Anda di halaman 1dari 40

TUGAS INDIVIDU

CRITICAL BOOK REPORT

Masalah Lingkungan

Dikerjakan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

PKLH

(Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup)

Dosen Pembimbing

Enni Halimatussa’diyah, M.Pd

Disusun Oleh:

HASA RAH

0310192046

TADRIS BIOLOGI

FAKULTAR ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt yang telahmemberikan rahmat
serta karunia–Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Critical Book Report ini dalam
tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu dengan judul buku
“Biologi Sel”. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Disini saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berperan
dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada Ibu Enni Halimatussa’diyah, M.Pd
selaku dosen pengampu mata kuliah yang senantiasa memberikan bimbingan serta
pengajarannya pada saya dan teman-teman sekalian. Semoga Allah Swt meridhai segala
urusan kita semua. Aamiiin ya rabbal ‘alamin.

Aceh , 20 November 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1

1.2Manfaat..........................................................................................................................1

1.3Tujuan............................................................................................................................2

BAB II Identitas Buku

2.1. Identitas Buku I..........................................................................................................3

2.2. Identitas Buku II.........................................................................................................3

2.3. Identitas Buku III.......................................................................................................4

BAB III Pembahasan

3.1. Ringkasan Buku I.......................................................................................................5

3.2. Ringkasan Buku II......................................................................................................17

3.3. Ringkasan Buku III....................................................................................................22

BAB IV PENUTUP............................................................................................................33

4.1. Simpulan......................................................................................................................36

4.2. Saran............................................................................................................................36

Daftar Pustaka...................................................................................................................37

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mengkritik buku salah satu cara yang dilakukan untuk menaikkan ketertarikan
minat baca seseorang terhadap suatu pokok bahasan. Mengkritik buku (critical book
report) ini adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai sebuah hasil karya atau buku, baik
berupa buku fiksi ataupun nonfiksi, juga dapat diartikan sebagai karya ilmiah yang
melukiskan pemahaman terhadap isi sebuah buku.

Mengkritik buku dilakukan bukan untuk menjatuhkan atau menaikkan nilai suatu
buku melainkan untuk menjelaskan apa adanya suatu buku yaitu kelebihan atau
kekurangannya yang akan menjadi bahan pertimbangan atau ulasan tentang sebuah
buku kepada pembaca perihal buku-buku baru dan ulasan kelebihan maupun
kekurangan buku tersebut.

Critical book report adalah salahsatu cara mengkritik suatu buku untuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan suatu buku yang akan dikritik. Dalam kesempatan
ini saya mengkritik tiga buku, yaitu buku pertama yang akan dikritik adalah Atok
Miftachul Hudha, Husamah dan Abdulkadir Rahardjanto, buku kedua adalah buku
karya Dewi Liesnoor Setyowati, dkk, dan buku yang ketiga adalah Ramli Utina dan
Dewi Wahyuni K. Baderan.

1.2 Manfaat

Critical Book Report bermanfaat untuk menambah wawasan dan literatur penulis
mengenai Masalah Lingkungan , mengetahui kelebihan dan kekurangan buku yang
diresensi, mengetahui latar belakang dan alasan buku tersebut diterbitkan, menguji
kulaitas buku dengan membandingkan terhadap karya dari penulis yang sama atau
penulis lainnya.

1
1.3 Tujuan

Adapun tujuan critical book report ini adalah melatih daya pikir mahasiswa dalam
menilai buku dengan cara memberikan kritikan yang membangun, dan untuk memenuhi
tugas perkuliahan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup.

2
BAB II

IDENTITAS BUKU

1.1. Identitas Buku I

Nama penulis : Atok Miftachul Hudha, Husamah dan Abdulkadir Rahardjanto

Judul Buku : Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan HIdup

Tahun Terbit : 2019

Penerbit : Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang

Kota Terbit : Malang

Jumlah Halaman : 183

1.2. Identitas Buku II

3
Nama penulis : Dewi Liesnoor Setyowati, Sunarko, Rudatin dan Sri Mantini Rahayu
Sedyawati

Judul Buku : Pendidikan Lingkungan Hidup

Tahun Terbit : 2014

Penerbit : Universitas Negeri Semarang

Kota Terbit : Semarang

Jumlah Halaman : 82 Halaman

1.3. Identitas Buku III

Nama Penulis : Ramli Utina dan Dewi Wahyuni K. Baderan.

Judul Buku : Ekologi dan Lingkungan Hidup

Tahun Terbit : 2009

Penerbit : UNG press

Kota Terbit : Gorontalo

Jumlah Halaman : 178

4
BAB III

PEMBAHASAN

3.3. Ringkasan Buku 1 (Buku Utama)

Bab II

Manusia dan Permasalahan Lingkungan

A. Manusia Sebagai Pembuat Masalah Lingkungan

Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi paru-paru dunia. Bangsa ini
diberikan potensi lingkungan yang sangat luar biasa, berupa kondisi sumber daya alam
(keanekaragaman hayati dan non hayati), kondisi geografis, serta kondisi demografis
yang tidak dimiliki oleh bangsa lain.

Menurut Suriyani & Kotijah (2013), anugerah yang diberikan oleh Allah SWT
kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya khususnyamanusia harus dimanfaatkan secara
baik atau bijak. Pemanfaatananugerah tersebut untuk pemenuhan kebutuhan makhluk
hidup haruslahdisertai tanggung jawab besar dalam perlindungan dan pengelolaan agar
tetap terjaga kelestariannya (keberlanjutan fungsi/sustainability).

Ironisnya bila kita melihat fakta saat ini, kondisi yang terjadi berlawanan.
Menurut Iskandar (2013) berbagai aktivitas keseharian kita, dari skala kecil hingga
besar, secara individu maupun kolektif (masyarakat), memberikan kontribusi dalam
pencemaran udara,pencemaran air, pencemaran tanah, degradasi lahan, hilangnya
keanekaragaman hayati dan plasma nutfah, krisis sumberdaya dan energi, dan
puncaknya adalah global warming. Tingkah laku membuang sampah dan limbah
sembarangan, boros energi, konsumsi berlebih, penggunaan kendaraan dengan emisi
tinggi, dan berbagai aktivitas buruk lainnya pada sebagian besar masyarakat Indonesia
nyatanya masih sangat memprihatinkan.

Hal ini jamak dilakukan orang berpendidikan tinggi atau tidak, kaya maupun
miskin, tua maupun muda, dan laki-laki maupun perempuan. Sementara itu di sisi lain,
pertumbuhan industri dan aktivitas ekonomi yang begitu pesat dan ekspansif juga
memperkuat malapetaka bagi lingkungan, meskipun atas nama atau dalih pemenuhan

5
pola konsumsi manusia itu sendiri. Potensi keanekaragaman hayati Indonesia dan
kekayaan plasma nutfah yang sangat besar berada pada posisi terancam bahkan mulai
mengarah ke kepunahan. Penyebab utama dari hal tersebut adalah adalah kehilangan,
kerusakan/kehancuran, serta terfragmentasinya habitat, pemanfaatan secara berlebihan,
perburuan/ perdagangan ilegal, illegal logging dan kebakaran hutan (Pires & Moreto,
2011).

Kenyataannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)


bahkan melansir bahwa kerugian negara secara materi dan imateril akibat kebakaran
hutan dan lahan jauh lebih besar dari kasus korupsi. Berdasarkan data Indonesia
Corruption Watch (ICW), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diperkirakan
menyidik rata-rata 15 kasus korupsi selama periode 2010-2014. Kerugian negara dalam
kurun waktu itu Rp 1,1 triliun. Selama semester I tahun 2015, KPK menyidik 10 kasus
korupsi dengan kerugian negara dan kasus suap Rp 106,4 miliar (Pratama & Kandir,
2015).

B. Pencemaran Udara dan Problem Pemanasan Global


1) Pencemaran Udara

Udara sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta
makhluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara kelestarian fungsinya. Hal ini harus
dilakukan untuk pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan manusia serta perlindungan
bagi makhluk hidup lainnya. Sugiarti (2009) menyatakan, bahwa udara merupakan
campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada
keadaan suhu, tekanan, dan lingkungan sekitarnya. Udara tersusun atas gas oksigen
(O2) untuk bernafas, gas karbondioksida (CO2 ) untuk proses fotosintesis tumbuhan,
dan ozon (O3 ) untuk menahan sinar ultra violet. Gas-gas lain dalam udara antara lain
gas-gas mulia, nitrogen oksida (NO2 ), metana (NH4 ), belerang dioksida (SO4 ),
ammonia (NH3 ), hidrokarbon (HC), dan gas rumah kaca yang sekarang ini menjadi
perhatian besar dunia. Masing-masing gas penyusun tersebut memiliki persentase atau
komposisi khusus di udara. Apabila susunan dan komposisi udara itu mengalami
perubahan dari keadaan normal dan kemudian mengganggu kehidupan manusia, hewan
dan binatang serta tumbuhan, maka berarti udara telah tercemar. Pandangan ini sejalan
dengan pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun

6
1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yang menyatakan pencemaran
yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik,
kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti
letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 pencemaran udara adalah masuknya atau
dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

Berdasarkan berbagai uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa


pencemaran udara adalah hadirnya kontaminan (berupa satu atau lebih substansi fisik,
kimia, atau biologi) di ruang terbuka (atmosfer) dengan konsentrasi dan durasi yang
sedemikian rupa, sehingga membahayakan karena mengakibatkan gangguan, merugikan
atau berpotensi merugikan kesehatan manusia atau hewan, tumbuhan atau benda-benda
lainnya atau dapat mempengaruhi kenyamanan dan mengganggu estetika. Udara
dikatakan tercemar, bila kualitasnya telah melampaui nilai ambang batas (NAB)
menurut baku mutu (kualitas udara emisi maupun ambien) yang telah ditetapkan.

