TESIS
Oleh
AWAN PELAWI
147026005/FIS
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
TESIS
Oleh
AWAN PELAWI
147026005/FIS
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri
kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya
dengan benar.
Awan Pelawi
NIM. 147026005
Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan
di bawah ini :
Dengan Hak bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak
menyimpan, mengalih media, mengelola dalam bentuk data base, merawat dan
mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis dan atau sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya
Awan Pelawi
NIM : 147026005/FIS
DATA PERIBADI
DATA PENDIDIKAN
SD : SD Inpres No.044848 Ajijahe Kec.Tiga. Panah 1976 - 1982
SMP : SMP Negeri 2 Kabanjahe 1982 - 1985
SMA : SMA Swasta Masehi Kanjahe 1985 - 1988
AKADEMI : Akademi Penata Rontgen (APRO) Amal Bhakti 1990 - 1994
Strata – 1 : Prodi Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2001 - 2003
Strata – 2 : Prodi Magister Ilmu Fisika USU 2014 - 2017
tesis ini. Adapun tesis yang berjudul “Perbandingan Indek Kualitas Berkas
Energi Foton Pesawat Linac Siemens dan Elekta dengan Metode Precentage
Depth Dose (PDD) dan Tissue Phantom Ratio (TPR)” sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Master Sains pada Program Studi Ilmu Fisika Fakultas Sains
Dalam pelaksanaan penyusunan tesis ini, banyak sekali pihak yang ikut
terlibat dan memberikan banyak kontribusi ilmiah, bantuan moril dan materiil
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum
atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti
Sumatera Utara.
3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika, Dr. Kurnia Sembiring, M.S dan
M.Eng.Sc serta seluruh staf pengajar dan Program Studi Magister Ilmu Fisika
6. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc, Prof. Dr. M.Zarlis, M.Sc, dan Dr. Kurnia
Sembiring, M.S selaku Komisi Pembanding atas kritik dan saran yang
diberikan.
7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
9. Dr. Bambang Prabowo, M.Kes, selaku Direktur RSUP H Adam Malik yang
10. Dr. Hj. Rosmita Ginting, Sp.Rad (K) ONK Rad selaku Ka. Instalasi
11. Dr. Julijamnas, Sp.ONK Rad, selaku Kepala Instalasi Radioterapi RSU Vina
Estetika Medan.
12. Tim Fisikawan Medik Instalasi Radioterapi RSU Vina Estetika Medan.
13. Tim Fisikawan Medik Instalasi Radioterapi RSUP H. Adam Malik Medan.
dan dukungan motivasi baik materiil maupun moril sehingga penulis dapat
15. Teman-teman S-2 : Selamat, Verion, Toni, Saufa, Sondang, Enda dan teman
S-2 yang lain yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak
Penyusunan tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu
kritik dan saran akan menjadi masukan yang berarti. Semoga laporan ini dapat
Penulis
Pemberian dosis pasien pada pesawat Linac dapat ditentukan dengan teknik
source surface distance (SSD) dengan menggunakan metode Precentage Depth
Dose (PDD) dan teknik source axis distance (SAD) menggunakan metode tissue
phantom ratio (TPR). Indek kualitas berkas merupakan konsep kemampuan
penetrasi berkas didalam air yang dapat terkuantisasi sehingga mendapatkan suatu
konstanta yang terukur. Penelitian dilakukan dengan mengukur PDD dan
menghitung TPR untuk membandingkan perhitungan indek kualitas berkas pada
pesawat Linac energi foton 6 MV dan 10 MV. PDD dilakukan teknik SSD 100
cm pada kedalaman 0 cm sampai 25 cm dan perhitungan TPR pada SAD 100 cm
pada kedalaman 10 cm dan 20 cm dengan lapangan standar 10 cm x 10 cm.
