Anda di halaman 1dari 75

UNIVERSITAS JAMBI

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

KETUA : Elysa Oktrina Manurung N1A119016


ANGGOTA :
 Hopiyatun Aulia N1A119172
 Indah Purnama Sari N1A119002
Identitas Mahasiswa  Rifani Zafirah N1A119220
 Merliana Marbun N1A119136
 Arifah Junie N1A119042
 Dhea Putri Adinda N1A119006
 Nora Jenniririn Nainggolan N1A119096

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


Nama Mata Kuliah
BIDANG KESEHATAN

HUBAYBAH SKM.,MKM
Nama Dosen
RUMITA ENA SARI SKM., MKM

Tanggal
Pengumpulan 19 Oktober 2021
Terakhir

Jumlah Kata MINIMAL 5000 KATA

Keterangan:

Saya menyatakan bahwa tugas yang saya susun adalah hasil kerja sendiri. Materi
yang digunakan untuk pembuatan tugas ini dirangkum dari berbagai sumber dan
telah dicantumkan sumber bacaannya.
Tanggal 19/10/2021

(Elysa Oktrina M)
BAB I

LANDASAN TEORI PENILAIAN KINERJA ORGANISASI PADA


PELAYANAN PUSKESMAS

1.1 Pengertian Kinerja


Dilihat dari asal katanya, kata kinerja merupakan terjemahan dari kata
performance, menurut The Scribner-Bantam English Dictionary, yang diterbitkan
oleh Amerika Serikat dan Canada (1979), berasal dari akar kata “to perform”
dengan beberapa “entries” yaitu: (1) melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do
or carry out, execute); (2) memenuhi atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau
nazar (to dischange of fulfill, as vow); (3) melaksanakan atau menyempurnakan
tanggung jawab (to execute or complete an understanding); dan (4) melakukan
sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a
person machine).(1)
Menurut Mangkunegara (2016), kinerja atau prestasi kerja adalah hasil
pekerjaan yang dicapai oleh individu baik secara kualitas maupun kuantitas dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Hasibuan (2012), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah dibebankan kepadanya yang didasarkan
atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu. Menurut Dessler (2015),
kinerja atau prestasi kerja adalah perbandingan antara hasil kerja yang sebenarnya
dengan standar kerja yang telah ditetapkan. Sedangkan menurut Robbins dan Judge
(2018), kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan
selama periode tertentu dalam pelaksanaan tugas terhadap kemungkinan yang
berbeda seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria.(3)
Kinerja bukan hanya merupakan produktivitas seorang individu dalam
menghasilkan suatu pekerjaan yang dilakukan, tetapi kinerja mengacu pada kriteria
perilaku alami individu untuk bertindak bebas sesuai keinginannya, perilaku bebas
untuk bertindak ini tetap tidak lepas dari persyaratan formal peran seorang individu
dalam meningkatkan keefektifan fungsi suatu organisasi. Menurut Afandi (2018),
kinerja adalah hasil kerja yang dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang atau kompetensi dan
tanggung jawab masing-masing sebagai upaya untuk mencapai tujuan organisasi
secara legal, tidak melanggar hukum serta tidak bertentangan dengan moral dan
etika.(3)
Karena kinerja dinyatakan sebagai hasil kerja yang secara keseluruhan
kegiatan dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi,
termasuk kinerja setiap individu dan setiap kelompok kerja di dalam perusahaan.
Kinerja juga merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang
digunakan sebagai dasar penilaian terhadap individu atau organisasi. Oleh karena
itu, kinerja yang baik merupakan langkah utama dalam mencapai tujuan organisasi.
(3)

Dari beberapa pengertian kinerja sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa


kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang individu atau sekelompok orang
dalam suatu organisasi atau perusahaan secara kualitas dan kuantitas selama periode
waktu tertentu, yang mencerminkan seberapa baik individu atau kelompok tersebut
memenuhi persyaratan pekerjaan di perusahaan untuk mencapai tujuan organisasi
atau perusahaan.(3)

1.2 Pengertian Penilaian Kinerja


Evaluasi Kinerja atau Penilaian Kinerja disebut juga “Performance
Evaluation” atau “Performance Appraisal”. Appraisal berasal dari bahasa Latin dari
kata “appratiare” yang memiliki arti memberikan nilai atau harga. Penilaian kinerja
berarti memberikan nilai atas pekerjaan yang telah dilakukan oleh seseorang untuk
diberikan imbalan, kompensasi atau penghargaan.(3) Evaluasi kinerja (performance)
juga dikenal dengan istilah lain seperti penilaian kinerja (performance appraisal),
performance rating, performance assessment, employee evaluation, merit, rating,
effiency rating, service rating, pada dasarnya adalah proses yang digunakan
perusahaan atau organisasi untuk mengevaluasi job performance.(1)
Penilain kinerja didefinisikan sebagai penilaian resmi dan bersifat individual
oleh atasannya, biasanya dilakukan dalam evaluasi tahunan. Istilah-istilah dalam
bahasa Inggris yang sering digunakan tentang penilaian kinerja, diantaranya :
performance appraisal, performance review, performance evaluation, performance
assessment, development need assessment, staff development review, performance
rating, personal rating, annual review, dan annual merit review.(1)
Pada dasarnya penilaian kinerja adalah faktor kunci untuk pengembangan
organisasi yang efektif dan efisien. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat
terhadap dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, dengan adanya
penilaian kinerja dapat diketahui keadaan kinerja pegawai yang sebenarnya.(4)
Menurut Mengginson dalam Mangkunegara (2016), penilaian kinerja atau
penilaian prestasi kerja (Performance appraisal) adalah proses yang digunakan oleh
pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan atau individu melakukan
pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Menurut Simanjuntak
(2005), penilaian kinerja merupakan metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas
(performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja di dalam suatu
perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Menurut Nawawi (2011:236), penilaian kinerja
merupakan usaha mengidentifikasi, mengukur (menilai) dan mengelola
(manajemen) pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan (SDM) di dalam suatu
organisasi atau perusahaan. Menurut Rachmawati (2007:123), bahwa penilaian
kinerja adalah proses dimana organisasi menilai atau mengevaluasi prestasi kerja
karyawan. Menurut Marwansyah (2016:232), penilaian kinerja adalah uraian
sistematis tentang kekuatan atau kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan
pekerjaan seseorang atau kelompok.(3)
Penilaian kinerja menilai kontribusi karyawan terhadap organisasi selama
periode waktu tertentu. Umpan balik kinerja (performance feedback)
memungkinkan karyawan mengetahui seberapa baik kinerja mereka dibandingkan
dengan standar organisasi. Menurut Suyadi Prawirosentono (2008), penilaian
kinerja merupakan proses penilaian formal atas hasil kerja seseorang yang dilakukan
oleh seorang penilai, hasil penilaian tersebut harus disampaikan oleh direksi,
supervisor dan kepada karyawan yang bersangkutan, dan kemudian dimasukkan ke
dalam file dokumen kepegawaian karyawan tersebut.(4)
Dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah proses penilaian formal
yang dilakukan untuk mengevaluasi, mengawasi karyawan agar bekerja sesuai
dengan tugasnya, dan mengetahui tingkat pencapaian individu dalam pelaksanaan
tugassesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan oleh organisasi.(4)

1.3 Pengertian Kinerja Organisasi


Kinerja merupakan istilah yang dikenal di dalam manajemen, yang mana
istilah kinerja di definisikan dengan istilah hasil kerja, prestasi kerja dan
performance.(5) Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang mengirimkan
suatu barang atau jasa bagi publik, sehingga tidak pernah terlepas dari kebutuhan
umum. Suatu organisasi berjalan dan berkembang secara efektif dan efisien jika
melakukan penilaian kinerja (performance appraisal), sehingga berpengaruh
terhadap hasil kinerja sumber daya manusia. Organisasi pasti mengutamakan sistem
pengukuran kinerja yang memadai, seperti halnya dengan organisasi sektor publik. (6)
Pada organisasi sektor publik dalam sistem pengukuran kinerja haruslah
berdasarkan objektif yang disusun sesuai rencana strategis. Kemampuan instrumen
penilaian kinerja mengakomodasi objektif dari organisasi akan membantu organisasi
untuk dapat menggambarkan dengan jelas kondisi organisasi saat ini dan
menentukan tindakan korektif untuk masa depan organisasi.(7)
Organisasi yang baik merupakan seorang yang mempunyai kinerja yang
bagus dalam suatu pekerjaan. Organisasi yang berhasil akan ditopang oleh sumber
daya manusia yang berkualitas. Banyak organisasi yang berhasil karena ditopang
oleh kinerja pegawai.(6) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gammahendra
(2014) salah satu upaya untuk mencapai tujuan organisasi adalah efektivitas
organisasi. Efektivitas organisasi adalah ketepatan dalam mencapai tujuan melalui
pemberdayaan sumber daya organisasi.(5)
Menurut Surjadi (2009:7) kinerja organisasi adalah totalitas pekerjaan yang
dilakukan oleh suatu organisasi yang dikuru denan sejauh mana organisasi mencapai
tujuan berdasarkan tujuan yang diberikan terhadap tujuan yang tetap ditentukan
sebelumnya.(8) Chaizi Nasucha (Sinambela, 2012:186) menyatakan bahwa kinerja
organisasi juga didefinisikan sebagai keseluruhan efektivitas organisasi untuk
memenuhi kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok melalui upaya yang
sistemik dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk secara efektif memenuhi
kebutuhan mereka, untuk terus meningkatkannya. Menurut Yeremias T. Keban
dalam bukunya yang berjudul “Enam dimensi strategis administrasi publik” kinerja
institusi atau yang lebih dikenal dengan kinerja organisasi, tergantung pada sejauh
mana suatu lembaga telah melaksanakan seluruh kegiatan pokok untuk mencapai
visi dan misi lembaga atau organisasi tersebut. (8)
Menurut Amitai Etzioni (Keban, 2008:227), kinerja organisasi
menggambarkan sejauh mana suatu organisasi mencapai tujuan akhirnya.
Sedangkan menurut Bastian (Tangkilisan, 2005:175) kinerja organisasi adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi,
dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi tersebut.(9)
Oleh karena itu, kinerja organisasi adalah kemampuan organisasi untuk
melaksanakan semua tugas-tugas yang dibebankan kepada organisasi untuk
mencapai tujuan, sasaran, misi dan visi organisasi yang telah ditetapkan. Kinerja
organisasi tidak hanya berfokus pada pencapaian hasil atau tujuan, tetapi juga
menekankan pada proses pelaksanaan dan sumber daya untuk mencapai tujuannya.(9)
Kinerja organisasi adalah hasil pada tingkat atau unit analisis organisasi.
Kinerja pada tingkat organisasi ini terkait dengan tujuan organisasi, desain
organisasi, dan manajemen organisasi. Kinerja di tingkat organisasi merupakan
penjumlahan dari kinerja semua individu yang bekerja di dalamnya. Di sinilah peran
sumber daya manusia diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Karyawan yang
melaksanakan pekerjaannya secara efektif dan efisien dapat mempengaruhi hasil
untuk meningkatkan prestasi kerja organisasi sedemikian rupa sehingga tercapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan akan ditetapkan. Dalam sebuah organisasi,
kejelasan visi merupakan hal yang yang sangat penting, karena visi yang jelas dalam
organisasi akan membuat suatu organisasi berjalan dengan baik.(9)
Organisasi pasti memerlukan sistem pengukuran kinerja yang memadai,
seperti halnya dengan organisasi sektor publik. Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai
organisasi sektor publik yang melayani bidang kesehatan tidak lepas dari penilaian
masyarakat yang semakin kritis terhadap kinerjanya. Faktor kunci untuk
mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien adalah melakukan
penilaian kinerja (performance appraisal), sehingga mempengaruhi hasil kinerja
sumber daya manusia. (10)
Untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi, struktur organisasi disusun
menjadi unit-unit kerja dengan pembagian tugas, sistem dan mekanisme yang jelas.
Oleh karena itu, pencapaian sasaran kinerja organisasi adalah penjumlahan dari hasil
kinerja unit-unit yang ada. Mengingat unit-unit kerja organisasi terdiri dari individu-
individu, maka kinerja organisasi merupakan akumulasi kinerja semua individu
yang bekerja di dalamnya. Upaya yang dapat dilakukan untuk meingkatkan kinerja
organisasi dapat dilakukan melalui peningkatan kinerja individu anggotanya.(10)
Menurut Simanjuntak (2011:3), jika diperhatikan berdasar strukturnya,
kinerja suatu organisasi dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu : (1) dukungan
organisasi berupa : struktur organisasi yang serasi, penggunaan pekerjaan dukungan
teknologi dan lingkungan atau atmosfir kerja, (2) keterampilan dan efektivitas
manajemen, meliputi : perencanaan, pengorganisasian, penyediaan Sumber Daya
Manusia dan pengawasan yang baik. (3) Kinerja setiap orang dalam organisasi,
meliputi: kompetensi individu yang sehat, dukungan organisasi dan dukungan
manajemen.(10)
Sebuah organisasi dikatakan produktif jika organisasi tersebut menghasilkan
sesuatu di masa depan berdasarkan tindakan saat ini. Penjelasan ini menggambarkan
adanya proses kausal dalam penciptaan prestasi. Tindakan adalah penyebab yang
menghasilkan kinerja dan hasilnya adalah hasil dari suatu tindakan yang mana
keduanya terjadi secara beurutan dan terus-menerus.(11) Kinerja adalah seperangkat
tujuan yang pada akhirnya dapat dicapai oleh organisasi.(7) Untuk dapat
merepresentasikan kinerja organisasi, indikator pengukuran yang digunakan untuk
mengukur puskesmas seharusnya berdasarkan pada tujuan organisasi dalam hal ini
adalah fungsi puskesmas.(7)
Komitmen organisasi mencerminkan sejauh mana seseorang
mengidentifikasi organisasi dan tujuannya. Komitmen organisasi adalah keinginan
yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha
keras sesuai dengan keinginan organisasi dan keyakinan tertentu serta menerima
nilai dan tujuan organisasi.(5)
Bagi organisasi, manfaat manajemen kinerja adalah menyesuaikan tujuan
organisasi dengan tujuan tim dan individu, memperbaiki kinerja, memotivasi
pekerja, meningkatkan komitmen, mendukung nilai-nilai inti, memperbaiki proses
pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar ketrampilan, mengusahakan
perbaikan dan pengembangan berkelanjutan, mengusahakan basis perencanaan
karier, membantu menahan pekerja terampil agar tidak pindah, mendukung inisiatif
kualitas total dan pelayanan pelanggan, mendukung program perubahan budaya. (5)
Untuk dapat memperoleh gambaran kinerja organisasi yang mampu
mengukur semua fungsi organisasi dapat dilakukan dengan memastikan bahwa
dalam tahap pembuatan indikator penilaian kinerja melibatkan semua stakeholder
organisasi. Penyusunan indikator ini harusnya juga melibatkan tidak hanya Dinas
Kesehatan, tetapi juga mengakomodasi stakeholder lain yang terkait dengan
implementasi fungsi puskesmas.(7)
Adapun fungsi puskesmas sebagai penggerak pembangunan bewawasan
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat belum banyak diakomodasi. (7) Pelaksanaan
penilaian dimulai dari tingkat Puskesmas karena setiap Puskesmas melakukan
penilaian kinerjanya secara mandiri, kemudian verifikasi hasil yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan. Tujuan diadakannya Penilaian Kinerja Puskesmas sendiri yaitu
untuk tercapainya tingkat kinerja yang berkualitas secara optimal dalam mendukung
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.(6)

