HUBAYBAH SKM.,MKM
Nama Dosen
RUMITA ENA SARI SKM., MKM
Tanggal
Pengumpulan 19 Oktober 2021
Terakhir
Keterangan:
Saya menyatakan bahwa tugas yang saya susun adalah hasil kerja sendiri. Materi
yang digunakan untuk pembuatan tugas ini dirangkum dari berbagai sumber dan
telah dicantumkan sumber bacaannya.
Tanggal 19/10/2021
(Elysa Oktrina M)
BAB I
1) Hallo effect
Jika seorang penilai membiarkan aspek tertentu dari kinerja pegawai
mempengaruhi aspek lainnya yang sedang dievaluasi,itu berubah menjadi
memengaruhi. Pendapat pribadi penilai mempengaruhi pengukuran kinerja
pegawai.
2) Kelunakan (Liniency)
Penilai yang tidak berpengalaman cenderung menilai pegawai dengan mudah
dengan memberikan nilai tinggi. Semua pegawai berkualitas dinilai tinggi untuk
menghindari adanya protes. Hal ini diinginkan karena membuat pegawai tampil
kompeten dengan skor yang tinggi.
3) Keketatan (Stricness)
Terkadang penilai memberikan penilain yang rendah kepada pegawai karena
mereka percaya bahwa tidak ada pegawai yang dapat mencapai tujuan seperti
yang diharapkan.
4) Kecenderungan Menengah
Penilai cenderung memberikan penilaian rata-rata kepada para pegawai
meskipun kinerja mereka bervariasi. Ini adalah strategi “main aman”. Penilai
mungkin memiliki peringkat waktu sulit yang terlalu tinggi atau terlalu rendah.
5) Keutamaan dan Kebaruan
Kejadian penilai mungkin menggunakan informasi awal untuk mennetukan
tingkatan pegawai. Lebih banyak informasi dikumpulkan untuk membantu
penilaian awal dan informasi yang belum pasti diabaikan.
6) Ramalan pemenuhan diri
Kandidat yang mendapat penilaian positif kan cenderung berkinerja lebih baik
dimasa depan daripada mereka yang awalnya mendapat penilaian rendah. Jenis
evaluasi ini mempengaruhi hubungan antara atasan dan bawahan. Berprestasi
tinggi menerima umpan balik yang lebih positif dan lebih percaya diri dalam
kemampuan mereka daripada yang berkinerja buruk.
Berdasarkan Rivai dan Basri (2005: 118-119), terdapat empat hambatan dalam
penilaian kinerja, terdiri dari: (4)
a) Hambatan Hukum
Penilaian kinerja harus terbebas dari diskriminasi yang tidak sah atau tidak legal.
Setiap terjadi kesalahan dalam proses pengambilan keputusan yang berdampak
pada aspek hukum dapat berakibat negatif bagi organisasi, sehingga
kemungkinan besar karyawan melakukan penuntutan perkara terkait dengan
hasil penilaian kinerja.
b) Hambatan Norma Sosial
Siapa yang berkinerja paling baik dalam organisasi?, siapa yang harus
dipertahankan jika kita harus mengurangi karyawan? dan siapa yang harus diberi
tugas khusus? adalah pernyataan fundamental yang paling sering muncul. Jenis
keputusan ini membutuhkan metode penilaian kinerja yang berdasarkan pada
norma yang tepat dan benar.
c) Hambatan Politis
Sistem penilaian kinerja memiliki kekuasaan yang sah untuk mempengaruhi
pemegang jabatan. Karyawan yang mempunyai jabatan lebih tinggi menilai
karyawan yang mempunyai jabatan lebih rendah. Penilaian kinerja lebih
mengarah pada konsekuensi formal misalnya adanya penghargaan dalam bentuk
uang, promosi dan pemecatan serta adanya konsekuensi informal dalam bentuk
kritik dan hak-hak istimewa tertentu.
d) Hambatan Pribadi
Dalam praktiknya, manajer dan karyawan telah mengajukan banyak keluhan
mengenai kinerja, antara lain:
Penilaian kinerja dilakukan oleh berbagai atasan dengan berbagai standar
yang berbeda.
Keengganan untuk menilai kebenaran, terutama apabila yang dinilai
adalah penilaian negatif.
Penilaian sering mengacu pada ciri-ciri kepribadian atau karakter
seseorang bukan pada bagaimana karyawan melakukan pekerjaannya.
Kurangnya komunikasi sehingga menimbulkan ketegangan karena
karyawan dan atasan kurang setuju dengan dengan standar penilaian
yang digunakan.
Penilaian jatuh pada rata-rata atau sedang meskipun kenyataannya
kurang memuaskan.
Feedback tentang seseorang sering tidak mendorong seseorang atau
karyawan berprestasi lebih baik, tetapi cenderung membuat sakit hati dan
akibatnya berprestasi lebih buruk.
Bila dalam penilaian digunakan wawancara, atasan cenderung sebagai
hakim, harusnya lebih sebagai konsultan dan pelatih.
a. Adanya visi dan misi yang dijabarkan dalam perencanaan (Renstra, Renja)
yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Dalam kenyataan di lapangan (unit pelayanan publik)
perlu diperoleh/didapatkan rumusan visi dan misi serta dokumen
perencanaan (Renstra dan Renja). Di lapangan perlu memperoleh penjelasan
pimpinan atau yang mewakili unit pelayanan publik tentang: penjabaran visi
dan misi dimaksud dalam perencanaan strategis ataupun perencanaan kinerja
unit pelayanan; pokok-pokok substansi undang-undang tentang pelayanan
publik yang diacu dalam rumusan visi dan misi unit pelayanan yang dinilai.
Dilakukan analisis keselarasan visi dan misi terhadap tugas pokok dan
fungsinya, serta penjabarannya kedalam perencanaan (Renstra dan Renja)
unit pelayanan publik sera pokok-pokok substansi undang-undang tentang
pelayanan publik.
b. Penetapan motto pelayanan yang mampu memotivasi pegawai untuk
memberikan pelayanan terbaik. Di lapangan diperoleh atau didapatkan
rumusan motto pelayanan dan minta penjelasan pimpinan unit pelayanan,
apakah motto dapat mempengaruhi motivasi unit pelayanan yang dinilai.
Dilakukan pengamatan singkat terhadap perilaku pelaksana dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
c. Motto pelayanan diumumkan secara luas kepada pengguna pelayanan.
Media apa saja yang dipergunakan untuk menyebarluaskan motto unit
pelayanan publik. Dimintakan penjelasan kepada pimpinan atau yang
mewakili unit pelayanan serta dari penerima pelayanan tentang
penyebarluasan motto pelayanan.
2. Standar Pelayanan dan Maklumat Pelayanan Dalam rangka memberikan
kepastian, meningkatan kualitas, dan kinerja pelayanan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan selaras dengan kemampuan penyelenggara untuk mendapatkan
kerpercayaan masyarakat, maka penyelenggara pelayanan perlu menyusun,
menetapkan, dan menerapkan standar pelaanan, dengan indikator sebagai
berikut:
a. Penyusunan, penetapan, dan penerapan standar pelayanan yang mengacu
pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Di
lapangan dilakukan pengecekan apakah dalam penyusunan standar
pelayanan melibatkan masyarakat. Ada berapa komponen yang terdapat
dalam standar pelayanan. Peroleh soft copy dan hard copy terkait standar
pelayanan dan dimintakan keterangan kepada pimpinan atau yang mewakili
unit pelayanan.
b. Maklumat Pelayanan yang dipublikasikan. Di lapangan dapatkan soft copy
dan hard copy maklumat pelayanan dan dokumentasi penyebarluasannya,
seperti pemampangan/pemuatan maklumat pelayanan di area lingkungan unit
pelayanan, situs unit pelayanan/ instansi, media cetak, media radio atau
media TV; Pencatuman maklumat pelayanan dalam dokumen Renstra/Renja
unit pelayanan; Laporan sosialisasi maklumat pelayanan kepada pelaksana
atau masyarakat. Peroleh penjelasan ringkas dan relevan dari pimpinan atau
yang mewakili unit pelayanan yang dinilai tentang metode dan media
penyebarluasan maklumat pelayanan. Lakukan pengamatan atas
penyebarluasan maklumat pelayanan dimaksud. Buat kesimpulan atas hasil
langkah-langkah di atas dalam kertas kerja terkait maklumat pelayanan.
3. Sistem, Mekanisme, dan Prosedur Komponen ini berkaitan dengan sistem dan
prosedur baku dalam mendukung pengelolaan pelayanan yang efektif dan efisien
untuk memberikan kepuasan kepada masyarakat pengguna pelayanan. Sistem
dan prosedur baku meliputi Standar Operasional Prosedur dengan indikator
sebagai berikut:
a. Memiliki sertifikasi ISO 9001:2008 dalam menyelenggarakan pelayanan
publik dengan ruang lingkup semua jenis mengacu pada Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
b. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu (SMM) namun tidak memiliki
sertifikat ISO 9001:2008.
c. Penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP).
d. Penetapan uraian tugas yang jelas.
4. Sumber Daya Manusia. Komponen ini berkaitan dengan profesionalisme
pegawai, yang meliputi sikap dan perilaku, keterampilan, kepekaan dan
kedisiplinan. Dengan indikator sebagai berikut:
a. Penetapan dan penerapan pedoman kode etik pegawai;
b. Sikap dan perilaku pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna
layanan;
c. Tingkat kedisiplinan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna
pelayanan;
d. Tingkat kepekaan/respon pegawai dalam memberikan pelayanan kepada
pengguna layanan;
e. Tingkat keterampilan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada pengguna
layanan.
f. Penetapan kebijakan pengembangan pegawai dalam rangka peningkatan
keterampilan/profesionalisme pegawai dengan tujuan meningkatkan kualitas
pelayanan kepada pengguna pelayanan.
5. Sarana dan Prasarana Pelayanan Komponen ini berkaitan dengan daya guna
sarana dan prasarana pelayanan yang dimiliki, dengan indikator sebagai berikut:
a. Sarana dan prasarana yang dipergunakan untuk proses pelayanan telah
didayagunakan secara optimal;
b. Sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia memberikan kenyamanan
kepada pengguna layanan (perhatikan kebersihan, kesederhanaan,
kelayakan dan kemanfaatan);
c. Sarana pengaduan (kotak pengaduan, loket pengaduan, telepon tol, email
dan lainnya).