Hasil penelitian diperoleh sebagai berikut: Pada energi foton 6 MV metode PDD,
D max Pesawat Linac Elekta lebih besar sejumlah 0,94% dibandingkan D max
Pesawat Linac Siemens, sesuai hasil penelitian D max Pesawat Linac Siemens
terdapat pada kedalaman 15 mm sedangkan Elekta terdapat pada kedalaman 16
mm (standar BATAN yang diperbolehkan sebesar 3%). Pada energi foton 10
MV metode PDD, D max Pesawat Linac Elekta lebih besar sejumlah 0,95%
dibandingkan D max Pesawat Linac Siemens, sesuai hasil penelitian D max Pesawat
Linac Siemens terdapat pada kedalaman 20 mm sedangkan Elekta terdapat pada
kedalaman 21 mm (standar BATAN yang diperbolehkan sebesar 3%). Pada
energi foton 6 MV metode Tissue Phantom Ratio (TPR), TPR Pesawat Linac
Elekta lebih besar 0,98%, sesuai hasil penelitian diperoleh TPR Pesawat Linac
Siemens diperoleh 0,66% sedangkan Pesawat Linac Elekta 0,67% (standar
BATAN yang diperbolehkan sebesar 3%). Pada energi foton 10 MV metode
Tissue Phantom Ratio (TPR), TPR Pesawat Linac Siemens lebih besar 0,97%,
sesuai hasil penelitian TPR Pesawat Linac Siemens diperoleh 0,75%
sedangkan Pesawat Linac Elekta 0,73% (standar BATAN yang diperbolehkan
sebesar 3%). Dapat disimpulkan bahwa Pesawat Linac Siemens RS Vina
Estetika Medan dan Pesawat Linac Elekta RSUP H. Adam Malik Medan
dinyatakan layak pakai.
Presenting a dosage to patient by lineac unit can be set under a source surface
distance (SSD) technique precisely using a percentage depth dose (PPD) method
as well as source axis distance (SAD) technique using tissue phantom ratio (TPR)
method. Index quality in light is defined a concept with ability to penetrate by
light in water that quantized further having a measurable constant. The research
was carried out by measurable PDD and assess TPR to compare calculating of
quality index of shine on lineac unit with photon energy 6 MV and 10 MV. PDD
was done in SSD technique 100 cm with depth 0 cm through 25 cm and
calculating TPR on SAD 100 cm with depth 10 cm and 20 cm in a standard field
of 10 cm x 10 cm.
The result of research indicated that on energy photon 6 MV in PDD method,
D max Linac Elekta Unit is seen higher of 0.94% compared to D max Linac Siemens
Unit, it is referred to the result of research D max Linac Siemens Unit, found in
depth 15 mm while the Elektra was found in depth 16 mm (by BATAN standard
allowed in 3%). On energy photon 10 MW method PDD, D max Linac Elektra
Unit is higher in some 0.95% compared to D max Linac Siemens Unit, it is referred
to the result of research D max Linac Siemens Unit found in depth 20 mm while
Elektra found in depth 21 mm and on energy photon 6 MW under Tissue
Phantom Ratio (TPR) method, then TPR Linac Elektra Unit is higher 0.98%,
refers to the result of research obtained TPR Linac Siemens Unit is obtained
0.66% while Linac Elekta Unit 0.67% (by BATAN standard as obtained is 3%).
On energy photon 10 MW in Tissue Phantom Ratio (TPR) method, then TPR
Linac Siemens Unit is higher of 0.97%, it refers to the result of research TPR
Linac Siemens Unit obtained 0.75% while Linac Elekta Unit 0.73% (by
BATAN standard obtained in 3%). It is concluded that Linac Siemens Vina
Estetika Hospital and Linac Elekta RSUP H.Adam Malik Hospital is reliable to
apply.
PENDAHULUAN
elektron. Pesawat pemercepat elektron atau Linac telah menjadi mesin pengobatan
hal yang menggambarkan efek dosis sehingga perlu melihat parameter dasar
seperti energi dari berkas, ukuran lapangan, kedalaman titik perhitungan yang
diinginkan dan jarak permukaan dari sumber berkas. Ada 2 set-up untuk
menentukan pengukuran dosis pada pasien yaitu teknik Source Surface Distance
(SSD) dengan menggunakan metode Precentage Depth Dose (PDD) dan teknik
Source Axis Distance (SAD) dengan metode Tissue Phantom Ratio (TPR) (Krizan,
yang sesuai untuk pengobatan radioterapi ketika berbagai berkas energi tersedia.
Hal ini merupakan parameter dosimetrik untuk mengkonfirmasi jumlah dosis dari
Sebuah formula modifiksi untuk mendefinisikan TPR dari sinar foton tetapi
kurang efektif dalam aplikasi klinis (Alam, et. al., 2007) dan perbandingan bidang
kecil dalam pembuatan data TPR untuk sinar foton Elekta Agility 6 MV yang
pertama harus memperhatikan kualitas berkas (Chen, 2007). Untuk rentang foton
energi rendah atau kilovoltage kualitas berkas ditentukan dengan konsep Half
Value Layer (HVL) tetapi dalam energi megavoltage kualitas berkas ditentukan
berkas dengan energi yang berbeda akan memberikan nilai dosis maksimum
jenis energi radiasi terhadap pola penetrasi berkas didalam air dapat dibedakan
nilai kualitas masing-masing berkas, semakin dalam penetrasi berkas didalam air
dikuantisasi sehingga didapatkan indek atau konstanta dari berbagai energi radiasi
yang terukur dan parameter tersebut disebut index kualitas berkas yang dapat
ditentukan dari nilai PDD atau TPR (Podgorsak, 2005). Dalam ketelitian
pemberian dosis secara teoritis pengukuran berkas radiasi foton energi tinggi pada
TPR 20,10 yang dapat dilakukan dengan menghitung dari PDD 20,10 atau PDD(10)
(IAEA, 2000).
radiasi foton energi tinggi pada accelerator medik untuk menentukan indek
teoritis menggunakan teknik SAD dengan metode TPR. Selain itu telah dilakukan
metode TPR dan metode PDD sehingga perlu dilakukan penelitian terhadap kedua
metode ini secara individual terhadap pesawat Linac yang lain maka diambil judul
Linac Siemens dan Elekta dengan menggunakan Metode Precentage Depth Dose
Depth Dose (PDD) dan Tissue Phantom Ratio (TPR) pada lapangan 10 cm x 10
medik.
1. Dosis radiasi yang diterima oleh pasien untuk pengobatan (teraphy) sesuai
2. Dapat menjadi refrensi untuk pengadaan pesawat Linac yang baru bagi
rumah sakit.
TINJAUAN PUSTAKA
kepada medium. Dalam hal ini medium menyerap radiasi. Untuk mengetahui
banyaknya radiasi yang terserap oleh suatu medium digunakan satuan dosis
radiasi terserap atau Radiation Absorbed Dose yang disingkat Rad. Jadi dosis
absorbsi merupakan ukuran banyaknya energi yang diberikan oleh radiasi pengion
kepada medium.
dE
D= (2.1)
dm
Dengan d E adalah energi rata-rata yang diberikan oleh radiasi pengion untuk
Dalam satuan SI, satuan dosis radiasi serap disebut dengan Gray yang disingkat
Gy. Dalam hal ini 1 Gy sama dengan energi yang diberikan kepada medium
sebesar 1 Joule/kg.
Interaksi sinar-X dengan materi akan terjadi bila sinar-X yang dipancarkan
dari tabung dikenakan pada objek. Sinar-X yang dipancarkan merupakan panjang
elektromagnetik ini dinamakan foton. Foton ini tidak bermuatan listrik dan
dengan atom-atom dengan materi tersebut. Besarnya energi yang diserap tiap
satuan massa dinyatakan sebagai satuan dosis serap, disingkat Gray. Dalam
jaringan tubuh manusia, dosis serap dapat diartikan sebagai adanya 1 joule energi
1 gray = 1 joule/kg
Interaksi radiasi dengan materi tergantung pada energi radiasi, jika berkas
Dalam proses foto listrik energi foton diserap oleh atom yaitu elektron,
sehingga elekton tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom. Elektron yang
keluar dari ikatan atom disebut foto elektron. Peristiwa efek foto listrik ini terjadi
pada energi radiasi rendah (E < 1 MeV) dan nomor atom besar seperi Gambar 2.1
berikut ini:
Dalam proses foto listrik energi foton diserap oleh atom yaitu
listrik ini terjadi pada energi radiasi rendah (E < 1 MeV) dan nomor atom besar
Bila foton mengenai elektron dalam suatu orbit dalam atom, sebagian
energi foton (Q) digunakan untuk mengeluarkan elektron dari atom dan sisanya
dibawa oleh elektron sebagai energi kinetiknya. Seluruh energi foton dipakai
E = Q +E k ( 2.2)
c
hf =
λ
Dengan,
E = energi (joule)
F = Frekwensi (herzt)
H = konstanta plank
antara sebuah foton dan sebuah elektron bebas. Dimana foton berinteraksi dengan
elektron yang dianggap bebas (tenaga ikat elektron lebih kecil dari energi foton
Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas maka tidak
mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika momentum dan
energi dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan berasumsi bahwa reaksi
semakin memungkinkan. Jika hal ini memang benar, maka menurut Hukum
E = mc2 (2.3)
Dengan,
E = energi
m = masa
c = kecepatan cahaya
E
PP = = mv (2.4)
c
E = energy (joule)
m = massa (Kg)
p = momentum (unit)
Sebuah foton yang energinya lebih dari 1.02 MeV. Pada saat bergerak
dekat dengan sebuah inti, secara sepontan akan menghilang dan energinya akan
muncul kembali sebagai suatu positron dan elektron seperti yang digambarkan
2.3 Kerma
energi kinetik yang dilepaskan per-satuan massa. Kerma merupakan jumlah dari
energi kinetik awal dari semua partikel bermuatan dibebaskan oleh radiasi
dari radiasi pengion tidak langsung untuk partikel bermuatan (elektron) dalam
dEtr
K= (2.5)
dm
Satuan Kerma adalah Joule per kilogram (J/kg) atau Gray (Gy), sehingga satuan
Energi ditransfer ke elektron oleh foton dapat dikeluarkan dalam dua cara yang
berbeda yaitu :
Sehingga total Kerma (K) biasanya dibagi menjadi dua komponen : Kerma
kehilangan energinya saat terjadinya ionisasi dan eksitasi karena interaksi antara
partikel bermuatan dan elektron atom sedangkan Kerma radiasi adalah Kerma
yang berhubungan dengan produksi foton radiasi akibat interaksi antara partikel
bermuatan dan inti atom tetapi juga dapat hasil dari pelepasan saat anhilasi.
Kerma berbeda dari dosis yang diserap, sesuai dengan energi yang terlibat.
Untuk energi rendah atara dosis serap hampir sama, tetapi untuk energi yang
lebih tinggi Kerma jauh lebih tinggi dibandingkan dosis yang diserap, karena
bergerak cepat.
utama dan ionisasi sekunder yang dihasilkan juga meningkat, sehingga dicapai
suatu nilai maksimum. Setelah mencapai nilai maksimum, dosis yang terserap
maksimum yang terjadi pada suatu kedalaman hampir sama dengan jangkauan
Hubungan antara Kerma dan dosis radiasi foton atau netron-netron cepat
Gambar 2.4 Hubungan antara Kerma dengan Dosis Radiasi (Podgorsak, 2005).
Bagian awal pembentukan berkas energi dari pesawat Linac adalah sistem
injeksi yang disebut dengan electron gun. Ada dua jenis tipe elekron gun yaitu
tipe diode dan triode. Keduanya terdiri dari sebuah pemanas filamen katoda dan
lubang dasar anoda sedangkan untuk electron gun triode ditambah penggabungan
grid. Elektron yang dihasilkan oleh electron gun merupakan elektron thermionik
dipancarkan dari katoda yang dipanaskan terfokus menjadi berkas pensil oleh
yang terbuat dari tembaga. Di dalam tabung disalurkan gelombang mikro yang
terjadinya medan elektomagnetik sehingga terjadi kuat medan listrik dinamis yang
elektron.
Kecepatan elektron tersebut secara berantai dipacu lintasan dari satu sel ke
sel berikutnya sampai energi elektron tersebut sesuai dengan energi yang
semakin tinggi energi yang dihasilkan. Elektron hasil percepatan dari accelerating
dan lintasannya. Elektron dengan penyimpangan energi yang lebih besar akan
dieliminir oleh sebuah filter sehingga dapat dicapai pemfokusan berkas elektron
yang sangat baik dengan energi yang monokromatik. Elektron yang dihasilkan
oleh pemercepat setelah melalui bending magnet merupakan berkas pensil. Untuk
pemilihan sinar-X atau foton maka elektron yang berenergi tinggi tersebut
yang berupa penyaring (flattening filter). Untuk pemilihan berkas elektron maka
(scattering foil).
bentuk dan ukuran tergantung pada spesifikasi kebutuhan tetapi pada umumnya
pengumpulan arus.
Gambar 2.7 Desain Dasar Detektor Kamar Ionisasi Silinder Tipe Farmer (Khan,
2003)
Detektor kamar ionisasi silinder yang paling populer adalah 0,6 cm3.
Detektor ini dirancang oleh Farmer dan awalnya diproduksi oleh Baldwin tetapi
sekarang tersedia dari beberapa vendor untuk kalibrasi berkas dalam dosimetri
diagram skematik farmer sebuah ditunjukkan pada Gambar 2.7. Dinding bindal
terbuat dari grafit murni dan pusat elektroda terbuat dari aluminium murni.
volume rongga ruangan antara 0,1 cm3 dan 1 cm3. Tipe ini biasanya memiliki
panjang internal yang kurang dari 25 mm dan diameter kurang dari 7 mm. dinding
material mempunyai nomor atom rendah (z setara dengan jaringan atau udara)
dengan ketebalan kurang dari 0,1 g/cm2. Sebuah ruang dilengkapi dengan buildup
cup dengan ketebalan sekitar 0,5 g/cm2 untuk kalibrasi bebas di udara
kalibrasi keluaran berkas yang berfungsi untuk menilai kinerja Linac sehingga
tepat dalam pemberian dosis pasien. Dalam menggunakan berkas foton telah
set monitor unit (misalnya, 200 MU) adalah maksimum pada poros tengah.
Tabel 2.1 Nilai k Q untuk Accelerator pada Berkas Foton dari sebuah Fungsi
dari %dd (10) untuk Ion Chamber Cylindrical (IAEA, 2000).
K TP =
(273,2 + T )P0 (2.7)
(273,2 + To )P
M + + M _)
K pol = (2.8)
2M
k pol adalah faktor koreksi respon detektor ionisasi terhadap efek pergantian
2
M M
k s = a0 + a1 1 + a2 1 (2.9)
M2 M2
Tabel 2.2. Koefisien kuadratik untuk perhitungan nilai k s oleh tehnik dua
tegangan dalam radiasi pulsed dan pulsed-scaned sebagai fungsi rasio
tegangan V 1 /V 2 (IAEA, 2000)
pengaruh suhu dan tekanan, kalibrasi elektrometer, efek polaritas dan ionisasi
rekombinasi.
N D,w,Qo adalah faktor kalibrasi dalam hal dosis serap dalam air untuk dosimeter
pada kualitas referensi Q 0 dan k Q,Qo adalah faktor spesifik detektor untuk
sebenarnya Q.
(2.12)
(2.13)
dosis yang di serap bervariasi sesuai dengan kedalaman. Variasi ini tergantung
sumber dan sistim kolimasi sinar. Demikian juaga kalkulasi dosis pada pasien
PDD adalah dosis serap yang diberikan pada sumbu utama berkas sebagai
Gambar 2.8 berikut ini adalah merupakan teknik Pengukuran Precentage Depth
Dose (PDD).
Salah satu cara untuk karakteristik distribusi dosis sumbu utama adalah
sebagai hasil bagi, dinyatakan sebagai persentase dari dosis yang diserap setiap
kedalaman D Q untuk dosis yang diserap pada kedalaman referensi tetap lakukan
DQ
PDD = x100% (2.14)
DP
Dengan D Q adalah dosis pada titk Q dan D P adalah dosis serap pada titik
maksimum.
Dalam praktek klinik puncak dosis serap sumbu utama disebut dosis
maksimum (d max ). Dosis maksimum dari dosis yang diberikan dapat dirumuskan
sebagai berikut :
DQ
P max = x100% (2.15)
PDD
kedalaman. Gambar 2.9 berikut ini adalah Kurva PDD di dalam air untuk area 10
× 10 cm2 pada SSD 100 cm untuk beberapa energi foton mulai dari sinar γ Co60
maksimum, namun ada penumpukan awal dosis yang menjadi lebih dan lebih
jelas sebagai energi meningkat. Dalam kasus orthovoltage atau sinar-X energi
yang lebih rendah, dosis meningkat hingga maksimum pada atau sangat dekat
dengan permukaan. Berkas energi yang lebih tinggi pada titik dosis maksimum
terletak lebih dalam pada jaringan atau phantom. Wilayah antara permukaan dan
titik dosis maksimum disebut dosis daerah build-up. Dosis efek build-up dari
berkas energi yang lebih tinggi menimbulkan efek yang secara klinis dikenal
energi yang lebih tinggi dosis permukaan jauh lebih kecil dibandingkan dengan
dalam kasus berkas foton energi yang lebih tinggi, dosis yang lebih tinggi dapat
dikirim ke tumor yang lebih dalam tanpa melebihi toleransi kulit. Semakin tinggi
percent depth dose pada tumor maka dosis pada permukaan kulit. akan lebih
rendah.
