Anda di halaman 1dari 14

CRITICAL BOOK REVIEW

MK. Filsafat Pancasila

PRODI S1 PPKn
Skor Nilai:

Filsafat Pancasila

NAMA MAHASISWA : Kevin Gilbert Sianturi

NIM : 3193311005

DOSEN PENGAMPU : Dr.Yakobus Ndona,SS.,M.Hum

MATA KULIAH : Filsafat Pancasila

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya
penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review. Tugas ini di buat untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah yaitu “Filsafat Pancasila”.

Tugas critical jurnal review ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan kita semua khususnya dalam mata kuliah khususnya Filsafat Pancasila tentang
kebudayaan masyarakat Batak. Penulis menyadari bahwa tugas critical journal review ini masih
jauh dari kesempurnaan, apalagi dalam tugas ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penulisahan maupun pemahaman. Saya mohon maaf karena sesungguhnya pengetahuan dan
pemahaman penulis masih terbatas,

Penulis sangat menantikan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan tugas ini. Penulis juga berharap semoga tugas critical book review ini
bermanfaat bagi pembaca dan khusunya bagi penulis. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan pembaca.

Medan, 2 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
A. Rasionalisasi Pentingnya CBR ............................................................................................ 1
B. Tujuan Penulisan CBR ......................................................................................................... 1
C. Manfaat CBR ....................................................................................................................... 1
D. Identitas Buku ...................................................................................................................... 1
BAB II RINGKASAN BUKU ........................................................................................................ 2
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................... 8
A. Pembahasan Buku ................................................................................................................ 8
B. Kelemahan dan Kelebihan Buku ......................................................................................... 8
BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan ........................................................................................................................ 10
B. Saran .................................................................................................................................. 10
Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR

Membandingkan dua buku merupakan kegiatan mengulas suatu buku agar dapat
mengetahui dan memahami apa yang disajikan dalam suatu buku. Kritik buku sangat
penting karena dapat melatih kemampuan kita dalam menganalisis dan mengevaluasi
pembahasan yang disajikan peneliti. CBR ini berisi tentang mengenal Masyarakat
Batak memiliki falsafah, asas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam
kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu.

B. Tujuan Penulisan CBR

Mengkritik buku ini dibuat sebagai salah satu referensi ilmu yang bermanfaat untuk
menambah wawasan penulis maupun pembaca dalam mengetahui kelebihan dan
kekurangan suatu buku , menjadi bahan pertimbangan dan juga menyelesaikan salah
satu tugas individu mata kuliah Filsafat Pancasila

C. Manfaat CBR

Manfaat yang didapat dari Critical Book Review ini adalah:

a. Mengetahui kelebihan dan kelemahan buku yang dikritik

b. Mengetahui latar belakang dari buku tersebut

c. Memberi masukan kepada penulis buku berupa kritik dan saran terhadap cara
penulisan, isi, dan substansi buku

D. Identitas Buku
1. Judul : Konflik Status dan Kekuasaan Batak Toba
2. Edisi :3
3. Pengarang : Bungaran Antonius Simanjuntak
4. Kota Terbit : Jakarta
5. Tahun Terbit : 2009
6. Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
7. ISBN : 978-979-461-712-0

1
BAB II

RINGKASAN BUKU

Problem Sosial budaya Kontroversi Antara Pandangan Hidup dan Keyakinan

Apabila diperhatikan secara seksama dan mendalam maka dalam setiap kebudayaan yang
dimiliki oleh sesuatu suku bangsa atau bangsa, akan ditemukan pertentangan antarunsur
kebudayaan. Misalnya, antara suatu nilai budaya dan penerapan sistem budaya di dalam proses
hubungan sosial, dalam rangka mencapai cita-cita yang menjadi isi nilai budaya. Pertentangan-
pertentangan di antara unsur-unsur tersebut menumbuhkan sikap-sikap Sosial yang sering kurang
dimengerti atau bahkan tidak dikehendaki oleh sebagian atau banyak orang, misalnya keraguan,
ketidak senangan. kebencian. pertikaian, permusuhan, dan peperangan. Secara ideal nilai-nilai
yang terkandung di dalam kebudayaan tampak indah, mengesankan, dan mengandung
pengharapan. Namun, dalam operasionalisasinya, ada kesan bahwa pendukung kebudayaan
kurang dan tidak setia pada nilai luhur tersebut. Kesetiaan hanya terungkap di dalam pengakuan
moral, tetapi di dalam perwujudannya cenderung terjadi pengingkaran. sehingga terjadi perbedaan
antara perbuatan dan keinginan, kenyataan dan idealisme (das Sein dan das Sollen).

Sehubungan dengan adanya perbedaan antara idealisme dan kenyataan tersebut, Ogburn
(1950) mengajukan teori cultural lag atau ketertinggalan budaya. Ketertinggalan budaya ialah
suatu keadaan ketika aspek kebudayan lebih cepat dari aspek yang lain. Namun dalam hal ini ada
aspek budaya yang juga perkembangannya tertinggal, misalnya jarak waktu antara terjadinya
perubahan sebagai satu aspek, dan proses penyesualan oleh pendukungnya sebagai aspek lain.
Peristiwa ketertinggalan budaya ini terjadi di antara unsur-unsur kebudayaan yang saling
berhubungan. Perubahan pada satu aspek kebudayaan akan menimbulkan akibat pada aspek yang
lain. Biasanya ketertinggalan budaya (cultural lag) banyak terjadi pada masyarakat yang
perubahan kebudayaannya berlangsung cepat. Hal ini merupakan gejala masyarakat yang dinamis
dan peningkatan yang kompleks. Cultural lag dari berbagai masyarakat memiliki lingkat yang
berbeda-beda (Horton dan Hunt, 1972).

Teori cultural lag yang dikemukakan Ogburn (1950) itu tampaknya terjadi juga di kalangan
Batak Toba. Orang Batak Toba telah mengenal nilai baru, yaitu agama Kristen, namun pengenalan
pada nilai baru tersebut tampaknya baru pada tahap pengenalan unsur luarnya (ritus-ritus,
organisasi, lambang-lambang. pelaku-pelaku aktivítas, dan sasarannya). Nilai hakiki yang
dikandung agama itu belum dikenal, terbukti mereka masih memakai nilai lama yang tradisional
dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dalam pengelolaan organisasi agama baru tersebut (Sormin,
1961). Inilah kejanggalan ketika nilai lama yang tradisional dipakai di dalam lingkungan nilai baru.
Orang Batak Toba beraksi dengan gaya "modern", berbuat seakan-akan telah menganut nilai baru,

2
tetapi untuk kepentingan sehari-hari mereka masih mengacu pada nilai lama. Status mereka sudah
di lingkungan modern, namun peranannya masih dikendalikan oleh nilai tradisional. Pemakaian
adat sebagai acuan kehidupan sehari-hari itu tampaknya dilakukan dengan sadar. Ada tendensi
mereka ingin memiliki nilai modern namun tetap berpegangan pada adat nenek moyang. Mereka
ingin menjadi orang Kristen dan Batak yang baik (Bruner, 1961). Dalam hal ini telah terjadi
pertentangan antara status dan role; status sebagai orang Kristen dan peranan sebagai orang Batak.
Kesan itu ditemukan di kalangan Batak Toba.

Seperti telah dikemukakan, status dan peran adalah dua aspek dalam fenomena sama yang
saling berhubungan erat. Tidak ada peran tanpa status. Peran adalah bentuk dinamis dari slatus.
Peran adalah aksi nyata dalam rangka perwujudan sejumlah hak dan kewajiban (Linton, 1936).
justru sering bertolak belakang, misalnya perkembangan teknik dan penemuan-penemuan sosial
yang sering menimbulkan peperangan dan perpecahan sosial. Aspek kemajuan seharusnya
menciptakan kesejahteraan, namun justru sering menimbulkan disorganisasi soslal, Kemajuan
dalam satu aspek tidak setara dengan kemajuan dalam aspek

1. Nilai Budaya

Banyak definisi tentang kebudayaan yang telah diajukan oleh para ahli antropologi,
sosiologi, sejarah, filsalat, dan kesusasteraan. Bahkan ada sekitar 160 rumusan definisi kebudayaan
menurut hasil studi Kluckhohn dan Kroeber (Koentjaraningrat, 1990). Salah seorang di antaranya
ialah E.B.Tylor (1871) yang memberikan definisi tergolong klasik. Definisi kebudayaan memang
masih sulit untuk dikesampingkan begitu saja. BahkanBahkan menurut penulis definisi yang
muncul kemudian banyak mengacu pada definisi Tylor, dengan penciptaan kekhususan-
kekhususan baru sesuai fenomena yang diminati. Jadi untuk mempermudah pengertian
kebudayaan, detinisi tersebut masih layak dipergunakan sebagai salah Satu acuan untuk mengkaji
masalah kebudayaan masa kini, di samping definisi lain yang lebih kontemporer.

Pengertian kebudayaan yang dikemukakan ialah menyangkut keseluruhan ilmu


pengetahuan, kepercayaan, seni, moral. hukum, adat kebiasaan, serta kemampuan lainnya yang
diperoleh sebagai anggota masyarakat (Tylor, 1891). Unsur-unsur yang terdapat dalam batasan
tersebut (ilmu pengetahuan, adat) merupakan induk dari banyak unsur, bagian kehidupan manusia
yang dinamakan kompleks kebudayaan (culture complex). Kompleks kebudayaan pada hakikatnya
terdiri atas berbagai ciri budaya atau culture traits (Koentjaraningrat, 1974) yang merupakan
praksis budaya secara khusus dalam proses kehidupan sosial pemiliknya. Kebudayaan secara
universal memiliki tujuh unsur yang terdiri atas sistem religi dan upacara agama, sistem organisasi
kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, serta sistem
teknologi dan peralatan. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut merupakan kompleks kebudayaan
yang secara universal ditemukan pada semua kebudayaan bangsa-bangsa. Koentjaraningrat
kemudian mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil

3
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar (lbid, 1974, 1990). Oleh karena itu, kebudayaan merupakan hasil belajar dan proses belajar
itu sendiri.

