Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ JAKARTA

MATA KULIAH : PEND. ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


JURUSAN/SMESTER : S1 PGSD/II
HARI/TANGGAL : SABTU 20 NOVEMBER 2021
DOSEN : DR. MARGIYANTO, MM,MPd
PERTEMUAN KE : 6
POKOK BAHASAN : PENDIDIKAN INKLUSI

. Pengertian Pendidikan Inklusif


Pendidikan inklusif lahir sebagai bentuk ketidak puasan penyelenggaran
pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan sisitem
segregasi. Sistem segregasi adalah sistem penyelenggalan sekolah yang diperuntukan
bagi anak-anak yang memiliki kelainan atau anak-anak berkebutuhan khusus. Sistem
ini dipandang bertentangan dengan tujuan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan
khusus. Dimana tujuaan penyelenggaran pendidikan anak berkebutuhan khusus
adalah untuk mempersiapkan mereka untuk dapat berinteraksi dengan mandiri di
lingkungan masyarakat. Namun dalam proses penyelenggaran pendidikan, sistem
segregasi justru di pisahkan dengan lingkungan masyarakat, khususunya terjadi di
masyarakat kita berangkat dari kenyataan tersebut, lahirlah beberapa konsep
pendidikan inklusif

Menurut Budianto (2006), sistem segregasi tidak mampu lagi mengemban misi
utama pendidikan, yaitu memanusiakan manusia. Sistem segregasi cenderung
diskriminatif, esklusif, mahal, tidak efesien, serta outputnyapun belum menjanjikan
sesuatu yang positif. Disebut pula oleh Reynolds dan birch (1988), bahwa model
segregasi tidak menjamin kesempatan anak berkenalinan berkembang potensi secara
optimal, karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Hal
itu secara filosofis model segregasi tidak logis, karena menyiapkan peserta didik untuk
kelak dapat berinteraksi dengan masyarakat normal, tetapi faktanya mereka
dipisahkan dari masyarakat normal.

Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaran pendidikan bagi anak-


anak yang memiliki keterbatasan tertentu dan anak yang lainnya yang disatukan
dengan tanpa mempertimbangakan keterbatasan masing-masing. Menurutt
dikrektorat pembinaan SLB (2007), pendidikan inklusif adalah sistem layanan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak belajar bersama-sama.
Di sekolah umum dengan memerhatikan keragaman dan kebutuhan individual,

1
sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal. Semangat pendidikan
inkuusif akan memberi akses yang luas-luasnya kepada semua anak, termasuk anak
berebutuhan khusus, untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan memberikan
layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhanya.

Berdasarkan pedoman yang dikeluarkan direkterat pembinaan SLB ( 2007),


sebagai wadah yang ideal, pendidikan inklusif memiliki empat karateristik makna,
yaitu :

1. Pendidikan inklusif yang berjalan terus dalam usaha menemukan cara-cara


merespon keragaman individu anak.
2. Pendidikan inklusif berarti memperleh cara-cara untuk mengatasi hambatan-
hambatan anak dalam belajar
3. Pendidikan inklusif berarti membawa makna anak mendapata kesempatan
untuk hadir di sekolah, berpartisipasi, dan mendaparkan hasil belajar yang
bermakna dalam hidupnya
4. Pendidikan inklusif di peruntukan bagi anak yang tergolong marginal, ekslusif,
dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajar.

Definisi inklusif disampaikan oleh Dianne dan Brandy Reese (2002) bahwa :
“inclusion can be defined as the act of being present at reguler education clesses with
the support and service needed to successfully achieve education goals. Inclusion in the
scholastic enviroment benefits both the disabled student and the non-disabled student
in obtaining life skills. by including all student as much possible in general or reguler
education all classes all students can learn to work cooperatively, learn to work with
different kinds of people in taks “

Pernyataan Tirocchi tersebut, menunjukan bahwa keberadaan anak


berkebutuhan khusus di kelas regular merupakan sesuatu yang penting untuk
mencapai tunjuan pembelajaran di kelas. keberdaan anak berkebutuhan khusus di
kelas inklusif bermanfaat bagi semua anak, khusunya dalam pengembangan
kompetensi sosial dan peningkatan kecakapan hidup. Hal ini dapat terwujud manakala
anak berkebutuhan khusus kerjasama secara sinergis dengan anak-anak lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas akademik sekolah.

2
Menurut Sharon rustemer (2002), yang dilaporkan pada center of study in
inclusive education (CSIE) , pendidikan inklusif didefinisikan sebgai berikut “ inclusive
education learning together in ordinary pre-school provision, schools, colleges and
universities with appropriate network of support”. Dengan demikian, pendidikan
inklusif dapat diikuti oleh semua orang dengan tanpa keterbatasan dan dapat
berlangsung di setiap jenjang pendiidkan, mulai dari TK sampai perguruaan tinggi

Selanjutnya, SCIES menyatakan bahwa “ inclusion means enabling all students


to participate fully in the life and work of mainstreaming setting, whatever their needs”.
Dengan kata lain, semua siswa tanpa memandang jenis kebutuhan diperbolehkan
unruk bersam-sama hidup dan bekerja dalam lingkungan umum(lumrah)

Pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang menghargai manusia:

1. Diciptakan sebagai mahluk yang berbeda-beda (unik)


2. Menghargai dan menghormati bahwa semua orang merupakan bagian dari
masyarakat, dan
3. Diciptakan untuk membangun sebuah masyarakat, sehingga masyarakat
normal ditandai dengan adanya keberagaman dari setiap anggota
masyarakat

Model pendidikan khusus tertua adalah model segregasi yang menempatkan


anak berkelainan di sekolah-sekolah khusus, terpisah dari teman sebayanya. Sekolah-
sekolah ini memiliki kurikulum, metode mengajar, sarana pembelajaran, system
evaluasi, dan guru khusus. Dari segi pengelolaan, model segregasi memang
menguntungkan, karena mudah bagi guru dan administrator. Namun demikian, dari
sudut pandang peserta didik, model segregasi merugikan. Disebutkan oleh Reynolds
dan Birch (1988), antara lain bahwa model segregatif tidak menjamin kesempatan anak
berkelainan mengembangkan potensi secara optimal, karena kurikulum dirancang
berbeda dengan kurikulum sekolah biasa. Kecuali itu, secara filosofis model segregasi
tidak logis, karena menyiapkan peserta didik untuk kelak dapat berintegrasi dengan
masyarakat normal, tetapi mereka dipisahkan dengan masyarakat normal. Kelemahan
lain yang tidak kalah penting adalah bahwa model segregatif relatif mahal.

3
Model yang muncul pada pertengahan abad XX adalah model mainstreaming.
Belajar dari berbagai kelemahan model segregatif, model mainstreaming
memungkinkan berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelainan.
Alternatif yang tersedia mulai dari yang sangat bebas (kelas biasa penuh) sampai yang
paling berbatas (sekolah khusus sepanjang hari). Oleh karena itu, model ini juga
dikenal dengan model yang paling tidak berbatas (the least restrictive environment),
artinya seorang anak berkelainan harus ditempatkan pada lingkungan yang paling
tidak berbatas menurut potensi dan jenis / tingkat kelainannya.

Secara hirarkis, Deno (1970) mengemukakan alternatif sebagai berikut:


