Anda di halaman 1dari 11

BAB VI

NOTES SEBAGAI ALAT PENILAIAN


HASIL DAN PROSES BELAJAR –MENGAJAR

Hasil belajar dan proses belajar tidak hanya dinilai menggunakan tes, baik melalui bentuk
tes uraian maupun tes objektif, tetapi juga dapat dinilai menggunakan alat-alat nontes atau
bukan tes. Alat-alat bukan tes yang sering digunakan yakni:kuesioner dan wawancara, skala
(skala penilaian, skala sikap, skala minat), observasi atau pengamatan, studi kasus, dan
sosiometri.
Kelebihan nontes dari tes adalah sifatnya lebih komprehensif, artinya dapat digunakan
untuk menilai aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotoris. Berikut akan
dijelaskan alat-alat non-tes tersebut:
1. Wawancara dan Kuesioner
 Wawancara dan kuesioner sebagai alat penillaian digunakan untuk mengetahui pendapat,
aspirasi, harapan, prestasi, keinginan, keyakinan, sebagai hasil belajar siswa. Cara yang
dilakukan ialah dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa dengan beberapa cara.
a. Wawancara
     Sebagai alat penilaian, wawancara dapat digunakan untuk menilai hasil dan
proses belajar. Kelebihan wawancara ialah bisa kontak langsung dengan siswa
sehingga dapat mengungkapkan jawaban secara lebih bebas dan mendalam. Lebih
dari itu, hubungan dapat dibina lebih baik sehingga siswa bebas mengemukakan
pendapatnya. Wawancara bisa direkam sehiungga jawaban siswa bisa dicatat secara
lengkap. Melalui wawancara, data bisa diperoleh dalam bentuk kualitatif dan
kuantitatif.
Ada dua jenis wawancara, yakni wawancara berstruktur dan wawancara bebas
(tak berstukrtur). Dalam wawancara berstruktur kemungkinan jawaban telah
disiapkan sehingga siswa tinggal memilih altenatif jawaban yang telah disiapkan..
Keuntungannya ialah mudah diolah dan dianalisis untuk dibuat kesimpulan.
Sedangkan pada wawancara bebas, jawaban tidak perlu disiapkan sehingga siswa
bebas mengemukakan pendapatnya. Keuntungannya ialah informasi lebih padat dan
lengkap sekalipun kita harus bekerja keras dalam menganalisisnya sebab jawabannya
bisa beraneka ragam.
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam melaksanakan wawancara, yakni:
1) Tahap awal pelaksanaan wawancara
2) Penggunaan pertanyaan
3) Pencatatan hasil wawancara
Tahap awal wawancara bertujuan untuk mengkondisikan situasi wawancara.
Setelah kondisi awal cukup baik, barulah diajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai
dengan tujuan wawancara. Pertanyaan diajukan secara bertahap dan sistematis
berdasarkan rambu-rambu atau kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya. Tahap
terakhir adalah mencatat hasil wawancara. Hasil wawancara sebaiknya dicatat saat
itu juga supaya tidak lupa.
Sedangkan pada wawancara terbuka kita perlu mencatat pokok-pokok isi jawaban
siswa pada lembaran tersendiri. Yang dicatat adalah jawaban apa adanya dari siswa,
jangan tafsiran pewawancara atau ditambah dan dikurangi.
Mempersiapkan wawancara
Sebelum melaksanakan wawancara perlu dirancang pedoman wawancara.
Pedoman ini disusun dengan menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
1) Tentukan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara.
2) Berdasarkan tujuan di atas tentukan aspek-aspek yang akan diungkap dari wawancara
tersebut.
3) Tentukan bentuk pertanyaan yang akan digunakan, yakni bentuk berstruktur ataukah
bentuk terbuka.
4) Buatlah pertanyaan wawancara sesuai dengan analisis butir (c) di atas, yakni
membuat pertanyaan yang berstruktur atau yang bebas.
5) Ada baiknya apabila dibuat pula pedoman mengolah dan menafsirkan hasil
wawancara, baik pedoman untuk wawancara berstruktur maupun untuk wawancara
bebas.
b. Kuesioner
Kelebihan kuesioner dari wawancara adalah lebih praktis, hemat waktu, tenaga,
dan biaya. Kelemahannya adalah jawaban sering tidak objektif, lebih-lebih jika
pertanyaan kurang jelas dan tegas. Kuesioner dibagi menjadi 2 macam yaitu:
kuesioner terbuka dan kuesioner berstruktur.
Alternatif jawaban yang ada didalam kuesioner bisa ditransfortasikan dalam
bentuk simbol kualitatif agar menghasilkan data interval. Caranya adalah dengan
memberi score terhadap setiap jawaban berdasarkan kriteria tertentu.
     Pentujuk yang lebih teknis daalm membuat kuesioner adalah sebagai berikut:
1) Mulai dengan pengantar yang isinya permohonan mengisi kuesioner sambil
dijelaskan maksud dan tujuannya
2) .Jelaskan petunjuk dan cara mengisi kuesioner supaya tidak salah. Kalau perlu
diberi contoh.
3) Mulai dengan pertanyaan untuk mengungkapkan identitas responden.
4) Isi pertanyaan sebaiknya dibuat beberapa kategori sesuai dengan variabel yang
diungkapkan sehingga mudah untuk mengolahnya.
5) Rumusan pertanyaan dibuat singkat, tapi jelas sehingga tidak menimbulkan
kebinggungan dan multi tafsir.
6) Hubungan antara pertanyaan yang satu dengan pertanyaan yang lain harus tampak
logiknya dalam satu rangkaian yang sistematis.
7) Usahakan agar jawaban, kalimat, atau rumusan tidak lebih panjang dari
pertanyaan.
8) Kuesioner yang panjang akan melelahkan responden dan membuat pengisian
tidak objektif.
9) Ada baiknya kuesioner diakhiri dengan tandatangan dari sipengisi untuk
menjamin keabsahannya.
Tujuan penggunaan kuesioner dalam kegiatan pengajaran adalah:
1) Untuk memperoleh data mengenai latar belakang sebagai bahan dalam
menganalisis tingkah laku siswa dan hasil serta proses belajarnya.
2) Untuk mmemperoleh data megenai hasil belajar yang dicapainya dan proses
belajar yang ditempuhnya.
3) Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menyusun kurikulum dan program
belajar mengajar.
2. Skala
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat dan perhatian, dll, yang disusun
dalam bentu pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan
nilai sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
a. Skala Penilaian
Skala penilaian mengukur penampilan atau perilaku orang lain oleh seseorang melalui
pernyataan perilaku indivdu pada suatu titik kontinuum atau sutu kategori yang bermakna
nilai. Titik atau kategori diberi nilai rentangan mulai dari yang tertinggi sampai yang
terendah. Rentangan ini bisa dalam bentuk huruf (A, B, C, D), atau angka (4, 3, 2, 1).
Sedangkan rentangan kategori bisa tinggi, sedang, rendah, atau baik, sedang, kurang.
Hal yang penting diperhatikan dalam skala penilaian adalah kriteria skala nilai, yakni
penjelasan operasional untuk setiap jawaban (A, B,C, D). Adanya kriteria yang jelas
untuk setiap alternatif jawaban akan mempermudah pemberian penilaian dan terhindar
dari subjektivitas penilai
Skala nilai di atas bisa juga menggunakan kategori baik, sedang, dan kurang atau
dengan angka 4, 3, 2, 1 bergantung pada keinginan penilai.
Dalam skala kategori, penilai bisa membuat rentangan yang lebih rinci misalnya baik
sekali, baik, sedang, kurang, dan kurang sekali. Ada satu model penilaian skala lain yaitu
skala penilaian komparatif. Dalam skala ini penilai diminta melakukan penilaian dengan
cara membandingkan subjek yang dinilai dengan posisi orang lain yang sejenis dengan
ukuran bandingan.
Seperti halnya instrumen yang lain, penyusunan skala penilaian hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Tentukan tujuan yang akan dicapai dari skala penilaian ini sehingga jelas apa yang
seharusnya dinilai.
2) Berdasarkan tujuan tersebut, tentukan aspek atau variabel yang akan diungkap
melalui instrumen ini.
3) Tetapkan bentuk rentangan nilai yang akan digunakan.
4) Buatlah item-item pernyataan yang akan dinilai dalam kalimat yang singkat tetapi
bermakna secara logis dan sistematis.
5) Ada baiknya menetapkan pedoman mengolah dan menafsirkan hasil yang diperoleh
dari penilaian ini.
Skala penilaian dalam pelaksanaannya dapat digunakan oleh dua orang penilai atau
lebih dalam menilai subjek yang sama. Maksudnya agar diperoleh hasil penilaian yang
objektif mengenai perilaku subjek yang dinilai.
b. Skala Sikap
Skala sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Hasilnya berupa kategori sikap yakni mendukung, menolak, dan netral.
Ada tiga komponen sikap, yaitu:
1) Kognisi. Berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek atau stimulus
yang dihadapinya.
2) Afeksi. Berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut.
3) Konasi. Berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden,
apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan nilai tertentu. Salah
satu skala sikap yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert,
pernyataan-pernyataan yang diajukan, dinilai oleh subjek dengan sangat setuju, setuju,
tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju. Skor yang diberikan terhadap
pilihan tersebut bergantung pada penilai asal penggunaannya konsisten.
3. Observasi
 Observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur
tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik
dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Dengan kata lain, observasi
dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku siswa pada
waktu belajar, tingkah laku guru pada waktu mengajar, kegiatan diskusi siswa, partisipasi
siswa dalam simulasi, dan penggunaan alat peraga pada waktu mengajar.
 Observasi harus dilakukan saat proses kegiatan berlangsung. Pengamat harus terlebih
dahulu menetapkan asprk-aspek tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat
pedoman agar memudahkan dalam pengisian observasi.
Ada tiga jenis observasi, yakni observasi langsung, observasi dengan alat (tidak
langsung), dan observasi partisipasi. Observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan
terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati
oleh pengamat. Sedangkan observasi tidak langsung dilaksanakan dengan menggunakan alat
seperti mikroskop untuk mengamati bakteri, suryakanta untuk melihat pori-pori kulit.
Observasi partisipasi berarti bahwa pengamat harus melibatkan diri atau ikut serta dalam
kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati.
Kelemahan yang sering terjadi dalam observasi ada pada pengamat itu sendiri. Cara
mengatasinya ialah dengan melakukan observasi oleh dua orang atau lebih secara terpisah
terhadap satu individu yang diamati. Hasilnya dibandingkan dan dicocokkan untuk
menentukan hasil akhir pengamatan dari semua pengamat.
 Langkah yang ditempuh dalam membuat pedoman observasi langsung adalah sebagai
berikut:
a. Lakukan terlebih dahulu observasi langsung terhadap suatu proses tingkah laku, misalnya
penampilan guru di kelas.
b. Berdasarkan gambaran dari langkah (a) di atas, penilai menentukan segi-segi mana dari
perilaku guru tersebut yang akan diamati sehubungan dengan keperluannya.
c. Tentukan bentuk pedoman obsevasi tersebut, apakah bentuk bebas (tak perlu jawaban,
tetapi mencatat apa yang tampak) atau pedoman yang berstruktur (memakai kemungkinan
jawaban).
d. Sebelum observasi dilaksanakan, diskusikan dahulu pedoman observasi yang telah dibuat
dengan calon observan agar setiap segi yang diamati dapat dipahami maknanya dan
bagaimana cara mengisinya.
e. Bila ada hal khusus yang menarik, tetapi tidak ada pedoman observasi, sebaiknya
disediakan catatan khusus atau komentar pengamat di bagian akhir pedoman observasi.
Berhasil-tidaknya observasi sebagai alat penilaian bergantung pada pengamat, bukan
pada pedoman observasi. Oleh sebab itu, memilih pengamat yang cakap, mampu, dan
menguasai segi-segi yang diamati sangat diperlukan.

4. Studi Kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif individu yang dipandang
mengalami suatu kasus tertentu. Kasus-kasus tersebut (pilih salah satu yang paling
diperlukan) dipelajari secara mendalam dan dalam kurun waktu yang cukup lama.
Mendalam artinya mengungkapan semua variabel yang menyebabkan terjadinya kasus
tersebut dari berbagai aspek yang mempengaruhi dirinya. Tekanan utama dalam studi kasus
adalah mengapa individu melakukan apa yang dilakukannya dan bagaimana tingkah lakunya
dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Untuk mengungkapkan persoalan tersebut, perlu dicari data yang berkenaan dengan
pengalaman individu tersebut pada masa lalu, sekarang, lingkungan yang membentuknya,
dan kaitan variabel-variabel yang berkenaan dengan kasusnya. Teknik memperoleh data
sangat komprehensif, misalnya dengan observasi perilakunya, wawancara, analisis
dokomenter, atau tes, bergantung pada khasus yang di pelajari. Studi kasus mengisyaratkan
pada penilaian kualitatif.
Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah bahwa subjek dapat dipelajari secara
mendalam dan menyeluruh. Namun, kelemahannya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa
informasi yang diperoleh sifatnya subjektif, artinya hanya untuk individu yang
bersangkutan, dan belum tentu dapat digunakan untuk kasus yang sama pada individu yang
lain. Dengan kata lain, generalisasi informasi sangat terbatas penggunaannya. Studi kasus
dalam pendidikan bisa dilakukan oleh guru, guru pembimbing, wali kelas, terutama untuk
kasus-kasus siswa di sekolah.
Beberapa petunjuk untuk melaksanakan studi kasus dalam bidang pendidikan,
khususnya di sekolah:
a. Menemukan dan kenali siswa sebagai kasus, artinya menetapkan siapa-siapa di antara
siswa yang mempunyai masalah khusus untuk dijadikan kasus
b. .Menetapkan jenis masalah yang dihadapi siswa dan yang perlu mendapatkan bantuan
pemecahan oleh guru.
c. Mencari bukti-bukti lain untuk lebih menyakinkan kebenaran masalah yang dihadapi
siswa tersebut melalui analisis hasil belajar yang dicapainya, mengamati perilaku,
bertanya kepada teman sekelasnya, kalau perlu meminta penjelasan dari orang tuanya.
d. Mencari sebab-sebab timbulnya masalah dari berapa aspek yang berkenaan dengan
kehidupan siswa itu sendiri.
e. Menganalisis sebab-sebab dan menghubungkanya dengan tingkah laku siswa agar
diperoleh informasi yang lebih lengkap mengenai latar belakang siswa.
f. Dengan informasi yang sangat lengkap tentang faktor penyebab tersebut, guru dapat
menentukan sejumlah alternatif pemecahanya.
g. Alternatif yang telah teruji sebagai upaya pemecahan masalah dibicarakan dengan siswa
untuk secara bertahap diterapkan, baik oleh siswa itu sendiri maupun oleh guru.
h. Terus mengadakan pengamatan dan pemantauan terhadap tingkah laku siswa tersebut
untuk melihat perubahan perubahanya.
Studi lain yang hampir sama adalah studi perkembangan. Studi perkembangan
mempelajari karakteristik individu dan bagaimana karakteristik itu berubah dalam
pertumbuhanya. Karakteristik individu mencakup segi-segi intelektual, emosional, sosial, dan
kepribadian individu. Perbedaannya dengan studi kasus ialah studi perkembangan seorang
individu dilakukan dengan jangka waktu yang panjang . Oleh sebab itu, kelemahan utama
studi ini adalah waktunya yang terlalu lama sehingga menuntut biaya, tenaga, dan sumber-
sumber lain yang cukup banyak.