2. Budaya Ideal dan Budaya Nyata

Seperti telah dikemukakan, ada kesan munculnya perbedaan antara idealisme dan
kenyataan yang diperlihatkan oleh orang Batak Toba dalam kehidupan sosial mereka. Ada
pertentangan antara budaya ideal (ideal culture) dan budaya nyata (real culture). Secara umum
diketahui bahwa kebudayaan mengandung nilai-nilai yang tinggi. yang menjadi cita-cita utama,
bahkan menjadi tujuan hidup pemiliknya. Secara teoretis sering disebut budaya ideal atau ideal
culture. Salah satu bagian budaya ideal tersebut dipergunakan sebagai sistem pedoman hidup dan
cita-cita, inilah yang dinamakan ideologi. Ideologi merupakan unsur sistem nilai budaya. Secara
operasional ideologi merupakan sistem pandang kelompok masyarakat terhadap kenyataan
berdasarkan pandangan hidup tertentu. ldeologi ialah doktrin yang dipergunakan oleh kelompok
masyarakat untuk mencapai cita-citanya (Spencer, 1982). Penulis sependapat dengan Spemcer
tentang batasan ideologi tersebut. Semua sikap dan tingkah laku disesuaikan dengan pedoman
pandangan hidup yang terkandung di dalam ideologi. Setiap penyimpangan atau penolakan
terhadap ideologi berarti penyimpangan dari cita-cita yang terumuskan dalam ideologi tersebut.
Akibatnya, dapat terjadi pertentangan yang berdampak perpecahan. UntukUntuk mewujudkan
tujuan hidup seperti tertuang dalam ideologi, diperlukan norma-norma berupa aturan-aturan yang
harus menjadi pedoman anggota masyarakat. Seperti telah dikemukakan, nilai-nilai budaya
sebagai pedoman hidup sifatnya terlalu umum dan wujudnya abstrak. Dalam hal ini dibutuhkan
pedoman praksis yang jelas, tegas, terperinci dan dapat dimengerti. kalau bisa juga dihayati oleh
setiap anggota masyarakat (Koentjaraningrat, 1990). Karena ilu pula norma sosial yang berupa
aturan-aturan merupakan alat untuk mencapai cita- cita dan pedoman praksis yang dibutuhkan.
Sumner (1906) membagi norma atas norma ringan dan berat. Pelanggaran atas norma berat akan
menimbulkan ketegangan sosial dengan akibat berkepanjangan. Melanggar berarti mendapat
hukuman berat. Sedangkan pelanggaranatas norma ringan hanya mendapat sanksi ringun berupa
cemohan atau pelecehan oleh umum. Norma dengan hukuman berat oleh Sumner dinamakan
mores dan norma ringan dinamakan folkways. Mores dapat digolongkan sebagai adat istiadat
dalam arti khusus dan folkways merupakan tata cara di dalam kebiasaan (Koentjaraningrat, 1990).
Mores dan folkways merupakan ideal culture yang harus dituruli oleh warga masyarakat (Horton
dan Hunt. 1972).

Setiap warga harus bersikap dan bertingkah laku di tengah masyarakat dengan berpedoman
pada kedua bagian norma lersebut (ideal culture). Mereka yang tidak menyesuaikan diri akan
dianggap melanggar dan patut dihukum. Sikap dan perbuatan orang di dalam masyarakat baik yang
mendukung maupun yang melanggar, merupakan budaya yang nyata atau real culture yang
terdapat di dalam masyarakat. [Horton dan Hunt, 1372). sudah berkurang Kepeningannya.

4
Frubanan SiKap Oan pandangan itu untuk kemungkinan besar dsebaDkat oleh maka pendidikan
yang nengubalh cara berpikir dari emosional ke rasional. Di Samping itu, juga karena pengaruh
akulturast dlan asimilast dengan suku bangsa lain serta tingkal mobilitas hortzontal dan vertikal
yang semakin tinggi frekuensinya. Di samping itu kebudayaan baru yakni agama Kristen yang
modern turut mempegaruni cara berpikir mereka. Akan tetapi, ada dugaan banwa sikap itu puh
konsisten.

Penulis menduga bahwa kebudayaan modern dipakai hanya pada saat tenang dan damai.
Akan tetapi bila ada kesulitan maka mereka akan kembali memakai nilai-nilai budaya lradisional.
Mereka akan menerjemahkan kekristenan dari sudut pandang adat. Jadi, kebudayaan baru belum
sepenuhnya dikenal dan hayati. Kekristenan tampak baru sisi luarnya tapi inti kekristenan yang
dimiliki itu diisi dengan tradisi Batak. Sejak misionaris yang pertama, Nommensel dan teman-
teman, tradisi adat Batak telah banyak dipergunakan dalam penyebaran kebudayaan baru yakni
agama Kristen tersebut, misalnya nelalui tradisi kepatuhan rakyat kepada raja huta. Melalui
pengaruh para kepala marga dan raja huta, agama kristen berkembang pesat (HKBP 1936).

3. Nilai Budaya Batak

Menurut pandangan orang Batak Toba, Kebudayaannya memiliki sistem nilai budaya yang
amat penting yang menjadi tujuan dan pandangan hidup mereka secara turun-lemurun yakni
Kekayaan (hamoraon), banyak keturunan (hagabeon) dan kehurmalan (husangupon). Yang
dimaksud kekayaan lalah harta milik berujud materi maupun non-materi yang diperoleh nelalui
usaha atau melalui warisan. Keturunan juga termasuk ke dalam kategori kekayaan Banyak
keturunan ialah pempunyai banyak anak, cucu, cicit dan keturunan- keturunannya, termasuk
pemilihan tanaman serta ternak. Kehormatan merupakan pengakuan dan penghormatan orang lain
atas Wibawa martabat sescorang Hubungan sosial diatur oleh sislem sosial yang berlandaskan
kepada arga (clan). Hubungan sosial antarmarga diatur menurut dasar struktur sosial tungku
berkaki tiga (dalihan na tofu). Dalihan na tolu terdiri atas tiga unsur sosial yakni pemberi istri
(hulahula), penerima istri (boru) dan saudara semarga (dongan tubu atau dongan sabutuha). Ketiga
unsur sosial tersebut secara ideal dipandang selara. Namun dalam Kenyataan, unsur boru
memandang kelompok hulahula lebih tingi daripada boru.

HubunganHubungan ke luar kelompok dalam struktur dalihan na tolu adalah hubungan


hulahula-boru, sedangkan hubungan ke dalam di antara anggota kelompok, baik dalam kelompok
hulahula, boru dan dongan Tubu sendiri, adalah hubungan dongan tubu atau bersaudara semarga.
SecaraSecara pasti tidak diketahui sejak kapan sistem hubungan sosial berdasar dalihan na tolu
dimulai, dikenal, dan berlaku di kalangan orang Batak Toba. Menurut Tobing (1963), ada
hubungan erat antara sistem hubungan sosial tersebut dan kepercaynan keagamaan mereka; bahwa
kelompok hulahula dianggap sebagai representasi dewa Botara Guru, dongan tubu representasi
dewa Batura Sori, dan boru representasi dewa Bala Bulan [Mangala Bulan). Kepercayann tersebut

5
borhubungan dengan kepercayaan Hindu, bahkan berasal dari pengaruh Hindu (Tideman 1930).
Berdasarkan pengenalan kepercayuan tersebul, maka dulihun natolu diduga sudah sejak lama
dikenal dan dipakui sebagai sistem pergatur hubungan sosial.

Terninologi dalihan na tolu nenjadi sangal populer digunakan orang Batak sojak tahun
1960-an (Siahaan, 1957), walaupun istilah terselbut sudah dipergunakan di Tapanuli Selatan dan
Utar jauh sebelumnya. DrDr. Abdul Rasjid, Ketua Balak Studie Fonds, telah mempergunakan
istilah tersebul dalam ceramahnya di depan Afdeliing Adatrecht van het Koninklijk Balaviasch
Genoofschap van Kunsten en Wetenschappen pada 15 Februari 1933 di Batavia. Demikian juga
Controleur Mandailing G. van Gelder juga memakai istilah lerscbut di dalam tulisannya pada 1934
(Adatrechtbundel, No. XTLI, 1941). Jadi, sistemn sosial dalihan na tolu diduga lelah lama dikenal
dan digunakan oleh orang Balak. Akan telapi, catatan tertulis yang lengkap dan pasti belum
ditemukan.

4. Perubahan Sosial dan Budaya

Pada bagian pengantar telah disebutkan bahwa perubahan sosial dan kebudayaan tidak
berdiri sendiri. Keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan adalah proses yang
dapat diukur melalui skala maju atau mundur, naik alau turun, hanyak atau sedikit, terintegrasi
atau disintegrasi. Perubahan adalah proses yang berkesinambungan dan mempunyai arah yang
jelas (Mac Iver dan Page, 1957). Melalui adaptasi. penyesuaianpenyesuaian, akomodasi, asimilasi
dan lain-lain, terjadi proses perubahan antara dua atau lebih objek dan sislem sosial budaya.
Menurut penganut paham evolusi, perubahan yang torjadi cenderung lebih mendasar sifatnya.
Artinya, tidak hanya luas perubahan yang lerjadi, tetapi juga menyangkut struktur. Oleh karena
itu, terdapat dua sistem perubahan sosial yaitu sisten cyclical dan sistem evolulionary (bid, 1957).

Perubahan adalah proses transmisi dari suatu kebudayaan pada kebudayaan yang lain
melalui jalur difusi, asimilasi, dan akulturasi (Beals dan Hoijer, 1977). Asimilasi adalah transfer
kebudayaan dari kebudayaan yang linggi alau maju pada kebudayaan rendah dan belum maju
sehingga terjadi perubahan kebudayaan. Proses hubungan berlangsung satu arah dan
kedudukannya tidak seimbang. Sementara itu akulturasi atau transkulturasi merupakan kontak dua
atau lebih kebudayaan yang kemudian saling mengambil unsur-unsur dari tiap-tiap kebudayaan
kemudian saling mengambil unsur-unsur dari tiap-tiap kebudayaan (Hunter dan Whitten. 1976).
Dalam hal ini terjadi kontak timbal balik dua arah atau multi arah. Perubahan sosial terjadi atas
dasar empat perspektif, yaitu evolusi, cyclical, fungsional dan konflik (Zanden,1990). Lepas dari
pro dan kontra teori-teori perubahan sosial dan kebudayaan, dibutuhkan satu landasan dasar
penilaian sehingga penilaian perubahan dapat dilakukan. Walaupun diakui bahwa perubahan dapat
lerjadi dari dalam masyarakat itu sendiri melalui local-genius (Parkin, 19750, namun tidak dapat
dibantah bahwa perubahan akibat pengaruh dari kebudayaan lain lebih besar Ada beberapa
variabel yang berpengaruh amat besar dalam proses perubahan sosial budaya sualu masyarakal,

6
namun intensitas pengaruh setiap variabel pada setiap masyarakat yang berbeda, tak dapat
disamakan. SetelahSetelah memperhatikan sejarah perkembangan masyarakat Batak Toba dapat
dikatakan bahwa secara evolusi variabel agama dan pendidikan merupakan variabel yang amat
mempengaruhi dan menentukan arah perubahan sosial budaya (Immanuel, 1990,1933). Kedua
variabel utama itu mendorong munculnya variabel lain dengan peran yang semakin memperkuat
dan mempercepat perubahan, misalnya mobilitas, status formal, komunikasi, ekonomi, politik,
konflik dan sebagainya.

Bagi orang Batak Toba, perubahan sosial budaya lersebut tercermin dalam tahapan sejarah
berdasarkan esensi dan fungsi sosial kultural yang terjadi. Penulis membaginya atas tahap-tahap
(1) pra-Kristen yang terdiri atas pra-Hindu dan pengaruh Tlindu: (2) pengaruh agama Kristen
1861-1917: (3) kemandirian Batak Toba 1917-1945; (4) sesudah kemerdekaan 1945 sampai
sekarang. Penulis tidak mengulas secara khusus setiap tahapan, tetapi membicarakannya secara
lerpadu dalam kerangka perubahan sosial budaya.

7
BAB III

PEMBAHASAN

A. Pembahasan Buku

Kebudayaan ialah pandangan hidup dari kelompok orang dalam bentuk perilaku,
kepercayaan, nilai, dan simbol-simbol yang mereka terima tanpa sadar atau tanpa dipikirkan yang
semuanya diwariskan melalui proses komunikasi dan peniruan dari satu generasi kepada generasi
berikutnya. Dalam kehidupan manusia, budaya merupakan faktor yang mengikat perilakunya
seperti pergaulan, tata krama, antar sesama.Indonesia selain memiliki wilayah yang luas dan
penduduk yang sangat banyak,juga mempunyai puluhan bahkan ratusan adat budaya. Dari adat
budaya Batak,adat budaya Jawa,adat budaya Bugis,adat budaya Melayu,adat budaya Minang,dan
masih banyak lagi yang lainnya.Salah satu diantara adat budaya Indonesia yang memiliki banyak
kekhasan adalah adat budaya Batak Toba Sumatera Utara. Kekhasan itu bisa dilihat dari
sejarahnya, upacara perkawinan, bagaimana bentuk sistem kekerabatan (partuturan), cara mereka
bersosialisasi dengan masyarakat suku lain serta falsafah hidup mereka. Masyarakat Batak Toba
memiliki falsafah hidup yang selalu dilaksanakan dalam setiap aktivitas kemasyarakatan, seperti
dalam aktivitas perkawinan, upacara kematian, pemahaman mengenai partuturan nya, upacara
menempati rumah yang baru dan sebagainya,yang sangat menarik untuk dikaji terutama bagi
masyarakat di luar etnis Batak. Mengenal kebiasaan adat suku suku lain dan memahami dengan
benar makna serta tujuannya, dapat menumbuhkan rasa toleransi dan simpati terhadap kebudayaan
suku-suku lain tersebut.
SukuSuku bangsa memiliki falsafah hidup yang memiliki makna penting. Falsafah hidup
masyarakat Batak yang paling tinggi adalah falsafah Dalihan Na Tolu yang disebut juga
“TungkuNan Tiga” yang selanjutnya akan disingkat dengan DNT adalah suatu ungkapan yang
menyatakan kesatuan hubungan kekeluargaan pada suku Batak. Di dalam Dalihan Na Tolu,
terdapat tiga unsur hubungan kekeluargaan yang perlu kita ketahui melalui sebuah
Partuturan.Ketiga unsur hubungan kekeluargaan itu adalah Dongan Tubu (teman semarga), Hula-
hula (keluarga dari pihak Istri), dan Boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki kita). Dalihan Na
Tolu berfungsi menentukan tentang kedudukan,hak dan kewajiban seseorang atau kelompok
(komunitas) orang atau mengatur dan mengendalikan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam
kehidupan adat bermasyarakat. Selain itu juga berfungsi sebagai dasar dalam bermusyawarah dan
mufakat Masyarakat Batak Toba .
B. Kelemahan dan Kelebihan Buku
1. Kelebihan Buku

Buku ini memiliki kelebihan dalam penjelasannya yang sangat lengkap dan detail, bagi orang
yang ingin mengenal kebudayaan Batak Toba, buku ini sangat direkomendasikan. Referensi buku

8
ini juga banyak, jadi tidak menyimpang dari sejarah Batak. Hubungan antar bannya juga saling
berkesinambungan, dan konsisten, pembahasan cukup terstruktur dan rapi.

2. Kelemahan Buku

Buku ini memiliki tampilan yang kurang menarik, sehingga menghilangkan selera pembaca
untuk membacanya.

9
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara keseluruhan buku yang saya kritik memiliki kekurangan dan kelebihannya
masing-masing. Dalam segi cover, bahasa, pembahasan isi, tanda baca. Serta terdapat
sebuah bagan dan gambar yang berfungsi untuk lebih menarik pembaca dalam
membacanya. Dan pembaca juga lebih mudah untuk mengerti dan memahami dengan
adanya gambar dan bagan tersebut.
Buku ini sangat bagus untuk menambah wawasan, mengenal kebudayaan Batak,
sejarahnya, hubungan antar anggotanya, dan struktur sosialnya, yang dapat memberikan
pelajaran yang berharga bagi hidup kita, tentang betapa pentingnya suatu kebudayaan.

B. Saran
Bagi mahasiswa yang yang ingin mendalami kebudayaan Batak, buku ini sangat
direkomendasikan, agar menjadi referensi untuk penelitian yang akan datang.
Bagi pembaca hendaknya dapat dapat memberikan saran, masukan, dan pendapat
seputar buku ini, agar kedepannya buku ini dapat lebih baik lagi.

10
Daftar Pustaka

Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2009. Konflik Status dan Kekuasaan Batak Toba. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia

11

Anda mungkin juga menyukai