Tissue Phantom Ratio (TPR) didefinisikan sebagai rasio dari dosis pada
titik tertentu dalam phantom untuk dosis pada titik yang sama pada kedalaman
DQ
TPR = x100% (2.16)
DQref
Dengan D Q adalah dosis pada titik di phantom dan D Qref adalah dosis pada titik
yang sama pada kedalaman referensi tetap. TPR dipengaruhi oleh energi,
2.6 Spesifikasi Kualitas Berkas pada Foton Energi Tinggi (IAEA, 2000)
kualitas berkas ditentukan oleh tissue phantom ratio (TPR 20 ,10 ) yang merupakan
rasio dari dosis yang diserap pada kedalaman 20 cm dan 10 cm di phantom air
diukur dengan jarak antara sumber chamber konstan 100 cm dan ukuran
Sifat indek kualitas TPR 20,10 yang paling penting adalah terhindar dari
foton kedalaman kurva dosis melampaui kedalaman dosis maksimum. Rasio dosis
Pengukuran TPR 20,10 pada aplikasi klinis tidak di pengaruhi oleh kesalahan kecil
Definisi TPR 20,10 telah dibuat dalam hal rasio dosis serap sehingga
penggunaan rasio ionisasi memberikan akurasi yang dapat diterima karena variasi
gangguan luar di dalaman dosis maksimal. Pengaruh efek rekombinasi pada dua
kedalaman. Tabel 2.3 berikut ini adalah merupakan Kondisi referensi untuk
Tabel 2.3 Kondisi referensi untuk menentukan kualitas berkas foton (TPR20,10)
(IAEA, 2000)
Pengaruh kuantitas Nilai referensi atau karateristik normal refensi
Titik referensi detektor untuk detektor silinder pada sumbu tengah di pusat dari
volume rongga
Posisi titik referensi detektor untuk detektor silinder dan detektor keping sejajar pada
pengukuran kedalaman
SCD 100 cm
Untuk foton berenergi tinggi yang dihasilkan oleh akselerator klinis kualitas
berkas ditentukan oleh tissue phantom ratio (TPR 20 ,10 ). Ini adalah rasio dari
cm di bidang ruangan.
TPR 20,10 dapat diperoleh dari hubungan PDD 20,10 (Followil et. al., 1998) adalah
Persamaan empiris ini diperoleh dari sampel hampir 700 akselerator dan telah
percentage depth dose pada kedalaman 10 cm atau PDD(10), diukur dengan luas
METODE PENELITIAN
Estetica Medan dan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Merk : Siemens
- No.Seri : 5782
2. Chamber :
4. Elektrometer :
- Model : Dose 1
5. Termometer 1 Pcs
6. Barometer 1 Pcs
8. Komputer Pengukuran:
3.2.2 Alat dan Bahan di Instalasi RSU Pusat H Adam Malik Medan
- No.Seri : 151614
2. Chamber :
- Merk : Semiflex
3. Elektrometer :
4. Termometer 1 Pcs
6. Komputer Pengukuran:
Diagram alir penelitian dari persiapan alat sampai analisa data dan
Mulai
Studi Literatur
Selesai
lampiran 4.
permukaan air dan satu lagi detektor semiflex di area penyinaran bagian atas
phantom air karena mengukur dosis relatif sehingga perlu pembanding. Mengatur
10 cm x 10 cm
25 cm
SCD = 100 cm
10 cm
25 cm
25 cm
10 cm x 10 cm
10 cm
10xcm
10 cm
M5782 terdapat di Lampiran 6 Tabel 6.1. Pada Gambar 4.1 berikut ini
Siemens. D max pada energi foton 6 MV Siemens terjadi pada kedalaman 15 mm.
yang dilaluinya.
Dari hasil pengukuran PDD energi foton 6 MV pada pesawat Linac Elekta
Pricise 151614 terdapat di Lampiran 6 Tabel 6.2. Pada Gambar 4.2 berikut ini
Elekta. D max pada energi foton 6 MV Elekta terjadi pada kedalaman 16 mm.
16 mm
M5782 terdapat di Lampiran 6 Tabel 6.3. Pada Gambar 4.3 berikut ini
Elekta Pricise 151614 terdapat di Lampiran 6 Tabel 6.4. Pada Gambar 4.3 berikut
ini memperlihatkan distribusi kedalaman dosis metode PDD pada energi foton 10
MV Elekta. D max pada energi foton 10 MV Elekta terjadi pada kedalaman 21 mm.
yang dilaluinya.
21 mm
Linac Siemens M5782 dan Elekta Pricise 151614, terdapat di Lampiran 6 Tabel
6.5. Pada Gambar 4.5 berikut ini memperlihatkan distribusi kedalaman dosis
metode PDD pada energi foton 6 MV Siemens dan 6 MV Elekta. Pada daerah
build up distribusi dosis hampir sama terlihat pada grafik garis hampir berhimpit
setelah sampai dosis maksimum (d max ) baru berjauhan. D max pada energi foton 6
Elekta terjadi pada kedalaman 16 mm, Kemudian presentase distribusi dosis akan
15
Linac ini pada energi yang sama sebesar 6 MV terdapat perbedaan sebesar ( )
16
16 mm
Gambar 4.5 Grafik PDD Siemens dan Elekta pada Energi Foton 6 MV
Siemens M5782 dan Elekta Pricise 151614 terdapat di Lampiran 6 Tabel 6.6.
Pada Gambar 4.6 berikut ini memperlihatkan distribusi kedalaman dosis metode
PDD pada energi foton 6 MV Siemens dan 6 MV Elekta. Pada daerah build up
distribusi dosis hampir sama terlihat pada grafik garis hampir berhimpit setelah
sampai dosis maksimum (d max ) baru berjauhan. D max pada energi foton 10 MV
Elekta terjadi pada kedalaman 21 mm. Kemudian presentase distribusi dosis akan
Linac ini pada energy yang sama sebesar 10 MV terdapat perbedaan sebesar
20
( ) x 100 % = 0,95%, dengan standar BATAN yang diperbolehkan sebesar
21
3%
21 mm
Gambar 4.6 Grafik PDD Siemens dan Elekta pada Energi Foton 10 MV
a. Sebagai berkas berenergi tinggi, foton masuk ke dalam tubuh pasien atau
b. Elektron ini menyimpan energi pada suatu jarak tertentu dari posisi
bertambahnya kedalaman.
Dengan melihat fenomena tersebut maka pada daerah build up dari kedua
energi tersebut pasti akan berhimpit karena pola dosis permukaan hampir sama
kecuali pada daerah d max pasti akan berbeda karena dipengaruhi oleh energinya.
Pada energi foton 10 MV d max akan lebih dalam dibandingkan dengan energi
melewati d max pada energi foton 10 MV presentase dosisnya akan lebih besar
kualitas berkas ditentukan oleh tissue phantom ratio (TPR 20 ,10 ). Ini adalah rasio
diukur jarak sumber dengan detektor konstan 100 cm dan ukuran lapangan 10
cm x 10 cm di bidang ruangan.
TPR 20,10 dapat diperoleh dari hubungan PDD 20,10 (Followil et. al., 1998) adalah:
(2.17)
phantom dengan SSD 100 cm. Persamaan empiris ini diperoleh dari sampel
Sesuai rumus TPR 20,10 = 1,2661PDD 20,10 - 0,0595 diperoleh TRP pada energi
kualitas berkas ditentukan oleh tissue phantom ratio (TPR 20 ,10 ). Ini adalah rasio
diukur jarak sumber dengan detektor konstan 100 cm dan ukuran lapangan 10
cm x 10 cm di bidang ruangan.
TPR 20,10 dapat diperoleh dari hubungan PDD 20,10 (Followil et. al., 1998) adalah:
Persamaan empiris ini diperoleh dari sampel hampir 700 akselerator dan telah
Sesuai rumus TPR 20,10 = 1,2661PDD 20,10 - 0,0595 diperoleh TRP pada
Sesuai rumus TPR 20,10 = 1,2661PDD 20,10 - 0,0595 diperoleh TRP pada
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pesawat Linac Siemens Dan Elekta Dengan Metode Precentage Depth Dose
(PDD) dan Metode Tissue Phantom Ratio (TPR) diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pada energi foton 6 MV metode PDD, D max Pesawat Linac Elekta lebih besar
MV metode PDD, D max Pesawat Linac Elekta lebih besar sejumlah 0,95%
sebesar 3%).
2. Pada energi foton 6 MV metode Tissue Phantom Ratio (TPR), TPR Pesawat
Linac Elekta lebih besar 0,98%, sesuai hasil penelitian diperoleh TPR
0,67 % dan pada energi foton 10 MV metode Tissue Phantom Ratio (TPR),
TPR Pesawat Linac Siemens lebih besar 0,97%, sesuai hasil penelitian TPR
a. Energi foton 6 MV metode PDD Pesawat Linac Elekta lebih baik dari
lebih baik dari Siemens, namun masih dalam batas toleransi dibawah 3%
b. Energi foton 6 MV metode TPR Pesawat Linac Elekta lebih baik dari
Linac Siemens lebih baik dari Elekta, namun masih dalam batas toleransi
5.2 Saran
sebagai berikut :
Anonim, 1996, Central axis depth dose data for use in Radiotherapy, British
Journal Radiologi, Supplement no. 25, The British Institute of Radiology,
London.
Alam M. J., Rabbani Z., Hussain A., Baig A. K. V., 2007, A modified formula for
defining tissue phantom ratio of photon beams, Bangladesh Medical
Research Council. 33: 92-97
Buzdar S. A., Rao A., Aalia N., 2009, An Analyis 0f Depth Dose Charateristik of
Photon in Water, Journal Ayub Med Coll Abbottabad, The Islamia
University, Bahawalpur, Pakistan. 21(4)
Followill D.S., Toilor R.C., Tello V.M., Hanson W.F., 1998, An empirical
relationship for determining photon beam quality in TG-21 from a ratio of
percent depth doses, Med Phys. 25 : 1202-1205.
Khan F. M., 2003, Title : Physics of Radiation Therapy, The 3rd Edition,
Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA(136-137,164)
Li G., Huaqing Z., Guangyao S. and Wu Y., 2011, Photon Energy Spectrum
Recontruction Based on Monte Carlo and Measured Precentage Depth
Dose in Acurate Radiotheraphy, Institut Plasma Physic,Chinese Academy
of Science, China. Vol. 2, pp.160-164
Natto S. A., 2007, A Comparative Study of Measured Percentage Depth Doses for
two Medical Linear Accelerators, Umm Al-Qur a Univ. Journal Science
Med. Eng, Saudi Arabi. Vol.19,No.2, pp.145 -151
Suharni, Kusminarto, Diah F.I., Aggraita P., 2012, Perhitungan Eefisiensi Daya
Berdasarkan Presentase Kedalama Dosis (PDD) pada Linac Medis RS dr.
Sarjito, Program Pasca Sarjana Fisika – UGM, PTAPB – BATAN,
Yogyakarta. Volume 14. ISSN 1411-1349
Ślosarek K., Agata R., 2005, Comparison of Percent Depth Doses for Various
Linear Accelerators, Journal Medical Physics Eng, Polandia. 11(1):39-50.
PL ISSN 1425-4689
Sardari D., Maleki R., Samavat H., Esmaeeli A., 2009, Measurement of depth-
dose of linear accelerator and simulation by use of Geant4 computer
code, Elselvier, Department of Medical Physics, Hamadan University of
Medical Science, Hamadan, Iran. Reports of practical oncology and
radiotherapy 15 (2010)64–68
M1 M2
Energy +300 V -300 V +100
(M + ) (M - )
6 MV 26.58 nC -26.6 nC 26.42 nC
26.58 nC -26.6 nC 26.42 nC
Depth : 51.86 mm
26.58 nC -26.6 nC 26.42 nC
Rata2 26.58 nC -26.6 nC 26.42 nC
10 MV 28.89 nC -28.9 nC 28.7 nC
28.89 nC -28.9 nC 28.7 nC
Depth : 101.86 mm
28.89 nC -28.9 nC 28.7 nC
Rata2 28.89 nC -28.9 nC 28.7 nC
M1 M2
+400 V -400 V +100
(M + ) (M - )
6 MV 29.51 nC -29.50 nC 29.47 nC
29.57 nC -29.56 nC 29.49 nC
Depth : 51.86 mm
29.59 nC -29.55 nC 29.50 nC
Rata2 29.56 nC -29.54nC 29.49 nC
10 MV 24.88 nC -24.78 nC 24.61 nC
24.84 nC -24.81 nC 24.72 nC
Depth : 101.86 mm
24.86 nC -24.85 nC 24.74 nC
Rata2 24.86 nC -24.81 nC 24.69 nC
-2
Calibration quality Q 0 : Co-60 photon beam Calibration depth: g cm
If Q 0 is photons, give TPR 20,10 :
b
3. Dosimetry reading and correction for influence quantities
Uncorrected dosimeter reading at V 1 and user polarity: 26,58 nC rdg
d
(iii) Polarity correction rdg at +V 1 M+ = 26,58 rdg at -V 1 : M- = 26,6
M+ + M−
k pol = = 1,000
2M
2 M2
-2
Calibration quality Q 0 : Co-60 photon beam Calibration depth: 5 g cm
If Q 0 is photons, give TPR 20,10 :
b
3. Dosimetry reading and correction for influence quantities
Uncorrected dosimeter reading at V 1 and user polarity: 28,89 nC rdg
d
(iii) Polarity correction rdg at +V 1 M+ = 28,89 rdg at -V 1 : M- = 28,9
M+ + M−
k pol = = 1,000
2M
2 2
b
3. Dosimetry reading and correction for influence quantities
Uncorrected dosimeter reading at V 1 and user polarity: 25,33 nC rdg
d
(iii) Polarity correction rdg at +V 1 M+ = 25,33 rdg at -V 1 : M- = 25,35
M+ + M−
k pol = = 1,000
2M
2 2
b
3. Dosimetry reading and correction for influence quantities
Uncorrected dosimeter reading at V 1 and user polarity: 27,42 nC rdg
d
(iii) Polarity correction rdg at +V 1 M+ = 27,42 rdg at -V 1 : M- = 27,44
M+ + M−
k pol = = 1,000
2M
2 M2