1.4 Pengukuran Kinerja Organisasi


Pengukuran kinerja adalah suatu prosedur untuk mengvaluasi kegiatan
operasional perusahaan berupa ukuran dan kegiatan suatu organisasi pada periode
tertentu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, pengukuran
kinerja merupakan evaluasi atas efektivitas dan efisiensi kegiatan organisasi.
Pengukuran kinerja digunakan untuk mengevaluasi atas keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan kegiatan/program/kebijaksanaan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan untuk mencapai visi dan misi dari instansi pemerintah. Pengukuran
kinerja meliputi penetapan indikator kinerja dan penetapan capaian indikator
kinerja. Selain itu, evaluasi kinerja dan analisis kinerja dilakukan dengan
menginterpretasikan lebih lanjut hasil pengukuran kinerja yang menggambarkan
keberhasilan atau kegagalan instansi pemerintah dalam menjalankan fungsinya
(LAN, 2010:17).(12)
Secara umum, tujuan pengukuran kinerja sektor publik adalah 1)
Komunikasi strategi yang lebih stabil, 2) Pengukuran kinerja keuangan dan non
keungan yang seimbang sehingga lkemajun pencapaian strategi dapat dilacak, 3)
Memahami kepentingan tingkat menengah dan bawah mempertimbangkan manajer
dan memotivasi mereka untuk mencapai keselarasan tujuan dan 4) Sebagai
instrumen untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
keterampilan kolektif yang rasional. (Mardiasmo, 2002:122).(13)
Penetapan indikator kinerja adalah proses identifikasi dan klasifikasi
indikator kinerja melalui sistem pengumpulan dan pengolahan data/informasi untuk
menentukan indikator kinerja kegiatan/program/kebijakan. Indikator kinerja dapat
ditetapkan ke berbagai kategori teknis, operasional, kelembagaan dan ekonomi.
Oleh karena itu indikator kinerja dapat dinyatakan dalam unit yang diproduksi,
waktu yang dibutuhkan, nilai yang dihasilkan, sumber daya yang dibutuhkan dan
produktivitas.(12)
Indikator yang paling umum untuk menentukan kinerja sautu organisasi
dapat dilihat dari segi efektivitas dan efisiensi organisasi. Efektif artinya organisasi
dapat bertindak dan berproduksi terhadap sesuatu sesuai atau lebih baik dari yang
ditentukan sebelumnya. Sedangkan efisien berarti penggunaan sumberdaya
organisasi seefisien mungkin selama hasil yang diinginkan dapat dicapai. Walaupun
kedua ukuran ini dapat digambarkan sebagai ukuran umum, tidak jarang organisasi
yang berbeda menggunakan indikator berbeda.(11)
Menurut Mahsun 2009 dalam Masana Sembirig (2012:101) berbagai
indikator dalam pengukuran kinerja dibagi sebagai berikut: a) Indikator masukan
(inputs) misalnya jumlah dana yang dibutuhkan; jumlah pegawai yang dibutuhkan;
jumlah infrastruktur yang ada; dan jumlah waktu yang digunakan. b) Indikator
proses (process) misalnya ketaatan pada peraturan perundang-undangan; rata-rata
yang diperlukan untuk memproduksi atau menghasikan layanan jasa. c) Indikator
keluaran (output) misalnya jumlah produk atau jasa yang dihasilkan; Ketepatan
dalam memproduksi barang dan jasa; d) Indikator hasil (outcomes), misalnya
tingkat kualitas produk dan jasa yang dihasilkan; Produktivitas para karyawan atau
pegawai. e) Indikator manfaat (benefits), misalnya tingkat kepuasan masyarakat;
tingkat partisipasi masyarakat, dan f) Indikator impact, misalnya peningkatan
kesejahteraan masyarakat; dan peningkatan pendapatan masyarakat.(14) Kemampuan
dan motivasi petugas sangat berperan dalam mempengaruhi kinerja organisasi
seperti yang dikemukan oleh Mangkunegara (2007) sebagai faktor yang menentukan
dalam meningkatkan pencapaian kinerja organisasi.(15)
Menurut Maskell (1991) terdapat 7 kriteria yang perlu dipenuhi oleh perusahaan
dalam merancang sistem penilaian kinerja. Ketujuh kriteria tersebut adalah:(16)
a) Sistem penilaian kinerja yang dirancang hendaknya berkaitan langsung dengan
strategi yang diterapkan perusahaan.
b) Variabel yang digunakan sebaiknya diukur menggunakan ukuran non finansial.
c) Sistem penilaian kinerja yang diukur harus fleksibel dan dapat bervariasi
tergantung dari lokasi.
d) Sistem penilaian kinerja yang dirancang harus bersifat dinamis, selalu
diperbaharui seiring dengan perubahan waktu.
e) Sistem penilaian kinerja yang dirancang harus sesederhana mungkin dan mudah
dioperasikan.
f) Dalam manajemen penilaian kinerja tersebut harus dimungkinkan adanya umpan
balik yang cepat bagi operator dan manajer yang bertanggung jawab, agar dapat
diambil tindakan sesegera mungkin dalam pelaksanaan proses perbaikan.
g) Sistem penilaian kinerja yang dirancang harus ditunjukkan pada proses
perbaikan dan bukan sekedar untuk pemantauan.
Dalam unit pelayanan publik adanya ruang lingkup kinerja unit pelayanan pubik
(organisasi publik) yang meliputi: visi, misi dan motto pelayanan, standar pelayanan
dan maklumat pelayanan, sistem mekanisme dan prosedur pelayanan, sumber daya
manusia, sarana dan prasarana pelayanan penanganan pengaduan, indeks kepuasan
masyarakat, sistem informasi pelayanan publik dan prodktivitas dalam pencapaian
target pelayanan.(14)
Pelaksanaan evaluasi kinerja juga digunakan untuk memberikan apresiasi
terhadap unit pelayanan yang mempunyai peringkat tertinggi atau telah melaksanakan
pelayanan prima yaitu pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan
akuntabel. Seyogyanya terhadap unit pelayanan yang memberikan pelayanan prima
dengan peringkat tertinggi perlu diberikan apresiasi berupa penghargaan sebagai bagian
dari pembinaan aparatur negara. Pemberian penghargaan tersebut merupakan langkah
stategis sebagai upaya mendorong perbaikan dalam peningkatan kualitas pelayanan
publik dengan memberikan stimulus atau motivasi, semangat perbaikan, dan inovasi
pelayanan, serta melakukan penilaian untuk mengetahui gambaran kinerja yang obyektif
dari unit pelayanan. (7)
Agar evaluasi kinerja tersebut dapat dilaksanakan secara obyektif, transparan,
dan akuntabel diperlukan suatu pedoman penilaian kinerja unit pelayanan publik.
Pedoman tersebut dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan dalam menilai kinerja
unit pelayanan publik, sehingga pelaksanaannya lebih obyektif, transparan dan
akuntabel. Adapun sasaran yang diinginkan yaitu terlaksananya penilaian kinerja unit
pelayanan publik secara efektif, sehingga penilaian dapat menghasilkan peningkatan
unit pelayanan publik sebagai dasar pemberian penghargaan dan mendorong unit
pelayanan publik mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. (7)
Hasil evaluasi kinerja pada masing-masing fungsi organisasi menunjukkan
tanggung jawab organisasi dalam menjalankan fungsinya. Dalam mewujudkan akan
tanggung jawab kinerja kepada semua stakeholder yang terlibat, puskesmas harus
mampu menyajikan hasil penilaian kinerja secara terbuka dan menggunakan hasil
penilaian kinerja tersebut untuk meningkatkan kinerja.(7) Ketidakseimbangan
penggunaan indikator dalam pengukuran kinerja menjadikan suatu fungsi puskesmas
yang sudah ditentukan berpotensi untuk tidak sepenuhnya dijalankan. Penilaian kinerja
puskesmas yang tidak menggunakan indikator yang mengukur semua fungsi puskesmas
secara seimbang tidak akan mewakili kinerja puskesmas yang sebenarnya.(7)
Kebijakan pemerintah yang dipusatkan untuk mengatur organisasi publik harus
mampu untuk mengukur hasil utama dari organisasi agar semua sistem yang terkait
dapat berjalan dengan efisien.(7) Walaupun pada saat pembuatan target perencanaan
dapat meningkatkan motivasi dalam pencapaian, tetapi belum tentu dapat membuat
semua perhatian dan upaya organisasi dapat terfokus pada pencapaian target. Untuk
memaksimalkan target yang disusun, sistem pengukuran kinerja dan tujuan organisasi
harus mampu memediasi hubungan antara kebijakan yang ada dengan kinerja yang
ditunjukkan oleh organisasi.(7)
Tantangan utama organisasi dalam menggunakan instrumen penilaian kinerja
adalah bagaimana mengintegrasikan berbagai ukuran kinerja dengan berbagai keputusan
strategis maupun operasional organisasi. Ukuran kinerja organisasi harus dihasilkan dari
sebuah analisis komprehensif mengenai berbagai aspek yang ada dalam organisasi.
Ukuran kinerja harus mampu mengukur fungsi dari organisasi agar organisasi dapat
tetap berkembang.(7)
Dalam penilaian kinerja yang berbasis goal-oriented model, organisasi
diasumsikan memiliki tujuan khusus yang terukur, realistis, operasional, dan relevan
dengan fungsi dari organisasi. Penilaian kinerja yang baik seharusnya mampu memotret
semua ukuran aktivitas pelayanan yang diberikan oleh organisasi. Kurangnya kriteria
yang mengukur setiap fungsi dari organisasi akan membuat anggota organisasi
mengalami demotivasi untuk berkinerja baik pada fungsi organisasi yang tidak diukur.(7)
Pengukuran kinerja Puskesmas menggunakan pendekan Balanced Scorecard
yang terdiri dari 4 indikator kinerja yaitu:
a) Kinerja keuangan, bagi instansi pemerintah yang dalam hal ini adalah
Puskesmas, capaian indikator kinerjanya
b) diukur dari kemampuannya dalam mencapai target penerimaan dari hasil
retribusi pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan.
c) Kinerja pelanggan, yaitu bagaimana Puskesmas memberikan pelayanan kepada
pelanggan, capaian indikator kinerjanya diukur dari pertumbuhan pemanfaatan
jasa layanan Puskesmas oleh masyarakat baik berupa jasa layanan rawat jalan
maupun jasa layanan rawat inap.
d) Kinerja proses internal, yaitu bagaimana Puskesmas merespon kebutuhan
pelanggan, capaian indikator kinerjanya diukur dari sejauhmana puskesmas
melakukan proses operasi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Semakin
sedikit pelanggan yang tidak dapat dilayani semakin baik kinerjanya yang dalam
hal ini akan diukur dari jumlah rujukan yang dikeluarkan oleh puskesmas.
e) Kinerja pertumbuhan dan pembelajaran, yaitu bagaimana Puskesmas
meningkatkan kemampuan karyawannya, dan upaya-upaya Puskesmas dalam
melakukan investasi berupa peningkatan sumber daya manusia, capaian
indikator kinerjanya diukur dari kemampuannya dalam mencapai target jumlah
karyawan yang akan dilatih yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sistem pengukuran kinerja pada organisasi publik bertujuan untuk dapat menilai
secara kuantitatif tingkat pencapaian tujuan dan fungsi organisasi. (7) Dengan
menganalisis kinerja puskesmas sesuai fungsinya maka Dinas Kesehatan akan lebih
mudah dalam mengalokasikan anggaran untuk mendukung implementasi fungsi
puskesmas tanpa hanya terfokus pada satu fungsi tertentu saja. Penilaian kinerja
organisasi yang baik adalah instrumen yang mampu memotret berbagai kontekstual
organisasi termasuk implementasi fungsi organisasi yang akan menentukan
keberlangsungan organisasi. Dalam sebuah organisasi non profit, fungsi organisasi yang
biasanya tertuang dalam pernyataan misi menjadi dasar penentuan tujuan organisasi
yang tercermin dalam aktivitas organisasi tersebut.(7)
Terdapat beberapa pendapat mengenai pengukuran kinerja organisasi, dalam
penelitian ini peneliti membatasi dua pengukuran kinerja organisasi yang akan
dijelaskan pada bagian ini adalah Balanced Scorecard (BSC) dan Malcolm Baldridge
National Quality Award (MBNQA), Good Corporate Governance (GCG) penjelasan
masing-masing pengukuran adalah sebagai berikut :(17)
a) Model Balanced Scorecard
Model pengukuran Balanced Scorecard dikembangkan oleh Kaplan dan
Norton (1996). Balanced menentukan antara strategi dan kinerja itu memiliki
keseimbangan dari berbagai perspektif dan scorecard menjelaskan kebutuhan
pengukuran yang sederhana baik dari strategi maupun pengambilan keputusan.
Scorecard mengukur kinerja perusahaan pada empat perspektif yang seimbang
(balanced) yaitu finansial, pelanggan, proses bisnis internal dan proses
pembelajaran serta pertumbuhan. Secara jelas penggunaan balanced scorecard
dalam menerjemahkan visi dan misi perusahaan melalui empat perspektif adalah
sebagai berikut :(12)
1) Perspektif Finansial atau Keuangan
Tujuan keuangan biasanya diukur dengan laba operasi,
pengukuran ini merupakan hasil penjualan yang terus berkembang
dibandingkan dengan pengeluaran operasional yang dikeluarkan.
2) Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan
berbagai ukuran pelanggan penting seperti kepuasan dan loyalitas
pelanggan. Tingkat penjualan yang terus berkembang dan berulang dari
konsumen yang ada merupakan pencerminan loyalitas pelanggan atau
kepuasan yang diperolehnya, dengan demikian loyalitas konsumen
menjadi ukuran dalam perspektif ini.
3) Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif proses internal, perusahaan harus
mengidentifikasi berbagai proses penting yang harus dikuasai
perusahaan dengan baik, agar mampu memenuhi tujuan pelanggan
sasaran. Proses produksi tersebut merupakan ukuran dalam perspektif
proses internal.
4) Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan.
Tujuan dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran adalah
menyediakan infrastruktur yang memungkinkan tujuan ketiga perspektif
lainnya dapat dicapai.
Penilaian kinerja yang paling sederhana dan paling umum digunakan
oleh perusahaan adalah pengukuran menurut pada pendekatan tradisional yaitu
pengukuran kinerja yang semata-mata berasal dari informasi keuangan
perusahaan saja. Keuntungan dari pengukuran kinerja ini, seperti yang
disebutkan di atas adalah sangat mudah dilakukan karena perusahaan sering
menggunakan alternatif tersebut.(18) Akan tetapi pengukuran kinerja berdasarkan
pendekatan tradisional tersebut juga memilikibeberapa kelemahan, antara lain
tidak berorientasi pada kentungan jangka panjang melainkan berorientasi pada
kepentingan jangka pendek. Kelemahan lain dari pendekatan ini adalah
ketidakmampuan didalam mengukur kekayaan-kekayaan perusahaan yang
sifatnya tidak berwujud (intangible assets) maupun kekayaan intelektual
(sumber daya manusia). Dengan Balanced Scorecard kelemahan-kelemahan tadi
dapat diantisipasi dengan melakukan pengukuran pada masing-masing
perspektif, sehingga kelemahan yang disebutkan di atas dapat dikurangi.(18)
b) Penilaian Malcolm Baldridge National Quality Award (MBNQA)
Malcolm Baldridge merupakan kriteria pengukuran kinerja perusahaan
mencakup seluruh yang meliputi fungsi manajemen, aspek-aspek pendekatan,
penyebarluaskan dan hasil-hasil usaha serta membandingkan kinerja intern
perusahaan dari waktu ke waktu dengan perusahaan terbaik di bidangnya (bench
marking). Kriteria sasaran MBNQA adalah membantu perusahaan dalam
meningkatkan daya saing dengan menitikberatkan pada sasaran yang
berorientasi hasil dengan mengadakan peningkatan yang terus menerus demi
kepuasan pelanggan agar berhasil di pasar dan meningkatkan kemampuan dan
kinerja perusahaan secara menyeluruh.
Menurut www.baldridge.com Pengukuran kinerja dengan model
Malcolm Baldridge secara garis besar terdiri dari 4 kriteria yaitu 1) product and
service, 2) customer-focused, 3) financial and market place, 4) operasional.(17)
1) Kriteria product and service dimaksudkan barang dan jasa yang penting
bagi konsumen, seperti reliabilitas produk, pengiriman yang tepat waktu
dan tingkat pengalaman pelanggan.
2) Kriteria customer-focused dimaksudkan sebagai ukuran dan indikator
relatif mengenai persepsi, tindakan, dan perilaku konsumen, retensi
pelanggan, keluhan dan survey pelanggan
3) Kriteria financial and marketplace performance dimaksudkan sebagai
kinerja yang diukur dengan tingkat biaya, penjualan, dan posisi pasar,
termasuk penggunaan aset, pertumbuhan aset, dan pangsa pasar. Hal ini
termasuk pula ROI, nilai tambah per pekerja, ROA, margin operasi, dan
kinerja anggaran.
4) Kriteria kinerja operasional dimaksudkan sebagai kinerja dalam SDM,
kepemimpinan dorganisasional dan kinerja etika yang dimaksudkan
sebagai efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas. Hal ini termasuk pula
perputaran waktu, produkstivitas, perputaran pekerja, tingkat pelatihan
lintas karyawan, akuntabilitas fiskal dan keterlibatan masyarakat.
Berdasarkan tabel diatas, masing-masing kriteria akan di jelaskan sebagai
berikut:(17)
1) Kepemimpinan
Kepemimpinan dimaksudkan pada cara pemimpin senior menunjukkan
nilai dan harapan kinerja yang terfokus pada konsumen dan stakeholder,
pemberdayaan, inovasi, pembelajaran dan arahan organisasi.
Kepemimpinan meliputi dua hal yaitu:
 Kepemimpinan organisasional yang menjelaskan cara process
management Product and Service Procession mengarahkan
organisasi dan mengkaji ulang kinerja yang telah dicapai.
 Tanggung jawab perusahaan yang menjelaskan tentang cara
organisasi menunjukkan tanggung jawab pada masyarakat dan
cara organisasi mlaksanakan peran sebagai warga negara yang
baik.
2) Perencanaan Strategis
Pada kategori ini dimaksudkan untuk mengetahui proses pengembangan
strategi organisasi, termasuk cara organisasi mengembangkan tujuan
strategis, rencana tindakan, perencanaan SDM yang terkait, dan cara
perencanaan disebarkan dan kinerja diaplikasikan. Kategori ini meliputi
dua hal yaitu:
 Pengembangan strategi yang menjelaskan proses pengembangan
strategi organisasi untuk memperkuat kinerja organisasi dan
posisi persaingan. Merangkum tujuan strategi kunci.
 Penyebaran strategi, yang menjelaskan penyebaran strategi
organisasi. Merangkum rencana tindakan dan pengukuran kinerja
yang terkait.
3) Fokus pada Pelanggan
Kategori ini dimaksudkan tentang cara organisasai menetapkan tujuan,
tuntutan, harapan, dan kecenderungan konsumen, mencerminkan
hubungan organisasi dengan konsumen dan menentukan tingkat
kepuasan. Hal ini meliputi dua hal yaitu:
 Pengetahuan pelanggan, hal ini menjelaskan cara perusahaan
menentukan permintaan jangka pendek dan jangka panjang,
harapan, dan kecenderungan konsumen dan pasar untuk
meyakinkan adanya barang dan jasa dan mengembangkan
peluang baru.
 Hubungan dan kepuasan pelanggan, hal ini menjelaskan cara
organisasi menentukan kepuasan konsumen dan membangun
hubungan untuk mempertahankan yang ada dan mengembangkan
peluang baru.
4) Analisis dan informasi, hal ini dimaskudkan sebagai sistem pengukuran
kinerja organisasi dan cara organisasi menganalisis kinerja di seluruh
level dan seluruh bagian dalam organisasi. Kategori ini meliputi:
 Pengukuran kinerja organisasi, yang menjelaskan cara organisasi
menyediakan sistem pengukuran kinerja yang efektif untuk
memahami perubahan dan peningkatan kinerja di seluruh level
dalam organisasi.
 Analisis kinerja organisasi, hal ini menjelaskan cara organisasi
menganalisis data dan informasi kinerja untuk menilai dan
memahami kinerja organisasi secara menyeluruh.
5) Fokus pada SDM
Kategori ini dimaksudkan tentang sebagai cara organisasi yang
memungkinkan karyawan mengembangkan dan menggunakan seluruh
potensi mereka untuk disesuaikan dengan tujuan organisasi,
mengupayakan organisasi untuk mengembangkan dan memperbaiki
lingkungan kerja dan mendukung iklim yang kondusif kinerja yang
sangat baik, partisipasi yang penuh dan pertumbuhan organisasi.
Kategori ini meliputi :
 Sistem kerja, hal ini menjelaskan pekerjaan organisasi dan job
desain, kompensasi, kemajuan karir yang memungkinkan
karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang tinggi.
 Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan karyawan, hal ini
menjelaskan cara organisasi mendidik, dan mendukung pelatihan
untuk mencapai tujuan bisnis, membangun pengetahuan
karyawan, skill, dan kapabilitas dan konstribusi untuk
meningkatkan kinerja karyawan.
 Kesejahteraan dan kepuasan karyawan, hal ini menjelaskan
tentang cara organisasi memperbaiki lingkungan kerja dan iklim
yang mendukung yang memiliki kontribusi pada kesejahteraan,
kepuasan dan motivasi seluruh karyawan.
6) Proses manajemen, kategori ini dimaksudkan sebagai aspek kunci untuk
proses manajemen organisasi termasuk desain yang terfokus pada
pelanggan. Kategori ini meliputi :
 Proses logistik dan jasa, yang menjelaskan cara organisasi
mengatur desain barang dan jasa kunci dan proses pengiriman.
 Proses pendukung, hal ini menjelaskan cara organisasi mengatur
proses pendukung kunci.
 Proses pasokan dan kerjasama, hal ini menjelaskan cara
organisasi mengatur pemasok kunci atau interaksi kerjasama dan
proses.
7) Hasil Perusahaan, hal ini dimaksudkan sebagai identifikasi kinerja
organisasi dan meningkatkan kepuasan pelanggan, kinerja finansial, hasil
SDM, hasil pemasok dan partner, dan kinerja operasional.
c) Model Good Corporate Governance (GCG)
Menurut Sedarmayanti, (2012) kinerja organisasi dapat diukur dengan
dimensi-dimensi yang dibutuhkan oleh sistem manajemen organisasi yang baik
atau Good Corporate Governance (GCG), meliputi: Visioner, bekerja
berdasarkan konsensus, bertanggung jawab, partisipatif, transparan, akuntabel,
jujur, adil, sesuai aturan hukum, konsistensi, dan toleransi.
Ukuran atau standar kinerja mengacu pada parameter–parameter yang
digunakan organisasi sebagai dasar untuk mengukur kinerja. Menurut Bambang
Wahyudi dalam kutipan dari Umam (2010:191), penilaian atau pengukuran
kinerja adalah suatu evaluasi kinerja meliputi perkembanganya, sedangkan
menurut Henry Simamora masih dalam kutipan ari Umam Khaerul, pengukuran
kinerja atau penilaian kinerja diartikan sebagai proses yang digunakan oleh
organisasi untuk mengevaluasi implementasi kinerja.(9)
Ada beberapa dimensi dalam pengukuran kinerja organisasi yang
dikemukakan oleh para ahli antara lain John Miner (Sudarmanto, 2009:11-12)
yang mengemukakan bahwa adanya empat dimensi yang dapat digunakan
sebagai tolok ukur atau indikator dalam menilai kinerja organisasi, yaitu :(9)
1) Kualitas, yaitu: tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan.
2) Kuantitas, yaitu : jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
3) Penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu : tingkat ketidakhadiran,
keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja hilang.
4) Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja.
Sedangkan pengukuran kinerja organisasi yang disampaikan oleh Jerry
Harbour (Sudarmanto, 2009: 13) merekomendasikan dengan enam aspek, yaitu :
(9)

