Makalah Kerajaan Mataram Kuno
Makalah Kerajaan Mataram Kuno
MATARAM KUNO
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
Achmad Rezaldy Dwi Anugrah
Firda Amalia Abadi
Aulia Safitri
Muthiara Salshabila
Nurul Ainun Fitry
Meiliani Dita Putri
Kelas :
X MIA 1
SMA NEGERI 2 PAREPARE
2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya lahkami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kerajaan
Mataram Kuno”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata pelajaran
Sejarah Indonesia.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... iii
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... iii
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................iii
1.3 Tujuan................................................................................................................. iii
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................... 1
BAB II PENUTUP.............................................................................................................. 11
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................... 11
3.2 Saran.................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
11. Latar Belakang
Mataram Kuno atau Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni
Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan.
Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa
saat kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu
pada tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram
sendiri pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung. Pada
umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang pernah berkuasa di Kerajaan
Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada periode Jawa Tengah, serta
Wangsa Isyana pada periode Jawa Timur.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu Sanjaya.
Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen, pada masa
pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan
atas Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana. Mulai
saat itu Wangsa Sailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil pula menguasai
Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya, sekitar tahun 840-an, seorang
keturunan Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi Pramodawardhani putri
mahkota Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi raja Medang, dan
memindahkan istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut dianggap sebagai awal
kebangkitan kembali Wangsa Sanjaya.
12. Rumusan Masalah
13. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Kerajaan mataram kuno dipimpin pertama kali oleh Raja Sanjaya yang terkenal
sebagai seorang raja yang besar. Ia adalah penganut Hindu Syiwa yang taat. Setelah
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya meninggal dunia, beliau kemudian digantikan oleh
putranya yang bernama Sankhara yang bergelar Rakai Panangkaran Dyah Sonkhara Sri
Sanggramadhanjaya. Raja Panangkaran lebih progresif dan bijaksana daripada Sanjaya
sehingga Mataram Kuno lebih cepat berkembang. Daerah-daerah sekitar Mataram Kuno
segera ditaklukkan, seperti kerajaan Galuh di Jawa Barat dan Kerajaan Melayu di
Semenanjung Malaya.Ketika Rakai Panunggalan berkuasa, kerajaan Mataram Kuno mulai
mengadakan pembangunan beberapa candi megah seperti candi Kalasan, candi Sewu,
candi Sari, candi Pawon, candi Mendut, dan Candi Borobudur.
Istilah Wangsa Sanjaya diperkenalkan oleh sejarawan bernama Dr. Bosch dalam
karangannya yang berjudul Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952). Ia
menyebutkan bahwa, di Kerajaan Medang terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu
dinasti Sanjaya dan Sailendra. Istilah Wangsa Sanjaya merujuk kepada nama pendiri
Kerajaan Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar tahun 732. Berdasarkan
Prasasti Canggal (732 M) diketahui Sanjaya adalah penerus raja Jawa Sanna, menganut
agama Hindu aliran Siwa, dan berkiblat ke Kunjarakunja di daerah India, dan mendirikan
Shivalingga baru yang menunjukkan membangun pusat pemerintahan baru.
Menurut penafsiran atas naskah Carita Parahyangan yang disusun dari zaman
kemudian, Sanjaya digambarkan sebagai pangeran dari Galuh yang akhirnya berkuasa di
Mataram. Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kerajaan Kalingga di
Jepara. Ayah dari Sanjaya adalah Sena/Sanna/Bratasenawa, raja Galuh ketiga. Sena
adalah putra Mandiminyak, raja Galuh kedua (702-709 M). Dikemudian hari, Sanjaya
yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah, menyerang Galuh dengan bantuan
Tarusbawa, raja Sunda. Penyerangan ini bertujuan untuk melengserkan Purbasora. Saat
Tarusbawa meninggal pada tahun 723, kekuasaan Sunda dan Galuh berada di tangan
Sanjaya. Di tangannya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732, Sanjaya
menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada putranya Rarkyan Panaraban (Tamperan).
Di Kalingga, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian
diganti oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran. Secara garis besar
kisah dari Carita Parahyangan ini sesuai dengan prasasti Canggal. Rakai Panangkaran
dikalahkan oleh dinasti pendatang dari Sumatra yang bernama Wangsa Sailendra.
Berdasarkan penafsiran atas Prasasti Kalasan (778 M), pada tahun 778 raja Sailendra
yang beragama Buddha aliran Mahayana memerintah Rakai Panangkaran untuk
mendirikan Candi Kalasan.
Sejak saat itu Kerajaan Medang dikuasai oleh Wangsa Sailendra. Sampai
akhirnya seorang putri mahkota Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah
dengan Rakai Pikatan, seorang keturunan Sanjaya, pada tahun 840–an. Rakai Pikatan
kemudian mewarisi takhta mertuanya. Dengan demikian, Wangsa Sanjaya kembali
berkuasa di Medang.
b. Dinasti Syailendra
Selama ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa
Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa,
pendapat ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. ada awal era Medang atau Mataram
Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah,
wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra.
Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi
kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka menolak
anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling
bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa
Sailendra dan Kerajaan Medang. Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra
juga. Ditambah menurut Boechari, melalui penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa
wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan
menjadi penganut Buddha Mahayana.
Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam prasasti Ligor,
prasasti Nalanda maupun prasasti Klurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya
tertera dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi,
peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang bercorak Budha
(Sailendra) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang bercorak
Hindu (Sanjaya) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian utara. Berdasarkan
penafsiran atas prasasti Canggal (732 M) Sanjaya memang mendirikan Shivalingga baru
(Candi Gunung Wukir), artinya ia membangun dasar pusat pemerintahan baru. Hal ini
karena raja Jawa pendahulunya, Raja Sanna wafat dan kerajaannya tercerai-berai
diserang musuh. Saudari Sanna adalah Sannaha, ibunda Sanjaya, artinya Sanjaya masih
kemenakan Sanna. Sanjaya mempersatukan bekas kerajaan Sanna, memindahkan ibu kota
dan naik takhta membangun kraton baru di Mdang i Bhumi Mataram. Hal ini sesuai
dengan adat dan kepercayaan Jawa bahwa kraton yang sudah pernah pralaya, diserang,
kalah dan diduduki musuh, sudah buruk peruntungannya sehingga harus pindah mencari
tempat lain untuk membangun kraton baru.
Hal ini serupa dengan zaman kemudian pada masa Mataram Islam yang
meninggalkan Kartasura yang sudah pernah diduduki musuh dan berpindah ke Surakarta.
Perpindahan pusat pemerintahan ini bukan berarti berakhirnya wangsa yang berkuasa.
Hal ini sama dengan Airlangga pada zaman kemudian yang membangun kerajaan baru,
tetapi ia masih merupakan keturunan wangsa penguasa terdahulu, kelanjutan
Dharmawangsa yang juga anggota wangsa Isyana. Maka disimpulkan meski Sanjaya
memindahkan ibu kota ke Mataram, ia tetap merupakan kelanjutan dari wangsa Sailendra
yang menurut prasasti Sojomerto didirikan oleh Dapunta Selendra. Pada masa
pemerintahan raja Indra (782-812), puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi
Tara, puteri Dharmasetu, Maharaja Sriwijaya. Prasasti yang ditemukan tidak jauh dari
Candi Kalasan memberikan penjelasan bahwa candi tersebut dibangun untuk
menghormati Tara sebagai Bodhisattva wanita.
1 1. Pertama, disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian
lahar tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi
tersebut menjadi rusak.
2 2. Kedua, runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang terjadi tahun
927-929 M.
Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di
Mataram, lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan
menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan. Mpu Sindok yang membentuk dinasti
baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari
kerajaan sebelumnya yang berpusat di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak
tahun 929 M sampai dengan 948 M.Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan
Mataram di Jawa Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah,
prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti
Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan kedudukan
putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya putra Teguh
Dharmawangsa.
A. Prasasti
1) Prasasti Canggal, ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka
tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala.
4) Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis dalam
huruf Pranagari dan bahasa Sansekerta isinya menceritakan pembuatan arca Manjusri
oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.
B. Candi
Candi Gatotkaca adalah salah satu candi Hindu yang berada di Dataran Tinggi Dieng, di
wilayah Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Candi ini terletak di sebelah
barat Kompleks Percandian Arjuna, di tepi jalan ke arah Candi Bima, di seberang
Museum Dieng Kailasa. Nama Gatotkaca sendiri diberikan oleh penduduk dengan
mengambil nama tokoh wayang dari cerita Mahabarata.
Berada di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah,
[1] candi ini terletak paling selatan di kompleks Percandian Dieng. Pintu masuk berada di
sisi timur. Candi ini cukup unik dibanding dengan candi-candi lain, baik di Dieng maupun di
Indonesia pada umumnya, karena kemiripan arsitekturnya dengan beberapa candi di
India. Bagian atapnya mirip dengan shikara dan berbentuk seperti mangkuk yang
ditangkupkan. [2] Pada bagian atap terdapat relung dengan relief kepala yang disebut
dengan kudu.
Bentuk Candi Dwarawati mirip dengan Candi Gatutkaca, yaitu berdenah dasar segi empat
dengan penampil di keempat sisinya. Tubuh candi berdiri di atas batur setinggi sekitar
50 cm. Tangga dan pintu masuk, yang terletak di sisi barat, saat ini dalam keadaan polos
tanpa pahatan.
Candi ini mirip dengan candi-candi di komples Gedong Sanga. Berdenah dasar persegi
dengan luas sekitar ukuran sekitar 4 m2. Tubuh candi berdiri diatas batur setinggi
sekitar 1 m. Di sisi barat terdapat tangga menuju pintu masuk ke ruangan kecil dalam
tubuh candi. Pintu candi dilengkapi dengan semacam bilik penampil yang menjorok keluar
sekitar 1 m dari tubuh candi. Di atas ambang pintu dihiasi dengan pahatan Kalamakara.
Candi ini letaknya berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk persegi
empat membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar 50 cm, polos tanpa
hiasan. Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terdapat di sisi timur.
Pintu masuk tidak dilengkapi bilik penampil. Ambang pintu diberi bingkai dengan hiasan
pola kertas tempel dan kepala naga di pangkalnya. Di atas ambang pintu terdapat
Kalamakara tanpa rahang bawah.
Ukuran Candi Puntadewa tidak terlalu besar, namun candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh
candi berdiri di atas batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju pintu masuk
ke dalam ruang dalam tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat bersusun dua, sesuai
dengan batur candi. Atap candi mirip dengan atap Candi Sembadra, yaitu berbentuk
kubus besar. Puncak atap juga sudah hancur, sehingga tidak terlihat lagi bentuk aslinya.
Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti tempat menaruh arca. Pintu
dilengkapi dengan bilik penampil dan diberi bingkai yang berhiaskan motif kertas tempel.
Candi ini terletak di utara Candi Arjuna. Batur candi setinggi sekitar 50 cm dengan
denah dasar berbentuk kubus. Di sisi timur terdapat tangga dengan bilik penampil. Pada
dinding utara terdapat pahatan yang menggambarkan Wisnu, pada dinding timur
menggambarkan Syiwa dan pada dinding selatan menggambarkan Brahma. Sebagian
besar pahatan tersebut sudah rusak. Atap candi sudah rusak sehingga tidak terlihat lagi
bentuk aslinya.
Candi Gedong Songo adalah nama sebuah komplek bangunan candi peninggalan budaya
Hindu yang terletak di desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa
Tengah, Indonesia tepatnya di lereng Gunung Ungaran. Di kompleks candi ini terdapat
sembilan buah candi. Candi ini diketemukan oleh Raffles pada tahun 1804 dan merupakan
peninggalan budaya Hindu dari zaman Wangsa Syailendra abad ke-9 (tahun 927 masehi).
Candi ini memiliki persamaan dengan kompleks Candi Dieng di Wonosobo. Candi ini
terletak pada ketinggian sekitar 1.200 m di atas permukaan laut sehingga suhu udara
disini cukup dingin (berkisar antara 19-27 °C)
Candi Sari adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Sambi Sari, Candi
Kalasan dan Candi Prambanan, yaitu di bagian sebelah timur laut dari kota Yogyakarta,
dan tidak begitu jauh dari Bandara Adisucipto. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-
8 dan ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno dengan bentuk yang sangat indah.
Pada bagian atas candi ini terdapat 9 buah stupa seperti yang nampak pada stupa di
Candi Borobudur, dan tersusun dalam 3 deretan sejajar.
Bentuk bangunan candi serta ukiran relief yang ada pada dinding candi sangat mirip
dengan relief di Candi Plaosan. Beberapa ruangan bertingkat dua berada persis di bawah
masing-masing stupa, dan diperkirakan dipakai untuk tempat meditasi bagi para pendeta
Buddha (bhiksu) pada zaman dahulunya. Candi Sari pada masa lampau merupakan suatu
Vihara Buddha, dan dipakai sebagai tempat belajar dan berguru bagi para bhiksu.
Secara administratif, kompleks Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan,
Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Candi Sewu adalah
candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 yang berjarak hanya delapan ratus meter di
sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar
kedua setelah Candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada
Candi Prambanan. Meskipun aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat setempat candi
ini dinamakan "Sewu" yang berarti seribudalam bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan
kisah legenda Loro Jonggrang.
Letak Candi Pawon ini berada di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur, tepat
berjarak 1750 meter dari Candi Borobudur ke arah timur dan 1150 m dari Candi Mendut
ke arah barat. Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya. Ahli
epigrafi J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal daribahasa Jawa awu yang
berarti 'abu', mendapat awalan pa- dan akhiran -an yang menunjukkan suatu tempat.
Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti 'dapur', akan tetapi de Casparis
mengartikannya sebagai 'perabuan' atau tempat abu. Penduduk setempat juga
menyebutkan Candi Pawon dengan nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari kata
bahasa Sanskerta vajra =yang berarti 'halilintar' dan anala yang berarti 'api'.
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang,
Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya
Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut
Yogyakarta. Candi berbentukstupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha
Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat
tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya
terdapat 504 arca Buddha.[1] Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus
memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang
di dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna
dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Semoga makalah tersebut dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para
pembaca.Selain itu kita bisa mengetahui lebih dalam tentang kerajaan-kerajaan hindu-
budha di Indonesia khususnya Kerajaan Kalingga.Kita sebagai penerus harus bisa
melestarikannya serta menjaga peninggalan-peninggalannya.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Medang
http://ayunura.blogspot.com/2014/09/contoh-makalah-sejarah-kerajaan-mataram.html
http://fidrew.blogspot.com/2013/02/contoh-makalah-mataram-kuno-latar_18.html
http://diahnfadhilah.blogspot.com/2014/06/makalah-kerajaan-mataram-kuno.html