Anda di halaman 1dari 12

e-ISSN 2715-3312 Medical Scope Journal (MSJ).

2020;2(1):36-47
DOI: https://doi.org/10.35790/msj.2.1.2020.31670
Available from:https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/msj

Gangguan Ginjal Akut et Kausa Sepsis: Laporan Kasus

Jaquelene D. Kairupan,1 Stella Palar2

1
PPDS Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
2
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: jaquelenekairupan@gmail.com

Abstract: Acute kidney injury (AKI) is a sudden episode of decreased renal function that occurs
within a few hours until a few weeks, followed by renal failure in excretion of nitrogen-waste
products with or without imbalance of fluid and electrolytes. Sepsis is the main cause of critical
illnesses as well as the main cause of AKI, albeit, the pathophysiology of AKI due to sepsis is not
jet fully understood. We reported a female patient aged 35 years with AKI due to sepsis caused by
abscess of suprafundal uterine that occured due to nosocomial infection post laparoscopy of utero
myoma. Diagnosis was based on anamnesis, physical examination, and laboratory examination as
well as radiology examination. The patient had been given an adequate antibiotic treatment with
infection source control, renal supportive therapy using intermittent hemodialysis, exploration
surgery, and abscess drainage. The prognosis of this patient was good since the condition of sepsis
was resolved and the renal supportive therapy of hemodialysis improved her renal function.
Keywords: acute kidney injury, sepsis

Abstrak: Gangguan ginjal akut (GgGA) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi mendadak
dalam beberapa jam sampai beberapa minggu, diikuti oleh kegagalan ginjal untuk mengekskresi
sisa metabolisme nitrogen dengan atau tanpa disertai terjadinya gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Sepsis merupakan penyebab utama dari penyakit kritis dan juga merupakan faktor
penyebab paling umum untuk terjadinya GgGA namun patofisiologi terjadinya GgGA akibat
sepsis belum dipahami dengan jelas. Kami melaporkan seorang pasien wanita usia 35 tahun
dengan GgGA akibat sepsis yang disebabkan oleh abses suprafundus uteri dengan kausa infeksi
nosokomial pasca laparoskopi mioma uteri. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pasien telah diberikan pengobatan
antibiotik adekuat dengan kontrol sumber infeksi, terapi suportif ginjal menggunakan intermittent
hemodialysis, operasi eksplorasi, dan drainase abses. Prognosis pada pasien ini ialah baik bila
kondisi sepsis teratasi dan terapi suportif ginjal hemodialisis memberi hasil perbaikan fungsi
ginjal.
Kata kunci: gangguan ginjal akut (GgGA), sepsis

PENDAHULUAN Penelitian kohort selama 10 tahun yang


Gangguan ginjal akut (GgGA) adalah melibatkan lebih dari 90.000 pasien dan
penurunan fungsi ginjal yang terjadi men- lebih dari 20 ICU, menunjukkan pening-
dadak dalam beberapa jam sampai beberapa katan kejadian GgGA sebesar 2,8% per
minggu, diikuti oleh kegagalan ginjal untuk tahun.1
mengekskresi sisa metabolisme nitrogen Gangguan ginjal akut secara garis besar
dengan atau tanpa disertai terjadinya gang- dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal,
guan keseimbangan cairan dan elektrolit. renal (intrinsik), post-renal. Penyebab GgGA
Kejadian GgGA di Intensive Care Unit pre-renal ialah hipoperfusi ginjal yang dapat
(ICU) dewasa dilaporkan berkisar 16-67%. disebabkan oleh hipovolemia atau menurun-

36
Kairupan, Palar: Gangguan ginjal akut et kausa sepsis … 37

nya volume sirkulasi yang efektif. Ganggu- LAPORAN KASUS


an ginjal akut renal (intrinsik) dapat dise- Seorang pasien wanita, usia 35 tahun,
babkan oleh glomerulonefritis akut, vasku- suku Minahasa, agama Kristen, pekerjaan
litis, nefritis insterstisial akut dan paling ibu rumah tangga, datang ke RSUP Prof. Dr.
sering karena nekrosis tubular akut (NTA) R. D. Kandou Manado pada tanggal 17 Juli
akibat sepsis sedangkan GgGA post-renal 2018 di Instalasi Rawat Darurat Bedah yang
disebabkan oleh adanya obstruksi intrarenal kemudian dikonsulkan ke Bagian Ilmu
dan ekstrarenal.1,2 Penyakit Dalam (IPD) pada tanggal 18 Juli
Sepsis merupakan penyebab utama dari 2018.
penyakit kritis dan juga merupakan faktor Keluhan utama pasien ialah sesak napas
penyebab paling umum untuk terjadinya sejak 5 hari yang lalu, sesak dirasakan saat
GgGA. Pada dewasa dan anak, sepsis me- istirahat maupun berjalan. Nyeri perut men-
nyumbang 26-50% dari semua GgGA di jalar sampai belakang dirasakan hilang
negara maju, dibandingkan dengan 7-10% timbul sejak ±11 hari yang lalu setelah
GgGA akibat penyakit ginjal primer.1,2 pasien dioperasi atas indikasi mioma uteri.
Saat ini pemahaman tentang patofisio- Mual dan muntah dialami pada saat pasien
logi terjadinya GgGA akibat sepsis belum makan. Pasien juga mengeluhkan lemah
diketahui secara lengkap. Hipoperfusi yang badan serta bengkak pada kedua tangan dan
dimediasi oleh sepsis menyebabkan nekro- tungkai. Demam sejak 1 minggu yang lalu
sis tubular diduga sebagai patofisiologi hilang timbul. Batuk disangkal. Buang air
utama untuk GgGA akibat sepsis, namun kecil sering dengan volume ±2000 mL/24
demikian, semakin banyak bukti yang jam. Buang air besar tidak ada keluhan.
menantang paradigma ini. Banyak penyebab Pasien saat ini sedang haid dengan hari
yang sekarang diakui berperan dalam terja- pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 13
dinya GgGA akibat sepsis, termasuk cedera Juli 2018.
iskemia-reperfusi pada glomerulus, inflame- Riwayat penyakit sebelumnya ialah
si pada bagian spesifik nefron, hipoksia pasien pernah dirawat di RS Siloam Manado
dan/atau stres oksidatif, sitokin dan kemokin dan dilakukan operasi laparoskopi atas
menyebabkan cedera langsung pada tubu- indikasi mioma uteri pada tanggal 7 Juli
lus, serta apoptosis tubular dan mesenkimal. 2018. Hasil laboratorium pre-operatif tang-
Tingkat keparahan cedera dan hasil akhir gal 4 Juli 2018 ialah sebagai berikut: Hb
buruk terhadap GgGA akibat sepsis dise- 13,8 g/dL; leukosit 8.440/uL; ureum 25
babkan karena keterlambatan pengenalan mg/dL; kreatinin 0,7 mg/dL; SGOT 14 U/L;
dini dari cedera.2 SGPT 13 U/L; Na 139 mEq/L; K 4,1 mEq/L;
Penatalaksanaan GgGA akibat sepsis dan pemeriksaan foto toraks tanggal 3 Juli
ialah dengan pemberian cairan yang ade- 2018 dengan kesan tidak tampak kelainan
kuat, kontrol terhadap asidosis, antibiotik signifikan. Pasien dirawat selama 10 hari di
adekuat, pemberian vasopresor apabila ter- RS Siloam Manado, dipulangkan pada tang-
jadi hipotensi, dan terapi suportif ginjal. gal 12 Juli 2018, kemudian masuk ke RS
Indikasi terapi suportif ginjal pada pasien Bethesda Tomohon pada tanggal 13 Juli
dengan GgGA bila adanya asidosis meta- 2018 dengan keluhan sesak napas, demam
bolik, kelebihan cairan, sindrom uremia, tinggi, dan disertai nyeri perut yang terasa
gangguan elektrolit, dan intoksikasi alkohol.3 lebih sering. Hasil laboratorium tanggal 13
Pemahaman terjadinya GgGA akibat Juli 2018 ialah sebagai berikut: Hb 9 g/dL;
sepsis belum diketahui secara lengkap; oleh eritrosit 3x106/ul; Ht 25,3%; leukosit
karena itu kami mengangkat sebuah kasus 23.240/ul; trombosit 215.000/uL; MCH 30
GgGA akibat sepsis yang dirawat di RSUP pg; MCHC 35,6 g/dL; MCV 84,2 fL; ureum
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dalam 133 mg/dL; kreatinin 9,1 mg/dL; Na 117
laporan kasus ini. mEq/L; K 4,1 mEq/L; Cl 84 mEq/L. Hasil
rekam jantung kesan dalam batas normal.
38 Medical Scope Journal (MSJ), Volume 2, Nomor 1, Juli-Desember 2020, hlm. 36-47