1) Sumber Pencemaran Udara

Ada beberapa polutan yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic


sources) yang dapat menyebabkan pencemaran udara, yaitu CO, CO2 , NO2 , SO4 ,
partikulat, hidrokarbon, CFC, timbal, chlorin, dan oksida fotokimia. Sumber
pencemaran udara tersebut, yaitu sumber bergerak (sektor transportasi) dan sumber
tidak bergerak (industri dan domestik). Cina, Amerika Serikat, Rusia, India, Meksiko,
dan Jepang dilaporkan sebagai negara-negara yang paling banyak mengemisi
pencemaran udara. Semua kendaraan bermotor yang memakai mesin berbahan bakar
bensin dan solar akan mengeluarkan gas CO, CO2 , NO2 , SO4 dan partikel-partikel
lain. Pembakaran bahan bakar untuk menghasilkan energi adalah sumber pencemaran
udara paling besar. Unsur-unsur ini bila mencapai kuantum tertentu akan menjadi racun
bagi manusia atau hewan serta mengganggu kesehatan manusia. Sebagai contoh gas CO
merupakan racun bagi fungsi-fungsi darah, sedangkan CO2 dapat menimbulkan
penyakit sistem pernafasan. Diperkirakan, setiap tahun dilepaskan 18,35 miliar ton
karbon dioksida atau 18.350.000.000.000 kg karbon dioksida (CO2 ). Analisis yang

7
dilakukan pada tahun 2010 mengestimasi sekitas 1,2 juta orang meninggal prematur
setiap tahun di Cina sebagai akibat dari pencemaran udara (Wardhana, 2010).

pencemaran udara dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

1) Emisi kendaraan bermotor, industri, dan kualitas bahan bakar. Studi


pengembangan strategi nasional tentang mekanisme.
pembangunan berkelanjutan memperkirakan Indonesia akan mengkontribusi 672
juta ton CO2 tahun 2004, meningkat 200% dibandingkan tahun 2000 akibat
pemakaian energi pada sektorsektor transportasi, industri, dan domestik (BPK
RI, 2007). Kendaraan bermotor merupakan salah satu sumber utama pencemaran
udara, khususnya di daerah perkotaan (Kusminingrum, 2008). Berbagai literatur
menunjukkan bahwa transportasi sebagai bentuk mobilisasi manusia memiliki
sumbangan sangat besar terhadap pencemaran udara. Sebanyak 44% total
suspended solid, 89% hidrokarbon, 100% timbal, dan 73% NOx berasal dari
aktivitas transportasi (Budiyono, 2001). Pencemaran udara di Indonesia kurang
lebih 70% disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor yang mengeluarkan zat-
zat berbahaya (Sugiarti, 2009). Transportasi darat memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap setengah dari total emisi SPM10, untuk sebagian besar
timbal, CO, HC, dan NOx di daerah perkotaan, dengan konsentrasi utama
terdapat di daerah lalu lintas yang padat, dimana tingkat pencemaran udara
sudah dan/atau hampir melampaui standar kualitas udara ambien (Soedomo et
al., 1990).
Kualitas bahan bakar berpengaruh terhadap kualitas emisi. Bensin
bertimbal dan solar dengan kandungan belerang tinggi menyebabkan
pembakaran dalam mesin tidak sempurna. Hasil pembakaran berupa polutan
yaitu CO, hidrokarbon, SO2 , NO2 , dan partikulat. Industri juga
menyumbangkan emisi yang sangat besar. Sebagian besar industri di Indonesia
menggunakan bahan bakar Marine Fuel Oil (MFO) dibandingkan High Speed
Diesel (HSD), minyak tanah, dan Industrial Diesel Oil (IDO). Kandungan
belerang dalam MFO di Indonesia lebih tinggi dibandingkan HSD, minyak
tanah, dan IDO menyebabkan MFO menghasilkan polutan SO2 lebih tinggi
dibandingkan bahan bakar lainnya (BPK RI, 2007).

8
Menurut Djayanti (2012) kegiatan industri juga menghasilkan gas yang
berbahaya, yaitu SO2 , NO2 , HC, CO, dan partikel debu. Polusi ini tidak hanya
membahayakan lingkungan tetapi juga kesehatan manusia. Sehubungan itu,
menurut Atmaja (2015) industri semen menjadi penyumbang emisi CO2 sektor
industri di Indonesia. Gas CO2 diproduksi dari aktivitas penggunaan bahan
bakar dan reaksi kimia saat pembuatan klinker (proses kalsisnasi). Industri
semen secara rerata menghasilkan emisi gas rumah kaca sebesar 0,833 ton
CO2 /ton semen yang dihasilkan.
2) Sistem manajemen transportasi dan lalu lintas.
Sistem manajemen transportasi perlu mendapatkan prioritas sebagai
upaya menekan dampak negatif bagi lingkungan. Dampak negatif dari sistem
manajemen transportasi yang tidak baik ini adalah tingginya kadar polutan
akibat emisi asap kendaraan bermotor. Sistem manajemen transportasi yang
belum baik antara lain ditandai dengan kurang memadainya angkutan massal,
sehingga menyebabkan pemakaian kendaraan pribadi meningkat dan kemacetan
meningkat pula. Kondisi ini terjadi di berbagai kota besar di Indonesia, bahkan
di berbagai kota di dunia. Sistem manajemen transportasi secara sederhana
berhubungan dengan: (a) rekayasa lalu lintas, khususnya menentukan jalannya
sistem transportasi berupa perencanaan jalur, kecepatan rata-rata, jarak tempuh
per kendaraan per tujuan (vehicle mile trip dan passenger mile trip), dan
seterusnya.
Pertimbangan utama penerapan rekayasa lalu lintas adalah bahwa aliran
lalu lintas berjalan selancar mungkin dan dengan waktu tempuh sekecil
mungkin. Minimalisasi waktu tempuh dari setiap titik asal ke titik tujuannya
masing-masing akan mendorong efisiensi penggunaan bahan bakar dan reduksi
pencemar udara yang signifikan. (b) Pengendalian sumber (mesin kendaraan).
Jenis kendaraan yang digunakan sebagai alat transportasi merupakan bagian di
dalam sistem transportasi yang dapat memberikan dampak pencemaran bagi
lingkungan. Jenis dan besarnya pencemar sangat ditentukan oleh jenis dan
kinerja mesin penggerak yang digunakan. Oleh karena itu penetapan aturan
tentang penggunaan jenis mesin ataupun komponen mesin yang lebih ramah
lingkungan sangat penting dilakukan. Sebaliknya, ketidakpedulian atau

9
pengabaian terhadap aspek tersebut akan semakin mendorong tingginya emisi.
(c) Energi transportasi. Besarnya intensitas emisi kendaraan bermotor selain
ditentukan oleh jenis dan karakteristik mesin, juga ditentukan oleh jenis bahan
bakar yang digunakan. Sumber pencemaran lainnya Pencemaran udara lainnya
berasal dari aktivitas domestik dan penggunaan bahan bakar untuk keperluan
rumah tangga, pembuangan sampah secara sembarangan yang kemudian
mengalami dekomposisi. Pembakaran sampah secara terbuka, saluran air
buangan, dan penguapan bahan bakar saat pengisian di stasiun pengisian bahan
bakar juga penyumbang pencemaran udara. Menurut Ratnani (2008), proses
pembakaran sampah walaupun skalanya kecil sangat berperan dalam menambah
jumlah zat pencemar di udara terutama debu dan hidrokarbon. Hal penting yang
perlu diperhitungkan dalam emisi pencemaran udara oleh sampah adalah emisi
partikulat akibat pembakaran, sedangkan emisi dari proses dekomposisi yang
perlu diperhatikan adalah emisi hidrokarbon dalam bentuk gas metana.
2) Dampak Pencemaran Udara
1) Dampak pencemaran udara terhadap kesehatan.

Rendahnya kualitas udara di dalam maupun di luar rumah menyebabkan


penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan gangguan saluran pernapasan
lainnya. Penyakit tersebut menduduki peringkat pertama yang dilaporkan oleh pusat-
pusat pelayanan kesehatan. Gas CO dapat menimbulkan turunnya berat janin maupun
meningkatnya jumlah kematian bayi, serta kerusakan otak. Selain itu gas CO dapat
mengikat hemoglobin darah mengganti posisi oksigen sehingga menjadi
oksimonoglobin (COHb). Bila CO terhisap masuk ke paru-paru, mengakibatkan fungsi
vital darah sebagai pengangkut oksigen terganggu karena ikatan gas CO dengan
hemoglobin darah lebih kuat 140 kali dibandingkan dengan oksigen. Keadaan ini
menyebabkan darah menjadi lebih mudah menangkap gas CO dan menyebabkan fungsi
vital darah sebagai pengangkut oksigen terganggu.

2) Dampak pencemaran udara terhadap tumbuhan dan hewan.

Berbagai studi menunjukkan bahwa tumbuhan yang ditanam sepanjang jalur


jalan utama di kota, tingkat pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan di luar jalur
utama kota. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya konsentrasi gas pencemar. Gas pencemar

10
menganggu pertumbuhan karena gas tersebut menutupi permukaan daun khususnya
stomata sehingga menghalangi pertukaran gas sehingga akan mengganggu proses
fotosintesis. Selain itu, gas pencemar udara yang masuk dalam sistem sirkulasi
tumbuhan dapat terakumulasi atau menumpuk di akar. Penumpukan ini akan
menyebabkan terhalangnya proses alterasi nutrisi yang berada dalam dalam tanah.
Gejala yang dapat dilihat adalah berupa penampakan kurang sehat pada daun dan
munculnya bercak pada permukaan daun, matinya beberapa bagian karena terjadinya
nekrosis, dan hilangnya warna daun (klorosis).

3) Dampak pencemaran udara terhadap material.

Menurut Budiyono (2001) partikel debu yang ada di udara akan menyebabkan
gangguan estetik dan fisik bangunan, misalnya terganggunya pemandangan, warna
dinding bangunan menjadi luntur dan kotor, dan terkikisnya material bangunan.
Material bangunan yang tersusun atas batuan akan mengalami pembentukan noda atau
kotoran (soiling) dan terjadinya pelapukan atau deterioration (biasanya lebih banyak
terjadi pada batu kapur yang biasa digunakan sebagai bahan bangunan dan pemahatan
marmer). Gedung-gedung yang terpapar SO2 , partikel debu, dan asap lama kelamaan
akan memiliki permukaan yang kotor dan dapat pula terjadi reaksi kimia oleh gas-gas
yang bersifat asam sehingga menyebabkan bangunan itu menjadi rapuh.

4) Dampak pencemaran udara dari segi ekonomi.

Berbagai studi dilakukan untuk menghitung kerugian sektor ekonomi yang


disebabkan oleh pencemaran udara. Hasil kajian Bank Dunia menemukan dampak
ekonomi akibat pencemaran udara di Indonesia sebesar Rp 1,8 trilyun yang pada 2015
mencapai Rp 4,3 trilyun. Hasil studi yang dilaksanakan Jakarta Urban Development
Project (JUDP) tahun 1994 memperkirakan kerugian ekonomi yang disebabkan
penurunan IQ anakanak tahun 1990 mencapai Rp 176 milyar. Studi oleh Bank Dunia
tahun 1994 memperkirakan kerugian ekonomi yang disebabkan polusi udara di Jakarta
sebesar Rp 500 milyar yang diperhitungkan dari 1.200 kematian prematur, 32 juta
masalah pernapasan, dan 464.000 kasus asma. URBAIR tahun 1997 melaporkan
kerugian ekonomi yang disebabkan oleh PM10 dan Pb mencapai Rp1 trilyun. ADB
RETA tahun 1997 memperkirakan dampak kerugian ekonomi disebabkan PM10, NO2 ,

11
dan SO2 di Jakarta tahun 1998 masing-masing sebesar Rp 1,7 trilyun, Rp 41,7 milyar,
dan Rp 1,8 trilyun. Kerugian ekonomi di tahun 2004 sebagai akibat dari waktu tempuh
yang lebih lama untuk jarak tertentu dilaporkan SITRAMP mencapai Rp 2,5 trilyun per
tahun dan meningkat menjadi Rp 5,5 trilyun dengan memperhitungkan meningkatnya
biaya operasional kendaraan sebagai dampak dari kemacetan (Farisma, 2011; Shah &
Nagpal, 1997).

2) Problem Pemanasan Global

Pemanasan global merupakan peningkatan secara gradual dari suhu permukaan bumi
yang sebagian disebabkan oleh emisi zat-zat pencemar.

a. Suhu Global Cenderung Meningkat

Suhu rata-rata udara di permukaan Bumi beberapa abad lalu hanya meningkat
0,750 C, namun dalam 50 tahun terakhir angka tersebut naik berlipat ganda.
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), satu badan PBB yang terdiri dari
1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, memproyeksikan bahwa pada tahun 2100 suhu rata-
rata dunia cenderung akan meningkat dari 1,80 C menjadi 40 C. Angka tersebut pada
kondisi terburuk bahkan dapat mencapai 6,40 C, kecuali negara-negara di dunia
mengambil tindakan kolektif untuk membatasi emisi gas rumah kaca. Laporan IPCC
berjudul Fourth Assessment Report menunjukkan bahwa 90% aktivitas manusia selama
250 tahun terakhir inilah yang membuat planet semakin panas.

b. Perubahan Iklim (Climate Change)

“Iklim adalah rata-rata kondisi fisis udara (cuaca) pada kurun waktu tertentu
(harian, mingguan, bulanan, musiman, dan tahunan) yang diperlihatkan dari ukuran
catatan unsur-unsurnya (suhu, tekanan, kelembaban, hujan, angin, dan sebagainya)”
(Winarso, 2007). Hidayati (2001) menjelaskan bahwa “kajian iklim berhubungan
dengan fenomena fisik atmosfer sebagai hasil interaksi proses-proses fisik dan
kimiafisik yang terjadi di udara (atmosfer) dengan permukaan bumi. Keduanya saling
mempengaruhi, aktivitas atmosfer dikendalikan oleh fisiografi bumi, dan fluktuasi iklim
berpengaruh terhadap aktivitas di muka bumi”. Iklim tidak pernah statis, melainkan
dinamis ruang maupun waktu. Skala waktu menyebabkan perubahan iklim membentuk

12
pola/siklus harian, musiman, dan tahunan. Perubahan iklim terjadi secara alamian
maupun akibat aktivitas manusia.

c. Peningkatan Permukaan Laut

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat,


membesar dan meninggi. Pemanasan suhu bumi akan mencairkan banyak es di kutub,
terutama sekitar Greenland, sehingga lebih memperbanyak volume air di laut. Selama
abad ke-20 tinggi permukaan laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm (4-10
inchi), dan para ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm (4- 35
inchi) pada abad ke-21. Perubahan tinggi permukaan laut akan sangat memengaruhi
kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6%
daerah Belanda, 17 % daerah Bangladesh dan banyak pulau-pulau kecil di pasifik.

d. Gangguan Ekologis

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang paling menjadi korban
efek pemanasan global. Hewan dan tumbuhan sulit menghindar akibat sebagian besar
lahan telah dikuasai manusia. Hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke
atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, dengan mekanisme
dan pola pemencaran benih yang baru. Akan tetapi, pembangunan yang gencar
dilakukan manusia akan menghalangi perpindahan ini.

e. Dampak Kesehatan dan Sosial

Perubahan cuaca dan perubahan permukaan laut dapat mengakibatkan


munculnya berbagai penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan
kematian. Pergeseran kondisi ekosistem akibat pemanasan global dan perubahan iklim
mengakibatkan penularan penyakit melalui air (waterborne diseases) maupun melalui
vektor (vectorborne diseases). Contoh dari kasus ini adalah naiknya angka kejadian
demam berdarah karena ekosistem baru untuk nyamuk berkembang biak tersedia.
Perubahan iklim menyebabkan Aedes agipty, virus, bakteri, dan plasmodium lebih
tanah terhadap obat tertentu (resisten).

C. Pencemaran Air dan Problem Penggunaan Air


1) Sumber Pencemar Air

13
Banyak sumber yang dapat mengakibatkan pencemaran air antara lain limbah
industri, limbah domestik, sampah organik, bahan-bahan kimia seperti pupuk, pestisida,
perlakuan penjernihan air oleh perusahaan air minum, perlakuan pembuangan kotoran
(sewage) dari kandang/usaha peternakan, pembuangan kotoran Rumah Pemotongan
Hewan (RPH), serta eutrofikasi. Sumber air minum di Indonesia berasal dari
Perusahaan Air Minum (PAM) swasta, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), air
sumur dalam, dan air sumur dangkal.

2) Dampak Pencemaran Air


Meracuni Sumber Air Minum
Mengakibatkan Penularan Penyakit
. Merusak Ekosistem Air
Mengakibatkan Terjadinya Bencana

D. Pencemaran Tanah dan Problem Penggunaan Lahan

Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia
beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada
manusia dan makhluk hidup lainnya ketika bersentuhan, dan dapat mencemari air
tanah dan udara di atasnya.

1) Penyebab Pencemaran Tanah

Menurut Sembel (2015) berbagai penyebab pencemaran tanah dapat diuraikan


sebagai berikut:

a. Pencemaran Tanah secara Langsung Pencemaran secara langsung


misalnya karena penggunaan pupuk secara berlebihan, pemberian
pestisida, dan pembuangan limbah yang tidak dapat diuraikan seperti
plastik, kaleng, botol, dan lain-lain.
b. Pencemaran Tanah Melalui Air Air yang mengandung bahan pencemar
(polutan) akan mengubah susunan kimia tanah sehingga mengganggu
jasad yang hidup di dalam dan di permukaan tanah.

14
c. Pencemaran Tanah Melalui Udara Udara yang tercemar akan
menurunkan hujan yang mengandung bahan pencemar (hujan asam)
yang mengakibatkan tanah tercemar juga.
2) Dampak Pencemaran Tanah
a. Dampak Pencemaran

Tanah terhadap Kesehatan Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan


tergantung pada tipe polutan, jalur masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang
terpapar.

b. Dampak Pencemaran Tanah terhadap Ekosistem

Pencemaran tanah juga dapat memberikan dampak terhadap ekosistem.


Perubahan kimia tanah secara radikal dapat timbul akibat akumulasi bahan kimia
beracun/berbahaya. Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme mikro
organisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya
bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat
memberi akibat besar terhadap predator atau tingkatan lain dalam suatu rantai makanan.

c. Dampak Pencemaran Tanah terhadap Pertanian

Dampak pada pertanian terutama munculnya perubahan metabolisme tanaman


yang akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini memungkinkan
timbulnya dampak lanjutan pada konservasi tanaman dimana tanaman tidak mampu
menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar memiliki waktu paruh yang
panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan
pencemar tanah utama.

