Anda di halaman 1dari 5

BAB V

PEMBAKUAN BAHASA

Kebijaksanaan bahasa dapat memlilih dan menentukan sebuah bahasa dari sejumlah yang
dalam suatu negara untuk dijadikan bahasa nasional atau bahasa resmi kenegaraan dari
negara tersebut. Kemudian perencanaan bahasa dapat memilih dan menentukan sebuah ragam
bahasa dari ragam-ragam yang ada pada bahasa yang sudah dipilih untuk dijadikan ragam
baku atau ragam standar bahasa tersebut. Proses pemilihan satu ragam bahasa untuk dijadikan
ragam bahasa resmi kenegaraan maupun kedaerahan, serta usaha-usaha pembinaan dan
pengembangannya, yang biasa dilakukna terus menerus tanpa henti, disebut pembakuan
bahasa atau standarisasi bahasa.

5.1 Bahasa Baku


Berbicara tentang bahasa baku (lebih tepat disebut ragam ragam bahasa baku) dan bahasa
nonbaku, berarti kita membicarakan tentang variasi bahasa karena yang disebut bahasa
karena yang disebut bahasa baku itu adalah salah satu variasi bahasa (dari sekian banyak
variasi) yang diangkat dan disepakati sebagai ragam bahasa yang akan dijadikan tolok ukur
sebagai bahasa “yang baik dan benar” dalam komunikasi yang bersifat resin. Baik secara
lisan maupun tulisan. Keputusan untuk memilih dan mengangkat salah satu ragam bahasa,
baik ragam regional maupun sosial, merupakan keputusan yang bersifat politis, sosial, dan
linguistis.
Penamaan bahasa baku adalah penamaan terhadap salah satuh ragam dari sejumlah
ragam yang ada dalam suatu bahasa. Oleh karena itulah bahwa penamaanyang lebih tepat
adalah ragam bahasa baku atau bahasa ragam baku, dan bukan bahasa baku saja. Jadi,
penamaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa resmi, atau bahasa persatuan,
adalah penamaan terhadap keseluruhan bahasa Indonesia sebagai bahasa language dengan
segala macam ragam dan variasi nya. Sedangkan bahasa Indonesia baku hanyalah salah satu
ragam dari sekian banyak ragam bahasa Indonesia yang ada, yang hanya digunakan dalam
situasi resmi kenegaraan. Dalam hal ini yang digunakan untuk dalam situasi resmi
kenegaraan adalah memang hanya ragam baku inilah, dan tidak ragam yang lain. Dalam hal
istilah bahasa Tinggi, seperti yang ada dalam masyarakt yang diglosik ,maka bahasa Tinggi
itu tidak sama dengan bahasa baku, sebab bahasa baku masih selalu digunakan, sedangkan
bahasa Tinggi bias juga tidak digunakan lagi, dan dianggap sudah sebagai klasik. Dalam hal

1
konsep diglosia bahasa baku itu bias sama dengan bahasa Tinggi, atau paling tidak mengacu
pada kode bahasa yang sama.
Dengan sederetan pernyataan di atas, kini pernyataam adalah, apakah sebenarnya bahasa
baku itu ? Halim (1980) mengatakan bahasa baku adalah ragam bahasa yang dilembagakan
dan diakui oleh sebagian warga masyarakat pemakainya sebagai ragam resmi dan sebagai
kerangka rujukan norma bahasa dan penggunaannya. Sedang ragam yang tidak baku adalah
ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri – ciri yang menyimpang dari norma
bahasa baku. Sebagai kerangka rujukan, ragama baku ditandai oleh norma dan kaidah yang
digunakan sebagai pengukur benar atau tidaknya penggunaan bahasa.
Bahasa Indonesia telah memiliki bahasa baku. Ragam bahasa itu disusun dengan tujuan
agar bahasa Indonesia dapat berkembang secara teratur terarah dan terencana . Ini bukan
berarti kita tidak mengakui adanya bahasa nonbaku. Kedua ragam bahasa itu tetap hidup
berdampingan dan berkembang sesuai dengan fungsinya masing-masing dalam komunikasi.
Bahasa baku dipergunakan dalam acara –acara tertentu yang lebih mengikat dan resmi.
Oleh sebab itu, bahasa baku ini biasanya digunakan dalam :
a. Komunikasi resmi seperti : surat menyurat resmi, penanaman , lembaga –lemabaga
pemerintah, perundang-undangan, peraturan pemerintah, berita-berita dalam radio
televisi dan sebagainya.
b. Wacana teknis seperti : laporan kegaiatan, usulan proyek, lamaran pekerjaan, karya
imilah, dan sebagainya.
c. Pembicaraan di depan umum seperti : pidato, ceramah mengajar diskusi rapat dinas,
kuliah dan sebagainya.
d. Berbicara dengan orang yang dihormati seperti : berbicara dengan atasan, dengan
orang tua , guru, dosen,pejabat pemerintah, dan dengan orang yang tidak dikenal.

Ciri Umum Bahasa Baku :


Kemantapan yang Luwes
Bahasa baku memiliki kaidah serta aturan yang tetap, tetapi terbuka unutk perubahan
Yang bersistem di bidang kosa kata dan peristilahan serta untuk perkembangan berjenis
ragam dan gaya du bidang makna dan kalimat.Untuk itu, bahasa baku harus dimantapkan
Dengan kodikasi, tetapi kodifikasi itu harus sedemikian luwes untuk memungkinkan
penyesuaian dengan perubahan-perubahan kultural.
Intlektualisasi (Kecendikiawanan)

2
Bahasa baku harus mampu mengungkapkan proses pemikiran yang rumit pada berbagai
bidang ilmu,teknologi,serta hubungan antarmanusia tanpa menghilang kodrat dan
pribadinya.Intelektualisasi adalah kea rah pengungkapan yang lebih teliti,tepat serta pasti.
Dengan kata lain, tendensi untuk memiliki tatabahasa yang lebih sistematis dan
perbendaharaan kata yang lebih ekplisit.

Ciri Umum Bahasa Baku :

Kemantapan yang Luwes


Bahasa baku memiliki kaidah serta aturan yang tetap,tetapi terbuka untuk perubahan
Yang bersistem di bidang kosa kata dan peristilahan serta untuk perkembangan
Berjenis ragam dan gaya di bidang makna dan kalimatan.Untuk itu, bahasa baku harus
Dimantapkan dengan kodifikasi, tetapi kodifikasi itu harus sedemikian luwes untuk
memungkinkan penyesuaian dengan perubahan-perubahan kultural.
Intlektualisasi(Kecendikiawanan)
Bahasa baku harus mampu mengungkapan proses pemikiran yang rumit pada berbagai
bidang ilmu,teknologi, serta hubungan antarmanusia tanpa menghilangkan kodrat dan
pribadinya. Intelektualisasi adalah kea rah pengungkapan yang lebih teliti,tepat serta pasti
.Dengan kata lain, tendensi untuk memiliki tatabahasa yang lebih sistematis dan
perbendaharaan kata yang lebih ekplisit.

Penanda-Penanda Terntentu Bahasa Indonesia Baku (H.Kridalaksana):


Pemakaian prefix/awalan me dan ber seandainya ada, secara jelas dan tetap/terus menerus
(konsisten).

Contoh
Banjir menyerang Jakarta dua bulan yang lalu (baku)
Banjir serang Jakarta dua bulan yang lalu (tdk baku)
Sampai berjumpa lagi di Medan (baku)
Samapi jumpa lagi di Medan (tdk baku)
Pemakaian fungsi gramatikal (subjek , predikat, dll.) secara jelas dan tetap/ terus menerus.
Contoh
Ayah dan Ibu pergi ke Bandung Kemarin (baku)

3
Ayah dan Ibu ke Bandung kemarin (tdk baku)
Terbatasnya jumlah unsur-usnur leksikal serta gramatikal dari dialek-dialek regional
Bahasa-bahasa daerah yang belum dianggap unsur bahasa Indonesia.

Contoh:
Adik mengetahui bahwa abang jadi juga pergi ke rumah sakit (baku)
Adik mengetahui,abang jadi juga pergi ke rumah sakit (tdk baku)
Marko tidak percaya kepada siapa pun karena semua orang dianggapnya penipu
(baku).
Marko tidak percaya kepada siapa pun, semua orang dianggapnya penipu (tdk baku)
Pemakaian konstruksi sintesis atau susunan terpadu.

Contoh :
Yuyun membersihkan halaman rumah (baku)
Yuyun bikin bersih halaman rumah (tdk baku)
Yolanda memberitahukan kedatangannya (baku)
Yolanda kasi tau kedatangannya (tdk baku)
Penggunaan polaritas tutur sapa yang tetap dan jelas , seperti : saya tuan saya
saudara,dan sebagainya
Pemakaian peristilahan yang resmi
Pemakaian ejaan resmi

5.2 Bahasa Nonbaku


Bahasa nonbaku (dalam hal ini bahasa Indonesia) dipergunakan dalam acara-acara
Yang lebih longgar, lebih santai, serta tidak resmi.Oleh karena itu bahasa nonbaku
Ini biasanya digunakan pada:

Surat-menyurat antara teman,suami istri,surat-menyurat yang tidak resmi, dan surat-


menyurat pribadi,dll.
Becakap-cakap dengan teman atau orang yang akrab dengan kita di warung,pasar,
Terminal,dll.
Tulisan untuk catatan pribadi dan buku harian
Pembicaraan ketika arisan dan perayaan ulang tahun

4
5.3 Bahasa Indonesia yang baik dan benar
Jika bahasa sudah baku atau standar, baik yang ditetapkan secara resmi,maupun yang
diterima berdasarkan kesepakatan umum, maka dapat dengan lebih mudah dibuat
pembedaan antara bahasa yang benar dengan yang tidak.pemakaian bahasa yang
mengikuti kaidah yang dibakukan itulah yang merupakan bahasa yang
benar.Pemanfaatan ragam yang tepat dan serasi menurut golongan penutur dan jenis
Pemakian bahasa itulah yang disebut bahasa yang baik atau tepat.Bahasa sudah dapat
dikatakan baik apabila dapat dimengerti oleh komunikan dan ragamnya harus sesui
dengan situasi pada saat bahasa itu digunakan.Bahasa di katakana tidak baik kalau sulit
dimengerti oleh komunikan.Bahasa yang harus mengenai sasarannya tidak selalu perlu
Beragam baku.Jadi,bahasa yang benar bisa menjadi tidak baik karena tidak sesuai
dengan situasi pemakaiannya. Perhatikan pemakaian bahasa Indonesia yang baku dan
benar yang digunakan dalam tawar-menawar dengan penjual sayur atau tukang becak
berikut ini.
1. Berapakah Ibu maumenjual bayam ini ?
2. Apakah Bang Becak bersedia mengantar saya ke stadion dan berapakah ongkosnya?
Walaupun pemakaiannya bahasa di atas baku dan benar, tetapi tidak baik dan tidak
efektif karena tidak cocok dengan situasi pemakaian kalimat-kalimat itu.Untuk situasi
itu,kalimat(3)dan(4) berikut lebih tepat
3.Berapa ni,Bu bayamnya?
4.Bang Becak,Ke Stadion,berapa?
Sebaliknya,kita mungkin berbahasa yang baik,tetapi tidak benar.Frasa seperti
Ini hari merupakan bahasa yang baik sampai tahun 80-an di kalangan para makelar
Karcis bioskop,tetapi bentuk itu tidak merupakan bahasa yang benar karena letak kedua
kata dalam frasa ini terbalik.
Karena itu,anjuran agar kita “berbahasa Indonesia dengan baik dan benar “ dapat
Diartikan pemakaian ragam bahasa yang betul. Ungkapan “bahasa Indonesia yang baik
dan benar “ mengacu ke ragam bahasa yang sekaligus memenuhi persyaratan kebaikan
dan kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai