(POLISITEMIA)
DISUSUN OLEH:
Hestry Oktelindo Putri
1910070170015
DOSEN PEMBIMBING :
b. Polisitemia sekunder
Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin. Jadi, berbanding
terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama
kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali kebatas
normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia sekunder
umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang
mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma cushin
Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia
Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia
sekunder. Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,
seperti tulang paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel
darah baru dibuat untuk menggantikan sel-seldarah yang lama karena mereka mati.
Dalam polisitemia, proses initidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan
terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini
menyebabkan penebalan darah.
B. Etiologi
1. Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak
diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan
genetic warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi precursor sel darah merah.
2. Polisitemia sekunder
Polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau
kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti:
a. Tumor hati,
b. Tumor ginjal atau sindroma Cushing
c. Peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia
kronis (kadar oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin
d. Perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit
paru-paru parah, dan penyakit jantung.
e. Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak
sel darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.
C. Manifestasi Klinis
E. Pathway
F.
Komplikasi
Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk
kemungkinan komplikasi:
a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.
b. Batu Ginjal Asam urat
c. Gagal jantung
d. Leukemia / leukositosis
e. Myelofibrosis
f. Penyakit ulkus peptikum
g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan
jantung)
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
Yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritemia)
2. PemeriksaanDarah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes
standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV
ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih
(terutamaneutrofil), dan jumlah platelet.
3. Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan
kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar
eritropoietin (EPO) dalam darah.
4. Pemeriksaan sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk
mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari
gen Janus kinase-2/JAK2).
H. Manajemen anestsesi
a. Policitemia vera
b. Policitemia sekunder
Tergantung kasus
Pasien dg Ht tinggi akan terjadi plebotomi, menurunkan risiko perdarahan dan
thrombosis
I. Penatalaksanaan
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat
dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
a. Tujuan terapi
b. Prinsip Terapi
1. Menurunkan viskositas darah sampai ketingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghin dari pembedahan elektif pada fase eritrositik/polisitemia yang belum
terkendali.
3. menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
c. Terapi PV
a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk
pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama
bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi
terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,dan pada pasien yang masih
dalam usia subur. Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai
nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka
darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit
yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam
dan perempuan.
b. Kemoterapi sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel
darah merah atau konsentrasi platelet).
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik menghindari
kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien usia muda. Terapi
mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai
pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah hidroksiurea (dikenal
juga sebagai hidroksi karbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan
obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang
keamanan penggunaan jangka panjang. Penggunaan golongan obat alkilasis udah
banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan
mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan
klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV.
Pasien dengan pengobatan carain harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3
minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit:
pada pria< 45% dan memberikannya lagi jika> 52%, pada wanita< 42% dan
memberikannya lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk
menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-
3mCi/m2 secara intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%.
Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 Mendapatkan hasil,
reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulangakan tetapi hal ini
jarang dibutuhkan. Tidak mepatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan
reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulangakan tetapi hal ini
jarang dibutuhkan. Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan
25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis
pertama.
d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk
mengontrol trombositemia (hitung trombosit 800.00/mm3). Produk biologi yang
digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan
trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi
mengkombinasikannya dengan sitostatik siklofosfamid (Cytoxan).
b. Pengkajian
1. Sistim Sirkulasi
Gejala :
riwayat kehilangan darah kronis
riwayat endokarditis infektif kronis
palpitasi
Tanda:
Tekanan darah: Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan
nadi melebar, hipotensi postural.
Disritmia: abnormalitas EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran
atau depresi gelombang T jika terjadi takikardia.
Denyut nadi : takikardi dan melebar
Ekstremitas: Warna pucat pada kulit dan membran mukosa
(konjongtiva,mulut, faring, bibir dan dasar kuku)
Sklera: Biru atau putih seperti mutiara.
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer
dan vasokonstriksi kompensasi)
Kuku: Mudah patah.
Rambut : Kering dan mudah putus.
2. Sistim Neurosensori
Gejala:
Sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuanberkosentrasi
imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata
kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia tangan /kaki
sensasi menjadi dingin
Tanda:
Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
Mental : tak mampu berespon.
Oftalmik : Hemoragis retina.
Gangguan koordinasi.
3. Sistim Pernafasan
Gejala:
Napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktifitas
Tanda :
Tanda:
Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.
Limfadenopati umum
Petekie dan ekimosis.
Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.
c. Diagnosis
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tubuh.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang menurun
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supplai
oksigen dan kebutuhan/kelelahan.
d. Intervensi
NO NO.DX TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
1 1 Setelah dilakukan Mandiri
tindakan keperawatan
Awasi tanda vital, kaji Memberikan informasi
1x24 jam Px
pengisian kapiler dan tentang derajat/
menunjukkan perfusi
warna kulit atau keadikuatan perfusi
ade kuat : tanda vital
membrane mukosa. jaringan dan membantu
stabil, membrane
menentukan kebutuhan
merah muda,
interfensi
pengisian kapiler baik
Meningkatkan
ekspansi paru dan
Dispnea, gemericik
menunjukkan adanya
Kaji pernafasan,
auskultasi bunyi napas peningkatan kompensasi
jantung untuk pengisian
kapiler
Vasokonstriksi ke
organ vital menurunkan
sirkulasi perifer.
Mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan
pengobatan ataupun
respon terhadap
terapi. Meningkatkan
jumlah sel pembawa
oksigen, memperbaiki
Berikan transfusi darah
(SDM darah lengkap/ defisiensi untuk
packed, produk darah menurunkn resiko
sesuai dengan indikasi). pendarahan
Awasi ketat untuk
komplikasi transfusi
badan atau berat berat badan setiap hari. kalori atau kualitas
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli
gizi.
Membantu dalam
membuat rencana diet
untuk memenuhi
Pantau pemeriksaan
kebutuhan individual.
Lab : Hb, Ht, BUN,
Albumin, Protein, Meningkatkan
Transferin, Besiserum, efektivitas program
B12, Asam folat. pengobatan termasuk
sumber diet nutrisi yang
Berikan pengobatan diperlukan.
sesuai dengan indikasi
misalnya :
- Vitamin dan suplemen Kebutuhan penggantian
mineral : Vitamin B12, tergantung tipe pada
Asam folat dan Asam masukan oral yang buruk
askorbat (vitamin C) dan difesiensi yang
diidentifikasi
3 3 Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
keperawatan selama 1x24
1. Kaji kemampuan Mempengaruhi pilihan
jam diharapkan ada
klien untuk intervensi atau bantuan
peningkatan toleransi
aktivitas, menujukkan aktivitas, catat
penurunan tanda fisiologis adanya kelemahan
intoleransi misalnya: nadi, Manifestasi
2. Awasi dan kaji
pernafasan dan pertahanan kardiopolmunal dari upaya
darah dalam rentang normal TTV selama dan
jantung dan paru untuk
sesudah aktivitas,
membawa jumlah oksigen
catat respon
ade kuat ke jaringan.
terhapad tingkat
aktivitas seperti
denyut jantung,
Meningkatkan harga diri
pusing, dispnea,
pasien.
takipnea.
3. Berikan bantuan
dalam aktivitas dan
Meningkatkan secara
libatkan keluarga
bertahap tingkat aktivitas
4. Rencanakan
sampai normal dan
kemajuan aktivitas
memperbaiki tonus otot,
dengan pasien,
dengan membatasi adanya
tingkatkan aktivitas
kelemahan, serta
sesuai toleransi
menghindari terjadinya
dengan tehnik
regangan/ stress
penghematan energi
kardiopolmonal yang dapat
serta menghentikan
menimbulkan
aktivitas jika
dekompensasi/ kegagalan.
palpitasi, nyeri dada,
napas pendek, atau
terjadi pusing.