E. Deforestasi dan Eksploitasi Sumberdaya Laut Berlebihan


1. Deforestasi (Hilangnya Tutupan Hutan)

Deforestasi umumnya diakibatkan oleh pola atau tatanan korup, yang


berpandangan bahwa hutan adalah sumber penghasilan untuk diekstraksi demi
keuntungan pribadi dan golongan (kelompok). Deforestasi mulai menjadi masalah
penting sejak 1970-an.

15
a. Ekstraksi Kayu oleh Hak Pengusahaan Hutan (HPH)
b. Ekstrasi Kayu oleh Pembalakan Ilegal (lllegal logging)
c. Konversi Hutan Menjadi Hutan Taman Industri (HTI)
d. Perkebunan Kelapa Sawit
e. . Pembukaan Hutan untuk Pertambangan
2. Eksploitasi Sumberdaya Laut Berlebihan

Meskipun alat tangkap skala besar hanya 10%, tetapi keberadaannya tidak
dapat dinafikan menyebabkan over fishing. Semakin besar alat tangkap, semakin besar
volume tangkapan. Konflik antara kapal ikan skala kecil dan skala besar menjadi
masalah umum di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. Sebanyak 67% kapal pukat
beroperasi di Sumatera, sementara 55% pukat kantong di Jawa. Lebih dari setengah
kapal pukat kantong 52%-nya berada di Jawa. Jumlah alat tangkap merupakan indikasi
tingkat ekstraksi sumberdaya ikan. Indonesia menghadapi masalah IUU Fishing, yang
menimbulkan gejala over fishing.

F. Dilema Penegakan Hukum Lingkungan

Hukum seharusnya berperan dalam pemecahan masalah lingkungan dan


sekaligus berfungsi sebagai landasan yuridis bagi pelaksanaan kebijakan negara
(pemerintah) dalam mengelola lingkungan hidup. Jika kebijakan lingkungan kemudian
dirumuskan dalam rangakaian norma yang tertuang dalam peraturan perundang-
undangan tentang lingkungan, dalam arti sempit, hal itu dapat disebut sebagai kebijakan
hukum lingkungan, atau sering disebut sebagai politik perundang-undangan di bidang
lingkungan hidup. Konkretnya, peraturan perundang-undangan di Indonesia
mengandung ketidaklengkapan dalam rumusan pengaturan fungsi manajemen
lingkungan, belum diadopsinya secara utuh prinsipprinsip pembangunan berkelanjutan,
pengaturan kelembagaan yang sangat parsial, pasal perizinan yang sumir, norma
pengawasan yang tidak jelas, belum lengkapnya pengaturan tentang hak-hak prosedural
masyarakat, belum didayagunakannya pengaturan berkenaan dengan persyaratan
penataan, isntrumen ekonomi, rumusan sanksi administrasi serta sanksi pidana yang
tidak aplikatif.

16
Tidak jarang pula yang terjadi ialah justru disharmoni antara peraturan
perundang-undangan sektoral, yaitu terjadinya konflik, kontradiksi, tumpang tindih dan
inkonsistensi antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain.
Memang disadari, sangat banyak masalah yang dihadapi dalam pengaturan kebijakan
hukum di bidang lingkungan hidup. Hal ini tidak saja menjadi tantangan bagi mereka
yang langsung berkecimpung di bidang hukum lingkungan, tetapi juga merupakan
panggilan tugas dan tanggung jawab bersama para ahli hukum untuk berperan serta
dalam upaya membangun hukum lingkungan nasional Indonesia (Bram, 2014).

3.2.Ringkasan Buku II

Bab IV

Masalah Lingkungan

1. Lingkungan dan Permasalahannya

Masalah Iingkungan sudah ada sejak dahulu kala, tetapi dampaknya yang lebih
luas mulai dirasakan pada dasawarsa 1950-an, akibat dari berkembangnya teknologi.
Menurut Soeriaatmadja (1990), suatu penemuan yang sangat besar dampaknya terhadap
alam pikiran manusia pada abad ke 20 ini ialah ketika manusia berhasil pertama kalinya
mengarungi angkasa kuar dengan pesawat luar angkasa. Dari jendela pesawat para
astronot dapat melihat planet bumi kita yang dihuni oleh bermacam-macam makhluk
hidup. Pandangan lama menganggap bahwa manusia hidup di tengah-tengah berbagai
benua yang terhampar luas tanpa batas dan dipisahkan oleh samudra yang batasnya tak
jelas. Sehingga dengan berhasilnya manusia mengarungi angkasa luar, manusia juga
dapat mengamati kerusakan planet bumi dari atas bumi.

Kerusakan lingkungan juga mengakibatkan kerusakan kehidupan, contohnya


smog, asap menyerupai kabut yang berasal dari buangan mobil dan pabrik yang
kemudian bereaksi dengan matahari, akan menganggu kesehatan (sistem pernafasan).
Juga pengaruh logam berat air raksa (Hg) yang menyebabkan penyakit Minamata serta
Iimbah logam kadmium (Cd) yang menyebabkan penyakit Itai-itai, keduanya di Jepang.
Contoh di atas telah menarik perhatian serius beberapa negara sejak mulai 1970-an.
Tepatnya setelah diselenggarakan konferensi PBB tentang Iingkungan hidup di

17
Stockholm 5-11 Juni 1972. Sehingga tanggal 5 Juni selain dijadikan Hari Lingkungan
Hidup Sedunia (The Environment Day), didirikan pula badan PBB yang mengurus
masalah lingkungan yaltu United Nation Environmental Programme (UNEP). Perlu
diketahui bahwa pada konferensi tersebut ikut serta perwakilan Indonesia, yang
sebelumnya telah mengadakan seminar tentang lingkungan hidup untuk pertama kalinya
di Indonesia 15-18 Mei 1972 (Soemarwoto, 1997).

Beberapa hal pokok yang menyebabkan timbulnya masalah lingkungan antara


lain adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, meningkatnya kualitas dan
kuantitas limbah, adanya pencemaran lintas batas Negara.

 Masalah Lingkungan Secara Global

Masalah lingkungan saat ini menjadi salah satu isu yang paling sering dibahas
baik oleh pemerintah, peneliti maupun badan organisasi di level internasional maupun
lokal. Beberapa masalah lingkungan global antara lain:

a. Perubahan Iklim (Pemanasan Global)

Beberapa efek lain dari perubahan iklim antara lain:

 Meningkatnya suhu bumi. Rata-rata kenaikan suhu global sekitar 0,74o C


selama abad 20 ini. Kenaikan selama 50 tahun terakhir ini hampir 2 kali lebih
tinggi dibanding 100 tahun sebelumnya.
 Terdapat karbon dioksida lebih banyak di atmosfer. Karbon dioksida adalah
penyumbang utama terjadinya perubahan iklim.
 Banyak curah hujan dan banyak terjadi kekeringan. Terjadi curah hujan yang
lebih tinggi pada daerah timur Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa
Utara, Asia Utara dan Asia Tengah selama dekade belakangan ini. Tetapi di
Mediterania, Afrika Selatan dan sebagian Asia Selatan mengalami kekeringan.
 Kenaikan permukaan air laut. Total kenaikan permukaan air laut selama abad 20
sekitar 0,74 meter dan ini jauh lebih besar dibandingkan kenaikan selama 2000
tahun sebelumnya. 5. Berkurangnya lapisan es, terutama pada musim panas.

b. Penipisan Lapisan Ozon

18
Lapisan ozon adalah lapisan konsentrasi molekul ozon yang terdapat di
stratosfer. Ozon adalah senyawa kimia yang terdiri dan 3 atom oksigen (O3). Sekitar
90% dari ozon yang ada di bumi terdapat di lapisan ozon. Di lapisan atmosfer (dekat
permukaan bumi) ozon dapat mengganggu kesehatan, tetapi di lapisan stratosfer ozon
akan melindungi mahluk hidup dan sinar ultra violet yang dipancarkan oleh matahari.
Berlubangnya lapisan ozon mengakibatkan semakin banyak radiasi yang mencapai
permukaan bumi. Untuk manusia, paparan sinar UV yang berlebihan dapat
mengakibatkan kanker kulit, katarak, dan memperlemah sistem kekebalan tubuh.
Peningkatan radiasi UV juga mengakibatkan berkurangnya hasil panen dan gangguan
pada rantai makanan di laut.

Berlubangnya lapisan ozon sebagian besar disebabkan oleh CFC


(Chlorofluorocarbons), HCFC (Hydrochlorofluorocarbons), HFC (Hydrofluorocarbons),
dan PFC (Perfluorocarbon). Gas-gas ini biasanya digunakan pada AC dan lemari es,
emisi dari industri energi, semen, pulp dan kertas. Peristiwa berlubangnya ozon karena
CFC melalui urutan sebagai berikut: CFC terlepas dari sumber dan naik ke stratosfer,
sinar matahari memecah CFC sehingga menjadi atom klorin yang kemudian menjadi
penyebab rusaknya lapisan ozon.

c. Efek Rumah Kaca

Selain penipisan ozon, masih banyak lagi ancaman Iingkungan yang dapat
mempengaruhi kehidupan kita, yaitu adanya gas pencemar (polutan) yang menyebabkan
efek rumah kaca (ERK). Gas-gas pencemar akan melapisi bumi sehingga sinar matahari
yang berhasil menerobos, panasnya akan tertahan tidak dapat lepas kembali ke atmosfer
bebas. Fenomena ini menyerupai efek rumah kaca (green house effect), suhu dalam
rumah kaca lebih tinggi karena panasnya tidak dapat menembus kaca. Sebenarnya bila
bumi ini tidak ada gas polutan yang membentuk gas rumah kaca (GRK) seperti CO,
Ca2, metana, maka suhu rata-rata permukaan bumi hanya -18°C suhu yang dingin bagi
kehidupan mahluk hidup. Tetapi dengan meningkatnya kadar GRK akan meningkat
pula ERK (efek rumah kaca) sehingga suhu permukaan bumi akan naik pula, sehingga
menyebabkan pemanasan global.

d. Hujan Asam

19
Hujan asam adalah istilah yang secara luas digunakan untuk campuran materi
asam nitrit dan asam sulfit baik secara basah dan kering dari atmosfer melebihi jumlah
normal. Penyebab atau unsur kimia pembentuk dari hujan asam berasal dari sumber-
sumber alami seperti kegiatan vulkanik dan vegetasi yang terurai, maupun yang
diakibatkan oleh aktivitas manusia, yang terutama berasal dari sulfur dioksida (SO2)
dan nitrogen oksida (NOx) berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.

Pada area dengan cuaca kering, unsur kimia asam dapat berupa debu atau asap
dan jatuh ke tanah dalam bentuk deposisi kering, menempel ke tanah, gedung, rumah,
mobil dan pepohonan. Partikel gas dan padat bersifat asam ini dapat terbilas air hujan
dan jatuh sebagai air limpasan yang mengandung asam. Sekitar separuh dari keasaman
di atmosfer turun ke tanah dalam bentuk deposisi kering.

2. Masalah Lingkungan Secara Nasional

Hal demikian dibarengi oleh berbagai pola dan langkah pembangunan yang cenderung:

a. Merusak/mengganggu sistem pendukung kehidupan manusia


b. Menciptakan ancaman dan bahaya buatan manusia dalam bentuk berbagai
sumber bencana
c. Berlanjutnya dampak dan resiko lingkungan ini pada generasi masa datang
d. Makin lemahnya struktur dan fungsi organisasi sosial masyarakat dalam
berperan serta dalam mendukung kegiatan pembangunan maupun mengelola
lingkungan.

Masalah lingkungan nasional (lokal) yang ditimbulkan juga menimbulkan kerusakan


pada alam, yaitu :

1. Kerusakan Hutan Tropis

Kerusakan disebabkan penjarahan yang dilakukan secara terang-terangan


menyebabkan hutan-hutan rusak parah. Disamping penjarahan kerusakan juga
diakibatkan karena kebakaran baik karena faktor alam maupun ulah manusia yang tidak
bertanggungjawab.

2. Kerusakan terumbu karang

20
Terumbu karang adalah suatu tumbuhan dan hewan yang berada di daerah
perairan laut dangkal. Fungsi terumbu karang sebagai :

 Penahan gelombang sehingga erosi tepi pantai dapat dikurangi


 Tempat tinggal tetap atau sementara bagi berbagai jenis hewan serta tempat,
persembunyian yang paling aman bagi hewan-hewan kecil
 Tempat tumbuhnya berbagai macam zooxantellae dan alga, sehingga pada siang
hari menghasilkan O2 yang diperlukan ikan dan mahluk hidup di bumi,serta
dapat dijadikan taman laut yang paling mengesankan.
 Sumber penghasilan dan makanan bagi masyarakat pesisir karena potensi
perikanan terumbu karang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
 Bahan obat-obatan penyakit kanker berasal dari biota terumbu karang
 Tujuan pariwisata yang indah dan unik.

Kerusakan terumbu karang sampai kedalaman 3 m di Indonesia sangat


mengkhawatirkan. Kegiatan manusia yang menyebabkan kerusakan terumbu karang
antara lain penangkapan udang atau ikan dengan merusak karang, pengambilan karang
untuk bangunan, pembersihan karang dari perairan pantai untuk keperluan pariwisata.
Dengan rusaknya terumbu karang maka fungsi terumbu karang sebagai penahan
gelombang, tempat tinggal banyak organisme, potensi ekonomi dan pariwisata jelas
terganggu.

3. Kerusakan hutan bakau

Indonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, memiliki
hutan mangrove yang sangat luas. Menurut data hutan mangrove Indonesia dipekirakan
3,6 milyar hektar khususnya di sepanjang pantai timur Sumatra, pantai Kalimantan dan
Irian Jaya. Fungsi hutan bakau (Reksodihardjo dan Lilley, 1996) adalah sebagai berikut:

a. Hutan bakau merupakan sumber daya yang kaya baik dalam hal penyedia
tempat tinggal bagi binatang air seperti ikan, udang dan penyedia kayu atau
pemanfaatan daun bakau bagi binatang ternak.
b. Selama proses pembusukan, hutan bakau menjadi sumber makanan utama untuk
moluska, kepiting, cacing dan binatang-binatang kecil lainnya.
c. Sebagai pelindung dan stabilisator garis pantai dan bahaya abrasi.

21
d. Sebagai pengikat lumpur dalam pembentukan lahan.
e. Sebagai lahan yang digunakan untk berbagai kegiatan manusia, seperti tempat
pemancingan atau tempat wisata.
f. Buah dan daun beberapa tumbuhan bakau dapat dimanfaat nelayan sebagai
makanan dan obat, seperti di Asia Tenggara, abu rebung, dan daun nipah sudah
lama digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan herpes, sakit gigi dan sakit
kepala.
g. Tanaman mangrove juga merupakan penghasil madu meskipun hal ini belum
tersebut dimanfaatkan secara sempurna

3.1. Ringkasan Buku III

BAB III

MASALAH LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN


BERKELANJUTAN YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN

A. Masalah Lingkungan

Faktor kunci perkembangan teknologi telah menimbulkan berbagai masalah


global antara lain pemanasan bumi karena dampak rumah kaca yang timbul dari
peningkatan gas di atmosfer, terutama CO2, NOX dan SO2 dari perpacuan penggunaan
energi fosil. Berbagai gas di atmosfer ini berpotensi menimbulkan hujan asam yang
menurunkan pH air hujan dari rata-rata 5,6 (O3) karena penggunaan chlorofluorocarbon
(CFC) yang menipiskan lapisan ozon karena reaksi Cl dengan O3 menjadi ClO dan 02,
sehingga lapisan ozon tidak mungkin mengurangi tembusnya sinar ultraviolet B yang
merupakan masalah kehidupan di Bumi, termasuk kesehatan manusia. Di permukaan
Bumi juga terjadi pencemaran oleh limbah bahan beracun dan berbahaya. Berbagai
kasus menurunnya kualitas lingkungan ini antara lain mengakibatkan mutasi gen
manusia yang terselubung.

Secara global keprihatinan dan masalah lingkungan sebenarnya sudah timbul


mulai pada permulaan revolusi industri pertengahan abab 18 di Inggris yang
menggantikan sebagian dari tenaga manusia dengan tenaga mesin disekitar tahun 1750.
Hal ini dimulai pula di Amerika pada tahun 1800. Penggantian tenaga dan kemampuan

22
lain dari manusia ini ditandai dengan revolusi cybernetic, di mana dalam berbagai
tindakan lebih diutamakan penggunaan mesin. Proses ini dilanjutkan dengan
penggunaan berbagai bahan kimia, tenaga radioaktif, mesin tulis, mesin hitung,
komputer dan sebagainya. Pada tahun 1950 timbul penyakit itai-itai ( aduh-aduh) di
Teluk Minamata, Jepang karena keracunan limbah Cd dan Hg. Tahun 1962 terbit buku
The Silent Spring dari Rachel Carson yang mengeluhkan sepinya musim semi dari
kicauan burung-burung, karena penggunaan pestisida yang berlebihantelah
menyebabkan pecahnya kulit telur yang mengancam kelangsungan hidup burung.

B. Masalah Lingkungan Hidup Global


1. Pemanasan global

Pemanasan global dapat terjadi akibat meningkatnya lapisan gas terutama CO2
yang menyelubungi Bumi dan berfungsi sebagai lapisan seperti rumah kaca. Gas ini
berasal dari berbagai kegiatan manusia seperti dalam penggunaan sumberdaya alam
berupa energi fosil (minyak bumi, batu bara dan gas). Dalam keadaan normal, lapisan
gas rumah kaca (GRK) terdiri dari 55% CO2, sisanya adalah hidrokarbon, NOx , SO2,
O3, CH4 dan uap air. Lapisan ini menyebabkan terpantulnya kembali sinar panas
inframerah A yang datang bersama sinar matahari, sehingga suhu di permukaan Bumi
dapat mencapai 13o C. Jika GRK ini meningkat maka lapisan gas makin tebal sehingga
mengakibatkan refleksi balik sinar (panas) Matahari makin banyak yang memantul
kembali ke Bumi, dan suhu permukaan Bumi makin meningkat. Gas rumah kaca dapat
juga meningkat karena adanya pembalakan hutan

2. Lubang lapisan ozon (O3)

Lapisan tipis ozon yang menyelimuti Bumi pada ketinggian antara 20 hingga 50
km di atas permukaan Bumi berfungsi menahan 99% dari radiasi sinar ultraviolet (UV)
yang berbahaya bagi kehidupan. Sinar ultraviolet dalam intensitas yang rendah dapat
merangsang kulit membentuk vitamin D, atau mematikan bakteri di udara, air atau
makanan. Penyerapan sinar ultraviolet yang berlebihan, akan menyebabkan kanker kulit
(terutama untuk mereka yang bekulit putih), kerusakan mata (cataract), gangguan rantai
makanan di ekosistem laut, serta kemungkinan kerusakan pada tanaman budidaya.

23
Kondisi lapisan ozon makin tipis dan di beberapa tempat telah terjadi lubang.
Kerusakan lapisan ini disebabkan bahan kimia, seperti CFC (chlorofluorocarbon) yang
dihasilkan oleh aerosol (gas penyemprot minyak wangi, insektisida), mesin pendingin,
dan proses pembuatan plastik atau karet busa (foam) untuk berbagai keperluan. Oleh
sinar matahari yang kuat, maka berbagai gas ini diuraikan menjadi chlorine yang
mengalami reaksi dengan O3 menjadi ClO (chloromonoxide) dan O2.. Jadi chlorine
tersebut mengakibatkan terurainya molekul ozon menjadi O2 (oksigen)

3. Hujan asam

Pelepasan gas-gas SO2, NO2 dan CO2 yang berlebihan ke atmosfir akan
menghasilkan air hujan yang bersifat asam. Ini terjadi apabila air hujan bereaksi dengan
berbagai gas tersebut, sehingga air hujan akan mengandung berbagai asam seperti asam
sulfat (H2SO4), asam nitrat (HNO3). Air hujan dengan keasaman (pH di bawah 5,6)
seperti itu menyebabkan kerusakan hutan, korosi (perkaratan logam), merusak dan
bangunan marmer. Air danau dan sungai dengan pH seperti ini dapat mempengaruhi
kehidupan biota serta kesehatan manusia pada umumnya (Chadwick, 1983:80-82).

Sebagian dari gas-gas di atas dapat berasal dari asap buangan kendaraan
bermotor (44,1%), rumah tangga (33%), dan industri khususnya pengecoran logam dan
pembangkit listrik dengan batu bara (14,6%). Sebagaimana diketahui kenderaan
bermotor menghasilkan zat beracun seperti CO2, CO, HC, NOX, kabut dan debu. Di
Kota Jakarta diperkirakan terjadi emisi sebanyak 153 ton dalam satu tahun. CO2
memicu pemanasan global, CO menyebabkan keracunan dalam pernapasan, SOX
menyebabkan pneumonia, disamping itu bersama NOx mengakibatkan hujan asam dan
banjir (Sinar Harapan, 14 Juni 2003).

4. Pencemaran oleh limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)

Pencemaran lingkungan dapat mengakibatkan menurunnya fungsi dan peruntukan


sumberdaya alam, seperti air, udara, bahan pangan, dan tanah. Bahan pencemar yang
terbanyak adalah limbah, terutama dari kawasan industri. Pencemaran lingkungan
akibat penggunaan bahan kimia pestisida (methyl isocyanate) serta timbulnya limbah
B3 dari berbagai kegiatan industri sangat dikhawatirkan, karena tidak saja mengancam
kehidupan manusia tetapi juga sumberdaya hayati lainnya. Pencemaran limbah ini

24
seperti yang terjadi di Teluk Buyat Ratatotok yang menyebabkan gangguan kesehatan
masyarakat sekitar.

Penggunaan borax dan formalin sebagai pengawet bahan makanan (ikan asin,
tahu, bakso), pemutih beras dengan formalin, serta pewarna tekstil yang digunakan
untuk kerang, telah menjadi masalah di Indonesia dan tetap diwaspadai. Hal ini
menunjukkan bahwa perlu pengawasan terhadap penggunaan bahan-bahan kimia agar
sesuai dengan fungsinya. Demikian pula dengan penggunaan pestisida, bila tidak sesuai
dengan dosis yang dianjurkan maka tidak saja membasmi hama tanaman tetapi juga
dapat mengancam kehidupan biota lainnya.

C. Masalah Lingkungan Hidup di Indonesia


1. Masalah lingkungan hidup alami

Letusan gunung Merapi dan gempa bumi yang terjadi pada tahun 2006 di
Yogyakarta mengakibatkan korban jiwa yang cukup besar. Demikian pula dengan
masalah banjir dan tanah longsor seperti yang terjadi di beberapa provinsi termasuk
Gorontalo, serta gempa bumi di Gorontalo akhir tahun 2008 dengan lebih 7 skala
Richter. Tanah longsor dan banjir merupakan bencana alam, yang juga terjadi akibat
perilaku manusia. Longsor terbesar menimpa Sulawesi (65,3%), Maluku dan Nusa
Tenggara (66,8%).

Banjir di Indonesia mencapai 214.527 km² atau 11,2 % dari seluruh wilayah.
Pulau Jawa dan Bali adalah yang paling beresiko banjir, rata-rata dalam satu tahun
terjadi banjir seluas 32.080 km² (23,5%), sedang pulau yang paling sering mengalami
banjir adalah Pulau Kalimantan. Peristiwa alam yang juga sering terjadi adalah badai.
Badai sebagai gabungan hujan deras disertai petir dan halilintar juga merupakan
tantangan bagi kelangsungan kehidupan dan keselamatan manusia. Dari perkiraan
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) di Indonesia tercatat beberapa wilayah yang
beresiko tinggi.

2. Masalah Deforestrasi

Hutan Indonesia menduduki tempat kedua dalam luas setelah Brazil, dan
mewakili 10 per sen dari hutan tropis dunia yang masih tersisa. Hampir 75 per sen dari

25
luas lahan Indonesia digolongkan sebagai areal hutan (sekitar 144 juta hektar, dan 100-
110 juta hektar diperkirakan sebagai hutan lindung (closed canopy) yang lebih kurang
60 juta diperuntukkan bagi hutan produksi. Pada deforestrasi yang berlansung dengan
tingkat tinggi, akan mengancam penyediaan bahan kayu dasar dan produk hutan
sekunder dan mengurangi pelayanan lingkungan seperti proteksi sumber mata air dan
preservasi habitat alam yang penting.

Degradasi hutan yang diakibatkan oleh proses deforestrasi di Indonesia


tergolong tinggi. Hal ini disebabkan bukan hanya karena kebijaksanaan pemerintah
melalui transmigrasi dan pemberian hak penguasaan hutan (HPH) tapi juga karena
aktifitas masyarakat baik individu maupun kelompok. Kebijaksanaan pemerintah yang
mengakibatkan proses deforestrasi adalah ijn HPH karena alasan ekonomi. Kemudian
melalui pengembangan industri-industri kertas, pulp, dan pengolahan kayu di Indonesia
yang dikenal dengan tebang pilih (the selective logging).

3. Masalah kesehatan

Demam berdarah, flu burung, polio dan kasus busung lapar adalah sebagian
masalah kesehatan yang kita alami akhir-akhir ini. Masalah ini tidak dapat dipisahkan
dengan faktor kemiskinan yang menyebabkan keterbatasan penduduk terhadap akses
bahan pangan dan layanan kesehatan dasar. Dampak dari masalah kesehatan ini antara
lain tidak diizinkannya eksport bahan pangan dari Indonesia karena negara tujuan
khawatir dengan infeksi virus flu burung (Avian flu).

4. Masalah sosial, ekonomi dan kemiskinan

Kemiskinan merupakan masalah sosial ekonomi, yang secara komprehensif


terjadi akibat faktor pendidikan, kesehatan, ketidakadilan, sistem ketenagakerjaan,
kebutuhan hidup minimum dan keamanan. Masalah kemiskinan ini menimbulkan
dampak seperti perambahan hutan untuk menjadi binaan manusia. Bertambah luasnya
lingkungan hidup binaan ini diperoleh dari hutan cadangan, hutan produksi, hutan
lindung, taman nasional dan cagar alam. Setiap tahun terjadi perubahan penggunaan
lahan binaan manusia dari hutan lindung, taman nasional dan cagar alam seluas lebih
dari 100.000 ha.

26
D. Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan
 Beberapa konsep

Pembangunan adalah wujud dari upaya dan budidaya manusia melalui


penguasaan serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keterampilan dalam
rekayasa ini perlu disertai kepedulian sosial, ekonomi dan budaya dalam memanfaatkan
sumber daya alam untuk kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan bersama.
Dengan demikian, pembangunan memerlukan sumber daya alam yang dmanfaatkan
oleh manusia sebagai pelaku pembangunan yang memiliki ilmu pengetahuan dan
teknologi yang disertai kepedulian sosial, ekonomi, budaya dan dengan wawasan yang
ramah lingkungan. Untuk itu dipelukan pendidikan ilmu pengetahuan pada taraf yang
sesuai. Menelaah masalah pembangunan di berbagai sektor terlihat adanya tujuan yang
sama dari setiap sektor, yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup melalui pemanfaatan
unsur sumber daya alam. Tetapi dalam kenyataannya tidak terlihat adanya integrasi
yang mutualistik di antara berbagai sektor pembangunan itu.

Pembangunan berkelanjutan, istilah tersebut pertama kali dipopulerkan melalui


laporan Our Common Future (masa depan bersama) yang disiapkan oleh World
Commission on Environment and Development (Komisi Dunia tentang Lingkungan dan
Pembangunan) 1987, yang dikenal pula dengan nama Komisi Bruntland (Gro Harlem
Brutland kemudian menjadi Perdana Menteri Norwegia).

Pembangunan berkelanjutan mempunyai dua konsep kunci. Keduanya adalah :


(1) kebutuhan, khususnya kebutuhan para fakir miskin dinegara berkembang, dan (2)
keterbatasan dari teknologi dan organisasi sosial yang berkaitan dengan kapasitas
lingkungan untuk mencukupi kebutuhan generasi sekarang dan masa depan. Dengan
demikian, pembangunan berkelanjutan, sebagaimana diinterpretasikan oleh komisi
Brutland, sesungguhnya berangkat dari konsep antroposentrik yang menjadikan
manusia sebagai tema sentralnya.

Ada lima karakter dari keberlanjutan (sustainable) menurut Gaylord Nelson


(dalam Enger & Smith, 2004;53-54), yaitu;

a) Renewability; suatu masyarakat harus memperbaharui kemampuan sumber daya,


seperti air, lapisan tanah dan sumber energi lebih cepat daripada laju

27
konsumsinya. Kita ketahui bahwa untuk memulihkan kembali kemampuan
sumber daya setelah dikonsumsi diperlukan waktu.
b) Subtitution; mencari alternatif pengganti sumber daya terutama pada sumber
daya yang tidak terbaharui (nonrenewable resources).
c) Interdependence; ada ketergantungan antara satu bagian dengan suatu sistem
yang besar, bahwa apa yang dilakukan oleh suatu masyarakat (dalam
pemanfaatan sumber daya) akan memberi dampak (misalnya buangan limbah)
pada masyarakat lainnya.
d) Adaptability: masyarakat dapat menyerap dan melakukan penyesuaian untuk
memperoleh keuntungan dalam penggunaan sumber daya. Untuk itu diperlukan
adanya diversifikasi sumber-sumber ekonomi untuk mendapatkan sumber daya
bagi masyarakat. Termasuk disini adalah pendidikan bagi warga negara agar
memiliki kemampuan untuk itu.
e) Institution commitment; komitmen dari semua unsur, masyarakat dan lembaga
pemerintah untuk bersama-sama mampu menilai dan melakukan secara nyata
perilaku berkelanjutan.
 Prinsip-Prinsip Pembangunan Berkelanjutan

Menindaklanjuti publikasi Our Common Futur, banyak upaya telah dilakukan


untuk mengembangkan pedoman dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal
ini dengan pertimbangan bahwa tanpa pedoman atau prinsip, tidak mungkin
menentukan apakah suatu kebijakan atau kegiatan dapat dikatakan berkelanjutan atau
apakah suatu prakarsa konsisten dengan pembangunan berkelanjutan. Membuat
pedoman atau prinsip-prinsip tersebut merupakan suatu tantangan yang menarik, karena
sebagaimana disadari oleh komisi, sistem sosial dan ekonomi serta kondisi ekologi tiap
negara sangat beragam. Jadi tidak ada model solusi umum yang dapat dibuat. Setiap
negara harus menyusun model solusinya sendiri, yang disesuaikan dengan konteks,
kebutuhan, kondisi dan peluang yang ada. Betapapun banyak tantangan dalam
mengembangkan suatu model umu, adanya identifikasi pedoman umum tetap
dibutuhkan yang kemudian dapat dimodifikasi untuk setiap kondisi dan waktu yang
berbeda.

 Perspektif Pembangunan Berkelanjutan

28
Wood (1993) menyatakan kritikan maupun dukungan. Pembangunan
berkelanjutan mendapat kritikan karena beberapa defenisi dan pengertiannya dianggap
tidak jelas atau mengambang, sehingga mungkin dapat berarti sesuatu bagi setiap orang,
atau mungkin bagi seseorang untuk membenarkan tindakannya, baik yang diarahkan
untuk pertumbuhan ekonomi maupun perlindungan lingkungan. Sebagian orang lainnya
melihat pembangunan berkelanjutan sebagai cara untuk memacu model kapitalis Barat,
sehingga mereka menolaknya karena alasan ideologi. Dalam banyak hal, tanggapan
positif tentang konsep pembangunan berkelanjutan mencerminkan banyaknya kritikan.

Dengan demikian sebagian orang melihat ketidakjelasan konsep tersebut sebagai


masalah, sebagian lainnya melihatnya sebagai suatu peluang untuk
mengakomodasikannya pada situasi, tempat dan saat yang berbeda-beda. Sementara
sebagian orang mengkritik pembangunan berkelanjutan sebagai dukungan terhadap
sistem kapitalis Barat, sebagian lain melihatnya sebagai usaha nyata untuk memasukkan
pemaknaan lingkungan kedalam perhitungan nilai ekonomi, sehingga pertimbangan
yang diambil tidak hanya menitikberatkan pada pertimbangan ekonomi semata.

Kritik dan dukungan terhadap konsepsi pembangunan berkelanjutan akan selalu


ada, dan merupakan hal penting untuk menyadari bahwa konsepsi tersebut mengandung
beberapa paradoks dan konflik. Dovers dan Handmer (1992) mengidentifikasi paling
tidak ada delapan hal yang jelas, dibahas berikut ini :

a) Teknologi
b) Penafsiran yang salah

Dovers dan Handmer menyimpulkan bahwa disamping menigkatnya arus


informasi, pemahaman kita tentang lingkungan global dicirikan dengan meningkatnya
ketidakpastian. Hal ini merupakan persoalan bagi banyak kebudaan Barat yang
mempunyai keyakinan bahwa kekuatan ilmu dan teknologi memungkinkan masyarakat
memahami dan mengontrol alam. Dovers dan Handmer menyimpulkan bahwa kita
seharusnya lebih bersahaja, serta mampu memahami bahwa pengetahuan kita yang
terbaikpun tidak cukup dan mungkin malah menimbulkan kesalahan penafsiran pada
setiap pertimbangan. Disisi lain, kita harus cukup yakin untuk mengambil keputusan
dalam situasi ketidakpastian. Patut diperhatikan bahwa menuntut mereka kerendahan

29
hati cenderung muncul hanya dalam situasi status quo, sementar kesombongan atau
keyakinan yang terlalu besar sering muncul jika kita mempunyai kemauan untuk
merubah status quo.

c) Keseimbangan antar dan lintas generasi

Walaupun demikian, sebagaimana dikemukakan oleh Divers dan Handmer, jika


sumberdaya perlu dilestarikan untuk kepentingan masa depan, bagaimana masyarakat
menetukan berapa banyak sumberdaya yang dapat dimanfaatkan sekarang dan berapa
yang disisihkan untuk masa depan? Pertannyaan ini akan semakin menantang dalam
situasi saat ini, ketika banyak kebutuan dasarnya, katakanlah miskin, masih ada manusia
lain yang tetap membutuhkan lebih dari satu komputer atau VCR di rumahnya.

d) Pertumbuhan dan batas-batas

Dipadukannya antara ”berkelanjutan” dan ”pembangunan” menghasilkan sebuah


konsep yang banyak orang menyebutnya sebagai oxymoron. (beberapa kata yang saling
bertentangan arinya digunakan bersama, seperti ”kebaikan yang kasar”). Dalam
pandangan oxymoron yang kritis, ”berkelanjutan” mempunyai arti kegiatan yang dapat
berlangsung untuk jangka waktu lama. Secara kontras, ”pembangunan”
diinterpretasikan sebagai pertumbuhan, yang diartikan sepenuhnya sebagai penambahan
fisik dan material pada produksi. Konsep pertumbuhan yang tidak berhenti dan bahkan
meningkat adalah salah satu karakteristik dari sel kanker, yang apabila tidak ditangani
akan menyebabkan akibat fatal. Sebagai akibatnya, ide tentang pertumbuhan yang tidak
pernah berhenti menimbulkan isu tentang adakan batas-batas ekologis dimana
kelangkaan sumberdaya dan kerusakan lingkungan mulai muncul tanpa dapat dihindari.

e) Kepentingan individu dan kelompok

Pencapain pembangunan berlanjut menuntut suatu pertimbangan antara


kepentingan individu dan kelompok. Banyak kebudayaan Barat menekankan pada
pentingnya hak-hak individu dan pilihan, sebagaimana direfleksikan pada
ketergantungan masyarakat terhadap kenderaan pribadi, sikap terhadap hak kepemilikan
tanah, dan kecenderungan untuk menyukai unit-unit rumah individu. Banyak orang
berpendapat bahwa masa depan yang berkelanjutan menuntut banyak penggunaan

30
kenderaan umum, pergeseran nilai-nilai kepemilikan tanah secara individu kepada
pemeliharaan lahan tanah, serta penerimaan berbagai jenis dan tipe rumah. Banyak
persoalan lingkungan merupakan refleksi dari kumpulan persoalan yang muncul akibat
banyaknya keputusan individu yang menyebabkan konsekuensi ganda yang negatif
terhadap lingkungan.

f) Demokrasi melawan tujuan

Pembangunan berkelanjutan selalu diasosiasikan dengan pendekatan yang


menekankan pada pemberdayaan masyarakat lokal, setta meningkatkan partisipasi
mereka dalam pengambilan keputusan dan pembangunan lingkungan. Pertimbangan
pendapat ini adalah bahwa masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut akan terkena
dampak pembangunan, sehingga harus mampu mengantisipasi kemungkinan dampak
negarifnya.

g) Penyesuaian melawan penolakan

Kebanyakan masyarakat dan institusi menolak perubahan. Perubahan ini


mungkin bermanfaat dengan terciptanya stabilitas. Walaupun demikian, penolakan
dapat mengarah pada sifat konservatif yang berlebihan, serta ketidakmauan untuk
melihat pandangan, jalan, ataupun tindakan baru. Jelas bahwa "penjaga gawang" yang
menolak perubahan adalah mereka yang paling diuntungkan dengan adanya status quo;
mereka tidak mau melihat "wilayah nyaman" mereka terpengaruh. Sebuah paradoks
muncul karena manusia merupakan makhluk yang paling mungkin beradaptasi di dunia.
Dalam banyak kesempatan manusia telah menunjukkan kreativitasnya melalui inovasi
teknologi yang mampu melipatgandakan, misalnya produksi pangan dari pertanian, atau
menangkap banyak ikan dari laut.

h) Optimasi melawan cadangan kapasitas

Konsep optimasi didasarkan atas gagasan untuk mencapai penggunaan yang


terbaik dari sumberdaya atau lingkungan. Perspektif ini berasumsi bahwa sumberdaya
yang tidak dimanfaatkan adalah "limbah". Pandangan tersebut juga sangat
antroposentrik, yang melihat bahwa sejauh sumberdaya tidak dimanfaatkan untuk
manusia, sumberdaya tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Pandangan ini tidak

31
melihat bahwa mahluk hidup lain juga tergantung pada lingkungan, dan intervensi
manusia seringkali memberikan konsekuensi buruk pada makhluk hidup lain tersebut.
Disisi lain, dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat clan kebutuhan dasar
manusia yang perlu terus dicukupi, gagasan tentang optimasi sangat menarik untuk
kebutuhan banyak orang.

 Pembangunan Berkelanjutan di Negara Maju

Banyak kota, propinsi serta negara telah mengambangkan strategi konservasi


atau strategi pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu penjabaran gagasan yang
tertuang dalam komisi Bruntland sesuai kondisi dan situasi mereka. Pada bagian in],
pendekatan dasar yang diambil oleh Propinsi Manitoba di Kanada akan dijelaskan
sebagai contoh. Majelis meja bundar untuk Ekonomi dan Lingkungan (1992)
menjelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah filsafat dasar, etika, serta
pendekatan untuk mengarahkan perilaku individu dan kelompok berkaitan dengan
lingkungan dan ekonomi. Secara lebih spesifik, Manitoba mendefinisikan pembangunan
berkelanjutan sebagai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan, dicirikan oleh sebuah pandangan, sekaligus beberapa keyakinan, prinsip-
prinsip dan pedoman.

Manitoba menegaskan bahwa keyakinan tersebut meliputi:

 Propinsi tidak dapat melanjutkan pembangunan secara ekonomi kecuali apabila


lingkungan dilindungi.
 Pembangunan ekonomi yang menerus mensyaratkan adanya biaya untuk
inisiatif lingkungan yang dianggap penting.
 Kebutuhan saat ini harus dapat dipenuhi tanpa mengurangi kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
 Perhatian harus diberikan pada konsekuensi jangka panjang dari
keputusankeputusan ekonomi dan lingkungan.

Sebagai tambahan pada keyakinan di atas, Propinsi Manitoba menerima bahwa


ada batas kemampuan bumi untuk keberlanjutan pembangunan dan kegiatan manusia.
Respek terhadap batas kemampuan ekologi bumi ini membutuhkan upaya dalam
sejumlah arah, termasuk:

32
 Memanfaatkan sumberdaya sesedikit mungkin, serta lebih efektif dan efisien.
 Mengurangi, memakai kembali, dan mendaur ulang produk-produk dari
produksi dan konsumsi.
 Memasukkan nilai lingkungan pada pengolahan produk dalam sektor sekunder
dan tersier.
 Memperbaiki produktifitas melalui inovas; politik, teknologi, ilmu, institusi dan
sosial
 Merehabilitasi kerusakan lingkungan.
 Meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas sumberdaya alam.
 Melestarikan dan mengembangkan substitusi sumberdaya langka.

BAB IV

Kekurangan dan Kelebihan Buku

Pada Buku utama yakni sebagai buku satu karangan dari Atok Miftachul Hudha,
Husamah dan Abdulkadir Rahardjanto yang berjudul Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup yang pemaparan setiap sub judul materi jelas dan sangat mendetail
mulai dari sub bab Manusia Sebagai Pembuat Masalah, dilanjutkan lagi dengan sub
judul Pencemaran Udara dan Problem Pemanasan Global, Pencemaran air dan Problem
Penggunaan Air, Penggunaan Tanah dan Penggunaan Lahan, Deforestasi dan
Eksploitasi Sumber daya berlebihan dan yang terakhir membahas tentang Dilema
Penegakan Hukum. Pemaparan semua materi selalu disertai sumber yang jelas dan
disertai bodynote sehingga membuat kita mudah mengetahui dan menelaah sumber
yang tertera. Namun, menurut saya pemaparan kurang menarik dan luarbiasa jika tidak
dibarengi dengan ayat, contoh pada penjelasan sub judul manusia sebagai pembuat
masalah sudah ada menyinggung tentang Islam yang sumbernya dari Abdillah (2014)
namun tidak dimasukkan ayat .

Pada buku kedua karya dari Dewi Liesnoor Setyowati, Sunarko, Rudatin dan Sri
Mantini Rahayu Sedyawati yang berjudul Pendidikan Lingkungan Hidup penjelasan
mengenai setiap sub bab nya sangat tepat sasaran atau to the point. Pembhasan sub
babnya adalah tentang Lingkungan dan Permasalahannya, Masalah Lingkungan Secara

33
Global dan Masalah Lingkungan Secara Nasional. Yang sangat menarik dan membuat
saya paham adalah pada pembahasan Masalah Lingkungan Secara Global yang
membahas tentang Perubahan Iklim (pemanasan global), Penipisan Lapisan Ozon, Efek
Rumah Kaca dan Siklus Asam sangat padat dan tidak berbelit-belit disertai jugak
dengan gamabr, misal gambar pada siklus efek rumah kaca. Namun kekurangan yang
saya lihat adalah sumber kurang jelas dan gambar yang disajikan dalam bahasa asing.

Pada buku ketiga Ramli Utina dan Dewi Wahyuni K. Baderan yang berjudul
Ekologi dan Lingkungan Hidup yang setiap sub membahas Masalah Lingkungan,
Masalah Lingkungan Hidup Global, Masalah Likungan Hidup di Indonesia, , dan
Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan yang pemaran rapi dan
runtut, para pengarang memaparkan setiap untaian masalah lingkungan secara
terperinci, misal masalah lingkungan hidup di Indonesia yang membahas mulai dari
masalah lingkungan alami dan memasukkan bencana bencana alami yang ada dengan
waktu terjadi bencana tersebut. Namun kekurangannya bahasan tidak seperti buku
kedua tidak to the point dan tidak lengkap dengan bodynote.

34
BAB V

PENUTUP

1.1 Simpulan

Jadi dari ketiga buku tersebut para pengarang hanya ingin menyampaikan bahwa
Beragam aktivitas keseharian manusia, dari skala kecil hingga besar, secara individu
maupun kolektif (masyarakat), telah memberi kontribusi dalam pencemaran udara,
pencemaran air, pencemaran tanah, degradasi lahan, hilangnya keanekaragaman hayati
dan plasma nutfah, krisis sumberdaya dan energi, dan puncaknya adalah pemanasan
global (global warming).

Lalu pencemaran udara adalah masuknya zat pencemar ke udara secara alamiah
dan aktivitas manusia. Pencemaran udara berdampak pada kesehatan manusia,
tumbuhan, hewan, material, dan ekonomi. Dampak terbesarnya adalah terjadinya global
warming. Pencemaran air adalah suatu perubahan penampungan air seperti danau,
sungai, lautan, dan air tanah akibat berbagai aktivitas komponen lingkungan terutama
manusia. Pencemaran air terjadi karena masuknya mahluk hidup, zat, energi atau
komponen lain ke dalam badan air, menyebabkan kondisi (kualitas) air turun sampai ke
tingkat atau ukuran tertentu dan sifat-sifat air menyimpang dari keadaan normal
sehingga air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Pencemaran air akan menimbulkan berbagai masalah, yaitu teracuninya sumber


air minum, mengakibatkan penularan penyakit, merusak ekosistem air, dan bahkan
mengakibatkan terjadinya bencana. Pencemaran tanah adalah peristiwa masuknya zat
atau komponen lainnya kedalam suatu area tanah sehingga merubah lingkungan tanah
alami. Kondisi tersebut dapat mengubah atau mempengaruhi keseimbangan ekologis.
Pencemaran tanah memberi berbagai dampak, yaitu kesehatan manusia, terganggunya
ekosistem, dan rusaknya pertanian. Deforestasi (hilangnya tutupan hutan) umumnya
diakibatkan oleh pola atau tatanan korup, yang berpandangan bahwa hutan adalah
sumber penghasilan untuk diekstraksi demi keuntungan pribadi dan golongan
(kelompok). Penyebab deforestasi antara lain ekstraksi kayu oleh Hak Pengusahaan
Hutan (HPH), ekstraksi kayu oleh pembalakan ilegal (lllegal logging), konversi hutan

35
menjadi Hutan Taman Industri (HTI), perkebunan kelapa sawit, dan pembukaan hutan
untuk pertambangan.

1.2 Saran

Ketiga buku ini bagus untuk kita miliki sebagai referensi dalam pembelajaran
karena materi tentang Masalah Lingkungan yang dijelaskan sangat luas dan
mendalam.Berdasarkan kelebihan dan kekurangan yang telah ditelaah akan lebih baik
jika penulis tetap mempertahankan kelebihan dari masing-masing buku tersebut dan
memperbaiki segala kekurangan, agar para pembaca lebih memahami setiap materi
yang dipaparkan pada masing-masing buku terebut.

36
DAFTAR PUSTAKA

Hudha, Atok Miftachul, dkk. 2019. Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan


Hidup. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang

Setyowati, Dewi Liesnoor. 2014. Pendidikan Lingkungan Hidup. Semarang :


Universitas Negeri Semarang

Utina, Ramli, dkk. 2009. Ekologi dan Lingkungan Hidup Gorontalo: UNG press

37

Anda mungkin juga menyukai