6. Penanganan Pengaduan Komponen ini berkaitan dengan sistem dan pola
penanganan pengaduan serta bagaimana penyelesaian terhadap pengaduan
tersebut sesuai aturan yang berlaku, dengan indikator sebagai berikut:
a. Sistem/prosedur pengelolaan pengguna layanan;
b. Petugas khusus/unit yang menangani pengelolaan pengaduan;
c. Persentase jumlah pengaduan yang dapat diselesaikan.
7. Indeks Kepuasan Masyarakat Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
diperlukan untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat secara berkala dan
mengetahui kecenderungan kinerja pelayanan pada masing-masing unit
pelayanan instansi penerima dari waktu ke waktu. Komponen ini berkaitan
dengan pelaksanaan survey IKM, metode yang digunakan, skor yang diperoleh,
serta tindak lanjut dari hasil pelaksanaan survey IKM. Indikator penilaian ini
meliputi:
Puskesmas dengan kinerja baik memiliki tenaga puskesmas yang sebagian besar
sudah memenuhi mengikuti pelatihan dan pendidikan dimana lebih banyak
dibanding dengan puskesmas dengan kinerja cukup dan kinerja kurang. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor pelatihan dan pendidikan tenaga puskesmas mampu
meningkatkan kinerja puskesmas. Pelatihan dan pendidikan tenaga puskesmas ini
dilaksanakan secara merata tanpa membedakan tipe puskesmas.(22)
Pada puskesmas yang belum memiliki ruang sterilisasi khusus, maka digunakan
alat sterilisator yang ditempatkan di masing-masing unit pelayanan, seperti pada
ruang pemeriksaaan umum, ruang gigi, ruang persalinan serta laboratorium.
Keterbatasan prasarana ini tidak menjadi hambatan bagi puskesmas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Akan tetapi masing-masing puskesmas
harus tetap mengoptimalkan prasarana yang dimiliki untuk meningkatkan kinerja
puskesmas.(22)
4. Teknologi
Teknologi merupakan salah satu penunjang pelayanan puskesmas yang
digunakan saat ini. Teknologi ini berupa Sistem Informasi Manajemen Puskesmas
atau SIMPUS dalam membantu pendataan pasien secara online. Puskesmas dengan
kinerja baik dan dengan teknologi memenuhi ketentuan pengelolaan memiliki
jumlah lebih banyak dibanding dengan puskesmas yang memiliki kinerja kurang
dan cukup yang tidak memenuhi ketentuan pengelolaan teknologi.(22) Namun,
beberapa puskesmas memiliki jumlah pengelola SIMPUS yang belum sesuai
dengan ketentuan, yaitu minimal 2 orang. Hal ini menyebabkan pelayanan menjadi
kurang maksimal. Beberapa puskesmas menyatakan bahwa petugas sering
mengalami kewalahan dalam proses pendataan, karena banyaknya pasien yang
berkunjung.(22)
6. Ketersediaan Dana
Sumber dana merupakan faktor yang sangat penting bagi sebuah organisasi
termasuk organisasi pelayanan kesehatan seperti puskesmas. Seluruh puskesmas
baik rawat inap maupun non rawat inap mendapatkan dana sesuai dengan usulan
yang telah disusun dan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Kota, dimana
jumlahnya disesuaikan dengan program dan kebutuhan bagi masing-masing
puskesmas.(22) Beberapa puskesmas juga menyatakan bahwa untuk dana APBN
yang diberikan pemerintah dikelola oleh Dinas Kesehatan Kota dalam
penyelenggaraan sarana dan prasarana puskesmas sehingga cukup menghambat
proses pelayanan dan program puskesmas.(22)
7. Kepemimpinan
Baik atau buruk sebuah organisasi, salah satunya adalah bergantung pada peran
pemimpin, begitu juga peran kepala puskesmas dalam memimpin organisasi
puskesmas. Kinerja puskesmas yang baik, memiliki lebih banyak kepala puskesmas
yang aktif dibanding dengan puskesmas dengan kinerja kurang dan cukup. Kepala
puskesmas memiliki peran dalam melakukan pengorganisasian, pengawasan serta
evaluasi puskesmas.(23) Ketiga peran ini sudah tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI tentang Pedoman Manajemen Puskesmas, dan terdapat 20 peran yang
harus dilaksanakan oleh kepala puskesmas dalam mendukung manajemen
puskesmas.(23)
Dari beberapa puskesmas dengan kepala puskesmas yang aktif, dalam hal ini
aktif berarti mampu melaksanakan kegiatan secara inovatif dan kreatif salah
satunya adalah melaksanakan kegiatan pengkajian bakat minat bagi tenaga
puskesmas, sehinga pengorganisasian puskesmas lebih terarah dan tepat. Selain itu
kepala puskesmas aktif dalam membentuk tim manajemen puskesmas,
melaksanakan analisa situasi serta melaksanakan pengawasan dan pengendalian
aktivitas yang ada di puskesmas secara rutin.(23)
Dalam pengambilan keputusan di Puskesmas masih belum banyak melibatkan staf yaitu
dalam ketersediaan informasi terkini selama kegiatan organisasi dilaksanakan. (26) Aspek
karakteristik penduduk, lokasi kegiatan maupun waktu pelaksanaan kegiatan Puskesmas
yang berubah setiap tahun pada wilayah kerja Puskesmas sehingga mengharuskan
adanya informasi yang tepat dan jelas tentang kondisi di lapangan selama kegiatan.
