Anda di halaman 1dari 11

BAB II

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

2.1 Sebelum Masa Kolonial

Bahasa Indonesia yang kita gunakan sekarang ini ialah bahasa Melayu yang sudah
diperkaya dengan berbagai unsur bahasa daerah dan bahasa asing. Sehingga bahasa
Indonesia kini telah menjelma menjadi suatu bahasa baru, yaitu bahasa Indonesia. Sejarah
pertumbuhan bahasa Indonesia sangat erat tautannya dengan bahasa daerah dan bahasa
asing. Perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia tidak terjadi dalam suatu
masa yang sangat singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan berabad-abad Iamanya.
Pada masa itu banyak orang mengatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa
Melayu Riau, orang mengabaikan atau lupa bahwa bahasa Melayu Riau hanya merupakan
satu dialek di antara sekian banyak dialek bahasa Melayu lainnya. Dan di atas semua ini
sudah terkenal di seluruh nusantara suatu Bahasa perhubungan, suatu lingua franca, yang
disebut Melayu Pasar .

Dialek Melayu Pasar inilah yang paling dominan diterima oleh masyarakat Melayu
Riau sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan. Seandainya orang belum
mengenal bahasa Melayu Pasar, tentulah sama sulitnya menerima bahasa Melayu Riau
menjadi bahasa pengantar di wilayah Riau.

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, tapi bahasa Indonesia tidak sama
dengan bahasa Melayu. Untuk membicarakan perkembangan bahasa Indonesia, kita harus
membicarakan bahasa Melayu, sebagai asal pertama bahasa Indoensia yang kita gunakan
sekarang ini. Siapa pun dan dari kalangan mana pun tidak akan ada yang membantah
bahwa bahasa Indonesia yang kita cintai ini bermula dari bahasa Melayu yang dalam
perkembangannya, mengalamai perubahan oleh pengaruh luar (extern) maupun pengaruh
dalam (intern). Pengaruh luar dari bahasa asing, misalnya bahasa Sansekerta, Tamil,
Arab, Cina, Belanda, Portugis, Inggris dan lain-lain. Sedangkan pengaruh dalam dari
bahasa daerah, misalnya bahasa Jawa, Sunda, Bali, Batak dan lain-lain.

Dalam Kongres Bahasa Indonesia I, di Solo tahun 1938, maupun Kongres Bahasa
Indoensia II, di Medan tahun 1954, tetap disepakati rumusan bahwa bahasa Indonesia
ialah bahasa persatuan bagi seluruh bangsa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu

1
modern, yang dalam petumbuhannya senantiasa menyesuaikan diri dengan kemajuan
masyarakat.

Walaupun bukti-bukti tertulis masih sangat kurang, dapatlah dipastikan bahwa


bahasa yang dipakai oleh Kerajaan Sriwijaya pada abad ke VII-XII adalah bahasa
Melayu. Bukti-bukti tertulis atau jejak tertua bahasa Melayu ditemukan pertama sekali
mengenai pemakaian bahasa Melayu itu ada di prasasti-prasasti di Sumatera sekitar tahun
650 M. yang berada di tempat tempat: (a) Batu bertulis di Talang Tuwo, dekat
Palembang, berangka tahun 684, (b) Kedukan Bukit, Palembang, berangka tahun 683, (c)
Kota Kapur, Bangka Barat, berangka tahun 686 dan (d) Karang Brahi antara Jambi dan
Sungai Musi masing-masing kerangka bertahun 688. Prasasti atau piagam ini memakai
tulisan Prae Nagari dan bahasanya bahasa Melayu kuno.

Batu bertulis selanjutnya ditemukan di daerah Minangkabau, Sumatera Barat


berangka tahun 1356 yang menggunakan prosa Melayu Kuno bercampur dengan bahasa
Sansekerta. Beberapa tahun kemudian, yakni tahun 1380 di Minye Tujoh, Aceh
ditemukan prasasti berupa suatu nisan, berisi delapan baris sajak, yang menggunakan
bahasa Melayu Kuno, yang diselidiki dengan sungguh-sungguh oleh Dr. Stutterheim.

Batu bertulis yang berikut yang kita temukan bukan lagi di Sumatera tetapi
malahan di Jawa, yaitu di Gandasuli bertahun 832, daerah Kedu, arah ke Timur Gunung
Sundara. Menurut penelitian Dr. J.G. de Casparis bahasa yang dipergunakan adalah
bahasa Melayu Kuno yang berdekatan sekali dengan prasasti-prasasti di Sumatera
Selatan, walaupun di sana-sini ada perbedaan-perbedaan kecil mungkin akibat pengaruh
dialek dari kerajaan Sriwijaya. Jelas bahwa bahasa Melayu pada abad IX sudah
menembus sampai ke daerah yang jauh dari daerah asal bahasa Melayu.

Catatan yang paling menarik di daerah yang sangat jauh dari daerah lingkungan
bahasa Melayu ditemukan di Tidore. Pada tahun 1522 Pigafetta seorang yang berminat
kepada bahasa, yang ikut dalam eskader Magelhaens untuk mengelilingi dunia, singgah di
Tidore dan menulis daftar kata Melayu.

Kerajaan Sriwijaya terkenal sebagai suatu kerajaan yang menguasai lautan dan lalu
lintas pelayaran antara timur dan barat pada abad VII sampai dengan abad XII, roda
pemerintahan dilaksanakan dengan menggunakan bahasa Melayu. Puncak kejayaan
kerajaan Sriwijaya terjadi pada abad IX, tentulah bahasa Melayu juga mencapai puncak
2
kejayaannya pada saat itu. Hal ini dapat kita samakan dengan pengaruh bahasa Latin pada
zaman kejayaan kerajaan Romawi. Demikian pengaruh bahasa Melayu terutama di tepi-
tepi pantai akibat pengaruh kekuasaan kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Malaka muncul saat kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran dan


kemerosotan (1445-1458). Pada waktu ini juga bahasa Melayu mengalami kemajuan yang
pesat, terutama dengan masuknya agama Islam yang disebar dengan memakai bahasa
Melayu.

Dari contoh-contoh bahasa yang dipergunakan dalam batu bertulis itu, tahulah kita
bahwa bahasa Melayu sudah tersebar pemakaiannya beberapa ratus tahun yang lalu.

Dengan telah berfungsinya bahasa Melayu sebagai bahasa perdagangan dan bahasa
perhubungan (lingua franca) maka orang-orang asing tidak perlu lagi mempelajari setiap
bahasa daerah yang ada di Nusantara, tetapi cukup dengan memepelajari bahasa Melayu.

Tahun 1824, ditanda tanganilah Tractaat van London (Perjanjian London) sejak
saat ini aktivitas bahasa dan sastra terpecah dua. Di Indonesia berpusat di Batavia
(Jakarta) berkembang atas jajahan Belanda, Malaysia dan Singapura berpusat di
Kualalumpur dan Singapura atas jajahan Inggris. Semenjak masa ini kedua pusat kegiatan
bahasa dan sastra itu berkembang menurut kondisi masing-masing. Semenjak itu, di
Indonesia muncullah Balai Pustaka dengan terbitnya buku Merari siregar Azab dan
Sengsara (1920), Roman Siti Nurbaya oleh Marah Rusli (1922) dan Muda Teruna oleh
Moh. Karim (1922). Mereka ini adalah penulis-penulis Indonesia asli yang telah
menggunakan bahasa Indonesia dalam karangannya.

2.2 Sesudah Kolonial / Kemerdekaan

Sebelum membicarakan seluk-beluk Bahasa Indonesia lebih jauh, ada kalanya kita
mengenal beberapa istilah yang biasa digunakan untuk bahasa Indonesia, yakni :

1. Bahasa Resmi
2. Bahasa Negara
3. Bahasa Persatuan
4. Bahasa Kesatuan
5. Bahasa Nasional

3
Bahasa Resmi ialah bahasa yang telah disahkan/diresmikan pemakiannya melalui
undang-undang atau peraturan pemerintah. Bahasa Indonesia misalnya, telah resmi
pemakiannya dalam Undang-undangan dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 Resmi sah (dr
Pemerintah atau dr yang berwajib); (yg) ditetapkan (diumumkan, disahkan) oleh
pemerintah atau isntasi yang bersangkutan (KBBI, 1988: 745).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa, bahasa resmi adalah sebuah
sistem linguistik yang ditetapkan untuk digunakan dalam suatu pertemuan, se perti
seminar, konferensi, rapat dan sebagainya. Dalam siding internasional di PBB bahasa
Inggris, bahasa perancis, bahasa Spanyol, bahasa Cina, dan bahasa Arab ditetapkan
sebagai bahasa resmi persidangan. Artinya seorang pembicara dalam siding PBB itu boleh
menggunakan salah satu dari kelima bahasa itu untuk menyampaikan pidatonya atau
sambutannya. Dalam siding KTT Nonblok tahun 1992 di Jakarta tahun 1992 di Jakarta,
kelima bahasa resmi persidangan. Dalam konferensi linguistik Austronesia 1981 di Bali,
ditetapkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi persidangan.

Dalam konteks sosial di Indonesia, bahasa negara dapat didentikkan sama dengan
bahasa resmi, yaitu bahasa nasional Indonesia. Di beberapa Negara yang multilingual
seperti Republik Rakyat Kongo dan Nigeria, selain ada sebuah bahasa rsmi kenegaraan,
ada juga ditetapkan bahasa resmi kedaerahan (lihat Moeliono, 1985:47).

Bahasa Negara adalah sebuah bahasa yang secara resmi dalam undang-undang
dasar sebuah Negara ditetapkan sebagai alat komunikasi resmi kenegaraan. Artinya,
segala urusan kenegaraan, administrasi kenegaraan, kegiatan-kegiatan kenegaraan
dijalankan dengan menggunakan bahasa itu. Pemilihan dan penetapan sebuah sistem
linguistik menjadi bahasa Negara biasanya dikaitkan dengan keterpakaian bahasa itu yang
sudah merata di seluruh wilayah Negara itu. Misalnya, di Indonesia yang dijadikan bahasa
Negara (ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945) adalah bahasa Melayu telah
dipakai secara luasa sebagai lingua franca, di seluruh wilayah Indonesia.

Bagi bangsa Filipina mereka tidak bias mengangkat bahasa Tagalog (yang
kemudian bernama Pilipino) adalah karena bahasa Tagalog itu tidak dipakai secara merata
di seluruh wilayah Filipina. Oleh karena itu, untuk menjalankan administrasi kenegaraan,
diangkatlah bahasa Inggris, bahasa bekas kaum penjajahnya, menjadi bahasa negara.
Sebelumnya, bahasa Inggris memang dipakai secara merata sebagai lingua franca di

4
seluruh wilayah Filipina. Jika misalnya dipaksakan juga mengangkat bahasa Tagalog itu
menjadi bahasa negara untuk menjalankan administrasi negara, tentu akan timbul
berbagai hambatan dan kesulitan.

Hal yang terjadi di Filipina juga terjadi di India. Pada mulanya bangsa India tidak
dapat menggunakan salah satu bahasa daerahnya untuk menjadi bahasa nasional dan
bahasa negara karena tidak satu pun dari bahasa daerahnya yang banyak itu telah dipakai
secara merata di seluruh wiayah India. Oleh karena itulah, maka bangsa India terpaksa
menggunakan bahasa Inggris, bahasa bekas penjajahnya menjadi bahasa negara. Namun,
dalam sejarah perkembangan negara itu, akhirnya dapat menentukan bahasa nasionalnya
yaitu bahasa Hindi, walapun dalam memperjuangkan bahasa ini menjadi bahasa nasional
melalui hambatan, kesulitan, pertikaian atau kekarasan.

Bangsa Malaysia meskipun tidak semulus bangsa Indonesia dalam menetapkan


bahasa negaranya akhirnya dapat juga menetapkan bahasa nasionalnya menjadi bahasa
negara. Ini juga karena bahasa Melayu, yang menjadi dasar bahasa Malaysia, dialek-
dialeknya secara luas telah digunakan di seluruh wilayah Malaysia. Tetapi perlu dicatta
pada awal kemerdekaannya bangsa Malaysia dan bahasa Inggris.

Singapura termasuk unik, karena bangsa Singapura mempunyai satu bahasa


nasional, yaitu bahasa Melayu, tetapi menetapkan adanya empat bahasa negara, yakni
bahasa Melayu, bahasa Mandarin, bahasa Hindi, dan bahasa Inggris. Namun, dalam
prakteknya yang digunakan secara bias adalah bahasa Inggris. Begitu juga untuk
menjalankan administrasi kenegaraan bahasa Inggris mempunyai peranan yang lebih
dominan daripada ketiga bahasa negaranya yang lain.

Negara ialah suatu daerah yang ada penduduknya, ada pemerintahannya, ada cita-
cita bersama (kemauan bersama). Bahasa Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945,
Bab XV, Pasal 36 yang berbunyi "Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia". Hal ini
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia di Indonesia berkedudukan sebagai bahasa negara.
Di Indonesia Bahasa Resmi dan Bahasa Negara dianggap sama pengertiannya.

Bahasa Persatuan ialah bahasa yang berfungsi mempersatukan semua suku bangsa
yang ada di Indonesia. Tanpa adanya satu bahasa yang dapat menghubungkan suku yang
satu dengan suku yang lain tak dapat kita bayangkan bagaimana kita hares berhubugan di
Indonesia yang terdiri dari 13.677 pulau (berpenghuni 6.004 pulau) dan terdiri dari
5
ratusan suku bangsa.

Dengan rumusan lain, Bahasa Persatuan ialah bahasa yang digunakan sebagai alat
pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan
bahasanya.

Pengangkatan satu sistem linguistik sebagai bahasa persatuan adalah dilakukan


oleh suatu bangsa dalam kerangka perjuangan, di mana bangsa yang berjuang itu
merupakan masyarakat yang multilingual. Kebutuhan akan adanya sebuah bahasa
persatuan adalah untuk mengikat dan mempererat rasa persatuan sebagai satu kesatuan
bangsa. Tatiggal 28 Oktober 1928 para pemuda Indonesia dalam suatu ikrar menyatakan
"Menjunjung tinggi bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia". Pemilihan bahasa Melayu,
yang sejak saat itu diberi nama bahasa Indonesia, adalah karena pertimbangan bahwa
bahasa Indonesia telah secara luas digunakan di seluruh wilayah Nusantara meskipun
penutur ash bahasa tersebut jumlahnya lebi sedikit bila dibanding dengan penutur ash
bahasa Jawa atau bahasa Sunda.

Bahasa Kesatuan ialah bahasa yang telah menjadi satu. Dari berbagai bahasa
daerah di Indonesia dapat diikat oleh bahasa Indonesia. Bahasa-bahasa daerah yang
berbagai ragam itu telah menjadi satu karena penggunaan bahasa Indonesia antarsuku,
maupun antarbudaya dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian kesatuan dan persatuan
untuk bahasa Indonesia, hampir tidak ada bedanya. Tapi jika istilah ini kita tinjau dan
segi tatanegara, jauh sekali bedanya. Misalnya negara kesatuan adalah negara unifikasi,
seperti Repuplik Indonesia, sedangkan negara persatuan adalah negara federal seperti
Indonesia pada masa R.I.S. (Republik Indonesia Serikat) atau seperti negara Amerika
Serikat sekarang.

Bahasa Nasional ialah bahasa kebangsaan (bahasa yang muncul dari bangsa itu
sendiri, nasional dari kata nation `bangsa'), yang digunakan sebagai bahasa perhubungan
resmi berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan
bahasanya dalam suatu bangsa. Sebagai wahana untuk menyatakan aspirasi kenasicnalan
dan alat peinersatu berbagai-bagai suku yang berbeda-beda budaya dan bahasanya. Tidak
semua negara memiliki bahasa nasional, Indonesia salah satu negara yang memiliki
bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia, diikrarkan dalam Sumpah Pemuda, 28 Oktober
1928, dan yang dalam Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 dinyatakan sebagai

6
bahasa negara, kemudian dirumuskan lebih lanjut dalam Kongres Bahasa Indonesia II di
Medan pada tahun 1954.

Pembedaan kelima istilah di atas bagi bahasa Indonesia dapat dikatakan


berdasarkan sikap sosial politik karena sangat erat kaitannya dengan kepentingan
kebangsaan. Ada kemungkinan kelima istilah jenis bahasa itu mengacu pada sebuah
sistem linguistik yang sama, dan ada kemungkinan pula pada sistem linguistik yang
berbeda. Di Indonesia kelima jenis bahasa itu mengacu pada satu sistem linguistik yang
sama; sedangkan di negara lain seperti India, Filipina, dan Singapura tidak.

Sebuah sistem linguistik disebut sebagai bahasa nasional, seringkali juga disebut
sebagai bahasa kebangsaan, adalah kalau sistem linguistik itu diangkat oleh suatu bangsa
(dalam arti kenegaraan) sebagai salah satu identitas kenasionalan bangsa itu.

Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu, adalah bahasa nasional bagi
bangsa Indonesia; bahasa Pilipino adalah bahasa nasional bagi bangsa Filipina; bahasa
Malaysia adalah bahasa nasional bagi bangsa Malaysia; dan bahasa Melayu adalah bahasa
nasional bangsa Singapura. Jadi, bangsa Indonesia dikenal sebagai suatu bangsa adalah,
antara lain, karena bahasa Indonesianya; dan bangsa Filipina dikenal sebagai suatu bangsa
adalah karena bahasa Pilipinonya.

Pengangkatan sebuah sistem linguistik menjadi bahasa nasional adalah berkat


sikap dan pemilciran politik, yaitu agar dikenal sebagai sebuah bangsa (dengan negara
yang berdaulat dan berpemerintahan sendiri) berbeda dengan bangsa lainnya.
Pengangkatan sebuah sistem linguistik, yang ada pada suatu masyarakat multilingual.
menjadi sebuah bahasa nasional, bisa berjalan dengan mulus, tetapi juga bisa penuh
dengan berbagai hambatan.

Di Indonesia pengangkatan bahasa nasional itu berjalan mulus, dalam arti, tidak
ada keberatan dan suku-suku bangsa yang ada di Lndonesia. Hal ini karena bahasa
Melayu yang diangkat menjadi bahasa nasional itu, telah berabad-abad lamanya menjadi
linguafranca di seluruh wilayah Nusantara. Tetapi pengangkatan bahasa Tagalog menjadi
bahasa nasional Filipina kurang mulus prosesnya, karena bahasa Tagalog itu bukan
lingua franca di seluruh Filipina (lingua francanya adalah bahasa Inggris). Oleh karena
ituiah, keniudian pemerintah Filipina mengganti bahasa nasionalnya itu dan bahasa
Tagalog menjadi bahasa Pilipino. Begitu juga yang terjadi di India_ Pengangkatan dan
7
pengakuan adanya lebih dan satu bahasa nasional adalah karena bahasa-bahasa yang
dijadikan bahasa nasional itu bukanlah sebuah lingua franca yang berlaku di seluruh India
(lingua francanya juga bahasa Inggris).

Bahasa Indonesia merupakan salah satu kebanggaan bangsa Indonesia karena


bahasa Indonesia sekaligus sebagai bahasa resmi dan bahasa nasional. Banyak negara
yang berbeda bahasa resminya dari bahasa nasionalnya. Bahasa Tagalog yang kemudian
bemama Filipino adalah bahasa nasional bagi bangsa Filipina, tetapi bahasa resminya
adalah bahasa Inggris. Pakistan bahasa nasionalnya adalah bahasa Urdu sedangkan bahasa
resminya adalah bahasa Inggris. Malahan ada bangsa yang tidak mempunyai bahasa
nasional, seperti Swiss, Kanada, dan Belgia.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa nasional, bahasa negara, bahasa
resmi, bahasa kesatuan, dan bahasapersatuan di Indonesia mengacu pada satu sistem
linguistik yang sama, yaitu bahasa Indonesia. Sedangkan di Filipina, di India, dan
Singapura tidak.

