Anda di halaman 1dari 10

TUGAS FIQIH

NAJIS, WUDHU, MANDI BESAR, TAYAMUM

DISUSUN OLEH : DEWI SANTI


NPM : 2131060020
PRODI/KELAS : PSIKOLOGI/B
MATKUL/SEMESTER : FIQIH/ 1(SATU)
DOSEN : ABD. QOHAR, M. Si
A. NAJIS
Najis adalah setiap benda yang haram untuk dimakan secara mutlak (kecuali dalam
keadaan terpaksa) bukan karena menjijikan. Najis terbagi dalam tiga macam yakni,
najis mukhaffafah (ringan), najis mutawassithah (sedang) dan najis mughaladzah
(berat).
1. Najis Mukhafafah
Najis Mukhaffafah ini termasuk yang ringan. Contoh najis mukhaffafah
adalah air kencingnya bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum
pernah makan sesuatu apa pun kecuali air susu ibunya.
Apabila terkena najis ini, cara membersihkannya adalah dengan
menggunakan air. Misalnya, dengan percikan air yang kuat dan air harus
mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Air yang dipercikkan juga harus
lebih banyak dari air kencing yang mengenai tempat tersebut. Setelah itu,
barulah diperas atau dikeringkan. Air yang dipakai untuk menyucikannya tidak
disyaratkan harus mengalir. Jadi, boleh hanya dengan percikan air saja.
Hal ini sesuai dengan hadis riwayat al-Imam al-Nasa’i dan Abu Daud dari
Abu Samh, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda:

َ ُ‫مِن بَ ْو ِل ْالغ‬
‫ال ِم‬ ِ ‫مِن بَ ْو ِل ْال َج‬
ْ ‫اريَ ِة َوي َُرش‬ ْ ‫يُ ْغ َس ُل‬
“Air kencing anak perempuan itu dicuci, sedangkan air kencing anak laki-laki
itu dipercikkan”.
Benda yang dapat menyucikan ada dua macam, yaitu air dan debu. Fungsi
air untuk menyucikan telah ditegaskan dalam Alquran:

َ ‫َوأَنزَ ْلنَا مِنَ ال َّس َماءِ َماء‬


‫ط ُهورا‬
Artinya: “Kami (Allah) turunkan dari langit berupa air sebagai bersuci” (QS
al-Furqan [25]: 48)
Mengenai fungsi debu, Rasulullah Muhammad saw bersabda.:

َ ْ‫ُج ِعلَتْ لَنَا األَر‬


َ ‫ض َمس ِْجدا َوتُرْ بَت ُ َها لَنَا‬
‫ط ُه ْورا‬
Artinya: “Telah dijadikan untuk kita bumi sebagai masjid (tempat shalat), dan
debunya Untuk bersuci.” (HR. Muslim)[3]
Air bisa digunakan untuk menyucikan najis juga hadas. Sedangkan debu
hanya bisa digunakan untuk tayamum dan campuran air ketika membasuh najis
mugholadoh.
2. Najis Mutawwasithah

Najis Mutawwasithah merupakan jenis najis yang tingkatannya sedang.


Ada banyak kotoran yang termasuk najis Mutawwasithah. Misalnya:

• Kotoran manusia
• Darah haid
• Madzi, yaitu cairan bening yang keluar dari kemaluan yang tidak
disertai tekanan syahwat yang sangat kuat
• Air wadi, yakni air putih, keruh dan kental yang keluar setelah buang
air kecil.
• Nanah bercampur darah.
• Darah yang keluar dalam jumlah banyak.
• Arak (minuman keras).
• Kotoran hewan yang haram dimakan.
• Bangkai hewan, kecuali manusia, ikan, dan belalang.
• Muntah

Selain itu, bangkai tulang maupun bulunya juga termasuk najis


Mutawwasithah, kecuali bangkai manusia beserta ikan dan belalang. Namun
secara umum, najis Mutawassithah terbagi menjadi 2, di antaranya:

• Najis ‘Ainiyah: najis yang berwujud dan dapat dilihat, memiliki warna, bau,
dan rasa, seperti kotoran kucing, ayam dll.
• Najis Hukmiyah: najis yang tidak kelihatan wujudnya, seperti bekas
kencing, arak yang sudah mengering, dan lainnya.
Adapun cara menyucikan najis ini, yaitu yang pertama harus
membersihkan najis ‘Ainiyah (wujud, warna, bau, atau rasanya) terlebih dahulu.
Lalu dilanjutkan dengan membersihkan najis Hukmiyah (bekasnya). Misalnya,
terdapat kotoran manusia atau darah haid di suatu ruangan. Buang dulu kotoran
manusia atau darah haidnya hingga lantainya kering. Barulah menyiramnya
dengan air hingga benar-benar bersih. Siraman air bisa di area yang terkena najis
saja dan sudah dianggap suci meski airnya menggenang atau meresap ke dalam.
Jangan lupa untuk mengelapnya agar lantai kering.
3. Najis Mughallazah
Najis Mughallazah ini masuk ke dalam jenis najis yang berat. Kotoran yang
termasuk najis berat ini, yaitu yang berasal dari hewan Anjing dan Babi. Najis
Mughallazah ini dapat disucikan dengan cara membasuhnya dengan air
sebanyak 7 kali basuhan di mana salah satunya harus dicampur debu.
Sebelum dibasuh dengan air, najis Mughallazah perlu dihilangkan
terlebih dulu najis ‘Ainiyah atau wujud najisnya sehingga tidak ada lagi warna,
bau dan rasa najis tersebut. Namun secara hukum (hukmiyah), najisnya masih
ada di tempat yang terkena najis karena belum dibasuh air.
Membersihkan najis dengan basuhan air dan campuran debu dapat dilakukan
dengan 3 cara, yaitu:
• Pertama, mencampur air dan debu secara berbarengan baru kemudian
diletakkan langsung pada area yang terkena najis. Cara ini adalah cara yang
lebih utama dibanding cara lainnya,
• Kedua, meletakkan debu di area yang terkena najis. Lalu memberinya air
dan mencampurkan keduanya, barulah kemudian membasuhnya hingga
bersih, atau
• Ketiga, memberi air terlebih dahulu di area yang terkena najis,
kemudian memberinya debu dan mencampur keduanya, lalu dibasuh hingga
najisnya benar-benar hilang.
B. WUDHU

Wudhu menurut bahasa artinya bersih dan indah, sedang menurut syara’ artinya
membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil. Orang yang hendak
melaksanakan shalat, wajib lebih dahulu ber-wudhu, karena wudhu adalah menjadi
syarat sahnya shalat.

Sebenarnya perintah wudhu tersebut tercantum dalam firman Allah Q.S Al-Maidah
ayat 6, yakni sebagai berikut:

۟ ‫ق َو ْٱم َسح‬
‫ُوا بِ ُر ُءوسِ كُ ْم َوأَرْ ُجلَكُ ْم إِلَى‬ َّ ‫يََٰٓأَي َها ٱلَّذِينَ َءا َمن َُٰٓو ۟ا إِذَا قُ ْمت ُ ْم إِلَى ٱل‬
۟ ُ‫صلَوةِ فَٱ ْغسِ ل‬
ِ ِ‫وا ُوجُوهَكُ ْم َوأَ ْي ِديَكُ ْم إِلَى ْٱل َم َراف‬
‫علَى َسف ٍَر أَ ْو َجا َٰٓ َء أَ َحدٌ ِمنكُم مِنَ ْٱلغَآَٰئِطِ أَ ْو لَ َم ْست ُ ُم ٱلنِ َسا َٰٓ َء‬
َ ‫ض َٰٓى أَ ْو‬ ۟ ‫ط َّه ُر‬
َ ْ‫وا ۚ َو ِإن كُنتُم مَّر‬ َّ ‫ْٱل َك ْعبَي ِْن ۚ َو ِإن كُنت ُ ْم ُجنُبا فَٱ‬
‫ج َولَكِن‬
ٍ ‫علَ ْيكُم م ِْن َح َر‬
َ ‫ٱّلل ِل َيجْ َع َل‬ ۟ ‫َٱم َسح‬
ُ َّ ُ‫ُوا ِب ُوجُو ِهكُ ْم َوأَ ْيدِيكُم ِم ْنهُ ۚ َما ي ُِريد‬ َ ‫صعِيدا‬
ْ ‫ط ِيبا ف‬ ۟ ‫ُوا َمآَٰء فَتَ َي َّم ُم‬
َ ‫وا‬ ۟ ‫فَلَ ْم ت َِجد‬
َ‫علَ ْيكُ ْم لَ َعلَّكُ ْم تَ ْشكُ ُرون‬ َ ‫ي ُِريدُ ِل ُي‬
َ ُ‫ط ِه َركُ ْم َو ِل ُي ِت َّم ِن ْع َمتَ ۥه‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah,
dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah
dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”. (Al-Maidah :6)