Apabila keputusan dalam organisasi Puskesmas tidak diambil berdasarkan
pertimbangan masukan dari staf maka berpotensi terhambatnya kinerja organisasi. Hal
ini menjadikan informasi terkini dari staf yang melaksanakan kegiatan Puskesmas
tersebut sangatlah penting terutama dalam evaluasi proses dan hasil serta perencanaan
program selanjutnya.(26) Menurut Hardian (2017) bahwa tujuan dari pelibatan staf dalam
pengambilan keputusan yaitu menyempurnakan proses pengambilan keputusan, ada rasa
memiliki dan dukungan oleh staf terhadap suatu keputusan, serta memperoleh gambaran
yang lebih akurat tentang masalah yang sebenarnya terjadi di lapangan. Upaya yang
secara konsisten untuk memberikan reward kepada staf yang berprestasi dapat
memotivasi staf yang lain untuk meningkatkan kinerjanya, sedangkan punishment yang
diterapkan dapat membantu staf untuk mengevaluasi kinerja dalam organisasi
Puskesmas tersebut.(26)
BAB III
A. Kinerja Organisasi
jumlah kabupaten/kota yang melaporkan data kesehatan prioritas
jumlah kabupaten/kota dengan jaringan komunikasi data untuk pelaksanaan e-
kesehatan
jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan pemetaan keluarga sehat
jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang menyampaikan laporan capaian SPM .
(27)
Kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi
tercapainya tujuan organisasi berarti bahwa, kinerja suatu organisasi itu dapat
dilihat dari tingkatan sejauh mana organisasi dapat mencapai tujuan yang
didasarkan pada tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya”. (Surjadi, 2009).
Menurut Sobandi (2006) kinerja organisasi merupakan sesuatu yang telah
dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan
input, output, outcome, benefit, maupun impact. Perjanjian Kinerja 2019.
(28)
Sebagai penjabaran dari sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan
kesehatan telah ditetapkan target-target sasaran indikator kinerja yang tertuang
di dalam Perjanjian Kinerja tahun 2019. Perjanjian kinerja berisi tekad dalam
rencana kinerja tahunan yang akan dicapai antara pimpinan instansi
pemerintah/unit kerja yang menerima amanah/ tanggungjawab kinerja dengan
pihak yang memberikannya dan mempertanggungjawabkan atas keberhasilan
dan kegagalan dalam pencapaian target kinerja. Perjanjian Kinerja (PK) Pusat
Data dan Informasi tahun 2019 yang ditandatangani 31 Desember 2018
mengalami perubahan menyesuaikan dengan perubahan DIPA, dan PK revisi
ditandatangani tanggal 23 November 2019.(29)
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian sasaran/tujuan (Bastian, 2001) yang telah ditetapkan dengan
memperhitungkan elemen – elemen indikator berikut ini : Indikator kinerja
adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian. sasaran/tujuan (Bastian, 2001) yang telah ditetapkan dengan
memperhitungkan elemen – elemen indikator berikut ini : terhadap kinerja
organisasi adalah:
kepemimpinan
pemanfaatan teknologi informasi
1. implementasi struktur organisasi. Indikator masukan ( inputs ) adalah
segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan
produknya, baik barang atau jasa yang meliputi sumber daya manusia,
informasi, kebijakan dan sebagainya Kinerja organisasi selalu menjadi
ukuran keberhasilan kegiatan organisasi sehingga diperlukan metode yang
dapat mengukur kinerja tersebut (Kaplan dan Norton, 1996). Pentingnya
pengukuran kinerja secara tepat, menurut Keats dan Hitt (1988) dikarenakan
kinerja merupakan sebuah konsep yang sulit, baik definisi dan
pengukurannya. Dengan mengetahui kondisi kinerja maka organisasi dapat
melakukan revisi atas kebijakan-kebijakan yang tidak relevan sehingga
pencapaian dimasa yang akan datang akan lebih baik. Sementara itu, Li dan
Simerly (1998) mengatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan sesuatu
yang komplek dan merupakan tantangan besar bagi para peneliti karena
sebagai sebuah konstruk, kinerja bersifat multidimensional. Flak dan Dertz
(2005) mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang diperlukan dalam
kesuksesan kinerja adalahl:
komitmen top manajemen dan kepemimpinan
partisipasi pegawai dan manajer menengah
budaya kinerja yang baik
pelatihan dan pendidikan
membuatnya relatif sederhana, mudah digunakan dan dipahami, dan
kejelasan visi, strategi dan hasil.
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Carmona dan Gronlund (2003) bahwa
faktor-faktor yang diduga akan berpengaruh.(28)
Anderson Pembelajaran organisasi adalah kemampuan untuk mengembangkan
pemikiran dan produktivitas melalui komitmen yang bertujuan untuk
melakukan perbaikan berkelanjutan dalam organisasi Pembelajaran Organisasi
adalah penggunaan proses pembelajaran secara sengaja pada tingkat individu,
kelompok, dan sistem untuk mentransformasikan organisasi secara
berkelanjutan, yang mana mengarah pada peningkatan kepuasan pemangku
kepentingan. Pembelajaran organisasi adalah proses menemukan kesalahan dan
masalah, kemudian menyelesaikan dan memperbaikinya. Pembelajaran
organisasi adalah proses yang terjadi dengan menerapkan ilmu pengetahuan dan
meningkatkan kinerja dari waktu ke waktu. Manfaat pembelajaran organisasi
adalah meningkatkan kinerja organisasi terutama untuk pemberdayaan sumber
daya manusia jangka panjang, meningkatkan kreativitas dan inovasi, serta
mempercepat proses perubahan organisasi menuju pembelajaran organisasi.
