Anda di halaman 1dari 9

213

OVER CAPACITY NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN,


FAKTOR PENYEBAB, IMPLIKASI NEGATIF, SERTA SOLUSI
DALAM UPAYA OPTIMALISASI PEMBINAAN NARAPIDANA

Angkasa
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
E-mail: drangkasa_64@yahoo.com

Abstract

Overcapacity happened because growth rate dweller of ill assorted prison with dwelling medium of
prison. Besides seems there are some other impeller factors to the happening of the paradigm
overcapacity or law factors of itself which tend to oriented institutional crime (prison).
Overcapacity tend to to have negative implication to some matters for example the lowering of
security storey;level / observation and also the happening of prisonization. Solution of overcapacity
convict in prison in the effort optimalization construction of convict in the effort optimalization
construction of convict for example with a few actions having the character of non-institutional in
the form of conditional crime, probation, suspended, compensation, restitution and also usage of
restorative justice.

Keyword: overcapacity, convict, justice restorative

Abstract

Overcapacity terjadi karena laju pertumbuhan penghuni lapas tidak sebanding dengan sarana hunian
lapas. Selain itu tampaknya terdapat beberapa faktor pendorong lain untuk terjadinya overcapacity
paradigma atau faktor hukumnya itu sendiri yang cenderung berorientasi pada pidana institusional
(penjara). Overcapacity cenderung berimplikasi negatif terhadap beberapa hal antara lain rendahnya
tingkat pengamanan/pengawasan serta terjadinya prisonisasi. Solusi overcapacity narapidana dalam
Lapas dalam upaya optimalisasi pembinaan narapidana dalam upaya optimalisasi pembinaan
narapidana antara lain dengan beberapa tindakan yang bersifat non-institutional berupa pidana
bersyarat, probation, pidana yang ditangguhkan, kompensasi, restitusi serta penggunaan restorative
justice.

Kata kunci: overcapacity, narapidana, restorative justice

Pendahuluan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Re-


Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) me- publik Indonesia No. 02-PK.04.10 Tahun 1990
rupakan institusi dari sub sistem peradilan Tentang Pola Pembinaan narapidana/tahanan,
pidana mempunyai fungsi strategis sebagai Lapas dalam sistem pemasyaraktan selain seba-
pelaksanaan pidana penjara dan sekaligus se- gai tempat pelaksanaan pidana penjara (ku-
bagai tempat bagi pembinaan narapidana se- rungan) juga mempunyai beberapa sasaran
bagaimana diamanatkan dalam Undang-undang srategis dalam pembangunan nasional. Tujuan
no 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. tersebut antara lain dinyatakan bahwa Lapas
Fungsi Lapas ini sesungguhnya sudah sangat mempunyai fungsi ganda yakni sebagai lembaga
berbeda dan jauh lebih baik dibandingkan de- pendidikan dan lembaga pembangunan.
ngan fungsi penjara jaman dahulu dengan dasar Sebagai lembaga pendidikan, Lapas men-
hukum Peraturan Penjara (Gestichten Reg- didik napi agar menjadi manusia yang ber-
lement S.1917 no. 708). kualitas, yaitu manusia yang beriman dan ber-
taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
214 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 3 September 2010

pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, 22 Lapas dan rutan di Jawa Barat mengalami
tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, overcapacity hingga 198% dengan jumlah napi
yang memiliki kesadaran beragama, bermasya- dan tahanan 15.662 orang. Tingkat hunian ini
rakat, berbangsa dan bernegara, memiliki ke- tergolong dalam daftar Lapas terpadat di In-
mampuan intelektual dan berkesadaran hukum. donesia.2 Contoh lain dapat dikemukakan kon-
Sebagai lembaga pembangunan, Lapas bertugas disi hunian Lapas Cipinang sebagaimana diung-
membentuk narapidana sebagai manusia pem- kapkan oleh Roy Marten mantan napi penghuni
bangunan yang produktif, baik selama di dalam Lapas tersebut yang menyebut bahwa daya
Lapas maupun setelah berada kembali di ma- muat 1.200 narapidana nyatanya dipadati lebih
syarakat serta ikut mensukseskan pembangun- dari 4.000 orang. 3
an. Fenomena tersebut di atas jelas bukan
Namun demikian dalam perjalanan waktu merupakan faktor kondusif bagi suatu proses
tampak jelas bahwa tujuan pembinaan napi ini pembinaan narapidana yang muaranya men-
banyak menghadapi hambatan dan berimplikasi capai tujuan pemidanaan yantara lain reinte-
pada kurang optimalnya bahkan dapat menuju grasi sosial dan dapat kembali diterima oleh
pada kegagalan fungsi sebagai lembaga pem- masyarakat serta dapan menjalankan perannya
binaan. Permasalahan mendasar yang tampak sebagai anggota masyarakat seperti anggota
riil adalah adanya kelebihan hunian (overcapa- masyarakat lainnya. Dalam beberapa politik
city) narapidana di Lapas-lapas hampir seluruh pemasyarakat bahkan diharapkan selepas kem-
Indoenasia. Hal ini diungkapkan antara lain bali hidup di masyarakat akan dapat menjadi
oleh mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia pembangunan dengan bekal pembina-
Manusia Andi Mattalatta, maupun Dirjen Pe- an yang diperoleh di di dalam Lapas selama
masyarakatan Departemen Hukum dan HAM menjalani pidana penjara.
Untung Sugiyono. Hal senada juga dikemukakan Berkaitan dengan hal tersebut maka be-
oleh beberapa mantan napi seperti halnya Roy berapa aspek yang berkaitan dengan over-
Marten maupun Sussongko Suhardjo, amatan capacity meliputi faktor penyebab, implikasi
Pelaksana Harian Sekretaris Jenderal Komisi negatif, serta solusi dalam upaya optimalisasi
Pemilihan Umum ketika menjalani masa pidana pembinaan narapidana menjadi penting untuk
penjara. dibicarakan sebagaimana yang tersaji dalam
Berdasarkan penjelasan Andi Mattalata, tulisan ini.
menyebutkan bahwa pada tahun 2008 peng-
huni Lapas di seluruh Indonesia mencapai Pembahasan
130.832 orang dengan rincian 54.307 tahanan Faktor Penyebab Overcapacity Narapidana
dan 76.525 napi. Jumlah tersebut sangat tidak dalam Lapas
seimbang dengan kapasitas lapas yang hanya Overcapacity terjadi karena laju pertum-
81.384 orang. Artinya terjadi overcapacity buhan penghuni lapas tidak sebanding dengan
hampir 45% 1 sarana hunian lapas. Prosentase input nara-
Beberapa contoh adanya overcapacity pidana baru dengan out put narapidana sangat
terjadi di Lapas-lapas wilayah Jawa Barat. tidak seimbang, dengan perbandingan input na-
Lapas Ciamis yang dibangun tahun 1887 itu se- rapidana baru jauh melebihi out put narapida-
harusnya hanya menampung 118 orang, ke-nya- na yang selesai menjalani masa pidana penjara-
taannya, sekitar 335 tahanan dan napi menem- nya dan keluar dari lapas. Beberapa kasus tin-
pati Lapas. Kondisi seperti itu juga terjadi di dak pidana yang menimbulkan banyaknya nara-
Lapas Narkoba Kelas IIA Banceuy Bandung, dari pidana baru berkaitan dengan peningkatan yang
kapasitas 402 orang, Lapas Banceuy saat ini sangat pesat pada terjadinya tindak pidana
dihuni 1.052 napi. Jika dihitung rata-rata, dari
2
http://klipingut.wordpress.com
1 3
http://news.okezone.com http://gatra.com
Over Capacity Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, …. 215

khususnya yang berkaitan dengan narkoba, pen- kaburnya napi, perkelahian dan transaksi nar-
curian serta kekerasan terhadap anak. koba.6
Selain banyaknya peningkatan pada ter- Secara teoritik dapat dijelaskan bahwa
jadinya tindak pidana tersebut di atas, tampak- overcapacity dapat menimbulkan prisonisasi
nya terdapat beberapa faktor pendo-rong lain (prisonization)7. Sykes dengan “pains of impri-
untuk terjadinya overcapacity paradigma atau sonment theory” mengatakan bahwa pada
faktor hukumnya itu sendiri. Hukum yang di- hakikatnya prisonisasi terbentuk sebagai respon
maksud di sini utamanya hukum pidana materi- terhadap masalah-masalah penyesuaian yang
il, formil serta hukum pelaksanaan pidana pen- dimunculkan sebagai akibat pidana penjara itu
jara. Sehubungan dengan hal tersbut Patra M sendiri dengan segala bentuk perampasan
Zein sebagai Ketua YLBHI misalnya menyatakan (deprivation)8. Penyesuaian di sini sebagai me-
bahwa politik pemidaaan saat ini yang tidak redakan rasa sakit terhadap penderitaan seba-
tepat sehingga setiap orang dapat dengan mu- gai akibat perampasan.9 Perampasan di sini
dah masuk penjara dan menyebab-kan kondisi adalah hilangnya sesuatu yang biasanya dimiliki
Lapas overcapacity. Patra juga mendesak pe- dan/atau dinikmati oleh orang-orang yang be-
merintah merevisi Kitab Undang-undang Hukum bas, sehingga menimbulkan suatu penderitaan
Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hu- termasuk dalam hal ini adalah penderitaan ha-
kum Acara Pidana (KUHAP) yang dinilai sudah rus berdsesak-desakan di dalam Lapas sebagai
tidak relevan dengan kondisi sekarang.4 akibat dari overcapacity. Pendapat Sykes di
dukung oleh Steven Box yang menyatakan bah-
Implikasi Negatif Overcapacity Narapidana wa prisonisasi adalah suatu adaptasi yang
dalam Lapas bagi Pembinaan Narapidana dilakukan oleh napi terhadap kepedihan atau
Overcapacity cenderung berimplikasi ne- penderitaan tertentu dalam penjara.10
gatif terhadap beberapa hal antara lain rendah- Lebih lanjut dikatakan oleh Steven Box
nya tingkat pengamanan/pengawasan. Dirjen bahwa pada hakikatnya seorang narapidana
Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM yang baru masuk adalah merupakan bagian dari
Untung Sugiyono mencontohkan, jumlah nara- sebuah segitiga. Dalam sudut yang pertama
pidana dan tahanan yang ada mencapai 130.075 adalah organisasi atau wakil-wakil resmi yaitu
orang, sementara petugas keamanan yang norma petugas. Sudut yang kedua berdirilah
tersedia cuma 10.617 orang. Konsekuensinya 1 kelompok-kelompok narapidana yang menawar-
orang petugas Lapas harus mengawasi 48 orang. kan penyelesaian berbagai macam-macam ma-
Jumlah ini jelas jauh dari kondisi ideal, rasio salah di antaranya mengatasi suatu perampasan
idealnya 1 banding 25.5 Pengamanan yang ren- yang merupakan penderitaan.11
dah dapat memicu berbagai masalah antara Dengan demikian adaptasi terhadap ke-
lain kaburnya napi, banyak terjadi keributan pedihan atau penderitaan yang dilakukan oleh
dan tidak terlaksananya proses pembinaan napi
sebagaimana yang seharusnya terjadi. Impli- 6
www.rakyatmerdeka.co.id
kasi lain atas lemahnya pengawasan ini berim- 7
Prisonisasi atau Prisonization adalah istilah yang dicipta-
kan oleh Donald Clemmer yang dikonsepkan sebagai
bas pula pada tingkat kriminalitas di Lapas. “The taking on, in greater or lesser degree, of the falk-
Kasus penemuan narkoba dalam razia di Lapas ways, more, customs and general culture of the peni-
tentiary” (Stanton Wheeler, “Socialication in Correc-
tercatat sebanyak 64 kasus, dengan 96 orang tiomal Institutions” dalam Sir Leon Radzinowichz and
yang terlibat merupakan salah satu contoh Marvis E Wolfgang (ed), Crime and Justice. New York:
Basic Books, Inc. Publishers, tanpa tahun hlm. 194)
konkrit. Catur Sapto Edy selaku Wakil Ketua Ko- 8
Loc.cit., hlm. 197.
misi III DPR RI juga menyatakan bahwa over- 9
Roger Hood and Richard Sparks, 1978. Key Issues in
Criminology. Wiedenfeld and Nicolson, London: World
capacity juga menyebabkan kerawanan berupa University, hlm. 222.
10
Steven Box, 1981, Deviance, Reality & Society, Second
Edition, Holt. Rinchert and Winston, London, New York,
4
http://www.rakyatmerdeka.co.id Sudney Toronto, hlm. 216.
5 11
http://www.detiknews.com Ibid. hlm. 219-220.
216 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 3 September 2010

seseorang narapidana pada hakikatnya karena Implikasi negatif dari prisonisasi di atas
seseorang narapidana yang masuk dalam pen- berakar dari suatu kenyataan dimana sistem
jara akan dihadapkan pada dua alternatif. Al- sosial narapidana sangat mendukung dan me-
ternatif pertama adalah masuk atau mengikuti lindungi narapidana yang sangat mendalami
aturan petugas yang berarti mengalami peram- pola-pola tingkah laku kriminal dan sebaliknya
pasan dengan rasa penderitaan yang kuat. Al- akan sangat tidak mendukung bahkan menindas
ternatif kedua adalah masuk dalam budaya atau mengancam narapidana yang masih me-
masyarakat narapidana yang berarti mengu- nunjukan loyalitas pada dunia non-kriminal.15
rangi penderitaan atas perampasan yang di Berkaitan dengan hal itu pula Romli At-
alami. masasmita menyatakan “... pada diri seorang
Berkaitan dengan hal tersebut dikatakan narapidana selama dalam penjara, jelas bahwa
oleh Sykes dan Messinger bahwa apabila se- sikap dan nilai-nilai yang dianut seseorang
kelompok narapidana banyak menuju keadaan narapidana dalam konteks masyarakat nara-
antagonis bersama, maka banyak masalah dari pidana, akan secara serius menghambat usaha
kehidupan penjara menjadi lebih akut. Se- resosialisasi narapidana.16 Clemmer juga me-
baliknya kalau sekelompok narapidana bergerak nyatakan “... and that men who became com-
dalam arak solidaritas, yang dituntut oleh atu- pletely prisonesed were much more likely to
ran narapidana, rasa sakit di penjara menjadi commit further offences after release from
kurang berat. Suatu masyarakat narapidana prison than men who did not”.17 Lebih lanjut
yang kohesif membawa narapidana pada suatu Clemmer mencatat dan menggambarkan bahwa
kelompk sosial sehingga ia dapat mengenal kebudayaan dan organisasi sosial dalam penjara
dirinya sendiri dan akan mendukungnya dalam yang ia temukan berbentuk suatu sistem,
perjuangan melawan petugas (norma petugas)12 banyak mempunyai karakteristik yang sangat
Beberapa bentuk prisonisasi antara lain mengganggu terhadap hal-hal yang berkaitan
terjadinya perampasan sesama napi, pencurian dengan proses rehabilitasi. 18)
di dalam kamar napi, perkelahian kelompok, Prisonisasi pada hakikatnya juga mem-
perploncoan khususnya bagi napi yang baru punyai dampak negatif terutama bagi penjahat
masuk, pengelompokan berdasarkan kedaerah- kebetulan, pendatang baru di dunia kejahatan.
an, bahasa khusus untuk tidak mudah dikenali Hal tersebut tercermin dari pernyataan Bernes
oleh orang luar, homoseksual serta kode etik dan Teeters yang menyatakan bahwa penjara
untuk saling melindungi rahasia sesama napi.13 telah tumbuh menjadi tempat pencemaran
Prisonisasi ini tampaknya sangat tidak yang pada hakikatnya justeru oleh penyokong-
kondusif bagi tujuan pembinaan napi. John penyokong penjara dicoba untuk dihindari,
Irwin misalnya berpendapat bahwa prisonisasi sebab di tempat-tempat ini penjahat-penjahat
dapat mempunyai implikasi negatif seperti yang kebetulan (accidental offenders) dirusak me-
diungkapkan sebagai berikut: “This unique cul- lalui pengalaman-pengalamannya dengan pen-
ture produced a social order perculair to the jahat kronis. Bahkan personil yang baikpun
prison and that prisoner become “prisonized” telah gagal untuk menghilangkan keburukan
into this culture, which disrupted their reentry yang sangat besar dari penjara ini. 19)
into the outside society and sometimes de- Pengalaman dengan penjahat kronis di
epened their criminality and anty society”.14 maksudkan pula bahwa terdapat proses saling

12 15
Roger Hood and Richard Sparks, 1978. Key Issues in Ibid. hlm. 49.
16
Criminology, London: World University Library hlm. 222. Romli Atmasasmita, 1982, op. cit. hlm. 38.
13 17
Angkasa, 1993, Prisonisasi dan Permasalahannya Ter- Roger Hood and Richard Sparke, 1978, op. Cit., hlm. 227
18
hadap Pembinaan Narapidana (Suatu Studi di Lembaga Stanton Wheeler, op. cit., hlm. 194.
19
Pemasyarakatan Semarang dan Lembaga Pemasyarakatan Muladi & Barda Nawawi Arief, 1984, Teori-teori dan
Purwokerto, (Thesis) Pada Program Pascasarjana Bidang Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni, hlm. 79. Periksa
Ilmu Hukum Undip Semarang, hlm. 145. pula: Barnes & Teeters, 1953. New Horizon in
14
Romli Atmasasmita, 1983, Kepenjaraan Dalam suatu Bu- Criminology, Second Edition, New Delhi: Prentice Hall of
nga Rampai. Bandung: Armico. hlm. 48-49. India, hlm. 813.
Over Capacity Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, …. 217

belajar anatar napi dalam dunia kejahatan intens tanpa diimbangi dengan kegiatan yang
dapat dijelaskan dengan teori dari Edwin positif berupa pebinaan spiritual dan mental
Sutherland tentang Differential Association. serta keikutsertaan pada program ketrampilan
Teori ini berdasarkan pada proses belajar yaitu kerja selama menjalani pidana penjara di
bahwa perilaku kejahatan adalah perilaku yang dalam Lapas, maka seorang narapidana ketika
dipelajari. selesai menjalani pidana penjara dan hidup
Menurut Sutherland, perilaku kejahatan bebas di masyarakat luar bukannya menjadi
adalah perilaku manusia pada umumnya sama baik dalam arti berbuat sebagaimana diatur
dengan perilaku yang bukan kejahatan. Dalam dalam norma yang hidup dalam masyarakat
menjelaskan proses terjadinya perilaku ke- meliputi norma agama, kesusuilaan, kesopanan
jahatan Sutherland mengajukan 9 proposisi serta hukum namum cenderung akan meng-
sebagai berikut. Pertama, perilaku kejahatan ulangi melakukan tindak pidana lagi. Pada
adalah perilaku yang dipelajari; kedua, perilaku banyak kasus ditemukan bahwa justeru terjadi
kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan peningkatan secara kualitatif dan kuntitatif
orang lain dalam proses komunikasi. Komuni- dalam hal tindak pidana yang dilakukan serta
kasi tersebut terutama bersifat lesan maupun hasil yang diperoleh dari tindak pidana yang
dengan menggunakan bahasa isyarat; ketiga, dilakukan. Modus operandi dalam melakukan
bagian yang terpenting dalam proses mem- tindak pidana mengalami peningkatan yang
pelajari tingkah laku kejahatan terjadi dalam diperoleh dari hasil pembelajaran dari nara-
kelompok personal yang intim; keempat, apa- pidana yang lain.
bila perilaku kejahatan dipelajari, maka yang Berkaitan dengan hal tersebut konggres
dipelajari tersebut, meliputi (a). teknik mela- PBB ke lima tahun 1975 mengenai “The Pre-
kukan kejahatan; (b). motif tertentu, dorong- vention of Crime and Treatment of Offenders”
an, alasan pembenar dan sikap; kelima, arah dalam salah satu laporannya menyatakan bah-
tertentu dari motif dan dorongan dipelajari wa pengalaman penjara demikian membaha-
dari batasan atas aturan hukum sebagai yang yakan sehingga merusak atau menghalangi se-
menguntungkan atau tidak; keenam, seseorang cara serius kemampuan sipelanggar untuk mulai
menjadi delinkuen karena berlebihan dalam lagi ke keadaan patuh pada hukum setelah ia
berhubungan dengan pola tingkah laku jahat dikeluarkan dari penjara.21) Dalam keterkaitan
daripada yang tidak jahat; ketujuh, Differen- dengan bahaya-bahaya yang ditimbulkan dalam
tial Association dapat bervariasi dalam fre- pidana penjara Konggres Kedua PBB mengenai
kuensinya; kedelapan, proses dalam mempela- Pencegahan Kejahatan dan Pembinaan Pelang-
jari perilaku kejahatan melalui hubungan- gar hukum pada tahun 1960 di London – ber-
hubungan dengan pola-pola kejahatan dan kaitan dengan diterimanya Standard Minimum
menyangkut seluruh mekanisme yang dilibatkan Rules – telah mengeluarkan rekomendasi untuk
pada setiap proses belajar yang lain; dan ke- membatasi atau mengurangi penggunaan yang
sembilan, karena perilaku kejahatan merupa- luas dari pidana penjara pendek.
kan pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dan
nilai-nilai umum, akan tetapi hal tersebut tidak Solusi Overcapacity Narapidana dalam Lapas
dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai- sebagai Upaya Optimalisasi Pembinaan Nara-
nilai umum tersebut sebab perilaku yang bukan pidana
kejahatan juga merupakan pernyataan dari Beberapa kebijakan dalam rangka me-
nilai-nilai dan kebutuhan yang sama20 ngurangi overcapacity tampaknya telah dilaku-
Berdasarkan hal tersebut maka pergaulan kan oleh pemerintah antara lain dengan pem-
narapidana dengan narapidana yang lain secara buatan kamar baru, rehabilitasi bangunan
hingga pembangunan Lapas baru yang mem-
20
George B. Vold Thomas J. Bernard, 1986, Theoritical
Criminology, Third Edition, New York: Oxford University
21)
Press, hlm. 78. Barda Nawawi Arief, 1986. op. cit., hlm. 82-85.
218 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 3 September 2010

punyai tujuan utama menambah daya tampung Beberapa tindakan non-institutional ter-
napi. Meski demikian upaya tersebut tampak- sebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut.
nya tidak signifikan mengatasi overcapacity Pertama adalah Pidana bersyarat (voorwaar-
mengingat penambahan jumlah napi yang delijk veroordeling) secara normatif di atur
masuk masih jauh lebih banyak dibanding dalam ketentuan Pasal 14 a KUHP sampai Pasal
penambahan ruangan maupun napi yang keluar. 14 F KUHP dengan segala peraturan pelaksana-
Apalagi pembangunan Lapas baru selain mem- annya. Penjatuhan pidana terhadap terpidana
butuhkan waktu setidaknya 3 tahun juga mem- dengan pidana bersyarat menjadikan yang ber-
butuhkan biaya besar. Secara normatif terdapat sangkutan tidak harus menjalani pidana pen-
kebijakan melalui Peraturan Menteri Dephuk- jara dalam Lapas asalkan memenuhi syarat-
ham yang tertuang dalam permen Dephukham syarat tertentu.24 Hal ini mengandung arti pula
No.M.2.PK.04-10 Tahun 207 dilakukan penye- bahwa pidana bersyarat dapat mengurangi
derhanaan tata pemberian hak-hak napi. Di poopulasi nai di Lapas. Muladi mengatakan
antaranya penyederhanaan persyaratan pembe- bahwa ditinjau dari segi masyarakat secara
basan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti finansiil maka pidana bersyarat yang merupa-
menjelang bebas. kan pembinaan di luar lembaga akan lebih
Melalui kebijakan seperti ini tampaknya murah dibandingkan dengan pembinaan di
memang dapat menguragi kepadatan hunian dalam lembaga.25 Selain itu Pidana bersyarat
napi di Lapas. Sebagai contoh dikemukakan dan bentuk-bentuk alternatif pidana peram-
oleh Kepala Divisi Pemasyarakatn Kanwil Dep- pasan kemerdekaan lain yang hampir sama
hukham Jawa Barat, Dedi Sutardi yang menya- misalnya probation, antara lain mempunyai
takan bahwa dengan kebijakan tersebut di keuntungan-keuntungan sebagai berikut: Keun-
harapkan sekitar 5.000 napi di Jawa Barat tungan pertama, pidana bersyarat akan mem-
dapat dibebaskan. Namun demikian langkah berikan kesempatan kepada terpidana untuk
tersebut walau di satu sisi dapat mengatasi memperbaiki dirinya di masyarakat, sepanjang
kepadatan di Lapas namun menjadi dapat di- kesejahteraan terpidana dalam hal ini diper-
pertanyakan tetang kualitas keluaran Lapas timbangkan sebagai hal yang lebih utama dari-
yang berfungsi pula sebagai wadah pembinaan pada risiko yang mungkin diderita oleh masya-
dan juga dari segi keadilan terutama dari rakat, seandainya si terpidana dilepas di ma-
perspektif korban. Korban yang melihat napi syarakat. Hal yang sangat penting untuk diper-
sebagai eks pelaku kejahatan memperoleh hatikan adalah keharusan untuk menghilangkan
perlakuan istimewa seperti itu dapat melukai kekhawatiran terpidana untuk kemungkinan
rasa keadilannya.22 dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan, pada
Sehubungan dengan hal tersebut di atas permulaan perencanaan pelaksanaan pidana
maka tampaknya harus dilakukan upaya lain bersyarat. Dalam rangka pemberian kesem-
dalam upaya mengatasi masalah overcapacity patan ini, persyaratan yang paling utama ada-
narapidana dalam lapas. Beberapa tindakan lah kesehatan mental dari terpidana.
yang bersifat non-institutional antara lain pi- Keuntungan yang kedua adalah bahwa
dana bersyarat, probation, pidana yang ditang- pidana bersyarat memungkinkan terpidana
guhkan, kompensasi, restitusi dan sebagainya.23 untuk melanjutkan kebiasaan-kebiasaan hidup-
Dalam perkembangan yang terkini melalui
24
Dalam ketentuan Pasal 14c KUHP ditentukan bahwa di
model restorative justice tampaknya dapat
samping syarat umum bahwa terpidana tidak akan
mengurangi populasi napi dalam Lapas dan melakukan perbuatan pidana, hakim dapat menetapkan
syarat khusus bahwa terpidana dlam waktu yang lebih
aspek keadilan tetap dapat tercapai dengan
pendek dari masa percobaanya, harus mengganti segala
baik. atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan
pidananya. Di samping itu dapat pula ditetapkan syarat
khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang
22
Klipingut.wordpress.com harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama
23
Muladi, 1985, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung: sebagian masa percobaannya.
25
Alumni, hlm. 151. Muladi, 1985, op.cit., hlm. 153-154.
Over Capacity Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, …. 219

nya sehari-hari sebagai menusia, yang sesuai acts designed to make reparation for
dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. harm resulting from the criminal offen-
Kebia-saan-kebisaan ini antara lain adalah me- ce. The definition has three central com-
ponents: action by offender which may
lakukan tugas pekerjaannya, melaksanakan ke- be either voluntary or coerced, know-
wajiban-kewajibannya di dalam keluarga, ikut ledge and consent of the agents of the
serta di dalam kegiatan rekreasi dan tindakan- criminal justice system and the repairing
tindakan lain yang akan bermanfaat baginya of damages28.
sebagai anggota masyarakat dan sebaliknya hal
Restitusi dalam kaitannya dengan over-
ini juga sangat bermanfaat bagi masyarakat.
capacity, mempunyai manfaat apabila diinte-
Manfaat yang ketiga adalah, bahwa pidana
grasikan dengan lembaga pidana bersyarat,
bersyarat akan mencegah terjadinya stigma
implikasinya mengurangi populasi hunian pen-
yang diakibatkan oleh pidana perampasan
jara (Lapas) sekaligus penghematan dana pe-
kemerdekaan, yang oleh Richard D Schwartz
ngeluaran pemerintah. Dengan tidak masuknya
dan Jerome H. Skolnick disebut sebagai salah
pelaku menjalani pidana penjara di Lapas maka
satu konsekuensi di luar hukum yang harus
pemerintah dapat menghemat dana yang
diperhitungkan di dalam kebijaksanaan para
seharusnya dikeluarkan untuk memberi makan,
penegak hukum. Stigma ini seringkali dirasakan
perawatan serta pembinaan bagi napi. 29
juga oleh keluarganya. Sehubungan dengan hal
Ketiga, adalah pengembangan model pe-
ini, maka keluarga terpidana tersebut harus
nyelesaian kasus pidana yang bermanfaat pula
memberikan bantuan kepada pelaksana pidana
untuk mengurangi populasi napi dalam lapas
bersyarat dan bantuan ini dapat berupa rasa
dengan penyelesaian secara perdamaian antara
simpati, dorongan-dorongan positif terhadap
pelaku dan korban. Dalam hal ini pelaku tidak
terpidana, bantuan-bantuan yang bersifat
harus masuk dalam lapas apabila proses
materiil dan disiplin.26
perdamaian tercapai. Model ini dikenal dengan
Kedua, adalah tentang Restitusi dalam
restorative justice. Restorative justice is a
hal ini dalam perspektif viktimologi. Hakikatnya
process whereby all the parties with a stake in
restitusi berkaitan dengan perbaikan atau res-
a particular offense come together to resolve
torasi perbaikan atas kerugian fisik, moral mau
collectively how to deal with the aftermath of
pun harta benda, kedudukan dan hak-hak kor-
the offense and its implications for the
ban atas serangan pelaku tindak pidana (pen-
future.30
jahat). Restitusi merupakan suatu tindakan
Russ Immarigeon memberikan pengertian
restitutif terhadap pelaku tindak pidana yang
restorative justice sebagai berikut.
berkarakter pidana dan menggambarkan suatu
Restorative justice is a process that
tujuan koreksional dalam kasus pidana.27 brings victims and offenders together to
Burt Galaway secara lebih komperhensif face each other, to inform each other
menyatakan tentang restitusi sebagai berikut. about their crimes and victimization, to
Restitution is defined to mean a requi-
rement, either imposed by agents of the 28
John Harding, 1982, Victims and Offenders Needs and
criminal justice system, or undertaken Responsibilities. Bedford Square Press\NCVO, hlm.16.
29
voluntary by the wrong-doer but with Angkasa, 2004, Op.cit., hlm.57; Bandingkan dengan hasil
studi Lawrence (1990) yang menunjukkan bahwa dari
the consent of the criminal justice sys- sejumlah 3000 pelaku tindak pidana di Texas selama 7
tem, by which the offender engages is tahun terakhir, lebih memilih program restitusi daripada
program pidana penjara biasa. Program restitusi ini
hanya mengeluarkan biaya $ 215, sedangkan program
26
Richard D. Schwartz & Jerome H. Skolnick, The Stigma of pemenjaraan biayanya sebesar $ 750. Studi lain dari
“Ex-Con” and the Problem of Reintegration, dalam: Hudson & Galaway (1980); Lawrence (1990); Patterson
Corrections: Problem and Pros-pects, Prentice Hall, Inc., (1978), juga melaporkan bahwa restitusi lebih ekonomis
Englewood Cliffs, New Jersey, 1975, hlm. 127. daripada dengan prosedur sistem peradilan pidana biasa.
27
Angkasa, 2004. Kedudukan Korban dalam Sistem (William G. Doerner , Steven P. Lab, Loc.cit.)
30
Peradilan Pidana (Pendekatan Viktimologis terhadap Tony Marshall, 1999, Restorative Justice: An Overview.
Korban Tindak Pidana Perkosaan (Disertasi), Semarang: London: Home Office Research Development and Statis-
Universitas Diponegoro, hlm.129. tics Directorate, hlm. 5.
220 Jurnal Dinamika Hukum
Vol. 10 No. 3 September 2010

learn about each others' backgrounds, rendahnya tingkat pengamanan/pengawasan


and to collectively reach agreement on a serta terjadinya prisonisasi. Ketiga, solusi
'penalty' or ' sanction.'31 overcapacity narapidana dalam Lapas dalam
Keuntungan restorative justice antara upaya optimalisasi pembinaan narapidana da-
lain sebagai selain sebagai sarana untuk me- lam upaya optimalisasi pembinaan narapidana
ngurangi polulasi napi di Lapas, juga lebih antara lain dengan beberapa tindakan yang
mendorong terciptanya reintegrasi sosial pelaku bersifat non-institutional berupa pidana ber-
tindak pidana ke dalam kehidupan masyarakat syarat, probation, pidana yang ditangguhkan,
serta mengurangi terjadinya stigma. Hal ini kompensasi, restitusi serta penggunaan resto-
sebagaimana dinyatakan oleh Bazemore sebagai rative justice.
berikut.
Current approaches may be criminogenic Saran
in the sense that they isolate and stig- Berdasarkan hal tersebut di atas maka
matize the offender, reducing the like- untuk dapat mengatasi overcapacity narapidana
lihood of successful reintegration into di dalam lembaga pemasyarakat ataupun rumah
the law-abiding community. Punishment tahanan yang cenderung berimplikasi negative
makes the offender less likely to focus
on the victim of the crime than on him- pada tujuan pemidanaan atara lain berupa
self. Familial relationships with the of- terjadinya prisonosasi dan rawannya sistem
fender are damaged. Restorative san- pengamanan maka, penyelesaian perkara pida-
ctions, on the other hand, require ac- na perlu menggunakan pendekatan baru yakni
countability. They require the offender restorative justice.
to take responsibility for his actions by
making right of the wrong that he has
inflicted on the victim. At the same DAFTAR PUSTAKA
time, restorative justice exhorts the Angkasa. 1993. Prisonisasi dan Permasalahan-
community to make every effort to nya Terhadap Pembinaan Narapidana
facilitate the successful reintegration (Suatu Studi di Lembaga Pemasyarakatan
into the community. In this way, he Semarang dan Lembaga Pemasyarakatan
argues, restorative justice has the better Purwokerto. Semarang: Program Pasca-
potential to rehabilitate offenders32 sarjana Bidang Ilmu Hukum Undip;
-------. 2004. Kedudukan Korban dalam Sistem
Penutup
Peradilan Pidana (Pendekatan Viktimolo-
Simpulan gis terhadap Korban Tindak Pidana Per-
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas kosaan (Disertasi). Semarang: Universitas
maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Diponegoro;
Pertama, overcapacity terjadi karena laju per- Atmasasmita, Romli. 1983. Kepenjaraan Dalam
tumbuhan penghuni lapas tidak sebanding suatu Bunga Rampai. Bandung: Armico;
dengan sarana hunian lapas. Selain itu tampak- Barnes and Teeters. 1953. New Horizon in Cri-
nya terdapat beberapa faktor pendorong lain minology. Second Edition. New Delhi:
untuk terjadinya overcapacity paradigma atau Prentice Hall of India;
faktor hukumnya itu sendiri yang cenderung Box, Steven. 1981. Deviance, Reality & Society.
Second Edition. Holt. Rinchert and
berorientasi pada pidana institusional (pen-
Winston. New York: Sudney Toronto;
jara). Kedua, overcapacity cenderung berimpli-
George, B. Vold Thomas and J. Bernard. 1986.
kasi negatif terhadap beberapa hal antara lain
Theoritical Criminology. Third Edition.
31
New York: Oxford University Press;
Russ Immarigeon, 1999, "The Impact of Restorative Jus-
tice Sanctions on the Lives and Well-Being of Crime Harding, John. 1982. Victims and Offenders
Victims: A Review of the International Literature" in Needs and Responsibilities. Bedford:
Restorative Juvenile Justice: Repairing the Harm of
Youth Crime, edited by Gordon Bazemore and Lode
Square Press/NCVO;
Walgrave, Monsey, NY: Criminal Justice Press, hlm. 306.
32
http://www.restorativejustice.org/intro/tutorial-intro-
duction-to-restorativr-justice
Over Capacity Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, …. 221

Hood, Roger and Richard Sparks. 1978. Key


Issues in Criminology. London: World
University Library;
Immarigeon, Russ. 1999. "The Impact of Resto-
rative Justice Sanctions on the Lives and
Well-Being of Crime Victims: A Review of
the International Literature" in Restora-
tive Juvenile Justice: Repairing the
Harm of Youth Crime. NY: Criminal
Justice Press;
Marshall, Tony. 1999. Restorative Justice: An
Overview. London: Home Office Re-
search Development and Statistics
Directorate;
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-
teori dan Kebijakan Pidana. Bandung:
Alumni Radzinowichz, Sir Leon and Marvis
E Wolfgang (ed). tanpa tahun. Crime and
Justice. New York: Inc. Publishers;
Muladi, 1985, Lembaga Pidana Bersyarat. Ban-
dung: Alumni;
Schwartz, Richard D. and Jerome H. Skolnick,
1975. The Stigma of “Ex-Con” and the
Problem of Reintegration. New Jersey:
Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs.

Anda mungkin juga menyukai