1. Rukun Wudhu
Adapun yang menjadi rukun dari wudhu adalah sebagai berikut:
• Niat;
Niat secara bahasa adalah menyengaja (al-qasdu), sedangkan niat menurut
syara’ adalah menyengaja melakukan suatu hal atau suatu pekerjaan dibarengi
dengan melakukan pekerjaan tersebut. Orang yang berwudlu dengan melakukan
pekerjaan berwudlu dibarengi dengan niat dalam hatinya. Dalam hatinya niat
menghilangkan hadas kecil karena Allah SWT.
• Membasuh muka
Rukun kedua dari rukun wudhu membasuh muka, maksudnya adalah
membasahi muka atau mengalirkan air ke muka. Dalam membasuh muka maka
seluruh bagian muka harus yakin terbasuh, yaitu mulai dari tempat tumbuhnya
rambut sampai dagu, dan dari telinga kanan sampai telinga kiri. Sebab jika ada
bagian muka yang tidak terbasuh maka wudhu nya tidak sah, oleh karena itulah
ulama menganjurkan melebihkan dari batas muka tersebut.
• Membasuh tangan sampai siku
Rukun wudhu yang ketiga adalah membasuh kedua tangan sampai siku. Dalam
membasuh ini disyaratkan adanya air mengalir tidak hanya membuat tangan
basah oleh air.
• Membasuh kepala
Membasuh kepala adalah rukun selanjutnya. Dalam membasuh kepala tidak
disyaratkan seluruh bagian kepala terbasahi, akan tetapi cukup membasuh
sebagian saja. Juga diperbolehkan membasahi rambutnya saja walaupun cuma
satu rambut. Jika yang dibasuh tersebut hanya rambutnya saja maka adanya
rambut yang dibasahi tidak keluar dari batas kepala.
• Membasuh kaki sampai mata kaki
• Mengurutkan basuhan/rukun sesuai urutan rukun diatas
Dalam mengerjakan berwudlu haruslah melakukan rukun sesuai urutan rukun
diatas, jadi setelah membasuh muka secara betul barulah membasuh tangan, lalu
setelah membasuh kepala, demikian selanjutnya sampai kaki.
2. Syarat Wajib Wudhu
• Beragama Islam.
• Tamyiz, Dapat membedakan yang baik dan yang buruk.
• Suci dari menstruasi dan persalinan.
• Tidak ada apa pun di dalam tubuh yang dapat mengubah sifat air, seperti
lipstik dan riasan.
• Tidak ada yang dapat mencegah air menyentuh kulit, seperti cat kuku,
lipstik dan lain-lain.
• Mengetahui mana yang sunah dan mana yang wajib.
• Air yang diambil untuk wudhu adalah air bersih dan suci (tidak bau, tidak
kotor, atau tercampur bahan lain)
3. Hal yang membatalkan Wudhu
a. Keluar angin (kentut)
b. Hilang akal (gila, tidur, sakit ayam)
c. Memegang kemaluan
d. Memegang lubang
e. Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan (yang bukan mahrom)
f. Murtad
C. . MANDI BESAR

Dalam mandi besar seseorang wajib melaksanakan dua rukun. Pertama,


niat. Yakni kesengajaan yang diungkapkan dalam hati. Lafal niat mandi wajib :

ِ َ‫نويت ْالغُ ْس َل ل َِر ْف ِع اْل َحد‬


ِ ِ ‫ث اْأل َ ْكبَ ِر فَرْ ضا‬
‫ّلل تَعَالَى‬

“Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar, fardhu karena Allah ta’ala.”

