Saat terjadi keadaan hipotensi meskipun pemberian cairan telah kita lakukan, agent
vasopressor sering kita gunakan.
Tujuan penggunaan agent vasopressor adalah untuk meningkatkan mean arterial pressure (MAP).
Indikasi pemberian agent vasopressor adalah pada keadaan septik syok yang refrakter
terhadap resusitasi volume yang adekuat. Indikasi lainnya meliputi penanganan
vasodilatory shock saat cardiopulmonary bypass, anaphylaxis, vascular surgery (carotid
endarterectomy), drug overdoses (tricyclic antidepressant) dan spinal cord trauma.
Perbedaan farmakologi dari masing-masing agent vasopressor dan inotropik ini menjadi
pertimbangan pemilihan agent ini dalam penggunaan klinis.
Phenylephrine
Venokonstriksi yang terjadi lebih besar daripada arterial konstriksi. Efek terhadap
reseptor β adrenergik minimal. Pada dosis yang sangat tinggi, baru terlihat adanya
aktivitas β. Phenylephrine merupakan vasokonstriktor yang sangat poten, namun
menyebabkan risiko penurunan aliran darah dan perfusi jaringan. Pada pasien syok
sepsis, phenylephrine menyebabkan penurunan aliran darah splanchnic dan hantaran
oksigen.
Secara struktur phenylephrine adalah 3-hydroxyphenylethylamine, berbeda dengan
epinephrine pada tidak adanya struktur 4-hydroxyl pada cincin benzena. Secara klinis,
phenylephrine menyerupai efek norepinephrine namun kurang poten dan efek lebih lama.
Stimulasi CNS minimal. Phenylephrine 50-200 µg intravena sering diberikan kepada
orang dewasa untuk mengatasi penurunan tekanan darah sistemik karena blokade sistem
saraf simpatis akibat anesthesi regional atau vasodilatasi perifer akibat kombinasi agent
inhalasi dan intravena. Berlawanan dengan agent simpatomimetik lainnya, phenylephrine
bermanfaat pada pasien coronary artery disease dan aortic stenosis karena phenylephrine
meningkatkan tekananperfusi koroner tanpa efek samping kronotropik.
Pemberian infus kontinyu 20-50 µg/menit dapat mempertahankan tekanan darah sistemik.
Reflek vagal akibat phenylephrine dapat memperlambat heart rate pada pasien
supraventrikuler takidisritmia. Phenylephrine merupakan alternatif yang lebih aman
untuk keadaan maternal hipotensi sebab pH arteri umbilikal menjadi lebih tinggi dan
menurunkan insiden fetal asidosis dibandingkan ephedrine.
Injeksi phenylephrine intravena secara cepat pada pasien coronary artery diseas
menimbulkan vasokonstriksi perifer (tergantung dosis) dan peningkatan tekanan darah
sistemik, disertai penurunan cardiac output. Penurunan cardiac output ini mencerminkan
peningkatan afterload, namun cenderung berkaitan dengan reflek bradikardi yang
dimediasi baroreseptor sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah diastolik.
Aliran darah renal, splanchnic, dan cutaneus menurun, namun aliran darah koroner
meningkat.
Epinephrine (Adrenaline)
Pada dosis yang rendah, efek β menunjukkan dominasi. Pada dosis yang lebih tinggi, efek α
menjadi lebih signifikan. Epinephrine merupakan aktivator reseptor α adrenergik yang paling
kuat. Pada hipotensi yang akut seringkali epinephrine lebih disukai dibandingkan dengan
norepinephrine karena efek β adrenergik yang lebih kuat berperan dalam mempertahakan
maupun meningkatkan cardiac output. Fungsi alamiah dari epinephrine bekerja pada (a)
kontraktilitas jantung, (b) heart rate,(c) tonus otot polos vaskular dan otot bronkus, (d)
sekresi kelenjar, (e) proses metabolis meseperti glikogenolisis dan lipolisis. Pemberian
secara oral tidak efektif, karena epinephrine dimetabolisme secara cepat pada mukosa
gastrointestinal dan hepar. Absorpsi epinephrine setelah pemberian secara subkutan
kurang baik, karena epinephrine menyebabkan vasokonstriksi pada tempat suntikan.
Epinephrine juga kurang larut dalam lemak, sehingga mencegah masuknya obat ke
susunan saraf pusat dan minimnya pengaruh langsung pada otak. Efek kardiovaskular
yang ditimbulkan merupakan hasil dari stimulasi reseptor α dan reseptor β adrenergik.
Dosis kecil epinephrine (1-2 μg/menit IV) bila diberikan pada pasien dewasa akan
menstimulasi reseptor β2 pada pembuluh perifer. Stimulasi reseptor β1 terjadi pada dosis
yang lebih besar (4 μg/menit IV), pada dosis yang lebih besar (10-20 μg/menit IV) akan
menstimulasi reseptor α dan β adrenergik dengan efek stimulasi α yang lebih dominan
pada pembuluh darah, termasuk pembuluh darah perifer dan sirkulasi ginjal. Injeksi
tunggal epinephrine dengan dosis 0,2-0,8 μg IV menyebabkan terjadinya stimulasi
jantung yang berlangsung selama 1-5 menit, umumnya tanpa peningkatan berlebihan
pada tekanan darah sistemik atau heart rate.
Agonis selektif adrenergik β2 akibat infus epinephrine dosis rendah (0,05 μg/kg/menit
intravena) diduga menyebabkan aktivasi pompa Na-K pada otot rangka, menyebabkan
perpindahan ion K ke sel. Observasi dengan cara mengukur kadar Kalium darah sesaat
sebelum dimulainya induksi anestesia dibandingkan dengan kadar kalium 1-3 hari
sebelumnya didapatkan kadar yang lebih rendah pada kadar serum kalium sesaat sebelum
induksi anestesia, hal ini menjelaskan adanya pelepasan epinephrine akibat stress. Untuk
memaksimalkan keputusan klinis berdasarkan pengukuran kadar serum kalium,
sebaiknya dipertimbangkan terjadinya hipokalemia akibat dari kecemasan preoperatif dan
pelepasan epinephrine.
Hipokalemia akibat epinephrine dapat menyebabkan terjadinya disritmia yang sering
menyertai stimulasi sistem saraf simpatis. Diantara seluruh kelenjar endokrin, hanya
kelenjar keringat yang berespon secara signifikan terhadap epinephrine, menghasilkan
sekresi yang kental dan banyak.
Norepinephrine
Norepinephrine merupakan amine endogen dihasilkan oleh medulla adrenal dan end
terminal of post ganglionic nerve fibers. Norepinephrine menunjukkan dominasi aktivitas
α adrenergik.
Norepinephrine merupakan α agonis yang poten, menimbulkan vasokonstriksi hebat pada
arterial dan vena. Akibatnya, terjadi peningkatan tahanan perifer dan tekanan darah
sistolik dan diastolik. Namun tidak seperti epinephrine, norepinephrine memiliki efek
agonis reseptor β2 yang kecil. Aktivitas β adrenergik yang lemah dapat membantu
mempertahankan cardiac output.
Rentang dosis intravena antara 0,05-2 µg/kg/menit. Reflek kompensasi vagal cenderung
dapat mengatasi efek langsung kronotropik positif norepinephrine dan efek inotropik
positif jantung tetap dipertahankan.
Pemberian Infus kontinyu 4-16 µg/menit, digunakan untuk mengatasi hipotensi refrakter.
Campuran norepinephrine dengan larutan glukosa 5% memberikan derajat keasaman
yang cukup untuk mencegah oksidasi cathecolamine. Ekstravasasi yang terjadi selama
pemberian infus menyebabkan vasokonstriksi lokal dan bahkan nekrosis.
Vasokonstriksi perifer dapat menurunkan aliran darah jaringan sehingga terjadi asidosis
metabolik.
Dopamine
Dopamine memiliki efek dopaminergik dominan pada dosis sangat rendah (<3µ/kg/menit
intravena) dan mampu menimbulkan dilatasi pada sirkulasi hepatosplanchnic dan renal.
Efek adrenergik dopamine bervariasi berdasarkan dosis. Pada dosis rendah, 3-
10µ / k g /menit intravena, efek β adrenergik mendominasi sehingga aliran darah
meningkat secara bersama-sama dengan tekanan darah. Pada dosis yang lebih tinggi, efek
α adrenergik menjadi sangat poten, sehingga sangat berperan pada kasus-kasus hipotensi
berat. Dopamine meningkatkan tekanan arterial terutama dengan meningkatkan cardiac
index, sebagai konsekuensi meningkatnya stroke volume dan heart rate, dengan efek
tahanan vaskuler sistemik yang minimal. Dopamine juga memiliki kekurangan,
diantaranya adalah dopamine tergolong agen yang relatif lemah, sehingga membutuhkan
epinephrine atau norepinephrine untuk mengontrol keadaan hipotensi. Dopamine dapat
meningkatkan aliran darah lebih efektif dibandingkan dengan vasopressor lainnya, namun
juga meningkatkan heart rate.
Stimulasi dopaminergik menyebabkan efek endokrin yang tidak diharapkan pada kelenjar
hipotalamo pituitari, sehingga terjadi efek imunosupressan akibat menurunnya pelepasan
prolactin.
