Anda di halaman 1dari 6

NAMA : ASTRIED KAWATU

NIM : 18 507 174

“LUMUT HATI”

A. Pengertian Lumut
Marchantiophyta (Hepaticophyta) atau  lumut hati  banyak ditemukan
menempel di bebatuan, tanah, atau dinding tua yang lembap. Bentuk tubuhnya berupa
lembaran mirip bentuk hati dan banyak lekukan. Tubuhnya memiliki struktur yang
menyerupai ,akar ,batang dan daun. Hal ini menyebabkan banyak yang menganggap
kelompok lumut hati merupakan kelompok peralihan dari
tumbuhan Thallophyta menuju Cormophyta. Lumut hati beranggota lebih dari
6000 spesies.
Lumut merupakan kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dengan
lingkungan darat. Kelompok tumbuhan ini penyebarannya menggunakan spora dan
telah mendiami bumi semenjak kurang lebih 350 juta tahun yang lalu. Pada masa
sekarang ini Bryophyta dapat ditemukan disemua habitat kecuali di laut
(Gradstein,2003). Dalam skala evolusi lumut berada diantara ganggang hijau dan
tumbuhan berpembuluh (tumbuhan paku dan tumbuhan berbiji). Persamaan antara
ketiga tumbuhan tersebut adalah ketiganya mempunyai pigmen fotosintesis berupa
klorofil A dan B, dan pati sebagai cadangan makanan utama (Hasan dan Ariyanti,
2004). Perbedaan mendasar antara ganggang dengan lumut dan tumbuhan
berpembuluh telah beradaptasi dengan lingkungan darat yang kering dengan
mempunyai organ reproduksi (gametangium dan sporangium), selalu terdiri dari
banyak sel (multiselluler) dan dilindungi oleh lapisan sel-sel mandul, zigotnya
berkembang menjadi embrio dan tetap tinggal di dalam gametangium betina. Oleh
karena itu lumut dan tumbuhan berpembuluh pada umumnya merupakan tumbuhan
darat tidak seperti ganggang yang kebanyakan aquatik (Tjitrosoepomo, 1989). Lumut
dapat dibedakan dari tumbuhan berpembuluh terutama karena lumut (kecuali
Polytrichales) tidak mempunyai sistem pengangkut air dan makanan. Selain itu lumut
tidak mempunyai akar sejati, lumut melekat pada substrat dengan menggunakan
rhizoid. Siklus hidup lumut dan tumbuhan berpembuluh juga berbeda (Hasan dan
Ariyanti, 2004). Pada tumbuhan berpembuluh, tumbuhan sesungguhnya di alam
merupakan generasi aseksual (sporofit), sedangkan generasi gametofitnya sangat
tereduksi. Sebaliknya pada lumut, tumbuhan sesungguhnya merupakan generasi
seksual (gametofit). Sporofit lumut sangat tereduksi dan selama perkembangannya
melekat dan tergantung pada gametofit (Polunin, 1990).

B. Ciri – ciri lumut


Adapun ciri – ciri dari lumut ialah sebagai berikut :
a. Lumut mempunyai klorofil sehingga sifatnya autotrof. Lumut tumbuh di berbagai
tempat, yang hidup pada daun-daun disebut sebagai epifit. Jika pada hutan banyak
pohon dijumpai epifit maka hutan demikian disebut hutan lumut.
b. Akar dan batang pada lumut tidak mempunyai pembuluh angkut (xilem dan
floem). Pada tumbuhan lumut terdapat Gametangia (alat-alat kelamin) yaitu: Alat
kelamin jantan disebut Anteridium yang menghasilkan Spermatozoid. Alat
kelamin betina disebut Arkegonium yang menghasilkan Ovum.
c. Jika kedua gametangia terdapat dalam satu individu disebut berumah satu
(Monoesius). Jika terpisah pada dua individu disebut berumah dua (Dioesius).
Gerakan spermatozoid ke arah ovum berupakan Gerak Kemotaksis, karena adanya
rangsangan zat kimia berupa lendir yang dihasilkna oleh sel telur.
d. Sporogonium adalah badan penghasil spora, dengan bagian - bagian :Vaginula
(kaki), Seta (tangkai), Apofisis (ujung seta yang melebar), Kotak Spora : Kaliptra
(tudung) dan Kolumela (jaringan dalam kotak spora yang tidak ikut membentuk
spora). Spora lumut bersifat haploid.
e. Lumut mengalami keturunan (metagenesis). Dalam daur hidupnya, lumut
mengalami duafase kehidupan, yaitu fase gametofit (haploid) dan fase sporofit
(diploid). Alat perkembangbiakan jantan berupa antheridium dan alat
perkembangbiakan betina berupa arkegonium.

