Anda di halaman 1dari 16

EFEK PREBIOTIK DENGAN KADAR INULIN PADA BAYI YANG

DIBERIKAN SUSU FORMULA

Abstrak
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis minimal
inulin yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek prebiotik pada bayi di
Indonesia.
Metode : Metode yang digunakan adalah randomized controlled double-
blinde, parallel, 3-arm intervention. 164 bayi sehat dengan usia 3-5 bulan yang
diberikan susu formula-A (tanpa inulin) selama 4 minggu adaptasi. Kemudian
142 subjek diberikan susu formula selama 4 minggu, dengan diberikan susu
formula-A (tanpa inulin), susu formula-B (0,2 g/100 mL inulin), susu formula-
C (0,4 g/100 mL inulin). Parameter hasil yang dilihat adalah %-bifidobacteria
pada sampel feses yang ditentukan menggunakan quantitative polymerase
chain reaction analyses. Parameter hasil yang kedua adalah %-lactobacilli, pH,
frekuensi buang air besar dan konsistensi. Pertumbuhan bayi dan adanya efek
samping dicatat sebagai parameter keamanan.
Hasil : %-bifidobacteria dan %-lactobacilli pada akhir periode masa adaptasi
adalah 14 % dan 2 %. Untuk pH feses, perbedaan signifikan didapatkan pada
susu formula grup A, B, dan C pada akhir periode intervensi. Perbedaan pada
%-bifidobacteria dan %-lactobacilli diantara grup terganggu dengan distribusi
data yang tidak normal, tidak ada perbedaan statistik yang berarti yang
didapatkan. Perbedaan pada grup susu formula menunjukan hanya pada susu
formula-C yang menunjukan perbedaan berarti pada ketiga parameter dengan
peningkatan pada %-bifidobacteria feses dan %-lactobacilli, serta penurunan
kadar pH.
Kesimpulan : Efek prebiotik yang konsisten disertai dengan penurunan pH
dan peningkatan %-bifidobacteria dan %-lactobacilli hanya ditemukan pada
grup yang diberikan susu formula sebanyak 0,4 g inulin/100 mL.
PENDAHULUAN
Diet prebiotik didefenisikan sebagai bahan-bahan yang difermentasikan yang
menghasilkan perubahan spesifik pada komposisi dan/atau aktivitas microbiata
gastrointestinal, yang memberi efek baik pada kesehatan. Pada bayi, efek
prebiotik termasuk stimulasi pada pertumbuhan bifidobacteria dan penurunan pH
feses, yang mewakili aktivitas microbiota. Apakah perubahan ini mencerminkan
manfaat kesehatan secara langsung atau jangka panjang bagi pejamu masih
menjadi subjek penelitian. Efek yang menguntungkan untuk sistem kekebalan
tubuh dilaporkan berdasarkan pada pengurangan infeksi dan risiko penyakit
atopik, tetapi masih belum jelas apakah efek ini merupakan efek umum, atau
spesifik untuk prebiotik tertentu atau campuran.
Beberapa penelitian pada bayi telah mengkonfirmasi efek bifidogenik dan
berbagai prebiotik seperti galacto-oligosaccharides / rantai panjang fructo-
oligosaccharides (GOS / lcFOS) campuran fructo-rantai pendek oligosakarida
(scFOS) atau oligofruktosa, campuran spesifik scFOS dan lcFOS atau inulin, GOS
sendiri, dan campuran GOS / polydextrose. Dalam penelitian yang dilaporkan,
dosis 0,4 mg / 100 mL dan 0,5 mg / 100 mL prebiotik dilaporkan efektif. Ulasan
terbaru hanya mencantumkan 3 penelitian yang menyelidiki efek prebiotik /
bifidogenik inulin pada bayi, dan semua menggunakan metode budidaya
tradisional. Inulin alamiah dari sawi putih adalah campuran oligomer dan polimer
dengan derajat polimerisasi (DP) mulai dari 2 hingga 65 dan rata-rata DP 10.
Inulin dapat dianggap cocok sebagai prebiotik karena terlepas dari fermentasi
dalam kolon molekul proksimal dengan DP < 10, juga menyediakan struktur
yang lebih besar yang memungkinkan fermentasi terjadi pada area usus yang lebih
luas. Fermentasi inulin secara bertahap juga dapat mengurangi timbulnya gejala
seperti perut kembung dan kembung. Pada orang dewasa muda yang sehat, dosis
inulin hingga 10 g inulin / hari ditoleransi dengan baik dibandingkan dengan dosis
hingga 5 g oligofruktosa / hari. Informasi tentang mikrobiota usus pada bayi di
Indonesia terbatas, dan penelitian menggunakan teknik molekuler jarang
ditemukan. Penelitian di Malaysia dan Korea dalam penggunaan inulin dengan
dosis 1,25 dan 1,5 g / hari telah mengungkap efek bifidogenik pada bayi. Kami
meneliti efek penambahan inulin ke formula bayi dengan dosis berbeda (0,2 dan
0,4 g / 100 mL, yang setara dengan 1,6 dan 3,2 g / hari dengan asupan susu
formula 800 mL).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN


Penelitian dengan metode randomized double-blinded controlled dilakukan di
tiga pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) di Provinsi Jakarta di tiga
kecamatan Senen, Kemayoran, dan Setiabudi. Bayi, diberikan susu formula
selama setidaknya 28 hari, dengan usia 91 hingga 150 hari dengan berat dan
panjang tubuh dalam ± 2 standar deviasi (SD) grafik pertumbuhan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), dianggap memenuhi syarat untuk penelitian. Tidak
termasuk bayi dengan berat lahir < 2.000 g, gangguan pada bayi yang
membutuhkan diet khusus, penggunaan antibiotik sistemik atau pengobatan anti-
mycotics dalam 14 hari sebelum masa penelitian, kelainan bawaan bayi yang
signifikan, ketidakpastian tentang kemauan atau kemampuan dari orang tua untuk
mematuhi persyaratan dan protokol penelitian, dan partisipasi dalam penelitian
lain yang kemungkinan berkonflik. Penelitian dilakukan sesuai dengan Good
Clinical Practice and The Indonesian National Agency For Drug and Food
Control Guidance. Protokol penelitian kemudian disetujui oleh Komite Etik
Penelitian Medis Universitas Indonesia / Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,
Jakarta, Indonesia (No. 457 / PT02.FK / ETIK / 2011). Penelitian ini terdaftar di
Database ClinicalTrials.gov PRS sebagai NCT01515644. Produk yang digunakan
pada penelitian ini adalah: (A) susu formula bayi berbasis bubuk tanpa inulin, (B)
susu formula dengan 0,2 g inulin / 100 mL, dan (C) susu formula dengan 0,4 g
inulin / 100 mL. Komposisi dan karakteristik ketiga produk sangat mirip.
Penelitian ini termasuk fase adaptasi selama 4 minggu untuk "menghapus" efek
prebiotik dari susu formula yang sebelumnya digunakan. Masa 4 minggu yang
kedua termasuk intervensi produk dengan susu formula yang mengandung 0, 0,2
dan 0,4 g inulin/100 mL. Susu formula yang digunakan oleh semua subjek selama
periode adaptasi identik dengan susu formula yang digunakan oleh kelompok
studi A, tetapi diberi label dan diberi kode berbeda. Setiap minggu hingga 2
minggu setelah akhir masa intervensi, sesi kontak dengan orang tua baik dengan
mengunjungi atau melalui telepon dilakukan. Subjek yang tidak mengkonsumsi
produk studi untuk jangka waktu > 2 hari berturut-turut, atau dengan asupan
produk studi < 500 mL per hari selama 7 hari ditarik dari penelitian. Parameter
utama adalah perbedaan antara persentase bifidobacteria dari total bakteri dalam
tinja sebelum dan pada akhir periode intervensi. Hasil sekunder penelitian
termasuk %-lactobacilli, pH, dan konsistensi feses serta keamanan dan
tolerabilitas produk susu formula yang digunakan pada penelitian. Orang tua
diharuskan mengisi buku harian tentang asupan produk susu formula studi
(jumlah, frekuensi), kemungkinan asupan makanan lainnya, munculnya suatu
ketidaknyamanan (diare, sembelit, muntah, kembung, menangis, sensasi
munculnya suatu penyakit, kehilangan nafsu makan, infeksi mata, ruam kulit, dll.)
dan perubahan dalam konsistensi feses menggunakan Bristol Stool Form Scale.
Sampel feses yang diperoleh sebelum dan pada akhir periode intervensi
dikumpulkan dalam wadah steril dan dipindahkan dalam 60 menit ke lokasi
penelitian atau laboratorium pusat prodia dalam wadah penyimpanan dingin, dan
kemudian disimpan pada suhu −80°C hingga analisis lebih lanjut. Berat badan,
panjang dan lingkar kepala bayi diukur setiap dua minggu. Berat badan-untuk-
usia dan panjang badan-untuk-usia z-score dilihat berdasarkan grafik
pertumbuhan WHO. Ekstraksi DNA untuk analisis Polimerase Chain Reaction
(PCR) dilakukan dari sekitar 100 mg sampel tinja menggunakan metode fenol /
Kloroform. Real-time quantitative PCR dilakukan menggunakan ABI 7500 Fast
Sequence Detection System (Perangkat lunak versi 2.0; Applied-Biosystems,
Foster City, CA, USA) untuk mengukur total bakteri, tingkat bifidobacteria dan
lactobacilli pada feses. Primer yang digunakan dalam penelitian ini dirancang
berdasarkan urutan gen 16S rRNA (The European Molecular Biology Laboratory
database) diperoleh dari Invitrogen (Carlsbad, CA, USA) dan Life Technologies
NZ Ltd (Auckland, Selandia Baru) selaras dengan program CLUSTAL W (http: //
www.clustal.org). Amplifikasi dan deteksi dilakukan seperti yang dijelaskan
sebelumnya. Untuk menghilangkan variasi dalam jumlah absolut bifidobacteria
dan lactobacilli yang disebabkan oleh kadar air pada tinja, kami menampilkan
tingkat bifidobacteria dan lactobacilli sebagai persentase dari total bakteri yang
dijumlahkan dari sampel yang sama.
Berdasarkan uji-t dua sampel untuk perbedaan rata-rata, sampel minimal 49
subjek per kelompok dihitung untuk mendapatkan nilai 0,8 pada rata-rata yang
diharapkan sebesar 10% dan SD 15% dengan alpha 0,0167 dan pengujian dua sisi.
Perbedaan rata-rata yang diharapkan dan SD disimpulkan dari penelitian
sebelumnya. Kami menggunakan nilai konservatif untuk alpha karena kami
menggunakan desain 3-grup. Untuk mengantisipasi drop-out tingkat 15%, jumlah
sampel n = 56 per kelompok dianggap memadai. Enam kode huruf berbeda
digunakan, 2 huruf untuk masing-masing produk susu formula. Identitas kode
dirahasiakan dari peneliti dan petugas lapangan. Pengacakan dilakukan
berdasarkan nomor urut subjek per individu untuk setiap puskesmas; kami
menggunakan nomor acak yang berbasis komputer, daftar nomor dan ukuran blok
6. Unblinding dilakukan setelah basis data terkunci.
Analisis dilakukan dengan menggunakan SPSS ver. 13.0 untuk Windows
(SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Semua data diperiksa untuk distribusi normal
menurut prosedur Kolmogorov-Smirnov dengan signifikansi koreksi signifikansi
Lilliefors dan uji Shapiro-Wilk. Untuk analisis data parametrik, hasil penelitian
dievaluasi menggunakan analisis one-way ANOVA; Analisis Kruskal-Wallis
digunakan untuk data non-parametrik.

HASIL
180 bayi sehat yang diberi susu formula, dipilih untuk direkrut dari catatan
tiga pusat kesehatan masyarakat di Jakarta. Alur lebih lanjut dari penelitian ini
digambarkan pada Gambar. 1. Tabel 1 menyajikan usia dan karakteristik
antropometri dari 142 subjek pada saat penelitian setelah fase adaptasi.
Karakteristik dasar dari tiga kelompok perlakuan seimbang antara jenis kelamin,
proses persalian, berat lahir, usia ibu, dan urutan anak.
Tabel 1. Karakteristik data pasien saat awal penelitian, yang menyelesaikan masa
adaptasi.
Nilai dasar bifidobacteria dan lactobacilli dinyatakan sebagai persentase
dari total bakteri dalam tinja (nilai khas untuk total populasi: 14 dan 2%, masing-
masing), pH dan konsistensi tinja sebanding antara kelompok perlakuan sebelum
memulai fase intervensi. Sebagian besar data terdistribusi secara tidak normal.
Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik pada tingkat %-
bifidobacteria dan %-lactobacilli yang ditemukan antara kelompok perlakuan
pada awal dan pada akhir fase intervensi. Hasil perbandingan mengungkapkan
bahwa setelah intervensi hanya pada kelompok formula dengan dosis inulin 0,4
g /100 mL, terjadi peningkatan yang signifikan secara statistik dari awal pada %
-bifidobacteria (p=0,00). Tingkat %-lactobacilli menunjukkan peningkatan yang
signifikan pada ketiga kelompok setelah intervensi (p≤0,02). Tidak ada perbedaan
yang ditemukan pada pH tinja antara kelompok perlakuan pada awal fase
intervensi. Pada akhir intervensi, terdapat perbedaan yang signifikan dalam pH
tinja antara kelompok perlakuan. Dalam kelompok kontrol, terdapat peningkatan
yang signifikan secara statistik (p=0,03), sementara pada kedua kelompok
intervensi terdapat penurunan yang signifikan secara statistik (masing-masing p=
0,04 dan 0,00). Jumlah rata-rata defekasi bayi pada kelompok yang diberi susu
formula pada awal dan akhir intervensi berkisar antara 1,1 hingga 1,35 per hari
dan semua rentang interkuartil antara 1,0 dan 2,0 tinja per hari. Kami mengamati
tidak ada perbedaan di antara atau didalam kelompok yang diberi susu formula.
Terdapat 77% bayi memiliki tinja lunak (grade 6 menurut grafik tinja Bristol) dan
tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan dalam konsistensi tinja antar
kelompok perlakuan maupun di dalam kelompok perlakuan (Tabel 2).
Gambar 1. Alur penelitian

Tabel 2. Parameter outcome primer dan sekunder saat akhir masa adaptasi
(Awal), dan saat hari ke 28 masa intervensi (Akhir)

Konsumsi susu formula selama fase intervensi penelitian sama antara


ketiga kelompok. Konsumsi rata-rata adalah 991 mL per hari untuk semua
kelompok dan kisaran interkuartil adalah 819 hingga 1.169 mL per hari. Tidak ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara z score berat / usia dan z score
tinggi / usia pada setiap kunjungan pengukuran antar kelompok maupun di dalam
kelompok perlakuan. Kurva pertumbuhan bayi dari ketiga kelompok adalah
normal. Tidak ada perbedaan dalam gejala klinis diare, muntah, tangisan,
konstipasi, dan perut kembung atau efek samping potensial lainnya pada hari ke-1
dan pada hari ke-28 intervensi pada semua kelompok perlakuan. Tidak ada
perbedaan dalam pengobatan yang dilakukan bersama penelitian dan kepatuhan
terhadap aturan penelitian yang diamati

DISKUSI
Studi pertama pada evaluasi penambahan oligosakarida prebiotik pada susu
formula bayi memberikan efek bifidogenik tergantung pada dosis dilaporkan pada
tahun 2002. Yang kemudian diikuti oleh beberapa penelitian lain yang
menggunakan berbagai substrat dengan dosis mulai dari 0,15 hingga 0,8 g/100
mL. Permbahasan apakah efek yang diamati pada tingkat ekosistem usus bayi
adalah penanda yang valid untuk manfaat klinis atau tidak masih dalam
perdebatan. Namun demikian, panel pedoman Organisasi Alergi Dunia baru-baru
ini memberikan rekomendasi untuk suplementasi prebiotik untuk pencegahan
alergi pada bayi yang tidak disusui secara eksklusif. The european society for
pediatric gastroenterology, hepatology and nutrition committee on Nutrition
menyimpulkan bahwa suplementasi prebiotik susu formula bayi berpotensi
menurunkan pH feses, meningkatkan frekuensi feses, melunakkan feses, dan
meningkatkan jumlah koloni feses bifidobacteria dan lactobacilli. Studi saat ini
adalah studi pertama yang menunjukkan efek suplementasi inulin asli pada
mikrobiota menggunakan metode berbasis biologi molekuler.
Dalam penelitian kami, kami menemukan bahwa proporsi bifidobacteria tetap
tidak berubah dalam kelompok pemberian susu formula 0,2 g/100 mL dengan
asupan rata-rata 2 g/hari, hal ini kontras dengan hasil dari penelitian yang
dilakukan di Korea dan Malaysia, menunjukkan peningkatan yang signifikan
bifidobacteria dilaporkan pada dosis inulin masing-masing 1,5 dan 1,25 g/hari.
Kedua studi tersebut menganalisis mikrobiota usus bayi menggunakan metode
kultur tradisional di mana hanya bakteri hidup yang dapat dinilai. Dalam laporan
analisis paralel dari sampel studi pada bayi yang dilakukan dengan metode kultur
tradisional dan menggunakan teknik molekuler biologis (fluorescent in situ
hybridization, FISH), efek dari analisis bifidobacterial baik yang dikultur atau
total yang telah dibuktikan. Kedua metode tersebut membuktikan terdapat
peningkatan bifidobacteria pada kelompok prebiotik dibandingkan dengan
kontrol, tetapi efeknya jauh lebih nyata setelah grafik dari analisis kultur
tradisional diamati. Dengan demikian, mungkin tampak bahwa metode budidaya
tradisional lebih sensitif. Namun, pernyataan ini salah karena banyak strain tidak
dapat dikultur dan sebagian besar media yang digunakan untuk kuantifikasi tidak
spesifik. Hal tersebut juga menjelaskan mengapa kami tidak dapat mengamati
efek dalam kelompok suplementasi 0,2g inulin/100 mL menggunakan deteksi
molekuler, yang dibandingkan dengan temuan lain yang dilaporkan pada dosis
inulin yang sama atau bahkan lebih rendah.
Sebagian besar studi intervensi yang meneliti efek formula yang memberikan
setidaknya 0,2g/100 mL prebiotik pada mikrobiota pada bayi cukup bulan
menggunakan metode deteksi molekuler pada bayi sesaat setelah lahir, sedangkan
4 penelitian mengambil sampel bayi setelah usia 1 bulan dengan mikrobiota yang
sudah mapan. Menariknya 2 dari 4 studi tersebut melaporkan efek pada
bifidogenisitas lemah dan tidak signifikan secara statistik dan telah dibahas bahwa
efek prebiotik mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada populasi bakteri
tinja pada bayi yang lebih muda daripada pada bayi yang lebih tua. Hasil yang
dilaporkan sesuai dengan temuan kami bahwa kami tidak mendapatkan efek yang
meyakinkan pada kelompok dosis 0,2 g inulin / 100 mL pada bayi usia 3 dan 4
bulan.
Kami tidak mencatat riwayat pemberian makan lengkap sebelum pengambilan
sampel dan hanya memastikan bahwa subjek penelitian sudah menggunakan susu
formula penuh selama 4 minggu sebelum diizinkan untuk berpartisipasi. Data
Profil Kesehatan Indonesia dari “Pusat Data dan Informasi” (Pusdatin) oleh
kementerian kesehatan Indonesia mengungkapkan bahwa di provinsi DKI Jakarta
tempat lokasi penelitian kami, 72% bayi baru lahir pada awalnya diberikan ASI.
Karena kami tidak memiliki alasan untuk berasumsi bahwa angka-angka ini akan
jelas berbeda dalam populasi penelitian khusus kami, masuk akal untuk
mengasumsikan bahwa sebagian besar bayi dalam populasi penelitian kami pada
awalnya diberi ASI, walaupun hanya untuk jangka waktu terbatas. Periode 4
minggu untuk wash-out dan intervensi dari penelitian kami disimpulkan dari
penelitian intervensi orang dewasa dengan inulin, di mana efek khas dipelajari
setelah 2 minggu untuk setiap fase wash-out dan fase intervensi. Beberapa
penelitian yang sejenis pada bayi menerapkan periode wash-out dan / atau
intervensi 2 hingga 6 minggu dan hasil penelitian kami (perubahan signifikan
dalam pH dan bifidobacterial) selama periode intervensi 4 minggu menunjukkan
bahwa periode ini cukup adekuat untuk penelitian pada bayi.
Peningkatan lactobacilli karena suplementasi dari campuran prebiotik
GOS / lcFOS dalam susu formula bayi pertama kali dilaporkan menggunakan
metode budidaya tradisional dan kemudian dikonfirmasi menggunakan metdoe
molekular. Dalam enam studi lain yang relevan, beberapa penelitian menunjukkan
tidak ada efek signifikan, sedangkan yang lain menunjukan tren yang tidak
signifikan secara statistik dan dua penelitian lain melaporkan peningkatan yang
signifikan menggunakan metode kultur. Kami menemukan peningkatan yang
signifikan dalam ketiga kelompok yang diberi susu formula dan menyimpulkan
hal bahwa efek dari berbagai oligosakarida prebiotik pada lactobacilli masih
belum dapat disimpulkan.
Indikator paling jelas dalam penelitian kami tentang efek dari penambahan
prebiotik pada susu formula bayi di Indonesia adalah penurunan pH tinja yang
mengacu pada aktivitas metabolisme kolon. Kami mengamati hal ini pada
kelompok susu formula 0,2 dan 0,4 g inulin / 100 mL, sementara dalam kelompok
susu formula kontrol terjadi peningkatan pada pengamatan. Temuan ini mirip
dengan yang studi sebelumnya di mana terjadi penurunan pH signifikan, tetapi
peningkatan%-bifidobacteria yang dianalisis menggunakan metode FISH tidak
signifikan secara statistik jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Sebagian besar studi tentang suplementasi prebiotik pada susu formula
bayi melaporkan tidak ada efek signifikan pada frekuensi tinja, yang sejalan
dengan temuan kami. Untuk konsistensi feses, tergantung pada dosis yang
digunakan, efek-dosis terhadap feses yang lebih lunak dilaporkan pada tiga studi
lain. Hampir semua bayi dalam penelitian kami memiliki tinja lunak (skor Bristol
5-6) tanpa perbedaan antara atau di dalam kelompok. Satu-satunya perbedaan
adalah terdapat dua bayi pada kelompok kontrol tercatat dengan tinja keras
(Bristol skor 1-3) pada akhir intervensi, sementara hal ini nol untuk kedua
kelompok inulin. Pelunakan lebih lanjut dari tinja yang sudah lunak (skor Bristol
6) pada bayi dalam penelitian kami mungkin tidak menguntungkan.
Distribusi data tidak normal dari sebagian besar hasil data parameter
menjadi tantangan utama. Kami memutuskan untuk tidak melaporkan hasil
mikrobiota dalam jumlah absolut melainkan dihitung sebagai proporsi total
bakteri, tetapi hal ini tidak mencegah distribusi data tidak normal. Mencoba
melamar. Percobaan dengan menggunakan log- atau jenis transformasi lainnya
tidak berhasil. Metode alternatif untuk data kami yang terdistribusi tidak normal
adalah sparse tapi kami tidak mencoba hal ini. Desain yang menyertakan fase
adaptasi selama 4 minggu ternyata menjadi kekuatan penelitian kami, karena
semua subjek penelitian yang dropout terjadi pada periode sebelum fase
intervensi. Berdasarkan temuan kami pada konsistensi tinja, kami
mempertanyakan apakah menerapkan Bristol stool score cocok untuk jenis
populasi kami karena mungkin potensi kontras pada jarak tinja yang lebih lunak
terlalu kecil.
Sebagai kesimpulan, kami menemukan peningkatan yang signifikan pada
%-bifidobacteria pada intervensi dengan 0,4 g inulin / 100 mL dan tidak di
kelompok kontrol atau kelompok dosis yang lebih rendah. Hasil ini, ditambah
dengan penurunan pH yang signifikan pada kedua kelompok inulin kontras
dengan peningkatan yang signifikan pada kelompok kontrol, dan perbedaan pH
antar kelompok yang signifikan secara statistik, mendukung untuk menyimpulkan
bahwa hanya pada kelompok bayi dengan susu formula 0,4 g inulin / 100 mL
dapat dianggap sebagai efek prebiotik sebagai efek yang menguntungkan pada
jumlah bifidobacteria dan pH tinja.

PERNYATAAN
Penulis sangat berterima kasih kepada orang tua dan pengasuh bayi untuk
partisipasi mereka dalam penelitian. Eleonora Mitaning Christy MD, Samuel
Stemi MD, Ifan Citra MD, staf kesehatan pusat perawatan setempat (Posyandu,
Puskesmas), yang sangat membantu dalam penelitian ini. Pelaksanaan ,
pemantauan, dan pelaporan penelitian ini didukung oleh Prodia, CRO dengan cara
yang sangat profesional. Kami juga berterimakasih pada Dr. Sutantik Endang
Wasih Kasunjatan, M.Epid. untuk pengawasan dan analisis statistik yang sangat
baik. Penelitian ini disponsori oleh PT Sari Husada Generasi Mahardhika, tetapi
tidak memiliki pengaruh pada hasil penelitian. TS dan JB adalah karyawan
Danone-Nutricia ELN R&D. Tidak ada penulis yang memiliki pernyataan
mengenai konflik pribadi atau keuangan.
TELAAH JURNAL
Patient or problem
Bayi sehat yang diberi susu formula dengan usia 91 hingga 150 hari
dengan berat dan panjang tubuh dalam ± 2 standar deviasi (SD) grafik
pertumbuhan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 164 bayi dipilih dari
3 pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) di Jakarta. Penelitian ini bertujuan
mengetahui dosis minimal inulin yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek
prebiotik pada bayi.

Intervention
Metode yang digunakan adalah randomized controlled double-blinde,
parallel, 3-arm intervention. Terdapat 164 bayi yang memenuhi kriteria dalam
penelitian ini dan dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan perlakuan yang
diberikan yaitu kelompok A diberikan Susu formula tanpa inulin sebanyak 48
bayi, kelompok B diberikan Susu formula dengan 0,2 g inulin/100 mL sebanyak
47 bayi, dan kelompok C diberikan Susu formula dengan 0,4 g inulin/100 mL
sebanyak 47 bayi, pada ketiga kelompok diberikan intervensi berupa pemberian
Susu formula dengan karakteristik yang mirip dan tanpa inulin selama 4 minggu
sebagai metode adaptasi untuk menghapus efek susu formula yang sebelumnya
digunakan pada masing-masing bayi, lalu intervensi dilanjutkan dengan
penambahan inulin 0,2 g/100 mL pada kelompok B dan inulin 0,4 g/100mL pada
kelompok C, susu formula yang digunakan oleh semua subjek selama periode
adaptasi identik dengan susu formula yang digunakan oleh kelompok studi A,
tetapi diberi label dan diberi kode berbeda.
Comparison
Penelitian ini membandingkan kadar %-bifidobacteri, %-lactobacilli, pH,
dan konsistensi feses saat awal dan akhir periode intervensi.