Anderson et al. (1994).(30) mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan
kemampuan dari manajemen puncak untuk membangun, mempraktekkan serta
memimpin suatu visi jangka panjang bagi organisasi. Kepemimpinan yang tepat
diperlukan dalam membuat suatu kebijakan- kebijakan strategis yang
menentukan masa depan organisasi, termasuk penggunaan ukuran kinerja.
Pimpinan sering mengunakan pendekatan subjektif berkenaan ukuran kinerja.
Lipe dan Salterio (2000) dalam Carmona dan Salvador, (2003) mengatakan
bahwa pimpinan lebih suka menggunakan ukuran umum dan subjektif daripada
yang spesifik dalam melakukan penilaian kinerja organisasi Tujuan utama
pembelajaran organisasi adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
kinerja, yang memungkinkan perusahaan untuk mengembangkan dan
meningkatkan jumlah penjualan, mencari dukungan, menciptakan,
mempertahankan, dan menumbuhkan pelanggan baru. Pembelajaran organisasi
dapat meningkatkan kapabilitas strategis dan memungkinkan perusahaan untuk
memperkuat keunggulan kompetitif dan memajukan kinerja. Konsep
pembelajaran organisasi sangat penting untuk mendorong kinerja jangka
panjang organisasi. Pengetahuan yang terkumpul melalui pembelajaran
organisasional menghasilkan dasar untuk pengetahuan di tingkat yang lebih
tinggi terkait dengan kinerja tinggi di tingkat organisasi. Hubungan antara
Pembelajaran Organisasi dan kinerja organisasi adalah kompleks, tetapi dengan
menggunakan sistem manajemen yang baik, dapat menghasilkan kinerja yang
lebih baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, artikel ini ditulis untuk
mengetahui implementasi pembelajaran organisasional di Puskesmas Gayungan
sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan yang telah terakreditasi sejak tahun
2015.
2. Indikator keluaran ( outputs ) adalah sesuatu yang diharapkan langsung
dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
3. Indikator hasil ( outcomes ) adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan
akhir dari pelaksanaan kegiatan.
4. Indikator dampak ( impacts ) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif
maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah
ditetapkan.(27)
Kinerja Organisasi Tenaga Kesehatan Pada Saat Situasi Pandemi Covid-19
dan Setelah Pandemi Covid-19
Pandemi Corona virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia telah
menyebabkan ketakutan yang kini dialami oleh sebagian besar masyarakat, tidak
terkecuali bagi para tenaga kesehatan. Resiko tenaga kesehatan tertular virus
sangat tinggi karena setiap hari mereka berinteraksi langsung dengan pasien
Covid-19 atau pasien dengan diagnose lain yang mungkin saja sudah terpapar
virus Covid-19 (komorbid). Awal munculnya kasus Covid-19 (dalam Infeksi
Emerging Kemkes RI, 2020) dilaporkan pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020
sebanyak 2 kasus, sementara itu update data kasus Covid-19 di Indonesia hingga
tanggal 20 April 2020 adalah 6.760 kasus konfirmasi, 590 kasus meninggal
(8,7%), 747 kasus sembuh (11,1%), 5.423 kasus dalam perawatan (80,2%).
Menurut gugus tugas Covid-19, kasus terbanyak dari Provinsi Jawa Timur yang
menyumbang prosentase tertinggi kedua dengan 408 kasus positif baru. Total di
Jawa Timur kasus positif mencapai 25.330 kasus dan penambahan kasus positif
baru masih terjadi meski Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
(KEMENKES-RI) mencatat kesembuhan harian pasien Covid-19 bertambah
menjadi 1.646 kasus pada 09 Agustus 2020 dan total pasien sembuh sudah
menembus 80.952 kasus. Situasi pandemi corona virus disease (Covid-19)
seperti saat ini menjadi cerminan betapa kinerja
Para tenaga kesehatan patut diapresiasi karena tanggung jawab pekerjaan
mereka saat ini sangat besar. Keterbatasan personil dan meningkatnya jumlah
pasien membuat tenaga kesehatan harus bekerja lebih ekstra daripada
sebelumnya selain itu fasilitas yang mendukung aktivitas kerja juga masih
kurang baik, membuat pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tidak
maksimal sehingga jika berkelanjutan akan mempengaruhi kinerja tenaga
kesehatan yang berujung pada penurunan kualitas pelayanan Tenaga kesehatan
yang bekerja dengan penuh tanggung jawab, disiplin, serta taat pada peraturan
akan memberikan kontribusi kinerja yang positif bagi instansi kesehatan
tempatnya bekerja. Bekerja dalam konteks Covid-19 dapat menimbulkan
perasaan terstigma bagi para tenaga kesehatan, Stigma yang melekat pada
seseorang atau sekelompok orang tertentu seringkali membuat penerima stigma
menerima perlakuan diskriminatif dari kelompok mayoritas, sehingga mereka
merasa tertolak oleh lingkungannya. WHO (diakses pada 13 April 2020) juga
mengungkapkan bahwa beberapa tenaga kesehatan kemungkinan mendapat
pengalaman dihindari oleh keluarga atau komunitas mereka karena stigma atau
ketakutan (Bagcchi, 2020). Menurut Supriatna (2020), stigmatisasi saat ini
dialami oleh tenaga medis terjadi akibat pola pikir masyajrakat yang sempit serta
kurangnya pengetahuan terhadap tenaga kesehatan yang setiap saat berinteraksi
dengan pasien yang terindikasi postif Covid-19 sehingga berdampak bagi para
tenaga kesehatan yang mengalami penilaian dan persepsi negatif terhadap diri
sendiri atau dikenal sebagai perceived stigma. Rasa
Kerja organisasi tentu akan mempengaruhi pendekatan bekerja dari
masing- masing individu, pekerja dituntut untuk merubah pola pikir serta
efektivitas dalam bekerja agar bisa sesuai dengan cara kerja yang sudah di
tentukan. Stres kerja dan komitmen organisasi adalah beberapa faktor yang
menentukan sebagaimana efektif organisasi tersebut. Permasalahan yang di
alami adalah para pekerja yang bekerja dalam system yang sudah di
implementasi, hal ini yang menjadi permasalahan dikarenakan tidak adanya
dukungan jaringan dan sistem yang memadai bisa mempunyai dampak besar
terhadap para pekerja termasuk dalam hal kepuasan kerja apalagi dengan
pandemik Covid-19 lebih membatasi ruang kerja dari para pegawai yang
berdampak pada kepuasan kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa
faktor-faktor tersebut dalam tingkat kepuasan kerja selama pandemi Covid-19.
Jenis penelitian dalam studi ini adalah Penelitian Asosiatif. Jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah 111 orang Pegawai Negeri Sipil di Kantor
Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe. Hasil dari penelitian ini
memperlihatkan bahwa Stres Kerja dan Komitmen Organisasi, berpengaruh
secara signifikan terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Negeri Sipil di Kantor
Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Sangihe. (28)
Pandemi virus Covid-19 telah menimbulkan tuntutan yang besar bagi
para pemimpin di semua sektor. Korban jiwa yang disebabkan oleh virus Covid-
19 telah menimbulkan ketakutan di kalangan para pekerja dan berbagai
pemangku kepentingan. Wabah virus berskala besar dan ketidakpastian yang
timbul akibat pandemi virus dapat menyulitkan para pemimpin untuk
mengatasinya. Pandemi virus Covid-19 telah berdampak pada budaya organisasi
perusahaan yang selama ini telah terbentuk. Kebijakan dari pemerintah pusat
maupun daerah yang dikeluarkan untuk menanggapi pandemi virus, maka
perusahaan harus mampu melakukan penyesuaian budaya organisasi dengan
kondisi saat ini. Membangun budaya organisasi yang tangguh dan relevan
dengan situasi dan kondisi saat ini merupakan salah satu cara yang paling efektif
untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan kondisi pandemi sehingga
perusahaan memiliki kemampuan yang cukup. Dengan harapan perusahaan agar
tetap unggul dan mampu bersaing pada masa ketidakpastian yang tinggi. Budaya
harus dapat disesuaikan dengan perubahan yang terjadi di sekitarnya.
Tabel 3.1 Capaian Indikator Kinerja Utama Dinas Kesehatan Provinsi Jambi
Tahun 2020(30)
Tabel 3.2 Persentase ODHA Baru Ditemukan yang Memulai Pengobatan ARV
Tahun 2020(30)
Dari Tabel diatas diketahui capaian persentase ODHA baru ditemukan yang
memulai pengobatan ARV tahun 2020 sebesar 83% sudah mencapai bahkan melebihi
target yang ditentukan yaitu 77% dengan capaian kinerja 107,8%.(30)
2. Persentase Cakupan Penemuan dan Pengobatan TBC
Grafik 3.3 Capaian Persentase Cakupan Penemuan dan Pengobatan TBC Tahun
2020(30)
Dari grafik diatas didapat data capaian persentase cakupan penemuan dan
pengobatan TBC belum mencapai target (19%) dengan target (80%) serta capaian
kinerja (23%). Dibandingkan dengan capaian 4 tahun terakhir rata – rata capaian belum
mencapai target dari yang ditentukan hanya pada tahun 2019 yang sudah mencapai taget
(36%) dari taget (36%). Jika dibandingkan dengan Renstra capaian ini masih rendah
dari target nasional seperti yang tercantum di Strategi Nasional Penanggulangan
Tuberculosis di Indonesia 2020- 2024.(30)
3. Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap
Dari table diatas didapatkan data capaian persentase kasus kusta tanpa cacat
sebesar 83,6% masih belum mencapai target 87% dengan capaian kinerja sebesar 96,1%
jika dibandingkan dengan tiga tahun terakhir Jika dibandingkan dengan target nasional
maka capaian ini masih dibawah nasional.(30)
