Anda di halaman 1dari 13

Kecurangan dan Perlindungan Konsumen Asuransi

Ketut Sendra
Sekolah Tinggi Ilmu Asuransi Trisakti, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13210
Email: ksendra77@yahoo.co.id

Diterima : 13 Februari 2017


Layak Terbit : 12 Juni 2017

Abstrak
Menstabilkan ekonomi nasional dan bertumbuhan secara berkelanjutan dan stabil, mewajibkan sektor jasa
keuangan menjalankan usahanya secara terorganisir, adil, transparan dan akuntabel serta dapat melindungi
kepentingan konsumen dan masyarakat. Transparansi, keadilan, kehandalan, kerahasiaan, keamanan data dan
informasi konsumen, penanganan keluhan yang cepat dan sederhana, dan biaya penyelesaian sengketa yang
terjangkau menjadi prinsip perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan. Motif umum untuk melakukan
penipuan asuransi adalah alasan ekonomis yaitu untuk mendapatkan keuntungan secara finansial. Secara umum,
kecurangan dalam asuransi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) dimensi utama: dimensi subjek yaitu penipu;
dimensi waktu, yaitu waktu selama proses underwriting dan proses klaim; dimensi perilaku yaitu tindakan
oportunistik (soft fraud) atau penipuan yang direncanakan (hard fraud). Kesadaran konsumen asuransi
mengenai kegiatan sektor jasa keuangan sangat dibutuhkan, sehingga sektor jasa keuangan asuransi dapat
dilakukan dengan cara yang terorganisir, adil, transparan dan akuntabel.

Kata Kunci: Penipuan Asuransi, Perlindungan Konsumen Asuransi

Abstract
Cheating and Insurance Consumer Protection. Establishing a national economy that can grow
suatainably and stable, requires the financial service sectors conducting its business in a well organized, fair,
transparent and accountable manner, and be able to protect the consumer’s and public’s interests.
Transparency, fairness, reliability, confidentiality, security of consumer’s data and/or information, fast, simple
complaint handling and affordable dispute resolution cost become the principles of consumers protection in the
financial services sector. The common motive to conduct an insurance fraud is economical reason, that is for
obtaining a financial benefit/advantage. Broadly, a fraud in insurance can be classified into 3 (three) main
dimensions: dimension of the subject i.e the fraudsters; dimension of time, ie. the time during the process of
underwriting and the process of claim; dimension of behaviour that is opportunistic act (soft fraud) or planned
fraud (hard fraud). The insurance consumer’s awareness concerning the financial services sector activities is
needed, so that the insurance financial services sector can be conducted in a well organized, fair, transparent
and accountable manner.

Keywords: Insurance Fraud, Insurance Consumer’s Protection

PENDAHULUAN pasti. Tak pelak lagi industri perasuransian


Industri perasuransian telah menjelma sebagai merupakan salah satu industri terbesar di dunia
salah satu pilar utama perekonomian modern dengan tingkat interdependensi yang sangat besar
dewasa ini. Peranan sektor perasuransian kian dengan industri-industri lain.
signifikan seiring dengan arus globalisasi dan Kendati demikian, salah satu permasalahan
liberalisasi perdagangan, akselarasi inovasi kompleks yang dihadapi industri perasuransian dan
teknologi dan proses difusinya, serta deregulasi industri finansial lainnya adalah praktik kecurangan
berbagai sektor finansial dan pasar aktual. Asuransi (fraud) dalam berbagai bentuk, yang belakangan ini
juga sudah menjadi elemen utama dalam strategi semakin epidemik, baik ditinjau dari segi lingkup,
manajemen risiko dan kompleksitas bagi individu, wujud, maupun dampak nilai moneternya.
kelompok sosial, maupun kalangan bisnis. Asuransi Dornstein (1996) bahkan mensinyalir bahwa
berperan penting dalam upaya individu dan praktik kecurangan dalam asuransi (insurance
kelompok menghadapi dan menangani kondisi fraud) sudah ada sejak industri asuransi lahir.
hidup yang semakin kompleks dan serba tidak Sudah sejak lama pihak insurers mengalokasikan

Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


2 Ketut Sendra

atau membebankan cost of fraud kepada para keamanan data/informasi konsumen yaitu tidakan
pemegang polis (dalam bentuk premium rates yang yang memberikan perlindungan, menjaga
lebih tinggi) 1, legislator, pengacara, hakim, jaksa, kerahasiaan dan keamanan data dan/atau informasi
kelompok perlindungan konsumen, dan stakeholder konsumen, serta hanya menggunakannya sesuai
lainnya. Akan tetapi, dampak negatif insurance dengan kepentingan dan tujuan yang disetujui oleh
fraud bagi profitabilitas insurers; jejaring bisnis konsumen, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
dan rantai nilai insurers; industri perasuransian perundang-undangan yang berlaku; dan memenuhi
secara umum; serta struktur sosial dan asas penanganan pengaduan serta penyelesaian
perekonomian, telah sampai pada ambang batas sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan
yang sama sekali tidak bisa ditoleransi. Banyak biaya terjangkau (Pasal 2, Peraturan OJK No.
analis dan praktisi perasuransian yang 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen
berkesimpulan bahwa praktik insurance fraud telah Sektor Jasa Keuangan).
mengancam prinsip pokok solidaritas (the very Penerapan prinsip-prinsip yang wajib
principle of solidarity) yang selama ini mengakari dilaksanakan oleh Pelaku Usaha dalam
konsep asuransi. Sebagai gambaran, insurance Perlindungan konsumen agar dapat mewujudkan
fraud saat ini telah menjadi kejahatan ekonomi perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara
termahal kedua —setelah tax evasion— di Amerika berkelanjutan dan stabil, diperlukan kegiatan di
Serikat (O’Rourke, 2003: 9). dalam sektor jasa keuangan yang terselenggara
secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta
TINJAUAN PUSTAKA mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
Usaha Perasuransian adalah segala usaha secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu
menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.
risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan Oleh karena Otoritas Jasa keuangan (OJK) hadir
distribusi produk asuransi atau produk asuransi sebagai lembaga yang mempunyai fungsi, tugas,
syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, pemeriksaan, dan penyidikan, dengan tujuan agar
atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
syariah (Pasal 1 ayat 4, Undang-undang No. 40 keuangan: terselenggara secara teratur, adil,
Tahun 2014 tengang Perasuransian). Sebagai transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan
Pelaku Usaha Jasa Keuangan Asuransi yang sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan
menghimpun dana masyarakat, mewajibkan Pelaku dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan
Usaha memberikan perlindungan terhadap konsumen dan masyarakat, (Pasal 4 Undang-
Konsumennya sebagai pengguna produk dan/atau undang No. 21 Tahun 2011 tentang OJK).
layanannya.
Adapun prinsip-prinsip yang wajib diterapkan METODOLOGI
oleh Pelaku Usaha dalam Perlindungan konsumen Bagaimana OJK dapat dengan
sektor jasa Keuangan antara lain: memenuhi asas kewenangannya melakukan pengaturan,
transparansi yaitu pemberian informasi mengenai pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
produk dan/atau layanan kepada konsumen, secara sehingga mampu melindungi kepentingan
jelas, lengkap, dengan bahasa yang mudah konsumen dan masyarakat, maka OJK
dimengerti; memenuhi asas perlakuan yang adil menerbitkan peraturan OJK tentang Perlindungan
yaitu perlakuan konsumen secara adil dan tidak Konsumen Jasa Keuangan (POJK No.
diskriminatif (diskriminatif maksudnya 1/POJK.07/2013). Agar Perlindungan Konsumen
memberlakukan pihak lain secara berbeda dapat memenuhi asas penanganan pengaduan serta
berdasarkan suku, agama, dan ras); memenuhi asas penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana,
keandalan yaitu segala sesuatu yang dapat cepat, dan biaya terjangkau, maka OJK
memberikan layanan yang akurat melalui sistem, menerbitkan POJK No. 1/POJK.07/2014 tentang
prosedur, infrastruktur, dan sumber daya manusia Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS)
yang andal; memenuhi asas kerahasiaan dan di Sektor Jasa Keuangan.
Dengan terbitnya beberapa peraturan yang
mengatur tentang Perlindungan Konsumen pada
1 Hasil studi Conning & Company (dikutip dalam Balaji, jasa keuangan, permasalahannya yaitu bagaimana
2002) menyimpulkan bahwa setiap rumah tangga di Pelaku Usaha dapat segera menyesuaikan dan
Amerika rata-rata menanggung beban akibat bagaimana juga Konsumen dan masyarakat luas
insurance fraud sekitar US$5.000 per tahun. Salah memiliki pengetahuan, keyakinan, dan
satu bentuknya adalah tambahan biaya premi keterampilan serta kemampuan untuk mengelola
asuransi yang nilai totalnya mencapai US$96,2 keuangan dengan lebih baik.
milyar di tahun 1999 akibat prosedur klaim yang
birokratis dan tidak efisien.

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


Kecurangan dan Perlindungan Konsumen Asuransi 3

Adapun usaha yang dapat dilakukan oleh OJK Pemegang Polis yang menjadi dasar bagi
dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan yaitu usaha penerimaan premi oleh Perusahaan Asuransi
sosialisasi dan literasi pada jasa keuangan dengan sebagai imbalan untuk: memberikan penggantian
tujuan mempercepat penerapan POJK tersebut. kepada Tertanggung atau Pemegang Polis karena
OJK harus segera melakukan sosialisasi dan kerugian, kerusakan, biaya yg timbul, kehilangan
kegiatan lain agar Pelaku Usaha dapat segera keuntungan, atau tanggung-jawab hukum kepada
melakukan penyesuaian terhadap POJK tersebut pihak ketiga yang mungkin diderita Tertanggung
sesuai yang diatur pada Pasal 54, POJK No. atau Pemegang Polis karena terjadinya suatu
1/POJK.07/2013 (Ketentuan Peralihan) yaitu peristiwa yang tidak pasti; atau memberikan
bahwa perjanjian baku yang telah dibuat oleh pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya
Pelaku Usaha sebelum berlakunya Peraturan OJK Tertanggung atau pembayaran yang didasarkan
ini wajib disesuaikan dengan ketentuan pada hidupnya Tertanggung dengan manfaat yang
sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Peraturan ini, besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada
terhitung satu tahun sejak diundangkan hasil pengelolaan dana (Pasal 1 ayat 1, UU No. 40
(diundangkan tanggal 6 Agustus 2013 artinya mulai Tahun 2014). Artinya asuransi merupakan
tanggal 6 Agustus 2014 efektif sudah berlaku), hubungan kontraktual antara pihak insurer yang
sedangkan pemberlakuan ketentuan POJK No. bersepakat dengan pihak insurance taker atau
1/POJK.07/2014 terhitung sejak diundangkan yaitu pemegang polis (menyangkut pembayaran
tanggal 23 Januari 2014. premium) untuk menyediakan dana atas nama
Untuk mempercepat sosialisasi POJK tersebut insured party dalam rangka menutupi kerugian atas
dapat dilakukan dengan memberikan seminar, insurable interest (setelah klaim formal diajukan
workshop, dan bentuk sosialisasi lainnya agar claimant party) dikarenakan satu atau lebih
Pelaku Usaha dapat segera menyesuaikan dan peristiwa (event) di masa datang yang well-defined
melaksanakannya dengan baik, dan juga melakukan namun uncertain. Adapun pihak-pihak yang terikat
literasi keuangan seperti peluncuran Cetak Biru kontrak berkewajiban hukum untuk saling beritikad
Strategi Nasional Literasi Keuangan untuk seluruh baik (good faith), termasuk dalam hal saling
industri keuangan pada Selasa, 19 Nopember 2013, menyampaikan informasi material yang esensial
yaitu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bagi kesepakatan kedua belah pihak. Ketiadaan
dalam mengelola keuangan. Adapun yang itikad baik pada salah satu atau kedua belah pihak
dimaksud dengan Literasi Keuangan yaitu bisa mengarah pada terjadinya insurance fraud.
rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan Itikad baik (good faith) dalam tahap
pengetahuan (knowledge), keyakinan (confidence), pelaksanaan perjanjian adalah kepatutan, yaitu
dan keterampilan (skill) konsumen dan masyarakat suatu penilaian baik terhadap tindak tanduk suatu
luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan pihak dalam melaksanakan apa yang akan
dengan lebih baik. diperjanjikan (R. Subekti, 1976:26). Dengan
Selain OJK melakukan sosialisasi ke Pelaku demikian azas itikad baik mengandung pengertian,
Usaha Jasa Keuangan (PUJK), OJK juga bahwa kebebasan suatu pihak dalam membuat
melaksanakan literasi keuangan dan inklusi perjanjian tidak dapat diwujudkan sekehendaknya
keuangan atau keluasan mengakses sektor tetapi dibatasi oleh itikad baiknya (Sutan Remy
keuangan bagi seluruh masyarakat. Program ini Sjahdeni, 1993:49). Oleh karena itu prinsip
diharapkan dapat mendorong tumbuhnya industri mendasar yang harus dimiliki dalam setiap kontrak
perasuransian nasional, dan respons industri asuransi adalah azas itikad baik atau “the principle
asuransi terkait program inklusi keuangan secara of utmost good faith” atau “uberrimae fides” atau
timbal balik yang dapat menentukan keberhasilan ”uberrimae fidei” (Sri Rejeki Hartono, 2001: 103).
program itu. Inklusi keuangan harus dapat
terefleksikan dalam industri asuransi, di mana HASIL DAN PEMBAHASAN
edukasi yang terus-menerus menuju pemahaman Data dan informasi Calon Konsumen (insured),
yang lebih baik akan meningkatkan kesadaran merupakan salah satu faktor yang sangat rentan
masyarakat akan memahami pentingnya asuransi. terhadap praktik kecurangan, karena data dan
Inklusi keuangan adalah kemampuan individu informasi tersebut merupakan kunci yang
untuk mengakses produk dan jasa keuangan dan dibutuhkan pihak insurer untuk menilai risiko
program ini mulai diluncurkan pada 29 Desember asuransi yang menyangkut diri dan/atau obyek
2010 dengan tujuan memperluas akses masyarakat Tertanggung berkenaan dengan klausul kontrak dan
terhadap jasa keuangan. kualitas cover yang dibayarkan. Adapun
permasalahannya yaitu jika pihak yang memiliki
Kecurangan dalam Asuransi information advantage tersebut ’tergoda’ atau
Pada hakikatnya asuransi merupakan perjanjian setidaknya mendapatkan semacam ’insentif’ untuk
antara dua pihak, yaitu Perusahaan Asuransi dan melakukan kecurangan (fraud), apalagi jika data

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


4 Ketut Sendra

dan informasi yang dimilikinya itu memungkinkan


untuk mendapatkan posisi tawar-menawar yang
lebih kuat dalam kontrak asuransi. Berdasarkan
survey yang dilakukan Roper Organization untuk
Insurance Research Council (IRC) mengungkap
bahwa sebagai besar populasi Amerika bersikap
negatif terhadap industri Asuransi (Kurland, O.M,
1992:52). Pada umumnya, situasi information
asymmetries yang mengarah pada insurance fraud
bukan barang baru dalam praktik asuransi.
Ada beberapa jumlah sengketa asuransi yang Gambar 3. 30 sengketa Asuransi Umum yang berhasil
ditangani Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi diajudikasikan oleh BMAI mulai Tahun 2006-2015
Indonesia (BMAI) sejak awal berdiri hingga akhir
7 sengketa dimana keputusan Termohon
Tahun 2015, yang berjumlah kurang lebih 577
dibenarkan Majelis. 23 sengketa (76,7%) dimana
kasus. Dari jumlah kasus tersebut, sebagian besar
Termohon diwajibkan Majelis Ajudikasi untuk
menghasilkan kesepakatan dimana Termohon
membayar santunan (klaim) asuransi.
(Perusahaan Asuransi) harus membayar, baik
secara penuh maupun dibayar berdasarkan
pertimbangan itikad baik (ex-gratia) manajemen
perusahaan (Ketut Sendra, dkk., 2016: 86-89).

Gambar 4. 25 sengketa Asuransi Jiwa yang berhasil


diajudikasikan oleh BMAI mulai Tahun 2006-2015

7 sengketa dimana keputusan Termohon


Gambar 1. 156 sengketa Asuransi Umum yang
dibenarkan Majelis. 18 sengketa (72%) dimana
berhasil dimedasikan oleh BMAI mulai Tahun 2006-
2015 Termohon diwajibkan Majelis Ajudikasi untuk
membayar santunan (klaim) asuransi.
57 sengketa dimana Pemohon menerima
keputusan Termohon. 99 sengketa (63,5%) dimana Dari 577 jumlah sengketa yang diterima oleh
Termohon melakukan peninjauan kembali atas BMAI terdapat 341 (59,1 %) sengketa yang dapat
keputusan penolakan pembayaran klaim atas diselesaikan dengan baik melalui Mediasi dan
tututan yang dilakukan oleh Pemohon. Ajudikasi oleh BMAI, dimana terdapat 210 (61,6
%) sengketa mewajibkan Termohon meninjau
kembali keputusannya dan atau memutuskan untuk
membayar klaim asuransinya kepada Pemohon.
Oleh karena itu, terdapat 40,9 % sengkata yang
berada diluar yuridiksi BMAI dan atau terdapat
beberapa sengketa dimana Pemohon yang menarik
sengketanya atau tidak melanjutkan
penyelesaiannya melalui BMAI sebagai alternatif
penyelesaiannya.

Tingginya angka (61,6 %) Termohon untuk


meninjau kembali keputusannya dan atau
Gambar 2. 130 sengketa Asuransi Jiwa yang berhasil
memutuskan untuk membayar klaim asuransi
dimedasikan oleh BMAI mulai Tahun 2006-2015
kepada Pemohon, menunjukkan bahwa kurang
50 sengketa dimana Pemohon menerima profesionalnya pejabat yang memiliki kewenangan
keputusan Termohon. 70 sengketa (53,8%) dimana memutuskan untuk menolak dan atau membayar
Termohon melakukan peninjauan kembali atas klaim asuransi seperti terlalu prematur dalam
keputusan penolakan pembayaran klaim atas memutuskan penolakan pembayaran klaim asuransi
tututan yang dilakukan oleh Pemohon. dan atau melakukan proses underwriting saat klaim

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


Kecurangan dan Perlindungan Konsumen Asuransi 5

terjadi, sehingga unsur adanya kecurangan lebih Oleh karena itu, insurance fraud dapat terjadi
banyak dilakukan oleh pihak Termohon. karena adanya niat atau motivasi untuk
Mencermati tentang istilah curang (fraud) mendapatkan keuntungan finansial secara individu
sangat beraneka ragam pengertian dan pemahaman, dan atau bersama-sama. Peluang insurance fraud
dan sangat tergantung pada permasalahannya. hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang
Dalam hal ini, aktivitas yang dapat dikategorikan sangat memahami proses operasional atau teknis
fraudulent umumnya membutuhkan setidaknya 3 asuransi (data dan informasi) yaitu mulai dari
(tiga) elemen, yaitu adanya (Viaene, S. & Dedene, proses underwriting sampai dengan terbitnya polis
G., 2004:313-333): ”material misrepresentation” dan bentuk dari peristiwa yang dijamin dan tidak
(dalam bentuk penyembunyian, pemalsuan, atau dijamin polis (luas jaminan) yang merupakan
berdusta yang sangat material); ”maksud atau bagian dari proses klaim asuransi. Insurance fraud
intensi” untuk menipu atau mengelabui; dan dapat meningkat menjadi kejahatan asuransi
bertujuan untuk mendapatkan “unauthorized (insurance crime) dengan memiliki tujuan yang
benefit” (manfaat tambahan). sama yaitu mendapatkan keuntungan financial.
Suatu sengketa dapat dikatakan memiliki unsur Kejahatan asuransi pada umumnya dilakukan oleh
kecurangan jika ketiga elemen tersebut terpenuhi. pihak-pihak yang memiliki kepentingan (insurable
Namun, ketiadaan salah satu atau lebih dari interest) terhadap obyek atau Tertanggung asuransi.
elemen-elemen tersebut bisa dikategorikan sebagai Kecurangan dalam asuransi dapat diklasifikasikan
abuse of insurance, yaitu segala macam praktik berdasarkan tiga dimensi pokok, yaitu dari demensi
yang menggunakan asuransi dengan cara-cara yang pelaku, waktu, dan perilaku (Ketut Sendra,
bertentangan dengan tujuan pokoknya atau hukum 2009:35-39):
yang berlaku. Dengan demikian, konsep Dari dimensi Pelaku kejahatan (fraudsters),
kecurangan dalam asuransi bisa didefinisikan insurance fraud terdiri atas internal fraud yaitu
secara luas hingga mencakup pula abuse of kecurangan yang dilakukan para insider dalam
insurance dan dapat dipakai tanpa harus industri asuransi, seperti insurer, agen, pialang, dan
mengindikasikan konsekuensi hukum secara karyawan lainnya, dan external fraud merupakan
langsung2. kecurangan yang dilakukan pihak diluar
Terlepas dari perdebatan menyangkut definisi Perusahaan Asuransi, seperti Tertanggung/Aplikan,
kecurangan dalam asuransi (insurance fraud), Pemegang Polis dan Termaslahat (claimant). Jika
aktivitas atau tindakan fraud itu sendiri merupakan kecurangan ataupun kejahatan asuransi dilakukan
produk dari motivasi dan peluang (Cohen, L. & secara bersama-sama (kolusi dan kolaborasi) oleh
Felson, M., 1979:588-608). Walau terdengar klise, pihak-pihak internal perusahaan dengan pihak yang
sejauh ini motif paling lazim untuk melakukan memiliki insurable interest terhadap obyek asuransi
kecurangan dalam asuransi adalah motif ekonomi yang dipertanggungkan atau penyedia jasa pihak
(mendapatkan keuntungan finansial). Di luar itu, ketiga, maka akan mempersulit Perusahaan
biasa dijumpai pula faktor-faktor motivasi Asuransi untuk memperifikasi klaim asuransi
psikologis, seperti ’kenikmatan’ atau kesenangan dengan benar.
yang didapatkan dari tindak kecurangan itu sendiri; Dari dimensi Waktu, yaitu kecurangan yang
kepuasan ego, prestise, dan rasa bangga; serta motif dapat terjadi pada tahap-tahap proses asuransi
balas dendam. Lebih lanjut, fraud umumnya yaitu: Underwriting fraud yaitu kecurangan dapat
mengikuti peluang. Karakteristik pokok industri terjadi selama proses underwriting coverage dan
asuransi memang sangat rentan terhadap fraud. perpanjangan kontrak asuransi. Termasuk di dalam
Information asymmetries menuntut semua pihak jenis ini adalah application fraud, premium fraud,
untuk saling mempercayai itikad baik satu sama dan tindakan secara sengaja memanipulasi kontrak
lain. Dalam hal ini, banyak peluang atau celah yang asuransi; Claim fraud yaitu pada saat proses klaim
secara alami terbuka bagi satu atau lebih pihak asuransi, dan pada tahap inilah yang merupakan
yang jelas-jelas memiliki insentif ekonomi untuk jenis kecurangan yang paling sering terjadi,
melakukan fraud, baik yang sifatnya oportunistik sehingga pada tahap inilah dikenal istilah insurance
maupun terencana matang. fraud, misalnya adanya pihak yang mengajukan
klaim fiktif, menaikkan nilai klaim dalam batas
yang tidak wajar, rekayasa klaim, dan seterusnya.
2 Sebagaimana halnya konsep-konsep abstrak lainnya Dari dimensi Perilaku, yaitu dilihat dari niat
(contohnya, etika bisnis, ekuitas merek, tanggung jawab atau motivasinya. Adapun kecurangan dalam hal
sosial perusahaan, dan seterusnya), hingga kini belum ada
ini terdapat: Opportunistic fraud atau soft fraud
satu definisi universal yang diterima semua orang untuk
konsep insurance fraud. Dalam salah satu pernyataannya,
merupakan perilaku oportunistik negatif orang yang
NIFF (National Insurance Fraud Forum) menegaskan normalnya bersikap jujur. Tipe spesifik perilaku
bahwa “Insurance fraud means many different things to oportunistik dalam kategori ini tergantung sudut
different people. There is no universally understood pandang stakeholder yang menilainya. Akan tetapi,
definition of insurance fraud”.

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


6 Ketut Sendra

umumnya tipe fraud yang satu ini mengacu pada pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa,
tindakan claimant yang ’memanfaatkan demi keamanan dan keselamatan; beritikad baik
kesempatan’ untuk menaikkan nilai kerugian dari dalam melakukan transaksi pembelian barang
nilai sesungguhnya sewaktu mengajukan klaim; dan/atau jasa; Mengikuti perlindungan konsumen
Planned fraud atau hard fraud yaitu kecurangan secara patut.
yang sudah direncanakan dan bahkan tindakannya Berdasarkan ketentuan Pasal 5 (a) di atas,
dapat mengacu pada tindak kriminal, yang dapat bahwa dalam jasa Asuransi, Konsumen
dilakukan secara individual maupun jaringan fraud Asuransipun berkewajiban untuk membaca dan
terorganisasi. memberikan keterangan yang jujur dan akurat pada
Peluang seseorang atau kolusi untuk melakukan aplikasi asuransi sebelum aplikasi tersebut
kecurangan asuransi sangat memungkinkan terjadi. ditandatangani. Demikian pula wajib membaca isi
Oleh karena itu, bagaimana ketentuan Undang- polis dengan tujuan untuk membuktikan apakah
undang Perasuransi mengatur tentang polis yang diterimanya sesuai dengan yang
pencegahannya dan atau pemberian sanksinya, ditawarkan oleh Pelaku Usaha dan atau yang
berikut akan dibahas terlebih dahulu tentang usaha diminta melalui lembar aplikasi asuransi
perlindungan konsumen asuransinya. (SPAJ/SPPA) yang ditandatangani.
UU Perlindungan Konsumen ini juga mengatur
Perlindungan Konsumen dan Permasalahan tentang Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha, pada
Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999) Pasal 6 mengatur tentang haknya yaitu: hak; hak
dan permasalahannya. Lahirnya UU No. 8 Tahun untuk mendapatkan perlindungan hukum dari
1999 tentang Perlindungan Konsumen bertujuan tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; hak
(Pasal 3) untuk meningkatkan kesadaran, untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk dalam penyelesaian hokum sengketa konsumen;
melindungi diri; mengangkat harkat dan martabat hak; hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
konsumen dengan cara menghindarkannya dari perundang-undangan lainnya; dan Pasal 7 mengatur
ekses negative pemakaian barang dan/atau jasa; tentang kewajibannya yaitu: beritikad baik dalam
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam melakukan kegiatan usahanya; memberikan
memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
sebagai konsumen; menciptakan sistem kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
perlindungan konsumen yang mengandung unsur memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
kepastian hokum dan keterbukaan informasi serta pemeliharaan; memberlakukan atau melayani
akses untuk mendapatkan informasi; menumbuhkan konsumen secara benar dan jujur serta tidak
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya diskriminatif; Menjamin; memberikan kesempatan
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap kepada konsumen untuk menguji yang
yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; diperdagangkan (dalam usaha asuransi dikenal
meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang dengan istilah masa free look atau examination
menjamin kelangsungan usaha produksi barang provision atau masa untuk itu tertanggung/pemilik
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, polis harus dapat memanfaatkan kebebasan untuk
dan keselamatan konsumen. melihat dan membaca kebenaran isi atau materi
kontrak asuransi yang telah disepakatinya) (Harriett
Hak dan Kewajiban para pihak. E. Jones, JD., 1999:164-165;
Berdasarkan tujuan dari lahirnya UU Perlindungan
Konsumen di atas, maka perlu diatur apa yang Larangan bagi Pelaku Usaha. Pelaku usaha
menjadi hak dan kewajibannya, pada Pasal 4 dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan
mengatur tentang hak Konsumen yaitu hak atas barang dan/atau jasa (Pasal 8 (1) f): yang tidak
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label,
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; hak etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan
untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa tersebut. Dalam usaha asuransi
barang dan/atau jasa yang digunakan; hak untuk khususnya dalam penjualan produk asuransi pada
mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya umumnya penjualan menggunakan brosur, leaflet,
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen ilustrasi, dan keterangan lain sebagai alat peraga
secara patut; hak untuk mendapat pembinaan dan penjualan (sales kits dan sales talk) yang
pendidikan konsumen; hak untuk diperlakukan atau diharapkan dapat mendukung kelancaran proses
dilayani secara benar dan jujur serta tidak penjualan. Oleh karena itu semua peraga dan alat
diskriminatif; hak-hak yang diatur dalam ketentuan penjualan diharapkan tidak terjadi penyimpangan
peraturan perundang-undangan lainnya; dan Pasal atau diharapkan sesuai dengan kondisi produk yang
5, mengatur tentang kewajibannya yaitu: membaca dibelinya.
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


Kecurangan dan Perlindungan Konsumen Asuransi 7

Pelaku usaha dilarang menawarkan, harga yang wajar; dan Hak untuk memperoleh
mempromosikan, mengiklankan suatu barang penyelesaian yang patut terhadap permasalahan
dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah- yang dihadapinya.
olah (Pasal 9 ayat (1) k): menawarkan sesuatu yang Perlindungan Konsumen pada jasa keuangan
mengandung janji yang belum pasti. Larangan diatur pada Pasal 31, UU No. 21 Tahun 2011
Pencantuman Klausula Baku atau eksonerasi tentang OJK, yang lebih lanjut akan diatur dalam
(Mariam Darus Badrulzaman, 1995:71), pada Pasal Peraturan OJK (POJK). Adapun yang dimaksud
18 (1): mengatur bahwa Pelaku Usaha dalam “Konsumen” dalam jasa keuangan adalah pihak-
menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan pihak yang mendapatkan dananya dan/atau
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di LJK
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen antara lain nasabah pada perbankan, pemodal di
dan/atau penjanjian apabila: menyatakan pasar modal, pemegang polis pada perasuransian,
pengalihan tanggung jawab Pelaku Usaha; secara dan peserta pada dana pension, berdasarkan
angsuran; Ayat (2) Pelaku Usaha dilarang peraturan perundang-undangan di sektor jasa
mencantumkan klausula baku yang letaknya yang keuangan (Pasal 1 ayat 2), sedangkan yang
pengungkapannya sulit dimengerti; Ayat (3) Setiap dimaksud dengan “Perlindungan konsumen” adalah
klausula baku yang telah ditetapkan memenuhi perlindungan terhadap konsumen dengan cakupan
ketentuan pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan perilaku pelaku usaha Jasa keuangan (Ayat 3).
batal demi hukum; Ayat (4) Pelaku Usaha wajib Sedangkan Konsumen Asuransi adalah pihak-pihak
menyesuaikan klausula baku yang bertentangan yang membayar premi dan/atau memanfaatkan
dengan Undang-undang ini. pelayanan yang tersedia dari perusahaan
Tujuan diberlakukannya UU Perlindungan perasuransian.
Konsumen ini memiliki tujuan yang sangat baik Adapun yang dimaksud dengan “Perasuransian”
agar pengguna produk dan/atau jasa dapat adalah usaha perasuransian yang bergerak di sektor
terlindungi. Akan tetapi permasalahannya adalah: usaha asuransi, yaitu jasa keuangan yang dengan
apakah UU ini lebih menekankan pada pemberian menghimpun dana masyarakat melalui
perlindungan kepada konsumen pengguna produk pengumpulan premi asuransi memberikan
nyata atau kepada produk nyata dan jasa?, jika perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai
diperhatikan dari aspek larangannya lebih jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena
memprioritaskan untuk Pelaku Usaha yang suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup
memproduksi dan menjual barang nyata dan/atau atau meninggalnya seseorang, usaha reasuransi, dan
layanannya. Masalahnya bagaimana bagi pelaku usaha penunjang usaha asuransi yang
usaha yang menawarkan jasa dan/atau layanannya, menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian
seperti yang diterapkan pada jasa keuangan kerugian asuransi dan jasa aktuaria, sebagaimana
Asuransi, yang pada umumnya bersifat adhesif dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha
(baku atau standar). Oleh karena penggunaan perasuransian (Pasal 1 ayat 7).
klausula ini, sebagai suatu kebutuhan dan tuntutan Oleh karena Usaha Perasuransian sebagai
dalam masyarakat dunia usaha yang membutuhkan lembaga pengakumulasi dana masyarakat dalam
efisiensi di dalam aktivitasnya, bahkan bentuk premi asuransi dan memberikan
menunjukkan gejala-gejala peningkatan sebagai perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai
dampak globalisasi dunia. jasa asuransi terhadap timbulnya kerugian karena
Perlindungan Konsumen (UU No. 40 Tahun suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup
2014) dan permasalahannya. Perlindungan atau meninggalnya seseorang, maka Perusahaan
Konsumen yang diatur dalam POJK. Bentuk asuransi berhak untuk memastikan adanya itikad
perlindungan hukum bagi konsumen adalah dengan baik Konsumen dan mendapatkan informasi
melindungi hak-hak konsumen. Walaupun sangat dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang
beragam, secara garis besar hak-hak konsumen akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan (Pasal
dapat dibagi dalam 3 (tiga) hak yang menjadi 3). Artinya Penanggung yang harus berhati-hati
prinsip dasar, yaitu: 3 Hak yang dimaksudkan untuk dalam menerima risiko calon Tertanggung yang
mencegah konsumen dari kerugian, baik kerugian dijaminnya, yang sangat berbeda dengan kontrak
personal, maupun kerugian harta kekayaan; Hak yang menerapkan asas itikad baik dalam jual-beli
untuk memperoleh barang dan/atau jasa dengan produk nyata (tangible product) yang
memberlakukan doktrin “caveat emptor” atau “let
the buyer be ware” artinya bahwa “pembelilah
3 Abdul Halim Barkatullah, (2010), Hak-hak Konsumen, yang harus berhati-hati” sebelum melakukan
Bandung: Nusamedia, Hal. 25 kutifan dari Ahmadi pembelian atas suatu barang dan jasa (Ketut
Miru, (2000), Disertasi “Prinsip-prinsip Perlindungan Sendra, 2009:5). Sedangkan dalam kontrak asuransi
Hukum Bagi Konsumen di Indonesia”, Surabaya: pemenuhan prinsip “itikad baik yang sempurna”
Pascasarjana Universitas Airlangga, Hal. 140.

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


8 Ketut Sendra

(Utmost Good Faith) oleh Konsumen asuransi dipasarkan dan ketentuan isi polis, termasuk
menjadi hal yang sangat material sesuai yang diatur mengenai hak dan kewajiban calon Tertanggung
pada Pasal 251 Kitab Undang-undang Hukum (Pasal 24 ayat 1, dan Pasal 27 ayat 4, PP No. 73
Dagang (KUHD)4. Artinya Konsumen Asuransi Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
wajib memberikan informasi dan/atau dokumen Perasuransian). Demikian juga Perusahaan dan/atau
yang diperlukan Perusahaan Asuransi, demikian perusahaan Pialang asuransi wajib menyampaikan
juga para pihak dalam mengadakan kontrak wajib informasi yang akurat, jelas, jujur, dan tidak
menerapkan prinsip itikad baik (Pasal 1338 ayat 3 menyesatkan mengenai produk asuransi kepada
Kitab Undang-undang Hukum Perdata)5. calon Pemegang Polis, Tertanggung, atau peserta
Pelaku Usaha Asuransi tidak dapat hanya dapat sebelum calon memutuskan untuk melakukan
memastikan bahwa informasi dan/atau dokumen penutupan asuransi dengannya, serta wajib
yang diberikan pada aplikasi asuransi (SPAJ/SPPA) menyelesaikan setiap keluhan terkait produk
yang ditandatangani oleh Konsumen sebagai asuransi yang diajukan oleh pihak Konsumennya
sumber informasi yang akurat, jujur, jelas dan tidak (Pasal 53, POJK No. 23/POJK.05/2015 tentang
menyesatkan, apalagi aplikasi tersebut dikondisikan Produk Asuransi dan Pemasaran Produk Asuransi).
dan/atau dicetak oleh pihak Pelaku Usaha. Oleh Artinya itikad baik Pelaku Usaha wajib ditegakkan
karena itu, Pelaku Usaha (Underwriter) sebelum (penawaran), saat (aplikasi diakseptasi
berkewajiban memastikan yaitu dengan memeriksa menjadi polis) dan sesudah perjanjian (after sales
kelengkapan dan kebenaran pengisian aplikasi, service). Jika itikad baik ini dilakukan dengan baik
melakukan rekonfirmasi kepada calon konsumen, oleh Pelaku Usaha, maka pertanggungan dan
meminta kepastian dan kejujuran pengisian aplikasi perlindungan terhadap konsumen dapat berjalan
tersebut. Artinya Jangalah melakukan underwriting efektif.
pada saat klaim asuransi terjadi. Oleh karena, Perlindungan Konsumen yang diatur dalam
lemahnya posisi tawar konsumen harus dilindungi UU Perasuransian. Perusahaan asuransi, syariah,
oleh hukum. Hal ini dikarenakan oleh salah satu reasuransi, reasuransi syariah wajib membentuk
sifat sekaligus tujuan hukum yaitu memberikan Dana Jaminan dalam bentuk dan jumlah yang
perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat ditetapkan oleh OJK, dan besarannya wajib
(Shidarta, (2004:112). Perlindungan hukum kepada disesuaikan jumlahnya dengan perkembangan
masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam usaha, dengan ketentuan tidak kurang dari yang
bentuk kepastian hukum yang menjadi hak dipersyaratkan pada sejak awal pendirian, dan
konsumen (Edmon Makarim, 2003:242). dilarang digunakan atau diagunkan atau dibebani
Jika para pihak dapat melaksanakan perjanjian dengan hak apapun, serta hanya dapat diindahkan
atau kontrak asuransi dengan penuh itikad baik, atau dicairkan setelah mendapat persetujuan OJK.
maka perjanjian berjalan sesuai dengan tujuan. Perihal Dana Jaminan akan diatur lebih lanjut
Artinya Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib dalam POJK (Pasal 20).
menyediakan dan/atau menyampaikan informasi Pendistribusian produk asuransi pada
mengenai produk dan/atau layanan yang akurat, umumnya dilakukan oleh Agen Asuransi selain
jujur, jelas, dan tidak menyesatkan (Pasal 4 ayat 1, melalui distribusi lainnya. Oleh karena itu, UU
POJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Perasuransian (UU No. 40 Tahun 2014) dalam
Konsumen Sektor Jasa Keuangan). Demikian juga Perlindungan Konsumennya mengatur lebih banyak
bahwa Pialang atau Agen Asuransi dalam tentang kewajibannya, yaitu bahwa “Agen
menjalankan kegiatannya harus memberikan Asuransi, pialang Asuransi, Pialang Reasuransi,
keterangan yang benar dan jelas kepada calon dan Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan
tertanggung tentang program Asuransi yang segenap keahlian, perhatian, dan kecermatan dalam
melayani atau bertransaksi dengan Pemegang Polis,
Tertanggung, atau Peserta; wajib memberikan
4 Pasal 251 KUHD, mengatur bahwa: “Setiap informasi yang benar, tidak palsu, dan/atau tidak
keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung,
setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui atau Peserta mengenai risiko, manfaat, kewajiban
oleh si tertanggung, betapapun itikad baik ada dan pembebanan biaya terkait dengan produk
padanya, yang demikian sifatnya, sehingga, asuransi atau produk asuransi syariah yang
seandainya si penanggung telah mengetahui ditawarkan; dan Perusahaan Asuransi, asuransi
keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan syariah, perusahaan reasuransi, reasuransi syariah,
ditutup atau tidak ditutup dengan syarat-syarat yang perusahaan pialang asuransi, dan pialang
sama, mengakibatkan batalnya pertanggungan”. reasuransi, wajib menangani klaim dan keluhan
5 Pasal 1338 (3) KUHPerdata mengatur bahwa melalui proses yang cepat, sederhana, mudah
“persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan diakses, dan adil; serta Perusahaan Asuransi,
itikad baik”. asuransi syariah, perusahaan reasuransi, reasuransi

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


Kecurangan dan Perlindungan Konsumen Asuransi 9

syariah dilarang melakukan tindakan yang dapat Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan
memperlambat penyelesaian atau pembayaran Asuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
klaim atau tidak melakukan tindakan yang Perlu segera aturan yang mengatur tentang
seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan penjaminan polis atau Lembaga Penjamin Polis
keterlambatan penyelesaian atau pembayaran klaim Asuransi (LPPA), sehingga Konsumen memiliki
(Pasal 31). perlindungan yang cukup atas polis-polis yang
Perusahaan Asuransi, asuransi syariah, dan dibelinya, jika perusahaan asuransinya atau
perusahaan pialang asuransi wajib menerapkan penanggungnya dicabut izin usahanya atau
kebijakan anti pencucian uang dan pencegahan dilikuidasi, seperti Lembaga Penjaminan Simpanan
pendanaan terorisme; dan wajib mendapatkan (LPS) yang sudah berjalan pada jasa keuangan
informasi yang cukup mengenai Calon Pemegang perbankan, atau ruang lingkup LPS dapat
Polis, Tertanggung, Peserta atau pihak lain yang dikembangkan menjadi penjamin polis atau premi
terkait dengan penutupan asuransi atau asuransi asuransi dan penjamin pada jasa keuangan lainnya.
syariah untuk dapat menerapkan kebijakan anti Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
pencucian uang dan pencegahan pendanaan Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan
terorisme; serta Ketentuan lebih lanjut mengenai Reasuransi Syariah wajib menjadi anggota lembaga
menerapkan kebijakan anti pencucian uang dan mediasi yang berfungsi melakukan penyelesaian
pencegahan pendanaan terorisme bagi Perusahaan sengketa antara Perusahaan Asuransi, asuransi
Asuransi, asuransi syariah, dan perusahaan pialang syariah, perusahaan reasuransi, reasuransi syariah
asuransi diatur dalam POJK (Pasal 32)”. dan Pemegang Polis, Tertanggung, Peserta, atau
Butir 2 dan butir 3 di atas, mengatur mengenai pihak lain yang berhak memperoleh manfaat
bentuk perlindungan konsumen asuransinya yaitu asuransi (Pasal 54)
dengan menerapkan itikad baiknya yang sempurna Setiap orang yang dengan sengaja tidak
dalam memasarkan produknya sampai dengan memberikan informasi atau memberikan informasi
penyelesaian atau pembayaran klaim asuransi. yang tidak benar, palsu, dan/atau menyesatkan
Permasalahannya adalah apakah agen asuransi kepada Pemegang Polis, Tertanggung, atau peserta
mampu menjalankan fungsinya sebagai pemasar dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) dipidana dengan
atau penjual yang benar, padahal agen dibebankan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
pada pencapaian target. Demikian juga apakah pidana denda paling banyak lima milyar rupiah
bagian Underwriting telah menjalankan proses (Pasal 75).
underwrite dan seleksi risiko dengan efektif tanpa Setiap orang yang menggelapkan premi atau
tekanan adanya tekanan pihak marketing, serta kontribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
professional bagian claim assessment dalam ayat 5 (Agen asuransi dilarang menggelapkan
menentukan keputusannya. Artinya ada peran premi atau kontribusi) dan Pasal 29 ayat 4
survey dan investigator klaim, serta peran provider (perusahaan pialang asuransi dan perusahaan
Pelayanan Kesehatan, Bengkel, Ajuster dan pihak pialang reasuransi dilarang menggelapkan premi
ketiga lainnya. atau kontribusi) dipidana dengan pidana penjara
Perusahaan asuransi dan Perusahaan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling
Asuransi Syariah wajib menjadi peserta program banyak lima milyar rupiah (Pasal 76).
penjaminan polis, dan penyelenggaraan program ini Butir 6 dan butir 7 diatas, merupakan bentuk
akan diatur lebih lanjut melalui Undang-undang ketentuan yang mengatur tentang perlindungan
(Pasal 53). Butir 1 dan butir 4, mengatur bahwa Konsumen Asuransi, jika suatu perbuatan yang
perusahan perasuransian diwajibkan menjadi dilakukan oleh orang-orang yang menjadi
peserta program penjaminan polis, sebagai bentuk bagiannya (agen asuransinya, karyawannya dan
perlindungan konsumen asuransi, jika dikemudian pihak-pihak yang menjadi bagiannya, atau orang
hari perusahaan asuransi tidak mampu memenuhi yang berada pada lembaga penunjang diluar
kewajibannya untuk menyelesaikan atau perusahaan asuransi sebagai distribusi produk
membayarkan manfaat kepada konsumennya. asuransi dapat dikenakan sanksi pidana, apabila
Untuk tahap awalnya regulator telah menerbitkan perbuatannya dapat diklasifikasikan sebagai
POJK sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 ayat perbuatan yang melanggar ketentuan pasal tersebut.
(1)6, POJK No. 28/POJK.05/2015 tentang Permasalahannya bagaimana jika Konsumen tidak
Pembubaran, Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan dapat membuktikan bahwa Agen asuransi telah
dengan sengaja melakukan tindakan untuk tidak
memberikan informasi yang tidak benar, palsu,
6 Pasal 24 ayat (1) mengatur bahwa: “Hak Pemegang dan/atau menyesatkan, misalnya: calon
Polis, Tertanggung, atau Peserta atas pembagian konsumennya hanya diminta tandatangan pada
harta kekayaan Perusahaan dalam Likuidasi kolom yang disediakan pada SPAJ/SPPA, Tidak
mempunyai kedudukan yang paling tinggi daripada dijelaskannya produk yang dibelinya dengan benar
hak pihak lain”.

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


10 Ketut Sendra

artinya kurang memahami hal-hal yang dijamin pihak tidak jelas, maka penafsiran yang berlawanan
polis dan/atau yang dikecualikan, dan lain-lain. dengan pihak tersebut harus didahulukan (Abdul
Ada beberapa kewajiban lain yang wajib Halim Barkatullah, 2010:68-71).
dilakukan oleh Pelaku Usaha, antara lain: Pasal ini memiliki korelasi dengan ketentuan
Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib yang diatur atau dipersyaratkan pada SPAJ atau
menyampaikan informasi kepada Konsumen SPPA (aplikasi asuransi), artinya aplikasi asuransi
tentang penerimaan, penundaan atau penolakan tersebut menjadi dasar dari pertanggungan, jika
permohonan produk dan/atau layanan; demikian Konsumen salah dan/atau tanpa sengaja melakukan
juga wajib menyampaikan alasan penundaan atau kesalahan dalam mengisi dan atau memberikan
penolakan kecuali diatur lain oleh peraturan keterangan pada aplikasi tersebut yang dapat
perundang-undangan (Pasal 6, POJK No. dilakukan karena kekurangpahaman dalam mengisi
1/POJK.07/2013). dan/atau karena atas petunjuk yang salah dilakukan
Artinya Pelaku Usaha wajib menyampaikan oleh perantara/agen dari Pelaku Usaha karena
informasi kepada konsumen perihal aplikasi dengan tujuan untuk mencapai target penjualan
dan/atau premi asuransi sudah diterima, informasi dapat menyebabkan memposisikan Konsumen
tentang adanya “addendum polis” berikut asuransi pada posisi yang sangat lemah.
alasannya, penerimaan dokumen klaim berikut Pada umumnya calon Konsumen tidak pernah
alasannya penundaan keputusannya, informasi menyadari dan tidak pernah mengetahui bahwa
persetujuan pembayaran klaim berikut alasannya terdapat ketentuan yang dapat menghilangkan
dan/atau penolakan berikut alasannya, serta sebagai dan/atau membatasi hak-hak Konsumen, yaitu pada
wujud pelayanan, Pelaku Usaha dapat memberikan aplikasi asuransi pada bagian “Kuasa dan
akses dan/atau memberikan informasi kepada Pernyataan Pemegang Polis/Tertanggung” 8. Pada
Konsumen jika membutuhkan penjelasan lebih Pasal 11, POJK No. 1/POJK.07/2013 mengatur
lanjut dan/atau pengaduan untuk dapat bahwa: sebelum Konsumen menandatangani
menyelesaikan sengketanya (Pasal 5 dan prinsip dokumen dan/atau perjanjian produk dan/atau
dasar diberlakukannya perlindungan konsumen layanan, Pelaku Usaha wajib menyampaikan
sesuai yang diatur Pasal 2 Peraturan ini). dokumen yang berisi syarat dan ketentuan produk
Pelaku Usaha wajib menggunakan istilah, frasa, dan/atau layanan kepada Konsumen, yang memuat
dan/atau kalimat yang sederhanadalam Bahasa rincian biaya, manfaat, dan risiko, serta prosedur
Indonesia yang mudah dimengerti oleh Konsumen pelayanan dan penyelesaian pengaduan di Pelaku
dalam setiap dokumen yang: memuat hak dan Usaha.
kewajiban Konsumen; dapat digunakan Konsumen Demikian juga Pelaku Usaha wajib menyusun
untuk mengambil keputusan; dan memuat dan menyediakan ringkasan informasi produk
persyaratan dan dapat mengikat Konsumen secara dan/atau layanan yang dibuatkan secara tertulis
hukum (Pasal 7, POJK No. 1/POJK.07/2013). (Pasal 8); dan Pelaku Usaha wajib untuk
Jika dalam kontrak asuransi terdapat ketentuan memberikan pemahaman kepada Konsumen
yang memberikan multi tafsir, maka penafsiran mengenai hak dan kewajibannya (Pasal 9); serta
yang dilakukan oleh tertanggung dalam kontrak- Pelaku Usaha wajib memberikan informasi
kontrak baku akan menjadi rujukan, sesuai asas mengenai biaya yang harus ditanggung konsumen
penafsiran isi kontrak yang berlawanan atau contra (Pasal 10).
proferentem (Abdul Halim Barkatullah, 2010:68- Konsumen berhak memutuskan atau tidak
71), yang telah diatur dalam hukum positif. Asas menyetujui adanya perubahan terhadap persyaratan
contra proferentem atau asas penafsiran isi produk dan/atau layanan tanpa dikenakan ganti rugi
perjanjian yang berlawanan ini diatur pada Bagian apapaun. Informasi tersebut wajib diberitahukan
ke empat, mulai Pasal 1342 KUH Perdata sampai kepada Konsumen paling lambat 30 (tiga puluh)
dengan Pasal 1351 KUH Perdata, yang mengatur hari kerja sebelum berlakunya perubahan manfaat,
tentang penafsiran suatu perjanjian. Pada Pasal biaya, risiko, syarat dan ketentuan atas produk
1349 KUH Perdata mengatur tentang adanya
keragu-raguan7. Asas penafsiran isi kontrak yang
berlawanan (contra proferentem) dalam penafsiran 8 Ada beberapa Pelaku Usaha Asuransi yang
kontrak baku diatur dalam hukum positif. Artinya mencantumkan ketentuan kuasa dan pernyataan
jika syarat kontrak yang diajukan oleh salah satu konsumen, seperti: “Saya sebagai Calon Pemegang
Polis/Tertanggung telah mendapatkan penjelasan
dari agen Pelaku Usaha dengan jelas, jujur dan
7 Pasal 1349 KUH Perdata, mengatur bahwa: ”Jika ada akurat, serta dengan ini saya menyatakan bahwa
keragu-raguan, maka suatu perjanjian harus saya telah membaca dan mengisi sendiri aplikasi
ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta asuransi dengan benar, jujur dan akurat, jika
diperjanjikannya sesuatu hal, dan untuk keuntungan dikemudian hari…………”.
orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu” .

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


Kecurangan dan Perlindungan Konsumen Asuransi 11

dan/atau layanan Pelaku Usaha (Pasal 12 ayat (2), dicetak dengan huruf tebal atau miring sehingga
POJK No. 1/POJK.07/2013). dapat dengan mudah diketahui adanya
Mewajibkan Pelaku Usaha dapat memenuhi pengecualian atau pembatasan penyebab risiko atau
keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam adanya pengurangan, pembatasan, atau pembebasan
pembuatan perjanjian dengan Konsumen. Artinya kewajiban perusahaan (Pasal 19).
Pelaku Usaha dilarang menggunakan strategi Mengharuskan setiap polis asuransi yang
pemasaran produk dan/atau layanan yang diterbitkan dan dipasarkan di wilayah hukum
merugikan Konsumen dengan memanfaatkan Indonesia dibuat dalam bahasa Indonesia, dan
kondisi Konsumen yang tidak memiliki pilihan lain dalam hal diperlukan dapat diterbitkan dalam
dalam mengambil keputusan (Pasal 17) seperti: bahasa asing atau bahasa daerah berdampingan
pembelian polis asuransi untuk menjamin dengan bahasa Indonesia (Pasal 20).
kepentingan Pelaku Usaha Perbankan dalam kredit Mengharuskan polis asuransi dalam bentuk
perumahan; pembelian polis asuransi kendaraan digital/elektronik (kecuali hardcopy) memperoleh
dan/atau personal accidental untuk menjamin persetujuan Pemegang Polis, Tertanggung, atau
kepentingan Pelaku UsahaPembiayaan, dan lain Peserta (Pasal 21).
sebagainya. Dilarang melakukan penawaran produk Mewajibkan perusahaan asuransi dalam
dan/atau layanan kepada Konsumen dan/atau memasarkan produk asuransi kumpulan
masyarakat melalui sarana komunikasi pribadi menerbitkan bukti kepesertaan bagi masing-masing
(email, short message system (sms), dan voice mail) Tertanggung/peserta asuransi (Pasal 22).
tanpa persetujuan Konsumen (Pasal 21, POJK No. Pelaku Usaha Perasuransian, sebagai
1/POJK.07/2013) pengakumulasi dana masyarakat dalam bentuk
Adanya kewajiban dan larangan lainnya yang premi asuransi, wajib menyelenggarakan usahanya
wajib dilaksanakan Pelaku Usaha Jasa Keuangan memenuhi tata kelola perusahan yang baik (POJK
Asuransi yang diatur pada POJK No. No. 2/POJK.05/2014) dengan upaya untuk
23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi dan meningkatkan kualitas dan memperkuat industri
Pemasaran Produk Asuransi, yaitu: perasuransian nasional. Demikian juga dalam
Dilarang mencantumkan suatu ketentuan di rangka mewujudkan sektor jasa keuangan non-bank
polis asuransi yang dapat ditafsirkan: bahwa yang sehat dan akuntabel, diperlukan sistem
Pemegang Polis, Tertanggung, atau peserta tidak pengawasan yang efektif oleh OJK, maka untuk
dapat melakukan upaya hukum sehingga Pemegang mewujudkan sistem pengawasan yang efektif
Polis, Tertanggung, atau peserta harus menerima diperlukan beberapa persyarat instrumen penilaian
penolakan pembayaran klaim; dan/atau sebagai tingkat risiko bagi lembaga jasa keuangan (LJK)
pembatasan upaya hokum bagi para pihak dalam non-bank guna menentukan prioritas dan intensitas
hal terjadi perselisihan mengenai ketentuan polis pengawasan, oleh karena itu, perlu melakukan
asuransi (Pasal 17). penilain tingkat risiko perusahaan sebagai bagian
Mengharuskan polis asuransi yang mengatur dari manajemen risiko (POJK No.
mengenai penyelesaian perselisihan memuat 10/POJK.05/2014 tentang Penilaian Tingkat Risiko
penyelesaian sengketa yaitu diluar pengadilan dan LJK Non-Bank). Demikian juga bagi perusahaan
melalui pengadilan, dan mengharuskan atas konglomerasi wajib melaksanakan Penerapan
perjanjian asuransi yang dilakukan di luar Manajemen Risiko Terintegrasi bagi Konglomerasi
pengadilan, memberikan pilihan alternative Keuangan (POJK No. 17/POJK.03/2014) dan
sengketa yaitu melalui lembaga alternatif termasuk didalam yaitu Penerapan Tata Kelola
penyelesaian sengketa (LAPS) sebagaimana diatur Terintegrasi bagi Konglomerasi Keuangan (POJK
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan No. 18/POJK.03/2014).
mengenai LAPS di sektor jasa keuangan, serta tidak
boleh membatasi pilihan pengadian hanya pada PENUTUP
pengadilan negeri di tempat kedudukan perusahaan
(Pasal 18). KESIMPULAN
Mengharuskan polis asuransi ditulis dengan Perusahaan asuransi adalah salah satu perusahan
jelas sehingga dapat dibaca dengan mudah dan jasa keuangan pengakumulasi dana masyarakat
dimengerti oleh Pemegang Polis, Tertanggung, atau yang diperoleh atau didapatkan dari premi yang
Peserta, dan mengharuskan apabila terdapat dibayarkan konsumennya, oleh karena itu
perumusan yang dapat ditafsirkan sebagai: perusahaan asuransi dalam menyelenggarakan
pengecualian atau pembatasan penyebab risiko usahanya wajib memenuhi ketentuan Tata Kelola
yang ditutup berdasarkan polis asuransi yang Perusahaan yang baik bagi Perusahaan
bersangkutan, dan/atau; pengurangan, pembatasan, Perasuransian (good corporate governance) sesuai
atau pembebasan kewajiban perusahaan, maka POJK No. 2 POJK.05/ 2014, dan dapat
bagian perumusan dimaksud harus ditulis atau memberikan perlindungan terhadap konsumennya
(POJK No. 1/POJK.07/2013). Oleh karena itu,

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


12 Ketut Sendra

hadirnya OJK (UU No. 21 Tahun 2011, tanggal 22- DAFTAR PUSTAKA
11-2011) dan peraturan pelaksanaannya dapat Abdul Halim Barkatullah, (2010), Hak-hak
benar-benar memiliki fungsi, tugas, dan wewenang Konsumen, Bandung: Nusa Media.
pengaturan dan pengawasan secara terpadu, Balaji, L. (2002), “Insurers tackle fraud with
independen, dan akuntabel. Demikian juga dengan technology”, Risk Management, Vol. 49,
hadirnya UU No. 40 Tahun 2014 (tanggal 17 No. 10 (October).
Oktober 2014) tentang Perasuransian diharapkan Cohen, L. and Felson, M. (1979), “Social change
agar industri perasuransian dapat berkembang and crime rate trends: A routine activity
secara sehat, dapat diandalkan, amanah, dan approach”, American Sociological Review,
kompetitif akan meningkatkan perlindungan bagi Vol. 44, No. 4.
Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta, serta Dornstein, K. (1996), Accidentally, on Purpose:
mendorong Pembangunan Nasional. Oleh The Making of a Personal Injury
karenanya, peraturan pelaksanaannya agar segera Underworld in America. New York: St.
dilengkapi dan harus terpenuhi dalam kurun waktu Martin’s Press.
2,5 tahun terhitung UU ini diundangkan, dengan Edmon Makarim, (2003), Kompilasi Hukum
tujuan agar perlindungan terhadap konsumennya Telematika, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
sebagai pengguna produk dan/atau layanannya, Jones, Harriett E. & Dani L. Long, (1999),
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan Principles of Insurance: Life, Health, and
akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem Annuities, Atlanta Georgia: LOMA.
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan Ketut Sendra, (2009), Klaim Asuransi GAMPANG,
stabil, serta mampu melindungi kepentingan Jakarta: Badan Mediasi Asuransi Indonesia
konsumen dan masyarakat. (BMAI) dan PPM.
Sebagai bentuk dan usaha atau layanan Pelaku Ketut Sendra, Kornelius Sianjuntak & Frans
usaha terhadap konsumennya, mengharuskan Lamury, (2016), Badan Mediasi dan
Pelaku Usaha dapat meningkatkan peran unit kerja Arbitrase Asuransi Indonesia, 10 Tahun
(Internal Dispute Resolution) dan/atau fungsi untuk Berkiprah dan Tantangannya ke Depan,
menangani dan menyelesaikan pengaduan yang Jakarta: LP3I STIMRA-LPAI & BMAI.
diajukan konsumennya sesuai yang diatur Pasal 36 Kurland, O.M. (1992), “Combating insurance
ayat (1), POJK No. 1/POJK.07/2013, sehingga fraud”, Risk Management, Vol. 39, No. 7
pelayanan terhadap konsumennya dapat (July).
ditingkatkan, dan berusaha untuk menghindarkan Mariam Darus Badrulzaman, (1995), Aneka
dari praktek atau kecurangan (fraud) dalam Hukum Bisnis, Bandung: Alumni.
Asuransi. Jika sengketa asuransipun tidak dapat O’Rourke, M. (2003), “Tolerating insurance fraud”,
dihindari agar Pelaku Usaha Perasuransian dapat Risk Management, Vol. 50, No. 11
memberikan alternatif penyelesaian melalui Badan (November).
Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI), R.Subekti, (1976), Aspek-aspek Hukum Perikatan
sehingga konsumen asuransi terus mendapatkan Nasional, Bandung: Alumni.
pelayanan yang berkesinambungan. R.Subekti, & R. Tjitrosudibio, (1999), Kitab
Bahwa tujuan perusahaan akan tercapai jika Undang-undang Hukum Perdata, Edisi
perusahaan dikelola dengan baik dan sesuai dengan Revisi, Jakarta: Pradnya Paramita.
harapan yang ditetapkannya. Oleh karena itu, R. Subekti, & R. Tjitrosudibio, (1999), Kitab
membangun perusahaan yang berkinerja baik dan Undang-undang Hukum Dagang dan
memenangkan persaingan adalah perusahaan yang Undang-undang Kepailitan, Jakarta:
berfokus pada kepuasan dan membangun loyalitas Pradnya Paramita.
konsumennya. Bagaimana dapat membangun Shidarta, (2004), Hukum Perlindungan Konsumen
kepuasan dan layolitas konsumen, salah satunya Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta: Grasindo.
perhatikan dan fokus terhadap perlindungan Sri Redjeki Hartono, (2001), Hukum Asuransi dan
konsumennya sebagai pengguna produk dan/atau Perusahaan Asuransi, Cetakan kedua,
layanannya. Berdasarkan data BMAI (2006–2015) Jakarta: Sinar Grafika.
menunjukkan bahwa tingginya angka (61,6%) Sutan Remy Sjahdeni, (2009), Kebebasan
Termohon untuk meninjau kembali keputusannya Berkontrak dan Perlindungan Yang
dan atau memutuskan untuk membayar klaim Seimbang Bagi Para Pihak Dalam
asuransi kepada Pemohon, menunjukkan bahwa Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia,
kurang profesionalnya pejabat yang memiliki Jakarta: Grafiti.
kewenangan memutuskan untuk menolak dan atau Viaene, S. & Dedene, G. (2004), “Insurance fraud:
membayar klaim asuransi, sehingga unsur adanya Issues and challenges”, The Geneva
kecurangan lebih banyak dilakukan oleh pihak Papers on Risk and Insurance, Vol. 29, No. 2
Termohon. (April).

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1


Kecurangan dan Perlindungan Konsumen Asuransi 13

Peraturan Perundang-undangan: Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.


18/POJK.03/2014 tentang Penerapan Tata
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Kelola Terintegrasi bagi Konglomerasi
Amandemen Dengan Penjelasannya, Keuangan. LN RI Tahun 2014, No. 349.
Jakarta: Kawan Pustaka, 2009. Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No. 23/POJK.05/2015 tentang Produk Asuransi
21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa dan Pemasaran Produk Asuransi. LN RI
Keungan, LN RI Tahun 2011, No. 111. Tahun 2015, No. 287.
Tambahan LN RI No. 5253. Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No. 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran,
40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, LN Likuidasi, dan Kepailitan Perusahaan
RI Tahun 2007, No. 106. Tambahan LN RI Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
No. 4756. Perusahaan Asuransi, dan Perusahaan
Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No: Reasuransi Syariah. LN RI Tahun 2015,
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan No. 294.
Konsumen, LN RI No. 42 Tahun 1999,
Tambahan LN No. 3821.
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang perubahan
Pertama Peraturan Pemerintah No. 73
Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian, PP No. 63 Tahun
1999, LN RI No. 118 Tahun 1999,
Tambahan LN No. 3861.
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang perubahan
Kedua Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun
1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian, PP No. 39 Tahun 2008, LN
RI No. 79 Tahun 2008, Tambahan LN No.
4856.
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang perubahan
Ketiga Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun
1992 tentang Penyelenggaraan Usaha
Perasuransian, PP No. 81 Tahun 2008, LN
RI No. 212 Tahun 2008, Tambahan LN No.
4954.
Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan. LN RI
Tahun 2013, No. 118.
Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
1/POJK.07/2014 tentang Lembaga
Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di
Sektor Jasa Keuangan. LN RI Tahun 2014,
No. 12.
Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
2/POJK.05/2014, tentang Tata Kelola
Perusahaan yang baik bagi Perusahaan
Perasuransian. LN RI Tahun 2014, No. 71.
Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
10/POJK.05/2014 tentang Penilaian
Tingkat Risiko LJK Non-Bank. LN RI
Tahun 2014, No. 197.
Indonesia, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.
17/POJK.03/2014 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Terintegrasi bagi
Konglomerasi Keuangan. LN RI Tahun
2014, No. 348.

Jurnal Vokasi Indonesia. Jan-Jun 2017 | Vol.5 | No.1

Anda mungkin juga menyukai