1. Adab dan tata cara mandi wajib/ mandi besar


1. Ambilah air lalu basuhlah tangan terlebih dahulu hingga tiga kali.
2. Bersihkan segala kotoran atau najis yang masih menempel di badan.
3. Berwudhu sebagaimana saat wudhu hendak shalat termasuk doa-doanya. Lalu
pungkasi dengan menyiram kedua kaki.
4. Mulailah mandi besar dengan mengguyur kepala sampai tiga kali--bersamaan
dengan itu berniatlah menghilangkan hadats dari janabah.
5. Guyur bagian badan sebelah kanan hingga tiga kali, kemudian bagian badan
sebelah kiri juga hingga tiga kali.
Jangan lupa menggosok-gosok tubuh, depan maupun belakang, sebanyak
tiga kali; juga menyela-nyela rambut dan jenggot (bila punya). Pastikan air mengalir
ke lipatan-lipatan kulit dan pangkal rambut. Sebaiknya hindarkan tangan dari
menyentuh kemaluan--kalaupun tersentuh, Berwudhu lah lagi.
Di antara seluruh praktik tersebut yang wajib hanyalah niat, membersihkan
najis (bila ada), dan menyiramkan air ke seluruh badan. Selebihnya adalah sunnah
muakkadah dengan keutamaan-keutamaan yang tak boleh diremehkan. Orang yang
mengabaikan kesunnahan ini, kata Imam al-Ghazali, merugi karena sejatinya
amalan-amalan sunnah tersebut menambal kekurangan pada amalan fardhu.
2. Penyebab yang Mengharuskan Mandi Wajib
1.Keluar sperma
Keluarnya sperma (mani) mewajibkan mandi baik dari laki-laki maupun
perempuan.
2. Hubungan seksual (Persetubuhan)
Yang dimaksud hubungan seksual adalah masuknya hasyafah (kepala penis)
ke dalam farji (lubang kemaluan) meskipun memakai kondom ataupun tidak keluar
sperma.
3. Terhenti keluarnya darah haidh
Haidh atau menstruasi adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam
keadaan normal, minimal sehari semalam (24 jam) dan maksimal lima belas hari.
Sedang umumnya haidh keluar selama tujuh atau delapan hari
4. Terhenti keluarnya darah nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita setelah melahirkan.
Minimal nifas adalah waktu sebentar sedang maksimal adalah 60 hari. Umumnya
nifas berlangsung selama 40 hari. Sebagaimana haidh, wanita yang mengalami nifas
juga wajib mandi setelah darahnya berhenti
5. Melahirkan
Melahirkan normal termasuk hal yang mewajibkan mandi meskipun yang
dilahirkan masih berupa segumpal darah atau daging. Sedang bila proses persalinan
melalui bedah cesar, maka ada perbedaan pendapat di antara ulama. Ada yang
berpendapat tetap wajib mandi dan ada yang mengatakan tidak.
6. Orang yang Meninggal
Orang yang meninggal wajib dimandikan selain orang yang meninggal dalam
kondisi syahid dan selain korban keguguran atau aborsi yang belum tampak bentuk
sebagai manusia seperti masih berbentuk segumpal daging.
D. TAYYAMUM
Tayammum merupakan salah satu cara untuk bersuci yang sifatnya adalah
diaturi dalam artian adanya tayammum adalah apabila bersuci dengan
menggunakan atau alat bersuci yang utama yaitu air tidak ada atau tidak bisa karena
adanya halangan maka bersucinya dengan cara tayammum.
Tayammum menurut bahasa adalah “menuju”, sedang menurut istilah ahli
fiqh Tayammum adalah menyampaikan atau mengusapkan debu yang suci ke muka
dan kedua tangan sebagai ganti dari wudhu atau mandi atau pengganti membasuh
anggota dengan syarat-syarat khusus.
a. Syarat Tayammum
Syarat dari adanya tayammum itu ada lima macam, yaitu:
1. Adanya Uzur sebab bepergian atau karena sakit.
Syarat dari diperbolehkannya tayammum adalah adanya uzur atau halangan
yang menyebabkan tidak bisa menggunakan air. Halangan sakit yang menyebabkan
diperbolehkannya tayammum tentunya harus berdasarkan rekomendasi dari dokter
yang ahli dimanah jika dia menggunakan air akan menyebabkan kematian atau
menyebabkan bertambah parah penyakitnya.
2. Sudah masuk waktu salat.
Tayammum sebagai alat bersuci pengganti tidak setiap waktu dan setiap saat
dilakukan. Jika adanya tayammum dilakukan untuk salat maka adanya tayammum
dilakukan setelah masuk waktu, jadi seumpama tayammum dilakukan karena mau
salat zuhur tentulah tayammum tersebut dilakukan setelah masuk waktu zuhur.
Tayammum tidak boleh dilakukan sebelum masuk waktu zuhur jika untuk salat
zuhur.
3. Setelah mencari Air. Apabila adanya tayammum itu bukan karena suatu penyakit
akan tetapi karena tidak ada air, maka tayammum bisa dilakukan jika setelah
mencari air kearah barat, timur, utara, dan selatan.
4. Adanya Uzur/halangan menggunakan Air. Apabila adanya tayammum dilakukan
karena adanya suatu penyakit yang menyebabkan tidak menggunakan air maka
ketika tayammum harus dipastikan halangan atau penyakit yang membolehkan dia
tayammum itu masih ada, misalnya pada pagi hari menurut dokter tidak boleh
terkena air penyakitnya, maka ketika dia tayammum hendak salat zuhur harus yakin
bahwa penyakit yang menghalanginya memakai air tersebut masih ada.
5. Debu yang Suci. Debu yang digunakan untuk tayammum harus debu yang suci,
kering dan belum pernah dipakai untuk bersuci dan tidak bercampur najis.
b. Sebab Melakukan tayammum
1. Dalam perjalanan jauh dan Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya
sangat sedikit
2. Tidak diketemukan air walaupun sudah berusaha.
3. Air yang ada suhu atau kondisinya tidak bisa mensucikan atau terkena najis/
kotor.
4. Air yang ada cukup untuk minum
5. Air berada di tempat yang jauh dan bila mengambilnya maka waktu shalat
habis.
6. Pada sumber air yang terdapat marabahaya.
7. Sakit parah dan tidak boleh terkena air
c. Sunah Ketika melakukan Tayammum
1. Membaca basmalah
2. Menghadap ke arah kiblat
3. Membaca doa ketika selesai tayamum
4. Mendulukan kanan dari pada kiri
5. Meniup debu yang ada di telapak tangan
6. Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku
d. Rukun Tayamum
1. Niat Tayamum.
2. Menyapu muka dengan debu atau tanah.
3. Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.
e. Tata Cara Tayamum
1. Membaca basmalah
2. Renggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu, tekan-tekan hingga debu
melekat.
3. Angkat kedua tangan lalu tiup telapak tangan untuk menipiskan debu yang
menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
َّ ‫( ن ََويْتُ التَّيَم َم ِال ْستِبَا َح ِة ال‬Saya niat tayammum
4. Niat tayamum : ‫صالَةِ فَرْ ض ِللِ تعالي‬
untuk diperbolehkan melakukan shalat karena Allah Ta’ala).
5. Mengusap telapak tangan ke muka secara merata
6. Bersihkan debu yang tersisa di telapak tangan
7. Ambil debu lagi dengan merenggangkan jari-jemari, tempelkan ke debu,
tekan-tekan hingga debu melekat.
8. Angkat kedua tangan lalu tiup telapak tangan untuk menipiskan debu yang
menempel, tetapi tiup ke arah berlainan dari sumber debu tadi.
9. Mengusap debu dimulai dari tangan kanan lalu ke tangan kiri

Anda mungkin juga menyukai