Grafik 3.6 Persentase Kasus Malaria Positif yang Diobati Sesuai Standar(30)
Dari grafik diatas diketahui capaian indikator persentase malaria yang diobati
sesuai standar tahun 2020 sebesar 95,52%, capaian ini telah melebihi dari target yang
diharapkan yaitu 95% dengan kinerja 100,5%.(30)
Grafik 3.7 Target dan capaian indikator persentase kasus malaria positif yang
diobati(30)
Dari grafik diatas diketahui capaian indikator persentase kasus malaria positif
yang diobati sesuai standar lima tahun terakhir telah mencapai target dimana pada tahun
2016 capaian indikator sebesar 95%, ditahun 2017 capaian sebesar 96%, ditahun 2018
capaian sebesar 100,2%, di tahun 2019 capaian sebesar 100% dan tahun 2020 capaian
sebesar 95,52%.(30)
Indikator ini telah mencapai target yang diharapkan yaitu 95%. Jika
dibandingkan dengan target Nasional (90%), maka capaian indikator kasus malaria
positif yang diobati sesuai standar di Provinsi sudah memenuhi target (on the track).(30)
Grafik 3.8 Target dan capaian Jumlah Kabupaten / Kota Melaksanakan Deteksi
Dini Kanker Tahun 2020(30)
Dari Grafik diatas didapat data capaian jumlah kabupaten/kota melaksanakan
deteksi dini kanker tidak mencapai target (0 kab/kota) dengan target 8 kab/kota serta
capaian kinerja 0 %.(30)
7. Nilai Kinerja Pengganggaran
Dari table dan grafik diatas diketahui capaian indikator npada satker dekonsentrasi
tahun 2020 telah mencapai bahkan melebihi target nasional yaitu 84,25% dari target
>80% dengan capaian kinerja 105,3%.(30)
BAB IV
KINERJA ORGANISASI
Agar mencapai hasil kerja organisasi dengan maksimal, setiap organisasi harus
dapat berusaha memenuhi tujuannya dan memanfaatkan sumber daya yang ada diiringi
dengan menjamin keberlanjutan organisasi jangka panjang. Dapat dikatakan bahwa
kinerja organisasi dapat tercapai apabila tugas atau pekerjaan dilakukan secara efesien
dan efektif dan relevan dengan keinginan semua pemangku kepentingan (stakeholder).
Hal yang ditekankan bahwa komponen utama kinerja organisasi berupa pemahaman
pencapaian tujuan yang sesuai dengan target (efektif) dan menggunakan sumber daya
relatif sedikit (efisien) sebagai perilaku dalam manajemen operasional.(34)
Hambatan dalam Kinerja Organisasi Kesehatan di Jambi
Ketika terdapat masalah dalam organisasi kesehatan tentunya perlu jalan keluar
atau solusi untuk menyelesaikannya demi terwujudnya tujuan organisasi. Maka dari itu
berikut beberapa solusi dalam menyelesaikan masalah dalam Kinerja Organisasi :
1. Memilih pemimpin yang bijak
Gaya kepemimpinan (leadership style ) berpengaruh terhadap keberhasilan
dan peningkatan kinerja. Melalui gaya kepemimpinan seorang pemimpin
mengelola lembaga dan memotivasi karyawan guna untuk dapat
meningkatkan kinerjanya.
Style kepemimpinan atau gaya kepemimpinan mempengaruhi terhadap
keberhasilan serta kenaikan kinerja organisasi. Dikarenakan lewat gaya
kepemimpinan, seseorang pemimpin akan mengelola organisasi kesehatan
serta memotivasi karyawan guna untuk meningkatkan kinerja dari para
karyawannya. Gaya kepemimpinan yang tidak berakibat pada kinerja
organisasi merupakan gaya kepemimpinan yang tidak memiliki rencana
kerja, susah menerima masukan, tidak menguasai ataupun paham apa yang
wajib dikerjakan, kerap terjalin ketidakjelasan pekerjaan, hawa kerja yang
kurang kondusif, kurang disiplin, serta tidak terdapat pemberian motivasi,
kurang terdapatnya kontrol ataupun pengawasan.Gaya kepemimpinan yang
baik dan sukses merupakan gaya kepemimpinan yang berasal dari hati
nurani, nilai- nilai norma, etika, pemberian keyakinan, pengawasan, siap
menerima kritik, anjuran yang bertabiat membangun, kebebasan, tegas serta
menghormati kreativitas, inovasi serta motivasi.Gaya kepemimpinan yang
baik tersebut akan berdampak pada kenaikan kinerja pegawai pada
organisasi kesehatan.
2. Menghilangkan budaya buruk organisasi
Perubahan budaya organisasi seharusnya dapat dilakukan sejak dini
dikarenakan proses perubahan budaya organisasi kesehatan itu memerlukan
waktu yang cukup lama untuk memperoleh hasil. Jika semkain lama
organisasi tidak melakukan perubahan mengubah budaya yang buruk maka
kinerja organisasi akan sulit terpenuhi dan akan berdampak rendahnya
moral staf, pergantian staf tinggi, meningkatnya keluhan pasien dan
kehilangan peluang, rendahnya produktivitas, rendahnya respon terhadap
perubahan, mengikis kinerja organisasi serta perilaku dan praktik tidak sehat
di tempat kerja.Maka dari itu hal yang perlu dilakukan adalah berubah
sebelum kondisi yang tidak diinginkan mencapai proporsi yang tidak
terkelola.