Hasil foto toraks tanggal 13 Juli 2018 dan kanan, terdapat ronki basah kasar pada
dengan kesan kardiomegali Cardiothoracic kedua lapang paru dan tidak ada wheezing.
Ratio (CTR) 56%, efusi pleura bilateral Pemeriksaan jantung didapatkan inspeksi
minimal, corakan vaskularisasi paru me- iktus kordis tidak tampak, palpasi iktus
ningkat, dan suspek efusi perikardial. Hasil kordis tidak teraba, perkusi batas jantung
laboratorium tanggal 14 Juli 2018 ialah kanan di sela iga V linea sternalis kanan,
sebagai berikut: ureum 133 mg/dL; kreati- batas kiri jantung sela iga V linea mid
nin 9,3 mg/dL; protein total 6,4 g/dL; klavikularis kiri, auskultasi denyut jantung
albumin 3,2 g/dL; globulin 3,2 g/dL. Hasil reguler, suara jantung I dan II normal, tidak
laboratorium tanggal 17 Juli 2018 Hb 8,2 ada bising dan gallop. Pada pemeriksaan
g/dL; eritrosit 2,76x106/uL; Ht 23%; leuko- abdomen tampak distensi, luka operasi
sit 29.280/uL; trombosit 398.000/uL; MCH terawat, bising usus normal, defans mus-
29,7 pg; MCHC 35,7 g/dL; MCV 83,2 fL; kular tidak ada, hati dan limpa tidak teraba,
LED 80; GDP 83 mg/dL; ureum 148 mg/dL; shifting dullness positif, ballotement ginjal
kreatinin 10 mg/dL; asam urat 16 mg/dL; Na tidak teraba, nyeri tekan pada daerah
113 mEq/L; K 4,1 mEq/L; Cl 79 mEq/L. epigastrium, dan pada perkusi didapatkan
Hasil ultrasonografi (USG) abdomen tang- suara timpani. Pada pemeriksaan ekstremi-
gal 17 Juli 2018 dengan kesan massa tas teraba hangat, edema pada kedua tangan
hipoekoik di fundus uteri diagnois banding dan tungkai, tidak ada bintik kemerahan/
(dd) hematoma, pseudokista, dan didapat- ruam. Hasil pemeriksaan laboratorium
kan cairan bebas di kavum Douglasi. Saat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou tanggal 17
perawatan di RS Bethesda Tomohon pasien Juli 2018 ialah sebagai berikut: Hb 8,1 g/dL;
didiagnosis dengan acute heart failure dan eritrosit 2,78x106/uL; Ht 22 %; leukosit
GgGA. Terapi selama perawatan ialah injek- 30.900/uL; trombosit 412.000/uL; MCH
si furosemide 20 mg IV bolus dilanjutkan 29,1 pg; MCHC 36,8 g/dL; MCV 79,1 fL;
drips furosemide 120 mg IV, spironolakton SGOT 12 U/L; SGPT 19 U/L; GDS 92
50 mg 1x/hari, gliseril trinitrat 2,5 mg mg/dL; ureum 145 mg/dL; kreatinin 9,1
2x/hari, dan injeksi ampicillin-sulbactam mg/dL; Na 119 mEq/L; K 4,4 mEq/L; Cl 85
1,5 g 3x/hari IV. Pasien kemudian dirujuk ke mEq/L; PT 15,2 detik; INR 1,16 detik;
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada APPT 48,4 detik. Hasil konsultasi ke Bagian
tanggal 17 Juli 2018. Riwayat penyakit Obstetri-Ginekologi ialah pasien didiagno-
keluarga, ibu kandung pasien menyandang sis P0A0 35 tahun pasca laparoskopi mio-
diabetes melitus tipe 2 terkontrol dengan mektomi dengan massa uterus dan disaran-
insulin. Riwayat sosial merokok dan alkohol kan untuk perbaikan keadaan umum sebe-
disangkal pasien. Riwayat alergi tidak ada. lum tindakan operatif. Hasil konsultasi ke
Pemeriksaan fisik tanggal 18 Juli 2018 Bagian Jantung pasien didiagnosis cardio-
saat pasien dikonsulkan ke Bagian IPD renal syndrome (CRS) type 3 dan disaran-
didapatkan keadaan umum tampak sakit kan terapi drips furosemide 240 mg/hari
sedang dengan kesadaran kompos mentis, secara IV, gliseril trinitrat 2,5 mg 2x/hari.
berat badan 65 kg, tinggi badan 155 cm, Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 110 x/ fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
menit reguler, isi cukup, frekuensi pernapas- didiagnosis GgGA et kausa sepsis, sepsis et
an 26 x/menit, suhu badan aksiler 38,9 °C. kausa infeksi intraabdomen dd pneumonia,
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, cardiorenal syndrome type 3, pasca operasi
bibir tidak sianosis, tekanan vena jugularis mioma uteri, anemia et kausa perdarahan
5+4 cm H2O, trakea letak di tengah, tidak pasca operasi, hiperurisemia, hiponatremia
didapatkan pembesaran kelenjar getah dilusional. Terapi disarankan cairan adekuat
bening leher. Dada tampak simetris saat dengan target balans cairan seimbang, diet
statis dan dinamis, stem fremitus teraba ginjal non dialisis protein 0,8 g/kgBB/hari,
sama pada kedua lapang paru, perkusi sonor, kalori 35 kkal/kgBB/hari, transfusi packed
auskultasi suara pernapasan vesikuler kiri red cells (PRC) selang sehari sampai Hb ≥10
Kairupan, Palar: Gangguan ginjal akut et kausa sepsis … 39