1) Produktivitas : kemampuan dalam menghasilkan barang dan jasa.


2) Kualitas : memproduksi barang dan jasa yang dihasilkan memenuhi
strandar kualitas.
3) Ketepatan waktu (timelines) : waktu yang diperlukan dalam
menghasilkan produk barang dan jasa tersebut.
4) Putaran waktu : waktu yang dibutuhkan dalam setiap proses perubahan
barang dan jasa tersebut, kemudian sampai pada pelanggan/konsumen.
5) Penggunaan sumber daya : sumber daya yang diperlukan dalam
menghasilkan produk barang dan jasa tersebut.
6) Biaya : biaya yang diperlukan.
Dalam Penilaian Kinerja seperti lembaga UKK yaitu wadah untuk upaya
kesehatan berbasis masyarakat pada pekerja sektor informal yang dikelola dan
diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat pekerja melalui pemberian
pelayanan kesehatan dengan pendekatan utama promotif dan preventif, disertai kuratif
dan rehabilitatif sederhana/terbatas menggunakan 3 (tiga) parameter. Ketiga parameter
tersebut adalah komitmen, ketenagaan, dan sarana prasarana. Jumlah indikator penilaian
dari ketiga parameter berjumlah 24 indikator yang terdiri dari: komitmen dengan jumlah
4 indikator; ketenagaan dengan jumlah 6 indikator; dan sarana prasaran dengan jumlah
14 indikator.(5) Jadi apabila ada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi
dalam hal ini yaitu Pos UKK untuk dilaksanakan dengan catatan bahwa sinergi dari
struktur organisasi dan perilaku sumber daya manusia yang ada untuk berupaya dalam
mencapai tujuan organisasi dan mempertahankannya.(5)
Menurut Agus Dwiyanto (2008:50), ada beberapa indikator yang digunakan
untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu sebagai berikut:(9)
1. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur pada tingkat efisiensi, tetapi
juga efektivitas. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai hubungan
antara input dan output. Konsep produktivitas dianggap terlalu sempit, kemudian
General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran
produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan
publik dalam indikator kinerja mendapatkan hasil yang diharapkan.
2. Kualitas Layanan
Sumber data utama dari kualitas layanan diperoleh dari pengguna
layanan atau masyarakat untuk menilai kualitas pelayanan. Pertanyaan tentang
kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja
organisasi pelayanan publik. Banyak Banyak opini negatif tentang organisasi
publik muncul karena ketidakpuasan publik terhadap kualitas pelayanan yang
diterima dari organisasi publik.
3. Responsivitas (Daya Tanggap)
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi
kebutuhan masyarakat menetapkan prioritas pelayanan, serta mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat. Responsivitas termasuk sebagai salah satu indikator kinerja karena
responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik
dalam melaksanakan tugas dan tujuannya, khususnya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan tidak
adanya keselarasan antara pelayanan dan kebutuhan masyarakat. Hal ini jelas
menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan
organisasi publik.
4. Responsibilitas (Tanggung Jawab)
Responsibilitas artinya menjelaskan suatu pelaksanaan kegiatan
organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang
benar atau sesuai dengan pedoman organisasi. Hal ini dapat dievaluasi dengan
menganalisis dokumen dan laporan kegiatan organisasi, menyelaraskan
pelaksanaan kegiatan dan program organisasi dengan prosedur organisasi dan
peraturan-peraturan dalam organisasi.
5. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik mengacu pada sejauh mana kebijakan dan kegiatan
organisasi publik diatur oleh para pejabat publik yang dipilih oleh rakyat.
Asumsinya, para pejabat politik tersebut dipilih karena dipilih oleh rakyat,
dengan sendirinya akan selalu mewakili kepentingan rakyat. Dalam konteks ini,
konsep dasar pertanggungjawaban publik dapat digunakan untuk menentukan
sejauh mana kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten sesuai
kehendak masyarakat banyak. Kinerja organisasi publik tidak hanya bisa dilihat
dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah,
seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal,
seperti nilai – nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Menurut Edwards & Thomas (2005) kumpulan informasi untuk mengukur dan
mengases kinerja disebut Indikator Kinerja atau Performance Indicator (PI). Namun
karena indikator kinerjanya sangat berbeda, Flapper et al. (1996) mencoba
mengklasifikasikannya menurut klasifikasi berikut:(11)
1. Indikator Kinerja Finansial vs Non-Finansial
Kinerja keuangan atau finansial tentu saja sangat penting bagi
keberlangsungan hidup organisasi, terutama bagi organisasi bisnis. Indikator
kinerja financial yang digunak paling banyak digunakan adalah: laba, ROI,
ROA, dan book value. Karena kinerja financial tidak cukup untuk menjelaskan
kinerja organisasi secara keseluruhan maka harus didukung oleh kinerja non-
finansial seperti: kualitas layanan, inovasi produk dan kemampuan perusahaan
untuk mengiirmkan produk tepat waktu.
2. Indikator Kinerja Global vs Lokal
Indikator kinerja global adalah indikator kinerja yang menjadi
tanggungjawab manajer senior. Sementara itu, manajer di antara manajer
bertanggungjawab atas kinerja yang bersifat lokal sesuai dengan lingkup
pekerjaan masing-masing yang terbatas.
3. Indikator Kinerja Internal vs Eksternal
Indikator kinerja internal adalah informasi yang digunakan untuk
memantau kinerja internal organisasi termasuk kinerja karyawan, tim, unit kerja
dan departemen. Sedangkan untuk indikator kinerja eksternal adalah informasi
yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja organisasi yang berkaitan dengan
kepentingan pihak eksternal seperti konsumen. Demikian juga indikator kinerja
eksternal digunakan untuk mengevaluasi pihak eksternal seperti supplier yang
kegiatannya berdampak pada keinerja internal organisasi seperti input, proses
dan output.
4. Indikator Kinerja Berbasis Hirarkhi Organisasi
Hubungan vertikal dalam kehidupan organisasi umumnya sangat
bergantung pada bagaimana struktur organisasi dirancang dari tingkat organisasi
terendah hingga tingkat paling tinggi. Setiap tingkat organisasi memiliki
indikator kinerjanya sendiri, akan tetapi secara hierarkhis jumlah indikator
kinerja menurun seiring dengan meningkatnya tingkat organisasi.
5. Indikator Kinerja Sesuai dengan Kegunaannya
Klasifikasi ini didasarkan pada orientasi yang berbeda dari masing-
masing departemen dalam lingkungan organisasi. Departemen Pemasaran
misalnya orientasinya berbeda dengan departemen R&D, SDM, Dept.
Keuangan, Dept Produksi dsb. Karena masing-masing departemen orientasinya
berbeda maka indikator kinerjanya juga berbeda.
Pelaksanaan evaluasi kinerja juga digunakan untuk mengetahui unit pelayanan
yang memiliki peringkat tertinggi atau yang telah memberikan pelayanan prima yaitu
pelayanan yang cepat, tepat, murah, aman, berkeadilan dan bertanggung jawab. Satuan
pelayanan yang memberikan pelayanan prima setinggi-tingginya harus diberikan
apresiasi berupa penghargaan sebagai bagian dari pembangunan aparatur negara.
Penghargaan tersebut merupakan langkah stategis untuk mendorong peningkatan
kualitas pelayanan publik melalui dorongan atau motivasi, semangat perbaikan, dan
inovasi dalam pelayanan, serta untuk melakukan penilaian guna mengetahui gambaran
kinerja yang obyektif dari unit pelayanan.(14)
Agar evaluasi kinerja tersebut dapat dilaksanakan secara obyektif, transparan,
dan akuntabel diperlukan suatu pedoman penilaian kinerja unit pelayanan publik.
Pedoman ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan dalam menilai kinerja unit
pelayanan publik, sehingga pelaksanaannya lebih obyektif, transparan dan akuntabel.
Adapun sasaran yang diwujudkan yaitu terlaksananya penilaian kinerja unit pelayanan
publik secara efektif, sehingga penilaian dapat menghasilkan peningkatan unit
pelayanan publik sebagai dasar pemberian penghargaan dan mendorong unit pelayanan
publik mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.(14)

1.5 Pengukuran Kinerja berdasarkan Indeks Kepuasan Masyarakat dalam


Kepmenpan
Penilaian kinerja aparatur Pemerintah dapat dilakukan eksternal yaitu
melalui respon kepuasan masyarakat. Terdapat 14 unsur, sebagai unsur minimal
yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat berdasarkan
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2004. Unsur-
unsur tersebut adalah sebagai berikut:(15)
1) Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
2) Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang
diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
3) Kejelasa petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang
memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung
jawabnya).
4) Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan
pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu sesuai ketentuan yang berlaku.
5) Tanggung jawabpetugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung
jawb petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan
6) Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang
dimiliki petugas dalam memberikan atau menyelesaikan pelayanan kepada
masyarakat.
7) Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukanoleh unit penyelenggara pelayanan.
8) Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak
membedakan golongan atau status masyarakat yang dilayani.
9) Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secar sopan dan ramah serta saling
menghargai dan menghormati.
10) Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya
biayayang ditetapkan oleh unit pelayanan.
11) Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan
dengan biaya yang ditetapkan.
12) Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.
13) Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang
bersih, rapih dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada
penerima pelayanan.
14) Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat merasa
tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan
dari pelaksanaan pelayanan.
Puskesmas dapat mengetahui kinerja pelayanan yang dibagikan melalui umpan
balik yang diberikan pasien kepada puskesmas tersebut sehingga dapat menjadi
masukan dalam meningkatkan kinerja pelayanan. Penilaian puskesmas dilakukan
selama 3 hari dengan menggunakan instrumen akreditasi puskesmas yang telah disusun
dan ditetapkan Kementerian Kesehatan Repulik Indonesia yang terdiri dari 9 bab, 42
standar, 168 kriteria dan 776 elemen penilaian. Penetapan Status Akreditasi untuk
Puskesmas terdiri dari : (1) Tidak terakreditasi; (2) Akreditasi Dasar; (3) Akreditasi
Madya; (4) Akreditasi Utama, atau (5) Akreditasi Paripurna (9, 10).(19)

1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi


Dalam melaksanakan kegiatan atau program untuk mencapai keberhasilan,
ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan organisasi. Faktor tersebut
dapat berasal dari dalam dan luar organisasi, berikut adalah faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja organisasi menurut para ahli.(9)
Kinerja dalam organisasi itu sendiri memiliki beberapa faktor yang
mempengaruhi yaitu teknologi, kualitas input (ketersediaan dana), kualitas
lingkungan (kondisi infrastruktur dan lingkungan fisik), budaya organisasi,
kepemimpinan serta manajemen sumber daya manusia (pendidikan dana pelatihan)
(Rubandiyah, 2019).(5)
Kinerja organisasi yang baik merupakan tujuan dari setiap perusahaan. Menurut
Lusthaus(1999) factor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi dapat digambarkan
sebagai berikut:(17)
1. Lingkungan Eksternal, dimensi kunci yang dapat mempengaruhi lingkungan
adalah lingkungan eksternal yang terdiri dari lingkungan adminstratif, aturan,
kebijakan, budaya sosial, ekonomi, teknologi.
2. Motivasi organisasi, hal yang memotivasi organisasi adalah sejarah, misi,
budaya, insentif atau imbalan.
3. Kapasitas organisasi, terdiri dari:
a. Strategi kepemimpinan
b. Sumber daya manusia
c. Manajemen keuangan
d. Proses organisasi
e. Program manajemen
f. Infrastruktur
g. Rantai institusional Penelitian.
Menurut Soesilo dalam (Tangkilisan, 2005 : 108), kinerja suatu organisasi dapat
dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut:(9)
1. Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan
fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi.
2. Kebijakan pengelola, berupa visi dan misi organisasi.
3. Sumber daya manusia, yang berhubungan dengan kualitas karyawan untuk
bekerja dan berkarya secara optimal.
4. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan
database untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi.
5. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan
penggunaan teknologi bagi penyelenggara organisasi pada setiap aktivitas
organisasi.
Menurut (Dwiyanto, 2002:49). Kumorotomo menggunakan beberapa dimensi
untuk menjadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik, antara
lain sebagai berikut:(8)
1) Efisiensi
Efisiensi mengacu pada pertimbangan tentang keberhasilan organisasi
pelayanan publik dalam menghasilkan keuntungan, penggunaan faktor-faktor
produksi serta pertimbangan yang bersumber dari rasionalitas ekonomis.
2) Efektifitas
Efektifitas dalam mencapai tujuan organisasi pelayanan publik ditinjau
dari rasionalitas, teknologi, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen
pembangunan.
3) Keadilan
Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang
disediakan oleh organisasi layanan publik. Pertanyaan tentang pemerataan
pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, dapat
dijawab dengan kriteria ini.
4) Daya Tanggap
Berbeda dengan perusahaan yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan
swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari kapasitas respon
negara atau pemerintah terhadap kebutuhan vital masyarakat. Oleh karena itu,
kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipahami secara
transparan untuk melakukan keadilan terhadap responsivitas ini.
Menurut Ruky dalam Tangkilisan (2005:180), mengidentifikasi faktor – faktor
yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi, yaitu :(9)
1. Teknologi yang mencakup tim kerja dan metode kerja yang digunakan untuk
menghasilkan produk atau layanan apapun yang dihasilkan oleh organisasi.
2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi.
a. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, tata letak dan
kebersihan ruangan.
b. Budaya organisasi lahir sebagai pola perilaku dan kerja yang hadir dalam
organisasi.
c. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan para anggota organisasi
agar mereka beroperasi sesuai dengan standar dan tujuan organisasi.
3. Manajemen sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan dan
promosi.

1.7 Metode Penilaian Kinerja


Malayu Hasibuan (2003:97-100) membagi metode penilaian kinerja menjadi
dua yaitu: (4)
1. Metode Tradisional : rating scale, employee comparation, check list, freeform
essay, critical insident.
2. Metode Modern : assessment center, management by objective (MBO), human
asset accounting.
Menurut Gomes (2003: 137) dari sudut acuan penilaiannya, ada tiga jenis
kriteria penilaian kinerja yangberbeda satu sama lain, yaitu penilaian kinerja
berdasarkan hasil, penilaian kinerja berdasarkan perilaku, dan penilaian kinerja
berdasarkan pertimbangan tertentu.(4)

1.8 Manfaat Penilaian Kinerja Organisasi


Secara lebih spesifik, Grote (1996:10) menjelaskan beberapa manfaat yang
dapat diperoleh dari penilaian kinerja sebagai berikut : Meningkatkan kinerja,
Mengelola system imbal jasa yang adil, Merekomendasikan pegawai untuk karir
masa depan, Konseling pegawai, Membuat keputusan promosi, Memotivasi
pegawai, Menilai potensi pegawai, Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan,
Membangun hubungan kerja yang lebih baik, Membantu karyawan menetapkan
tujuan karir, Membuat penugasan yang lebih efisien, Membuat keputusan mutasi
atau rotasi pegawai, Membuat keputusan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan
pensiun dini, Membantu dalam perencanaan jangka panjang, Memvalidasi prosedur
penerimaan pegawai, Membenarkan tindakan manajerial lainnya.
Penilaian kinerja sering kurang dipercaya karena dalam prakteknya bersifat
top-down dan birokratis sehingga dirasakan kaku oleh para pegawai. Penilaian
kinerja dilakukan tehadap pekerjaan masa lampau, cenderung mencari kesalahan
pegawai, bukannya menyiapkan kebutuhan utntuk pengembangan kinerja pegawai
di masa mendatang. Skema penilaian kinerja biasanya tertutup, hanya sedikit atau
bahkan tidak berhubungan dengan pekerjaan yang dinilai. Manajer lini banyak yang
menolak model penilaian kinerja karena dianggap membuang waktu dan tidak
relevan.
Menurut Slamet (2007) ada lima jenis manfaat dalam penilaian kinerja
karyawan dalam organisasi, yaitu:(3)
a) Organisasi dikelola dengan efektif dan efisien melalui dorongan motivasi
karyawan semaksimal mungkin.
b) Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti
promosi, transfer, dan pemberhentian (PHK).
c) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan pekerja serta
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan pekerja.
d) Memberikan umpan balik kepada karyawan tentang bagaimana atasan mereka
menilai kinerja mereka.
a) Memberikan dasar untuk pembagian imbalan atau penghargaan.
Tiga pihak yang merasakan manfaat dari penilaian kinerja karyawan adalah
karyawan, penilai dan perusahaan. Manfaat yang dirasakan oleh karyawan dari
penilaian kinerja adalah:(3)
 Karyawan dapat termotivasi untuk bekerja lebih baik lagi.
 Dapat meningkatkan kepuasan kerja.
 Karyawan dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan mereka serta
memperbaiki kelemahan dan meningkatkan kelebihan mereka.
 Dapat mengetahui standard hasil yang ditetapkan.
 Terjadinya komunikasi yang baik antara atasan dengan karyawan.
 Dapat berdiskusi mengenai masalah pekerjaan dan cara atasan mengatasinya.
 Terjalin hubungan baik antara karyawan dengan atasan.
 Karyawan dapat melihat lebih jelas konteks pekerjaannya.
Manfaat yang dirasakan oleh penilai dari penilaian kinerja, adalah:(3)
 Penilai dapat mengukur kinerja karyawan dan perbaikan di masa mendatang.
 Dapat mengembangkan sistem pengawasan.
 Identifikasi peningkatan nilai pribadi.
 Meningkatkan kepuasan kerja.
 Dapat memberikan pemahaman terhadap karyawan tentang rasa takut, percaya
diri, harapan dan aspirasi.
 Dapat mengembangkan dan bertukar ide antara penilai dengan karyawan.
 Kesempatan untuk dapat menjelaskan apa yang diinginkan perusahaan agar
karyawan dapat bekerja lebih baik lagi.
 Terjalin hubungan yang baik antara karyawan dengan penilai (manajer).
 Manajer dapat merevisi target dan prioritas.
 Memotivasi karyawan.
Manfaat yang dirasakan oleh perusahaan dari penilaian kinerja karyawan, adalah:(3)
 Adanya terjalin komunikasi yang efektif mengenai tujuan perusahaan.
 Dapat meningkatkan atau memperkuat rasa kebersamaan.
 Mengembangkan kemampuan, keterampilan dan kemauan para karyawan dalam
bekerja.
 Dapat meningkatkan pandangan secara luas mengenai tugas para karyawannya.
 Dapat meningkatkan pencapaian tujuan perusahaan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja
karyawan dapat dimanfaatkan oleh manajemen untuk mengelola operasi organisasi,
membantu pengambilan keputusan, mengidentifikasikan kebutuhan kepelatihan dan
pengembangan, memberikan umpan balik, dan memberikan dasar untuk pembagian
imbalan atau penghargaan.(3)

1.9 Persyaratan Penilaian Kinerja


1. Input (Potensi)
Agar penilaian kinerja menjadi tidak biasa dan dapat mencapai sasaran atau
tujuan sesuai dengan yang diinginkan oleh perusahaan atau organisasi, maka perlu
ditetapkan, disepakati, dan diketahui faktor-faktor yang akan dinilai atau dievaluasi
sebelumnya sehingga setiap karyawan yang ada di perusahaan atau organisasi telah
mengetahui dengan pasti apa saja faktor-faktor yang akan dinilai. Dengan demikian,
akan tercipta ketenangan kerja. Input dari penilaian kinerja adalah ruang lingkupnya,
meliputi what, where, why, who, when dan how (5W+1H).(1)
a) Who?
Pertanyaan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:(1)
 Siapa yang harus dinilai?
Yang harus di nilai adalah seluruh karyawan yang ada di dalam
perusahaan atau organisasi dari jabatan atau posisi tertinggi sampai
dengan jabatan atau posisi terendah.
 Siapa yang harus menilai?
Penilaian kinerja atau evaluasi kinerja dapat dilakukan oleh atasan
langsung dan atasan tidak langsung. Selain itu, pimpinan perusahaan atau
organisasi dapat menunjuk orang tertentu yang menurut pimpinan
memiliki keahlian dalam bidangnya.
b) What?
Apa yang harus dinilai? Pertanyaan ini meliputi hal-hal sebagai berikut:(1)
 Objek atau materi yang dinilai, terdiri dari hasil kerja, kemampuan sikap,
kepemimpinan kerja dan motivasi kerja (disesuaikan dengan kebutuhan
perusahaan atau organisasi).
 Dimensi waktu, yaitu kinerja yang dicapai pada saat ini (current
performance), dan potensi yang dapat dikembangkan pada waktu yang
akan datang (future potencial).
c) Why?
Mengapa penilaian kinerja itu harus dilakukan? Hal ini digunakan untuk:(1)
 Memelihara potensi kerja;
 Menentukan kebutuhan pelatihan;
 Dasar untuk mengembangan karir;
 Dasar untuk promosi jabatan.
d) When?
Waktu pelaksanaan penilaian kinerja? Penilaian kinerja dapat dilaksanakan
secara formal dan informal.(1)
 Penilaian kinerja secara formal dilaksanakan secara periodik atau
berkala, misalnya setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap
triwulan, atau setiap semester.
 Penilaian kinerja secara informal dilaksanakan secara terus-menerus atau
berkesinambungan dan setiap saat atau setiap hari kerja.
e) Where?
Penilaian kinerja dapat dilakukan pada dua tempat, sebagai berikut:(1)
 Di tempat kerja (on the job evaluation)
Pelaksanaan penilaian kinerja dapat dilakukan di tempat kerja yang
bersangkutan atau dapat juga di tempat lain yang masih berada dalam
lingkungan perusahaan atau organisasi tersebut.
 Di luar tempat kerja (off the job evaluation)
Pelaksanaan penilaian kinerja dapat dilakukan di luar perusahaan atau
organisasi dengan cara meminta bantuan konsultan.
f) How?
Bagaimana penilaian kinerja dilakukan?
Penilaian kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan metode tradisional atau
metode modern. Penilaian kinerja dengan menggunakan metode tradisional,
antara lain dengan rating scale dan employee comparison, sedangkan penilaian
kinerja dengan menggunakan metode modern, antara lain dengan management
by objective dan assessment centre.(1)
Setelah beberapa pertanyaan di atas telah terjawab, bagi para karyawan,
supervisor, maupun perusahaan atau organisasi telah menjadi lebih sadar, hal-hal yang
harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum seorang karyawan akan dinilai kinerjanya,
adalah:(1)
1) Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan dapat ditentukan dengan tepat dan
lengkap, dan diuraikan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dan diukur
secara cermat dan tepat. Ukuran-ukuran keberhasilan dalam pekerjaan yang
sering digunakan adalah ciri-ciri kepribadian dalam bentuk sifat (prakarsa atau
inisiatif), kemampuan bekerja sama, dan hasil atau prestasi kerja.
2) Standar pekerjaan seharusnya dapat diterima oleh karyawan sebagai standar
pekerjaan yang masuk akal (dapat dicapai dengan upaya tertentu). Standar kerja
ditetapkan bersama antar atasan dengan karyawan yang akan dinilai dan
dilaksanakan secara berkala pada setiap permulaan periode penilaian kerja.
Dalam penyusunan formulir evaluasi, faktor-faktor yang akan dinilai harus
disesuaikan dengan bidang tugas dan tanggung jawab karyawan, karena
ketidaksesuaian faktor yang akan dinilai akan membingungkan karyawan. Saat
penilaian dilaksanakan akan terjadi deviasi yang berarti akan timbul
ketidaksesuaian antara yang dikerjakan karyawan dengan yang akan di evaluasi
atau dinilai.
2. Proses (Pelaksanaan)
Selama tahap pelaksanaan atau implementasi, proses konsultasi harus dilakukan
dengan sebanyak mungkin individu dan kelompok untuk menjamin bahwa semua aspek
sistem penilaian kinerja dapat dihubungkan secara menyeluruh dari pokok-pokok yang
berhubungan dengan praktik sehingga dapat berjalan dengan baik. Proses pelaksanaan
dapat dilakukan melalui sarana-sarana sebagai berikut:(1)
a) Briefing (Penjelasan Singkat)
Keterlibatan seluruh karyawan merupakan persyaratan yang cukup penting bagi
kesuksesan pelaksanaan penilaiaan kinerja. Sistem pelaksanaan penilaian kinerja
harus dijelaskan secara rinci kepada penilai atau yang dinilai harus. Penjelasan
yang baik seharusnya:(1)
 fase to face;
 didukung oleh buku panduan atau pedoman yang berisi penjelasan-
penjelasan yang dibutuhkan oleh penilai dan yang dinilai;
 suasana yang kondusif;
 adanya sebuah mekanisme di mana setiap karyawan mengetahui siapa
yang harus didekati untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka atau
apa yang mereka sukai secara pribadi di dalam perusahaan.
Dalam hal ini, briefing harus mencakup:(1)
 tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran dari sistem penilaian kinerja;
 manfaat bagi kelompok-kelompok utama atau kelompok kunci,
karyawan yang dinilai, penilai dan perusahaan;
 rincian yang lengkap mengenai siklus penilaian, berbagai elemennya,
termasuk metode dan dokumentasi;
 apa yang diharapkan dengan benar dari setiap kelompok pada setiap
tahap siklus kinerja;
 wawancara penilaian kinerja sesuai kepentingan pokoknya;
 hasil penilaian
Penjelasan singkat harus diberikan kepada seluruh karyawan yang
terlibat. Dengan memperkenalkan sistem penilaian kinerja baru, juga
dapat digunakan sebagai alat pelatihan bagi karyawan.
b) Pelatihan
Pelatihan memberikan pengaruh yang baik dan besar terhadap
keefektifan wawancara penilaian kinerja. Salah satu trend atau kecenderungan
terbaru adalah penyediaan pelatihan bagi karyawan yang dinilai sebagai
kelompok yang selalu terabaikan, selain para penilai. Pembentukan kelompok
yang senantiasa diberikan pelatihan, telah jelas bahwa penggolongan dari
kisaran area dimana pelatihan dibutuhkan, penting untuk dilakukan. Biasanya,
ketika sebuah perusahaan akan memperkenalkan suatu sistem penilaian baru
atau memodifikasi sistem lama, pelatihan bagi para penilai akan berfokus pada:
(1)

 penilaian kebijakan perusahaan;


 sistem dan dokumentasi;
 keterampilan penilaian.
Dalam pelaksanaannya, sebaiknya harus dibedakan antara pelatihan
tentang sistem dan prosedur dengan penjelasan tentang sistem penilaian
sehingga sasaran atau tujuan untuk memperkenalkan sistem penilaian ini
tercapai. Sebaiknya dilaksanakan melalui wawancara role play (role play
interview) yang pada umumnya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
(1)

 Tahap I : Role play (bermain peran) yang terfokus pada keterampilan.


 Tahap II : Role play yang memasukkan atau menggabungkan sebuah
elemen dari dokumentasi penilaian, misalnya penggunaan dokumen
penilaian sendiri atau pribadi).
 Tahap III : Role play memasukkan penyelesaian dari dokumen penilaian
perusahaan.
Hal-Hal atau masalah-masalah yang sering diabaikan dalam pelatihan
penilaian kinerja, antara lain:(1)
1) Pelatihan bagi yang dinilai
Untuk dapat mengurangi kegelisahan, ketakutan atau ketegangan
karyawan yang akan dinilai, karyawan perlu diberi penjelasan singkat.
Penjelasan singkat juga dapat mengembangkan sikap positif yang
membuat karyawan sadar akan manfaat dari penilaian kinerja.
2) Peninjauan pelatihan
Pada umumnya untuk menjamin keadilan dan konsistensi dalam
penilaian terhadap karyawan, banyak sistem penilaian membutuhkan
figure untuk memainkan peran penting.
3) Pemilihan waktu pelatihan
Permasalahan yang sering diabaikan adalah pemilihan waktu,
permasalahan akan pengadaan pelatihan yang lebih segar dapat
membantu dalam menjaga momentum dari pelatihan.
4) Pelatihan untuk menetapkan sasaran
Penetapan sasaran sebagai area yang penting untuk dimasukkan. Siapa
yang seharusnya menyelenggarakan pelatihan?. Perusahaan biasanya
meminta bantuan kepada manajer seperti spesialis SDM profesional atau
mengundang kelompok eksternal dan perusahaan konsultan manajemen
professional yang dapat menyelenggarakan pelatiahan.
3. Output (Hasil)
Kejelasan hasil penilaian sangat diperlukan, seperti manfaat, dampak, resiko,
serta tindak lanjut dari rekomendasi penilaian. Apakah hasil penilaian kinerja ini
berhasil meningkatkan kualitas kerja, motivasi kerja, etos kerja dan kepuasan kerja
karyawan juga perlu diketahui, karena pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan
kinerja perusahaan.(1)

1.10 Karakteristik Kinerja Yang Baik


Menurut Ruky (2010), ada enam karakteristik kepribadian atau disebut juga
dengan karakteristik inti yang berlaku pada setiap orang yang bekerja di perusahaan,
terdiri dari teliti, akurat, taat aturan dan prosedur, gesit atau cepat, penuh
konsentrasi, serta ramah atau sopan. Menurut As’ad (2012), ada empat kriteria
karakteristik prestasi kerja, yakni pengetahuan kerja, motivasi, hubungan antar
individu, dan supervisi.(3)
Menurut Simamora (2006), karakteristik karyawan yang memiliki kinerja tinggi,
adalah:(3)
 Berorientasi pada prestasi, karyawan yang berkinerja tinggi memiliki keinginan
yang kuat untuk mewujudkan impian atas apa yang diinginkan dari diri mereka
sendiri.
 Percaya diri, karyawan yang berkinerja tinggi memiliki sikap mental positif
yang mengarahkan untuk bertindak dengan tingkat percaya diri yang tinggi.
 Pengendalian diri, karyawan yang berkinerja tinggi mempunyai rasa disiplin diri
yang tinggi.
 Kompetensi, karyawan yang berkinerja tinggi telah mengembangkan
kemampuan spesifik atau kompensasi berprestasi dalam daerah pemilihan
mereka.
Menurut Marwansyah (2016:232), tujuan penilaian kinerja terdiri dari faktor-faktor
berikut:(3)
b) Mengukur kinerja secara fair dan objektif berdasarkan persyaratan pekerjaan,
memungkinkan karyawan yang efektif untuk mendapat imbalan atas upaya
mereka dan karyawan yang tidak efektif mendapat konsekuensi sebaliknya atas
kinerja buruk.
c) Meningkatkan kinerja dengan mengidentifikasikan tujuan-tujuan pengembangan
yang spesifik.
d) Mengembangkan tujuan karier sehingga karyawan dapat selalu menyesuaikan
diri dengan tuntutan dinamika organisasi.
Menurut Syafarudin Alwi (2001), tujuan penilaian secara teoritis dikategorikan
sebagai suatu yang bersifat evaluation dan development, yang bersifat evaluation harus
menyelesaikan:(4)
 Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi
 Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision
 Hasil penilaian digunakan sebagai dasar evaluasi sistem seleksi.

1.11 Hambatan Penilaian Kinerja


Menurut Randal S.Schuler, Susan E. Jacson dalam Sinambela (2012: 100-
104), kesalahan yang paling terlihat dalam penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
(4)

1) Hallo effect
Jika seorang penilai membiarkan aspek tertentu dari kinerja pegawai
mempengaruhi aspek lainnya yang sedang dievaluasi,itu berubah menjadi
memengaruhi. Pendapat pribadi penilai mempengaruhi pengukuran kinerja
pegawai.
2) Kelunakan (Liniency)
Penilai yang tidak berpengalaman cenderung menilai pegawai dengan mudah
dengan memberikan nilai tinggi. Semua pegawai berkualitas dinilai tinggi untuk
menghindari adanya protes. Hal ini diinginkan karena membuat pegawai tampil
kompeten dengan skor yang tinggi.
3) Keketatan (Stricness)
Terkadang penilai memberikan penilain yang rendah kepada pegawai karena
mereka percaya bahwa tidak ada pegawai yang dapat mencapai tujuan seperti
yang diharapkan.
4) Kecenderungan Menengah
Penilai cenderung memberikan penilaian rata-rata kepada para pegawai
meskipun kinerja mereka bervariasi. Ini adalah strategi “main aman”. Penilai
mungkin memiliki peringkat waktu sulit yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.
5) Keutamaan dan Kebaruan
Kejadian penilai mungkin menggunakan informasi awal untuk mennetukan
tingkatan pegawai. Lebih banyak informasi dikumpulkan untuk membantu
penilaian awal dan informasi yang belum pasti diabaikan.
6) Ramalan pemenuhan diri
Kandidat yang mendapat penilaian positif kan cenderung berkinerja lebih baik
dimasa depan daripada mereka yang awalnya mendapat penilaian rendah. Jenis
evaluasi ini mempengaruhi hubungan antara atasan dan bawahan. Berprestasi
tinggi menerima umpan balik yang lebih positif dan lebih percaya diri dalam
kemampuan mereka daripada yang berkinerja buruk.
Berdasarkan Rivai dan Basri (2005: 118-119), terdapat empat hambatan dalam
penilaian kinerja, terdiri dari: (4)
a) Hambatan Hukum
Penilaian kinerja harus terbebas dari diskriminasi yang tidak sah atau tidak legal.
Setiap terjadi kesalahan dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak
pada aspek hukum dapat berakibat negatif bagi organisasi, sehingga
kemungkinan besar karyawan melakukan penuntutan perkara terkait dengan
hasil penilaian kinerja.
b) Hambatan Norma Sosial
Siapa yang berkinerja paling baik dalam organisasi?, siapa yang harus
dipertahankan jika kita harus mengurangi karyawan? dan siapa yang harus diberi
tugas khusus? adalah pernyataan fundamental yang paling sering muncul. Jenis
keputusan ini membutuhkan metode penilaian kinerja yang berdasarkan pada
norma yang tepat dan benar.
c) Hambatan Politis
Sistem penilaian kinerja memiliki kekuasaan yang sah untuk mempengaruhi
pemegang jabatan. Karyawan yang mempunyai jabatan lebih tinggi menilai
karyawan yang mempunyai jabatan lebih rendah. Penilaian kinerja lebih
mengarah pada konsekuensi formal misalnya adanya penghargaan dalam bentuk
uang, promosi dan pemecatan serta adanya konsekuensi informal dalam bentuk
kritik dan hak-hak istimewa tertentu.
d) Hambatan Pribadi
Dalam praktiknya, manajer dan karyawan telah mengajukan banyak keluhan
mengenai kinerja, antara lain:
 Penilaian kinerja dilakukan oleh berbagai atasan dengan berbagai standar
yang berbeda.
 Keengganan untuk menilai kebenaran, terutama apabila yang dinilai
adalah penilaian negatif.
 Penilaian sering mengacu pada ciri-ciri kepribadian atau karakter
seseorang bukan pada bagaimana karyawan melakukan pekerjaannya.
 Kurangnya komunikasi sehingga menimbulkan ketegangan karena
karyawan dan atasan kurang setuju dengan dengan standar penilaian
yang digunakan.
 Penilaian jatuh pada rata-rata atau sedang meskipun kenyataannya
kurang memuaskan.
 Feedback tentang seseorang sering tidak mendorong seseorang atau
karyawan berprestasi lebih baik, tetapi cenderung membuat sakit hati dan
akibatnya berprestasi lebih buruk.
 Bila dalam penilaian digunakan wawancara, atasan cenderung sebagai
hakim, harusnya lebih sebagai konsultan dan pelatih.

1.12 Pengertian Penilaian Kinerja Puskesmas


Penilaian kinerja puskesmas merupakan upaya untuk melakukan penilaian
hasil kerja atau prestasi suatu Puskesmas. Awal pelaksanaan penilaian dimulai dari
tingkat Puskesmas yaitu sebagai alat untuk mawas diri atau self monitoring karena
setiap Puskesmas melakukan penilaian kinerja secara mandiri, selanjutnya Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan verifikasi hasil. Penilaian kinerja puskesmas
terdiri dari hasil pencapaian cakupan dan manajemen kegiatan termasuk mutu
pelayanan (khusus bagi Puskesmas yang telah mengembangkan mutu pelayanan)
atas perhitungan seluruh Puskesmas. Dari hasil verifikasi tersebut, sehingga dapat
ditetapkan Puskesmas tersebut termasuk ke dalam kelompok I, II, atau III sesuai
dengan pencapaian kinerjanya.(20)

1.13 Tujuan dan  Manfaat Penilaian Kinerja Puskesmas


Tujuan penilaian kinerja puskesmas, adalah sebagai berikut: (20)
a) Tujuan Umum
Tercapainya tingkat kinerja Puskesmas secara optimal yang berkualitas dalam
mendukung pencapaian tujuan pembangunan kesehatan Kabupaten/Kota.
b) Tujuan Khusus
 Mengetahui gambaran tingkat pencapaian hasil cakupan, mutu kegiatan
dan manajemen Puskesmas pada akhir tahun kegiatan.
 Mengetahui tingkat kinerja Puskesmas pada akhir tahun berdasarkan
urutan peringkat kategori kelompok Puskesmas.
 Mendapatkan informasi analisis kinerja Puskesmas dan bahan masukan
dalam penyusunan rencana kegiatan Puskesmas
dan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota untuk tahun yang akan datang.
Manfaat penilaian kinerja puskesmas, antara lain: (20)
 Puskesmas mengetahui tingkat pencapaian (prestasi) kunjungan dibandingkan
dengan target yang harus dicapainya.
 Puskesmas dapat melakukan identifikasi dan analisis masalah, mencari
penyebab dan latar belakang serta hambatan masalah kesehatan di wilayah
kerjanya berdasarkan adanya kesenjangan pencapainan kinerja Puskesmas
(out put dan out come).
 Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menetapkan tingkat
urgensi suatu kegiatan untuk dilaksanakan segera pada tahun yang akan datang
berdasarkan prioritasnya.
 Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menetapkan dan mendukung kebutuhan
sumberdaya Puskesmas dan urgensi pembinaan Puskesmas.

1.14 Ruang Lingkup Penilaian Kinerja Puskesmas


Ruang lingkup penilaian kinerja puskesmas pada dasarnya didasarkan pada
upaya puskesmas dalam menyelenggarakan: (20)
a) Pelayanan kesehatan yang meliputi :
 Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) merupakan segala kegiatan yang
ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan
sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat.
 Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) merupakan suatu kegiatan
dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan.
b) Pelaksanaan manajemen Puskesmas dalam penyelenggaraan kegiatan, terdiri
dari:
 Proses penyusunan perencanaan, pelaksanaan lokakarya mini dan
pelaksanaan penilaian kinerja.
 Manajemen sumber daya termasuk manajemen alat, obat, keuangan, dan
lainnya.
c) Mutu pelayanan Puskesmas, terdiri dari:
 Penilaian input pelayanan berdasarkan standar yang ditetapkan.
 Penilaian proses pelayanan dengan menilai tingkat kepatuhannya
terhadap standar pelayanan yang telah ditetepkan.
 Penilaian output pelayanan berdasarkan upaya kesehatan yang
diselenggarakan.
Penilaian outcome pelayanan puskesmas dapat melalui pengukuran tingkat
kepuasan pengguna jasa pelayanan Puskesmas. (20)

Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman


penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban
dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas,
cepat, mudah, terjangkau dan terukur. Standar pelayanan meliputi persyaratan, sistem
mekanisme dan prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan,
sarana prasarana dan/atau fasilitas, kompetensi pelaksana, pengawasan internal,
penanganan pengaduan, saran dan masukan, jumlah pelaksana, jaminan pelayanan yang
memberikan kepastian pelayanan, jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan serta
evaluasi kinerja pelaksana. Standar pelayanan wajib dipublikasikan dalam Maklumat
Pelayanan, yang merupakan pernyataan kesanggupan penyelenggara pelayanan untuk
melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan, dalam
penetapan standar pelayanan wajib melibatkan masyarakat.(4) Pelaksanaan penilaian
dimulai dari tingkat Puskesmas karena setiap Puseksmas melakukan penilaian
kinerjanya secara mandiri, kemudian verifikasi hasil yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan. Tujuan diadakannya Penilaian Kinerja Puskesmas sendiri yaitu untuk
tercapainya tingkat kinerja yang berkualitas secara optimal dalam mendukung
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan.(4)
Instrumen Penilaian Pedoman Penilaian Kinerja Unit Pelayanan dapat dirinci
sebagai berikut:(4)

1. Visi, misi dan motto pelayanan

a. Adanya visi dan misi yang dijabarkan dalam perencanaan (Renstra, Renja)
yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Dalam kenyataan di lapangan (unit pelayanan publik)
perlu diperoleh/didapatkan rumusan visi dan misi serta dokumen
perencanaan (Renstra dan Renja). Di lapangan perlu memperoleh penjelasan
pimpinan atau yang mewakili unit pelayanan publik tentang: penjabaran visi
dan misi dimaksud dalam perencanaan strategis ataupun perencanaan kinerja
unit pelayanan; pokok-pokok substansi undang-undang tentang pelayanan
publik yang diacu dalam rumusan visi dan misi unit pelayanan yang dinilai.
Dilakukan analisis keselarasan visi dan misi terhadap tugas pokok dan
fungsinya, serta penjabarannya kedalam perencanaan (Renstra dan Renja)
unit pelayanan publik sera pokok-pokok substansi undang-undang tentang
pelayanan publik.
b. Penetapan motto pelayanan yang mampu memotivasi pegawai untuk
memberikan pelayanan terbaik. Di lapangan diperoleh atau didapatkan
rumusan motto pelayanan dan minta penjelasan pimpinan unit pelayanan,
apakah motto dapat mempengaruhi motivasi unit pelayanan yang dinilai.
Dilakukan pengamatan singkat terhadap perilaku pelaksana dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
c. Motto pelayanan diumumkan secara luas kepada pengguna pelayanan.
Media apa saja yang dipergunakan untuk menyebarluaskan motto unit
pelayanan publik. Dimintakan penjelasan kepada pimpinan atau yang
mewakili unit pelayanan serta dari penerima pelayanan tentang
penyebarluasan motto pelayanan.
2. Standar Pelayanan dan Maklumat Pelayanan Dalam rangka memberikan
kepastian, meningkatan kualitas, dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan selaras dengan kemampuan penyelenggara untuk mendapatkan
kerpercayaan masyarakat, maka penyelenggara pelayanan perlu menyusun,
menetapkan, dan menerapkan standar pelaanan, dengan indikator sebagai
berikut:
a. Penyusunan, penetapan, dan penerapan standar pelayanan yang mengacu
pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Di
lapangan dilakukan pengecekan apakah dalam penyusunan standar
pelayanan melibatkan masyarakat. Ada berapa komponen yang terdapat
dalam standar pelayanan. Peroleh soft copy dan hard copy terkait standar
pelayanan dan dimintakan keterangan kepada pimpinan atau yang mewakili
unit pelayanan.
b. Maklumat Pelayanan yang dipublikasikan. Di lapangan dapatkan soft copy
dan hard copy maklumat pelayanan dan dokumentasi penyebarluasannya,
seperti pemampangan/pemuatan maklumat pelayanan di area lingkungan unit
pelayanan, situs unit pelayanan/ instansi, media cetak, media radio atau
media TV; Pencatuman maklumat pelayanan dalam dokumen Renstra/Renja
unit pelayanan; Laporan sosialisasi maklumat pelayanan kepada pelaksana
atau masyarakat. Peroleh penjelasan ringkas dan relevan dari pimpinan atau
yang mewakili unit pelayanan yang dinilai tentang metode dan media
penyebarluasan maklumat pelayanan. Lakukan pengamatan atas
penyebarluasan maklumat pelayanan dimaksud. Buat kesimpulan atas hasil
langkah-langkah di atas dalam kertas kerja terkait maklumat pelayanan.
3. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur Komponen ini berkaitan dengan sistem dan
prosedur baku dalam mendukung pengelolaan pelayanan yang efektif dan efisien
untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna pelayanan. Sistem
dan prosedur baku meliputi Standar Operasional Prosedur dengan indikator
sebagai berikut:
a. Memiliki sertifikasi ISO 9001:2008 dalam menyelenggarakan pelayanan
publik dengan ruang lingkup semua jenis mengacu pada Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
b. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) namun tidak memiliki
sertifikat ISO 9001:2008.
c. Penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP).
d. Penetapan uraian tugas yang jelas.
4. Sumber Daya Manusia. Komponen ini berkaitan dengan profesionalisme
pegawai, yang meliputi sikap dan perilaku, keterampilan, kepekaan dan
kedisiplinan. Dengan indikator sebagai berikut:
a. Penetapan dan penerapan pedoman kode etik pegawai;
b. Sikap dan perilaku pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna
layanan;
c. Tingkat kedisiplinan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna
pelayanan;
d. Tingkat kepekaan/respon pegawai dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna layanan;
e. Tingkat keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna
layanan.
f. Penetapan kebijakan pengembangan pegawai dalam rangka peningkatan
keterampilan/profesionalisme pegawai dengan tujuan meningkatkan kualitas
pelayanan kepada pengguna pelayanan.

5. Sarana dan Prasarana Pelayanan Komponen ini berkaitan dengan daya guna
sarana dan prasarana pelayanan yang dimiliki, dengan indikator sebagai berikut:
a. Sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk proses pelayanan telah
didayagunakan secara optimal;
b. Sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia memberikan kenyamanan
kepada pengguna layanan (perhatikan kebersihan, kesederhanaan,
kelayakan dan kemanfaatan);
c. Sarana pengaduan (kotak pengaduan, loket pengaduan, telepon tol, email
dan lainnya).
6. Penanganan Pengaduan Komponen ini berkaitan dengan sistem dan pola
penanganan pengaduan serta bagaimana penyelesaian terhadap pengaduan
tersebut sesuai aturan yang berlaku, dengan indikator sebagai berikut:
a. Sistem/prosedur pengelolaan pengguna layanan;
b. Petugas khusus/unit yang menangani pengelolaan pengaduan;
c. Persentase jumlah pengaduan yang dapat diselesaikan.
7. Indeks Kepuasan Masyarakat Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
diperlukan untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat secara berkala dan
mengetahui kecenderungan kinerja pelayanan pada masing-masing unit
pelayanan instansi penerima dari waktu ke waktu. Komponen ini berkaitan
dengan pelaksanaan survey IKM, metode yang digunakan, skor yang diperoleh,
serta tindak lanjut dari hasil pelaksanaan survey IKM. Indikator penilaian ini
meliputi:

a. Pelaksanaan survey IKM dalam periode tertentu;


b. Rata-rata skor IKM yang diperoleh;
c. Tindak lanjut dari hasil survei IKM;
d. Di lapangan peroleh atau dapatkan soft copy dan hard copy laporan hasil
penyusunan indeks kepuasan masyarakat. Berapa jenis pelayanan yang
dilakukan survey dan lakukan analisis pelaksanaan dan hasil survey
IKM. Susun kesimpulan terkait dengan survey kepuasan masyarakat.
8. Produktivitas dalam pencapaian target pelayanan. Komponen ini berkaitan
dengan penentuan target pelayanan serta tingkat pencapaian target tersebut.
Dengan indikator sebagai berikut:
a. Penetapan target kinerja pelayanan;
b. Tingkat Pencapaian target kinerja;
Di lapangan, peroleh atau dapatkan dan telaah target kinerja pelayanan yang telah
dtetatapkan. Susun catatan atau kesimpulan hasil telaahan atas target kinerja pelayanan
yang telah ditetapkan.
BAB II

PERMASALAHAN KINERJA ORGANISASI DI PUSKESMAS

A. Permasalahan Kinerja Organisasi Puskesmas di Indonesia


Kinerja organisasi merupakan suatu konsep yang berasal dari teori manajemen
(George et al., 2019).(21) Proses pengukuran kinerja suatu organisasi berasal dari
dimensi yang berbeda, meliputi sumber dan jenis data yang digunakan untuk
menilai efektivitas kinerja di organisasi. Objektivitas dalam melakukan penilaian
kinerja sangat dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan agar tercipta efektivitas kinerja
yang produktif dan dapat mewujudkan tujuan akhir yang sesuai dengan visi dan
misi organisasi. Begitu pula dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang
berkualitas, kegiatan pelayanan yang disediakan oleh penyelenggara layanan
kesehatan bagi masyarakat harus mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan
kepuasan kepada masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan.(21)

1. Pelatihan dan Pendidikan


Pelatihan dan pendidikan merupakan kegiatan untuk meningkatkan kompetensi
tenaga puskesmas dalam menunjang kegiatan dan pelaksanaan program puskesmas.
Pelatihan dan pendidikan sangat penting dilakukan kepada tenaga kesehatan karena
dengan adanya pelatihan yang diberikan dapat membantu tenaga kesehatan untuk
melakukan tindakan yang harus dilakukan dan memberikan pengetahuan atau
informasi baru kepada tenaga kesehatan agar tenaga kesehatan bisa menjadi tenaga
kesehatan yang terlatih (Luh, 2016).(22)

Puskesmas dengan kinerja baik memiliki tenaga puskesmas yang sebagian besar
sudah memenuhi mengikuti pelatihan dan pendidikan dimana lebih banyak
dibanding dengan puskesmas dengan kinerja cukup dan kinerja kurang. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor pelatihan dan pendidikan tenaga puskesmas mampu
meningkatkan kinerja puskesmas. Pelatihan dan pendidikan tenaga puskesmas ini
dilaksanakan secara merata tanpa membedakan tipe puskesmas.(22)

2. Sarana dan Prasarana


Sarana yang belum tersedia pada beberapa puskesmas misalnya adalah
kendaraan ambulans, maka dari itu untuk menggantikan ambulans sebagai salah
satu fasilitas pelayanan bagi masyarakat, puskesmas menggunakan kendaraan
puskesmas keliling. Selain itu, sarana seperti pengendali kebisingan dan proteksi
petir pada beberapa puskesmas belum tersedia, namun kedua sarana ini memang
tidak secara langsung mempengaruhi proses pelayanan yang ada di puskesmas,
sehingga ketersediaannya belum menjadi prioritas bagi puskesmas.(22) Pada
beberapa puskesmas prasarana belum tersedia sesuai dengan SOP seperti satu
ruangan yang masih digunakan untuk dua pelayanan seperti ruangan promosi
kesehatan yang dijadikan satu dengan ruang kesehatan lingkungan serta belum
adanya ruang sterilisasi khusus.(22)

Pada puskesmas yang belum memiliki ruang sterilisasi khusus, maka digunakan
alat sterilisator yang ditempatkan di masing-masing unit pelayanan, seperti pada
ruang pemeriksaaan umum, ruang gigi, ruang persalinan serta laboratorium.
Keterbatasan prasarana ini tidak menjadi hambatan bagi puskesmas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Akan tetapi masing-masing puskesmas
harus tetap mengoptimalkan prasarana yang dimiliki untuk meningkatkan kinerja
puskesmas.(22)

3. Kondisi Lingkungan Fisik


Kondisi lingkungan fisik merupakan keadaan lingkungan disekitar puskesmas.
Terdapat beberapa puskesmas yang memiliki kondisi lingkungan fisik seperti
daerah rawan banjir serta dekat dengan daerah industri yang dapat mempengaruhi
tingkat kebisingan. Beberapa puskesmas tersebut menyatakan bahwa kondisi
lingkungan di sekitarnya tersebut menghambat berjalannya program dan pelayanan
pada masyarakat.(22) Kondisi fisik ini juga menjadi sangat penting karena dapat
mempengaruhi kepuasan pasien dan berhubungan dengan ketersediaan pasien untuk
mendapatkan pelayanan berikutnya. Serta kondisi lingkungan fisik juga mampu
mempengaruhi pembiayan pengembangan sebuah daerah terkait dengan akses dan
situs jaringan yang digunakan.(22)

4. Teknologi
Teknologi merupakan salah satu penunjang pelayanan puskesmas yang
digunakan saat ini. Teknologi ini berupa Sistem Informasi Manajemen Puskesmas
atau SIMPUS dalam membantu pendataan pasien secara online. Puskesmas dengan
kinerja baik dan dengan teknologi memenuhi ketentuan pengelolaan memiliki
jumlah lebih banyak dibanding dengan puskesmas yang memiliki kinerja kurang
dan cukup yang tidak memenuhi ketentuan pengelolaan teknologi.(22) Namun,
beberapa puskesmas memiliki jumlah pengelola SIMPUS yang belum sesuai
dengan ketentuan, yaitu minimal 2 orang. Hal ini menyebabkan pelayanan menjadi
kurang maksimal. Beberapa puskesmas menyatakan bahwa petugas sering
mengalami kewalahan dalam proses pendataan, karena banyaknya pasien yang
berkunjung.(22)

5. Kemampuan Sumber Daya Manusia


Pelayanan puskesmas diharapkan selalu mengalami peningkatan di setiap
tahunnya. Hal ini tidak lepas dari kompetensi dan kemampuan SDM yang juga
harus ditingkatkan, agar mampu memberikan pelayanan yang prima bagi
masyarakat dan mampu menyesuaikan dengan berkembangan teknologi.(22)
Kesesuaian jabatan dengan pendidikan SDM akan mampu memberikan kontribusi
yang maksimal bagi puskesmas. Dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan
lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan (Mangkunegara, 2016).(22) Sebuah
organisasi dijalankan langung oleh sumber daya manusia yang direncanakan dan
dikoordinasikan untuk memenuhi tujuan organisasi, baik untuk menghasilkan
sebuah barang ataupun jasa yang dimiliki.(22)

6. Ketersediaan Dana
Sumber dana merupakan faktor yang sangat penting bagi sebuah organisasi
termasuk organisasi pelayanan kesehatan seperti puskesmas. Seluruh puskesmas
baik rawat inap maupun non rawat inap mendapatkan dana sesuai dengan usulan
yang telah disusun dan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota, dimana
jumlahnya disesuaikan dengan program dan kebutuhan bagi masing-masing
puskesmas.(22) Beberapa puskesmas juga menyatakan bahwa untuk dana APBN
yang diberikan pemerintah dikelola oleh Dinas Kesehatan Kota dalam
penyelenggaraan sarana dan prasarana puskesmas sehingga cukup menghambat
proses pelayanan dan program puskesmas.(22)
7. Kepemimpinan
Baik atau buruk sebuah organisasi, salah satunya adalah bergantung pada peran
pemimpin, begitu juga peran kepala puskesmas dalam memimpin organisasi
puskesmas. Kinerja puskesmas yang baik, memiliki lebih banyak kepala puskesmas
yang aktif dibanding dengan puskesmas dengan kinerja kurang dan cukup. Kepala
puskesmas memiliki peran dalam melakukan pengorganisasian, pengawasan serta
evaluasi puskesmas.(23) Ketiga peran ini sudah tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI tentang Pedoman Manajemen Puskesmas, dan terdapat 20 peran yang
harus dilaksanakan oleh kepala puskesmas dalam mendukung manajemen
puskesmas.(23)

Dari beberapa puskesmas dengan kepala puskesmas yang aktif, dalam hal ini
aktif berarti mampu melaksanakan kegiatan secara inovatif dan kreatif salah
satunya adalah melaksanakan kegiatan pengkajian bakat minat bagi tenaga
puskesmas, sehinga pengorganisasian puskesmas lebih terarah dan tepat. Selain itu
kepala puskesmas aktif dalam membentuk tim manajemen puskesmas,
melaksanakan analisa situasi serta melaksanakan pengawasan dan pengendalian
aktivitas yang ada di puskesmas secara rutin.(23)

B. Permasalahan Kinerja Organisasi Puskesmas di Jambi


Kepemimpinan memiliki peran yang sangat penting dalam suatu organisasi
karena pemimpin dapat mempengaruhi perilaku pegawai dalam bekerja untuk
mendorong tercapainya tujuan dari organisasi itu sendiri tanpa mengabaikan
kepuasan pegawai (Makatumpias et al., 2017).(24) Peran kepemimpinan yang
dijalankan di Puskesmas untuk meningkatkan kinerja organisasi yaitu dengan
memperhatikan tiga aspek yaitu responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas. Hal
yang dilakukan untuk mewujudkan gaya kepemimpinan itu antara lain:
memberikan kepercayaan kepada staf untuk memecahkan masalah, menghargai
perbedaan individual dan kemampuan staf.(24) Namun dalam pelaksanaannya peran
kepemimpinan ini masih belum optimal sebab gaya kepemimpinan yang
transformasional dari pimpinan Puskesmas masih belum konsisten dilakukan dalam
setiap kegiatan sehingga berdampak pada semangat kerja staf Puskesmas yang
rendah. Berdasarkan hasil penelitian di Puskesmas se-Kota Jambi ini terdapat
beberapa hal yang diharapkan dari peran kepemimpinan terhadap kinerja organisasi
yang masih belum optimal yaitu pelatihan dan bimbingan kerja, keterlibatan dalam
pengambilan keputusan, serta pemberian reward dan punishment.(25)
Kegiatan pelatihan masih dirasakan kurang oleh staf Puskesmas secara kuantitas
yaitu yang berkaitan dengan kompetensi tenaga kesehatan. Masalah kesehatan
masyarakat yang terus berubah setiap tahun karena faktor lingkungan, genetik,
perilaku dan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan itu sendiri sehingga
menuntut kompetensi tenaga kesehatan yang juga harus meningkat. (25) Jika terjadi
ketidaksesuaian kompetensi tenaga kesehatan saat ini dengan perubahan penyakit
dan masalah kesehatan masyarakat maka dapat mengakibatkan kinerja organisasi
yang tidak baik pula karena tenaga kesehatan akan tidak bekerja efektif dan efisien.
Hal ini menjadikan pengelolaan pelatihan maupun bimbingan kerja kepada tenaga
kesehatan seperti di Puskesmas harus dikelola dengan baik agar setiap tahun ada
peningkatan kompetensi tenaga kesehatan serta mempersiapkan SDM Kesehatan
yang mampu menghadapi tantangan masalah Kesehatan di masa yang akan datang.
(25)
Menurut Makatumpias (2017) bahwa ada empat aspek kinerja yang perlu
diperhatikan oleh pimpinan dalam organisasi antara lain: (1) kesesuaian antara
SDM yang ada dengan jenis pekerjaan dan juga penguasaan tugas pokok dan fungsi
(Tupoksi); (2) standar produk atau jasa; (3) disiplin waktu kerja; (4) kerjasama dan
koordinasi dalam melaksanakan Tupoksi. Keterlibatan dalam pengambilan
keputusan.(26)

Dalam pengambilan keputusan di Puskesmas masih belum banyak melibatkan staf yaitu
dalam ketersediaan informasi terkini selama kegiatan organisasi dilaksanakan. (26) Aspek
karakteristik penduduk, lokasi kegiatan maupun waktu pelaksanaan kegiatan Puskesmas
yang berubah setiap tahun pada wilayah kerja Puskesmas sehingga mengharuskan
adanya informasi yang tepat dan jelas tentang kondisi di lapangan selama kegiatan.
Apabila keputusan dalam organisasi Puskesmas tidak diambil berdasarkan
pertimbangan masukan dari staf maka berpotensi terhambatnya kinerja organisasi. Hal
ini menjadikan informasi terkini dari staf yang melaksanakan kegiatan Puskesmas
tersebut sangatlah penting terutama dalam evaluasi proses dan hasil serta perencanaan
program selanjutnya.(26) Menurut Hardian (2017) bahwa tujuan dari pelibatan staf dalam
pengambilan keputusan yaitu menyempurnakan proses pengambilan keputusan, ada rasa
memiliki dan dukungan oleh staf terhadap suatu keputusan, serta memperoleh gambaran
yang lebih akurat tentang masalah yang sebenarnya terjadi di lapangan. Upaya yang
secara konsisten untuk memberikan reward kepada staf yang berprestasi dapat
memotivasi staf yang lain untuk meningkatkan kinerjanya, sedangkan punishment yang
diterapkan dapat membantu staf untuk mengevaluasi kinerja dalam organisasi
Puskesmas tersebut.(26)
BAB III

KINERJA ORGANISASI TENAGA KESEHATAN

A. Kinerja Organisasi

Perencanaan kinerja merupakan salah satu komponen dalam sistem akuntabilitas


kinerja suatu instansi pemerintah yang cukup penting menjadi perhatian. Perencanaan
kinerja menetapkan sasaran kinerja instansi sehingga menjadi arah pelaksanaan program
dan kegiatan instansi. Perencanaan kinerja tingkat kementerian terdapat pada rencana
strategis kementerian yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk rencana aksi program
di tingkat Eselon I dan rencana aksi kegiatan di tingkat Eselon II. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/52/2015 tentang Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 telahdirevisi pada 29
Agustus 2017 menjadi Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
HK.01.07/Menkes/422/2017. Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah
Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi
masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung
dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan. Program Indonesia
Sehat dilaksanakan dengan tiga pilar utama yaitu paradigma sehat, penguatan pelayanan
kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. (27)

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 64 Tahun 2015 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Pusat Data dan Informasi
mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan dan
pemantauan evaluasi dan pelaporan di bidang pengelolaan data dan informasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tugas ini sejalan dengan sasaran
strategis Kementerian Kesehatan ke-6 dan ke-12 yaitu meningkatnya sinergitas antar
Kementerian/Lembaga dan meningkatkan sistem informasi kesehatan terintegras
(Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: HK.01.07/Menkes/422/2017 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019). Dan ditetapkan empat indikator
sebagai tolok ukur yaitu :


jumlah kabupaten/kota yang melaporkan data kesehatan prioritas

jumlah kabupaten/kota dengan jaringan komunikasi data untuk pelaksanaan e-
kesehatan

jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan pemetaan keluarga sehat

jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang menyampaikan laporan capaian SPM .
(27)

Kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi
tercapainya tujuan organisasi berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat
dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang
didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya”. (Surjadi, 2009).
Menurut Sobandi (2006) kinerja organisasi merupakan sesuatu yang telah
dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan
input, output, outcome, benefit, maupun impact. Perjanjian Kinerja 2019.
(28)
Sebagai penjabaran dari sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan
kesehatan telah ditetapkan target-target sasaran indikator kinerja yang tertuang
di dalam Perjanjian Kinerja tahun 2019. Perjanjian kinerja berisi tekad dalam
rencana kinerja tahunan yang akan dicapai antara pimpinan instansi
pemerintah/unit kerja yang menerima amanah/ tanggungjawab kinerja dengan
pihak yang memberikannya dan mempertanggungjawabkan atas keberhasilan
dan kegagalan dalam pencapaian target kinerja. Perjanjian Kinerja (PK) Pusat
Data dan Informasi tahun 2019 yang ditandatangani 31 Desember 2018
mengalami perubahan menyesuaikan dengan perubahan DIPA, dan PK revisi
ditandatangani tanggal 23 November 2019.(29)
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian sasaran/tujuan (Bastian, 2001) yang telah ditetapkan dengan
memperhitungkan elemen – elemen indikator berikut ini : Indikator kinerja
adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian. sasaran/tujuan (Bastian, 2001) yang telah ditetapkan dengan
memperhitungkan elemen – elemen indikator berikut ini : terhadap kinerja
organisasi adalah:

kepemimpinan

pemanfaatan teknologi informasi
1. implementasi struktur organisasi. Indikator masukan ( inputs ) adalah
segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan
produknya, baik barang atau jasa yang meliputi sumber daya manusia,
informasi, kebijakan dan sebagainya Kinerja organisasi selalu menjadi
ukuran keberhasilan kegiatan organisasi sehingga diperlukan metode yang
dapat mengukur kinerja tersebut (Kaplan dan Norton, 1996). Pentingnya
pengukuran kinerja secara tepat, menurut Keats dan Hitt (1988) dikarenakan
kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik definisi dan
pengukurannya. Dengan mengetahui kondisi kinerja maka organisasi dapat
melakukan revisi atas kebijakan-kebijakan yang tidak relevan sehingga
pencapaian dimasa yang akan datang akan lebih baik. Sementara itu, Li dan
Simerly (1998) mengatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan sesuatu
yang komplek dan merupakan tantangan besar bagi para peneliti karena
sebagai sebuah konstruk, kinerja bersifat multidimensional. Flak dan Dertz
(2005) mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang diperlukan dalam
kesuksesan kinerja adalahl:

komitmen top manajemen dan kepemimpinan

partisipasi pegawai dan manajer menengah

budaya kinerja yang baik

pelatihan dan pendidikan

membuatnya relatif sederhana, mudah digunakan dan dipahami, dan

kejelasan visi, strategi dan hasil.

Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Carmona dan Gronlund (2003) bahwa
faktor-faktor yang diduga akan berpengaruh.(28)
Anderson Pembelajaran organisasi adalah kemampuan untuk mengembangkan
pemikiran dan produktivitas melalui komitmen yang bertujuan untuk
melakukan perbaikan berkelanjutan dalam organisasi Pembelajaran Organisasi
adalah penggunaan proses pembelajaran secara sengaja pada tingkat individu,
kelompok, dan sistem untuk mentransformasikan organisasi secara
berkelanjutan, yang mana mengarah pada peningkatan kepuasan pemangku
kepentingan. Pembelajaran organisasi adalah proses menemukan kesalahan dan
masalah, kemudian menyelesaikan dan memperbaikinya. Pembelajaran
organisasi adalah proses yang terjadi dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan
meningkatkan kinerja dari waktu ke waktu. Manfaat pembelajaran organisasi
adalah meningkatkan kinerja organisasi terutama untuk pemberdayaan sumber
daya manusia jangka panjang, meningkatkan kreativitas dan inovasi, serta
mempercepat proses perubahan organisasi menuju pembelajaran organisasi.
Anderson et al. (1994).(30) mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan
kemampuan dari manajemen puncak untuk membangun, mempraktekkan serta
memimpin suatu visi jangka panjang bagi organisasi. Kepemimpinan yang tepat
diperlukan dalam membuat suatu kebijakan- kebijakan strategis yang
menentukan masa depan organisasi, termasuk penggunaan ukuran kinerja.
Pimpinan sering mengunakan pendekatan subjektif berkenaan ukuran kinerja.
Lipe dan Salterio (2000) dalam Carmona dan Salvador, (2003) mengatakan
bahwa pimpinan lebih suka menggunakan ukuran umum dan subjektif daripada
yang spesifik dalam melakukan penilaian kinerja organisasi Tujuan utama
pembelajaran organisasi adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
kinerja, yang memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan dan
meningkatkan jumlah penjualan, mencari dukungan, menciptakan,
mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan baru. Pembelajaran organisasi
dapat meningkatkan kapabilitas strategis dan memungkinkan perusahaan untuk
memperkuat keunggulan kompetitif dan memajukan kinerja. Konsep
pembelajaran organisasi sangat penting untuk mendorong kinerja jangka
panjang organisasi. Pengetahuan yang terkumpul melalui pembelajaran
organisasional menghasilkan dasar untuk pengetahuan di tingkat yang lebih
tinggi terkait dengan kinerja tinggi di tingkat organisasi. Hubungan antara
Pembelajaran Organisasi dan kinerja organisasi adalah kompleks, tetapi dengan
menggunakan sistem manajemen yang baik, dapat menghasilkan kinerja yang
lebih baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, artikel ini ditulis untuk
mengetahui implementasi pembelajaran organisasional di Puskesmas Gayungan
sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan yang telah terakreditasi sejak tahun
2015.
2. Indikator keluaran ( outputs ) adalah sesuatu yang diharapkan langsung
dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
3. Indikator hasil ( outcomes ) adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan
akhir dari pelaksanaan kegiatan.
4. Indikator dampak ( impacts ) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif
maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah
ditetapkan.(27)
Kinerja Organisasi Tenaga Kesehatan Pada Saat Situasi Pandemi Covid-19
dan Setelah Pandemi Covid-19
Pandemi Corona virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia telah
menyebabkan ketakutan yang kini dialami oleh sebagian besar masyarakat, tidak
terkecuali bagi para tenaga kesehatan. Resiko tenaga kesehatan tertular virus
sangat tinggi karena setiap hari mereka berinteraksi langsung dengan pasien
Covid-19 atau pasien dengan diagnose lain yang mungkin saja sudah terpapar
virus Covid-19 (komorbid). Awal munculnya kasus Covid-19 (dalam Infeksi
Emerging Kemkes RI, 2020) dilaporkan pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020
sebanyak 2 kasus, sementara itu update data kasus Covid-19 di Indonesia hingga
tanggal 20 April 2020 adalah 6.760 kasus konfirmasi, 590 kasus meninggal
(8,7%), 747 kasus sembuh (11,1%), 5.423 kasus dalam perawatan (80,2%).
Menurut gugus tugas Covid-19, kasus terbanyak dari Provinsi Jawa Timur yang
menyumbang prosentase tertinggi kedua dengan 408 kasus positif baru. Total di
Jawa Timur kasus positif mencapai 25.330 kasus dan penambahan kasus positif
baru masih terjadi meski Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(KEMENKES-RI) mencatat kesembuhan harian pasien Covid-19 bertambah
menjadi 1.646 kasus pada 09 Agustus 2020 dan total pasien sembuh sudah
menembus 80.952 kasus. Situasi pandemi corona virus disease (Covid-19)
seperti saat ini menjadi cerminan betapa kinerja
Para tenaga kesehatan patut diapresiasi karena tanggung jawab pekerjaan
mereka saat ini sangat besar. Keterbatasan personil dan meningkatnya jumlah
pasien membuat tenaga kesehatan harus bekerja lebih ekstra daripada
sebelumnya selain itu fasilitas yang mendukung aktivitas kerja juga masih
kurang baik, membuat pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tidak
maksimal sehingga jika berkelanjutan akan mempengaruhi kinerja tenaga
kesehatan yang berujung pada penurunan kualitas pelayanan Tenaga kesehatan
yang bekerja dengan penuh tanggung jawab, disiplin, serta taat pada peraturan
akan memberikan kontribusi kinerja yang positif bagi instansi kesehatan
tempatnya bekerja. Bekerja dalam konteks Covid-19 dapat menimbulkan
perasaan terstigma bagi para tenaga kesehatan, Stigma yang melekat pada
seseorang atau sekelompok orang tertentu seringkali membuat penerima stigma
menerima perlakuan diskriminatif dari kelompok mayoritas, sehingga mereka
merasa tertolak oleh lingkungannya. WHO (diakses pada 13 April 2020) juga
mengungkapkan bahwa beberapa tenaga kesehatan kemungkinan mendapat
pengalaman dihindari oleh keluarga atau komunitas mereka karena stigma atau
ketakutan (Bagcchi, 2020). Menurut Supriatna (2020), stigmatisasi saat ini
dialami oleh tenaga medis terjadi akibat pola pikir masyajrakat yang sempit serta
kurangnya pengetahuan terhadap tenaga kesehatan yang setiap saat berinteraksi
dengan pasien yang terindikasi postif Covid-19 sehingga berdampak bagi para
tenaga kesehatan yang mengalami penilaian dan persepsi negatif terhadap diri
sendiri atau dikenal sebagai perceived stigma. Rasa
Kerja organisasi tentu akan mempengaruhi pendekatan bekerja dari
masing- masing individu, pekerja dituntut untuk merubah pola pikir serta
efektivitas dalam bekerja agar bisa sesuai dengan cara kerja yang sudah di
tentukan. Stres kerja dan komitmen organisasi adalah beberapa faktor yang
menentukan sebagaimana efektif organisasi tersebut. Permasalahan yang di
alami adalah para pekerja yang bekerja dalam system yang sudah di
implementasi, hal ini yang menjadi permasalahan dikarenakan tidak adanya
dukungan jaringan dan sistem yang memadai bisa mempunyai dampak besar
terhadap para pekerja termasuk dalam hal kepuasan kerja apalagi dengan
pandemik Covid-19 lebih membatasi ruang kerja dari para pegawai yang
berdampak pada kepuasan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa
faktor-faktor tersebut dalam tingkat kepuasan kerja selama pandemi Covid-19.
Jenis penelitian dalam studi ini adalah Penelitian Asosiatif. Jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah 111 orang Pegawai Negeri Sipil di Kantor
Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe. Hasil dari penelitian ini
memperlihatkan bahwa Stres Kerja dan Komitmen Organisasi, berpengaruh
secara signifikan terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Negeri Sipil di Kantor
Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe. (28)
Pandemi virus Covid-19 telah menimbulkan tuntutan yang besar bagi
para pemimpin di semua sektor. Korban jiwa yang disebabkan oleh virus Covid-
19 telah menimbulkan ketakutan di kalangan para pekerja dan berbagai
pemangku kepentingan. Wabah virus berskala besar dan ketidakpastian yang
timbul akibat pandemi virus dapat menyulitkan para pemimpin untuk
mengatasinya. Pandemi virus Covid-19 telah berdampak pada budaya organisasi
perusahaan yang selama ini telah terbentuk. Kebijakan dari pemerintah pusat
maupun daerah yang dikeluarkan untuk menanggapi pandemi virus, maka
perusahaan harus mampu melakukan penyesuaian budaya organisasi dengan
kondisi saat ini. Membangun budaya organisasi yang tangguh dan relevan
dengan situasi dan kondisi saat ini merupakan salah satu cara yang paling efektif
untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan kondisi pandemi sehingga
perusahaan memiliki kemampuan yang cukup. Dengan harapan perusahaan agar
tetap unggul dan mampu bersaing pada masa ketidakpastian yang tinggi. Budaya
harus dapat disesuaikan dengan perubahan yang terjadi di sekitarnya.

CAPAIAN KINERJA DINAS KESEHATAN 5 TAHUN TERAKHIR


PROVINSI JAMBI

Capaian kinerja merupakan hasil pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja


dilakukan dengan membandingkan antara kinerja yang dicapai dengan kinerja yang
diharapkan. Indikator dan pengumpulan serta perangkuman data kinerja merupakan hal
yang penting dalam pengukuran kinerja. Indikator kinerja merupakan ukuran
keberhasilan yang menggambarkan terwujudnya kinerja, tercapainya hasil program dan
hasil kegiatan. Pengumpulan dan perangkuman data kinerja memperhatikan indikator
kinerja yang ditetapkan, frekuensi, pengumpulan data, penanggung jawab, mekanisme
perhitungan dan media yang digunakan. Capaian kinerja memberikan gambaran
keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran dan berdasarkan data
capaian dan kondisi terakhir yang diperolehCapaian kinerja organisasi untuk stiap
pernyataan kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja
organisasi. Untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis tersebut dilakukan analisis
capaian kinerja per setiap indikator:

Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Utama Dinas Kesehatan Provinsi Jambi
Tahun 2020(30)

1. Persentase ODHA baru ditemukan yang memulai pengobatan ARV

Tabel 3.2 Persentase ODHA Baru Ditemukan yang Memulai Pengobatan ARV
Tahun 2020(30)
Dari Tabel diatas diketahui capaian persentase ODHA baru ditemukan yang
memulai pengobatan ARV tahun 2020 sebesar 83% sudah mencapai bahkan melebihi
target yang ditentukan yaitu 77% dengan capaian kinerja 107,8%.(30)
2. Persentase Cakupan Penemuan dan Pengobatan TBC

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan


kesakitan, kecacatan, dan kematian yang tinggi sehingga perlu dilakukan upaya
penanggulangan. Penyelenggaraan Penanggulangan TBC perlu di dukung dengan upaya
mengembangkan dan memperkuat mekanisme koordinasi, serta kemitraan antara
pengelola program TB dengan instansi pemerintah lintas sektor dan lintas program, para
pemangku kepentingan, penyedia layanan, organisasi kemasyarakatan, asuransi
kesehatan, baik dipusat, provinsi maupun kabupaten/kota.(30)

Grafik 3.3 Capaian Persentase Cakupan Penemuan dan Pengobatan TBC Tahun
2020(30)

Dari grafik diatas didapat data capaian persentase cakupan penemuan dan
pengobatan TBC belum mencapai target (19%) dengan target (80%) serta capaian
kinerja (23%). Dibandingkan dengan capaian 4 tahun terakhir rata – rata capaian belum
mencapai target dari yang ditentukan hanya pada tahun 2019 yang sudah mencapai taget
(36%) dari taget (36%). Jika dibandingkan dengan Renstra capaian ini masih rendah
dari target nasional seperti yang tercantum di Strategi Nasional Penanggulangan
Tuberculosis di Indonesia 2020- 2024.(30)

3. Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap

Imunisasi merupakan salah satu upaya untuk mencegah penyebaran penyakit


menular dengan memberikan vaksin tertentu yang spesifik untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan secara aktif terhadap suatu penyakit. Pemberian
vaksin ini akan melindungi dari penularan penyakit tertentu sehingga bila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.
Program imunisasi sudah menjadi kegiatan rutin dan terintegrasi dalam pelayanan dasar
di Puskesmas, Rumah Sakit dan unit – unit pelayanan terpadu (Posyandu) serta telah
memberikan kontribusi dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian pada
bayi dan anak balita khususnya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Hal ini
akan cepat tercapai apabila cakupan imunisasi rutin (sasaran bayi, ibu hamil dan anak
sekolah) dapat dipertahankan tetap tinggi setiap tahun dan merata sampai ketingkat
desa/kelurahan(UCI Desa).(30)
Grafik 3.4 Capaian Persentase Anak Usia 0 – 11 Bulan yang Mendapatkan
Imunisasi Dasar Lengkap Tahun 2020(30)
4. Persentase Kasus Baru Kusta Tanpa Cacat
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit terabaikan (necleted disease),
sehingga sering sekali memang benar-benar terabaikan penemuan kasusnya oleh
petugas kesehatan terutama di kabupaten/kota yang sudah mencapai eliminasi kusta
(prevalensi < 1 per 10.000 penduduk) dengan kata lain jumlah kasusnya rendah.
Akibatnya di kabupaten/kota dengan eliminasi kusta, penemuan kasus secara intensif
tidak dilakukan. Kasus sebagian besar ditemukan oleh dokter praktek swasta dalam
keadaan sudah cacat akibat kusta.(30)
Grafik 3.5 Persentase Kasus Kusta Baru Tanpa Cacat Tahun 2020(30)

Dari table diatas didapatkan data capaian persentase kasus kusta tanpa cacat
sebesar 83,6% masih belum mencapai target 87% dengan capaian kinerja sebesar 96,1%
jika dibandingkan dengan tiga tahun terakhir Jika dibandingkan dengan target nasional
maka capaian ini masih dibawah nasional.(30)

5. Persentase Kasus Malaria Positif yang diobati sesuai standart

Grafik 3.6 Persentase Kasus Malaria Positif yang Diobati Sesuai Standar(30)
Dari grafik diatas diketahui capaian indikator persentase malaria yang diobati
sesuai standar tahun 2020 sebesar 95,52%, capaian ini telah melebihi dari target yang
diharapkan yaitu 95% dengan kinerja 100,5%.(30)
Grafik 3.7 Target dan capaian indikator persentase kasus malaria positif yang
diobati(30)

Dari grafik diatas diketahui capaian indikator persentase kasus malaria positif
yang diobati sesuai standar lima tahun terakhir telah mencapai target dimana pada tahun
2016 capaian indikator sebesar 95%, ditahun 2017 capaian sebesar 96%, ditahun 2018
capaian sebesar 100,2%, di tahun 2019 capaian sebesar 100% dan tahun 2020 capaian
sebesar 95,52%.(30)

Indikator ini telah mencapai target yang diharapkan yaitu 95%. Jika
dibandingkan dengan target Nasional (90%), maka capaian indikator kasus malaria
positif yang diobati sesuai standar di Provinsi sudah memenuhi target (on the track).(30)

6. Jumlah Kabupaten/Kota Melaksanakan Deteksi Dini Kanker

Grafik 3.8 Target dan capaian Jumlah Kabupaten / Kota Melaksanakan Deteksi
Dini Kanker Tahun 2020(30)
Dari Grafik diatas didapat data capaian jumlah kabupaten/kota melaksanakan
deteksi dini kanker tidak mencapai target (0 kab/kota) dengan target 8 kab/kota serta
capaian kinerja 0 %.(30)
7. Nilai Kinerja Pengganggaran

