. Dimasukkan kertas kromatografi ke dalam chamber

3. Dielusikan sampai pelarut merambat sampai garis tanda batas

4. Dikeringkan plat dan mengamati bercak noda yang terbentuk


BAB IV

PEMBAHASAN

A. Hasil

B. Pembahasan
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai