Anda di halaman 1dari 26

MENGENAL PRlNSIP-PRINSIP

HUKUM INTERNASIONAL HUMANITER

SEBAGAI BAGIAN DARf


HUKUM INTERNASIONAL
MENGENAL PRINSIP- PRiNSIP
HliKUM INTERNASIONAL HUMANITER
SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL

Hukum Internasional sebagai salah satu cabang ilmu hukum


secara positif dan tetap, akan terus berkembang bersama - sama
dengan ilmu-ilmu lainnya dan perkembangan tersebut melalui ber-
m3cam-macam media/cara sesuaidengan sifat keiimuan dari iimu
hukum sendiri. Analisa baru tentar.g peranan tlmu Hukum dalam
masyarakat semakin panting, terutama yang menyangkut fungsi hu­
kum sebagai a!at (dalam instansi terakhir) untuk mengadakan social
engineering, demikisn p^ndapat Roecoe Pound, sebagsimana di-
katakan :
" . . . The engineer is judged by what he does. His work is
judged by its adequacy to the purpose for which it is done, not
by its conformity to some ideal form of a traditional plan . . ".
Berkernbangnya hukum internasional tersebut karena adanya "sa-
rar.a yang mengantarkan" yang bcrupa masyarakat internasional,
sehingga didalam melihat/menilai perkembangan hukum interna­
sional, pertama-tama harus yakin du!u a d a n a masyarakat interna­
sional sebagai iandasan. Pendekatan sosiologi - dan bukan pen-
dekatan poiitik, militer dan Iain-lain - merupakan syarat utama.
Melalui pendekatan sosiologis terhadap existensi masyarakat
internasional, secara teoritis hukum internasional benar-benar akan
dapat segera efektif berjalan dalam masyarakat internasional.
Adanya hubungan yang tetap (baik secara langsung maupun tidak)
untuk kepentingan bersama serta faktor-faktor pengikat yang non
materia! yang berupa asas-asas hukum yang bersamaan dalam ma­
syarakat internasional, menurut Mochtar Kusumaatmadja, merupakan
salah satu bukti adanya masyarakat internasional in konkrito.
/

Setrlah ki ;a saoari adanya masyarakat internasional sebagai


••medan" hukum internasional, dengan '■ egara-negara me.-deka se-
bayai 'K i dan anggotanya". mnka konsekwensi logis sebagai
anggota wajib ikut aktif mengisi, baik dalam bentuk konsep,
pemtkiran, tindakan maupun bentuk-bentuk lainnva dalam rangka
kcsejahteraan ummat manusia.

Indonesia sebagai salah satu anggota masyarakat internasional


telah dengan tepat me;, ^expresikan keherdaknya melalui pembu-
kaan UUD 1945 alenia ke 4 sebagai berikut :
" . . . dan ikut meiaksanakan ketertiban dunia yang berdasar-
kan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadii3n sosial

Selanjutnya dalam G B H N 1978 antara lain ditentukan sebagai


berikut :
1. " . . . dana investasi tersebut harus ditingkatkan dengan cepat
sehingga peranan bantuan luar negeriyang merupakan pelengkap
tersebut semakin berkurang . . . "
2. " . . . selama Indonesia belum memiliki sendiri faktor - faktor
tersebut, dapat dimanfaatkan potensi - potensi modal asing,
tehnologi dap keahlian dari luar negeri
3. " . . . dalam politik luar negeri yang bebas dan aktif diusaha-
kan negara Indonesia dapat terus meningkatkan peranannya
dalam memberikan sumbangan untuk turut serta menciptakan
perdamaian dunia yang abedi adil dan sejahtera . . . ".
4. " . . . Pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif
harus diabdikan untuk kepentingan nasional, terutama untuk
kepentingan pembangunan disegala bidang. Perkembangan dan
kemungkinan gejolak dunia perlu diikuti secara seksama agar
dapat diketahui tepat pada waktunya

Dari pembukaan U U D 1945 dan Tap M P R 1978 tersebut, selain


merupakan indikasi adanya hubungan dengan negara-negara lain,
juga merupakan arah pembangunan nasionai d3lam kaitannya dengan
dunia internasional yang menuntut pemerintah untuk meiaksanakan
Garis-Garis Besar Haluan Negara tersebut. Pada fihak lain me­
nuntut pulalem baga-lem baga ilmiah/Perguruan Tinggi untuk ikut
mengembangkan pemikiran-pemikiran/teori-teori ilmiah yang tidak
saja untuk disumbangkan kepada pemerintah agar mi$si pemerin­
tah di forum internasional iekas berhasil. tetapi juga merupakan
sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada umum-
nya dan ilmu hukum pada khususnya da!am dunia internasional.
2
Dai; Psmbukaan U U D 1945 diatas terbukti bahwa para pemben-
tuk negara sudah dengan tepat merumuskan peranan negara/
pfimerintah dalam hubungan tmernasionaf, yang hai ini kemudian
dijabarkan datam G B H.N. Karena itu politik isolasi yang tak
niur.gkin lagi diterapkan dalam abad XX telah ditinggaikan. Tentang
ketidak mungkinan poiitik isolasi tersebut ditegaskan oleh Charles
P. Schleider dalam bukunya "Introduction to international Relation",
sebagai berikut: . . .“a complete isolated state is one which has
absolutely no effect on and uneffected by other states. An extreem
situation of this sort is vertually imposible in the modern world. . .“
Karena itu secara “p o l i t i s " Negara/Pemerintah Rl sudah
diberi jalur/kanal oleh para pembentuk negara (founding father)
untuk mengembangkan hubungan - hubungan intecnasional sesuai
dengan kepribadian dan cita - citanya. Kemudian dalam rangka
pengembangan hubungan internasional tersebut, peranan hukum
internasional semakin renting. Disamping itu dalam (bidang) hukum
nasionalpun, M P R sudah menetapkan arah pengembangan hukum,
yang sekaligus merupakan "tantangan" para sarjana hukum pada
umumnya untuk “merubah" atau menstransformer G B H N tersebut
menjadi hukum positif aplikatif. Dalam G B H N disebutkan antara
lain sebagai berikut:
a. Pembangunan di bidang hukum datam negara Indonesia dida-
sarkan atas landasan sumber tertib hukum seperti yang terkan-
dung dalam Pancasila dan U U D 1945.
b. Pembangunan dan pembinaan bidang hukum diarahkan agar
hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat
kemajuan pembangunan disegata bidang, sehingga dapattah
diciptakan ketertiban dan kepastian hukum dan memperlancar
pelaksanaan pembangunan.
Dari segi hubungan internasional, berarti peiaksanaan pembangunan
hukum nasional hams memperhatikan pula aspek - aspek pengem­
bangan hukum internasional. Karena itu pembangunan hukum di-
segafa bidang (dalam segala dimensinya), tidak saja menyangkut
bidang hukum nasional tetapi juga dalam hukum internasional.
Dalam pembangunan hukum nasional adaiah tepat sekali ucapan
yang terkenal dart Hakim Cardozo yang mengatakan : "the law,
like the traveller, must be ready for the morrow. It must have a
principle of growth". Demikian juga ucapan seorang Sarjana Ame-

3
; --u o’ • • 1: . - I.’. .-..•I > i.'. '*-.i , V' s" .5
mcnuntut kepada kiUi seiv.ua dr.lurn ps;rbar.gunan rw.kum untuk
i.euip berpijak kepada dasar-xfasar hukum kita sendiri dengan tfttap
memperhatikan dan mengikuti perkembangan dur.la iniernasicnal.

Para hadirin yang terharmat.

Kembali kepada perkembangan hukum internasional, sebagaimana


disiplin ilmu - ilmu lainnya, maka dalam proses pengakuannya se-
bagai bagian ilmu hukum yang berdiri sendiri, sejak awal ditandai
dengan keraguan tentang sifat mengikat hukum internasional itu
terhadap subyeknya sebagaimana sifat yang mesti dimiliki ilmu
hukum pada umumnya. Satu pihak berpendapat, hukum interna­
sional sekedar moral internasional yang tidak mengikat sebagai­
mana dikatakan John Austin. Oi fihak lain malah cda pendapat
yang "ekstrim" yang mengatakan Joahwa hukum internasional adalah
hukum dunia (world law) yang berlaku untuk seluruh dunia. Pen-
dspat-pendapat tersebut kafau kita kembalikan kepada pengertian
norma hukum yang mempunyai sifat mengikat. maka sifat khusus
(mengikat) yang dimiliki inilah yang menyebabkan norma hukum
berbeda dengan norma-r.orma lainnya walau-antara berbagai norma
tersebut terjalin hubungan yang cukup erat, saling mempengaruhi
dan saling menunjang. Dan nyatanya dalam praktek internasional,
subyek-subyek hukum internasional banyak terikat oloh ketentuan-
ketentuan hukum internasional (persoalan batas negara, perwakilan,
perjanjian dan Iain-lain).
Disamping kwalitas, subyek hukum internasional sendiri yaitu
negara, organisasi internasional, perseorangan terdapat perbedaan-
perbedaan pendapat yang sebenarnya antara subyek hukum satu
dengan lainnya tak ada perbedaan derajat / kwalitas, sehingga
masing-masing mempunyai kedudukan yang sama. Hal ini menye­
babkan persoalan mengikatnya hukum internasional terhadap subyek
hukum internasional m3sih merupakan salah satu problem didalam
hukum internasional, disamping miselnya persoalan kedaulatan
negara, hukum laut, hukum angkasa dan lain - lain. Karenanya
sampailah kita pada kesimpulan bahwa hukum internasional sedang
dalam proses perkembangan yang tak henti-hentinya.

Kalau kita berbicara soal hukum dan ajaran - ajaran ;hukum, kita

4
• '• i . t i v '.jV.Ot*. . (y-i * V O l i i * ‘•V.i
totapi juga menarangkan huhungan sebab akibst dari vi!?ja!a g^aia
ya n g ada. Sehingga dalam meoerangkan ilmu hokum. unsur imsur
logikapun tercakup didalamnya.
Karena itu seorang sarjana hukum. sebagaimana dikatakan oien
Michall Akehurst *. . . are trained not oniy to know (or to know
where to find) the law when the law is not dear, but also iiovy
to argue a case when the law is not dear
Hukum tumbuh dan diciptakan untuk kebutuhan dan fcepantmgan
manusia, sehingga "posisi" hukum dalam masyarakat baik daiam
masyarakat primitif, berkembang, maupun maju juga berfnngsi
untuk mendisipliner diri. mendidik diri, disamping tugas - rugs*
normatif lainnya.
Karana itu perkembangan hukum dan perkembangan masyarakat
harus dalam posisi yang seimbang dan berkembang bersama-
sama, sebab majunya suatu masyarakat tanpa dibarengi “majunya *
penyusunan hukum dapat mengakibatkan dan menjurus kepads
masyarakat yang anarkhis. Atau sebaiiknya, majunya penyusunan
hukum yang tak seimbang dengan majunya masyarakat aksn meng
akibatkan gejolak masyarakat. Dalam keadaan terakhir ini peril*
sekali adanya pendidikan hukum dan pengetahuan tentsr.g p */-
kembangan masyarakat yang ada. Untuk itu dipandang punting
diadakan pilihan-pilihan hukum yang tepat bag* masyarakat yang
bersengkutan. dengan harapan hukum yang dbusun akan tetan
merupakan 'hukum masyarakat / negara' dan bukan hukum yang
“jauh" dari masyarakat. u-'

Khusus dalam hukum internasional ada 3 faktor yang sargat do-


minan yang mempengaruhi hukum internasional, sebagaimana d*-
katakan Mochtar Kusumaatmadja sebagai berikut :
1. Perubahan peta politik, terutama sasudah Perang Dunia If
dengan banyaknya bangsa - bangsa yang merdaka sebagai
proses emansipasi bangsa-bangsa di dunia;
2. Kemajuan teknologi, yang menimbutkan problems-probtema
baru dalam hubungan masyarakat internasional ;
3. Perubahan / perkembangan dalam struktur organises! dunia
dengan munculnya PBB yang mempunyai peranan iebth
banyak / besar.

Dengan adanya pengaruh tersebut, make ajaran /.doktrin hukum


banyan doktrin hukum internasionai tmtuk mengimbanyi dan mem-
beri " kanai ' terhadap perkembangan duma internasionai yang
semakin kcmpleks.
Laju perkembangan masyarakat internasionai. cfigambarkan oleh
Alain Touraine dalam mengantarkan bukunya "Beyond the Chrisis“.
Antara lain dikatakan :
" . . . we are already in a world dominated by multiplicity
of politics and "routes" of development and thus also by-
rivalries among states. Does something still exist between
culture and state which one might call society, or is the
social scene nothing more than the political scene a world
of actors, "forces", and decision rather than a network of
social relationships defined in langer term then the consci­
ousness and the gestures of the actors . . .

Kalau dimuka dinyatakan bahwa P B S merupakan salah sab; faktor


penting yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan hukuni
internasionai - dan yang akan terbukti dalam uraian - uraian febih
lanjut - maka P 8B sekaligus merupakan “tempat dialog- interna-
iional yang paling efoktif untuk masa sekarang dalarn membicara-
' kan problems - problema internasionai. dengan harapan kcmoiut
internasionai - sebagaimana disinyalir oleh Alain Touraine - dapat
"diluruskan".
Berhasil tidaknya menghadapi tantangan yang cukup berat tersebut
sangat ditentukan oleh kesadarsn umat manusia sendiri.

Salah satu problema internasionai ialah periindungan terhadap in-


dividu sebagai salah satu subyek hukum internasionai, bertittk
tolak dari periindungan terhadap individu secara internasionai. Ini-
lab yang mengantarkan muncutnya cabang hukum internasionai
baru yang dikenal “internasionai Humanitarian t a w yang kami
terjemahkan dengan Hukum Internasionai Hurnaniter. dengan pe-
lopor utarna antara iarn Jean Pictet, Dosen pada Universitas G e­
neva, sarta Direktur Jenderai Palang Merab Internasionai Swiss.
Kalau sasaran Hukum Internasionai Hurnaniter adalah periindungan
terhadap individu, bukan berartt ada dan diciptakannya hukum
(pada umumnya ) tujuannya berbeda dengan hukum internasionai

6
humaniter di alas, hanva dalam hukum internasional humaniter
tersebut ditekankan pada situasi tenentu saja.
Hukum internasional humaniter merupakan cabang i!mu hukum
internasional yang secara tegas menggabungkan antara ide moral
dan ide hukum dalam satu disiplin. J. Piktet mengatakan lebih
lanjut : “ . . . humanitarian law appeaars to combine two ideas
of a different character, the one legal and the other moral", Ka-
rena itu bertemunya unsur hukum yang mempunyai sifat "zakelijk*/
tegas dengan unsur moral yang memiliki sifat agung. suci, akan
menciptakan satu susunan hukum yang tepat untuk menjamin
hak asasi; kewajiban manusia, sehingga setiap orang - setelah
memahami ide tersebut diharapkan melaksanakan tujuan hukum
secara sempurna dar. dengan penuh kesadaran. Sedangkan tentang
tujuan hukum sendiri banyak sarjana yang telah member's pen-
dapat, dimuiai dari Jeremy Bentham, John Austin, Hans Kelsen,
Von Savigny. serta pendapat-pendapat modern lainnya.

Seperti telah kita ketahui bersama bahwa setiap sistim hukum


pasti mempunyai surnber hukum formal sendiri sebagai landasan
operasional berlakunya hukum dalam masyarakat. baik yang ter-
tulis maupun tidak. Misalnya surnber formal hukum internasional
yang termuat dalam pasal 38 ayat 2 Statut3 Mahkamah Interna­
sional, yaitu :

1. International conventions, wether general or particular esta­


blishing rules expressly recognized by the contesting states-
2. International customs, as evidence of general practice accep­
ted as law.
3. The general principles of law recogniced by civilized nations.
4. Subject to tha provisions of articles 59, judicial decisions
and the teaching of the most highly qualified publicists of
the various nations, as subsidiary means for determination
of rules of Jaw.

Deir.ikian juga untuk hukum internasional humaniter. Seisin torikst


dengan sumber-sumber hukum internasional tersebut di alas, juga
tenkst dengan aturan-aturan formal yang menyangkut aturan-aturarr
kemanusiaan pads umumnya. f-ebagaimana termuat dalam C o n ­
vent; G eneva 1 9 4 9 .-yang dicrptakan untuk *‘Rr»».pect for hum
7
f " .'t. -Ji-.i/ UdSO!t«j 3-i-iiJ'*; j ' i Jam y * ; o i !♦*
ternasional. Hukum internasional humaniter didaiam operasionalnya
tcrbagi daiam dua aspek/bagian. Satu fihafc dengan hukum parang,
pada fihak lain dengan hak asasi manusia, sehingga sasaran utama
hukum internasional humaniter yalah sejauh mana hak asasi manu­
sia tetap dapat diiindungi daiam situasi krisis/perang dan daiam
kaadaan-keadaan tertentu. Atau menurut J. Pictec, "hukum inter­
nasional humaniter adalah aturan hukum yang menghormati indi-
vidu dengan segaia hak dan kewajibannya", sehingga cabang hu­
kum ini sangat mendambakan adanya penghormatan dan bantuan
yang wajar terhadap hak/kewajiban manusia, khususnya pada saat
terjadi konfiik antar negara. Karena itu hukum internasional hu­
maniter mempunyai sifat internasional serta menjadi tanggung ja-
wab internasional pula.

Kami berpandapat bahwa hukum internasional humaniter akan


semakin panting dimasa-masa mendatang, terutama untuk meng-
imbangi/mengarahkan perkembangan tehnologi yang sangat cepat
yang sering banyak mengabaikan unsur-unsur manusiawi. Oiharap-
kan daiam keadaan masyarakat bagaimanapun juga dan daiam
situasi apapun, masyarakat tersebut akan selalu mempunyai aturan-
aturan hukum yang tetap memiliki unsur-unsur kemanusiaan.
Prinsip hukum internasional humaniter adalah gabungan antara
prinsip kemanusiaan yang berarti “humanity requires action always
for mans's good", dan prinsip kepentingan yang terutama 'the
maintenance of public order legitimates the use of force, the state
of war justifies resort to violence".
Daiam prinsip yang dikenal tersebut distas. tercermin satu cita-cita
agar manusia daiam masyarakat bagaimanapun - baik daiam perang,
damai dan daiam keadaan-keadaan lainnya- tetap menjunjung
tinggi unsur kemanusiaan dan kepentingan (kemanusiaan). Dan
prinsip inilah yang tersurat didaiam Konvensi Geneva 1949.

Para hadirin yang tarhormat,


Dari apa yang kami kemukakan di atas, isi doktrin hukum inter­
nasional humaniter menyangkut tentang ;
1. The law of war/hukum perang.
2. Human rights/hak asasi manusia.
1. Daiam dunia yang semakin kompiek dan maju daiam semua
bidang, khususnya dengan kemajuan-kemajuan tehnologi yang

8
sangar peser, aKan oanyak menyangkut / mempengaruhi penilaian,
pandan-gan cara berfikir manusia untuk menghadapi m3nusia !ain
dan dlsm daisrrs mencapai cita-cltanya, dan tidak jarang mengaki*
bazars perbedaan satu dengan yang iain dan maiah bedentangan.
Kiranya adanya pedoman/pegangan/atursn um'um yang dapat "me-
rekani" semua aspek kehidupan manusia yang ditaati bersama,
semskiri dirasakan kebutuhannya, setidak-tidaknya diketahui oieh
semua fihak. sehingga diperiukan penggalian terus menerus dari
kaidah/unsur-unsur universal untuk tujuan kemanusiaan.
Sebab seperti yang dikatakan Sophocles, "above the vviitten laws,
there are those which are unwritten" adalah tepat sekaii
Kita menyadari bahwa dalam keadaan perang dapat terjadi peng-
gunaan kekerasan yang tak terbatas. Karena itu, menurut sayidiman
Suryohadiprojo, "m engharuskan pada para pemimpin d3n pelak-
sana perang untuk memiliki kemampuan mengendalikan kekerasan
untuk menghadapi kekerasan".

Tentang pengertian perang sendiri, menurut Von Clausewiter


fldaiah “tidak saja merupakan satu tindakan politik, tapi sati^*
mstrumen politik, satu kefanjutan dari hubungan politik, satu
j.Mjrwujudsn dari suatu yang sama dengan aiat-alat iain".
Dsiam keadaan yang demikian akan terjadi penggunaan semua
daya dan kekuatan, demi memsnangkan peperangan tersebut. Ka-
, fsnanya s-fat dart peperangan akan sangat iuas sekeli, sebab me-
nur»<t Von Leudendorf, "damai adalah kelanjutan dari perang
dengan care lain". Sampai sekarang terlihat spektrum yang terdiri
dati tiga macam perang, yaitu : Perang dmgin, yakni macam perang
dengan penggunaan kekerasan bersenjata yang paling sedikit :
Perang terbatas, dengan menggunakan kekerasan bersenjata yang
iebtli banyak tetapi toh masih terbatas ; Perang umum. dimana
penggunaan kekerasan bersenjata adalah total Demikian diuraikan
Sayidiman.
Karena itu dengan melihat pengertian perang sebagaimana diurai-
kan Giatas. maka hamhai yang menyangkut temang prinsip-prtnsip
kemsnusraan dalam waktu perang akan dihormati oleh semua fihak,
btlamanr. sda satu keseoakatau umum/aturan umum umat manusia
sera:;, intemasionai. Pada saat sekarang kesepakatan intemasional
yan.t m 'garui perang adalah Konvensi Geneva 1949 yann sokati-
yu: ..pakan mated hukum internasional humaniter yang dtba-
rap*. •ban fee. keinbang torus. Didalam psnyebararmya tngunkasi-

9
dukungau internasional. sebab crgantsasi-orgamsasi vang bergemk
daiam bidang fcemanusiaan tetsebut-baik pada wakfu perang atau
d a m a i -mempuhyai tujtian obyektif d3n tidak memihak.
Tentang hokum internasional humaniter yang sedang daiam
proses perkembangan ini ada perbedaan pandangan, baik mengenai
sistimatika maupun isinya. Terbukti misalnya perbedaan pandangan
antara M.8. Jakovlyevic dan Y. Sandos. M.B. Jakovlyevic m enga-
takan bahvva hukum internasional humaniter adalah nama baru
dari hukum perang yana sudah tidak dikenai lagi daiam Piagam
PBB, sedangkan Y. Sandoz mengatakan bahwa hukum internasional
humaniter tidak mengkover semua persoalan.
Terlepas dari pandangan-pandangan yang justru diperlukan daiam
‘ mengisi" materi hukum internasional humaniter lebih lanjut, yanq
terang dari segi teori perkembangan itmo pengetahuan pada Umufit-
nya, perbedaan pandangan itu tidak dapat dihalang - haiangi. Ini
berarti bahvva para ahli hukum pada umumnya dan ahii hukum
internasional pada khususnya serta semua fihak yang banyak ber-
gerak daiam bidang tersebut akan dihad3pkan kepada persoalan
ini, termasuk sarjana-sarjana Indonesia.
Hukum perang daiam arti luas bertujuan untuk mongauir
jdeperangan dan mengurangi kesukaran / kesengsaraan (para ang-
gauta militer dan sipit) sejauh mungkin dengan mempsrhatikan
kepentingan militer.
Hukum perang mempunyai dua sumber utama, yaitu Konvensi
Den Haag (Hukum Perang) dan Konvenst Genewa (Hukum
Humaniter). Konvensi Den Haag yang juga disebut Hukum Perang
itu hanya rr.enentukan / mengatur hak dan kewajiban para fihak
bersengketa yang sedang berperang, serta batasan-batasan tentang
penggunaan kekerasan. Sedangkan Konvenst Genewa 1949 ter-
diri dari 4 Konvensi, yaitu :
a. The Geneva Convention for the Amelioration of the con­
dition of the wounded and sick in Armed Forces in the
field of 12 August 1949.
b. The Geneva Convention for the Amelioration of the con­
dition of wounded, sick and shipwrecked members of
armed forces at sea of 12 August 1949.
c. The Geneva Convention relative to the treatment of
prisoner wor of 12 August 1949.

10
i oh Geneva Convention relative to the p.-otection of civilian
person in time of war of 12 August 134.9.
Konvensi Geneva yang juga disebut Hukum Humaniter berist/
mengatur periindungan anggota miiiter yang sedang istirahat (dalam
arti tak ikut berperang) dan yang tak mengambil bagian dalam
peperangan, yang juga secara luas melindungi penduduk sipii di
daerah-daerah yang diduduki lawan serta mengatur periindungan
terhadap orang-orang yang sakit, luka, tertawan dan Iain-lain.
Karena itu prinsip Konvensi Geneva tersebut semata - mata demi
kepentingan (para fihak) secara individual dan bukan hak antar
negara.

Terlepas dari uraian tentang makna perang dalam arti doktrin/ajaran


perang dan lain - lain, maka daiam hubungan dengan uraian ini
hanya diambil prinsip-prinsip hukum perang saja yang membuktikan
dan mendukung hukum internasional humaniter yang sedang dibahas.
Sebagaimana di atas diterangkan, bahwa pada umumnya
hukum internasional telah mempunyai sumber hukum dalam arti
formal, yakni pasal 38 ayat 2 Statuta Mahkamah Internasional.
Pada hukum internasional humaniter, khususnya aspek hukum pe­
rang sebagaimana kami kemukakan dt atas, telah ada peraturan
Protokol I dan Protokol II. Hukum positif aplikatif yang kami
maksudkan adalah "seperangkat aturan hukum yang sudah tersajikan
dalam masyarakat (bersifat operasionai) yang iangsung dapat di-
pakai anggota masyarakat", jadi bukan dalam bentuk Undang-
undang Pokok, Garis-garis Besar saja yang masih merupakan hukum
positif. Dan memang pada beberapa negara berkembang tertentu
banyak yang masih mempunyai UU Pokok, sedangkan penyusunan
hukum positif aplikatif (d3fam bentuk aturan - aturan pelaksanaan)
kurang mendapat perhatian secukupnya. Akibatnya, pelaksanaan
hukum dalam masyarakat kadang-kadang tidak sejalan / tidak sama
atau tidak seragam dalam satu kasus yang sama.
Dengan adanya Protokol I dan II, terbukti lagi bahwa kepen­
tingan individu bagi fihak - fihak yang sedang bersengketa cukup
mendapat perhatian, sebab dalam Protokol II misainya ditentukan
bahwa Konvensi Geneva tersebut diperlakukan juga terhadap
konflik-konflik yang tidak bertaraf internasional {antara dua negara
atau lebih), tetapi bersifat nasional.

11
Proiokoi i pasai 1 berbunyi :
Articles I : Genera! Principles and Scope of Aplication.
1. The High Contracting Parties undertake to respect and
ensure respect for this protocol in all circumstances.

2. In case not covered by this protocol or by other inter­


national agreements, civilians and combatans remain
undertake the protection and authority of the principles
of international law derived from established customs, from
the principles of humanity and from the dictates of public
consience.
Yang kemudian diperjelas dan diiangkapi dalam Protokoi II sebagai
berikut :

T. This protocol, which develops and supplement articles 3


common to the Geneva Conventions of 12 August 1349
without modifying its existing conditions cf application,
shall apply to all of armed conflicts which are not
covered by article I of the Protocol additional to the Ge­
neva Conventions of 12 August 1S49, and relating to
the Protection of Victims of International Armed Con­
flicts (Protokoi l) and which take place in the territory
of a High Contracting party between its armed forces
and dissident armed forces or other organized armed groups
which, under responsible command, exercise such control
over a part of its territory as to enable them to carry out
sustained and concerted military operations and to imple­
ment this Protocol.
2. This Protocol shall not apply to situation of internal
disturbances and tensions, such as riots, isolated and
sporadic acts of violence and other acts of a similar na­
ture, as not being armed conflicts,

Dari dua pasaf tersebut, temyata bahwa perlakuan kapada


fihak lain (lawan) secara manusiawi dalam konflik bersenjata
merupakan kewajiban dan tidak saja dalam scope internasiona!
(dalam arti antara dua negara atau lebih), tapi juga bersifat
nasional (dalam arti perebutan kekussaan/politik) antara kekuatan
kekuatan dalam satu negara. Dalam hal ini masing-masing fihak-
dituntut memperlakukan fihak lain dengan prinsip-prinsip kemanu-
siaan pula. Konsekwensi lebih lanjut dari ketentuan tersebut ialah

12
v2 iisssi inte/nasiona! V’0 ^ 9 bor^srdk cfjiarn
hidang kemanusiaan dapat "ikut cam pur daiair. arti itkiiy)bantu
mengurangi kossngsaraar. maupun kebutuhan orang tarsebut, atau-
pun menyampaikan / pemberitahuan adanya peSanggaran tersabut
kepada masing-masing pihak. Grganisasi-organisasi tersebut antafa
l3in : P88, Palang Merab InternasienaJ dsn lain - iein. Misainya
Palang Merah internasional mempunyai prinsip "impartiality poiiticsi
religious and economic independence*,
Dalam situasi dunia yang masih diwamai atau dikuasst o!sh
dua kekuatan ideoiogi yang saling bertentangan dan yang meoyerai
dunia menjadi dua blok (barat dan timur} dalam bantuk bipolarisasi,
kiranya pengaturan tentarsg periakuan/pengborrnatsr? kepada inrfi-
vidu dalam peperangan dirasakan semakin panting, Dlsamping Hu,
ada pemikiran yang berkembanq-dan hal ini menguntungkan-ya'tUl
adanya anggapan yang menyatakan bahwa sebenarnya ridak ada
musuh yang abadi; dalam proses perkembangan waktu, dapat xsr-
jadi iawan rnenjadi kawan.

Perang adatah keadaan yang ttdak normal dan kenyatsen


menunjukkan bahwa peperangan yang banyak diiakufcan be-fksm-
bang semakin kompleks, baik taktik persenjataan maupun pers«-
nalnya, sehingga pengaturan secara umum daiam hukum perang
perlu dikembangkan dan disempurnakan, Daiam situasi seperti ini,
apa yang dikatakan Lomirer; “War is only justified by necessity,
it can not and should not serve as an end in it self lawfully it
can aim at its own annihilation', sehingga dalam perang ada motto
(lama) ... “rule of w ar" do as much harm to your enemy as you
c a n " yang harus diganti dengan motto (baru) * . . . da not inrlc?
more harm on your enemy than the object of the war demands*.
Adalah tepat sekaii gambaran yang diherikan oleh J.J. Rousseau
yang termuat dalam Contract Social (Book 1 Chapter IV) tentang
perang yaitu :
" . . . war is in no way relationship of man with man but
relationship between states, in which individuals are only enemies
by accydent, not as man, but as solidiers .. .‘The object of war
being the destruction of the enemy state, one is entittled to kill
the latter's defenders as long as they are carrying arms, but as
soon as they lay to them down or surrender, they close to be
enemies or agents of the enemy, and again become mere man,
and one is no longer entittled to take they lives . : . "
Beberapa prinsip yang tersebut di atas, kiranya peria dips-
kirkan bagaimana dapat difaksanakan daiam kehidupen antsr
bangsa-bangsa yang ada. Mengmgat sistem ksamanan dan per-
tahanan bangsa - bangsa dideiam mempertahankan integritasr.ya
berbeda-beda, dan kebariyakan mongarah kepada pengertien tang•
gung jawab seiuruh warga negara, rrtaka teori-teori hukum perang
pun sebagal bagian dan hukum internasionsJ humanites periu
diajarkan atau dikembangkan pada Pendidikan Tinggi uruuk men-
dapatkan penambahan / penygrr.purnaan khususnya pada Fakultas
Jhiukum jurussn Internasionah Sedang aspek kemanusiaannya (hak
asasi manusia) diberikan juga kepada fakuftas-fakultas lairs. Sedang-
kan secara praktis, pertama-tama harus ditanamkan/dihayati seeara
bask oieh seiuruh angkatan bersenjata sehingga dapat " . . . to
be integrated into everyday military iife', sebab problem hukum
perang adalah "a matter of order and discipline" demlklan dika-
takan oleh F.D. Mulinen.
Dengan dikstahuinya dan dihsyatl pokok-pokok pikiran tan-
tang hukum perang oleh sebagian besar negara-negara di ,dunta,
kiranya akan dapat dihindari atau dikurangl cara - cara dan tindakan -
tindakan yang berlebih-lebthan, yang bertentangan dengan d«sar-
dasar kemanusiaan dan psradaban antara satu keiompok dengan
^ keiompok lain, yang ksbetulan sedang konflik. Kaiau hal ini sudah
diketahui oleh sebagian terbesar pimpinan negara dan pars peng
ikutnya, kiranya segera ada refleksi yang positif di riafsnt jiwa
dan tindakan - tindakan lebih lanjut, khususnya daiam huburtgan
internasionai.
2. Hak asasi manusia sebagian sudah tercakup daiam aturan-
aturan formal yang dimuat daiam Konvensi Genewa 1949 tentang
hukum perang, yang bertujuan untuk mernpertakukan fioak lain
dengan memperhatikan unsur-unsur/segi-segi kemanusiaan, khu­
susnya dengan keadaan tertentu / perang. Kemudian ditam&ah
dengan prinsip-prtnsip hak asasi manusia, merupakan "b3han haku“
yang cukup lengkap daiam mengembangkan hukum intemasiona!
humaniter lebih lanjut.
Kami berpendapat, hak asasi manusia pada mulanya adalah
persoalan hukum yang mempunyai sifat netral / obyektif sama de­
ngan makna aslinya. Masuknya faktor politik ke daiam "daerah
hak a sa si' yakni seteiah hak asasi dikaitkan dengan negara atau
dengan dikenalnya lembaga yang disebut negara. Pada saai iiu

14
d-kenai / d.bedanan penyurtian antara negara dengan masyarakat/
warga negara yang roasing - masing merupakan pendukung hak,
kewajiban dan tanggung jawab bersama sesuai dengan proporsi
tugasnya masing-masing.

Menurut hemat kami, tiga hal tersebut merupakan essensi/


unsur dan missi dari pengertian hukum dan bukan hanya hak dan
kewajiban saja, atau lebih-iebih hukum bukan hanya diartikan hak
saja. Karenanya, bilamana suatu negara sudah dapat melaksana-
kan/memberikan secara adii dan proporsional terhadap tiga unsur
dasar dari hukum, yaitu hak, kewajiban dan tanggung jawab ke­
pada seiuruh warga negaranya, berarti hak asasi manusia sudah
berjaian dan sudah dilaksanakan dalam negara tersebut. Meiak-
sanakan/menekankan satu unsur dengan meninggalkan unsur lain,
mengakibatkan tujuan hukum dalam arti material pada umumnya
tidak dapat tercapai dengan sebaik - baiknya. Berlakunya ketiga
unsur dalam suatu negara tidak dapat dipisah-pisahkan dan me­
rupakan satu kesatuan serfs menuniut pelaksanaan yang seimbang.
Penekanan satu unsur dengan mengurangi aspek/unsur lain, dapat
menimbulkan akibat yang berbeda-beda. Misalnya penekanan aspek
hak (kepada seiuruh warga negara/penduduk negara), dapat men-
jurus kepada masyarakat yang anarkhis. Sebaliknya penekanan
pada aspek kewajiban saja dapat pula mengakibatkan sistem pe~
rnerintahan yang otoriter. Sedangkan penekanan terhadap aspek
tanggung jawab saja dapat pula mengakibatkan sistim pemerintah
yang bsrsifat komunal.

Tentiensi-tendensi yang kami maksudkan di atas merupakan


konsekwensi logis atau pengembangan secara wajar ide-ide yang
terkandung di dalam setiap unsur yang dimaksud dan nantinya
akan segera nampak dalam masyarakat. Terlihatnya dalam masya-
rakat melalui tata aturan yang ada, kami sebut hukum positif
aplikatif. Hak asasi manusia sendiri, kami maksudkan "milik ber­
sama umat manusia yang diberikan Tuhan selama hidup", benar-
benar akan dapat berjaian di dalam masyarakat. Penekanan hak
dalam hak asasi, justru karena sejak manusia lahir sudah memiliki
hak tersebut. Namun isi daripada hakasasi pada taraf tertentu bagi
seiuruh warg negara - secara identik - berisi pula kewajiban dan
tanggung jawab, sehingga merupakan kesatuan. Bilamana hak-hak
asasi tersebut sudah terserap seluruhnya di d^lam hukum positif
aplikatif tersebut di atas, maka keadilan dan akhirnya kemakmuran

15
akan segera dapat teruvujud.

Oari uraian singkat di atas, terbukti betapa eratnya hubungan


fungsiona) dan kausal antara sistim hukum suatu negara dengan
penegakan hak asasi manusia, atau ada tidaknya hak asasi banyak
ditentukan oleh filsafat/dasar hukum yang dianut oleh suatu negara.
Disamping itu, tentu saja political wilt dari para pemimpin negara
sebagai - satu kebulatan akan merupakan faktor yang sangat menen-
tukan sekali.

Kalau terbukti ada hubungan begitu erat antara pelaksanaan


hak asasi manusia dengan tata hukum suatu negara yang meru­
pakan salah satu materi pendukung hukum internasional humaniter,
kiranya hak asasi manusia yang mengandung prinsip-prinsip utama
yaitu'to the harmonious development of his personality' meru­
pakan pendorong utama baik bagi umat manusia dan organisasi-
organisasi internasional untuk iebih menyadari dan meningkatkan
perjuangan secara terus menerus dalam menegakkan hak asasi ma­
nusia. Disamping setiap negara yang ada. dalam menyusun aturan-
aturan hukum - baik aturan-aturan pokok dan aturan pelaksanaan
- hukum positif aplikatif - selalu perlu menempatkan/menghormatt
orang perseorangan tanpa membeda-bedakan jabatan/kedudukan,
agama, janis kelamin dan lain-lamnya.
Prinsip tersebut harus selalu mendapatkan tempat yang wajar
dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang, sehingga
adanya dan diciptakannya hukum untuk memberi pengayoman,
kedamaian dan ketentraman manusia bermasyarakat dan bernegara
dapat tercipta.

Kalau dalam keadaan perang Konvensi Geneva 1949 metindu-


ngi manusia terhadap keganasan peperangan (The Evil of war),
maka dalam keadaan damai/normaf, menurut J. Pictet, hak asasi
manusia diperlukan untuk 'against the abuses of the state and
vicissitudes of life*. Pendapat tersebut dapat dimengerti, karena
negara dengan segala legalitasnya yang ada cukup memiiiki ke-
kuasaan yang iebih banyak dari warga negara, sehingga kadang-
kadang dapat/mudah menjurus kepada pelanggaran terhadap hak
asasi manusia. Oleh karena itu, beberapa prinsip umum hak asasi
manusia yang akan selalu dikembangkan oleh hukum internasional
humaniter serta dilaksanakan dalam hubungan-hubungan inter-
nasio::j! yang 5-da, akan mendapatkan sambutan - sambutan tlsfi
negara yang ada. Sementara itu para pslopor hukum internssiona!
tuimaniter telah menyusun pengelompokan hak-nak asasi manusis
sebagat berikut :
1. Pada prinsipnya manusia tak dapat diganggu gugat, dalam
arti tiap - tiap individu mempunyai atau memiiiki hak hrdup.-
hak atas fisik dan moral, hak kepribadian.
Ada prinsip yang terkandung dalam pengeptian tsk dapst dl-
ganggu gugat :
a. Seseorang yang tertangkap dalam peperangan tak dapat
diganggu atau dilanggar haknya (hidupnya tsk beleh di-
hancurkan);
b. Penyiksaan/hukuman dilarang;
c. Setiap orang berhak atas pengakuan yang sams d-i decs;-
hukum ;
d. Setiap orang. berhak untuk memperolah penghormatan, nek,
berkeluarga, berkeyakinan/me'aksanakan kegemarannya;
e. Setiap orang yang menderita akan mendapatkan perlin-
dungan dan menerima perawatan secukupnya;
f. Tak seorangpun dapat dikurangi hak miiiknya dengan
semena -mena.
2. Prinsip tidak membeda - bedakan sesama manusia, baik dari
segi agama, jenis kelamin, kebangsaan, bahasa, kedudukan
sosial, kekayaan, poiitik, suku, pandangan hid up.
3. Prinsip kearoanan :
a. Tak seorangpun dipertanggung jawabkan terhadap per-
buatan yang tak dilakukan olehnya;
b. Dilarang adanya pembalasan, hukuman kolektir, penysn-
deraan/pengusiran terhadap seseorang ;
c. Tiap orang mendapat hak untuk mendapatkan keuntungan
atas jaminan hukum yang ada;
d. Tak seorangpun dapat dihapus hak yang telah diberikan
oleh konvensi-konvensi humaniter kepadanya.

Kalaulah prinsip hukum internasiona! humaniter yang kami


sampaikan di atas seakan - akan memberikan perhatian kepada
manusia begitu "besar", hai ini bukan berarti tujuars hukum pada
umumnya pun tidak memperhatikan/tidak menghermati hak-hak

17
yang tsiah ada/ditetapkan sebalumnya, tapi hukum interpasiona?
humaniter memang sejak awal meocoba menggabungkan seeara
ekspiisit unsur moral dan unsur hukum di dalam satu pengertian/
disiplin. Karena itu dalam keadaan apa pun, prinsip-prinsip hukum
internasional humaniter tersebut kiranya akan dapat diterims oieh
samua negara. sebab bantuan atau 'tun tutan' deri hukum inter-
nasional humaniter tidak pernah bsrsifat merr.ihsk kepada pihak-
pihak yang kebetulan sedang terlibat dalam sengketa, msmihak
atau memusuhi pemerintah mana pun. Sebaliknya yang didekati
dan dilihat adalah bagaimana perlakuan negara yang bersengketa
satu sama lain, dan apakah perlakuan pemerintah terhadap manu-
sia atau warga negaranya sudah s8suai dengan prinsip-prinsip
kemanusiaan yang disepakati bersama.

Memang. kalau menyangkut perlakuan oranp di dalam keadaan


parang, Konvensi Geneva 1949 sudah mer.gatur secara terperinci.
sehingga organisasi internasional seperti internasional Committee
of the Red Cross • yang berpusat di Geneva dengan cabang-ca-
bangnya yang tersebar di seluruh dunia - akan banyak terlibat.
Sebaliknya tentang aspek hak asasi manusis tersebut, justru P o o
yang lebih banyak terlibat. karena semua negara secarg moral
ter kat dengan tujuan PBB yang tercar.tumkan dalam Mukadimsh
yang berbunyi antara lain : to reaffirm faith in fundamental
human rights in the dignity and worth of the human person, in the
equal rights of men and women and nation large and smaii
dan " . . . promoting and encouraging respects of human rights”,
dan “assisting in realization of human rights and fundamental
freedom", di samping PBB sendiri tetah menv.liki Dekiarasi Hak-
hak Asasi Manusia se Dunia (The Universal Declaration of Human
Rights) sojak tanggal 10 Desember 1948.

Karena itu prinsip-prinsip hukum internasional humaniter


memerlukan dukungan Grganisasi-organisasi internasional yang
ada. Tanpa dukungan tersebut, sukar kiranya dapat berjaian dengan
baik, di samping faktor-faktor lain, misalnya problem politik. eko-
nomi, sosial, kesehatan dan Iain-lain yang juga berpengaruh tsr-
hadap peiaksanaan hak asasi manusia. Di sinilah negara-negara
yang berdaulat dituntut dalam melaksanakan prinsip-prinsip tersa-
but dibarengi dengan etiket baik.

Memang, hukum internasional pada umumnya dan hukum


internasional humaniter pada khususnya hanya dapat efektif /
aerjjian da‘am masyarakat intentional dengan kosadarar. negate-
negara yang ada, dan persoalan tersebut iepas dari psrsoalan
eksistensi hukum internasional yang telah diakui oieh negara-negara
yang ada.

Setelah kami kemukakan prinsip - prinsip dasar dari hukum


internasional humaniter, maka persoalan lebih lanjut ialah bagai-
mana prinsip • prinsip tersebut dapat berjalan dalam hubungan
internasional. Untuk itu pendekatan terus menerus antar negara
dan organisasi - organisasi internasional memegang peranan yang
penting. Pendekatan tersebut merupakan prasarat utama di dalam
memupuk sating pengertian antar negara.
Di samping itu, yang tak kalah pentingnya ialah peranan
para ahli yang ada pada lembaga - lembaga itmu pengetahuan.
Melalui pandangan dan analisanya yang tajam, mereka diharapkan
dapat memberikan pandangan/sumbangan terhadap perkembangan
hukum internasional pada umumnya. Di sinilah sebenarnya kita
semua ditantang.
Kembali kepada negara-negara yang ada-sebagai salah satu
subyek hukum internasional di samping organisasi-organisasi inter­
nasional dan perseorangan - maka kewajiban untuk mempromosikan
atau memberikan dorongan terhadap pelaksanaan hak asasi ma-
nusia, tak dapat dilepaskan dari kewajiban untuk mengkobar-
kobarkan juga perihal kebebasan/kemerdekaan seluruh bangsa yang
ada di dunia tanpa membeda-bedakan suku, bahasa, agama, sistim
sosial dan lain-lainnya sebagaimana dicantumkan dalam pasal 55
Piagam P8B, yang berbunyi : “with a view to the creation of
condition of stability and well being which are necessary for
peaceful and friendly relation among nation based on respect for
the principle of equal rights and self determination of peoples,
the United Nations shall promote :
a. Higher standards of living, full employment, and condition
of economic and social progress and development;
b. Solutions of international economic, aocial, health and
relate dproblems; and international cultural and educational
cooperation; and
c. Universal respect for, and observance of, human rights

19
and fundamental freedom for all without distinction as to race,
sex, language, or religion.

Dalam menafsirkan kewajiban negara untuk mempromosikan/


menghormati hak - hak asasi manusia, di kalangan para sarjana
terdapat dua pandangan yang berbeda. Satu pihak rnengatakan
bahwa Fiagam P B B tidak memberi kewajiban hukum kepada ne-
gara-negara anggota, melainkan sekedar suatu formulasi tentang
tujuan-tujuan yang akan dicapai. Pihak lain menganggap bahwa
Piagam P B B memberi kewajiban hukum kepada semua negara
anggota P B B untuk meneliti tentang pelaksanaan hak asasi ma­
nusia dan kebebasan. Hal ini kadang-kadang dianggap oleh bebe-
rapa negara dapat melanggar kedaulatan negara tersebut.

M. Gandhi berpendapat bahwa memperhatikan pelaksanaan


hak asasi manusia dari suatu negara merupakan kewajiban, dan
bukan semata-mata kompetensi/persoaian dalam negara tertentu
saja, tetapi lebih banyak menyangkut hubungan-hubungan/per-
soalan internasional.

Kami dapat menyetujui pendapat tersebut, sebab perscalan


hak asasi manusia adalah persoalan kemanustaan pada umumnya,
tidak bersifat tertutup serta bukan persoalan suatu negara. Adanya
anggapan demikian, akan bertentangan dengan asas umum inter­
nasional yang termuat dalam deklarasi dunia tentang hak asasi
manusia 10 Desember 1948, yang sekaligus merupakan perjanjian
luhur umat manusia.

Memang dirasakan pelikny3, menarik garis yang tegas antara


persoalan hak asasi manusia dengan persoalan kedaulatan suatu
negara. Kalau persoalan hak asasi manusia dikualifikasikan sebagai
persoalan internasional, berarti pelanggaran-pelanggaran terhadap
hak asasi manusia oleh beberapa negara dapat mengundang organi-
sasi-organisasi internasional yang bergerak dalam bidang ini, mini­
mal mengadakan seruan atau tekanan terhadap pelanggaran tersebut,
lebih dari itu dapat meiakukan intervensi dll. Sedangkan persoalan
kedaulatan sebagai simbol kebebasan untuk mengatur dan me-
ngarahkan kehidupan politik/sosial/ekonomi yang sesuai dengan
cita-citanya, diatur dalam hukum internasional dengan batasan-
batasan tertentu yang dengan tepat digambarkan oleh Mochtar
Kusumaatmadja sebagai berikut l
20
. . . Psngertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi
mengandung dua pembatasan panting dalam dtrinya, yjitu :
1. Kekuasaan itu terbatas pada betas wiSayah negara yang
memiiiki kekuasaan itu, dan
2. Kekuasaan itu berakhir di mana kekuasaan suatu negate
Iain muncul . . . "
Karena itu bagaimana pun tingginya kekuasaan suatu negara,
namun sebagai anggota masyarakat internasionai kekuasaan itu
tetap terbatas. Hal ini tertihat dalam hubungan internssiona! yang
diatur/dibatas i oieh hukum internasionai. Karena itulah ktssadarar./
pendekatan terus menerus antar negara merupakan keharusan
mutlak.
Dari uraian di atas terbukti bahwa hukum internasionai yang
kami artikan sebagai "seperangkat asas dan kaidah yang mengaiur
hubungan antar bangsa dan negara" - mempunyai kedudukan ysng
semakin penting. Berarti pula "cabang-cabang" dari hukum inter-
nasional yang sedang berkembang dan dikembangkan, amara lain
hukum internasionai humaniter, juga akan semakin penting. Sedang-
kan organisasi-organisasi internasional/P8B dengan kegiatannya
yang sering disebut Inter Governmental Organizations { IG Cs } sens
organisasi-organisasi lain non pemerintahan (non governments!
organizations ; NGOs ) misai.nya :
1. Amnesti Internasionai
2. The International Commission of Jurist
3. The International League for the Rights of Man
4. The International Committee ot the Red Cross,
serta lembaga - lembaga ilmu pengetahuan mengenai dunia inler-
nasional, misalnya :
1. American Society of International Law (Amerika)
2. Institute Internationale des droit de I'homme ( Perancis)
3. Institute of Scientific Cooperation (Jerman), dan Iain-lain
kegiatannya wajib diikuti dan diteliti oleh bangsa Indonesia.
Lebih-lebih karena bangsa Indonesia sudah menyatakan diri untuk
bersama bangsa - bangsa lain ikut menjaga dan ikut bertanygung
jawab terhadap perkembangan planit bumi kita bersama.

Dengan adanya dua macarn organisasi internasionai yang


bergerak dalam salah satu aspek persoalan internasionai, yaitu
tentang hak asasi manusia, Indonesia sebagai anggota P B S sudah
pasti akan aktif mengambil bagian untuk mengembangksn lebih
lanjut hukum internasional humaniter tersebut bersama - sams ne-
gara-negara lain. Peranan yang ditunjukkan atau dibawakan oleh
wakil-wakif Indonesia di forum - forum internasional, terutama di
PBB, sangat kita harapkan.
Bagaimana pun juga P B B telah banyak mempercleh hasi'-
hasii yang positif, khususnya dalam hukum internasional, balk
melalui keputusan Majelis Umum, Dewan Keamarsan, Mukadimah
Internasional dan Badan-badan fainnya, walaupun hasil-hasii tad*
sebagian hanya bersifat rekomendasi.
Kalau di atas sudah kami sebutkan tentang Keputusan PSB,
maka mengenai keputusan tersebut ada yang berpendapat meng-
ikat dan sebagian lagi menyatakan tidak mengikat dari segi hukum.
Tetapi, bagaimana pun juga P B B merupakan sumber inspirasi ba-
nyak negara dan merupakan kekuatan moral bagi negara maupun
perseorangan dalam memperjuangkan hak-haknya, Jorge Catradeda
dari Meksiko dengan tepat telah mengulas resolusi atau rekomen­
dasi PBB sebagai berikut:
- . the normal vehicles for realizing the objectives of
international bodies they represent the culmination of their
deliberate and decision making process . . , . *

Lebih lanjut dikatakan bahwa Majelis Umum memiiiki :


“ , . . a certain amount of law creating power . . . “ sects
setiap resolusi P B B mengandung " . . . element indication
of the law, which an international court could take into
acoount in determining whether there had been a break or
international law by the state concerned . . . . "

Karena itu usaha P B B dalam rangka mengembangkan hukum in ­


ternasional dengan semua bagian-bagiannya, perlu didukung isbih
positif. Sebab, melalui organisasi inilah cita - cita dan suara tiap
negara dicatat dan didengar, dan dari perdebatan - perdebatan
itulah ditemukan/diketahui asas - asas hukum dari banyak negara.
Memang, diakui bahwa Piagam PB B yang dicita-citakan Churchill
dan Truman sebagai "the law of the land and the law of the
world", masih belum terwujud.
Apakah mungkin terwujud ? Kiranya, jawaban pertanyaan ini
erat hubungannya dengan sifat hukum internasional sendiri, yakni

22
spaktih merupakan hukum koordinabi atau sub koordinatif daiam
menyelesaikan persoalan-persoalan internasional. Kedua pandangan
tersebut akan mempunyai akibat-akibat yang berbeda - beda.

Sebaliknya organisasi-organisasi non pemerintah tidak kalah


pentingnya daiam membantu mengembangkan hukum international.
Organisasi-organisasi pemerintah yang kami sebutkan di atas, daiam
ide dan tindakannya ada yang bersifat kemanusiaan. Sejauh mana
sikap kita terhadap organisasi-organisasi tersebut, tentunya dikem-
balikan kepada kepentingan atau kebutuhan nasional dan keta-
hana.n nasional kita.
Daiam keadaan dunia yang begitu maju serta banyaknya
tindakan-tindakan yang kadang-kadang mengabaikan unsur-unsur
kemanusiaan, sering membuat orang pesimis. Karena itulah kiranya
isi/materi hukum internasional humaniter yang memberi perhatian
cukup terhadap kemanusiaan, dap at ikut memberi arah dan sum-
bangan yang sangat diperlukan oleh dunia internasional demi ke-
amanan dan kesejahteraan umat manusia.
Di sini Robert L. Heilbroner menyebut 3 bukti / sumber utama
situasi internasional. Pertama-tama, masih banyaknya berita-berita
yang menunjukkan adanya kejadian/peristiwa yang menggoncang-
kan keyakinan, misalnya Perang Vietnam, Timur Tengah, penyan-
deraan, kerusuhan, kekejaman dan lain-Iain.
Sumber kedua, adanya perobahan sikap daiam penyelesaian problem
sosial, khususnya bidang ekonomi dunia. Sumber ketiga, ialah resesi
kebudayaan (merupakan kombinasi sumber pertama dan kedua).
Namun begitu, daiam menghadapi tantangan-tantangan ter­
sebut, Indonesia sebagai salah satu negara yang sadar akan tang-
gung - jawab bersama tidak ada alasan UQjuk mundur bilamana
kita semua benar-benar dapat menghayati dan melaksanakan ber­
sama salah satu asas hukum, yaitu etiket baik (d e goede trow)
daiam hubungan international, yang sekaiigus merupakan prasarana
berlakunya hukum internasional pada umumnya, demikian juga
harapan kita terhadap negara-negara lain.
Penekanan - penekanan yang kami sebutkan di atas, pada
hakekatnya demi keselamatan umat manusia sendiri melalui pena-
taan kembaii hubungan - hubungan internasional yang ada dan
dilandasi dengan etiket baik. Sebenarnya hanya kita sendirilah yang
23
\

dapat menyeiamatkan kehidupan bersama. sebagaimana dikatakan


oieh secrang tokoh Junani kuno,
“ !f man is to rescue life, he must first rescue the future
from the angry condemnation of the present".

Dari uraian - uraian di atas, partama - tama dari segi i!mu


pengetahuan, maka Universitaslah yang mempunyai tugas pertama/
utama menggali atau mencernakan serta menterjemahkan tebih
lanjut ifmu-ilmu pengetahuan tarsebut. Dan setelah memiliki ke-
yakinan atas kebenaran ilmiah tersebut, kemudian meneruskannya
kepada pemerintah dan dunia internasional.
Selanjutnya, pemerintah mengembangkan dan memeioporinya ke
tengah - tengah masyarakat, sehingga tujuan untuk meningkatkan
dan menghormati derajat kemanusiaan melalui pendidikan dapat
terwujud. Karena itulah : 'a t the university also need a spirit of
solidarity, of bold and action compossion of mankind", demikian
dikatakan oleh Karl W. Deutch.
Mudah - mudahan uraian yang masih bersifat eksploratif di
atas, bermanfaat bagi kita semua,
Demikian secara singkat pengenalan kita terhadap hukum
international humaniter yang kami kemukakan pada hari yang ber-
bahagia ini. Semoga Allah berkenan memberi taufiq dan hidayat
kepada kita semua, amien.
Terima kasih atas perhatian Bapak, Ibu dan Saudara-saudara
semua.

2U
0 AFT AR B A C A A _N

1. Masyhur Erfendi, Tempat Hukum-hukum A sasi M anusia dalam


HukumInternasiona/f Nasional, F H P M Universitas Brawijaya.
Malang, (1978).
2. Black's Law, Dictionary, St Paul, Minn. U S A (1968)

3. Charles P. Shleider, introduction to international Relations,


Prentice-Hall, New York (1955).
4. Dagi Darmodiharjo, Pedomam Penghayatar, dan Pengametan
Pan casiia, Humas Univereitas Brawiiaya (1S78).
•5. Dialogue, The Human Prospect, Vo!. 11 No. 2 (1978) ha:. 12-20
6. Human Rights Journal, Human Rights and Peaceful! Coexistence.
Voi. IX-1 (1976).
7. Human Rights Journal. Legislation. Jurisprudence Decisions and
Practice, Vol. IX-4 (1976). haf 611-640,
8. Jean S. Pictet Red Cross Principles, IC R C (1956).
9. Jean S. Pictet. The Principles of international Humanitarian Law,
ICRC, Geneva (1966).
10. Law and State, Som e Prospect for World Polities, by Karl VV,
Deutch, halaman 7-20 (1978)
11. Mochtar Kusumaatmadja, • Pengantar Hukum Intemsaionai-
Penerbit Bina Cipta. Bandung, (1976).
12. Norman Birnbaum, Beyond the Crisis, A Galaxy Book, Oxford
University Press, New York (1977).
13. Roeslan Abduigani, 25 Tahun Indonesia-PBB, Gunung Agung,
Jakarta, (1972).
14. Sayidiman Suryahadiprojo, Masalah Pertahanan Negara. Pener­
bit PT Pembimbing Masa (1962).
15. Seminar of International Humaniter Law and Methods for its
Dissemination (Geneva, 11-15 October 1976), The inter­
national Review of the Red Cross (1976).
16. The Geneva Conventions of August 12, 1949, Geneva (1970)

m # * m

Anda mungkin juga menyukai