Tabel 3.9 Capaian Nilai kinerja penganggaran Tahun 2020(30)

Dari table dan grafik diatas diketahui capaian indikator npada satker dekonsentrasi
tahun 2020 telah mencapai bahkan melebihi target nasional yaitu 84,25% dari target
>80% dengan capaian kinerja 105,3%.(30)
BAB IV

KINERJA ORGANISASI

Kinerja organisasi merupakan keahlian organisasi yang bertujuan mencapai visi


misi dan sasarannya menggunakan sumber daya yang efektif dan efesien Secara umum
konsep kinerja organisasi didasarkan atas gagasan, di mana organisasi merupakan
kumpulan dari aset produktif, termasuk manusia, fisik dan sumber daya modal, untuk
(33)
maksud mencapai sebuah tujuan bersama (Carton dan Hofer 2006). Kinerja
organisasi dapat dipandang sebagai hasil dari suatu proses yang dilakukan oleh
individu-individu dalam organisasi sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Oleh
karena itu, dapat dikatakan bahwa kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan
merupakan faktor penting untuk mengukur tingkat kinerja organisasi jasa. Jika dalam
organisasi yang menghasilkan produk atau komoditas, maka pembeli menentukan
kelangsungan bisnis. Pembeli sebagai pelanggan harus dijaga melalui pelayanan yang
maksimal. Organisasi harus fokus pada kualitas layanan dan kepuasan pelanggan untuk
meningkatkan kinerja bisnis mereka.(34)

Kinerja organisasi mempertanyakan apakah tujuan atau misi organisasi sejalan


dengan kondisi ekonomi, politik dan budaya saat ini atau faktor realitas, apakah struktur
dan kebijakan mendukung kinerja yang diharapkan, apakah ada kepemimpinan, modal
dan mentor untuk mencapai misinya, kebijakan , budaya dan sistem Apakah intensitas
mendukung pencapaian kinerja yang diharapkan, dan apakah organisasi
mengembangkan dan mempertahankan kebijakan pemilihan, pelatihan, dan sumber
dayanya.(35)

Agar mencapai hasil kerja organisasi dengan maksimal, setiap organisasi harus
dapat berusaha memenuhi tujuannya dan memanfaatkan sumber daya yang ada diiringi
dengan menjamin keberlanjutan organisasi jangka panjang. Dapat dikatakan bahwa
kinerja organisasi dapat tercapai apabila tugas atau pekerjaan dilakukan secara efesien
dan efektif dan relevan dengan keinginan semua pemangku kepentingan (stakeholder).
Hal yang ditekankan bahwa komponen utama kinerja organisasi berupa pemahaman
pencapaian tujuan yang sesuai dengan target (efektif) dan menggunakan sumber daya
relatif sedikit (efisien) sebagai perilaku dalam manajemen operasional.(34)
Hambatan dalam Kinerja Organisasi Kesehatan di Jambi

Ada beberapa masalah atau hambatan yang mempengaruhi kinerja organisasi.


Pertama,budaya Organisasi.Menurut kelompok kami, Budaya organisasi sebagai pola
tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan sangat
berpengaruh dalam kinerja organisasi. Hal tersebut di karenakan pegawai yang telah
paham mengenai nilai-nilai yang ada di organisasi Kes akan menjadikan nilai-nilai
tersebuat menjadi sebuah kebiasaaa atau kepribadian dalam organisasi. Sehingga nilai
yang diyakini tersebut akan di terapkan pada perilaku keseharian mereka dalam
melakukan pekerjaan. Dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan teknologi,
strategi perusahaan dan logistik, masingmasing kinerja individu yang baik akan
menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula. Dalam organisasi kesehatan sendiri
jika budaya yang timbul secara turun temurun dalam organisasi tersebut kurang
baik,maka hal tersebut akan berdampak pada kinerja organisasi dan pegawai baru di
dalamnya sehingga tidak dapat mecapai tujuan yang sudah di tetapkan.

Kedua yakni Kepemimpinan dalam Organisasi.Pemimimpin merupakan


seseorang yang mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar
dan tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan Kerap kali memengaruhi suasana. Jika
Seorang pemimpin hanya menerima sedikit masukan atau saran yang diberikan dari
pegawainya tentunya akan berdampak pada terciptanya lingkungan yang penuh stres.
Dan jika gaya kepemimpinan yang transformasional dari pimpinan Puskesmas tidak
konsisten dilakukan dalam setiap kegiatan maka akan berdampak pada semangat kerja
staf Puskesmas yang rendah.Pemimpinan memiliki peran amat penting pada suatu
organisasi, hal itu disebabkan karena pemimpin dapat mempengaruhi perilaku pegawai
atau staf saat bekerja demi tercapainya tujuan dari organisasi tanpa berfikir dan
mengabaikan kepuasan dan kenyamanan pegawai . Peran kepemimpinan yang di
terapkan di Puskesmas agar tercapainya tujuan dan kinerja organisasi dapat dilakukan
dengan memperhatikan tiga aspek yaitu responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas.
Tindakan yang dapat dilakukan agar terciptanya kepemimpinan seperti itu yakni dengan
memberikan kepercayaan kepada pegawai dalam menghadapi masalah,menghargai
kemampuan serta perbedaan pada pegawai dan memberikan apresiasi kepada mereka.
Cara kepemimpinan ini harus diterapkan untuk kepentingan dan kemajuan puskesmas.
Ketiga, hal yang mengahambat kinerja Puskesmas adalah salah satunya sarana
& prasarana yang dimiliki oleh organisasi kesehatan tersebut. Jika sarana yang di miliki
tidak lengkap mulai dari tempat kerja yang tidak nyaman,teknologi yang tidak
mendukung tentunya akan berpengaruh terhadap kinerja organisasi atau puskesmas.
Karena teknologi adalah peralatan kerja dan cara kerja yang digunakan untuk
menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi kesehatan. Semakin
tinggi kualitas teknologi yang digunakan, maka semakin tinggi pula tingkat kinerja
organisasi. Selain itu, kualitas lingkungan fisik juga mempengaruhi kinerja organisasi
Kesehatan atau puskesmas seperti kenyamanan kerja, termasuk keselamatan kerja,
perencanaan ruang dan kebersihan dalam organisasi, juga akan mempengaruhi kinerja
organisasi. Dan terakhir yakni Faktor Perubahan Kebijakan. Menurut kelompok kami
perubahan kebijakan juga dapat berpengaruh karena sama seperti yang di jelaskan
dalam penjelasan kasus 3 & 4. Fungsi utama Puskesmas yang mengedepankan upaya
promotif dan preventif, termasuk di dalamnya penjangkauan (outreach) kepada
masyarakat juga menurun di era JKN. Sedangkan pada saat ini Puskesmas sangat fokus
pada upaya kuratif. Karena adanya perubahan kebijakan yang awalnya puskesmas focus
pada promotif dan preventif dan sekarang malah focus pada kuratif membuat penurunan
kinerja puskesmas menurun karena puskesmas mempunyai beban ganda.Dijelaskan
dalam kasus bahwa sejak era desentralisasi, banyak Puskemas tidak memenuhi standar,
terutama tenaga UKM. Dan padaa saat era JKN, beban kerja Puskesmas untuk UKP
meningkat signifikan yang awalnya puskesmas berfungsi untuk pencegahan dan
promosi daan malah bertukar menjadi menjadi “klinik pengobatan”. Dan hal itu
berdampak pada indikator program-program UKM (cakupan imunisasi dan ASI ekslusif
yang menurun, CPR KB dan CDR TB stagnan, serta penurunan stunting pada balita
tidak signifikan).

Solusi Masalah Kinerja Organisasi di Kota Jambi

Ketika terdapat masalah dalam organisasi kesehatan tentunya perlu jalan keluar
atau solusi untuk menyelesaikannya demi terwujudnya tujuan organisasi. Maka dari itu
berikut beberapa solusi dalam menyelesaikan masalah dalam Kinerja Organisasi :
1. Memilih pemimpin yang bijak
Gaya kepemimpinan (leadership style ) berpengaruh terhadap keberhasilan
dan peningkatan kinerja. Melalui gaya kepemimpinan seorang pemimpin
mengelola lembaga dan memotivasi karyawan guna untuk dapat
meningkatkan kinerjanya.
Style kepemimpinan atau gaya kepemimpinan mempengaruhi terhadap
keberhasilan serta kenaikan kinerja organisasi. Dikarenakan lewat gaya
kepemimpinan, seseorang pemimpin akan mengelola organisasi kesehatan
serta memotivasi karyawan guna untuk meningkatkan kinerja dari para
karyawannya. Gaya kepemimpinan yang tidak berakibat pada kinerja
organisasi merupakan gaya kepemimpinan yang tidak memiliki rencana
kerja, susah menerima masukan, tidak menguasai ataupun paham apa yang
wajib dikerjakan, kerap terjalin ketidakjelasan pekerjaan, hawa kerja yang
kurang kondusif, kurang disiplin, serta tidak terdapat pemberian motivasi,
kurang terdapatnya kontrol ataupun pengawasan.Gaya kepemimpinan yang
baik dan sukses merupakan gaya kepemimpinan yang berasal dari hati
nurani, nilai- nilai norma, etika, pemberian keyakinan, pengawasan, siap
menerima kritik, anjuran yang bertabiat membangun, kebebasan, tegas serta
menghormati kreativitas, inovasi serta motivasi.Gaya kepemimpinan yang
baik tersebut akan berdampak pada kenaikan kinerja pegawai pada
organisasi kesehatan.
2. Menghilangkan budaya buruk organisasi
Perubahan budaya organisasi seharusnya dapat dilakukan sejak dini
dikarenakan proses perubahan budaya organisasi kesehatan itu memerlukan
waktu yang cukup lama untuk memperoleh hasil. Jika semkain lama
organisasi tidak melakukan perubahan mengubah budaya yang buruk maka
kinerja organisasi akan sulit terpenuhi dan akan berdampak rendahnya
moral staf, pergantian staf tinggi, meningkatnya keluhan pasien dan
kehilangan peluang, rendahnya produktivitas, rendahnya respon terhadap
perubahan, mengikis kinerja organisasi serta perilaku dan praktik tidak sehat
di tempat kerja.Maka dari itu hal yang perlu dilakukan adalah berubah
sebelum kondisi yang tidak diinginkan mencapai proporsi yang tidak
terkelola.
3. Memfasilitasi sarana & Prasarana
Sarana dan Prasaran perlu di fasilitasi untuk terciptanya kinerja organisasi
yang baik. Teknologi yang makin canggih tentunya akan berdampak dalam
kefektifan kerja pegawai sehingga lebih efektif dan efesien. Karena
Teknologi itu merupakan peralatan kerja yang digunakan untuk
menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi kesehatan.
Dan semakin berkualitas dan canggih teknologi yang digunakan maka akan
semakin tinggi tingkat kinerja organisasi kesehatan atau puskesmas tersebut.
4. Menjadikan Perubahan sebagai budaya
Melakukan perubahan organisasi tidaklah mudah. Upaya perubahan
membutuhkan persiapan, kegigihan, dan kesabaran yang tidak
sebentar.Namun jika Perubahan dijadikan budaya dalam organisasi
kesehatan atau puskesmas maka hal tersebut akan membuat puskesmas itu
semakin maju karena dapat dengan cepat menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan yang baru.
5. Menciptakan visi dan strategi
Dengan menciptakan visi yang realistic sesuai dengan kebutuhan organisasi
dan strategi yang efektif guna membantu seluruh pegawai berhasil mencapai
perubahan. Visi dan strategi yang efektif tentunya akan membantu
puskesmas dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan demi
terciptanya kinerja organisasi yang sesuai harapan.

Peluang Kinerja Organisasi

Perubahan organisasi akan terus terjadi baik itu di pengaruhi factor internal
maupun eksternal. Puskesmas sebagai organisasi kesehatan harus mampu berubah dan
memanfaatkan peluang. Peluang ini berupa perubahan sesuai dengan kondisi yang
sekarang. Perubahan organisasi juga menjadi kebutuhan karena sifatnya ongoing
process bukan pada satu peristiwa tertentu. Dengan kita membudayakan perubahan
berarti organisasi harus dapat memanfaatkan seluruh sumber daya dan potensi potensi
organisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan yang dinamis. Puskesmas harus
dapat menjadikan setiap individu dalam organisasi bernilai dan menanakan mindset
bahwa setiap orang adalah penting dan setiap orang adalah agen dari perubahan.

Perubahan budaya Organisasi kesehatan atau puskesmas tentunya akan


membuat peningkatan kinerja puskesmas. Dengan memanfaatkan peluang yang ada
yakni mengubah budaya yang sebelumnya kurang baik menjadi baik seperti berhasil
menjaga budaya organisasi yang sehat diantara karyawannya dan menyesuaikan diri
dengan perubahan yang terjadi. Contohnya jika puskesmas tersebut menjadikan
perubahan sebagai budaya dan mempertahankan perubahan tentunya jika dalam masa
pandemic seperti sekarang puskesmas akan lebih cepat beradaptasi dalam menghadapi
situasi pandemic yang merupakan hal baru bagi dunia.

Pengukuran Kinerja Organisasi

Mengingat misi suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan tertentu yang
telah ditentukan sebelumnya, maka informasi tentang kinerja organisasi menjadi sangat
penting. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk menilai apakah
proses kerja organisasi yang dilakukan selama ini sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Namun pada kenyataannya, banyak organisasi yang kurang atau bahkan
sering tidak memiliki informasi tentang kinerja mereka di dalam organisasi. Untuk
mengevaluasi kinerja organisasi, tentunya diperlukan indikator atau standar yang dapat
mengukurnya secara jelas. Tanpa indikator dan standar yang jelas, tidak ada arah untuk
menentukan mana yang lebih efektif

Dalam Suatu organisasi Kesehatan , pengukuran kinerja Organisasi dapat


dilakukan dengan beberapa cara.

1) Prespektif keuangan.
Perspektif keuangan merupakan hal yang penting, hal tersebut dikarenakan
keuangan merupakan suatu keputusan ekonomi yang berdampak kepada
kemajuan oeganisasi kesehatan. Ukuran keuangan ini menunjukkan adanya
perencanaan, implementasi, serta evaluasi dari pelaksanaan strategi yang telah
ditetapkan.
2) Presprektif pasien.
Penilaian kinerja pasien ini sangat penting, karena jika pasien merasa puas maka
mereka akan kembali lagi ke puskesmas tersebut dan pasien tidak segan-segan
menceritakan pengalamannya kepada orang terdekatnya sehingga akan
mempengaruhi citra dari organisasi kesehatan tersebut. Dan jika kinerja
organisasi buruk maka akan berpengaruh kepada pelayanan sehinga pasien
merasa tidak puas dan citra organisasi juga akan buruk. Jadi pada intinya maju
atau mundurnya kinerja organisasi kesehatan sangat ditentukan oleh pelanggan
ini.
3) Pertumbuhan dan Pembelajaran.
Dalam organisasi kesehatan factor penilaian internal juga berpengaruh dalam
kinerja organisasi . Contohnya Kemampuan pekerja, tolok ukur yang dapat
digunakan untuk hal ini adalah tingkat kepuasan pekerja, tingkat perputaran
tenaga kerja, besarnya pendapatan perusahaan per karyawan, dan nilai tambah
dari tiap karyawan, Kemampuan sistem informasi, Motivasi.

Sedangkan menurut Bernardin (2000:89) mengemukakan terdapat 5 indikator untuk


mengukur kinerja organisasi yaitu : (35)

a) Produktivitas
Dengan mengukur tingkat efisiensi, efektifitas pelayanan dan tingkat pelayanan
publik dalam rangka mencapai hasil yang diharapkan.
b) Kualitas layanan
Dengan mengukur kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan.
c) Responsitas
Dengan mengukur kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan
program–program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat.
d) Responsibilitas
Menjelaskan atau mengukur kesesuaian pelaksanaan kegiatan organisasi publik
yang dilakukan dengan prinsip–prinsip administrasi yang benar atau sesuai
dengan kebijakan organisasi.
e) Akuntabilitas
Seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para
pejabat politik yang dipilih oleh rakyat atau ukuran yang menunjukkan tingkat
kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai–nilai atau norma
eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki para stakeholder.
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Penilaian
Mata Kuliah : MANAJEMEN SDM BIDANG KESEHATAN

SKS/Semester : 2 sks / 5 (LIMA)

Judul Penugasan : PEMECAHAN MASALAH BERBASIS KASUS

Nama Mahasiswa/Kelompok : …………………………………………………………….

…………………………………………………………….

…………………………………………………………….

…………………………………………………………….

…………………………………………………………….

…………………………………………………………….

…………………………………………………………….

Dosen : …………………………………………………………….

Penilaian :

No Kriteria Nilai Nilai yang


Maksimum diberikan

1 Kualitas landasan teori tentang 20


topik masalah yang dikemukakan.
makalah/hasil kajian
2 Ketepatan solusi yang ditawarkan 30
terhadap kasus
3 Ketepatan pembahasan tentang 20
kasus.
4 Ketepatan Isi dan kelengkapan 20
referensi
5 Kualitas penggunaan bahasa 10

Total 100

Komentar:

Anda mungkin juga menyukai