Outcome
a. Hasil primer
Perbandingan didalam kelompok intervensi pada kelompok susu
formula dengan inulin 0,4 g/100mL menunjukkan perbedaan yang
signifikan secara statistik (p=0.00). Penggunaan susu formula dengan
inulin 0,4 g/100 mL diartikan sebagai efek prebiotik berdasarkan kadar %-
bifidobacteria tertentu dan pH tinja.
b. Hasil sekunder
1. Terjadi peningkatan signifikan secara statistik pada %-lactobacilli
untuk ketiga kelompok intervensi (p ≤ 0.02)
2. Tidak ada perbedaan diantara kelompok pada pH feses sebelum fase
intervensi, didalam kelompok kontrol, perbedaan signifikan didapat
(p=0.03), sementara pada kedua kelompok intervensi didapat
penurunan statistik yang cukup signifikan (Kelompok B p=0.04,
kelompok C p=0.00)
3. Berdasarkan konsistensi feses sebanyak 77% bayi pada penelitian ini
memiliki feses lembek (Grading 6 berdasarkan Bristol Stool Chart),
tidak ada perbedaan signifikan pada konsistensi feses diantara atau
didalam kelompok intervensi.

Validity
a. Metode penelitian
Metode penelitian ini berupa randomized controlled double-blinde, parallel,
3-arm intervention.
b. Sumber data
Sumber data didapat dari sampel feses, data yang dibutuhkan adalah %-
bifidobacteria, %-lactobacilli, pH, konsistensi feses
c. Waktu penelitian
Lama waktu penelitian ini adalah 4 bulan (Dari bulan Mei 2018 hingga bulan
September 2018)
d. Subyek penelitian
Populasi penelitian adalah bayi sehat yang telah diberikan susu formula
selama setidaknya 28 hari, dengan usia 91 hingga 150 hari dengan berat dan
panjang tubuh dalam ± 2 standar deviasi (SD) grafik pertumbuhan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) dan dipilih di tiga pusat kesehatan masyarakat di
Jakarta (Puskesmas).
e. Kualitas data
Terjamin melalui pemantauan
f. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis minimal inulin yang
dibutuhkan untuk menghasilkan efek prebiotik pada bayi di Indonesia.
g. Analisa statistik
Sebagian besar data terdistribusi tidak normal dan jumlah total %-
bifidobacteria dan %-lactobacilli ditampilkan dalam bentuk persentase total
bakteri didalam feses dengan jumlah total masing-masing adalah 14% dan
2%, skewed data ditampilkan dalam bentuk median dengan rentang
interquartil p25/p75 dan tingkat kepercayaan 95% (CI), data statistik antar
grup diukur menggunakan kruskal-wallis test, kecuali untuk %-bifidobacteria
dan pH feses yang menggunakan t-test one way ANOVA. Nilai p<0.05 dinilai
signifikan secara statistik
h. Program
Analisa data dilakukan menggunakan software SPSS (Versi 13.0 untuk
windows, SPSS Inc. Chicago , IL, USA)

Important
Berdasarkan guideline World Allergy Organization tahun 2016
memberikan rekomendasi untuk mencegah alergi pada bayi dengan asi non-
ekslusif, dan The European Society for Paediatric Gastroenterology, Hepatology
and Nutrition Committee on Nutrition menyimpulkan bahwa pemberian prebiotik
pada susu formula untuk bayi memiliki potensi untuk menurunkan pH feses,
meningkatkan frekuensi buang air besar, melunakkan feses, dan meningkatkan
kadar bifidobacteria dan lactobacilli dalam feses.
Sehingga penelitian ini dapat memberi gambaran dan demonstrasi dalam
efek pemberian inulin terhadap microbiota (Khususnya bifidobacteria dan
lactobacilli) yang menggunakan metode biologi molekular.

Applicable
Hasil penelitian ini dapat diterapkan pada bayi dengan susu formula agar
diberikan susu formula yang mengandung inulin sebanyak minimal 0,4 g/100 mL
untuk mendapatkan efek prebiotik sebagai efek yang menguntungkan dalam
%-bifidobacteria dan pH feses.

Anda mungkin juga menyukai