C. Struktur tumbuhan lumut

Bryophyta memiliki struktur tubuh sebagai berikut:

1) Batang dan daun pada tumbuhan lumut yang tegak memiliki susuna yang berbeda-
beda. Jika batang dilihat dari penampang melintang maka akan tampak bagian-
bagian berikut: Selapis sel kulit, beberapa sel diantaranya memanjang dan
membentuk rhizoid-rhizoid epidermis Lapisan kulit dalam tersusun atas beberapa
lapisan sel yang dinamakan korteks. Silinder pusat terdiri dari sel-sel parenkim
yang memanjang untuk mengangkut makanan
2) Daun lumut umunya setebal satu lapis sel, kecuali ibu tulang daun. Sel-sel daun
kecil, sempit, panjang dan mengandung kloroplas yang tersusun seperti jala.
Diantaranya sel-sel mati yang besar dengan penebalan dinding dalamnya
berbentuk spiral. Sel-sel mati ini berfungsi untuk tempat persediaan air dan
cadangan makanan.
3) Pada ujung batang terdapat titik tumbuh titik tumbuh dengan sel pemula
dipuncaknya. Sel pemula tersebut umumnya bebertuk bidang empat (tetrader:
kerucet terbalik) dan membentuk sel-sel baru ketiga arah menurut sisinya. Ukuran
terbatas mungkin disebabkan karena tidak adanya sel berdinding sekunder yang
berfungsi sebagai penyokong seperti pada tumbuhan berpembuluh.
4) Rhizoid (bulu-bulu akar), berfungsi sebagai akar untuk melekat pada tempat
tumbuhnya dan menyerap makanan. Rhizoid terdiri dari deret sel yang
memanjang kadang-kadang dengan sekat yang tidak sempurna.

Struktur sporofit tubuh lumut terdiri dari:

- Vaginula yaitu akar yang diselubungi oleh sisa dinding arkegonium.


- Seta (tangkai) Apofisis yaitu ujung seta yang melebar dan merupakan peralihan seta
dengan kotak spora.
- Kaliptra (tudung) berasal dari dinding arkegonium seebelah atas menjadi tudung
kotak spora.
- Kolumera, yaitu jaringan yang tidak ikut serta dalam pembentukan spora.

D. Klasifikasi Lumut
Divisio tumbuhan lumut dibagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
1. Musci (lumut daun)
Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Division : Bryophyta

Kelas : Bryopsidas

Ordo : Bryopceales

Family : Bryopcea

Genus : Bryopsida

Spesies : Bryopsida sp

Ciri morfologi tumbuhan lumut :

- Berkembang biak dengan spora


- Habitat di tempat lembab
- Memiliki akar semu
- Hidup Berkoloni
- Tidak memiliki sistem pembuluh angkut
- Mengalami metagenesis ( Pergiliran Keturunan )
DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, Merjin M.B, Kuswata. K, Sri S.T, Guhardja, S. Robbert. G, 2008. Bryophytes on
tree trunks in natural forests, selectively logged Forests and cacao agroforests in central
sulawesi, Indonesia. Artical in Press Biological Conservation.

Gradstein, S.R. (2003). Ecology of Bryophuta. A Handout Lecture of Regional Training


Course On Biodeversity and Conservation of Bryophyta and Lichens. Bogor. Indonesia.

Tjitrosomo, S. S. 1984. Botani Umum 3, edisi ketiga. PenerbitAngkasa, Bandung

Anda mungkin juga menyukai