Ada dua teknik yang bisa digunakan dan saling melengkapi dalam studi
perkembangan,yakni:
1) Studi longitudinal atau metode jangka panjang dalam pelaksanaannya menggunakan
sempel yang sama untuk jangka waktu yang panjang. Dengan studi tersebut dapat dilihat
perubahan dan perkembangan keterampilan dalam jangka waktu tertentu untuk kelompok
atau kelas tersebut. Dalam studi ini, sampelnya adalah semua subjek di kelas tersebut,
dan karena itu memungkinkan dapat dilaksanakan oleh guru. Kelemahan studi ini adalah
menuntut biaya, tenaga dan sumber-sumber yang cukup besar sebab, dilaksanakan dalam
waktu yang cukup lama.
2) Metode cross-sectional dilaksanakan dalam waktu yang pendek sehingga dapat
digunakan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada metode longitudinal. Metode ini
mempelajari semua individu yang berbeda taraf umurnya dalam titik waktu yang sama.
Kelemahan metode ini adalah faktor kebetulan sebab bisa terjadi simpel dalam studi ini
sangat bervariasi pertumbuhannya. Demikian juga adanya pengaruh dari variabel X tidak
dapat dihindari. Metode ini tidak tepat digunakan apabila ingin mempelajari karakteristik
siswa pada umumnya pada taraf yang berbeda-beda dan memungkinkan dapat diperoleh
sampel yang cukup besar.
Beberapa kasus yang sering terjadi pada siswa di sekolah ialah sebagai berikut:
1) Kegagalan belajar yang dapat dilihat dari prestasi yang dicapainya, baik dalam mata-mata
pelajaran tertentu maupun untuk semua mata pelajaran yang diberikan di sekolah.
2) Ketidak mampuan siswa dalam menyesuaikan diri dalam kehidupan sekolah yang dapat
dilihat dari perilaku siswa seperti mengisolasi dirinya, tidak bisa bergaul dengan teman-
temannya, atau tidak berpartisipasi dalam melaksanakan tugas belajar dalam
kelompoknya.
3) Ganguan emosional yang berlebihan seperti cepet marah, mudah tersinggung, menangis
4) .Kenakalan yang sifatnya menyimpang dari nilai sosial, moral, hukum seperti suka
mencuri barang milik teman-temanya, suka mengganggu orang lain, berbuat onar di
sekolah, suka membolos, mabuk-mabukan, dan lain-lain.
5) Terlibat dalam tindakan kriminal seperti pencurian, pemerkosaan, perkelahian, dan lain-
lain.
Bentuk kasus-kasus di atas, dan mungkin masih banyak lagi, bersumber dari tiga
faktor utama, yakni:
1) Faktor dari dalam dirinya, berkenaan dengan dorongan atau nalurinya, ketidakpuasan,
kompensasi, sublimasi, yang dimanifestasikan dalam tindakan-tindakan untuk menarik
perhatian orang lain:
2) Faktor keluarga, pada umumnya karena kurang perhatian dari orang tuanya yang
berkenaan dengan tidak terpenuhinya tuntutan kebutuhannya, seperti kasih sayang,
keamanan, fasilitas belajar, uang jajan.
3) Faktor lingkungan, terutama akibat pergaulan dengan teman-temannya, lingkungan
tempat tinggal, pengaruh kelompoknya
Penanggulanggan kasus tersebut hendaknya dilakukan oleh guru, bekerja sama dengan orang
tuanya. Dalam hal ini peranan wali kelas, guru pembimbing, guru bidang studi sangat
diperlukan.
5. Sosiometri
Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyesuaikan dirinya,
terutama hubungan sosial siswa dengan teman sekelasnya, adalah teknik Sosiomatri. Dengan
teknik sosiometri dapat diketahui posisi seorang siswa dalam hubungan sosialnya dengan
siswa lain. Posisi siswa tersebut sangat diperlukan dalam menentukan pengelompokan
siswa, organisasi kelas, pemberian tugas belajar secara kelompok, perlakuan guru terhadap
siswa, memotivasi belajar siswa, dan lain-lain.
Sosiometri dapat dilakukan dengan cara menugaskan kepada semua siswa di kelas
tersebut untuk memilih satu atau dua teman yang dekat atau paling akrab. Cara pertama
melukiskan alur-alur pilihan dari setiap siswa dalam bentuk diagram sehingga terlihat
hubungan antar siswa berdasarkan pilihannya. Diagram hasil pilihan tersebut
dinamakan sosiogram.
Ada beberapa katagori siswa yang dapat diperoleh dari sosiogram, yakni:
a. Siswa yang termasuk populer, yakni siswa yang banyak dipilih oleh kawan-kawannya.
b. Siswa yang terisolasi, yakni siswa yang tidak dipilih oleh siapapun
c. .Siswa yang membentuk satu klik. Apabila klik ini terdiri dari tiga orang,
disebut triangle atau tiga serangkai, dan bila hanya dua orang disebut pair atau pasangan.
d. Siswa yang membentuk hubungan mata rantai atau chain.
Diagram alur hubungan seperti di atas sulit dibuat apabila dihadapkan kepada siswa
yang banyak. Untuk itu bisa disederhanakan dengan membatasi pilihan, misalnya cukup
memilih satu orang teman yang terdekat.
Dengan demikian, hasil dari sosiometri dapat dijadikan bahan bagi guru dalam
mempelajari para siswanya, terutama dalam menganalisis sebab-sebab seorang siswa
termasuk siswa yang disenangi, atau sebaliknya menjadi yang terisolasi. Dengan perkataan
lain, sosiometri dapat digunakan sebagai salah satu alat dalam menemukan kasus-kasus
siswa di sekolah dilihat dari hubungan sosialnya, dan dijadikan alat untuk melengkapi data
mengenai perkembangan siswa.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam melakukan
hubungan sosial yang membuatnya mampu melakukan hubungan sosial dengan kawan-
kawannya sehingga ia disenangi oleh sebagian besar temanya di kelas. Faktor-faktor tersebut
adalah:
a. Kepribadian siswa itu sendiri, misalnya ramah dan sopan, tidak angkuh, mau membantu
siswa lain, tidak merugikan orang lain, sabar, jujur.
b. Mempunyai kelebihan dari orang lain, terutama kemampuan belajar, pengalaman
berorganisasi, hubungan dengan staf sekolah, ketrampilan lain seperti olahraga, kesenian,
pramuka.
c. Statusnya, Misalnya berasal dari keluarga yang memiliki status sosial yang lebih baik
sehingga mempunyai kelebihan dalam fasilitas belajar, keuangan, dan lain-lain.
d. Keadaan fasiknya, misalnya kesehatannya, bentuk tubuhnya ideal, paras yang menarik.
Kelompok siswa yang mempunyai hubungan mata rantai dan kawan serangkai pada
umumnya ditentukan oleh faktor-faktor sabagai berikut:
a. Kebersamaan dalam beberapa hal, antara lain tempat tinggal, status sosial orang tuanya,
prestasi belajarnya, hobi dan kesenangannya, minat terhadap mata pelajaran, atau
pengalamannya.
b. Saling menguntungkan dalam berbagai hal, misalnya saling membantu dalam
menghadapi kesulitan, saling menjaga rahasia pribadi masing-masing, tempat
mencurahkan segala masalah dan kekecewaannya, saling merasakan manfaat dari
hubungan yang telah dijalinnya.
c. Adanya kebergantungan dalam beberapa hal yang dipandang penting bagi kepentigannya
masing-masing. Misalnya ketergantungan dalam hal belajar, beorganisasi, kegiatan
ekstrakurikuler, masalah pribadinya.
Data dan gejala yang diperoleh dari hasil sosiometri dan studi kasus sangat
bermanfaat bagi guru dalam beberapa hal, misalnya dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan belajar mengajar, mengembangkan minat dan hobi para siswa, menyusun orgnisasi
kelas atau kelompok belajar, memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa, memberikan
bimbingan belajar, atau melaksanakan kegiatan atau proyek sekolah.

Anda mungkin juga menyukai