Ephedrine
Ephedrine merupakan non katekolamin sintetik yang bekerja secara tidak langsung
merangsang reseptor α dan β adrenergik. Efek farmakologinya secara tidak langsung
berkaitan dengan pelepasan norepinephrine endogen, atau secara langsung dengan
merangsang reseptor adrenergik. Ephedrine tidak dimetabolisme oleh MAO di saluran
cerna sehingga memungkinkan untuk diabsobsi utuh oleh sirkulasi sistemik setelah
pemberian oral. Pemberian ephedrine intramuskuler memungkinkan, namun dapat
mengakibatkan vasokontriksi lokal sehingga menghambat absorbsi sistemik. Lebih dari
40 % ephedrine diekskresi di urine dalam bentuk utuh setelah pemberian dosis tunggal.
Inaktivasi dan ekskresinya yang lama dapat menyebabkan pemanjangan efek
simpatomimetik. Ephedrine pada orang dewasa diberikan 10-25 mg i.v, untuk
mendapatkan efek simpatomimetik yang digunakan untuk meningkatkan tekanan darah
bila dijumpai blokade simpatis yang diakibatkan anestesi regional atau digunakan sebagai
terapi hipotensi yang ditimbulkan oleh anestesi intravena atau anestesi inhalasi.
Ephedrine juga dapat digunakan sebagai terapi oral pada asthma bronkial karena efek
vasodilatas melalui aktivasi reseptor β2 adrenergik. Efek dekongestan dapat pula timbul
setelah pemberian per-oral sehingga dapat digunakan untuk menghilangkan gejala hidung
tersembat (acute coryza)
Efek peningkatan tekanan darah sistemik pada pemberian ephedrine dosis kedua tidak
sehebat pemeraian dosis pertama. Fenomena ini dikenal dengan nama tachyphylaxis yang
muncul pada beberapa obat perangsang simpatis, berkaitan dengan lama kerja obat
tersebut. Fenomena ini timbul karena persisten blokade pada reseptor adrenergik, atau
kemungkinan lainnya timbul karena penurunan kadar norepinephrine.
Methoxamine
Penggunaan dalam dosis besar menimbulkan efek inhibisi pada reseptor β sehingga
menyebabkan bradikardi. Methoxamine sebesar 5-10 mg intravena pada orang dewasa
menyebabkan vasokonstriksi arterial yang hebat sehingga terjadi peningkatan tekanan
darah sistolik dan diastolik, serta terjadi penurunan cardiac output akibat reflek bardikardi
yang dimediasi baroreseptor. Terjadi venokonstriksi minimal setelah pemberian
methoxamine. Aliran darah ginjal menurun setelah pemberian norepinephrine dosis
poten. Sebaliknya, aliran darah coroner meningkat sebagai hasil peningkatan tekanan
perfusi dan peningkatan waktu aliran darah coroner akibat reflek bardikardi. Atropine
dapat mencegah reflek bradikardi dan penurunan cardiac output. Methoxamine memiliki
efek anti disritmia namun mekanismenya belum diketahui.
Methoxamine tersedia untuk penggunaan parenteral, namun aplikasi klinis jarang dan
terbatas pada keadaan hipotensi.
Midodrine
Midodrine memiliki efikasi menghilangkan penurunan tekanan darah saat posisi berdiri,
dan menyebabkan hipertensi saat posisi supine.
Vasopressin merupakan stress hormon endogen yang memiliki fungsi yang luas,meliputi
efek pada osmolalitas dan volume darah, suhu tubuh, pelepasan insulin dan corticotropin,
memori, serta tingkah laku. Sebagai vasokonstriktor otot polos vaskuler, berperan dalam
regulasi tekanan darah. Pasien dengan syok septik, menunjukkan defisiensi vasopressin
relatif. Defisiensi ini dapat disebabkan karena berkurangnya central store vasopressin dan
pemberian vasopressin dosis rendah untuk mengembalikan kadar vasopressin normal
dapat meningkatkan tekanan arterial dan menurunkan kebutuhan catecholamine lainnya.
Isoproterenol
Dobutamine
Dosis besar melebihi 20 µg/kg/menit intravena jarang digunakan karena hanya memberi
keuntungan minimal dengan efek takikardi yang berlebihan. Dobutamine memiliki efek
minimal terhadap tekanan darah arterial. Tekanan darah arterial akan meningkat perlahan
bila abnormalitas primer yaitu gagal jantung telah diatasi.
Dobutamine digunakan untuk memperbaiki cardiac output pada pasien gagal jantung
kongestif, terutama bila heart rate dan tahanan vaskuler sistemik meningkat. Kombinasi
dengan obat-obatan lain bermanfaat dalam meningkatkan aktivitas dan memperbaiki
distribusi cardiac output.
Penelitian terbaru De Backer dan kawan-kawan dengan menggunakan
orthogonalpolarization spectral imaging menunjukkan bahwa dobutamine memperbaiki
perfusi kapiler pada pasien dengan syok septik, tanpa tergantung dari efek sistemik.
Diduga bahwadobutamine memiliki efek spesifik pada aliran darah regional.
Dopexamine
Phosphodiesterase inhibitor
Levosimendan