Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

OLEH :

FANY AMELIA PUTRI 190402008

MISNAWATI 190402010

WIDYA FEBRIANI 190402021

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG

SENGKANG

2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.

Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap listrik,
bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja Hanya berupa luka
ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif.

Cedera inhalasi adalah kejadian yang sering menyertai luka bakar, yang yang
sering mengakibatkan angka kematian yang tinggi (50-60%). Cedera inhalasi
merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran. Cedera
pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori: Cedera saluran nafas atas
terjadi akibat panas langsung atau edema dapat diatasi dengan intubasi nasotrakeal
atau endotrakeal yang dini. Cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup
produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya yang mencakup
keracunan karbon monoksida, dan defek restriktif dapat menyebabkan hilangnya
fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa yang berat, dan kemungkinan
bronkospasme.

Dalam menentukan dalamnya luka bakar kita harus mempertimbangkan faktor-


faktor berikut ini:

a. Riwayat terjadinya luka bakar (bagaimana terjadinya)


b. Penyebab luka bakar, seperti nyala api atau cairan yang mendidih
c. Suhu agens yang menyebabkan luka bakar
d. Lamanya kontak dengan agens
e. Tebalnya kulit
(Brunner & Suddarth, 2002)

2. Etiologi
Penyebab luka bakar:

a. Terbakar api langsung atau tidak langsung


b. Pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia
c. Tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
d. Radiasi
e. Ledakan bom
(Brunner & Suddarth, 2002)

3. Klasifikasi Luka Bakar


1. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan bagian atas:

a. Luka bakar derajat I: kerusakan pada lapisan epidermis dimana kulit tampak
kering, hiperemik berupa eritema tanpa bulac. Penyembuhan luka spontan
dalam waktu 5-10 hari.
b. Luka bakar derajat II: kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis yang
ditandai ada reaksi inflamasi disertai eksudasi, bulae, rasanya nyeri karena
ujung syaraf teriritasi, dasar luka berwarna merah atau pucat.
Derajat II dibagi atas:

1. Derajat II dangkal (superfisial): kerusakan mengenai bagian superfisial dari


dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat masih utuh. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
2. Derajat II dalam (Deep): kerusakan mengenai hampir seluruh dermis, organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea sebagian besar masih
utuh. Penyembuhan lebih lama. yaitu 1 bulan
c. Luka bakar derajat III: Kerusakan mengenai seluruh tebal dermis, organ-organ
kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan sebasea mengalami
kerusakan, tidak dijumpai bulae, kulit yang terbakar berwama abu-abu, terjadi
koagulasi protein yang menyebabkan eskar dan tidak dijumpainya rasa nyeri
karena ujung syaraf sensorik mengalami kerusakan.
2. Berdasarkan luas luka bakar

Luka bakar secara umum digunakan 'rule of nine' untuk orang dewasa yaitu luas
kepala dan leher, dada, punggung, bokong, ekstremitas atas kanan kiri, paha kanan
kiri, tungkai dan kaki kanan kiri, masing masing 9% sisanya 1% adalah genetalia.
4. Patofisiologi Luka Bakar (pathway)

Bahan Kimia Api Radiasi Listrik/Petir

Luka Bakar

Pada Wajah Kerusakan Jaringan Traumatik Kerusakan Kulit


jaringan kulit

Pembentukan Kerusakan
Kerusakan Persepsi Oedema Pertahanan Primer
Kerusakan Mukosa Sensori

Pertahanan Primer
Penurunan Ambang Tidak Adekuat
Oedema Tulang Gangguan Batas Nyeri
Integritas/ Kulit

Obstruksi Jalan Nafas Risiko Infeksi


Nyeri Akut

Sulit Nafas

Penguapan Meningkat
Ketidakefektif
Bersihan Jalan Nafas

Pembuluh Darah
Kapiler Meningkat

Ekstravasasi Cairan
(H2O, Elektrolit dan
Protein)

Cairan Intavaskuler
Menurun

Risiko
Ketidakseimbangan Hipovolemik dan
Volume Cairan Hemokonsentrasi
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan atau kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan SDM dapat
terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endotelium pembuluh
darah.

b. SDP
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan
respons inflamasi terhadap cedera.

c. GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan PaCh/ peningkatan
PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi
sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme
kompensasi pernapasan.

d. COHbg (karboksi hemoglobin)


Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon monoksida atau
cedera inhalasi.

e. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan atau
kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia dapat terjadi bila mulai
diuresis; magnesium mungkin menurun.

Natrium pada awal mungkin menurun pada kehilangan air; hipernatremia dapat
terjadi selanjutnya saat terjadi konservasi ginjal.

f. Natrium urine random


Lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan; kurang
dari 10 mEg/L menduga ketidak kekuatan resusitasi cairan.

g. Alkalin fosfat
Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitial atau gangguan
pompa natrium.
h. Glukosa serum
Peninggian menunjukkan respon stress.

i. Albumin serum
Rasio albumin atau globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan
protein pada edema cairan.

j. BUN atau kreatinin


Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal; namun Kreatinin
dapat meningkat karena cedera jaringan.

k. Urine
Adanya albumin, Hb, dan globulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein (khususnya terlihat pada luka bakar listrik serius). Warna hitam
kemerahan pada urine sehubungan dengan mioglobin. Kultur luka mungkin
diambil untuk data dasar dan diulangi secara periodik.

l. Foto ronsen dada


Dapat tampak normal pada pasien luka bakar di ini meskipun dengan cedera
inhalasi; namun cedera inhalasi yang sesungguhnya akan ada saat progresif tanpa
foto dada (SPDD).

m. Bronkoskopi serat optik


Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi; hasil dapat meliputi edema,
pendarahan, dan atau tukak pada saluran pernapasan alas.

n. Loop aliran volume


Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek luasnya cedera inhalasi.

o. Skan paru
Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.

p. EKG
Tanda iskemia miokardium disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.

q. Fotografi luka bakar


Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya

(Doenges, 2000)
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang korban
luka bakar adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak turut
mengalami luka bakar. Langkah kerja:

- Mematikan api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar Untuk menghentikan pasokan
oksigen bagi api yang menyala. Korban dapat mengusahakan dengan cepat
menjatuhkan diri dan berguling dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang
terbakar. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri misalnya
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin
atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika sumber luka bakarnya
adalah arus listrik sumber listrik harus dipadamkan.

- Mendinginkan luka bakar


Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung
Terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat
dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan
suhu dingin ini pada jam pertama. Oleh karena itu merendam bagian yang
terbakar selama 15 menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk
menurunkan suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
Dengan demikian luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat dihentikan
pada derajat I atau luka yang menjadi derajat III dihentikan pada tingkat I atau
II. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan dengan air apa saja yang
dingin sekurang-kurangnya 15 menit .

- Melepaskan benda penghalang


Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat dibiarkan pakaian
lain dan semua barang perhiasan harus segera dilepaskan untuk melakukan
penilaian serta mencegah terjadinya konstriksi sekunder akibat yang timbul
dengan cepat.

- Menutup luka bakar


Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkecil kemungkinan
kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan mencegah aliran udara agar
tidak mengenai permukaan kulit yang terbakar.

b. Mengirigasi luka bakar kimia


Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas dengan air
mengalir. Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan air bersih yang sejuk.

ABC pada semua perawatan luka bakar selama periode awal pasca luka
bakar yaitu:

a. Airway (saluran napas)


b. Breathing (pernapasan)
c. Circulation /sirkulasi darah ( dan Cervical spine immobilization/fiksasi
vertebrata cervikalis jika diperlukan)
Airway dan breathing terapi harus segera dilakukan. Jika oksigen dengan
konsentrasi yang tinggi itu tidak dapat disediakan dalam kondisi emergency,
pemberian oksigen lewat masker atau kain lap hidung merupakan tindakan
pertama yang harus dikerjakan. Apabila tersedia petugas Serta peralatan yang
memenuhi syarat dan bilamana korbannya menderita gangguan pernapasan yang
berat atau edema saluran napas, penolong dapat memasang pipa endotrakeal dan
memulai ventilasi manual.

Sistem sirkulasi harus pula dinilai dengan segera. Denyut apikal dan tekanan
darah dimonitor dengan sering. Takikardia (frekuensi jantung yang abnormal
cepat) dan hipotensi ringan diperkirakan terjadi pada pasien yang tidak ditangani
segera sesudah terjadinya luka bakar. Pada saat yang sama survei sekunder dari
kepala hingga ujung jari kaki pasien untuk menemukan cedera lainnya yang
berpotensi menimbulkan kematian harus dilaksanakan.

Pencegahan syok pada pasien luka bakar yang luas akan memperbaiki
prognosis secara mengesankan. Karena itu, pemberian infus cairan dan elektrolit
harus segera dimulai.

c. Penatalaksanaan medis darurat


Prioritas pertama dalam ruang darurat tetap ABC (airway, breathing, dan
circulation). Untuk cedera paru yang ringan, udara pernapasan dilembabkan dari
pasien didorong supaya batuk sehingga sekret saluran nafas bisa dikeluarkan
dengan pengisapan. Untuk situasi yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret
dengan pengisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta
mukolitik. Continuous positive airways dan ventilasi mekanis mungkin pula
diperlukan untuk menghasilkan oksigenasi yang adekuat.

Sesudah tercapai status respirasi dan sirkulasi yang adekuat, perhatian harus
diberikan kepada luka bakarnya sendiri. Semua pakaian dan perhiasan yang
dikenakan pasien dilepas. Pembilasan luka bakar kimia dengan air diteruskan.

Kateter urin indweling dipasang untuk memungkinkan pemantauan haluaran


urin dan faal ginjal yang lebih akurat. Nilai-nilai dasar untuk tinggi dan berat
badan, gas darah arteri, hematokrit, elektrolit, golongan darah serta hasil
pencocokan silang (cross-matching) urinalisis, dan foto rontgen thorax harus
didapat. Jika pasien menderita luka bakar listrik, pemeriksaan elektrokardiogram
dasar harus dilakukan. Karena luka bakar merupakan luka yang terbentuk
aminasi, tindakan profilaksis tetanus perlu dilakukan jika status imunisasi pasien
tidak jelas.

Meskipun fokus utama perawatan selama fase darurat berupa stabilisasi fisik,
perawat harus memperhatikan pula kebutuhan psikologis pasien dan keluarganya.

d. Pemindahan ke Unit Luka Bakar


Dalam dan luasnya luka bakar perlu dipertimbangkan dalam menentukan
apakah pasien harus dipindahkan ke Unit atau rumah sakit khusus luka bakar.
Jika pasien akan dipindahkan ke Unit atau rumah sakit khusus luka bakar,
tindakan berikut ini harus dilakukan sebelum pemindahan pasien: selang infus
harus terpasang dengan kecepatan tetesan yang diperlukan untuk menghasilkan
haluaran urine sedikitnya 30 ml per jam; saluran napas yang paten (lapang)
dipastikan; terapi yang adekuat untuk meredakan nyeri dilakukan; dan sirkulasi
perifer yang memadai dihasilkan pada setiap ekstremitas yang terbatas. Luka
ditutup dengan balutan steril yang kering dan kenyamanan serta keamanan tubuh
pasien harus dijaga. Penilaian serta penanganan pasien dicatat, dan informasi ini
harus disampaikan kepada petugas unit luka bakar.

e. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan dan Syok


Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang paling mendesak
adalah mencegah terjadinya irreversible dengan menggantikan cairan dan
elektrolit yang hilang. Selang infus dan karakter urine harus sudah terpasang pada
tempatnya sebelum resusitasi cairan dimulai. Hasil pengukuran berat badan dan
tes laboratorium juga dicatat. Semua parameter ini harus dipantau dengan ketat
dalam periode segera sesudah terjadinya luka bakar (periode resusitasi).

Pedoman rumus untuk penggantian cairan pada pasien luka bakar:

1. Rumus Konsensus
Larutan Ringer Laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml X kg
BB X % luas luka bakar.

Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam


selanjutnya.

2. Rumus Evans
a. Koloid: 1 ml X kg BB X % luas luka bakar
b. Elektrolit (saline): 1 ml X kg BB X % luas luka bakar
c. Glukosa (5% dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16
jam selanjutnya.

Hari 2: Terbaru dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari
sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensible.

Maksimum 10.000 selama 24 jam. Luka bakar derajat II dan III yang
melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas
permukaan tubuh .

3. Rumus Brooke Army


a. Koloid: 1 ml X kg BB X % luas luka bakar
b. Elektrolit (saline): 1 ml X kg BB X % luas luka bakar
c. Glukosa (5% dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16
jam selanjutnya.
Hari 2: Terbaru dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari
sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensible.

Luka bakar derajat II dan III yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh .

4. Rumus Parkland/Baxter
Larutan ringer laktat: 4 ml X kg BB X luka bakar

Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16


jam selanjutnya.

Hari 2: Bervariasi. Ditambahkan koloid

1. Larutan Salin Hipertonik


Larutan pekat natrium klorida dan laktat dengan konsentrasi 250-300
mEq natrium per liter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk
mempertahankan volume keluaran urine yang diinginkan. Jangan
meningkatkan kecepatan infus selama 8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar
natrium serum harus dipantau dengan ketat. Tujuannya yaitu untuk
meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi edema
dan mencegah komplikasi paru.

2. Obat-obatan
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas. Bila ada infeksi antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan daun
uji kepekaan kuman. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak stres dan
antipiretik diberikan bila suhu tinggi.

Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan


keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme yaitu sebanyak 2500-
3000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan
melalui pipa lambung atau ditambah parenteral.

Penderita yang mulai stabil keadaannya perlu fisioterapi untuk


memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan sendi.
Penderita luka bakar harus dipantau terus-menerus, keberhasilan pemberian
cairan dapat dilihat dari diuresis normal yaitu sekurang-kurangnya 1
ml/kgBB/jam. Yang penting juga apakah sirkulasi normal atau tidak.

3. Debridemen
Debridement merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini
memiliki dua tujuan:

a. Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh bakteri dan benda


asing sehingga pasien dilindungi terhadap kemungkinan invasi bakteri
b. Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau scar dalam persiapan
bagi graf dan kesembuhan luka.
Sesudah terjadi luka bakar derajat 2 dan 3 bakteri yang terdapat pada
antarmuka jaringan yang terbakar dan jaringan viable yang ada di bawahnya
secara berangsur-angsur akan mencairkan serabut-serabut kolagen yang menahan
Eskar pada tempatnya selama minggu pertama atau kedua pasca luka bakar.

Macam-macam debridement:

a. Debridemen Alami. Pada peristiwa debridement alami, jaringan mati akan


memisahkan diri secara spontan dari jaringan variabel yang ada dibawahnya.
Namun pemakaian preparat topikal antibakteri cenderung memperlambat
proses pemisahan eschar yang alami ini.
b. Debridemen Mekanis. Debridement mekanis meliputi penggunaan gunting
bedah dan forced untuk memisahkan dan mengangkat escar.
c. Debridement Bedah. Debridement bedah merupakan tindakan operasi dengan
melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit sampai Fasia (eksisi tangensial)
atau dengan mengupas kulit lapisan yang terbakar secara bertahap hingga
mengenai jaringan yang masih viable dan berdarah.

4. Graft
Jika lukanya dalam full-thickness atau sangat luas, reeepithelialisasi
spontan tidak mungkin terjadi. Karena itu diperlukan graft atau pencangkokan
kulit dari pasien sendiri (autograft). Daerah-daerah utama grab kulit mencakup
daerah wajah dengan alasan kosmetik dan psikologik; tangan dan bagian
fungsional lainnya seperti kaki; dan daerah-daerah yang meliputi persendian.
Graft memungkinkan pencapaian kemampuan fungsional lebih dini dan akan
mengurangi kontraktur. Kalau luka bakar nya sangat luas, daerah dada dan
abdomen dapat dicangkok terlebih dahulu untuk mengurangi luas luka bakar.

Selama proses penyembuhan luka akan terbentuk jaringan granulasi.


Jaringan ini akan mengisi ruangan yang ditimbulkan oleh luka membentuk barier
yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai dasar untuk pertumbuhan sel
epitel.

5. Autograft
Autograft berasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan ini bisa
berupa split -thickness, full-thickness, pedicle flaps atau epitelium yang dikultur.
Full-thickness, pedicle flaps lebih sering digunakan untuk pembedahan
rekonstruksi dan dilaksanakan beberapa bulan atau tahun sesudah terjadinya
cedera pertama.

Penggunaan epitelium yang dikultur masih berada dalam tahap eksperimen


pada beberapa rumah sakit khusus luka bakar. Secara mendasar prosedur ini
meliputi biopsi kulit pasien di daerah yang tidak terbakar. Kemudian keratinosit
diisolasi dan sel-sel epitel dikultur dalam laboratorium. Sampel sel epitel yang
asli dapat mengadakan multiplikasi sehingga ukurannya mencapai 10000 kali
ukuran sampel semula dalam tempo 30 hari. Sel-sel ini kemudian ditempelkan
pada luka bakar. Prosedur ini telah melaporkan dengan berbagai derajat
keberhasilan tetapi hasil-hasil tersebut cukup menggembirakan (Wong &
Munster, 1993).

6. Kelainan pada Penyembuhan Luka


Kelainan penyembuhan luka pada pasien luka bakar terjadi akibat proses
penyembuhan yang secara abnormal berlebihan atau akibat pembentukan jaringan
baru yang tidak memadai pembentukan parut yang hipertrofik dan keloid terjadi
akibat kesembuhan yang abnormal dan berlebihan.

a. Parut
Parut (sikatriks) yang hipertrofik dan kontraktor luka lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi jika luka bakar yang primer melampaui
tingkat lapisan dermis yang dalam. Kesembuhan luka bakar yang dalam ini
terjadi akibat penggantian integumen yang normal dengan jaringan yang
secara metabolisme sangat aktif sehingga kurang mengandung arsitektur kulit
yang normal. Dalam lapisan kolagen di bawah epitelium terdapat banyak sel
fibroblas yang mengalami proliferasi secara bertahap. Sel-sel miofibroblast
yang memiliki kemampuan untuk berkontraksi juga terdapat dalam luka yang
imatur. Ketika unsur-unsur ini berkontraksi serabut kolagen yang normalnya
terletak dalam berkas yang datar cenderung untuk membentuk corak yang
bergelombang. Akhirnya berkas collagen tersebut menghasilkan penampakan
super koil dan terbentuk nodul-nodul collagen. Jaringan parut berwarna
sangat merah karena sifatnya hipervaskularisasi menonjol dan keras.
Penanganan baru terutama dilaksanakan dalam fase rehabilitasi sesudah luka
bakarnya menutup. Parut yang hipertrofik dapat menyebabkan kontraktor
yang hebat pada persendian yang terkena. Namun demikian Pak ini hanya
terbatas pada daerah luka bakar dan secara berangsur-angsur akan mengalami
regresi dengan berlalunya waktu.

b. Keloid
Pada sebagian pasien yang lain maka jaringan parut yang besar dan
bertumpuk akan terjadi dan dapat meluas sampai di luar permukaan luka.
Massa ini dinamakan koloid. Keloid cenderung ditemukan pada orang yang
kulitnya berpigmen berwarna gelap tumbuh di luar tepi luka dan lebih besar
kemungkinannya untuk timbul kembali sesudah dilakukan eksisi.

c. Kegagalan untuk Sembuh


Kegagalan luka untuk sambut dapat disebabkan oleh banyak faktor
yang mencakup infeksi dan nutrisi yang tidak adekuat. Kadar albumin serum
dibawah 2 gram /dl biasanya menjadi salah satu faktor yang mengganggu
kesembuhan pada pasien luka bakar.

d. Kontraktur
Kontraktur merupakan masalah lain yang dikhawatirkan terjadi ketika
luka bakarnya sembuh. Jaringan tubuh yang terbakar akan mendek karena
gaya yang ditimbulkan oleh sel-sel fibroblas dan flexiot dalam proses
kesembuhan luka yang alami. Gaya lawan yang ditimbulkan oleh bidang
interaksi dan pengaturan posisi serta latihan gerak yang bertujuan harus
digunakan untuk melawan deformitas pada luka bakar yang mengenai
persendian.

7. Komplikasi Luka Bakar


Komplikasi yang sering terjadi pada luka bakar adalah:

1. Hipertrofi jaringan parut


Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:

a. Kedalaman luka bakar


b. Sifat kulit
c. Usia klien
d. Lamanya waktu penutupan
Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar dengan warna
awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal. Pembentukan jaringan patut terus
berlangsung dan warna berubah merah merah tua dan sampai coklat muda dan
terasa lebih lembut.

2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat mencegah
atau mengurangi terjadinya kontraktur antara lain:

a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini


b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif
c. Pressure garment yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan yang
bertujuan menekan timbulnya hipertropi scar
(Brunner & Suddarth, 2002)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan Combustio/Luka Bakar
a. Identitas klien
Nama : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 36 tahun
Alamat : Sengkang
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis / Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal MRS : 1 November 2021
Diagnosa Medis : Luka bakar (Combustio)
b. Penanggung Jawab
Nama : Ny. F
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 33 tahun
Alamat : Sengkang
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis / Indonesia
Pekerjaan : PNS
Hubungan dengan pasien : Istri

c. Keluhan utama
Nyeri luka bakar.
d. Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan nyeri pada daerah luka bakar.
P : luka bakar
Q : seperti panas/terbakar
R : nyeri pada tangan kanan dan punggung
S : 5 dari 0-10
T : nyeri timbul terus menerus

e. Riwayat penyakit sekarang

Keluarga pasien mengatakan pada malam hari, pasien menyalakn kompor dan
tertidur sebelum mematikannya. Ketika pasien terbangun pasien teringat dan segera
ke dapur. Namun api sudah menyala besar dan pasien langsung mengambil air dan
memadamkan api. Ketika pasien sedang memadamkan api, tiba-tiba kompor tersebut
meledak dan menimbulkan api yang lebih besar. Pasien kemudian terkena api dan
dibawa ke RS. Sesampainya di RS pasien kemudian dibawa ke IGD dengan
diagnosa combustio.

f. Riwayat penyakit dahulu


Pasien mengatakan tidak pernah dirawat sebelumnya dengan riwayat penyakit
sekarang.

g. Riwayat penyakit keluarga


Pasien mengatakan anggota keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit
seperti asma, hipertensi dan diabetes.
Genogram

X X X X
G1

X X X
65 62

G2

40 36 33 30
G3
7 3
`10

Keterangan:

: Laki-laki

: Perempuan

: Garis perkawinan

: Garis keturunan

: Garis serumah
X : Meninggal

: Pasien

h. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : Lemah


2) Kesadaran : Compos mentis
3) TB/BB : 168 cm / 65 kg
4) TTV :
a) TD : 130/80 mmHg
b) Suhu : 37°C
c) Nadi : 88x/menit
d) RR : 20x/menit
5) Pengkajian Head to Toe
a) Kepala
- Inspeksi : Bentuk kepala mesocephal, penyebaran rambut merata, warna
rambut hitam.
- Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada edema, dan tidak ada nyeri tekan.
b) Wajah
- Inspeksi : Tampak meringis kesakitan
- Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada edema, dan tidak ada nyeri tekan.
c) Mata
- Inspeksi : Mata simetris, konjungtiva anemis dan tidak ikterik.
- Palpasi : Tidak ada benjolan.
d) Hidung
- Inspeksi : Tidak tampak pernapasan cuping hidung dan tidak terpasang
NGT.
- Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada edema, dan tidak ada nyeri tekan.
e) Mulut
- Inspeksi : Mukosa bibir kering
- Palpasi : Tidak ada benjolan.
f) Leher
- Inspeksi : Tidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid.
- Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada edema, dan tidak ada nyeri tekan.
g) Paru
- Inspeksi : Ekspansi dada simetris
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
- Perkusi : Suara sonor
- Auskultasi : Suara napas stridor
h) Jantung
- Inspeksi : Ekspansi dada simetris
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Suara pekak
- Auskultasi : Suara jantung normal s1 dan s2 tunggal reguler
i) Abdomen
- Inspeksi : Tidak ada lesi
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
- Perkusi : Suara timpani
- Auskultasi : Bising usus 6x/menit
j) Punggung
- Inspeksi : Tampak adanya luka bakar di beberapa titik dengan grade II A
3%.
- Palpasi : Ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan.
k) Genitalia
- Inspeksi : Terpasang kateter
- Palpasi : Tidak terkaji

l) Ekstremitas atas
- Inspeksi : Terdapat luka bakar pada tangan kanan dengan grade II A 6%
dan terpasang insuf di tangan kiri.
- Palpasi : Kekuatan otot baik (4,5), akral hangat dan tidak ada edema.
m) Ekstremitas bawah
- Inspeksi : Tidak ada lesi
- Palpasi : Kekuatan otot baik (4,4), akral hangat, dan tidak ada edema.
i. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengetahui bahwa pasien menderita luka bakar di bagian tangan dan
punggungnya. Pasien merasakan nyeri dan panas pada area luka bakarnya.
Menyadari keadaannya pasien menerima dengan baik semua tindakan yang
dilakukan untuk mengobati lukanya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien makan 3 kali sehari dengan nasi dan lauk pauk. Pasien tidak mengalami
penurunan nafsu makan meskipun mengalami luka bakar pasien makan dengan
disuapi oleh istrinya.
3) Pola eliminasi
a) BAK
- SMRS : 4-5x/hari
- MRS : 3-4x/hari
b) BAB
- SMRS : 1-2x/hari
- MRS : 1-2x/hari
4) Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit pasien tidur 7-8 jam/hari. Namun selama sakit pasien hanya
tidur 4-5 jam/hari akibat nyeri yang dirasakan dan kesulitan saat tertidur karena
luka bakar pada punggung dan tangannya.
5) Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit pasien aktif melakukan kegiatan sehari-hari sebagai wiraswasta.
Namun selama sakit pasien tidak beraktivitas dengan normal seperti biasanya,
untuk keperluannya dibantu oleh perawat dan keluarga.

6) Pola persepsi dan konsep diri

Pasien memandang keadaannya saat ini sebagai cobaan dari Tuhan. Pasien
cukup mengkhawatirkan bekas yang akan ditimbulkan dari luka bakarnya.

7) Pola sensori dan kognitif

Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan berada pada angka 5 dari skala 0
sampai 10. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan lain selain rasa nyeri
pada lukanya.

8) Pola reproduksi seksual


Pasien memiliki 3 orang anak. Pasien mengatakan tidak mengalami
gangguan dalam reproduksi seksual.

9) Pola hubungan dan peran

Hubungan dengan anak dan istri baik begitu pun dengan tenaga medis
yang merawatnya. Kerabat dekatnya juga ikut menjenguk selama pasien di
rumah sakit.

10) Pola penanggulangan stress

Pasien sangat syok dengan kejadian yang dialaminya. Pasien menerima


dengan baik tiap tindakan yang dilakukan untuk mengobati lukanya.

11) Pola tata nilai dan kepercayaan


Pasien beragama Islam, untuk beribadah pasien duduk di tempat tidurnya.

j. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan

WBC 11.40 (10ˆ3/UL)

RBC 5.54 (10ˆ6/UL)


(g/dL)
HGB 16.3

k. Terapi Obat
1) RL IV 2600 ml/24 jam
2) Fentanyl IV 300 mg
3) Paracetamol IV 1 gr
4) Nebulizer inhailer 1 ampul
5) Sucralfat IV 1 strip
6) Vitamin C IV 2x50 mg

2. Analisa Data
No Data fokus Etiologi Problem
1. DS: Api Luka bakar
a. Pasien 
mengatakan Luka bakar
merasa lemas. 
DO: Kerusakan kulit
a. Mukosa bibir 
kering Penguapan
b. Luka bakar 9% meningkat
c. Rumus baxter : 
Luas luka bakar Pembuluh darah
x BB X 4cc kapiler meningkat
= 9 x 65 x 4cc

= 2.340 cc
Ekstravasasi cairan
d. TD : 130/80
(H2O, elektrolit dan
mmHg
protein)
e. Suhu : 37°C

f. Nadi : 88x/menit
Cairan intravaskuler
g. RR : 20x/menit
menurun

Hipovolemik dan
hemokonsentrasi

Risiko
ketidakseimbangan
volume cairan
2 DS Api Cedera kimiawi
Pasien mengatakan
 kulit (luka bakar)
kulitnya terasa panas.
Luka bakar
DO
Terdapat luka bakar 

pada tangan kanan Kerusakan jaringan

dan punggung. kulit



Kerusakan persepsi
sensori

Gangguan
integritas kulit

3. DS Api Agen pencedera


Pasien mengeluh  kimiawi
nyeri pada tangan Luka bakar
kanan dan
punggungnya. 

P : luka bakar Jaringan traumatik



Q : seperti
panas/bakar Pembentukan edema
R : tangan kanan dan 
punggung Penurunan ambang
T : nyeri timbul terus batas nyeri
menerus 
Nyeri akut

DO
a. S : 5 dari 0 - 10
b. TD : 130/80
mmHg
c. Suhu : 37°C
d. Nadi :
88x/menit
e. RR : 20x/menit

3. Diagnosa Keperawatan Combustio/Luka Bakar


a. Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan luka bakar
(D. 0036)
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan cedera kimiawi kulit (luka bakar)
ditandai dengan kerusakan jaringan dan lapisan kulit (D. 0129)
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi ditandai dengan pasien
tampak meringis (D. 0077)

4. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Risiko Setelah dilakukan asuhan SIKI


ketidakseimbangan keperawatan selama 3 x 24 jam
Manajemen Cairan
cairan berhubungan diharapkan pasien mampu - Monitor status hidrasi
dengan luka bakar (D. memenuhi kriteria hasil sebagai (kelembaban membran
0036) berikut: mukosa, frekuensi nadi,
kekuatan nadi, akral,
SLKI:
pengisian kapiler, turgor
a. Keseimbangan Cairan kulit, tekanan darah)
b. Penyembuhan Luka - Monitor berat badan
c. Status Cairan harian
Kriteria Hasil: - Monitor berat badan

- Asupan cairan meningkat sebelum dan sesudah

- Haluaran urine dan dialisis

kelembaban membran - Monitor hasil pemeriksaan

mukosa meningkat laboratorium (hematokrit,

- Tekanan darah, nadi, Na, K, Cl, berat jenis

suhu tubuh dalam batas urine, BUN)

normal - Monitor status

- Edema pada sisi luka dan hemodinamik (MAP,

dehidrasi menurun CVP, PAP, PCWP, jika

- Turgor kulit dan tersedia)

membran mukosa - Catat intake output dan

membaik hitung Balance cairan 24


- Nyeri dan peradangan jam

luka menurun - Berikan asupan cairan


sesuai kebutuhan
- Berikan cairan intravena
Jika perlu
- Kolaborasi pemberian
diuretik Jika perlu

2. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan SIKI


berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam
Perawatan Integritas Kulit
cedera kimiawi kulit diharapkan pasien mampu
(luka bakar) ditandai memenuhi kriteria hasil sebagai 7. Identifikasi penyebab

dengan kerusakan gangguan integritas kulit


jaringan dan lapisan kulit berikut: (misalnya perubahan
(D. 0129) sirkulasi, Perubahan
SLKI:
status nutrisi, penurunan
a. Integritas Kulit dan kelembaban suhu
Jaringan lingkungan ekstrem,
b. Penyembuhan Luka pendudukan dan
Kriteria Hasil: mobilitas)

1. Integritas kulit yang baik 8. Ubah posisi tiap 2 jam

bisa dipertahankan (sensasi, Jika tirah baring

elastisitas, temperatur, 9. Lakukan pemijatan

hidrasi, pigmentasi) pada area penonjolan

2. Tidak ada luka atau Lesi tulang Jika perlu

pada kulit 10. Bersihkan perineal

3. Perfusi jaringan baik dengan air hangat

4. Menunjukkan pemahaman terutama selama periode

dalam proses perbaikan kulit diare

dan mencegah terjadinya 11. Gunakan produk

cedera berulang berbahan Petroleum atau

5. Mampu melindungi kulit minyak pada kulit kering

dan mampu mempertahankan 12. Gunakan produk

kelembaban kulit dan berbahan ringan alami


perawatan alami dan hypoallergenic pada

6. Menunjukkan terjadinya kulit sensitif

proses penyembuhan luka 13. Hindari produk


berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
14. Anjurkan minum air
yang cukup
15. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
Perawatan Luka Bakar

16. Identifikasi penyebab


luka bakar
17. Identifikasi durasi
terkena luka bakar dan
riwayat penanganan luka
bakar sebelumnya
18. Monitor kondisi luka
(misalnya presentasi
ukuran luka derajat, luka
pendarahan, warna dasar
luka, infeksi, eksudat,
bau luka kondisi tepi
luka)
19. Gunakan teknik
aseptik selama merawat
luka
20. Lepaskan balutan
lama dengan
menghindari nyeri dan
pendarahan
21. Rendam dengan air
steril jika balutan lengket
pada luka
22. Bersihkan luka dengan
cairan steril (misalnya
NaCl 0,9% cairan
antiseptik)
23. Lakukan terapi
relaksasi untuk
mengurangi nyeri
24. Jadwalkan frekuensi
perawatan luka
berdasarkan ada atau
tidaknya infeksi, jumlah
eksudat, dan jenis
balutan yang digunakan
25. Gunakan modern
dressing sesuai dengan
kondisi luka (misalnya
Hyrocolloid polimer
crystalline cellulose)
26. Berikan diet dengan
kalori 30 -35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25 -1,5
g/kgBB/hari
27. Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(misal vitamin A,
vitamin C, zinc, asam
amino) sesuai indikasi
28. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
29. Anjurkan
mengonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
30. Kolaborasi prosedur
debridement (misal
enzimatik, biologis,
mekanis autolitik) Jika
perlu
31. Kolaborasi pemberian
antibiotik Jika perlu

3. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan SIKI


dengan agen pencedera keperawatan selama 3 x 24 jam
Manajemen Nyeri
kimiawi ditandai dengan diharapkan pasien mampu
pasien tampak meringis memenuhi kriteria hasil sebagai - Identifikasi lokasi,
(D. 0077) berikut: karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, dan
SLKI:
intensitas nyeri
1. Kontrol Nyeri - Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil - Identifikasi respon nyeri

- Mengenali nyeri (skala, non verbal

intensitas, frekuensi dan - Identifikasi faktor yang

tanda nyeri) meningkat memperberat dan

- Kemampuan memperingan nyeri

menggunakan teknik non - Identifikasi pengetahuan

farmakologi meningkat dan keyakinan tentang

- Dapat mengenali nyeri

penyebab nyeri - Identifikasi pengaruh

- Keluhan nyeri menurun budaya terhadap respon

- Melaporkan nyeri nyeri

terkontrol - Identifikasi pengaruh nyeri


terhadap kualitas hidup
- Monitor efek samping
Penggunaan analgetik
- Berikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
(misal TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, therapy pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(misal suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan tentang teknik
non farmakologi untuk
mengurangi nyeri
- Kolaborasi pemberian
analgetik Jika perlu
5. Implementasi dan Evaluasi
No Diagnosa Implementasi Evaluasi
.
1. Risiko 1. Memonitor status S : Pasien
ketidakseimbangan hidrasi (kelembaban mengatakan masih
merasa lemas
cairan berhubungan membran mukosa,
O : Mukosa bibir
dengan luka bakar frekuensi nadi, kering
(D. 0036) kekuatan nadi, akral, A : Masalah belum
teratasi
pengisian kapiler,
P : Intervensi
turgor kulit, tekanan dilanjutkan
darah)
2. Memonitor berat
badan harian
3. Memonitor berat
badan sebelum dan
sesudah dialysis.
4. Memonitor hasil
pemeriksaan
laboratorium
(hematokrit, Na, K,
Cl, berat jenis urine,
BUN)
5. Memonitor status
hemodinamik (MAP,
CVP, PAP, PCWP,
jika tersedia)
6. Mencatat intake output
dan hitung Balance
cairan 24 jam
7. Memberikan asupan
cairan sesuai
kebutuhan.
8. Memberikan cairan
intravena, jika perlu.
9. Mengkolaborasi
pemberian diuretic,
jika perlu.
2. Gangguan integritas 1. Mengidentifikasi S : Pasien
kulit berhubungan penyebab gangguan mengatakan
kulitnya terasa
dengan cedera integritas kulit (misalnya panas
kimiawi kulit (luka perubahan sirkulasi, O : Klien nampak
bakar) ditandai Perubahan status nutrisi, tidak nyaman
A : Masalah belum
dengan kerusakan penurunan kelembaban
teratasi
jaringan dan lapisan suhu lingkungan P : Intervensi
kulit (D. 0129) ekstrem, pendudukan dilanjutkan
dan mobilitas)
2. Mengubah posisi tiap 2
jam Jika tirah baring
3. Melakukan pemijatan
pada area penonjolan
tulang Jika perlu.
4. Menggunakan produk
berbahan Petroleum atau
minyak pada kulit
kering.
5. Menggunakan produk
berbahan ringan alami
dan hypoallergenic pada
kulit sensitive.
6. Menghindari produk
berbahan dasar alkohol
pada kulit kering
7. Menganjurkan minum
air yang cukup.
8. Menganjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
Perawatan Luka Bakar
9. Mengidentifikasi
penyebab luka bakar.
10. Mengidentifikasi durasi
terkena luka bakar dan
riwayat penanganan luka
bakar sebelumnya.
11. Memonitor kondisi luka
(misalnya presentasi
ukuran luka derajat, luka
pendarahan, warna dasar
luka, infeksi, eksudat,
bau luka kondisi tepi
luka)
12. Menggunakan teknik
aseptik selama merawat
luka
13. Melepaskan balutan
lama dengan
menghindari nyeri dan
pendarahan.
14. Merendam dengan air
steril jika balutan lengket
pada luka
15. Membersihkan luka
dengan cairan steril
(misalnya NaCl 0,9%
cairan antiseptic)
16. Melakukan terapi
relaksasi untuk
mengurangi nyeri
17. Menjadwalkan frekuensi
perawatan luka
berdasarkan ada atau
tidaknya infeksi, jumlah
eksudat, dan jenis
balutan yang digunakan.
18. Menggunakan modern
dressing sesuai dengan
kondisi luka (misalnya
Hyrocolloid polimer
crystalline cellulose)
19. Memberikan diet dengan
kalori 30 -35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25 -1,5
g/kgBB/hari
20. Memberikan suplemen
vitamin dan mineral
(misal vitamin A,
vitamin C, zinc, asam
amino) sesuai indikasi
21. Menjelaskan tanda dan
gejala infeksi
22. Menganjurkan
mengonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
23. Mengkolaborasi
prosedur debridement
(misal enzimatik,
biologis, mekanis
autolitik) Jika perlu
24. Mengkolaborasi
pemberian antibiotik Jika
perlu
3. Nyeri akut 1. Mengidentifikasi S : Pasien mengeluh
berhubungan dengan lokasi, karakteristik, nyeri pada area
lukanya
agen pencedera durasi, frekuensi,
O : Klien nampak
kimiawi ditandai kualitas, dan intensitas meringis
dengan pasien nyeri A : Masalah belum
tampak meringis (D. 2. Mengidentifikasi skala teratasi
P : Intervensi
0077) nyeri
dilanjutkan
3. Mengidentifikasi
respon nyeri non verbal
4. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Mengidentifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6. Mengidentifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
7. Mengidentifikasi
pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
8. Memonitor efek
samping penggunaan
analgetik
9. Memberikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
(misal TENS, hipnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
therapy pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau
dingin, terapi bermain)
10. Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (misal suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
11. Memfasilitas istirahat
dan tidur
12. Mempertimbangkan
jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
13. Menjelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
14. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
15. Menganjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
16. Menganjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
17. Mengajarkan tentang
teknik non farmakologi
untuk mengurangi nyeri
18. Mengkolaborasi
pemberian analgetik
Jika perlu

Anda mungkin juga menyukai