OLEH :
MISNAWATI 190402010
UNIVERSITAS PUANGRIMAGGALATUNG
SENGKANG
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan
kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap listrik,
bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja Hanya berupa luka
ringan yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif.
Cedera inhalasi adalah kejadian yang sering menyertai luka bakar, yang yang
sering mengakibatkan angka kematian yang tinggi (50-60%). Cedera inhalasi
merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban kebakaran. Cedera
pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori: Cedera saluran nafas atas
terjadi akibat panas langsung atau edema dapat diatasi dengan intubasi nasotrakeal
atau endotrakeal yang dini. Cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup
produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya yang mencakup
keracunan karbon monoksida, dan defek restriktif dapat menyebabkan hilangnya
fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa yang berat, dan kemungkinan
bronkospasme.
2. Etiologi
Penyebab luka bakar:
a. Luka bakar derajat I: kerusakan pada lapisan epidermis dimana kulit tampak
kering, hiperemik berupa eritema tanpa bulac. Penyembuhan luka spontan
dalam waktu 5-10 hari.
b. Luka bakar derajat II: kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis yang
ditandai ada reaksi inflamasi disertai eksudasi, bulae, rasanya nyeri karena
ujung syaraf teriritasi, dasar luka berwarna merah atau pucat.
Derajat II dibagi atas:
Luka bakar secara umum digunakan 'rule of nine' untuk orang dewasa yaitu luas
kepala dan leher, dada, punggung, bokong, ekstremitas atas kanan kiri, paha kanan
kiri, tungkai dan kaki kanan kiri, masing masing 9% sisanya 1% adalah genetalia.
4. Patofisiologi Luka Bakar (pathway)
Luka Bakar
Pembentukan Kerusakan
Kerusakan Persepsi Oedema Pertahanan Primer
Kerusakan Mukosa Sensori
Pertahanan Primer
Penurunan Ambang Tidak Adekuat
Oedema Tulang Gangguan Batas Nyeri
Integritas/ Kulit
Sulit Nafas
Penguapan Meningkat
Ketidakefektif
Bersihan Jalan Nafas
Pembuluh Darah
Kapiler Meningkat
Ekstravasasi Cairan
(H2O, Elektrolit dan
Protein)
Cairan Intavaskuler
Menurun
Risiko
Ketidakseimbangan Hipovolemik dan
Volume Cairan Hemokonsentrasi
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap
Peningkatan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan dengan
perpindahan atau kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan SDM dapat
terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap endotelium pembuluh
darah.
b. SDP
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan
respons inflamasi terhadap cedera.
c. GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan PaCh/ peningkatan
PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi
sehubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme
kompensasi pernapasan.
e. Elektrolit serum
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan atau
kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia dapat terjadi bila mulai
diuresis; magnesium mungkin menurun.
Natrium pada awal mungkin menurun pada kehilangan air; hipernatremia dapat
terjadi selanjutnya saat terjadi konservasi ginjal.
g. Alkalin fosfat
Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstitial atau gangguan
pompa natrium.
h. Glukosa serum
Peninggian menunjukkan respon stress.
i. Albumin serum
Rasio albumin atau globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan
protein pada edema cairan.
k. Urine
Adanya albumin, Hb, dan globulin menunjukkan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein (khususnya terlihat pada luka bakar listrik serius). Warna hitam
kemerahan pada urine sehubungan dengan mioglobin. Kultur luka mungkin
diambil untuk data dasar dan diulangi secara periodik.
o. Skan paru
Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.
p. EKG
Tanda iskemia miokardium disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
(Doenges, 2000)
6. Penatalaksanaan
a. Perawatan di Tempat Kejadian
Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi seorang korban
luka bakar adalah mencegah agar orang yang menyelamatkan tidak turut
mengalami luka bakar. Langkah kerja:
- Mematikan api
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar Untuk menghentikan pasokan
oksigen bagi api yang menyala. Korban dapat mengusahakan dengan cepat
menjatuhkan diri dan berguling dan mencegah meluasnya bagian pakaian yang
terbakar. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri misalnya
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin
atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika sumber luka bakarnya
adalah arus listrik sumber listrik harus dipadamkan.
ABC pada semua perawatan luka bakar selama periode awal pasca luka
bakar yaitu:
Sistem sirkulasi harus pula dinilai dengan segera. Denyut apikal dan tekanan
darah dimonitor dengan sering. Takikardia (frekuensi jantung yang abnormal
cepat) dan hipotensi ringan diperkirakan terjadi pada pasien yang tidak ditangani
segera sesudah terjadinya luka bakar. Pada saat yang sama survei sekunder dari
kepala hingga ujung jari kaki pasien untuk menemukan cedera lainnya yang
berpotensi menimbulkan kematian harus dilaksanakan.
Pencegahan syok pada pasien luka bakar yang luas akan memperbaiki
prognosis secara mengesankan. Karena itu, pemberian infus cairan dan elektrolit
harus segera dimulai.
Sesudah tercapai status respirasi dan sirkulasi yang adekuat, perhatian harus
diberikan kepada luka bakarnya sendiri. Semua pakaian dan perhiasan yang
dikenakan pasien dilepas. Pembilasan luka bakar kimia dengan air diteruskan.
Meskipun fokus utama perawatan selama fase darurat berupa stabilisasi fisik,
perawat harus memperhatikan pula kebutuhan psikologis pasien dan keluarganya.
1. Rumus Konsensus
Larutan Ringer Laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4 ml X kg
BB X % luas luka bakar.
2. Rumus Evans
a. Koloid: 1 ml X kg BB X % luas luka bakar
b. Elektrolit (saline): 1 ml X kg BB X % luas luka bakar
c. Glukosa (5% dalam air): 2000 ml untuk kehilangan insensible
Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya dalam 16
jam selanjutnya.
Hari 2: Terbaru dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari
sebelumnya, seluruh penggantian cairan insensible.
Maksimum 10.000 selama 24 jam. Luka bakar derajat II dan III yang
melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas
permukaan tubuh .
Luka bakar derajat II dan III yang melebihi 50% luas permukaan tubuh
dihitung berdasarkan 50% luas permukaan tubuh .
4. Rumus Parkland/Baxter
Larutan ringer laktat: 4 ml X kg BB X luka bakar
2. Obat-obatan
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi. Yang
banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap
pseudomonas. Bila ada infeksi antibiotik diberikan berdasarkan hasil biakan daun
uji kepekaan kuman. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak stres dan
antipiretik diberikan bila suhu tinggi.
3. Debridemen
Debridement merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini
memiliki dua tujuan:
Macam-macam debridement:
4. Graft
Jika lukanya dalam full-thickness atau sangat luas, reeepithelialisasi
spontan tidak mungkin terjadi. Karena itu diperlukan graft atau pencangkokan
kulit dari pasien sendiri (autograft). Daerah-daerah utama grab kulit mencakup
daerah wajah dengan alasan kosmetik dan psikologik; tangan dan bagian
fungsional lainnya seperti kaki; dan daerah-daerah yang meliputi persendian.
Graft memungkinkan pencapaian kemampuan fungsional lebih dini dan akan
mengurangi kontraktur. Kalau luka bakar nya sangat luas, daerah dada dan
abdomen dapat dicangkok terlebih dahulu untuk mengurangi luas luka bakar.
5. Autograft
Autograft berasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan ini bisa
berupa split -thickness, full-thickness, pedicle flaps atau epitelium yang dikultur.
Full-thickness, pedicle flaps lebih sering digunakan untuk pembedahan
rekonstruksi dan dilaksanakan beberapa bulan atau tahun sesudah terjadinya
cedera pertama.
a. Parut
Parut (sikatriks) yang hipertrofik dan kontraktor luka lebih besar
kemungkinannya untuk terjadi jika luka bakar yang primer melampaui
tingkat lapisan dermis yang dalam. Kesembuhan luka bakar yang dalam ini
terjadi akibat penggantian integumen yang normal dengan jaringan yang
secara metabolisme sangat aktif sehingga kurang mengandung arsitektur kulit
yang normal. Dalam lapisan kolagen di bawah epitelium terdapat banyak sel
fibroblas yang mengalami proliferasi secara bertahap. Sel-sel miofibroblast
yang memiliki kemampuan untuk berkontraksi juga terdapat dalam luka yang
imatur. Ketika unsur-unsur ini berkontraksi serabut kolagen yang normalnya
terletak dalam berkas yang datar cenderung untuk membentuk corak yang
bergelombang. Akhirnya berkas collagen tersebut menghasilkan penampakan
super koil dan terbentuk nodul-nodul collagen. Jaringan parut berwarna
sangat merah karena sifatnya hipervaskularisasi menonjol dan keras.
Penanganan baru terutama dilaksanakan dalam fase rehabilitasi sesudah luka
bakarnya menutup. Parut yang hipertrofik dapat menyebabkan kontraktor
yang hebat pada persendian yang terkena. Namun demikian Pak ini hanya
terbatas pada daerah luka bakar dan secara berangsur-angsur akan mengalami
regresi dengan berlalunya waktu.
b. Keloid
Pada sebagian pasien yang lain maka jaringan parut yang besar dan
bertumpuk akan terjadi dan dapat meluas sampai di luar permukaan luka.
Massa ini dinamakan koloid. Keloid cenderung ditemukan pada orang yang
kulitnya berpigmen berwarna gelap tumbuh di luar tepi luka dan lebih besar
kemungkinannya untuk timbul kembali sesudah dilakukan eksisi.
d. Kontraktur
Kontraktur merupakan masalah lain yang dikhawatirkan terjadi ketika
luka bakarnya sembuh. Jaringan tubuh yang terbakar akan mendek karena
gaya yang ditimbulkan oleh sel-sel fibroblas dan flexiot dalam proses
kesembuhan luka yang alami. Gaya lawan yang ditimbulkan oleh bidang
interaksi dan pengaturan posisi serta latihan gerak yang bertujuan harus
digunakan untuk melawan deformitas pada luka bakar yang mengenai
persendian.
2. Kontraktur
Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar serta
menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang dapat mencegah
atau mengurangi terjadinya kontraktur antara lain:
c. Keluhan utama
Nyeri luka bakar.
d. Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan nyeri pada daerah luka bakar.
P : luka bakar
Q : seperti panas/terbakar
R : nyeri pada tangan kanan dan punggung
S : 5 dari 0-10
T : nyeri timbul terus menerus
Keluarga pasien mengatakan pada malam hari, pasien menyalakn kompor dan
tertidur sebelum mematikannya. Ketika pasien terbangun pasien teringat dan segera
ke dapur. Namun api sudah menyala besar dan pasien langsung mengambil air dan
memadamkan api. Ketika pasien sedang memadamkan api, tiba-tiba kompor tersebut
meledak dan menimbulkan api yang lebih besar. Pasien kemudian terkena api dan
dibawa ke RS. Sesampainya di RS pasien kemudian dibawa ke IGD dengan
diagnosa combustio.
X X X X
G1
X X X
65 62
G2
40 36 33 30
G3
7 3
`10
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Garis perkawinan
: Garis keturunan
: Garis serumah
X : Meninggal
: Pasien
h. Pemeriksaan Fisik
l) Ekstremitas atas
- Inspeksi : Terdapat luka bakar pada tangan kanan dengan grade II A 6%
dan terpasang insuf di tangan kiri.
- Palpasi : Kekuatan otot baik (4,5), akral hangat dan tidak ada edema.
m) Ekstremitas bawah
- Inspeksi : Tidak ada lesi
- Palpasi : Kekuatan otot baik (4,4), akral hangat, dan tidak ada edema.
i. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pasien mengetahui bahwa pasien menderita luka bakar di bagian tangan dan
punggungnya. Pasien merasakan nyeri dan panas pada area luka bakarnya.
Menyadari keadaannya pasien menerima dengan baik semua tindakan yang
dilakukan untuk mengobati lukanya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Pasien makan 3 kali sehari dengan nasi dan lauk pauk. Pasien tidak mengalami
penurunan nafsu makan meskipun mengalami luka bakar pasien makan dengan
disuapi oleh istrinya.
3) Pola eliminasi
a) BAK
- SMRS : 4-5x/hari
- MRS : 3-4x/hari
b) BAB
- SMRS : 1-2x/hari
- MRS : 1-2x/hari
4) Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit pasien tidur 7-8 jam/hari. Namun selama sakit pasien hanya
tidur 4-5 jam/hari akibat nyeri yang dirasakan dan kesulitan saat tertidur karena
luka bakar pada punggung dan tangannya.
5) Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit pasien aktif melakukan kegiatan sehari-hari sebagai wiraswasta.
Namun selama sakit pasien tidak beraktivitas dengan normal seperti biasanya,
untuk keperluannya dibantu oleh perawat dan keluarga.
Pasien memandang keadaannya saat ini sebagai cobaan dari Tuhan. Pasien
cukup mengkhawatirkan bekas yang akan ditimbulkan dari luka bakarnya.
Pasien mengatakan nyeri yang dirasakan berada pada angka 5 dari skala 0
sampai 10. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan lain selain rasa nyeri
pada lukanya.
Hubungan dengan anak dan istri baik begitu pun dengan tenaga medis
yang merawatnya. Kerabat dekatnya juga ikut menjenguk selama pasien di
rumah sakit.
j. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan
k. Terapi Obat
1) RL IV 2600 ml/24 jam
2) Fentanyl IV 300 mg
3) Paracetamol IV 1 gr
4) Nebulizer inhailer 1 ampul
5) Sucralfat IV 1 strip
6) Vitamin C IV 2x50 mg
2. Analisa Data
No Data fokus Etiologi Problem
1. DS: Api Luka bakar
a. Pasien
mengatakan Luka bakar
merasa lemas.
DO: Kerusakan kulit
a. Mukosa bibir
kering Penguapan
b. Luka bakar 9% meningkat
c. Rumus baxter :
Luas luka bakar Pembuluh darah
x BB X 4cc kapiler meningkat
= 9 x 65 x 4cc
= 2.340 cc
Ekstravasasi cairan
d. TD : 130/80
(H2O, elektrolit dan
mmHg
protein)
e. Suhu : 37°C
f. Nadi : 88x/menit
Cairan intravaskuler
g. RR : 20x/menit
menurun
Hipovolemik dan
hemokonsentrasi
Risiko
ketidakseimbangan
volume cairan
2 DS Api Cedera kimiawi
Pasien mengatakan
kulit (luka bakar)
kulitnya terasa panas.
Luka bakar
DO
Terdapat luka bakar
DO
a. S : 5 dari 0 - 10
b. TD : 130/80
mmHg
c. Suhu : 37°C
d. Nadi :
88x/menit
e. RR : 20x/menit
4. Intervensi Keperawatan