g/dL, ceftriaxone 2 g 1x/hari IV, alopurinol urine balans cairan seimbang, diet ginjal non
100 mg 1x/hari. Hasil konsultasi ke Divisi dialisis protein 0,8 g/kgBB/hari, kalori 35
Ginjal-Hipertensi ialah pasien didiagnosis kkal/kgBB/hari. Pasien dikonsulkan ke
dengan GgGA (failure) et kausa sepsis, PPRA dan disarankan pemakaian antibiotik
sepsis et kausa infeksi intraabdomen dd injeksi cefoperazone-sulbactam 500 mg
pneumonia, cardiorenal syndrome type 3, 2x/hari secara IV. Hasil konsultasi ke
pasca operasi mioma uteri, anemia et kausa Bagian Bedah Digestif pasien didiagnosis
perdarahan pasca operasi, hiperurisemia, kolik abdomen dan disarankan untuk
hiponatremia dilusional. Disarankan terapi computerized tomography (CT) scan dengan
suportif ginjal hemodialisis (TSG-HD), diet kontras bila fungsi ginjal baik. Pasien juga
ginjal non dialisis protein 0,8 g/kgBB/hari, dikonsulkan ke Bagian Bedah Vaskular
kalori 35 kkal/kgBB/hari saat ini, takar urine untuk pemasangan akses vaskular yaitu
balans cairan seimbang, serta koreksi elek- double lumen catheter (DLC). Dilakukan
trolit dan anemia. pemeriksaan laboratorium dengan hasil
Pada tanggal 18 Juli 2018, pasien dialih sebagai berikut: Hb 7,8 g/dL; eritrosit
rawat ke bagian IPD dan dilakukan pemerik- 2,65x106/uL; Ht 21,2%; leukosit 25.500/uL;
saan laboratorium kontrol dengan hasil se- trombosit 399.000/uL; MCH 29,4 pg;
bagai berikut: ureum 143 mg/dL; kreatinin MCHC 36,8 g/dL; MCV 80 fL; Anti HCV
9,4 mg/dL; Na 119 mEq/L; K 4,16 mEq/L; kualitatif non reaktif; HBsAg Elisa non
Cl 79,2 mEq/L. Pasien dikonsulkan ke reaktif; Anti HIV (Elisa) non reaktif, dan
Program Pengendalian Resistensi Anti- diperiksakan urinalisis lengkap dengan hasil
mikroba (PPRA) dan disarankan untuk makroskopik warna kuning jernih, mikro-
pemberian antibiotik injeksi ampicillin- skopik eritrosit >50/LPB, leukosit >50/LPB,
sulbactam. Selanjutnya pasien diperiksakan epitel 0-1/LPK, kimia berat jenis 1010, pH
urinalisis lengkap dengan hasil makroskopik 5, leukosit (+3), nitrit (-), protein (+1),
warna kuning keruh, mikroskopik eritrosit glukosa (-), keton (-), urobilinogen (-),
>50/LPB, leukosit 8-10/LPB, epitel 5- bilirubin (-), darah/eritrosit (+5).
6/LPK, kimia berat jenis 1010, pH 5, Hari ke-3 perawatan tanggal 19 Juli
leukosit (+2), nitrit (-), protein (+1), glukosa 2018, pasien mengeluh sesak berkurang,
(-), keton (-), urobilinogen (-), bilirubin (-), kaki bengkak berkurang, nyeri perut ber-
darah/eritrosit (+5). Keluhan saat tersebut kurang. Pemeriksaan fisik ditemukan
sesak berkurang, kaki bengkak berkurang, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 74 x/
terdapat nyeri perut. Pemeriksaan fisik menit reguler, isi cukup, frekuensi perna-
ditemukan tekanan darah 100/70 mmHg, pasan 20 x/menit, suhu badan aksiler
nadi 110 x/menit reguler, isi cukup, frekuen- 36,8°C, konjungtiva anemis ronki basah
si pernapasan 24 x/menit, suhu badan aksiler kasar pada kedua basal paru, tidak ada nyeri
38,9 °C, ronki basah kasar pada kedua basal tekan epigastrium, edema kedua tungkai dan
paru, nyeri tekan epigastrium. Pasien di- urine output 1200 mL/15 jam. Terapi dilan-
diagnosis dengan GgGA (failure) et kausa jutkan. Dilakukan pemeriksaan laborato-
sepsis, sepsis et kausa infeksi intraabdomen rium dengan hasil Hb 8,7 g/dL; eritrosit
dd pneumonia, cardiorenal syndrome type 2,94x106/uL; Ht 23,8%; leukosit 30.800/uL;
3, pasca operasi mioma uteri, anemia et trombosit 432.000/uL; MCH 29,6 pg;
kausa perdarahan pasca operasi, hiper- MCHC 36,6 g/dL; MCV 81 fL; eosinofil
urisemia, hiponatremia dilusional. Diberi- 1%; basofil 1%; netrofil batang 5%; netrofil
kan infus EAS pfrimmer 250 mL 7 tetes/ segmen 80%; limfosit 6%; monosit 7%;
menit, injeksi ampicillin-sulbactam 1,5 g eosinofil 307/uL. Hasil patologi anatomi
3x/hari secara IV, injeksi ranitidine 50 mg tanggal 19 Juli 2018 kesan leiomioma uteri.
2x/hari secara IV, natrium bikarbonat 500 Pasien dilakukan TSG-HD dengan akses
mg 3x/hari, transfusi PRC 230 mL setiap vaskular HD DLC pada vena jugularis
selang 1 hari sampai Hb ≥10 g/dL, takar interna dekstra. Pasien kemudian diberikan
40 Medical Scope Journal (MSJ), Volume 2, Nomor 1, Juli-Desember 2020, hlm. 36-47

diet ginjal dialisis protein 1,2 g/kgBB/hari, anemis, nyeri tekan di perut kanan bawah,
kalori 35 kkal/kgBB/hari. dan urine output 2500 mL/24 jam. Diberi-
Hari ke-4 perawatan tanggal 20 Juli kan injeksi cefoperazone-sulbactam 1000
2018, pasien mengeluh sesak berkurang, mg 2x/hari secara IV dan terapi lain
kaki bengkak berkurang, nyeri perut hilang dilanjutkan. Hasil kultur darah tidak ada
timbul. Pemeriksaan fisik ditemukan tekan- pertumbuhan bakteri. Pemeriksaan urina-
an darah 120/70 mmHg, nadi 80 x/menit lisis dengan hasil makroskopik warna
reguler, isi cukup, frekuensi pernapasan 20 kuning jernih, mikroskopik eritrosit 10-15
x/menit, suhu badan aksiler 36,8°C, ko- /LPB, leukosit 2-4/LPB, epitel 0-1/LPK,
njungtiva anemis ronki basah kasar pada kimia berat jenis 1015, pH 7, leukosit (+1),
kedua basal paru, edema kedua tungkai dan nitrit (-), protein (-), glukosa (-), keton (-),
urine output 1200 mL/21 jam. Terapi dilan- urobilinogen (-), bilirubin (-), darah/eritrosit
jutkan kemudian dilakukan pemeriksaan (+3).
laboratorium dengan hasil Hb 7,6 g/dL; Hari ke-8 perawatan tanggal 24 Juli
eritrosit 2,57x106/uL; Ht 20,7%; leukosit 2018, pasien mengeluh nyeri perut hilang
32.100/uL; trombosit 421.000/uL; MCH timbul. Pemeriksaan fisik ditemukan tekan-
29,6 pg; MCHC 36,7 g/dL; MCV 80,5 fL; an darah 130/80 mmHg, nadi 78 x/menit
GDS 107 mg/dL; ureum 111 mg/dL; reguler, isi cukup, frekuensi pernapasan
kreatinin 6,6 mg/dL; Na 129 mEq/L; K 3,8 20x/menit, suhu badan aksiler 36,5°C, kon-
mEq/L; Cl 98 mEq/L. jungtiva anemis dan nyeri tekan di perut
Hari ke-5 perawatan tanggal 21 Juli bawah. Terapi dilanjutkan. Hasil kultur urin
2018, pasien mengeluh nyeri perut ber- tidak ada pertumbuhan bakteri.
kurang. Pemeriksaan fisik ditemukan tekan- Hari ke-9 perawatan tanggal 25 Juli
an darah 120/70 mmHg, nadi 80 x/menit 2018, pasien mengeluh nyeri perut hilang
reguler, isi cukup, frekuensi pernapasan timbul. Pemeriksaan fisik ditemukan tekan-
20x/menit, suhu badan aksiler 36,7°C, an darah 120/70 mmHg, nadi 88 x/menit
konjungtiva anemis dan urine output 2100 reguler, isi cukup, frekuensi pernapasan 22
mL/24 jam. Terapi dilanjutkan dan dilaku- x/menit, suhu badan aksiler 36,5°C, nyeri
kan TSG-HD. tekan di perut bawah dan epigastrium
Hari ke-6 perawatan tanggal 22 Juli dengan urine output 2000 mL/24 jam.
2018, pasien mengeluh nyeri perut bawah. Terapi dilanjutkan. Dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah laboratorium dengan hasil sebagai berikut:
120/80 mmHg, nadi 80 x/menit reguler, isi Hb 12 g/dL; eritrosit 4,18x106/uL; Ht 37,4%;
cukup, frekuensi pernapasan 24 x/menit, leukosit 14.200/uL; trombosit 268.000/uL;
suhu badan aksiler 36,9°C, konjungtiva MCH 28,8 pg; MCHC 32,2 g/dL; MCV 89,4
anemis, nyeri tekan di perut kanan bawah, fL; SGOT 38 U/L; SGPT 50 U/L; GDS 102
dan urine output 2000 mL/24 jam. Dilaku- mg/dL; ureum 86 mg/dL; kreatinin 2,9
kan pemeriksaan laboratorium dengan hasil mg/dL; Na 140 mEq/L; K 3,95 mEq/L; Cl
sebagai berikut: Hb 8,9 g/dL; eritrosit 100 mEq/L; PT 15,7 detik; INR 1,2 detik;
3,08x106/uL; Ht 27,2%; leukosit 26.200/uL; APPT 43,6 detik. Hasil CT scan abdomen
trombosit 374.000/uL; MCH 28,9 pg; tanpa kontras kesan suspek abses (dd. Kista
MCHC 32,7 g/dL; MCV 88,2 fL; GDS 157 kompleks ovarium yang terinfeksi), disertai
mg/dL; ureum 52 mg/dL; kreatinin 3,2 fluid collection dalam kavum Douglasi.
mg/dL; Na 137 mEq/L; K 3,8 mEq/L; Cl Hari ke-10 perawatan tanggal 26 Juli
102 mEq/L. 2018, pasien mengeluh nyeri perut hilang
Hari ke-7 perawatan tanggal 23 Juli timbul. Pemeriksaan fisik ditemukan tekan-
2018, pasien mengeluh nyeri perut bawah. an darah 120/70 mmHg, nadi 68 x/menit
Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah reguler, isi cukup, frekuensi pernapasan
130/80 mmHg, nadi 84 x/menit reguler, isi 20x/menit, suhu badan aksiler 36,7°C, nyeri
cukup, frekuensi pernapasan 22 x/menit, tekan di perut bawah dan epigastrium
suhu badan aksiler 37,2°C, konjungtiva dengan urine output 2000 mL/24 jam.
Kairupan, Palar: Gangguan ginjal akut et kausa sepsis … 41

Terapi dilanjutkan dan dilakukan pemerik- 137 mEq/L; K 4 mEq/L; Cl 103 mEq/L; PT
saan laboratorium dengan hasil sebagai 15,4 detik; INR 1,31 detik; APPT 36,2 detik.
berikut: Hb 12,5 g/dL; eritrosit 4,47x106/uL; Hari ke-14 perawatan tanggal 30 Juli
Ht 38,1%; leukosit 11.000/uL; trombosit 2018, pasien mengeluh nyeri perut minimal.
224.000/uL; MCH 28 pg; MCHC 32,8 g/dL; Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah
MCV 85,2 fL; GDS 87 mg/dL; ureum 84 110/80 mmHg, nadi 78 x/menit reguler, isi
mg/dL; kreatinin 2,1 mg/dL; protein total cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit,
8,4 g/dL; albumin 4,18 g/dL; globulin 4,22 suhu badan aksiler 36,8°C, nyeri tekan di
g/dL; Na 140 mEq/L; K 4,3 mEq/L; Cl 103 perut bawah dan epigastrium dengan urine
mEq/L; PT 15 detik; INR 1,14 detik; APPT output 2000 mL/24jam. Terapi dilanjutkan.
42,2 detik. Hasil foto toraks kesan normal. Dilakukan
Hari ke-11 perawatan tanggal 27 Juli operasi laparoskopi eksplorasi dengan adhe-
2018, pasien mengeluh nyeri perut hilang sioisis dilanjutkan dengan drainase abses
timbul. Pemeriksaan fisik ditemukan tekan- suprafundus uteri. Diagnosis pascabedah
an darah 110/70 mmHg, nadi 78 x/menit P0A0 35 tahun abses suprafundus uteri post
reguler, isi cukup, frekuensi pernapasan 22 laparoskopi eksplorasi dengan adhesiolisis.
x/menit, suhu badan aksiler 36,8°C, nyeri Dilakukan pemeriksaan laboratorium de-
tekan di perut bawah dan epigastrium. ngan hasil Hb 11,2 g/dL; eritrosit 4x106/uL;
Terapi dilanjutkan. Dilakukan rekam jan- Ht 35,9 %; leukosit 19.800/uL; trombosit
ung dengan hasil kesan sinus rhythm, heart 161.000/uL; MCH 28 pg; MCHC 31,1 g/dL;
rate 85x/menit. Pada hari ini pasien dikon- MCV 89,8 fL; eosinofil 0%; basofil 0%;
sulkan preoperatif untuk tindakan laparo- netrofil batang 1%; netrofil segmen 86%;
skopi eksplorasi dengan pendampingan limfosit 10%; monosit 3%; SGOT 15 U/L;
bedah digestif. Diagnosis pra operasi P0A0 SGPT 29 U/L; bilirubin total 0,3 mg/dL;
35 tahun suspek abses intraabdomen pasca bilirubin direk 0,18 mg/dL; GDS 108
laparoskopi miomektomi, GgGA perbaikan, mg/dL; ureum 51 mg/dL; kreatinin 1,4
sepsis et kausa infeksi intra-abdomen mg/dL; albumin 3,9 g/dL; Na 142 mEq/L; K
perbaikan. 5,1 mEq/L; Cl 106 mEq/L; Ca 8,61 mg/dL;
Hari ke-12 perawatan tanggal 28 Juli Mg 1,57 mg/dL; P 4,8 mg/dL; PT 15,5 detik;
2018, pasien mengeluh nyeri perut berku- INR 1,32 detik; APPT 35 detik.
rang. Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan Hari ke-15 perawatan tanggal 31 Juli
darah 130/80 mmHg, nadi 82 x/menit re- 2018, pasien mengeluh nyeri luka operasi.
guler, isi cukup, frekuensi pernapasan Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah
22x/menit, suhu badan aksiler 37°C, nyeri 114/71 mmHg, nadi 88 x/menit reguler, isi
tekan di perut bawah dan epigastrium. cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit,
Terapi dilanjutkan dan dilakukan TSG-HD suhu badan aksiler 36,6°C, konjungtiva
perioperatif. anemis, nyeri tekan luka operasi, luka
Hari ke-13 perawatan tanggal 29 Juli operasi terawat, dengan urine output 2500
2018, pasien mengeluh nyeri perut berku- mL/24jam. Terapi dilanjutkan. Pada hasil
rang. Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan kultur pus ditemukan kuman Enterobacter
darah 120/80 mmHg, nadi 78 x/menit re- cloacae complex dengan sensitivitas terha-
guler, isi cukup, frekuensi pernapasan dap antibiotik piperacillin/tazobactam, cefe-
20x/menit, suhu badan aksiler 36,5°C, nyeri pime, ertapenem, meropenem, amikacin,
tekan di perut bawah dan epigastrium. tigecycline, trimethoprim/sulfamethoxazole,
Terapi dilanjutkan. Dilakukan pemeriksaan tetapi resisten terhadap antibiotik ampicillin,
laboratorium dengan hasil Hb 11,5 g/dL; ampicillin-sulbactam, cefazolin, ceftazidime,
eritrosit 4,09x106/uL; Ht 36,3 %; leukosit ceftriaxone, aztreonam, gentamicin, cefo-
10.600/uL; trombosit 128.000/uL; MCH taxime, amoxicillin serta intermediat terha-
28,2 pg; MCHC 31,8 g/dL; MCV 88,7 fL; dap antibiotik ciprofloxacin dan nitrofuran-
ureum 53 mg/dL; kreatinin 1,4 mg/dL; Na toin. Pasien direncanakan pindah ruangan.
42 Medical Scope Journal (MSJ), Volume 2, Nomor 1, Juli-Desember 2020, hlm. 36-47