1. Kelas biasa penuh,
2. Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di dalam,
3. Kelas biasa dengan tambahan bimbingan di luar kelas,
4. Kelas khusus dengan kesempatan bergabung di kelas biasa,
5. Kelas khusus penuh,
6. Sekolah khusus, dan
7. Sekolah khusus berasrama.
Adapun menurut Heiman (2004), terdapat 4 model pendidikan inklusif, yaitu:
1. In-and-out
2. Two-teachers
3. Full inclusion
4. Rejection of inclusion
Model in-and-out adalah model pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan
khusus dimana anak-anak tersebut keluar masuk kelas reguler pada pembelajaran
tertentu. Model two-teachers adalah model pembelajaran bagi anak anak
berkebutuhan khusus dengan menggunakan dua orang guru, yaitu guru reguler dan
guru pembimbing khusus (GPK). Model full inclusion adalah model pembelajaran bagi
anak-anak berkebutuhan khusus diaman anak-anak berkebutuhan khusus secara
penuh mengikuti proses pembelajaran bersama-sama dengan siswa-siswa reguler
linnya di kelas yang sama. Model rejection of inclusion adalah model pembelajaran
bagi anak-anak berkebutuhan khusus dimana siswa-siswa berkebutuhan khusus
belajar terpisah dengan siswa-siswa reguler lainnya.
4
Anak berkebutuhan khusus dapat berpindah dari satu bentuk layanan ke bentuk
layanan yang lain, seperti:
1) Bentuk kelas reguler penuh
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di
kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2)Bentuk kelas reguler dengan cluster
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler
dalam kelompok khusus.

3) Bentuk kelas reguler dengan pull out


Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler
namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber
untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4) Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler
dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas
reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru pembimbing khusus.
5) Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun
dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas
reguler.
6) Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler
Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di atas tidak
mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap saat
dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian anak
berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi
kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus yang gradasi
kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada
sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi yang gradasi kelainannya sangat berat,

5
dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke
sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).

Sebelum berkembangnya Pendidikan inklusif, telah dikenal beberapa konsep


yang mengarah menuju pendidikan inklusif. Konsep konsep itu antara lain:
1. Normalisasi
Konsep normalisasi jika diartikan dari struktur bahasa berarti “menormalkan”,
atau membuat normal sesuatu yang tidak normal. Namun, dalam konteks isu
pendidikan, normlisasi berarti memandang setiap orang untuk hidup dari kacamata
kebutuhan hidup orang pada umumnya. Kebutuhan hidup orang pada umumnya
meliputi kebutuhan pendidikan, kesehatan, perlakuan adil dimata hukum, kualitas
hidup layak, dan lain-lain. Dalam pengertian lain, normalisasi adalah melihat para
penyandang cacat, didalamnya termasuk anak berkebutuhan khusus, dari perspektik
masyarakat secara umum.

Normalisasi memandang bahwa penyandang cacat dan ABK merupakan bagian


dari masyarakat secara umum. Dulu kita mengenal kebijakan tentang penanggulangan
masalah-masalah penyandang cacat merupakan tanggung jawab departemen sosial.
Kini kebijakan itu sudah tidak relevan. Kebijakan penanggulangan penyandang cacat
dan anak-anak brkebutuhan khusus adalah tanggung jawab semua pihak.
2. Integrasi (pendidikan terpadu)
Pendidikan terpadu merupakan istilah umum mengenai kehadiran seseorang
anak disekolah reguler. Istlah ini juga mengacu pada proses mentransfer siswa ke
wilayah yang kurang tersegresi. Ada sistem integrasi seorang anak yang masuk kelas
reguler namun berada diunit khusus atau kelas terpisah, tetap dapat dikategorikan
terintegrasi. Ini karena ia lebih berkesempatan berinteraksi dengan anggota komunitas
sekolah umum daripada jika ia diisolasi dalam sekolah khusus. Pada sistem integrasi
kesempatan untuk berinteraksi dapat terjadi jika anak tersebut diintegrasikan ke
dalam sekolah reguler.
3. Mainstream
Istilah mainstream tidak jauh berbeda dengan integrasim mainstream
merupakan sistem pendidikan diaman sesorang siswa terdaftar atau berpartisispasi
dikelas reguler.
4. Pendidikan inklusif
6
Definisi inklusi menurut new york city board of education adalah suatu metode
yang menyediaakan layanan pendidikan khusus pada lingkungan yang hampir tidak
terbatas.

