Anda di halaman 1dari 2

PEMBAHASAN

1. Budaya dan Warisan Budaya


“Hanya manusia yang memiliki kebudayaan,” begitu kira-kira teori Erns Cassirer, seorang ahli lingustik asal
Swiss, dalam bukunya An Essay on Man (1945 via Ahimsa-Putra, 2002; 2004; 2005).Disebutkan olehnya
bahwa kebudayaan atau budaya merupakan ciri penting (khas) dari manusia,yang membedakan manusia
dengan binatang.Mengapa hanya manusia yang memiliki kebudayaan, sedangkan binatang atau makhluk
lainnya tidak?Pendapat ini berangkat dari pemahaman bahwa manusia merupakan animal symbolicum atau
binatang yang mengkreasi simbol.Sebab itu,hanya manusia yang dapat melakukan simbolisasi terhadap
sesuatu.Manusia merupakan makhluk yang mampu menggunakan, mengembangkan, dan menciptakan
lambang-lambang atau simbol-simbol untuk berkomunikasi dengan sesa¬manya (Ahimsa-Putra, 2004:
29).Sementara itu, apa yang dimaksud dengan simbol?Definisi konsep simbol atau lambang ialah segala
sesuatu yang dimaknai di mana makna dari suatu simbol itu mengacu pada sesuatu (konsep) yang
lain.Wujud lambang-lambang ini bisa berupa teks (tulisan), suara, bunyi, gerak, gambar, dan lain
sebagainya (Ibid).

Oleh karena hanya manusia yang dapat melakukan pe¬maknaan terhadap sesuatu dan sesuatu yang
dimaknai ini meru¬pakan sebuah lambang hasil kreasi manusia sendiri, dan proses simbolisasi ini
melahirkan kebudayaan, maka kebudayaan dalam hal ini dapat didefinisikan sebagai: seperangkat atau
kese¬luruhan simbol yang digunakan atau dimiliki manusia dalam hidupnya untuk bisa melakukan
reproduksi dan menghadapi lingkungannya, yang diperoleh lewat proses belajar dalam kehi¬dupannya
sebagai anggota suatu masyarakat atau komunitas (Ibid). Di sini perlu dicatat bahwa setiap manusia
beserta komu¬nitasnya memiliki perangkat simbol (baca: kebuda¬yaan) dan pro¬ses simbolisasinya
(proses berkembangnya kebuda¬yaan) masing-masing, sehingga pemaknaan atau penafsiran yang lahir
juga beragam (lihat juga Geertz, 1973: 89).Hal inilah yang kemudian melahirkan diversitas budaya dalam
kehidupan manusia.

Lebih lanjut,perlu diketahui bahwa terdapat tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat.Pertama
adalah gagas¬an, ide, atau sistem nilai.Karena gagasan ini beroperasi pada tataran kognitif, maka agak
sulit mengidentifikasinya. Selain itu, dapat diketahui simbol-simbol lain yang wujudnya lebih konkret dari
wujud pertama untuk dapat menjadi pembeda atau berlaku sebagai cultural traits antara kebudayaan yang
satu dengan lainnya.Wujud konkret dari simbol-simbol tersebut ialah perilaku, kebiasaan, habitus
(sebagaimana sosiolog Prancis, Pierre Bourdieu, menyebutnya), atau yang kita kenal dengan istilah adat-
istiadat sebagai wujud kedua dari kebudayaan.Selain adat-istiadat, elemen lainnya ialah budaya
material.Budaya material (material culture) atau artefak atau benda-benda hasil produksi suatu kebudayaan
merupakan hal-hal dalam kebudayaan yang paling konkret (empirik).

Ada empat bentuk yang dapat diidentifikasi dan dikategorikan sebagai peninggalan budaya.Pertama, benda-
benda fisik atau material culture.Wujud pertama ini mencakup seluruh benda-benda hasil kreasi manusia,
mulai dari benda-benda dengan ukuran yang relatif kecil hingga benda-benda yang sangat besar (dari
emblem kerajaan Sultan Nata Sintang, kain songket, keris, sampai Candi Borobudur, misalnya).Kemudian,
wujud kedua ialah pola-pola perilaku yang merupakan representasi dari adat-istiadat sebuah kebudayaan
tertentu. Bentuk kedua ini meliputi hal-hal keseharian,seperti pola makan, pola kerja, pola belajar, pola
berdoa, hingga pola-pola yang bersangkutan dengan aktivitas sebuah komunitas, seperti pola upacara adat
ataupun ritual Ngaben di masyarakat Bali.

Di dalam pola-pola keseharian itu,terkandung nilai-nilai atau tata-aturan dari adat istiadat yang
berlaku.Tata-aturan yang berlaku tersebut merupakan ejawantah dari pandangan hidup atau sistem nilai
dalam masyarakat tertentu, di mana pandangan hidup ini merupakan wujud ketiga dari kebudayaan.Wujud
ketiga ini bersifat lebih abstrak dibanding kedua wujud sebelumnya.Sistem nilai atau pandangan hidup ini
bisa berupa falsafah hidup atau kearifan lokal dari suatu masyarakat dalam memandang atau memaknai
lingkungan sekitarnya. Hal ini tiada lain adalah representasi dari pola pikir atau pengetahuan atau logika
masyarakat pengampu kebudayaan tertentu.
Selain itu, dalam konteks tinggalan budaya di sini, terdapat satu lagi bentuk peninggalan yang merupakan
wujud keempat, yakni lingkungan.Barangkali, muncul pertanyaan dalam benak kita mengapa lingkungan
dapat dikategorikan sebagai warisan budaya?Lantas, lingkungan seperti apa yang termasuk peninggalan
budaya?Sebelum masuk pada pemaparan atas pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada baiknya bila
mengetahui terlebih dahulu pengertian lingkungan di dalam tulisan ini.

Ahimsa-Putra (2004: 38) menjelaskan bahwa lingkung¬an atau environment secara garis besar dapat
dibedakan berdasarkan (1) sifat atau keadaannya dan (2) asal-usulnya.Lingkungan atas dasar kategori sifat
ini masih dapat dipilah lagi menjadi:

1. Lingkungan fisik. Lingkungan fisik berupa benda-benda yang ada di sekitar kita, makhluk hidup, dan
segala unsur-unsur alam;
2. Lingkungan sosial. Lingkungan sosial meliputi perilaku-perilaku manusia atau pelbagai aktivitas sosial
yang berupa interaksi antarindividu serta berbagai aktivitas individu; dan
3. Lingkungan budaya. Lingkungan ini mencakup pandangan-pandangan, pengetahuan,norma-norma serta
aturan-aturan yang berlaku dalam suatu masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai