DISUSUN OLEH :
ROKHANTO WICAKSONO
INSTALASI RAWAT INTENSIF
2018
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang
progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan
serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh
vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan
intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor
(Nursalam, 2012).
A. Etiologi
Menurut Nurarif dan Kusuma (2013) etiologi dari hidrosefalus pada bayi atau anak
adalah sebagai berikut:
• Kelainan kongenital.
• Stenosis akuaduktus sylvii.
• Anomali pembuluh darah.
• Spino bifida dan kranium bifidi.
• Sindrom Dandy-walker.
• Infeksi.
Infeksi mengakibatkan perlekatan meningen (selaput otak) sehingga terjadi obliterasi
ruang subarakhnoid, misalnya meningitis. Infeksi lain yang menyebabkan hidrosefalus
yaitu: TORCH, Kista-kista parasit, Lues kongenital.
• Trauma
Seperti pada pembedahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan
fibrosis epto meningen pada daerah basal otak, disamping organisasi darah itu sendiri
yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang mengganggu aliran CSS.
• Neoplasma
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di
setiap aliran CSS. Neoplasma tersebut antara lain: Tumor ventrikel III, Tumor fossa
posterior, Pailloma pleksus khoroideus, Leukemia, limfoma.
• Degeneratif
Histositosis X, inkontinentia pigmenti dan penyakit krabbe.
• Gangguan vaskuler:
• Dilatasi sinus dural.
• Trombosis sinus venosus.
• Malformasi V. Galeni.
• Ekstaksi A. Basilaris.
• Arterio venosus malformasi.
Sedangkan hidrosefalus pada dewasa, dapat disebabkan oleh karena perdarahan
subaraknoid (selaput yang paling dalam), trauma kepala, infeksi (toxoplasmosis,
citomegalovirus, staphylococcus aureus, stapphylococcus epidermidis), tumor,
pembedahan bagian belakang dari tengkorak atau otak kecil, idiopatik (tak diketahui
sebabnya), dan kongenital. sumbatan gangguan penumpukan cairan otak yang disebabkan
oleh riwayat perdarahan di bawah selaput otak (subaraknoid). Setelah perdarahan, terjadi
perlengketan di selaput otak. Hal itu yang menyebabkan gangguan penyerapan cairan otak.
Selain itu penyebab tersering lainnya adalah tumor otak dan infeksi.
A. Patofisiologi
Jumlah CSF dalam rongga serebrospinal yang berlebihan dapat meningkatkan
tekanan hingga dapat merusak jaringan saraf. Keadaan ini disebut hidrosefalus yang berarti
“kelebihan air dalam kubah tengkorak.” Jadi, hidrosefalus dapat disebabkan oleh pleksus
koroideus, absorpsi yang inadekuat, atau obstruksi aliran keluar pada salah satu ventrikel
atau lebih. Ada dua jenis hidrosefalus yaitu nonkomunikans (terjadi sumbatan aliran cairan
dari system ventrikel keruang subaraknoid), dan komunikans (tidak ada sumbatan).
• Pembesaran kepala
• Tekanan intra kranial meningkat dengan gejala: muntah, nyeri kepala, oedema
papil.
• Bola mata terdorong ke bawah oleh tekana dan penipisan tulang supraorbital.
• Gangguan sensorik.
• Hidrosefalus pada dewasa gejalanya antara lain sakit kepala, kesadaran menurun,
kejang, kelemahan saraf, inkontinensia urin (sulit menahan buang air kecil),
mencong mulut, nyeri kepala diikuti gejala muntah, dan gangguan penglihatan.
Bahkan bila hidrosefalus dewasa tidak segera diatasi bisa sampai menyebabkan
kebutaan. Bila pasien hidrosefalus sudah buta tidak bisa mengembalikan
penglihatannya lagi dan bila kesadaran penderita hidrosefalus menurun bisa
meninggal (Riyadi, 2009)
• Pemeriksaan Penunjang
• Aloamnanesis/ amnanesis.
Amnanesis perlu dilakukan untuk menentukan hidrosefalus kongenital
atau akuisita. Bayi yang lahir prematur atau posterm dan merupakan kelahiran
anak yang keberapa adalah penting sebagai faktor resiko. Adanya riwayat cedera
kepala sehingga menimbulkan hematom, subdural atau perdarahan subarakhnoid
yang dapat mengakibatkan terjadinya hidrosefalus.
Demikian juga riwayat peradangan otak sebelumnya. Riwayat keluarga
perlu dilacak, riwayat gangguan perkembangan, aktivitas, perkembangan mental,
kecerdasan serta riwayat nyeri kepala, muntah-muntah, gangguan visus dan
adanya bangkitan kejang.
a. Pemeriksaan fisik.
Kesan umum penderita terutama bayi dan anak, proporsi kepala terhadap
badan, anggota gerak secara keseluruhan tidak seimbang. Anak biasanya dalam
keadaan tidak tenang, gelisah, iritable, gangguan kesadaran, rewel, sukar makan
atau muntah-muntah.
a. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan terhadap komposisi cairan serebrospinal dapat sebagai
petunjuk penyebab hidrosefalus, seperti peningkatan kadar protein yang amat
sangat terdapat pada papiloma pleksus khoroideuis, setelah infeksi susunan saraf
pusat, atau perdarahan susunan saraf pusat atau perdarahan saraf sentral.
Penurunan kadar glukosa dalam cairan serebrospinal terdapat pada invasi
meninggal oleh tumor, seperti leukemia, medula blastama dan dengan
pemeriksaan sitologis cairan serebrospinal dapat diketahui adanya sel-sel tumor.
Meningkatnya kadar hidroksi doleaseti kasid pada cairan serebrospinal didapat
pada obstruksi hidrosefalus. Pemeriksaan serologis darah dalam upaya
menemukan adanya infeksi yang disebabkan oleh TORCH pelebaran sutura.
Kemungkinan ditemukannya pula keadaan-keadaan lain seperti adanya kalsifikasi
periventrikuler sebagai tanda adanya infeksi cytomegalo inclusion dioase,
kalsifikasi bilateral menunjukkan adanya infeksi tokso plasmosis. Pemeriksaan
ultrasonografi, dapat memberikan gambaran adanya pelebaran sistem ventrikel
yang lebih jelas lagi pada bayi, dan untuk diagnosis kelainan selama masih dalam
kandungan.
A. Penatalaksanaan
Medis 1. Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan penyuluhan
genetic, penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan antar keluarga
dekat. Proses persalinan/kelahirandiusahakan dalam batas-batas fisiologik untuk
menghindari trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar suatu saat lebih dipilih
dari pada menanggung resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir.
1. Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya
tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25 – 50
mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan kortikosteroid
dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian diamox atau
furocemide juga dapat diberikan. Tanpa pengobatan “pada kasus didapat” dapat
sembuh spontan ± 40 – 50 % kasus.
1. Pembedahan
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi.
Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan juga dapat
mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :
a. Ventrikulo Peritorial Shunt
b. Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalah memberikan pengertian pada
keluarga mengenai penyakit dan alat-alat yang harus disiapkan (misalnya : kateter
“shunt” obat-obatan darah) yang biasanya membutuhkan biaya besar. Pemasangan
pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari
1. Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya
meningkatkan resorbsinya.
1. Penanganan alternatif ( selain shunting )
F. Proses Keperawatan
• Pengkajian
a. Anamnesa
1) Riwayat penyakit / keluhan utama Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi,
lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan
perifer.
1. Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis
keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur.
• Pemeriksaan Fisik
• Inspeksi :
• Pembesaran kepala.
• Palpasi
• Pemeriksaan Mata
• Akomodasi.
• Konvergensi.
• Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa
melihat keatas.
• Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
• Diagnosa Keperawatan
• Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebih
• Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan peningkatan
TIK
• Fokus Intervensi
• Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d mukus berlebihan
NOC : Status pernafasan pasien, Ventilasi (0403)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
1 : Sangat berat
2 : Berat
3 : Cukup berat
4 : Ringan
5 : Tidak ada
• Hipertermi 2 → 4
• Perubahan warna kulit 3 → 4
NIC : Perawatan hipertermi (3740)
• Monitor TTV.
1 : Berat
2 : Sangat berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Normal
PENGKAJIAN
Hari/tanggalpengkajian : Rabu/14-03-2018
A. Identitas Klien
Nama : Ny.S
Umur : 74 th
Jeniskelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
No.CM : 02045108
• Riwayat Kesehatan
• Keluhan utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran, GCS: E3M4VT, post op up shunt dan terpasang
ventilator mekanik.
• Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien masuk ke IGD pada hari Sabtu 10-03-2018 dengan keluhan mengeluh sakit kepala
dan setelah dilakukan tindakan, pasien langsung di pindah ke ruang HCU selama 4 hari.
Pada hari selasa tanggal 13 Maret 2018 pasien di bawa ke IBS untuk di operasi vp shunt
dari jam 22.00-23.40. Setelah itu pasien di pindah ke ICU pada jam 00.30 WIB dengan
diagnosa post op vp shunt, pasien terpasang ETT ukuran 7, NGT ukuran 16, kateter urine
ukuran 16, terpasang infus RL di femur dextra. Pasien hipertermi dengan suhu 38,7°C,
dan terdapat bula-bula dan edema di ekstremitas atas dan ekstremitas bawah, pasien
terpasang ventilator dengan mode bilevel, P1=6, PEEP=5, RR=11, FiO2=50%,dan
terlihat penumpukan sekret di ETT.
Anak Ny.S mengatakan jika Ny.S mempunyai alergi makanan seperti telur, ikan, dan
akan gatal-gatal di seluruh tubuh Ny.S. Jika seperti itu biasanya Ny.S minum obat beli di
apotik.
C. Review Of System
Keadaan umum
: Lemah
Kesadaran
TTV
Berat Badan
IMT
: 60/(1,62x1,62) = 23
1. Sistem Pernafasan
Pola nafas
Bunyi nafas
Tipe pernafasan
Sesak nafas
Bentuk dada
: simetris
Taktil fermitus
: menurun
2. Sistem Kardiovaskuler
Irama jantung
Nyeri dada
Bunyi jantung
CRT
Akral
Peningkatan JVP
Clubbing finger
Edema
Kram kaki
: reguler
: normal
: < 3 detik
: hangat
: tidak ada
: tidak ada
3. SistemNeurologis
Konjungtiva : anemis
5. Sistem Perkemihan
Warna : kuning
6. Sistem Pencernaan
Bibir : lembab
Muntah : tidak
BAB :-
: tidak terkaji
: tidak terkaji
7. Sistem Muskuluskeletal
8. Sistem Integumen
Warna kulit
Turgor
Edema
Lesi
Kelembaban
Tekstur
: pucat
: baik
bawah
: lembab
: licin
1. Sistem Reproduksi
Laki-laki/perempuan
Payudara : simetris
10.Istirahat/tidur
Pengantar tidur : tidak
Mandi : 1x/hari
12.Aktivitas Dasar
ADL’S 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi TT √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Keterangan :
0 :Mandiri
1 :Dibantu alat
4 :Tergantung total
13.Psiko-Sosio-Spiritual
Hubungan dengan orang lain : Anak Ny.S mengatakan selama hidupnya Ny.S
Kegiatan ibadah
Penampilan
beristighfar.
: tidak rapi
Konsep diri
Orientasi
Proses pikir
• ceftriaxone 2x1 gr
• ranitidine 2x50 mg
• tramadol 3x100 mg
• ondansentron 3x4 mg
• inf RL
• inf NS
• inf kaen 3B
E.Pemeriksaan Penunjang
14 -03 - 2016
HEMATOLOGI
Darah lengkap
Hematokrit L 27 % 35-47
Hitung jenis
Basofil 0,6 % 0– 1
Eosinofil L 1,6 % 2– 4
Batang L 2,9 % 3– 5
Monosit 5,3 % 2– 8
KIMIA KLINIK
F. Analisa Data
1. 14/03/2016DS : -
PROBLEM ETIOLOGI
efektif
2.
DS:-
DS: -
Ketidakefektifan
perfusi jaringan
H. Intervensi Keperawatan
T
Tgl/jam Dx.Keperawatan NOC NIC T
D
- Pengguna 1 3
an alat
bantu
nafas
- Dispnea
saat
istirahat
2 4
- Akumulai
sputum
1 3
Keterangan :
1. Sangat berat
2. Berat
3. Cukup
4. Ringan
5. Tidak ada
14/03/ Hipertermi b.d Setelah dilakukan
proses penyakit tindakan keperawatan
2016
selama 2x24 jam
diharapkan suhu pasien
08.30
bisa turun dengan KH:
WIB
Outcome : Termogulasi
(0800)
Indikator A T
- Peningkatan 2 4
suhu kulit
- Hipertermi
- Perubahan
2 4
warna kulit
3 4
Keterangan:
1. Berat
• Monitor TTV
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
14/03/ Ketidakefektifan Setelah dilakukan
perfusi jaringan tindakan keperawatan
2016
cerebral b.d selama 3x24 jam Perfusi
interupsi aliran jaringan cerebral
08.30
darah diharapkan Menunjukan
WIB
integritas jaringan: kulit
dan membrane mukosa
dan perfusi jaringan
cerebral dengan Kriteria
Hasil :
Indikator A T
- TTV stabil 4 5
-Tekanan 4 5
darah
- Nadi perifer
3 4
- Turgor kulit
3 4
- Suhu,
3 4
sensasi,
elastisitas
hidrasi,
keutuhan,
dan,keteb
alan kulit
- Warna kulit 2 4
-Kesadaran 2 4
• Anjurkan pasien atau keluarga untuk memantau posisi bagian tubuh saat pasien
mandi, duduk, berbaring atau mengubah posisi
Tgl/Jam No. Dx
Shift pagi 1
14/03/201
07.45
07.55
Keterangan:
1. Berat
1. Sangat berat
1. Sedang
1. Ringan
1. Tidak ada
Implementasi Respon TTD
- Memposisikan pasien
semaksimal mungkin DO : Pasien
diposisikan semi
(semiflower).
fowler
08.00
DO : Injeksi
ceftriaxone 1 gr
masuk melalui IV
08.30
3 - Memantau adanya
tromboflebitis
08.15
- Me
09.00
10.00
10.30
11.00
alergi
peningkatan TIK
pembengkakan
atau peradangan
pada vena.
DO : TD : 114/73,
N : 87x/m, RR:
10x/m, S : 37◦C
DO : Tidak ada
sumbatan jalan
dan sekitar ET
terlihat bersih.
DO : Suhu tubuh
pasien masih
panas. S : 38,8◦C
DO : TD : 116/83,
N : 130 x/m, RR :
25x/m, S : 38,8 ◦C
3
DO: pasien dengan
11.30 penurunan
kesadaran dengan
1
GCS E3M4V
12.00
DO : Tidak ada
sumbatan jalan
nafas, ET dan
mulut pasien
terlihat bersih
terlihat
2
12.30
DO : Suhu tubuh
pasien sedikit
menurun,
S : 37,7◦C
2
12.45
DO :
menggunakanPasien
baju
2 monitor tanda-tanda yang tipis
vital
13.00
DO : TD : 111/85
mmHg, N :
2 147x/m, RR : 18
- Melakukan suction x/m, S : 37, 6◦C
13.15
untuk membuang
sekret
DO : Akral teraba
hangat, warna kulit
2
pucat
- Melonggarkan baju
13.30
pasien
DO : Turgor kulit
normal< 2 detik,
elastis cukup,
mukosa bibir
1
- Memonitor tanda- lembab.
14.00 tanda vital
DO : pasien
tampak lebih
nyaman dan tidak
3. - Memonitor kesadaran ada sumbatan jalan
15.00
• - Melakukan suction
untuk membuang
16.00
sekret
17.00
- Memberikan kompes
dengan air hangat
1
- Memberikan pasien
17.30
menggunakan baju
yang tipis
- Memantau warna
kulit
18.00
3
- Memantau hidrasi
18.30
19.15
- Melakukan suction
bersih.
DO : Infus RL 500
cc/6 jam
DO : Tidak ada
sumbatan jalan
nafas, ET dan
mulut tampak
bersih.
DO : TD :
122/99mmHg,
DO : Mode T-
piece, FiO2 : 4
Lpm.
DO : : Turgor kulit
normal< 2 detik,
elastis cukup,
mukosa bibir
lembab.
DO : Posisi kaki
pasien tinggi
dengan di ganjal
bantal.
- Suhu tubuh
20.00
21.00
Shift
malam
22.00
22.30
23.00
24.00
01.00
DO : Terdapat bula
1 - Melakukan suction di tangan sebela
h
kanan, ulkus
dekubitus –
DO : Pasien
terpasang
ventilator dengan
- Memonitor ttv mode spontan, PI:
1
6, PEEP:4,
50% FiO2:
DO : Tidak ada
sumbatan jalan
nafas, ET dan
- Memonitor status mulut tampak
3
pernafasan dan bersih.
oksigen
DO : Posisi kaki
pasien tinggi
2 - Memantau hidrasi
dengan di ganjal
bantal.
-D0:TD:
mmHg
140/103 ,
N : 140 x/menit,
RR : 22 x/menit S :
3
- Memantau status 39,9 C
cairan keluar /output
DO : Terdapat bula
1 di tangan sebelah
- Merubah posisi
• Merubah posisi
DO : TD : 110/
pasien (meninggikan
kaki) 74mmHg, N :
95x/menit, RR :
10x/menit, S : 36◦C
-Memonitor TTV
- Mengkaji status
sellulitis.
• Memonitor
kesadaran pasien
-Memberikan kompes
-Memantau adanya
tromboflebitis
- Memantau status
• Melakukan sunction
• Memonitor TTV
08.30
09.00 1
10.00
10.30 3
11.00 2
11.30 2
12.00 3
• Menganjurkan pasien untuk merubah posisi dengan meninggikan kaki, agar peredaran darah
lancer
x/m S : 38.2◦C
DO : Pasien
tampak ada
penumpukan sekret
daerah ET nya.
DO : Tidak ada
sumbatan jalan
nafas, pasien
tampak nyaman
DO : Pasien di
posisikan semi
fowler
DO : kaki diganjal
dengan bantalan
DO : Setelah di
kompres suhu
menjadi 37.3◦C
DO : Injeksi
ceftriaxone 1 gr
masuk melalui IV
12.30
1
13.00
14.00
J. Evaluasi Keperawatan
DO : Terdapat bula
di tangan sebelah
kanan.
DO:Hasil
trombosit 417.000
u/l
DO : Posisi pasien
terlihat nyaman.
DO : TD : 106/71
mmHg, N : 144
x/menit, RR : 17
x/menit, S : 38,3◦C.
TT
Tgl/Jam No. EVALUASI D
DX
15/3/2018 1 S:-
Indikator A T H
- Di
-
2 4 3
- spnea saat istirahat
- Akumulai sputum
1 3 4
Keterangan :
1. Sangat berat
1. Berat
1. Cukup
1. Ringan
1. Tidak ada
P : Lanjutkan intervensi
Indikator A T H
Keterangan:
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
P : Lanjutkan intervensi
- Monitor TTV
S:-
14.00 3
O : Pasien dengan penurunan kesadaran, GCS : E1
M1 VT, cairan yang masuk Infus RL 500 cc/6 jam,
cairan yang keluar, urine 130 cc/ 6 jam , IWL 125,
pasien tampak edema di kedua kaki dan kedua
tangan, dan terdapat bula di tangan sebelah kanan.
Indikator A T H
- TTV stabil 4 5 5
- Tekanan darah 4 5 5
- Nadi perifer 3 4 4
- Turgor kulit 3 4 4
- Suhu, sensasi, 3 4 3
elastisitas hidrasi
2 4 3
Kesasara
Keterangan:
1. Berat
1. Sangat berat
1. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
P : Lanjutkan Intervensi
pakaian
DAFTAR PUSTAKA
Mc Closky & Bulechek. (2010). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America: Mosby.
Mosby.
Nurarif, Anin Huda., & Kusuma Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta: MediAction.
Nursalam. (2012) . Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
Salemba Medika.
Price, Sylvia Anderson. (2009). Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=061214-
sykj201.htm