F. Pro dan Kontra Pendidikan Inklusif


Meskipun pendidikan inklusif telah diakui di seluruh dunia sebagai salah satu
uapaya mempercepat pemenuhan hak pendidikan bagi setiap anak, namun
perkembangan pendidikan inklusif mengalami kemajuan yang berbeda-beda di setiap
negara. Sebagai inovasi baru, pro dan kontra pendidikan inklusif masih terjadi dengan
alasan masing-masing. Sebagai negara yang ikut dalam berbagai konvensi dunia,
Indonesia harus merespon secara proaktif terhadap kecenderungan perkembangan
pendidikan inklusif. Salah satunya adalah dengan cara memahami secara kritis tentang
pro dan kontra pendidikan inklusif.

a. Pro Pendidikan Inklusif

1. Belum ada bukti empirik yang kuat bahwa SLB merupakan satu-satunya sistem
terbaik untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
2. Biaya penyelenggaraan SLB jauh lebih mahal dibanding dengan dengan sekolah
regular.
3. Banyak anak berkebutuhan khusus yang tinggal di daerah-daerah tidak dapat
bersekolah di SLB karena jauh dan/atau biaya yang tidak terjangkau.
4. SLB (terutama yang berasrama) merupakan sekolah yang memisahkan anak
dari kehidupan sosial yang nyata. Sedangkan sekolah inklusif lebih ‘menyatukan’
anak dengan kehidupan nyata.
5. Banyak bukti di sekolah reguler terdapat anak berkebutuhan khusus yang tidak
mendapatkan layanan yang sesuai.
6. Penyelenggaraan SLB berimplikasi adanya labelisasi anak ‘cacat’ yang dapat
menimbulkan stigma sepanjang hayat. Orangtua tidak mau ke SLB.

7
7. Melalui pendidikan inklusif akan terjadi proses edukasi kepada masyarakat
agar menghargai adanya perbedaan.

b. Kontra Pendidikan Inklusif


1. Peraturan perundangan memberikan kesempatan pendidikan khusus bagi anak
berkebutuhan khusus.
2. Hasil penelitian masih menghendaki berbagai alternatif pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus.
3. Banyak orangtua yang anaknya tidak ingin bersekolah di sekolah reguler.
4. Banyak sekolah reguler yang belum siap menyelenggarakan pendidikan inklusif
karena menyangkut sumberdaya yang terbatas.
5. Sekolah khusus/SLB dianggap lebih efektif karena diikuti anak yang sejenis.

c. Pendidikan Inklusif Yang Moderat

Jalan keluar untuk mengatasi pro dan kontra tentang pendidikan inklusif, maka
dapat diterapkan pendidikan inklusif yang moderat. Pendidikan inklusif yang
moderat dimaksud adalah:
1. Pendidikan inklusif yang memadukan antara terpadu dan inklusi penuh
2. Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming
Model pendidikan mainstreamingmerupakan model yang memadukan antara
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa) dengan
pendidikan reguler. Peserta didik berkebutuhan khusus digabungkan ke dalam kelas
reguler hanya untuk beberapa waktu saja.
4. Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam praktiknya anak
berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhannya.

8
G. Manfaat Pendidikan Inklusif
Layanan pendidikan inklunsif membantu untuk memastikan bahwa anak-anak
dengan dan tanpa mengalami hambatan dapat tumbuh hidup dan tumbuh bersama.
Semua anak, keluarga, dan masyarakatmendukung penyelnggaraan pendidikan
inklunsif. Praktek-praktek inklunsif membantu menciptakan suasana di mana anak-
anak akan lebih mampu ntuk menerima dan memahami perbedaan di anara mereka
sendiri. Anak-anak mulai menyadari dan menerima bahwa beberapa orang harus
menggunakan rusi roda, beberapa orang harus menggunakan alat bantu dengar , dan
beberapa menggunakan tangan dan kaki mereka dengan cara yang berbeda.