2.3 Lingua Franca

Di atas sudah berulang kali disebut tentang lingua franca. Yang dimaksud dengan
lingua franca adalah sebuah sistem linguistik yang digunakan sebagai alat komunukasi
sementara oleh para partisipan yang mempunyai bahasa ibu yang berbeda (Chaer, 1995:
108). Dulu bahasa Latin di Eropa adalah sebuah lingua franca bagi bangsa-bangsa Eropa.
Bahasa Melayu pernah menjadi lingua franca bagi sukusuku bangsa yang ada di wilayah
nusantara. Secara sendiri-sendiri balk bangsabangsa di Eropa maupun suku-suicu bangsa
di Indonesia itu mempunyai bahasa vernakular yang berbeda. Lalu, untuk komunikasi
antarbangsa aiau antarsuku bangsa diperlukan adanya sebuah bahasa yang menjadi lingua
franca.

Pemilihan satu sistem linguistik menjadi sebuah lingua franca adalah berdasarkan
adanya kesalingpahaman di antara sesama mereka. Bahasa Latin dulu dipahami oleh
semua bangsa di Eropa; dan bahasa Melayu juga dipahami oleh semua suku bangsa di
nusantara. Dewasa ini bahasa Latin tidak lagi menjadi lingua franca di Eropa.
Kedudukannya sudah diganti oleh bahasa Inggris (dan bahasa Perancis). Bahasa
Indonesia/ Melayu/ Malaysia dewasa ini masih tetap menjadi lingua franca di kawasan

8
Asia Tenggara. Bahasa Inggris di India dan Filipina yang diangkat secara politis menjadi
bahasa resmi kenegaraan adalah juga berdasarkan karena bahasa Inggris itu telah menjadi
lingua franca di kedua negara itu. Kalau dalam sidangsidang umum PBB boleh digunakan
bahasa Inggris, Perancis, Spanyol, Cina, dan Arab adalah karena alasan kelima bahasa itu
banyak dipahami oleh bangsa-bangsa di dunia. Jadi, sesungguhnya kelima bahasa itu
adalah juga lingua franca. Dipertegas lagi oleh Kridalaksana (1984: 116) mengatakan
bahwa lingua franca (berasal dari bahasa Italia), adalah bahasa yang dipergunakan
sebagai alat komunikasi sosial di antara orang-orang yang berlainan bahasanya. Contoh:
Bahasa Inggris yang dipakai dalam pertemuan-pertemuan intemasional.

Karena dasar pemilihan lingua franca adalah keterpahaman atau


kesalingpengertian dan para partisipan yang menggunakannya, maka "bahasa" apa pun,
baik sebuah language, pijin, maupun kreol, dapat menjadi sebuah lingua franca itu.

2.4 Bilakah Penggunaan (sebutan) Bahasa Indonesia

Terlontar pertanyaan, kapankah mulai ada bahasa Indonesia? Pertanyaan ini


dideskripsikan kepada benturan problema, unsur mana atau unsur apakah yang paling
penting untuk menentukan asal mula bahasa Indonesia tersebut. Apakah unsur resminya,
apakah unsur nasionalnya atau unsur lain.

Jika daii unsur resminya ada beberapa teori diusulkan, bahwa bahasa Indonesia
ada mulai tahun 1945, 1933, 1928, 1920, 1908 dan seterusnya.

Usulan tahun 1945, karena resmi dicanturnkan dalam. HUD 45, Bab XV, Pasal 36,
yang berbunyi "Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia".

Pada 17 Agustus 1945 merupakan realisasi dan keseluruhan jerih payah,


perjuangan, penderitaan, ikrar, sumpah yang pemah diucapkan sebelumnya. Satu hari
sesudah Proklamasi, yakni 18 Agustus 1945 clicantumkanlah dalam UUD RI 1945, Bab
XV, Pasal 36 bahwa "Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia". Bahasa Indonesia sudah
demikian kokoh, dalam konstitusi RIS 1949, dan ketika negaranegara federal di Indonesia
yang didirikan oleh kolonial Belanda dilebur menjadi negara kesatuan, bahasa Indonesia
tetap menduduki fungsinya yang resmi, seperti tertulis dalam UUD RI 1950, fasal 4,
berbunyi "Bahasa Resmi Negara adalah Bahasa Indonesia". Sebagai bahasa resmi negara,

9
bahasa Indonesia dibina dan dikembangkan. Penggunaan bahasa Indonesia kelihatan di
lembaga-lembaga, instansi-instansi, rapat – rapat, dan bahasa pengantar resmi mulai dari
kelas tiga SD sampai ke Perguruan Tinggi.

Usulan tahun 1933, karena tahun tersebut terbit sebuah majalah bernama
"Pujangga Baru", yang terang-terangan hendak memajukan bahasa dan kebudayaan
Indonesia. Penulis – penulis dalam majalah ini kemudian kita kenal dengan sebutan
"Angkatan Pujangga Baru". Tokoh-tokohnya antara lain, S. Takdir Alisyahbana, Amir
Hamzah dan Armyn Pane.

Majalah Pujangga Baru (1933) salah satu wadah memajukan bahasa Indonesia dan
kebudayaan Indonesia. Majalah ini mengemukakan pikiran-pikiran baru tentang bahasa,
sastra, kebudayaan, dan pendidikan di Indonesia.

Yang mengatakan 1928, karena 28 Oktober 1928 tercetus "Sumpah Pemuda" salah
satu bunyinya "Kami Putra-Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa
Indonesia", yang merupakan ikrar para pemuda seluruh Nusantara. Sumpah Pemuda ini
merupakan tiang tonggak yang sangat panting dalam perkembangan bahasa Indonesia
selanjutnya. Prof. Dr. A. Teeuw menyebut, 28 Oktober 1928, sebagai saat pembaptisan
bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia.

Sumpah Pemuda (1928) merupakan suatu peristiwa nasional yang sangat penting,
tidak hanya untuk bahasa tapi terutama di bidang idiologi dan kesatuan bangsa.

Yang mengusulkan tahun 1920, karena tahun inilah muncul karya-karya sastra asli
orang Indonesia, seperti Merari Siregar dengan karangannya Azab dan Sengsara dan
Marah Rusli dengan karyanya Siti Nurbaya. Pada tahun ini aktifitas Balai Pustaka dimulai
dengan terbitnya novel (roman) berbahasa Indonesia dengan penulis orang Indonesia.
Aktifitas kesusastraan sebelumnya berada di Malaya, maka semenjak ini berpindah ke
Jakarta. Tahun ini dianggap ada bahasa Indonesia sebagai alat untuk menyatakan sastra di
Indonesia, yang kemudian kita kenal dengan. sebutan "Angkatan Balai Pustaka".

Yang mengatakan 1908, karena pada tahun itu mulai ada organisasi sosial yang
menjadi bibit pemimpin-pemimpin bangsa selanjutnya, seperti "Boedi Utomo". "Budi
Utomo" berdiri tahun 1908, merupakan organisasi sosial yang pertama di Indonesia yang
dipimpin oleh Dr Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusumo, serta Dr. Wahidin Sudirohusodo,

10
dll. Berdirinya Budi Utomo 20 Mei 1908, oleh pemerintah Republik Indonesia ditetapkan
sebagai hari Kebangkitan Nasional.

Jadi, kalau kita mengakui bahwa unsur nasional, merupakan hal yang penting
untuk menetapkan asal mula bahasa Indonesia. Hal ini berhubungan dengan
ditetapkannya hari Kebangkitan Nasional (20 Mei) yang diperingati setiap tahun di
Indonesia.

11

Anda mungkin juga menyukai