Anda di halaman 1dari 13

Nama : Alifiana Kharisqika

No. : 02

Kelas : X MIPA 2

Pengertian Al Qur’an Dan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam

Beberapa penjelasan Allah tentang Al Quran sebagai sumber hukum


dari Allah terdapat dalam firman-Nya berikut ini.

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya)
dan Ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian,
yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baikakibatnya.” (QS An
Nisa: 59).

Dari segi bahasa Al Quran berarti “yang dibaca” atau “bacaan”, sedangkan
dari segi istilah Al Quran adalah firman (wahyu) Allah swt. yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara Malaikat Jibril yang
merupakan mukjizat dan menggunakan bahasa Arab, berisi tentang petunjuk
dan pedoman hidup bagi manusia, dan bila kita membacanya merupakan
ibadah.

Hadis menurut lughat atau bahasa artinya baru atau kabar. Hadis menurut
istilah ialah segal:- tingkah laku Nabi Muhammad saw. baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun ketetapannv; Kedudukan hadis dalam ajar an
Islam adalah sebagai sumber hukum yang kedua setelah Al Qurar
Maksudnya, apabila suatu perkara yang tidak didapati hukumnya dalam Al
Quran, mak hendaknya dicari dalam hadis. Hadis Nabi Muhammad saw.
dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bentuk yaitu sebagai berik.

 Hadis qauliyah yaitu hadis atas dasar segenap perkataan (ucapan)


Nabi Muhammad saw.
 Hadis fi’liyah yaitu hadis atas dasar perilaku (perbuatan) yang
dilakukan Nabi Muhammad saw.
 Hadis taqririyah adalah hadis atas dasar persetujuan Nabi
Muhammad saw. terhadap apa ya dilakukan oleh para sahabatnya.
Artinya, Nabi Muhammad memberikan penafsiran at perbuatan yang
dilakukan sahabatnya dalam suatu hukum Allah swt. atau nabi diam
sebac tanda persetujuan (boleh) atas perbuatan-perbuatan sahabat
Nabi Muhammad saw.

Kedudukan Al Qur’an Dan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam

Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber


pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam,baik yang mengatur hubungan
manusia dengan dirinya sendiri,hubungan manusia dengan Allah SWT,
hubungan manusia dengan sesamanya,dan hubungan manusia dengan alam.

Para ulama Islam berpendapat bahwa hadis menempati kedudukan pada


tingkat kedua sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an.Mereka
beralasan kepada dalil-dalil Al-Qur’an surah Ali-’Imran,3:132,

َ ‫َوأَطِ يعُوا هَّللا َ َوالرَّ سُو َل لَ َعلَّ ُك ْم ُترْ َحم‬


‫ُون‬

Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.

surah Al-Ahzab,33:36 dan

ِ ‫ضى هَّللا ُ َو َرسُولُهُ أَ ْمرًا أَ ْن يَ ُكونَ لَهُ ُم ْال ِخيَ َرةُ ِم ْن أَ ْم ِر ِه ْم ۗ َو َم ْن يَع‬
َ ‫ْص هَّللا‬ َ َ‫َو َما َكانَ لِ ُم ْؤ ِم ٍن َواَل ُم ْؤ ِمنَ ٍة إِ َذا ق‬
‫ضاَل اًل ُمبِينًا‬
َ ‫ض َّل‬َ ‫َو َرسُولَهُ فَقَ ْد‬
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka
sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.

Al-Hasyr,59:7,

‫يل‬
ِ ِ‫ب‬n‫الس‬ َّ ‫ا ِكي ِن َواب ِْن‬n‫ا َم ٰى َو ْال َم َس‬nnَ‫َما أَفَا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َرسُولِ ِه ِم ْن أَ ْه ِل ْالقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّرسُو ِل َولِ ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَت‬
‫وا هَّللا َ ۖ إِ َّن‬nnُ‫ا ْنتَهُوا ۚ َواتَّق‬nnَ‫هُ ف‬n‫َك ْي اَل يَ ُكونَ دُولَةً بَ ْينَ اأْل َ ْغنِيَا ِء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْن‬
ِ ‫هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk
Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya. Serta hadis riwayat Turmuzi dan Abu Daud yang berisi
dialog antara Rasulullah SAW dengan sahabatnya Mu’az bin Jabal tentang
sumber hukum Islam.

Fungsi Al Qur’an Dan Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam

Fungsi kitab suci Al Quran adalah.


a. Al Quran sebagai Sumber Hukum
Al Quran sebagai sumber hukum memiliki tiga inti atau komponen dasar
hukum yaitu sebagai berikut.
1. Hukum yang berhubungan dengan masalah akidah (keimanan) dan
tercermin dalam rukun iman. Ilmu yang mempelajari tentang
keimanan disebut ilmu tauhid, ilmu kalam, atau ilmu usuluddin.
2. Hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah secara
lahiriah, antara manusia dengan sesamanya, dan dengan lingkungan
sekitarnya
b. Al Quran Sebagai Pedoman Hidup
Sebagai kitab suci yang terakhir diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw., Al Quran memiliki kelebihan dan keistimewaan yang tidak
dipunyai oleh kitab-kitab sebelumnya. Keistimewaan dan kelebihannya
antara lain sebagai berikut.
1. Al Quran mengandung ringkasan ajaran ketuhanan yang pernah
dimuat pada kitab-kitab sebelumnya.
2. Al Quran ditujukan bagi semua umat sepanjang masa. Adapun
kitab-kitab sebelumnya hanya untuk bangsa tertentu saja dan
dalam kurun waktu tertentu pula.
3. Sebagai pedoman hidup abadi, Al Quran mempunyai kelengkapan
yang luar biasa mengenai berbagai aspek kehidupan dan memiliki
keluwesan dari segi pemahaman.
4. Al Quran diturunkan dalam bahasa yang sangat indah, mudah
dibaca, diingat, dan dipahami.
Fungsi hadist Nabi Muhammad saw. dalam hukum Islam adalah sebagai
berikut.

1. Sebagai sumber hukum Islam kedua. Ada beberapa hukum yang


tidak disebutkan di dalai A1 Quran. Rasulullah saw. kemudian
menjelaskan hukumnya baik dengan perkataan, perbuata maupun
dengan penetapan.
2. Sebagai pengukuh atau penguat hukum yang telah disebutkan oleh
Allah di dalam kitab sue Nya, sehingga keduanya yaitu A1 Quran
dan hadis menjadi sumber hukum yang salir melengkapi dan
menyempurnakan.
3. Sebagai penjelasan atau perincian terhadap ayat-ayat A1 Quran yang
masih bersifat umum.
4. Menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al Quran.
Hadis juga dapat berfungsi untuk menetapkan hukum apabila di
dalam Al Quran tidak dijumpai, seperti halnya keharaman seorang
laki-laki untuk menikah dengan bibi istrinya dalam waktu yang
bersamaan.

Macam–Macam Sumber Hukum Islam

Al Qur’an

Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan


secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW
melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah,
diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah.

Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap


muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang
terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT,
yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangnannya

Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat


manusia.

1. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu


ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha
dan qadar
2. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang
muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.
3. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa,
zakat dan haji.
4. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam
masyarakat

Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:


1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam
berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan
2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang
berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-
menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya
agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib
3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang
berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah
4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang
berhubungan dengan penetapan hukum atas pelanggaran
pembunuhan dan kriminalitas
5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu
hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga
tercpai kedamaian dan kesejahteraan.
6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta
benda, seperti zakat, infaq dan sedekah.

Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci dan
ada yang garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya
berhubungan dengan masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada
bagian ini banyak hukum bersifat ta’abud (dalam rangka ibadah kepada
Allah SWT), namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk
memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam
(hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan
muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan, undang-undang
sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini
hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya disebutkan
nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan
zaman.
Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang
berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan
lain-lainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut
jumlahnya banyak sekali.
Hadits

Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik


berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan
sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah
mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang
disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya.

Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh


perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan
merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya
maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan
Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits
sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah
SAW:

Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak


akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab
Allah dan sunah rasulnya”. (HR Imam Malik)

Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi
sebagai berikut.

1. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an,


sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum
untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Qur’an
menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan
dalam firmannya :

Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)

Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi


larangan berdusta.
2. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang
masih bersifat umum. Misalnya, ayat Al Qur’an yang memerintahkan
shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat
garis besar. Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana
cara melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak
memarkan cara-cara melaksanakan haji. Rincian semua itu telah
dijelaskan oelh rasullah SAW dalam haditsnya. Contoh lain, dalam Al
Qur’an Allah SWT mengharamkan bangkai, darah dan daging babi.
Firman Allah sebagai berikut:

“Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi…” (QS Al


Maidah : 3)

Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak


dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah
hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni
bangkai ikan dan belalang. Sabda Rasulullah SAW:
‫ َواَ َّما‬,ُ‫ َراد‬nnnnnnnnn‫ت َو ْال َج‬
ُ ْ‫و‬nnnnnnnnnُ‫ ْالح‬: ‫ان‬nnnnnnnnnَ
ِ ‫ فَا َّما ْال َم ْيتَت‬,‫ا ِن‬nnnnnnnnn‫ا ِن َو َد َم‬nnnnnnnnnَ‫ا َم ْيتَت‬nnnnnnnnnَ‫ت لَن‬
ْ َّ‫اُ ِحل‬
)‫اكم‬nnnnnnnnnnnnn‫ه و الح‬nnnnnnnnnnnnn‫ ا ِل ( رواه ابن الماج‬nnnnnnnnnnnnn‫ ُد َوالطِّ َح‬nnnnnnnnnnnnnِ‫ فَ ْال َكب‬: ‫ َّد َما ِن‬nnnnnnnnnnnnn‫ال‬
Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam
darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng,
sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu
Majjah)

3. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al


Qur’an. Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan
membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ٍ ‫طُهُوْ ُر اِنَا ِء اَ َح ِد ُك ْم اِ َذا َولِ َغ فِ ْي ِه ْال َك ْلبُ اَ ْن يُ ْغ ِس َل َس ْب َع َمرَّا‬
ِ ‫ت اَوْ لَ ِه َّن بِالتُّ َرا‬
‫د‬nn‫لم و هحم‬nn‫ب ( رواه مس‬
)‫و هبو داود و البيهقى‬

Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara


membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah”
(HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)
Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil,
sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak
janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-
samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits
2. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil,
tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya,
dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan
termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal
yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting
3. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih
syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam
ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan
banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak
dipenuhi

Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:

1. Rawinya bersifat adil


2. Sempurna ingatan
3. Sanadnya tidak terputus
4. Hadits itu tidak berilat, dan
5. Hadits itu tidak janggal

Ijtihad

Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan


suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun
Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta
berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukumyang telah
ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga. Hasil
ini berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan sahabat yang bernama
muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri Yaman. Nabi SAW,
bertanya kepada Muadz,” bagaimana kamu akan menetapkan hukum kalau
dihadapkan pada satu masalah yang memerlukan penetapan hukum?”,
muadz menjawab, “Saya akan menetapkan hukumdengan Al Qur’an, Rasul
bertanya lagi, “Seandainya tidak ditemukan ketetapannya di dalam Al
Qur’an?” Muadz menjawab, “Saya akan tetapkan dengan Hadits”. Rasul
bertanya lagi, “seandainya tidak engkau temukan ketetapannya dalam Al
Qur’an dan Hadits”, Muadz menjawab” saya akan berijtihad dengan
pendapat saya sendiri” kemudian, Rasulullah SAW menepuk-nepukkan
bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju. Kisah mengenai Muadz ini menajdikan
ijtihad sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam setelah Al Qur’an dan
hadits.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi bebrapa syarat berikut
ini:

1. mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang


bersangkutan dengan hukum
2. memahami bahasa arab dengan segala
kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur’an dan
hadits
3. mengetahui soal-soal ijma
4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih
yang luas.

Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu


dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam
hubungan ini Rasulullah SAW bersabda:
‫ارى و‬nn‫ ٌر ( رواه البخ‬nْ‫هُ اَج‬nَ‫أ َ فَل‬nnَ‫ َد ثُ َّم اَ ْخط‬nَ‫اب فَلَهُ اَ َج َرا ِن َو اِ َذا َح َك َم َواجْ تَه‬
َ ‫ص‬َ َ‫اِ َذا َح َك َم ْال َحا ِك َم فَاجْ تَهَ َد ثُ َّم ا‬
) ‫لم‬nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn‫مس‬
Artinya: “Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara melakukan
ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala
dan apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara ia melakukan ijtihad
dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (HR
Bukhari dan Muslim)
Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai
hasil ijtihad, tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut
justru akan membawa rahmat dan kelapangan bagi umat manusia. Dalam
hal ini Rasulullah SAW bersabda:
…)‫دس‬nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn‫ر المق‬nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn‫ ةٌ (رواه نص‬nnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn‫ف اُ َّمتِ ْي َرحْ َم‬
ِ َ‫اِ ْختِال‬
Artinya: ”… Perbedaan pendapat di antara umatku akan membawa rahmat”
(HR Nashr Al muqaddas)

Dalam berijtihad seseorang dapat menmpuhnya dengan cara ijma’


dan qiyas. Ijma’ adalah kese[akatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-
orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah
SAW. Berpegang kepada hasil ijma’ diperbolehkan, bahkan menjadi
keharusan. Dalilnya dipahami dari firman Allah SWT:

Artinya: “Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan rasuknya dan ulil
amri diantara kamu….” (QS An Nisa : 59)

Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang
mempunyai kekuasaan dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan,
termasuk imam mujtahid. Dengan demikian, ijma’ ulam dapat menjadi salah
satu sumber hukum Islam. Contoh ijam’ ialah mengumpulkan tulisan wahyu
yang berserakan, kemudian membukukannya menjadi mushaf Al Qur’an,
seperti sekarang ini

Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak


ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena
antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya,
mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman
keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena
antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama
memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al
Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan
khamar yang ada hukumnya dalam Al Qur’an. Sebelum mengambil
keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui
Rukun Qiyas, yaitu:

1. Dasar (dalil)
2. Masalah yang akan diqiyaskan
3. Hukum yang terdapat pada dalil
4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang
diqiyaskan

Bentuk Ijtihad yang lain

 Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan


yang tidak dijelaskan secara kongret dalam Al Qur’an dan
hadits yang didasarkan atas kepentingan umum atau
kemashlahatan umum atau unutk kepentingan keadilan
 Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang
telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil
lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut
 Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak
disebutkan secara kongkret dalam Al Qur’an dan hadits
dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau
kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini
ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam.
Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui
atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan
dengan ajaran Al Qur’an dan hadits
 Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan
maksud syarak yang tidak diperoeh dari pengajaran dalil
secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya
seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau
membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan
diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.
 Al ‘Urf, ialah urursan yang disepakati oelh segolongan
manusia dalam perkembangan hidupnya
 Zara’i, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk
mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.

Anda mungkin juga menyukai