Anda di halaman 1dari 22

TUGAS

ASKAN PENYAKIT PENYERTA HEMATOLOGI

(POLISITEMIA)

DISUSUN OLEH:
Hestry Oktelindo Putri
1910070170015

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Aric Frendi Andriyan, M. Kep.

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM


SARJANA TERAPAN FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2021
A. Pengertian Polisitemia
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia
(darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan jumlah seldarah (eritrosit, leukosit,
trombosit) di dalamdarah. Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan
jumlah sel darah merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh
sumsum tulang. Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh
terlalu banyak memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki
peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal
melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobin nya melebihi 18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia, yaitu:
a. Polisitemia Vera (primer)

Polisitemiavera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga


dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak
disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia primer dikarenakan sel benih
hematopoietic mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari
eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal,
proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia
vera adalah contoh polisitemia primer. Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia
umumnya berkisar antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah ini yang
terbanyak dibandingkan dengan sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah merah
bisa melebihi batas normal. Kondisi ini dikenal dengan sebutan polisitemia vera.

b. Polisitemia sekunder

Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Jadi, berbanding
terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama
kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali kebatas
normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia sekunder
umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang
mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma cushin
Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia
Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia
sekunder. Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,
seperti tulang paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel
darah baru dibuat untuk menggantikan sel-seldarah yang lama karena mereka mati.
Dalam polisitemia, proses initidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan
terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini
menyebabkan penebalan darah.

B. Etiologi

1. Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak
diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan
genetic warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi precursor sel darah merah.
2. Polisitemia sekunder
Polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau
kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti:
a. Tumor hati,
b. Tumor ginjal atau sindroma Cushing
c. Peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia
kronis (kadar oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin
d. Perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit
paru-paru parah, dan penyakit jantung.
e. Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak
sel darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.

C. Manifestasi Klinis

Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan


trombosit yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis
sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan
neoplastik jaringan ikat.
Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari :
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian
akan menyebabkan :
a. Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan
menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
b. Penurunan laju transpor oksigen
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.
Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran
(iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.
2. Penurunan shear rate
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu
agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya
perdarahan, walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-
30% kasus PV, manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan
gastrointerstinal.
3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL)
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi
trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli
terjadi pada 30-50% kasus PV.
4. Basofilia (hitung basofil >65/mL)
Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama
setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria
suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah
sebagai akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi
karena peningktana kadar histamin.
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini
terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya
splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas
hemopoesis ekstramedular.
7. Laju siklus sel yang tinggi
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah
sekuestasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam
urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena
penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera.
8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat
Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan
vitamin B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/
metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi
pengikat vitamin B12 (UB12 – protein binding capacity) dijumpai meningkat
pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua vitamin ini
memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa, neuropati, atrofi
N.optikus, serta psikosis.
9. Muka kemerah-merahan (Plethora)
Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva, hiperemis
sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.
10. Keluhan lain yang tidak khas seperti cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo,
tinitus, perasaan panas.
11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis,
perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena
peningkatan viskositas darah akan menyebabkan rupture spontan pembuluh darah arteri.
Pasien Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahan waktu
operasi atau trauma.
D. Patofisiologi

Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.

1. Polisitemia relative berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relative karena


terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak
mengalami perubahan.
2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih
hematopoietic tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar
eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena
rangsangan eritropoietin yang kuat.
3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar
eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai
keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini
adalah hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat
sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada
sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau
menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel
tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap
faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah
eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA
yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang
memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan
ikatan antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi
ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan
terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya,
terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul
STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi
sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth
factor. Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana
terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama
JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses
aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat
berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah,
sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita
cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan
mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan
tingginya jumlah platelet.

Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke,


pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV
menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia,
peningkatan resikopirasi dan batu ginjal.

Mekanisme yang diduga untuk menyebabkan peningkatan poliferesi sel induk


hematopoietik adalah sebagai berikut:
1. Tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastik
2. Adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel
induk hematopoietik normal.
3. Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin,
interlaukin,1,3 GMCSF dan sistem cell faktor.
Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :
a. Fase eritrositik atau fase polisitemia.
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan
jumlah eritrosit yang dapat bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada fase ini
dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk menggendalikan viskositas darah
dalam batasan normal.
b. Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis)
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki
priode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia
tetapi trombositosis dan leokositosis biasanya menetap.
c. Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan
perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod.
Kadang- kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah
bening dan ginjal.
d. Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh
komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi
pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang
diobati berkisar anatara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak
mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan. Dibandingkan dengan pengobatan
flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia akut meningkat 5 kali jika pasien
diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien mendapatkan obat sitostatik
seperti klorambusil.

E. Pathway
F.
Komplikasi

Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk
kemungkinan komplikasi:
a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.
b. Batu Ginjal Asam urat
c. Gagal jantung
d. Leukemia / leukositosis
e. Myelofibrosis
f. Penyakit ulkus peptikum
g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan
jantung)

G. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Fisik
Yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritemia)
2. PemeriksaanDarah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes
standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV
ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih
(terutamaneutrofil), dan jumlah platelet.
3. Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan
kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar
eritropoietin (EPO) dalam darah.
4. Pemeriksaan sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk
mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari
gen Janus kinase-2/JAK2).

H. Manajemen anestsesi
a. Policitemia vera

 Risiko perdarahan dan hiperkoagulasi perioperatif


 Penurunan hematocrit sampai 45% sebelum operasi dapat menurunkan risiko
komplikasi trombohemoragik
 Trombositosis diturunkan sampai 400.000platelet/mm3
 Terapi aspirin di stop 7 hari sebelum operasi
 Desmopresin dan cryopresipitat, mengurangi perdarahan

b. Policitemia sekunder
 Tergantung kasus
 Pasien dg Ht tinggi akan terjadi plebotomi, menurunkan risiko perdarahan dan
thrombosis

I. Penatalaksanaan
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat
dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
a. Tujuan terapi

1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit)

2. Mencegah kejadian trombotik misalnya thrombosis arteri-vena, serebrovaskular,


thrombosis vena dalam, infarkmiokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.

b. Prinsip Terapi
1. Menurunkan viskositas darah sampai ketingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghin dari pembedahan elektif pada fase eritrositik/polisitemia yang belum
terkendali.
3. menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)

4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefeksterilisasi pada


pasienusiamuda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi
sitostatik.

Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:


1. Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
2. Leukositosis progresif
3. Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematic
4. Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

c. Terapi PV

a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk
pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama
bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi
terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,dan pada pasien yang masih
dalam usia subur. Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai
nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka
darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit
yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam
dan perempuan.
b. Kemoterapi sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel
darah merah atau konsentrasi platelet).
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik menghindari
kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien usia muda. Terapi
mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai
pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah hidroksiurea (dikenal
juga sebagai hidroksi karbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan
obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang
keamanan penggunaan jangka panjang. Penggunaan golongan obat alkilasis udah
banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan
mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan
klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV.
Pasien dengan pengobatan carain harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3
minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit:
pada pria< 45% dan memberikannya lagi jika> 52%, pada wanita< 42% dan
memberikannya lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk
menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-
3mCi/m2 secara intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%.
Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 Mendapatkan hasil,
reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulangakan tetapi hal ini
jarang dibutuhkan. Tidak mepatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan
reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulangakan tetapi hal ini
jarang dibutuhkan. Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan

25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis
pertama.
d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk
mengontrol trombositemia (hitung trombosit 800.00/mm3). Produk biologi yang
digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan
trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi
mengkombinasikannya dengan sitostatik siklofosfamid (Cytoxan).

J. Konsep Asuhan Keperawatan pada Polisitemia


a. Pengkajian
1. Identitas klien
meliputi nama, umur, alamat, nomor register, pekerjaan, pendidikan, agama
2. Keadaan dan keluhan utama
Apa yang menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita lakukan yaitu
pucat, cepat lelah, takikardi, palpitasi, dan takipnoe.
3. Riwayat penyakit dahulu

a. adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal


b. adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya perdarahan kronis
c. adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi.

4. Riwayat penyakit keluarga


a. Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang berhubungan
dengan status penyakit yang diderita klien saat ini
b. adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
c. adanya kecendrungan keluarga untuk terjadi anemia

5. Riwayat penyakit sekarang


apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status penyakit
yang dideritanya(anemia)
6. Data sosial, psikologis dan agama Keyakinan klien terhadap budaya dan
agama yang mempengaruhi kebiasaan klien dan pilihan pengobatan misal
penolakan transfusi darah dan adanya depresi.
7. Data kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
 Penurunan masukan diet
 masukan diet rendah protein hawan
 kurangnya intake zat makanan tertentu: vitamin b12, asamfolat
b. Aktivitas istirahat
Frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
c. Eliminasi BAK dan BAB
Frekuensi, warna, konsistensi dan bau

b. Pengkajian
1. Sistim Sirkulasi
Gejala :
 riwayat kehilangan darah kronis
 riwayat endokarditis infektif kronis
 palpitasi
Tanda:
 Tekanan darah: Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan
nadi melebar, hipotensi postural.
 Disritmia: abnormalitas EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran
atau depresi gelombang T jika terjadi takikardia.
 Denyut nadi : takikardi dan melebar
 Ekstremitas: Warna pucat pada kulit dan membran mukosa
(konjongtiva,mulut, faring, bibir dan dasar kuku)
 Sklera: Biru atau putih seperti mutiara.
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer
dan vasokonstriksi kompensasi)
 Kuku: Mudah patah.
 Rambut : Kering dan mudah putus.
2. Sistim Neurosensori
Gejala:
 Sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuanberkosentrasi
 imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata
 kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia tangan /kaki
 sensasi menjadi dingin
Tanda:
 Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
 Mental : tak mampu berespon.
 Oftalmik : Hemoragis retina.
 Gangguan koordinasi.
3. Sistim Pernafasan
Gejala:
 Napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktifitas
Tanda :

 Takipnea,ortopnea, dan dyspnea


4. Sistim Nutrisi
Gejala:

 Penurunan masukan diet,masukan protein hewani renda


 nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan (ulkus pada faring)
 mual muntah,dyspepsia,anoreksia
 adanya penurunan berat badan
Tanda:
 Lidah tampak merah daging
 Membran mukosa kering dan pucat.
 Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas
 Stomatitis dan glositis.
 Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah)
5. Sistim Aktivitas/ Istirahat
Gejala:
 Keletihan, kelemahan, malaise umum
 Kehilamgan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja
 Toleransi terhadap latihan rendah
 Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
Tanda:
 Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.
 Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
 Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
 Ataksia, tubuh tidak tegak
6. SistimSeksualitas
Gejala:
 Hilang libido(pria dan wanita
 Impoten
Tanda:
 Serviks dan dinding vagina pucat.
7. Sistim Keamanan dan Nyeri
Gejala:
 Riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia
 Riwayat kanker
 Tidak toleran terhadap panas dan dingin
 Transfusi darah sebelumnya
 Gangguan penglihatan
 Penyembuhan luka buruk
 Sakit kepala dan nyeri abdomen samar

Tanda:
 Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.
 Limfadenopati umum
 Petekie dan ekimosis.
 Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.

c. Diagnosis
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tubuh.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang menurun
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supplai
oksigen dan kebutuhan/kelelahan.

d. Intervensi
NO NO.DX TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
1 1 Setelah dilakukan Mandiri
tindakan keperawatan
Awasi tanda vital, kaji Memberikan informasi
1x24 jam Px
pengisian kapiler dan tentang derajat/
menunjukkan perfusi
warna kulit atau keadikuatan perfusi
ade kuat : tanda vital
membrane mukosa. jaringan dan membantu
stabil, membrane
menentukan kebutuhan
merah muda,
interfensi
pengisian kapiler baik
Meningkatkan
ekspansi paru dan

Tinggikan kepala memaksimalkan

tempat tidur sesuai oksigennasi untuk


toleransi kebutuhan seluler

Dispnea, gemericik
menunjukkan adanya
Kaji pernafasan,
auskultasi bunyi napas peningkatan kompensasi
jantung untuk pengisian
kapiler

Vasokonstriksi ke
organ vital menurunkan
sirkulasi perifer.

Catat keluhan rasa

dingin, pertahankan suhu


lingkungan dan tubuh Kenyamanan pasien
hangat sesuai indikasi akan kebutuhan rasa

Kolaborasi hangat harus seimbang


untuk mengindari panas
Awasi pemeriksaan
berlebihan pencetus
Laboratorium : Hb,Ht,
vasodilatasi (penurunan
Jumlah SDM, GDA
perfusi organ)

Mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan
pengobatan ataupun
respon terhadap
terapi. Meningkatkan
jumlah sel pembawa
oksigen, memperbaiki
Berikan transfusi darah
(SDM darah lengkap/ defisiensi untuk
packed, produk darah menurunkn resiko
sesuai dengan indikasi). pendarahan
Awasi ketat untuk
komplikasi transfusi

2 2 Setelah dilakukan Mandiri :


tindakan keperawatan
Kaji riwayat nutrisi Mengidentifikasi
selama 1x24 jam
defisiensi, menduga
maka akan
kemungkinan interfensi
menunjukkan: Observasi intake
peningkatan berat nutrisi pasien, timbang Mengawasi masukan

badan atau berat berat badan setiap hari. kalori atau kualitas

badan stabil dengan kekurangan nutrisi,

nilai laboratorium mengawasi penurunan

normal, tidak BB atau efektivitas

mengalami tanda intervensi nutrisi.


Berikan intake nutrisi
malnutrisi, Intake yang sedikit tapi
sedikit tapi sering
menunjukkan sering menurunkan
perilaku atau kelemahan dan
perubahan pola hidup meningkatkan
untuk menigkatkan pemasukan serta
atau mempertahankan mencegah distensi
berat badan yang gaster.
sesuai. Observasi adanya mual
Gejala gastrointestinal
muntah dan gejala lain
dapat menunjukkan efek
yang berhubungan
hipoksia pada organ.

Jaga hygiene mulut


Meningkatkan nafsu

yang makan dan intake oral,


menurunkan
pertumbuhan bakteri,
meminimalkan infeksi

Bila ada lesi oral, nyeri

Berikan diet halus, dapat membatasi intake


rendah serat, makanan yang dapat
menghindari makanan ditoleransi pasien,
panas, pedas atau terlalu meningkatkan masukan
asam sesuai indiksi bila protein dan kalori.
perlu berikan suplemen
nutrisi

Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi.

Membantu dalam
membuat rencana diet
untuk memenuhi
Pantau pemeriksaan
kebutuhan individual.
Lab : Hb, Ht, BUN,
Albumin, Protein, Meningkatkan
Transferin, Besiserum, efektivitas program
B12, Asam folat. pengobatan termasuk
sumber diet nutrisi yang
Berikan pengobatan diperlukan.
sesuai dengan indikasi
misalnya :
- Vitamin dan suplemen Kebutuhan penggantian
mineral : Vitamin B12, tergantung tipe pada
Asam folat dan Asam masukan oral yang buruk
askorbat (vitamin C) dan difesiensi yang
diidentifikasi
3 3 Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
keperawatan selama 1x24
1.      Kaji kemampuan       Mempengaruhi pilihan
jam diharapkan ada
klien untuk intervensi atau bantuan
peningkatan toleransi
aktivitas, menujukkan aktivitas, catat
penurunan tanda fisiologis adanya kelemahan
intoleransi misalnya: nadi,       Manifestasi
2.      Awasi dan kaji
pernafasan dan pertahanan kardiopolmunal dari upaya
darah dalam rentang normal TTV selama dan
jantung dan paru untuk
sesudah aktivitas,
membawa jumlah oksigen
catat respon
ade kuat ke jaringan.
terhapad tingkat
aktivitas seperti
denyut jantung,
      Meningkatkan harga diri
pusing, dispnea,
pasien.
takipnea.
3.      Berikan bantuan
dalam aktivitas dan
      Meningkatkan secara
libatkan keluarga
bertahap tingkat aktivitas
4.      Rencanakan
sampai normal dan
kemajuan aktivitas
memperbaiki tonus otot,
dengan pasien,
dengan membatasi adanya
tingkatkan aktivitas
kelemahan, serta
sesuai toleransi
menghindari terjadinya
dengan tehnik
regangan/ stress
penghematan energi
kardiopolmonal yang dapat
serta menghentikan
menimbulkan
aktivitas jika
dekompensasi/ kegagalan.
palpitasi, nyeri dada,
napas pendek, atau
terjadi pusing.

Anda mungkin juga menyukai