1. Manfaat bagi peserta didik (siswa)


a) Anak-anak mengembangkan persahabatan , persaudaraan , dan belajar
bagaimana bermaindan berinteraksi dengan satu sama lain.
b) Anak-anak mempelajari bagaimana harus bersikap toleran terhadap orang lain.
c) Anak-anak mengembangkan citra yang lebih positif dan diri mereka sendiri dan
mempunyai sikap yang sehat tentang keunikan yang ada pada diri orang lain.
d) Melatih dan membiasakan untuk menghargai dan merangkul perbedaan dengan
menghilangkan budaya “labeling” atau memberi cap negatif pada rang lain.
e) Anak-anak mempelajari model dari orang-orang yang berhasil, meskipun
mereka memiliki tantangan dan hambatan
f) Memunculkan rasa percaya diri melalui sikap penerimaan dan pelibatan di
dalam kelas
g) Anak-anak dengan kebutuhan khusus memiliki kesempatan untuk belajar
keterampilan baru dengan mengamati dan meniru anak-anak lain
h) Anak-anak di dorong untuk menjadi lebih berakal, kreatif koopratif

2. Manfaat bagi guru


a) Guru berkembang secara profesional dengan mengembangkan keterampilan
baru dan memperluas perspektif mereka tentang perkembangan anak.
b) Guru memiliki kesempatan untuk mempelakjari dan mengembangkan
kemitraan dengan masyarakat lainnya sumber daya dan lembaga.
c) Guru belajar untuk berkomunikasi dengan lebih efektif dan bekerja sebagai tim
d) Guru membangun hubungan yang kuat dengan orang tua

9
e) Guru berusaha meningkatkan kredibilitas mereka sebagai seorang profesional
yang berkualitas.
f) Guru senantiasa mengembangkan kreativitas dalam mengelola pembelajaran di
kelas maupun di luar kelas.
g) Guru tertantang untuk terus belajar melalui perbedaan yang di hadapi di kelas.
h) Guru terlatih dan terbiasa untuk memiliki budaya kerja yang positif , kreatif,
inovatif, fleksibel, dan akomodatif terhadap semua anak didiknya dengan semua
perbedaan.

3. Manfaat bagi orang tua dan keluarga


a) Menjadi lebih mengetahui sistem belajar di sekolah.
b) Meningkatkan kepercayaan terhadap guru dan sekolah.
c) Memperkuat tanggung jawab pendidikan dan anak sekolah dan di rumah.
d) Mengetahui dan mengikuti perkembangan belajar anak
e) Semakin terbuka dan ramah bekerja sama dengan guru
f) Mempermudah mengajak anak belajar di sekolah
g) Semua keluarga harus bekerja untuk mempelajari lebih lanjut tentang
perkembangan anak.
h) Semua keluarga senang melihat anak-anak mereka berteman dengan kelompok
yang beragam anak-anak.
i) Semua keluarga senang melihat kesempatan un tuk mengajar anak-anak
mereka tentang perbedaan-perbedaan individual dan keragaman.
j) Semua keluarga memiliki kesempatan untuk berbicara dengan orang tua lain
dan menyadari bahwa mereka banyak frustasi yang sama , keprihatinan,
kebutuhan, harapan, dan keinginan untuk anak-anak mereka.

4. Manfaat bagi masyarakat


- Mengontrol terlaksananya sekolah penyelanggaran penyelidikan inklunsif di
lingkungannya.
- Sebuah komunitas akan menjadi lebih mudah menerima dan mendukung semua
orang.
- Masyarakat yang lebih beragam mebuat lebih kreatif, dan lebih terbuka
terhadap sebagai kemungkinan dan kesempatan.

10
- Pendidikan inklunsif membantu anak berkebutuhan khusus untuk menjadi
lebih siap untuk tanggung jawab dan hak-hak kehidupan masyarakat.
- Meningkatkan tanggung jawab terhadap pendidikan anak di sekolah dan di
masyarakat
- Ikut menjadi sumber dan semakin terbuka dan ramah bermitra dengan sekolah

5. Manfaat bagi pemerintah


- Anak berkebutuhan khusu mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan
mendapatkan kesempatan pendidikan yang lebih luas.
- Mempercepat penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun pendidikan
terlaksana berlandaskan pada azaz demokrasi , berkeadilan , dan tanpa
diskriminasi

&&&&&MG&&&&&

11

Anda mungkin juga menyukai