Hari ke-16 perawatan tanggal 1 Agus- 120/80 mmHg, nadi 73 x/menit reguler, isi
tus 2018, pasien mengeluh nyeri perut cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit,
hilang timbul. Pemeriksaan fisik ditemukan suhu badan aksiler 36,5°C, nyeri tekan luka
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 78 x/ operasi minimal, luka operasi terawat.
menit reguler, isi cukup, frekuensi perna- Terapi dilanjutkan. Dilakukan pemeriksaan
pasan 20 x/menit, suhu badan aksiler 36,5°C, laboratorium dengan hasil: Hb 11,6 g/dL;
konjungtiva anemis, nyeri tekan luka operasi, eritrosit 4,16x106/uL; Ht 37,2 %; leukosit
luka operasi terawat dengan urine output 8.400/uL; trombosit 290.000/uL; MCH 27,9
1500 mL/24jam. Terapi dilanjutkan. pg; MCHC 31,2 g/dL; MCV 89,4 fL; ureum
Hari ke-17 perawatan tanggal 2 Agus- 20 mg/dL; kreatinin 0,9 mg/dL.
tus 2018, pasien mengeluh nyeri perut ber- Hari ke-21 perawatan tanggal 6
kurang. Pemeriksaan fisik ditemukan tekan- Agustus 2018, pasien tidak ada keluhan.
an darah 120/80 mmHg, nadi 76 x/menit Pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah
reguler, isi cukup, frekuensi pernapasan 120/80 mmHg, nadi 73 x/menit reguler, isi
20x/menit, suhu badan aksiler 36°C, cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit,
konjungtiva anemis, nyeri tekan luka suhu badan aksiler 36,5°C, nyeri tekan luka
operasi, luka operasi terawat dengan urine operasi minimal, luka operasi terawat.
output 2500 mL/24jam. Terapi dilanjutkan Terapi dilanjutkan. Dilakukan pemeriksaan
dan dilakukan pemeriksaan laboratorium laboratorium dengan hasil: Hb 11,4 g/dL;
dengan hasil: Hb 10,7 g/dL; eritrosit eritrosit 4,08x106/uL; Ht 35,9 %; leukosit
3,79x106/uL; Ht 34%; leukosit 8.100/uL; 10.300/uL; trombosit 296.000/uL; MCH 28
trombosit 238.000/uL; MCH 28,1 pg; pg; MCHC 31,9 g/dL; MCV 87,9 fL; SGOT
MCHC 31,3 g/dL; MCV 89,6 fL; SGOT 17 15 U/L; SGPT 19 U/L; ureum 34 mg/dL;
U/L; SGPT 21 U/L; GDS 102 mg/dL; ureum kreatinin 1,1 mg/dL; GDS 89 mg/dL; Na
31 mg/dL; kreatinin 1 mg/dL; albumin 3,85 138 mEq/L; K 3,7 mEq/L; Cl 99 mEq/L; PT
g/dL; Na 136 mEq/L; K 3,92 mEq/L; Cl 98,5 13,3 detik; INR 1,07 detik; APPT 29,2 detik.
mEq/L. Hari ke-22 perawatan tanggal 7 Agus-
Hari ke-18 perawatan tanggal 3 Agus- tus 2018, pasien tidak ada keluhan. Peme-
tus 2018, pasien mengeluh nyeri perut mini- riksaan fisik ditemukan tekanan darah
mal. Pada pemeriksaan fisik ditemukan 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit reguler, isi
tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 82 x/ cukup, frekuensi pernapasan 21 x/menit,
menit reguler, isi cukup, frekuensi perna- suhu badan aksiler 37 °C, nyeri tekan luka
pasan 20x/ menit, suhu badan aksiler 37°C, operasi minimal, luka operasi terawat.
konjungtiva anemis, nyeri tekan luka operasi Double lumen catheter dilepas kemudian
minimal, luka operasi terawat. Terapi pasien rawat jalan dengan terapi vitamin B
dilanjutkan. kompleks 1 tab 3x/hari, lansoprasole 30 mg
Hari ke-19 perawatan tanggal 4 Agus- 2x/hari, dan paracetamol 500 mg 3x/hari
tus 2018, pasien tidak ada keluhan. Peme- kalau perlu. Pasien disarankan untuk pera-
riksaan fisik ditemukan tekanan darah watan luka mandiri dan kontrol rutin di
110/70 mmHg, nadi 82 x/menit reguler, isi Poliklinik Ginjal-Hipertensi RSUP Prof. Dr.
cukup, frekuensi pernapasan 20 x/menit, R. D. Kandou Manado.
suhu badan aksiler 37°C, konjungtiva ane-
mis, nyeri tekan luka operasi minimal, luka BAHASAN
operasi terawat. Terapi injeksi dihentikan Gangguan ginjal akut berdasarkan krite-
diganti dengan terapi oral asam folat 400 ria Kidney Disease: Improving Global Out-
mcg 2x/hari, vitamin B kompleks 1 tab comes (KDIGO) yaitu peningkatan kadar
3x/hari, lansoprasole 30 mg 2x/hari, dan kreatinin serum ≥0,3 mg/dL (≥26,5 µmol/L)
paracetamol 500 mg 3x/hari. dalam 48 jam, atau presentasi kenaikan kadar
Hari ke-20 perawatan tanggal 5 Agus- kreatinin serum ≥50% (1,5 kali kenaikan
tus 2018, pasien tidak ada keluhan. Peme- nilai dasar) dalam 7 hari, atau produksi urin
riksaan fisik ditemukan tekanan darah <0,5 mL/kg/jam dalam waktu 6 jam).1
Kairupan, Palar: Gangguan ginjal akut et kausa sepsis … 43

Populasi berisiko tinggi GgGA akibat interstisial, dan pembuluh darah intrarenal.
sepsis telah diidentifikasi. Pasien usia lanjut Istilah nekrosis tubular akut digunakan
memiliki tingkat kejadian GgGA akibat untuk menunjuk GgGA yang disebabkan
sepsis yang lebih tinggi. Selain itu, wanita dari kerusakan tubulus. Tipe ini merupakan
ditemukan lebih sering dibandingkan pria. yang paling umum dari cedera ginjal
Komorbid dasar, khususnya penyakit ginjal intrinsik. Gangguan ginjal akut dari keru-
kronik (PGK), diabetes melitus, gagal jan- sakan glomerulus terjadi pada kasus glome-
tung, keganasan, dan penyakit hati mening- rulonefritis (GN) akut yang berat. Gangguan
katkan kerentanan pasien terhadap GgGA ginjal akut akibat kerusakan pembuluh
akibat sepsis. Sumber-sumber sepsis khu- darah terjadi karena cedera pada pembuluh
susnya dari infeksi aliran darah, sepsis darah intrarenal menurunkan perfusi ginjal
abdomen dan genitourinarius, endokarditis dan mengurangi LFG dan akhirnya terjadi
infektif, mempunyai kemungkinan yang nefritis interstisial akut karena reaksi alergi
lebih tinggi untuk terjadinya GgGA. Keter- terhadap berbagai obat atau infeksi. Gang-
lambatan pemberian terapi antimikroba guan ginjal akut post-renal terjadi setelah
yang tepat terbukti menjadi prediktor inde- obstruksi akut aliran urin, yang mening-
penden terhadap perkembangan GgGA. katkan tekanan intratubular, dan dengan
Penundaan tambahan dalam pemberian demikian menurunkan LFG.3-6
antimikroba setelah timbulnya hipotensi Pemahaman saat ini tentang patofisio-
menunjukkan hubungan langsung dengan logi terjadinya GgGA akibat sepsis belum
perkembangan GgGA. Pada kasus ini pasien diketahui secara lengkap. Hipoperfusi yang
ialah seorang wanita berusia 35 tahun masuk dimediasi oleh sepsis menyebabkan nekro-
rumah sakit dengan sepsis nosokomial intra- sis tubular disebut sebagai patofisiologi
abdomen dari operasi laparoskopi miomek- utama untuk GgGA akibat sepsis, namun
tomi, pasien sudah diberikan terapi anti- demikian, semakin banyak bukti yang
biotik yang adekuat dari perawatan di rumah menantang paradigma ini. Banyak penyebab
sakit sebelumnya, tetapi proses operatif yang sekarang diakui berperan dalam terja-
untuk drainase abses harus menunggu per- dinya GgGA akibat sepsis, termasuk cedera
baikan keadaan umum pasien.2-4 iskemia-reperfusi pada glomerulus, inflame-
Penyebab GgGA secara garis besar si pada bagian spesifik nefron, hipoksia atau
dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-renal, stres oksidatif, sitokin dan kemokin menye-
renal (intrinsik), post-renal. Gangguan babkan cedera langsung pada tubulus, serta
ginjal akut pre-renal akibat dari hipoperfusi apoptosis tubular dan mesenkimal. Tingkat
ginjal menyebabkan penurunan laju filtrasi keparahan cedera dan hasil akhir buruk
glomerulus (LFG) tanpa merusak parenkim terhadap GgGA akibat sepsis disebabkan
ginjal, sebagai respons adaptif terhadap karena keterlambatan pengenalan dini dari
berbagai pengaruh ekstrarenal. Telah dike- cedera. Kasus ini pasien mengalami GgGA
tahui bahwa untuk mempertahankan LFG intrinsik yang disebabkan oleh sepsis intra-
normal tergantung pada perfusi ginjal yang abdomen.6-8
adekuat. Ginjal menerima hingga 25% dari Beberapa definisi konsensus telah
curah jantung dan dengan demikian setiap dikembangkan untuk memberikan kriteria
kegagalan volume sirkulasi darah sistemik yang seragam untuk diagnosis GgGA. Pada
atau kegagalan terisolasi dari sirkulasi tahun 2004, kelompok Acute Dialysis
intrarenal dapat memiliki dampak menda- Quality Initiative (ADQI) mengusulkan
lam pada perfusi ginjal. Etiologi GgGA pedoman konsensus dan pengobatan ber-
renal (intrinsik) dapat menjadi tantangan basis bukti serta pencegahan GgGA, yang
untuk dievaluasi karena berbagai macam kemudian disebut kriteria RIFLE (Risk,
cedera dapat terjadi pada ginjal. Secara Injury, Failure, Loss, dan End-stage kidney
umum, terdapat empat struktur ginjal yang disease). Modifikasi kriteria ini kemudian
terlibat termasuk tubulus, glomerulus, diusulkan oleh Acute Kidney Injury Network
44 Medical Scope Journal (MSJ), Volume 2, Nomor 1, Juli-Desember 2020, hlm. 36-47

(AKIN, yang termasuk kelompok ADQI). metabolik yang dapat menyebabkan dis-
Kelompok studi GgGA KDIGO mengusul- fungsi organ dan kematian, dengan ditandai
kan definisi yang dimodifikasi, mengga- dengan kriteria klinis sepsis dengan hipo-
bungkan perbedaan antara definisi RIFLE tensi persisten yang membutuhkan pemberi-
dan AKIN. Pada kasus ini pasien diklasi- an vasopresor untuk menjaga mean arterial
fikasikan ke dalam GgGA tahap 3 berdasar- pressure (MAP) ≥65 mmHg dengan kadar
kan kriteria KDIGO dan termasuk dalam laktat ≥2 mmol/L walaupun telah diberikan
tahap failure bila menggunakan kriteria cairan adekuat sebelumnya. Pada pasien ini
RIFLE dimana terdapat peningkatan kreati- didiagnosis dengan sepsis karena infeksi
nin dari 0,7 mg/dL menjadi 9,1 mg/dL abdominal dan riwayat pemberian antibiotik
sedangkan dari urine output masih dalam sebelumnya, jumlah skor SOFA 4 yaitu
keadaan cukup dimana urine output dalam adanya GgGA dengan jumlah kreatinin >5
24 jam ± 1.500-2.000 mL.8-10 mg/dL, dan ditemukan positif biakan orga-
Pada pasien dengan sepsis abdominal, nisme yang diambil langsung dari abses
deteksi dan perawatan dini sangatlah pen- intraabdominal melalui intervensi bedah
ting untuk meminimalkan komplikasi. laparotomi.2,8,9
Pasien mengeluh nyeri perut, yang awalnya Pendekatan diagnostik untuk membuk-
terasa sejak setelah operasi mioma uteri, tikan sumber infeksi abdomen pada pasien
rasa nyeri tumpul dan tidak terlokalisir sepsis tergantung pada stabilitas hemo-
dengan baik dan sering berkembang dinamik pasien. Sumber infeksi intra-
menjadi nyeri yang stabil, berat, dan lebih abdomen pada pasien yang tidak stabil
terlokalisir.2,8,9 sebaiknya dideteksi dengan USG. Ultra-
Kriteria untuk diagnosis sepsis pertama sonografi abdomen memiliki keuntungan
kali dibentuk oleh American College of portabel sehingga dapat membantu dalam
Chest Physician (ACCP) dan Society of evaluasi kuadran kanan atas (misalnya abses
Critical Care Medicine (SCCM) pada tahun perihepatik, kolesistitis, pankreatitis), kua-
1991 dan direvisi kembali pada tahun 2001, dran kanan bawah, dan patologi pelvis
2016, dan 2017 sehingga membagi sepsis (misalnya appendisitis, abses tuboovarium,
berdasarkan tatalaksana yang dibuat sebagai abses kavum Douglasi), tetapi pemeriksaan
protokol (Surviving Sepsis Guidelines) dan ini kadang terbatas karena ketidaknyamanan
dinilai dengan skor Sequential Organ pasien, distensi abdomen, dan gangguan gas
Failure Assesment (SOFA). Definisi sepsis pada usus. Ketika pasien stabil, CT merupa-
menurut revisi kriteria protokol Surviving kan modalitas pencitraan pilihan untuk
Sepsis Guidelines 2017 adalah keadaan sebagian besar proses intraabdomen. Com-
disfungsi organ yang mengancam jiwa yang puted tomography abdomen dan pelvis, bila
disebabkan karena disregulasi respon tubuh memungkinkan untuk dilakukan, menjadi
terhadap infeksi. Pengelompokan diagnosis studi diagnostik pilihan untuk infeksi intra-
sepsis saat ini hanya menjadi 2 yaitu pasien abdomen. Computed tomography dapat
dengan sepsis dan syok sepsis. Penggunaan mendeteksi sejumlah kecil cairan, area
Systemic Inflammatory Response Syndrome peradangan, dan patologi saluran cerna lain-
(SIRS) dan sepsis berat sudah tidak dipakai nya dengan sensitivitas yang sangat tinggi.
lagi. Komponen dasar dari revisi protokol Pada kasus ini, dari anamnesis, pasien
terbaru sepsis dan syok septik ialah resu- mempunyai keluhan sesak napas yang
sitasi awal, kontrol sumber infeksi, diagno- dirasakan saat istirahat maupun berjalan,
sis (kultur dan pemeriksaan radiologik), nyeri perut menjalar sampai belakang
tatalaksana suportif (ventilasi mekanik, dirasakan hilang timbul setelah pasien
dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi. dioperasi atas indikasi mioma uteri, mual
Seorang pasien dikatakan sepsis bila dan muntah dialami pada saat pasien makan.
terdapat peningkatan skor SOFA ≥2. Syok Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan
sepsis didefinisikan sebagai keadaan sepsis darah 100/70 mmHg, nadi 110 x/menit
dimana terjadi abnormalitas sirkulasi dan reguler, isi cukup, frekuensi pernapasan
Kairupan, Palar: Gangguan ginjal akut et kausa sepsis … 45

24x/menit, suhu badan aksiler 38,9°C, ko- jam dari penundaan pemberian antibiotik
njungtiva anemis, abdomen tampak datar, yang tepat. Pada GgGA terkait sepsis, per-
luka operasi terawat, bising usus normal, ubahan tonus pembuluh darah merupakan
lemas, shifting dullness positif, defans penyebab utama hipotensi dan cedera ginjal.
muskular tidak ada, hati dan lien tidak Norepinefrin mempertahankan tekanan arte-
teraba, nyeri tekan pada daerah epigastrium ri rerata dan meningkatkan sirkulasi medu-
dan perut bagian bawah dengan hasil ler ginjal tanpa perubahan aliran darah ginjal
pemeriksaan laboratorium tanggal 17 Juli sehingga memperbaiki fungsi ginjal baik
2018 leukosit 30.900/uL. Hasil CT scan pada hewan coba dan manusia. Norepinefrin
abdomen tanpa kontras kesan suspek abses juga mengembalikan kecepatan normal
(dd. Kista kompleks ovarium yang terin- kapiler dan tekanan filtrasi sehingga nor-
feksi), disertai fluid collection dalam kavum epinefrin menjadi obat lini pertama syok
Douglasi dan hasil USG abdomen kesan septik. Pada pasien ini tidak diberikan nor-
massa hipoekoik di fundus uteri dd/ epinefrin karena belum masuk ke fase syok
hematoma, pseudokista, dan didapatkan sepsis.2,3,14,15
cairan bebas di kavum Douglasi.9,11,12 Pengobatan GgGA akibat sepsis mirip
Infeksi intraabdomen pascaoperasi dengan penatalaksanaan sepsis secara
didiagnosis dengan pemeriksaan radiologis umum yaitu pemberian antibiotik yang tepat
atau pengamatan intraoperatif dalam 30 hari dan terapi suportif yang baik. Pemberian
setelah operasi. Sampel diperoleh dari cairan merupakan hal yang sangat penting
intervensi bedah (laparotomi atau drainase dalam resusitasi terutama pada sepsis.
perkutan dari abses), drain intraabdomen Terapi cairan, lebih lanjut, selain mampu
dimasukkan intraoperatif, atau saluran drai- mengatasi syok septik juga dapat menye-
nase bilier dikultur. Tujuh organisme utama babkan disfungsi ginjal yang lebih banyak
yang diisolasi dari infeksi intraabdomen melalui beberapa mekanisme misalnya pe-
pasca operasi (Eschericia coli, Klebsiella ningkatan tekanan vena setelah terapi cairan
pneumoniae, Enterobacter cloacae, Pseudo- secara langsung meningkatkan tekananan di
monas aeruginosa, spesies kelompok Bacte- interstisial ginjal dan area peritubular pada
roides fragilis, Staphylococcus aureus, dan hewan coba. Pemberian bolus cairan dalam
Enterococcus faecalis) dikumpulkan di 26 jumlah besar (20-30 mL/kg) dikaitkan
pusat medis sekitar Jepang antara Januari dengan kelebihan volume sehingga pende-
2014 dan Februari 2015 dan dirujuk ke katan dengan volume bolus cairan yang
laboratorium pusat (Pusat Penelitian Obat- lebih sedikit (200-500 mL) saat ini direko-
obatan Anti-infeksi di Institut Kitasato, mendasikan. Acute Dialysis Quality Initiative
Tokyo, Jepang). Pada kasus ini dilakukan menyarankan pendekatan terapi cairan pada
kultur pus dari abses suprafundus uteri pasca sepsis dengan membagi menjadi empat
laparoskopi eksplorasi dan adhesiolisis tahap yaitu penyelamatan, optimalisasi,
dengan hasil ditemukan kuman Entero- stabilisasi, dan de-eskalasi. Resusitasi volu-
bacter cloacae complex (Gram negatif). me tinggi diperlukan selama tahap penyela-
Pada pasien ini awalnya diberikan antibiotik matan diikuti optimalisasi dan protokol
spektrum luas untuk Gram negatif dan stabilisasi tergantung masing-masing pasien.
positif ampicillin-sulbactam, setelah hasil Setelah itu, de-eskalasi terdiri dari berku-
kultur kuman selesai maka disesuaikan rangnya total cairan air pada pasien dimana
sesuai dengan sensitivitas kuman Entero- diuretik atau terapi pengganti ginjal. Pada
bacter cloacae complex terhadap antibiotik. pasien ini dilakukan hingga tahap de-
2,8,13
eskalasi dengan penggunaan diuretik dosis
Pengontrolan mikroorganisme dengan maksimal dan TSG-HD.3,4,5,13
cepat masih menjadi pilihan utama peng- Cardio Renal Sydrome (CRS) type 3
obatan sepsis. Tingkat kelangsungan hidup atau disebut sindrom kardiorenal tipe 3
pasien dengan sepsis menurun 7,6% setiap (sindrom renokardiak akut) ditandai oleh
46 Medical Scope Journal (MSJ), Volume 2, Nomor 1, Juli-Desember 2020, hlm. 36-47

perburukan fungsi ginjal akut (AKI, Peningkatan perfusi jaringan, penyesuaian


iskemia, atau sepsis) yang menyebabkan mesin pernapasan yang tepat, dan pem-
disfungsi jantung akut (gagal jantung, berian keseimbangan normal saline volume
aritmia, iskemia). Sindrom kardiorenal tipe tinggi dengan terapi cairan lainnya (missal-
3 lebih jarang ditemukan dibanding tipe I, nya cairan keseimbangan lainnya) dapat
mungkin disebabkan karena hal tersebut membantu.2,12,14
belum diteliti secara lebih sistematik. AKI Empat aspek umum terapi suportif
dapat memengaruhi jantung melalui bebe- ginjal (indikasi, waktu, modalitas, dan dosis
rapa cara. Kelebihan cairan berperan dalam yang diberikan) serta indikasi klinis terapi
terjadinya edema paru. Hiperkalemia dapat suportif ginjal (asidosis, gangguan elek-
menyebabkan aritmia dan henti jantung. trolit, intoksikasi, kelebihan cairan, dan
Uremia dapat mempengaruhi kontraktilitas uremia) harus diterapkan pada GgGA akibat
miokard melalui akumulasi faktor-faktor sepsis begitu juga dengan penyebab GgGA
depresan miokard dan perikarditis. Kondisi lainnya. Data waktu inisiasi terapi suportif
asidosis mempunyai efek inotropik negatif ginjal masih heterogen, tidak konklusif, dan
dan bersama imbalans elektrolit mening- tergantung dari pusat penelitian). Efek
katkan risiko aritmia. Iskemia ginjal sendiri samping penundaan inisiasi terapi suportif
dapat mempresipitasi aktivasi inflamasi dan ginjal telah dilaporkan dengan tingkat
apoptosis pada otot jantung. Kondisi khusus kematian yang lebih tinggi dan hasil akhir
yang berkaitan dengan sindrom renokardiak ginjal yang lebih buruk pada GgGA akibat
akut ialah stenosis arteri renalis bilateral. sepsis. Pilihan modalitas HD untuk pasien
Penderita dengan kondisi ini rentan men- dengan GgGA akibat sepsis juga penting.
galami gagal jantung akut atau dekom- Walaupun pilihan modalitas HD terbaik
pensasi akut disebabkan oleh disfungsi pada GgGA akibat sepsis masih inkonklusif,
diastolik yang berhubungan dengan kenaik- hanya beberapa penelitian yang menun-
an tekanan darah akibat aktivasi berlebih jukkan manfaat continuous renal replace-
aksis Renin-Agiotensin-Aldosteron-System ment therapy (CRRT) dibandingkan inter-
(RAAS) disfungsi ginjal dengan retensi mittent hemodialysis (IHD) dalam kelang-
garam dan air, dan iskemia miokard akut sungan hidup dan durasi sebelum pemulihan
disebabkan oleh peningkatan kebutuhan ginjal. Manfaat pemulihan ginjal lebih
oksigen miokard akibat vasokonstriksi unggul pada CRRT dibandingkan dengan
perifer yang terus menerus. Blokade angio- IHD, dikarenakan kontrol cairan yang lebih
tensin yang dibutuhkan dalam pengelolaan baik dengan episode hipotensi lebih rendah
hipertensi dan gagal jantung pada penderita- tetapi kelemahan CRRT biayanya mahal.
penderita tersebut akan menyebabkan penu- Dosis prescription CRRT pada 30-35
runan GFR dan perburukan fungsi ginjal. mL/kg/jam atau tambahan 25% dari dosis
Pada pasien ini, infeksi intraabdominal yang CRRT yang biasa direkomendasikan oleh
tidak diobati dengan tuntas menyebabkan beberapa pusat penelitian untuk memastikan
pasien jatuh dalam kondisi sepsis, sehingga dosis yang diberikan cukup. Intermittent
terjadinya GgGA, retensi cairan, overload hemodialysis atau sustained low-efficiency
cairan, uremia, dan sindrom renokardiak dialysis (SLED) sebagai pilihan pertama
akut (sindrom kardiorenal tipe 3) dimana modalitas terapi pengganti ginjal diikuti
terjadi Acute Heart Failure pada saat pasien dengan dosis standar continuous veno-
dirawat di RS Bethesda Tomohon.3,8,12 venous hemofiltration (CVVH) (20-25
Asidosis sering terjadi pada pasien mL/kg/jam) pada GgGA akibat sepsis
dengan sepsis yang mungkin disebabkan tergantung kondisi pasien. Pada kasus ini
oleh asidosis laktat, asidosis respiratorik, pasien diberikan balans cairan seimbang
dan/atau asidosis metabolik hiperkloremik untuk mengurangi hipoperfusi pada ginjal,
dari volum tinggi normal saline. Pengobatan antibiotik adekuat diberikan sejak awal
bikarbonat intravena tidak dianjurkan pasien dirawat dengan pemilihan antibiotik
kecuali pH darah lebih rendah dari 7,15. spektrum luas khususnya untuk Gram
Kairupan, Palar: Gangguan ginjal akut et kausa sepsis … 47

negatif dan positif dan selanjutnya meng- level. J Am Soc Nephrol. 2015;26:2231-
ikuti hasil sensitivitas kultur pus dari abses, 38.
serta diberikan terapi suportif ginjal dengan 5. Perner A, Prowle J, Joannidis M, Young P,
IHD untuk intervensi dari GgGA akhir agar Hjortrup PB, Pettil€a V. Fluid manage-
ment in AKI. Intensive Care Med. 2017;
dapat menyelamatkan fungsi nefron yang
43:807-15.
mengalami iskemik akut, sehingga tidak 6. PRISM Investigators; Rowan KM, Angus DC,
terjadi iskemik kronik yang dapat menye- Bailey M, Barnato AE, Bellomo R, et al.
babkan PGK. Tindakan operatif laparo- Early, goal-directed therapy for septic
scopy exploration dilakukan setelah ada shock — a patient-level meta-analysis. N
hasil CT Scan untuk membersihkan sumber Engl J Med. 2017;376:2223-34.
infeksi dan drainase abses.2,3,11,15 7. Makris K, Spanou L. Acute kidney injury:
definition, pathophysiology and clinical
SIMPULAN phenotypes. Clin Biochem Rev. 2016;
Telah dilaporkan seorang pasien wanita 37(2):85-98.
usia 35 tahun dengan gangguan ginjal akut 8. Singer M, Deutschman CS, Seymour CW, Hari
akibat sepsis yang disebabkan abses supra- MS, Annane D, Bauer M, et al. The third
international concensus definitions for
fundus uteri oleh infeksi nosokomial pasca sepsis and septic shock (sepsis-3). JAMA.
laparoskopi mioma uteri. Diagnosis ditegak- 2016;315(8):801-10.
kan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan 9. Moore P, Hsu R, Liu K. Management of acute
fisik, serta pemeriksaan laboratorium dan kidney injury: core curriculum 2018.
radiologi. Pasien telah diberikan pengobatan AJKD. 2018;72(1):136-48.
antibiotik adekuat dengan kontrol sumber 10. Takesue Y, Kusachi S, Mikamo H, Sato J,
infeksi serta terapi suportif ginjal menggu- Watanabe A, Kiyota H, et al. Anti-
nakan intermittent hemodialysis, operasi microbial susceptibility of common patho-
eksplorasi, dan drainase abses. Prognosis gens isolated from postoperative intra-
pasien ini ialah baik bila kondisi sepsis abdominal infection in Japan. J Infect
teratasi dan terapi suportif ginjal hemo- Chemoter. 2018;24:330-40.
11. Surachno R, Bandiara R. Gangguan ginjal akut
dialisis memberikan perbaikan fungsi ginjal.
(acute kidney injury). In: Setiati S, Alwi I,
Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyo-hadi B,
Konflik Kepentingan Syam A, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Penulis menyatakan tidak terdapat Dalam Jilid II (6th ed). Jakarta: Interna
konflik kepentingan dalam studi ini. Publishing, 2014; p. 2147-58.
12. Ostermann M, Joannidis M. Acute kidney
DAFTAR PUSTAKA injury 2016: diagnosis and diagnostic
1. Alobaidi R, Basu R, Goldstein S, Bagshaw S. workup. Crit Care. 2016;20(299):1-13.
Sepsis-associated acute kidney injury. 13. Honore P, Jacobs R, Hendrickx Inne, Bag
Semin Nephrol. 2015;35(1):2-11. shaw S, Joannes-Boyau O, Boer W, et al.
2. Dellinger RP. The Surviving Sepsis Campaign Prevention and treatment of sepsis-
2014: An update on the management and induced acute kidney injury: an update.
performance improvement for adults in Ann Intensive Care. 2015;5(51):1-10.
severe sepsis. Consultant. 2014;54(10). 14. Gomez H, Kellum J. Sepsis-induced acute
3. KDIGO AKI Workgroup. KDIGO clinical kidney injury. Curr Opin Crit Care. 2016;
practice guideline for AKI. Kidney Int 22(6):546-53.
Suppl. 2012;2:1-138. 15. Doyle J, Forni L. Update on sepsis-associated
4. Kellum JA, Sileanu FE, Murugan R, Lucko N, acute kidney injury: emerging targeted
Shaw AD, Clermont G. Classifying AKI therapies. Biologics. 2016;10:149-56.
by urine output versus serum creatinine

Anda mungkin juga menyukai