3. Memfasilitasi sarana & Prasarana
Sarana dan Prasaran perlu di fasilitasi untuk terciptanya kinerja organisasi
yang baik. Teknologi yang makin canggih tentunya akan berdampak dalam
kefektifan kerja pegawai sehingga lebih efektif dan efesien. Karena
Teknologi itu merupakan peralatan kerja yang digunakan untuk
menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi kesehatan.
Dan semakin berkualitas dan canggih teknologi yang digunakan maka akan
semakin tinggi tingkat kinerja organisasi kesehatan atau puskesmas tersebut.
4. Menjadikan Perubahan sebagai budaya
Melakukan perubahan organisasi tidaklah mudah. Upaya perubahan
membutuhkan persiapan, kegigihan, dan kesabaran yang tidak
sebentar.Namun jika Perubahan dijadikan budaya dalam organisasi
kesehatan atau puskesmas maka hal tersebut akan membuat puskesmas itu
semakin maju karena dapat dengan cepat menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan yang baru.
5. Menciptakan visi dan strategi
Dengan menciptakan visi yang realistic sesuai dengan kebutuhan organisasi
dan strategi yang efektif guna membantu seluruh pegawai berhasil mencapai
perubahan. Visi dan strategi yang efektif tentunya akan membantu
puskesmas dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan demi
terciptanya kinerja organisasi yang sesuai harapan.
Perubahan organisasi akan terus terjadi baik itu di pengaruhi factor internal
maupun eksternal. Puskesmas sebagai organisasi kesehatan harus mampu berubah dan
memanfaatkan peluang. Peluang ini berupa perubahan sesuai dengan kondisi yang
sekarang. Perubahan organisasi juga menjadi kebutuhan karena sifatnya ongoing
process bukan pada satu peristiwa tertentu. Dengan kita membudayakan perubahan
berarti organisasi harus dapat memanfaatkan seluruh sumber daya dan potensi potensi
organisasi untuk menghadapi perubahan lingkungan yang dinamis. Puskesmas harus
dapat menjadikan setiap individu dalam organisasi bernilai dan menanakan mindset
bahwa setiap orang adalah penting dan setiap orang adalah agen dari perubahan.
Mengingat misi suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan tertentu yang
telah ditentukan sebelumnya, maka informasi tentang kinerja organisasi menjadi sangat
penting. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk menilai apakah
proses kerja organisasi yang dilakukan selama ini sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Namun pada kenyataannya, banyak organisasi yang kurang atau bahkan
sering tidak memiliki informasi tentang kinerja mereka di dalam organisasi. Untuk
mengevaluasi kinerja organisasi, tentunya diperlukan indikator atau standar yang dapat
mengukurnya secara jelas. Tanpa indikator dan standar yang jelas, tidak ada arah untuk
menentukan mana yang lebih efektif
1) Prespektif keuangan.
Perspektif keuangan merupakan hal yang penting, hal tersebut dikarenakan
keuangan merupakan suatu keputusan ekonomi yang berdampak kepada
kemajuan oeganisasi kesehatan. Ukuran keuangan ini menunjukkan adanya
perencanaan, implementasi, serta evaluasi dari pelaksanaan strategi yang telah
ditetapkan.
2) Presprektif pasien.
Penilaian kinerja pasien ini sangat penting, karena jika pasien merasa puas maka
mereka akan kembali lagi ke puskesmas tersebut dan pasien tidak segan-segan
menceritakan pengalamannya kepada orang terdekatnya sehingga akan
mempengaruhi citra dari organisasi kesehatan tersebut. Dan jika kinerja
organisasi buruk maka akan berpengaruh kepada pelayanan sehinga pasien
merasa tidak puas dan citra organisasi juga akan buruk. Jadi pada intinya maju
atau mundurnya kinerja organisasi kesehatan sangat ditentukan oleh pelanggan
ini.
3) Pertumbuhan dan Pembelajaran.
Dalam organisasi kesehatan factor penilaian internal juga berpengaruh dalam
kinerja organisasi . Contohnya Kemampuan pekerja, tolok ukur yang dapat
digunakan untuk hal ini adalah tingkat kepuasan pekerja, tingkat perputaran
tenaga kerja, besarnya pendapatan perusahaan per karyawan, dan nilai tambah
dari tiap karyawan, Kemampuan sistem informasi, Motivasi.
a) Produktivitas
Dengan mengukur tingkat efisiensi, efektifitas pelayanan dan tingkat pelayanan
publik dalam rangka mencapai hasil yang diharapkan.
b) Kualitas layanan
Dengan mengukur kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan.
c) Responsitas
Dengan mengukur kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan
program–program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat.
d) Responsibilitas
Menjelaskan atau mengukur kesesuaian pelaksanaan kegiatan organisasi publik
yang dilakukan dengan prinsip–prinsip administrasi yang benar atau sesuai
dengan kebijakan organisasi.
e) Akuntabilitas
Seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para
pejabat politik yang dipilih oleh rakyat atau ukuran yang menunjukkan tingkat
kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai–nilai atau norma
eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki para stakeholder.
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Penilaian
Mata Kuliah : MANAJEMEN SDM BIDANG KESEHATAN
…………………………………………………………….
…………………………………………………………….
…………………………………………………………….
…………………………………………………………….
…………………………………………………………….
…………………………………………………………….
Dosen : …………………………………………………………….
Penilaian :
Total 100
Komentar: