Anda di halaman 1dari 11

PENERAPAN ASAS KEPASTIAN HUKUM DALAM

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG


HAK UJI MATERIIL DAN DALAM
PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 06/PMK/2005 TENTANG
PEDOMAN BERACARA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG
(THE IMPLEMENTATION OF LEGAL CERTAINTY PRINCIPLE IN SUPREME COURT
REGULATION NUMBER 1 OF 2011 ON MATERIAL REVIEW RIGHTS AND IN
CONSTITUTIONAL COURT REGULATION NUMBER 06/PMK/2005 ON GUIDELINES
FOR THE HEARING IN JUDICIAL REVIEW)

R. Tony Prayogo
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM
Jln. Rasuna Said Kav 6-7 Kuningan Jakarta Selatan Indonesia
(Naskah diterima 07/03/2016, direvisi 29/07/2016, disetujui 01/08/2016)

Abstrak
Sebagai lembaga negara yang diberikan kewenangan atribusi oleh UUD 1945 dan Undang-Undang, Mahkamah
Konstitusi dan Mahkamah Agung memiliki kewenangan menetapkan hukum acara pengujian Undang-Undang dan
hukum acara Pengujian Peraturan Perundang-undangan di Bawah Undang-Undang. Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005
tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang merupakan hukum acara yang menjadi pedoman
dalam pengujian peraturan perundang-undangan. Dalam praktiknya, kedua peraturan tersebut, mengandung banyak
kekurangan seperti materi muatan pengaturan yang menimbulkan ketidakjelasan. Permasalahan hukum tersebut
tentunya membawa dampak, dalam hal ini terhadap kepastian hukum atas kedua peraturan tersebut. Sebagai hukum
acara yang menjadi suatu pedoman, seharusnya materi muatan dalam kedua peraturan tersebut dapat memberikan
kepastian hukum. Dari hasil penelitian, terhadap penerapan asas kepastian hukum dalam Peraturan Mahkamah Agung
Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005, terdapat permasalahan
yang dihadapi, yaitu Permasalahan dalam hal tidak diterapkannya asas kepastian hukum dalam materi muatan yang
terkait dengan subjek hukum pengujian peraturan perundang-undangan, Prosedur/Tata Cara Pengujian Peraturan
Perundang-undangan, Penjadwalan Sidang Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Pemeriksaan Persidangan
Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Penyerahan Jawaban Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Jangka
Waktu Putusan Pengujian Peraturan Perundang-undangan, dan pelaksanaan pembacaan Putusan Pengujian Peraturan
Perundang-undangan
Keyword: Kepastian Hukum dan Pengujian Peraturan Perundang-undangan.

Abstract
As the state institution which has the attribution authority under the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, the
Constitutional Court and the Supreme Court can enact judicial procedural law and procedural law on other regulations
below the law. The Supreme Court Regulation Number 1 of 2011 on Materials Review Rights and the Constitutional Court
Regulation Number 06/PMK/2005 on the Guidelines to the Hearing in Judicial Review is the procedural law as the basis
of judicial review. Practically, both of the regulations have many weaknesess such as a lack of clarity in the materials. It
brings bad effect on legal certainty of those regulations. As the procedural law which becomes the principle, the materials
should give legal certainty. Based on the research of the implementation of legal certainty principle in the Supreme Court
Regulation Number 1 of 2011 and the Constitutional Regulation Number PMK Number 06/PMK/2005, there are several
problems such as lack of implementation of legal certainty principle in the materials to the judicial review subject, the
Procedure of Judicial Review, the Schedule of Judicial Review Court of Session, the Check of Schedule of Judicial Review
Court of Session, the Answer Giving to Judicial Review, Time for Judgment of Judicial Review and the Read of Judicial
Review Decision.
Keywords: Legal Certainty and Judicial Review.

191
Vol. 13 N0. 02 - Juni 2016 : 191 - 202

A. Pendahuluan menempati urutan pertama dalam penerapan


Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar dan penegakan hukum. Peraturan perundang-
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara undangan hanya dapat dikesampingkan oleh
tegas menyatakan bahwa “Negara Indonesia hakim apabila penerapannya akan menyebabkan
adalah negara hukum”. Sebagai Negara pelanggaran dasar-dasar keadilan atau tidak
hukum maka seluruh aspek dalam bidang lagi sesuai dengan realitas sosial, atau karena
kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan dalam masyarakat tertentu berlaku secara
termasuk pemerintahan harus senanatiasa nyata hukum lain diluar peraturan perundang-
berdasarkan atas hukum. undangan (seperti hukum adat dan hukum
agama).
Menurut simorangkir1, “negara hukum
diartikan sebagai suatu Negara yang menerapkan Dalam ketentuan Pasal 7 Undang-Undang
prinsip legalitas, yaitu segala tindakan Negara Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
melalui, berdasarkan dan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan, menentukan
hukum”. Hukum mempunyai kedudukan bahwa peraturan perundang-undangan
tertinggi agar supaya pelaksanaan kekuasaan ditentukan menurut jenis dan hierarkinya. Jenis
Negara tidak menyimpang dari Undang-Undang, peraturan perundang-undangan pada dasarnya
dengan demikian kekuasaan akan tunduk pada tidak hanya yang termuat dalam Pasal 7 ayat (1)
hukum, bukan sebaliknya. Undang-Undang No 12 Tahun 2011 saja, tetapi
juga terdapat dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1)
Gustaf Radbruch, dalam konsep “Ajaran
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, yang
Prioritas Baku” mengemukakan ada tiga ide dasar
didalamnya memuat pula peraturan Mahkamah
hukum atau tiga tujuan hukum adalah keadilan,
Agung dan Peraturan Mahkamah Konstitusi
kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan
sebagai suatu jenis peraturan perundang-
merupakan hal yang utama dari ketiga hal itu
undangan.
tetapi tidak berarti dua unsur yang lain dapat
dengan serta merta diabaikan. Hukum yang Sebagai pelaku kekuasaan kehakiman,
baik adalah hukum yang mampu mensinergikan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
ketiga unsur tersebut demi kesejahteraan dan memiliki kewenangan yang telah ditentukan
kemakmuran masyarakat. Menurut Radbruch: dalam UUD 1945. Dari kewenangan yang dimiliki
oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi
Keadilan yang dimaksud adalah keadilan
tersebut, salah satu kewenangannya yang
dalam arti sempit yakni kesamaan hak untuk
menjadi perhatian adalah kewenangan menguji
semua orang didepan pengadilan. Kemanfaatan
Peraturan Perundang-undangan. Mahkamah
atau finalitas menggambarkan isi hukum karena
Agung menguji peraturan perundang-undangan
isi hukum memang sesuai dengan tujuan yang
di bawah undang-undang terhadap undang-
mau dicapai oleh hukum tersebut, sedangkan
undang, sedangkan Mahkamah Konstitusi
kepastian hukum dimaknai dengan kondisi di
menguji undang-undang terhadap Undang-
mana hukum dapat berfungsi sebagai peraturan
Undang Dasar.
yang harus ditaati2.
Dari ketiga ide dasar hukum Gustaf Dasar hukum formil pengujian peraturan
Radbruch tersebut, kepastian hukum yang perundang-undangan di Mahkamah Agung dan
menghendaki bahwa hukum dapat berfungsi di Mahkamah Konstitusi dibedakan menjadi 2
sebagai peraturan yang harus ditaati tentunya (dua), yaitu dalam Peraturan Mahkamah Agung
tidak hanya terhadap bagaimana peraturan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil,
tersebut dilaksanakan, akan tetapi bagaimana dan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi
norma-norma atau materi muatan dalam Nomor PMK Nomor 06/PMK/2005 tentang
peraturan tersebut memuat prinsip-prinsip Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian
dasar hukum. Undang-Undang.
Peraturan perundang-undangan sebagai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
sebuah norma (hukum) tertulis, dalam konteks 2011 dan Peraturan Mahkamah Konstitusi
negara hukum Indonesia menjadi landasan bagi Nomor PMK Nomor 06/PMK/2005 dalam
penyelenggaraan negara dan sebagai pedoman kenyataannya mengandung banyak kekurangan
untuk menyelenggarakan pemerintahan. Setiap seperti pengaturan yang menimbulkan
produk peraturan perundang-undangan, ketidakjelasan maupun sudah tidak lagi sesuai
haruslah sebagai cerminan dari Pancasila dan dengan perkembangan hukum dimasyarakat.
Undang-Undang Dasar. Timbulnya ketidakjelasan pengaturan dalam
Dalam sistem hukum yang berlaku di materi muatan norma Peraturan Mahkamah
Indonesia, peraturan perundang-undangan Agung Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan

1 JCT Simorangkir, Hukum dan Konstitusi Indonesia, Jakarta: Gunung Agung, 1983, hlm. 36
2 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Jakarta, Kanisius, 1982, hlm. 162.

192
Mahkamah Konstitusi Nomor PMK No. 06/ B. Pembahasan
PMK/2005, tentunya membawa dampak dalam B.1. Asas Kepastian Hukum
hal ini terhadap kepastian hukum.
Banyak dari para ahli hukum telah
Menurut Fence M. Wantu, “hukum tanpa memberikan pendapatnya terhadap apa yang
nilai kepastian hukum akan kehilangan makna dimaksud dengan asas hukum. Menurut
karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman Satjipto Rahardjo, “asas hukum adalah jiwa-
perilaku bagi semua orang”3. Kepastian hukum nya peraturan hukum, karena asas hukum
diartikan sebagai kejelasan norma sehingga merupakan dasar lahirnya peraturan hukum”6.
dapat dijadikan pedoman bagi masyarakat yang
Menurut Sudikno, “asas hukum merupakan
dikenakan peraturan ini4. Pengertian kepastian
ratio legis-nya peraturan hukum. Asas hukum
tersebut dapat dimaknai bahwa ada kejelasan
(rechtsbeginsel) adalah pikiran dasar yang
dan ketegasan terhadap berlakunya hukum di
umum sifatnya atau merupakan latar belakang
dalam masyarakat. Hal ini untuk menimbulkan
dari peraturan yang konkret (hukum positif)
banyak salah tafsir. Menurut Van Apeldoorn5,
dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat
“kepastian hukum dapat juga berarti hal umum dalam peraturan konkret”7.
yang dapat ditentukan oleh hukum dalam hal-
Menurut Roeslan Saleh, “asas hukum
hal yang konkret. Kepastian hukum adalah
merupakan pikiran-pikiran dasar sebagai aturan
jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang
yang bersifat umum menjadi fondamen sistem
berhak menurut hukum dapat memperoleh
hukum”8. Menurut Bellefroid, “asas hukum
haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan.
adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum
Kepastian hukum merupakan perlindungan
positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap
yustisiable terhadap tindakan sewenang-wenang
berasal dari aturan-aturan yang lebih umum,
yang berarti bahwa seseorang akan dapat
jadi asas hukum merupakan pengendapan
memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam
hukum positif di dalam masyarakat”9.
keadaan tertentu”.
Menurut Paul Scholten, “asas hukum
Berdasarkan uraian tersebut, dan untuk
adalah kecenderungan-kecenderungan yang
mengetahui apakah Asas Kepastian Hukum
disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada
telah diterapkan dalam materi muatan Peraturan
hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 dan
segala keterbatasannya sebagai pembawaan
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor PMK
yang umum itu, tetapi yang tidak boleh tidak
Nomor 06/PMK/2005, untuk itu penulis akan
harus ada”10.
menguraikan dan lebih mempresentasikan
materi mengenai Penerapan Asas Kepastian Berdasarkan beberapa pendapat tersebut,
Hukum Dalam Peraturan Mahkamah Agung terhadap pengertian asas hukum, dapat
Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materiil disimpulkan bahwa asas hukum itu mengandung
Dan Dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi ciri-ciri sebagai berikut:
Nomor: 06/Pmk/2005 Tentang Pedoman 1. Asas hukum merupakan pikiran dasar atau
Beracara Dalam Pengujian Undang-Undang. norma dasar.
Berdasarkan latar belakang masalah 2. Asas hukum itu bukan peraturan hukum
tersebut, maka dapat dirumuskan masalah yaitu kongkrit melainkan latar belakang dari
bagaimanakah penerapan asas kepastian hukum peraturan hukum kongkrit.
dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 3. Asas hukum itu mengandung penilaian
Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil dan dalam kesusilaan, jadi mempunyai dimensi etis.
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor: 06/
4. Asas hukum itu dapat ditemukan pada
pmk/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam
peraturan perundang-undangan dan
Pengujian Undang-Undang?
putusan hakim11.

3 Fence M. Wantu, Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim, Jurnal Berkala Mimbar Hukum, Vol. 19 No.3 Oktober 2007,
Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 388.
4 Tata Wijayanta, Asas Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan Dalam Kaitannya Dengan Putusan Kepailitan Pengadilan Niaga,
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 14 No. 2 Mei 2014, hlm.219
5 Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, Cetakan Kedua Puluh Empat, 1990, hlm 24-25
6 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 85
7 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yohyakarta: Liberty, 1986, hlm.32
8 Khudzaifah Dimyati, Teoritisasi Hukum Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990, Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2005, hlm. 194.
9 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, Yogyakarta: Liberty, 2004, hlm. 5
10 Sudikno Mertokusumo, Ibid, hlm. 5
11 Siti Ismijati Jenie, Itikad Baik, Perkembangan Dari Asas Hukum Khusus Menjadi Asas Hukum Umum Di Indonesia, Dalam Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru
Besar Universitas Gadjah Mada pada tanggal 10 September 2007 di Yogyakarta, hlm. 2-3

193
Vol. 13 N0. 02 - Juni 2016 : 191 - 202

Gustaf Radbruch, dalam konsep “Ajaran dibuat oleh perangkat hukum suatu negara
Prioritas Baku” mengemukakan ada tiga ide dasar yang mampu memberikan jaminan atas hak dan
hukum atau tiga tujuan hukum adalah keadilan, kewajiban setiap warga negara16.
kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan
Kepastian hukum menunjuk kepada
merupakan hal yang utama dari ketiga hal itu
pemberlakuan hukum yang jelas, tetap dan
tetapi tidak berarti dua unsur yang lain dapat
konsisten dimana pelaksanaannya tidak
dengan serta merta diabaikan. Hukum yang
dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan
baik adalah hukum yang mampu mensinergikan
yang sifatnya subjektif17. Mengutip pendapat
ketiga unsur tersebut demi kesejahteraan dan
Lawrence M. Wriedman, seorang Guru Besar di
kemakmuran masyarakat. Menurut Radbruch,
Stanford University, berpendapat bahwa untuk
“kepastian hukum dimaknai dengan kondisi di
mewujudkan “kepastian hukum” paling tidak
mana hukum dapat berfungsi sebagai peraturan
haruslah didukung oleh unsur-unsur sebagai
yang harus ditaati”12.
berikut, yaitu: substansi hukum, aparatur
Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum, dan budaya hukum18.
hukum karena bertujuan untuk menciptakan
Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa
ketertiban dalam masyarakat. Kepastian hukum
kepastian hukum merupakan salah satu
merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari
syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan
hukum terutama untuk noma hukum tertulis.
hukum, yaitu merupakan yustiabel terhadap
Menurut Fence M. Wantu, “hukum tanpa nilai
tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa
kepastian hukum akan kehilangan makna
seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang
karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman
diharapkan dalam keadaan tertentu.
perilaku bagi semua orang”13.
Kepastian hukum diartikan sebagai kejelasan Menurut Maria S.W. Sumardjono bahwa
norma sehingga dapat dijadikan pedoman bagi tentang konsep kepastian hukum yaitu
masyarakat yang dikenakan peraturan ini14. bahwa “secara normatif, kepastian hukum itu
Pengertian kepastian tersebut dapat dimaknai memerlukan tersediannya perangkat peraturan
bahwa ada kejelasan dan ketegasan terhadap perundang-undangan yang secara operasional
berlakunya hukum di dalam masyarakat. Hal maupun mendukung pelaksanaannya. Secara
agar tidak menimbulkan banyak salah tafsir. empiris, keberadaan peraturan perundang-
undangan itu perlu dilaksanakan secara
Menurut Van Apeldoorn, “kepastian hukum
konsisten dan konsekuen oleh sumber daya
dapat juga berarti hal yang dapat ditentukan
manusia pendukungnya”. 19
oleh hukum dalam hal-hal yang konkret”15.
Kepastian hukum adalah jaminan bahwa Suatu peraturan dibuat dan diundangkan
hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut secara pasti karena mengatur secara jelas dan
hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan
putusan dapat dilaksanakan. Kepastian hukum keragu-raguan (multitafsir) dan logis sehingga
merupakan perlindungan yustisiable terhadap menjadi suatu sistem norma dengan norma
tindakan sewenang-wenang yang berarti bahwa lain yang tidak berbenturan atau menimbulkan
seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang konflik norma. Konflik norma yang ditimbulkan
diharapkan dalam keadaan tertentu. dari ketidakpastian aturan dapat berbentuk
kontentasi norma, reduksi norma atau distorsi
Secara gramatikal kepastian berasal dari
norma.
kata pasti yang artinya sudah tetap, mesti dan
tentu. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, Kepastian hukum yang sesungguhnya
pengertian kepastian yaitu perihal (keadaan) pasti adalah bila peraturan perundang-undangan
(sudah tetap), ketentuan, ketetapan sedangkan dapat dijalankan sesuai dengan prinsip dan
pengertian hukum adalah perangkat hukum norma hukum. Menurut Bisdan sigalingging:
suatu negara yang mampu menjamin hak dan ”antara kepastian substansi hukum dan
kewajiban setiap warga negara, jadi kepastian kepastian penegakan hukum seharusnya
hukum adalah ketentuan atau ketetapan yang harus sejalan, tidak boleh hanya kepastian

12 Theo Huijbers, Op.Cit, hlm. 162.


13 Fence M. Wantu, Op. Cit, hlm. 388.
14 Tata Wijayanta, Op.cit, hlm.219
15 Van Apeldoorn, Op.cit, hlm 24-25
16 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1997, hl. 735
17 Raimond Flora Lamandasa, penegakan hukum, dikutip dari Fauzie Kamal Ismail, Tesis berjudul Kepastian Hukum Atas Akta notaris
Yang Berkaitan Dengan Pertanahan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2011, hlm. 2
18 Lawrence M. Wriedman dikutip dari Fauzie Kamal Ismail, Tesis berjudul Kepastian Hukum Atas Akta notaris Yang Berkaitan Dengan
Pertanahan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok, 2011, hlm. 53
19 Maria S.W. Sumardjono, “Kepastian Hukum dalam Pendaftaran Tanah dan Manfaatnya Bagi Bisnis Perbankan dan Properti, “Makalah
disampaikan dalam seminar kebijaksanaan baru di bidang pertanahan, dampak dan peluang bagi bisnis properti dan perbankan”,
Jakarta, 6 Agustus 1997, hlm. 1 dikutip dari Muhammad Insan C. Pratama, Skripsi, berjudul Kepastian Hukum dalam Production Sharing
Contract, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2009, hlm. 14

194
hukum bergantung pada law in the books tetapi Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011
kepastian hukum yang sesungguhnya adalah bila dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
kepastian dalam law in the books tersebut dapat PMK No. 06/PMK/2005, telah memenuhi
dijalankan sebagaimana mestinya sesuai dengan asas kepastian hukum, yang didasarkan
prinsip-prinsip dan norma-norma hukum dalam pada kewenangan atribusi yang diberikan
menegakkan keadilan hukum”20. oleh peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, yang ditentukan menurut
B.2.Penerapan Asas Kepastian Hukum Dalam hierarki peraturan perundang-undangan
Materi Muatan Peraturan Mahkamah sebagaimana ditentukan dalam 7 ayat (1)
Agung Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan dan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang No 12
Mahkamah Konstitusi Nomor PMK No. Tahun 2011.
06/PMK/2005
2. Penerapan Asas Kepastian Hukum Atas
Untuk mengetahui apakah materi muatan Subjek Hukum Pengujian Peraturan
dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor Perundang-undangan Dalam Peraturan
1 Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011
Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005 telah dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
memenuhi prinsip dasar Kepastian Hukum, PMK No. 06/PMK/2005.
penulis terlebih dahulu akan menguraikan hal-
Pengaturan terhadap subjek pengujian
hal sebagai berikut:
Peraturan perundang-undangan dibawah
1. Penerapan Asas Kepastian Hukum Atas Undang-Undang terhadap Undang-Undang
dibentuknya Peraturan Mahkamah Agung di Mahkamah Agung, masih bersifat
Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan contentious yang berkenaan dengan pihak-
Mahkamah Konstitusi Nomor PMK No. 06/ pihak yang saling bertabrakan kepentingan
PMK/2005 satu sama lain. Hal ini bisa dilihat adanya
Dibentuknya Peraturan Mahkamah kedudukan “Termohon” sebagai “lawan”
Agung Nomor 1 Tahun 2011 tentang Hak dari “Pemohon”. Termohon adalah Badan
Uji Materiil, didasarkan pada kewenangan atau Pejabat Tata Usaha Negara Yang
atribusi, yang didasarkan pada ketentuan Mengeluarkan Peraturan Perundang-
Pasal 31A ayat (10) Undang-Undang Nomor undangan. Seharusnya oleh karena yang
3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua dijadikan sebagai objek pengujian tersebut
Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 adalah peraturan perundang-undangan
tentang Mahkamah Agung yang menegaskan: yang berlaku bagi kepentingan umum,
“Ketentuan mengenai tata cara pengujian maka seharusnya menyangkut kepentingan
peraturan perundang-undangan di bawah kolektif semua orang dalam kehidupan
undang-undang diatur dengan Peraturan bersama sebagai bangsa tidak diberlakukan
Mahkamah Agung”. Sedangkan dibentuknya lagi pengaturan yang bersifat contentious
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor atau yang berkenaan dengan pihak-pihak
PMK No. 06/PMK/2005 tentang Pedoman yang saling bertabrakan kepentingan satu
Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang- sama lain. Dengan kata lain dalam hal
Undang, didasarkan pada kewenangan pengujian norma tidak lagi dijadikan sebagai
atribusi, yang didasarkan pada ketentuan lahan pertempuran (battle field) untuk
Pasal 86 Undang-Undang Nomor 24 Tahun menentukan yang menang atau yang kalah.
2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang Sedangkan Pengaturan terhadap
menegaskan: “Mahkamah Konstitusi dapat subjek pengujian Undang-Undang terhadap
mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan Undang-Undang Dasar di Mahkamah
bagi kelancaran pelaksanaan tugas dan Konstitusi ini tidaklah bersifat contentious
wewenangnya menurut Undang-Undang ini”. yang berkenaan dengan pihak-pihak yang
Menurut Bagir Manan, “kewenangan saling bertabrakan kepentingan satu sama
atribusi terdapat apabila UUD atau UU lain, akan tetapi menyangkut kepentingan
(dalam arti formal) memberikan kepada kolektif semua orang dalam kehidupan
suatu badan dengan kekuasaan sendiri bersama sebagai bangsa. Hal ini bisa dilihat
dan bertanggungjawab sendiri (mandiri) dengan tidak adanya kedudukan “Termohon”
wewenang membuat/membentuk peraturan sebagai “lawan” dari “Pemohon”. Yang ada
perundang-undangan”21. adalah badan/lembaga yang memberikan
Dari uraian tersebut, menurut penulis keterangan, yaitu Presiden dan DPR sebagai
pada dasarnya dibentuknya Peraturan lembaga negara yang membentuk Undang-

20 Bisdan Sigalingging, Kepastian Hukum, dikutip dari http://bisdan-sigalingging.blogspot.co.id/2014/10/kepastian-hukum.html,


tgl. 1 Januari 2016.
21 Bagir Manan dan Kuntanan Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara, Bandung: PT. Alumni, 1997, hlm. 210

195
Vol. 13 N0. 02 - Juni 2016 : 191 - 202

Undang, maupun DPD apabila turut dalam dituangkan dalam Pasal 6 ayat (2) PMK
proses pembentukan Undang-undang. No. 06/PMK/2005 yang menegaskan
Dalam Peraturan Mahkamah Agung bahwa proses pemeriksaan kelengkapan
Nomor 1 Tahun 2011 tidak diatur mengenai administrasi permohonan bersifat
kedudukan Pihak Terkait. Yang ada hanya terbuka yang dapat diselenggarakan
kedudukan pihak Pemohon dan kedudukan melalui forum konsultasi oleh calon
pihak Termohon. Sehingga menurut pemohon dengan panitera.
penulis bagi pihak-pihak yang merasa b. Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (4) Perma
memiliki kepentingan dan berkaitan dengan No 1 Tahun 2011, ditegaskan bahwa
permohonan yang diajukan oleh Pemohon dalam mengajukan permohonan hak
menjadi tidak jelas kedudukan hukumnya. uji materiil “Pemohon membayar biaya
Sehingga dengan ketidakadanya pengaturan permohonan pada saat mendaftarkan
mengenai kedudukan pihak terkait, permohonan keberatan yang besarnya
menimbulkan interpretasi luas apakah akan diatur tersendiri” sedangkan
pihak terkait mempunyai kedudukan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (10) PMK
hukum dalam mengajukan keterangan- No. 06/PMK/2005, ditegaskan bahwa
keterangan ataukah tidak. Sedangkan Dalam “Permohonan pengujian undang-undang
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor: diajukan tanpa dibebani biaya perkara”.
06/PMK/2005 diatur mengenai kedudukan Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut
Pihak Terkait. Pihak Terkait adalah pihak menurut Penulis, tidak adanya
yang berkepentingan langsung atau tidak pembebanan biaya perkara dalam PMK
langsung dengan pokok permohonan. No. 06/PMK/2005 menunjukan bahwa
Sehingga menurut penulis bahwasannya Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga
objek permohonan adalah peraturan peradilan telah berusaha mengatasi
perundang-undangan yang merupakan segala hambatan dan rintangan bagi
produk hukum yang bersifat mengatur pencari keadilan, apalagi perkara
(regeling) dan berlaku erga omnes, sehingga yang melibatkan para pihak tersebut
dengan tidak diaturnya kedudukan hukum bukanlah perkara yang tidaklah bersifat
pihak terkait menimbulkan ketidak pastian contentious yang berkenaan dengan
hukum bagi pihak-pihak yang seharusnya pihak-pihak yang saling bertabrakan
dapat menjadi pihak terkait. maka sudah kepentingan satu sama lain, akan
sepatutnya kedudukan hukum pihak terkait tetapi menyangkut kepentingan
pun diatur dalam Peraturan Mahkamah kolektif semua orang dalam kehidupan
Agung tentang hak uji materiil bersama sebagai bangsa. Bahwa dalam
3. Penerapan Asas Kepastian Hukum Atas Undang-Undang 14 Tahun 1985 Jo.
Muatan terkait Prosedur/Tata Cara Undang-Undang 3 Tahun 2009 tentang
Pengujian Peraturan Perundang-undangan Perubahan Kedua Atas Undang-
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor Undang 14 Tahun 1985 tentang
1 Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah Mahkamah Agung tidak disebutkan
Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005. adanya penentuan biaya permohonan
a. Dalam hal pengajuan permohonan/ uji materiil. Mengenai biaya tersebut,
keberatan, dalam Perma No 1 Tahun merujuk kepada ketentuan Pasal 4
2011 pada ketentuan Pasal 2 ayat ayat (2) Undang-Undang No 48 Tahun
(1) disebutkan bahwa permohonan 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
keberatan dapat diajukan langsung memang disebutkan bahwa “Pengadilan
ke Mahkamah Agung atau melalui membantu pencari keadilan dan
pengadilan negeri yang membawahi berusaha mengatasi segala hambatan
wilayah hukum kedudukan pemohon, dan rintangan untuk dapat tercapainya
sedangkan dalam PMK No. 06/ peradilan yang sederhana, cepat, dan
PMK/2005 Permohonan diajukan biaya ringan”. Sehingga berdasarkan
kepada Mahkamah melalui Kepaniteraan rumusan ketentuan tersebut, memang
artinya pengajuan langsung. Terhadap dimungkinkan adanya biaya dalam
hal itu menurut penulis Mahkamah penyelenggaraan peradilan, akan tetapi
Agung melalui Perma tersebut telah tidak menutup kemungkinan lembaga
memberikan kemudahan bagi pemohon peradilan juga tidak menentukan biaya
dalam hal pengajuan permohonan penyelenggaraan peradilan. Dengan
atau keberatan. Namun yang menjadi kata lain secara normatif walaupun
kekurangannya yaitu pada proses dimungkinkan diterapkannya biaya
pemeriksaan kelengkapan administrasi akan tetapi juga dimungkinkan tidak
dalam pengaturannya tidak terbuka, diterapkannya biaya apalagi perkara
berbeda dengan pengaturan yang atau permohonan uji materiil.

196
4. Penerapan Asas Kepastian Hukum Atas 5. Penerapan Asas Kepastian Hukum Atas
Muatan terkait Penjadwalan Sidang Muatan terkait Pemeriksaan Persidangan
Pengujian Peraturan Perundang-undangan Pengujian Peraturan Perundang-undangan
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor
1 Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah 1 Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005. Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005
Dalam ketentuan Pasal 8 ayat (3) PMK a. Dalam PMK No. 06/PMK/2005 terkait
No. 06/PMK/2005 menegaskan bahwa dengan proses pemeriksaan terbagi
“Penetapan hari sidang sebagaimana menjadi 2 (dua) yaitu pemeriksaan
dimaksud dalam ayat (2) diberitahukan pendahuluan dan pemeriksaan
kepada Pemohon dan diumumkan kepada persidangan sedangkan dalam PERMA
masyarakat”, sedangkan dalam PERMA No. No. 1 Tahun 2011 tidak ada pengaturan
1 Tahun 2011 tidak ada pengaturan terkait terkait dengan proses pemeriksaan,
dengan penetapan hari sidang, yang ada yang ada hanya sesuai dengan
hanyalah penetapan hakim agung yang ketentuan Pasal 5 ayat (2) PERMA No. 1
akan memeriksa dan memutus permohonan Tahun 2011 yang menyebutkan “Majelis
keberatan hak uji materiil sebagaimana Hakim Agung memeriksa dan memutus
tercantum dalam ketentuan Pasal 5 permohonan keberatan tentang Hak Uji
ayat (1) PERMA No. 1 Tahun 2011 yang Materiil tersebut dengan menerapkan
berbunyi “Ketua Muda Bidang Tata Usaha ketentuan hukum yang berlaku bagi
Negara atas nama Ketua Mahkamah Agung perkara permohonan dalam waktu yang
Menetapkan Majelis Hakim Agung yang sesingkat-singkatnya, sesuai dengan
akan memeriksa dan memutus permohonan asas peradilan yang sederhana, cepat
keberatan tentang Hak Uji Materiil tersebut”. dan biaya ringan”. Sehingga menurut
Berdasarkan ketentuan tersebut menurut Penulis, bahwa pemeriksaannya pun
penulis tidak dimuatnya ketentuan yang cenderung menjadi sangat tertutup
mengatur tentang penetapan hari sidang dan menyebabkan ketidakpastian
atau penjadwalan sidang dalam PERMA No. hukum bagi proses penyelenggaraan
1 Tahun 2011 telah mengabaikan prinsip persidangan uji materiil di Mahkamah
keterbukaan. Sehingga konsekwensi acara Agung. Menurut Fence M. Wantu,
sidang dengan agenda mendengarkan “hukum tanpa nilai kepastian hukum
keterangan para pihak, mendengarkan akan kehilangan makna karena tidak
keterangan ahli atau mendengarkan lagi dapat dijadikan pedoman perilaku
informasi-informasi lainnya yang berkaitan bagi semua orang”22
dengan perkara yang berlangsung tidak b. Terkait dengan pemeriksaan
ada dan bahkan cenderung menjadi sangat pendahuluan dalam pengujian di
tertutup. Selain tidak sesuai dengan prinsip Mahkamah Konstitusi, dalam ketentuan
keterbukaan, dan PERMA No. 1 Tahun 2011 Pasal 10 PMK No. 06/PMK/2005
juga telah mengabaikan asas audi et alterem disebutkan bahwa:
partem yaitu bahwa dalam pelaksanaan
(1) Pemeriksaan Pendahuluan
sidang hakim harus mendengar kedua belah
dilakukan dalam sidang terbuka
pihak. Hakim harus adil dalam memberikan
untuk umum oleh Panel hakim yang
kesempatan kepada kedua belah pihak,
sekurang-kurangnya terdiri atas 3
untuk memberikan segala informasi yang
(tiga) orang Hakim Konstitusi.
terkait. Dengan demikian menurut penulis
muatan PERMA No. 1 Tahun 2011 yang (2) Pemeriksaan pendahuluan dapat
tidak mengatur tentang penetapan hari dilakukan dalam Sidang Pleno yang
sidang atau penjadwalan sidang cenderung dihadiri oleh sekurang-kurangnya 7
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip dasar (tujuh) orang Hakim Konstitusi.
yang diatur dalam ketentuan Pasal 13 Menurut penulis, terhadap ketentuan
ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun tersebut dalam praktiknya seringkali
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman berbeda. Penyelenggaraan sidang Pleno
yang menegaskan bahwa “semua sidang Mahkamah Konstitusi yang dalam ketentuan
pemeriksaan pengadilan adalah terbuka tersebut sekurang-kurangnya dihadiri oleh
untuk umum...” dan implikasi lainnya yaitu 7 (tujuh) orang hakim konstitusi namun
menyebabkan ketidakpastian hukum bagi sering dijumpai dalam praktiknya kurang
proses penyelenggaraan persidangan uji dari 7 (tujuh) orang hakim konstitusi. Dan
materiil di Mahkamah Agung. apabila jika kurang dari 7 (tujuh) orang

22 Fence M. Wantu, Antinomi Dalam Penegakan Hukum Oleh Hakim, Jurnal Berkala Mimbar Hukum, Vol. 19 No.3 Oktober 2007,
Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,.

197
Vol. 13 N0. 02 - Juni 2016 : 191 - 202

Hakim Konstitusi tersebut dikatakan Presiden tersebut memang membutuhkan


sebagai panel diperluas maka itu pun tidak waktu yang tidak singkat karena harus
sesuai dengan ketentuan penyelenggaraan dikoordinasi antara menteri-menteri
sidang panel yang sekurang-kurangnya yang ditunjuk sebagai kuasa khusus
terdiri atas 3 (tiga) orang Hakim Konstitusi. Presiden, atau koordinasi dengan Lembaga
Sehingga menurut Penulis, bahwasannya Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang
penerapan norma yang dilakukan oleh memiliki kepentingan terhadap undang-
hakim Mahkamah Konstitusi berbeda undang yang diuji, sehingga oleh karena
dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal hal itulah penyampaian keterangan tertulis
10 PMK No. 06/PMK/2005, maka ketentuan seringkali tidak sesuai dengan waktu 7
tersebut menjadi tidak pasti dan tidak (tujuh) hari dalam Pasal 13 ayat (2) PMK
mempunyai kepastian hukum. No. 06/PMK/2005. Bahwa pada dasarnya
6. Penerapan Asas Kepastian Hukum Atas terkait dengan keterangan Presiden
Muatan terkait Penyerahan Jawaban tersebut, sesuai dengan Pasal 25 PMK No.
Pengujian Peraturan Perundang-undangan 06/PMK/2005 yaitu “Keterangan Presiden
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor adalah keterangan resmi pemerintah baik
1 Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah secara lisan maupun tertulis mengenai
Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005 pokok permohonan yang merupakan hasil
koordinasi dari menteri-menteri dan/atau
Dalam ketentuan Pasal 3 ayat (4)
lembaga/badan pemerintah terkait”.
PERMA No. 1 Tahun 2011 ditegaskan
bahwa “Termohon wajib mengirimkan Namun walaupun penyampaian
atau menyerahkan jawabannya kepada keterangan tertulis Presiden telah lewat
Panitera Mahkamah Agung dalam waktu waktu, tetap saja Mahkamah Konstitusi
14 (empat belas) hari sejak diterima salinan menerima keterangan tertulis Presiden
permohonan tersebut”, sedangkan dalam tersebut. Sehingga terhadap kondisi
Pasal 13 ayat (2) PMK No. 06/PMK/2005 tersebut, menimbulkan suatu pertanyaan,
menegaskan bahwa apakah dengan diterimanya keterangan
tertulis Presiden yang telah melampaui
“Atas permintaan Hakim, keterangan
waktu oleh Mahkamah Konstitusi tersebut
yang terkait dengan permohonan
menjadi sah atau tidak sahkah keterangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
tertulis Presiden tersebut.
c sampai dengan huruf g wajib disampaikan
baik berupa keterangan tertulis, risalah Terhadap kondisi tersebut, dalam
rapat, dan/atau rekaman secara elektronik, praktiknya dapat dilihat bahwasanya
dalam jangka waktu selambat-lambatnya dalam pertimbangan hukum putusan
7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya Mahkamah Konstitusi, keterangan tertulis
permintaan dimaksud”. Presiden masih dijadikan sebagai bahan
pertimbangkan walaupun telah melampaui
Menurut Penulis, penentuan batas
waktu sebagaimana ditentukan dalam Pasal
waktu terkait penyampaian jawaban atau
13 ayat (2) PMK No. 06/PMK/2005.
keterangan tertulis pemerintah antara
PERMA No. 1 Tahun 2011 dan PMK No. Sehingga atas ketidaksesuaianya praktik
06/PMK/2005 tersebut, dalam praktiknya dalam proses penyampaian keterangan
sangat berbeda, karena dipengaruhi oleh tertulis Presiden dengan ketentuan dalam
mekanisme pemeriksaan persidangan Pasal 13 ayat (2) PMK No. 06/PMK/2005,
yang berbeda. Sebagai contoh dalam telah menimbulkan ketidakpastian hukum.
perkara pengujian Undang-Undang di Bahwa seharusnya suatu penegakan hukum
Mahkamah Konstitusi yaitu terkait dengan seharusnya sejalan dengan norma hukum,
penyampaian keterangan tertulis Presiden/ sebagaimana menurut Bisdan sigalingging
Pemerintah. Dimana dalam proses antara yang berpendapat:
mendengarkan keterangan presiden dengan ”antara kepastian substansi hukum dan
penyampaian keterangan tertulis presiden kepastian penegakan hukum seharusnya
membutuhkan waktu yang lebih dari 7 sejalan, tidak boleh hanya kepastian hukum
(tujuh) hari berbeda dengan Pasal 13 ayat bergantung pada law in the books tetapi
(2) PMK No. 06/PMK/2005. Terjadinya kepastian hukum yang sesungguhnya
ketidak sesuaian waktu dalam Penyampaian adalah bila kepastian dalam law in the books
keterangan tertulis presiden tersebut, terjadi tersebut dapat dijalankan sebagaimana
dalam rangka penyempurnaan terhadap mestinya sesuai dengan prinsip-prinsip dan
muatan keterangan tertulis Presiden. norma-norma hukum dalam menegakan
Penyempurnaan keterangan tertulis keadilan hukum”23.

23 Bisdan Sigalingging, Kepastian Hukum, dikutip dari: http://bisdan-sigalingging.blogspot.co.id/2014/10/kepastian-hukum.html,


tgl. 1 Januari 2016.

198
7. Penerapan Asas Kepastian Hukum Atas ada. Keterbukaan dalam sidang pengadilan,
Muatan terkait Jangka Waktu Putusan terutama pada saat pembacaan putusan
Pengujian Peraturan Perundang-undangan merupakan unsur pokok dalam “fair trial”.
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor Pembacaan putusan dalam sidang tertutup
1 Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah secara apriori dipandang sebagai tidak ada
Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005. pengadilan yang jujur. Sidang terbuka untuk
Dalam PMK No. 06/PMK/2005 maupun umum artinya siapapun diperbolehkan
dalam PERMA No. 1 Tahun 2011 tidak memasuki dan hadir dalam ruangan sidang.
ada sama sekali pengaturan tentang Hal itu sepertinya agak kontradiktif,
kapan jangka waktu dilaksanakanya seperti dalam putusan pengujian peraturan
putusan, sehingga menurut Penulis tidak perundang-undangan di Mahkamah Agung
diaturnya kapan dilaksanakannya putusan, pada bagian penutup, kalau dalam artian
menyebabkan ketidak pastian hukum bagi pembacaan putusan dibacakan dalam
para pihak. sidang terbuka, lalu kenapa para pihak yang
8. Penerapan Asas Kepastian Hukum Atas memiliki kepentingan terhadap perkara
Muatan terkait pelaksanaan pembacaan pengujian tersebut pun tidak diberitahukan
Putusan Pengujian Peraturan Perundang- tentang adanya pembacaan putusan, dan
undangan Dalam Peraturan Mahkamah para pihak mengetahuinya hanya melalui
Agung Nomor 1 Tahun 2011 website.
Bahwasannya proses pemeriksaan Dengan demikian terkait pelaksanaan
pengujian peraturan perundang-undangan pembacaan Putusan Pengujian Peraturan
di Mahkamah Agung bersifat tertutup, hal Perundang-undangan Dalam Peraturan
itu berimplikasi terhadap pelaksanaan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 pun
pembacaan putusan yang dalam praktiknya tidak ada kepastian hukum.
tidak diketahui kapan pelaksanaannya oleh Bahwa berdasarkan seluruh uraian
Para Pihak. tersebut, materi muatan PERMA No. 1
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Tahun 2011 dan PMK No. 06/PMK/2005,
Nomor 1 Tahun 2011 tidak terdapat pada dasarnya banyak menimbulkan
pengaturan tentang kapan dilaksanakan ketidak jelasan dan ketidak kepastian,
pembacaan putusan dan kapan salinan yang seharusnya suatu peraturan dibuat
putusan diterima oleh para pihak. Dalam dan diundangkan secara pasti karena
praktik yang selama ini berlangsung, para mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam
pihak hanya mengetahui bahwa permohonan artian tidak menimbulkan keragu-raguan
tersebut telah diputus hanya melalui (multitafsir) dan logis sehingga menjadi
“Website Mahkamah Agung”. Informasi yang suatu sistem norma dengan norma lain
tertuang dalam website tersebut, hanya yang tidak berbenturan atau menimbulkan
bersifat keterangan. Para pihak setelah konflik norma.
mengetahui informasi putusan tersebut juga Hukum seharusnya memberikan
tidak langsung menerima salinan putusan. kepastian hukum, karena apabila tidak
Salinan putusan baru didapat/dikirimkan memberikan kepastian hukum maka hukum
oleh Mahkamah Agung beberapa waktu akan kehilangan makna dan tidak lagi
setelah adanya informasi putusan, dalam dijadikan sebagai pedoman, yang menurut
waktu berminggu-minggu, berbulan-bulan Fence M. Wantu, “hukum tanpa nilai
bahkan lewat dari 1 (satu) Tahun. kepastian hukum akan kehilangan makna
Praktik pelaksanaan putusan itu karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman
berbeda ketika dihubungkan dengan isi perilaku bagi semua orang”, dengan
dalam beberapa putusan Mahkamah Agung demikian kepastian hukum dalam suatu
terkait uji materiil yang menyatakan bahwa peraturan menjadi mutlak karena hukum
putusan diucapkan dalam sidang terbuka berfungsi sebagai peraturan yang harus
untuk umum. ditaati sebagaimana disampaikan Radbruch,
yaitu kepastian hukum dimaknai dengan
Bahwasannya putusan pengadilan
kondisi di mana hukum dapat berfungsi
hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
sebagai peraturan yang harus ditaati.
apabila diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum. Suatu putusan dianggap Dengan demikian kondisi materi muatan
atau dinyatakan tidak sah mengandung PERMA Nomor 1 Tahun 2011 dan PMK
arti bahwa putusan itu batal demi hukum, No. 06/PMK/2005 banyak menimbulkan
tidak mempunyai kekuatan mengikat dan ketidak jelasan dan ketidakpastian, jelas
karena itu segala akibat hukumnya batal, bahwa hal itu tidak sesuai dengan ide dasar
dianggap sebagai sesuatu yang tidak pernah hukum yaitu bahwa hukum bertujuan untuk
memberikan kepastian hukum, hukum

199
Vol. 13 N0. 02 - Juni 2016 : 191 - 202

tidak lagi dapat berfungsi sebagai peraturan Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005 perlu
yang dapat ditaati. dilakukan perubahan (revisi).

C. Penutup
Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor
Daftar Pustaka
1 Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005
terdapat permasalahan yang dihadapi, yaitu Buku-Buku
tidak diterapkannya asas kepastian hukum Bagir Manan dan Kuntanan Magnar, Beberapa
yang terkait dengan subjek hukum pengujian Masalah Hukum Tata Negara, Bandung: PT.
peraturan perundang-undangan, Prosedur/Tata Alumni, 1997
Cara Pengujian Peraturan Perundang-undangan,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Penjadwalan Sidang Pengujian Peraturan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:
Perundang-undangan, Pemeriksaan Persidangan
Balai Pustaka, 1997
Pengujian Peraturan Perundang-undangan,
Penyerahan Jawaban Pengujian Peraturan Fence M. Wantu, Antinomi Dalam Penegakan
Perundang-undangan, Jangka Waktu Putusan Hukum Oleh Hakim, Jurnal Berkala Mimbar
Pengujian Peraturan Perundang-undangan, dan Hukum, Vol. 19 No.3 Oktober 2007,
pelaksanaan pembacaan Putusan Pengujian Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas
Peraturan Perundang-undangan Gadjah Mada
Adapun saran Penulis atas permasalahan JCT Simorangkir, Hukum dan Konstitusi
tersebut yaitu sebagai berikut: Indonesia, Jakarta: Gunung Agung, 1983
1. Kepastian hukum merupakan salah satu Khudzaifah Dimyati, Teoritisasi Hukum Studi
asas hukum yang seharusnya menjadi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum
prinsip dasar pembentukan peraturan di Indonesia 1945-1990, Surakarta:
perundang-undangan. Penerapan asas Muhammadiyah University Press, 2005
kepastian hukum itu menjadi sangat penting Lawrence M. Wriedman dikutip dari Fauzie
dan musti dilakukan dalam Peraturan Kamal Ismail, Tesis berjudul Kepastian
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 Hukum Atas Akta notaris Yang Berkaitan
dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Dengan Pertanahan, Fakultas Hukum,
Nomor PMK No. 06/PMK/2005 agar segala Universitas Indonesia, Depok, 2011
permasalahan hukum yang timbul dapat Maria S.W. Sumardjono, “Kepastian Hukum
terselesaikan atau paling tidak dapat dalam Pendaftaran Tanah dan Manfaatnya
mengurangi permasalahan yang timbul. Bagi Bisnis Perbankan dan Properti,
2. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 “Makalah disampaikan dalam seminar
Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah kebijaksanaan baru di bidang pertanahan,
Konstitusi Nomor PMK No. 06/PMK/2005 dampak dan peluang bagi bisnis properti
merupakan produk hukum acara yang dan perbankan”, Jakarta, 6 Agustus 1997,
dikeluarkan sebagai pedoman (guidence) hlm. 1 dalam Muhammad Insan C. Pratama,
pengujian Peraturan Perundang-undangan Skripsi, berjudul Kepastian Hukum dalam
dibawah Undang-Undang dan pengujian Production Sharing Contract, Fakultas
Undang-Undang terhadap Undang- Hukum Universitas Islam Indonesia,
Undang Dasar, sehingga menjadi cerminan Yogyakarta, 2009
terhadap lembaga yang mengeluarkannya Raimond Flora Lamandasa, penegakan hukum,
dalam hal ini Mahkamah Agung maupun dikutip dari Fauzie Kamal Ismail, Tesis
Mahkamah Konstitusi sebagai pelaku berjudul Kepastian Hukum Atas Akta
kekuasaan kehakiman yang merdeka notaris Yang Berkaitan Dengan Pertanahan,
untuk menyelenggarakan peradilan guna Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,
menegakkan hukum dan keadilan. Depok, 2011
3. Untuk menyelesaikan segala persoalan Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni,
yang timbul akibat tidak diterapkannya asas 1986
kepastian hukum dalam Peraturan Mahkamah
Siti Ismijati Jenie, Itikad Baik, Perkembangan
Agung Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan
Dari Asas Hukum Khusus Menjadi Asas
Mahkamah Konstitusi Nomor PMK No. 06/
Hukum Umum Di Indonesia, Dalam Pidato
PMK/2005 serta untuk menjadikan produk
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada
hukum acara pengujian Peraturan Perundang-
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,
undangan sebagai cerminan menegakkan hukum
Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis
dan keadilan oleh pelaku kekuasaan tersebut,
Guru Besar Universitas Gadjah Mada pada
maka terhadap Peraturan Mahkamah Agung
tanggal 10 September 2007 di Yogyakarta
Nomor 1 Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah

200
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Yohyakarta: Liberty, 1986 Pembentukan Peraturan Perundang-
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, undangan
Yogyakarta: Liberty, 2004 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Tata Wijayanta, Asas Kepastian Hukum, Keadilan Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
dan Kemanfaatan Dalam Kaitannya Dengan Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Putusan Kepailitan Pengadilan Niaga, Agung
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang
Yogyakarta, Jurnal Dinamika Hukum Vol. Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24
14 No. 2 Mei 2014 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun
Sejarah, Jakarta, Kanisius, 1982 2011 tentang Hak Uji Materiil
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/
Pradnya Paramita, Cetakan Kedua Puluh PMK/2005 tentang Pedoman Beracara
Empat, 1990 Dalam Pengujian Undang-Undang

Peraturan Perundang-undangan Website


Undang-Undang Dasar Negara Republik Bisdan Sigalingging, Kepastian Hukum, dikutip
Indonesia Tahun 1945 dari: http://bisdan-sigalingging.blogspot.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang co.id/2014/10/kepastian-hukum.html,
Kekuasaan Kehakiman tgl. 1 Januari 2016.

201

Anda mungkin juga menyukai