Anda di halaman 1dari 4

TUGAS AKHIR INDIVIDUAL TATA KELOLA ORGANISASI

“Meringkas Artikel”

Dosen Pengampu : Dr. Firma Sulistiyowati Akt

Oleh

Sisilia Eva

172114165

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
Judul Artikel : Covid-19 dan Pembelajaran Manajemen Risiko

Sumber : SINDONEWS.COM, Senin, 11 Mei 2020 Pukul 08:59 WIB

Penulis : Munawar Kasan

Ada 4 hal yang dibahas dalam artikel ini :

Professional Association (Irmapa) dan Pemerhati Manajemen Risiko

Pada bagian ini diawali dengan banyak pihak yang tidak bisa memprediksi dan
membayangkan dampak dari adanya virus COVID-19 yang saat ini tengah melanda dunia
termasuk juga Indonesia.

Dalam The Global Risks Report 2020, risiko pandemik tidak masuk dalam 10 besar
risiko yang akan terjadi tahun 2020 ini. Hanya masuk dalam urutan ke-10 sebagai risiko yang
memiliki dampak besar di dunia. Risiko yang banyak diperkirakan terjadi tahun 2020 adalah
Risiko terkait faktor lingkungan (seperti cuaca ekstrem atau bencana alam) dan faktor
geopolitik dan teknologi (seperti senjata pemusnah massa atau pencurian data).

Center for Risk Management & Sustainability juga pernah melakukan survei pada
tahun 2017-2019. Hasil survei menyimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia belum
menganggap risiko penyakit menular sebagai fokus perusahaan.

Berdasarkan informasi dan survei di atas maka banyak sekali para ahli yang tidak
menduga dampak dari virus COVID- 19 ini yang ternyata sangat besar dan mempengaruhi
hampir seluruh sendi kehidupan manusia. Awalnya yang diperkirakan hanya sektor tertentu
yang terdampak, seperti sektor penunjang pariwisata. Kini seluruh sektor terdampak, bahkan
menyentuh cara beribadah dan berkehidupan sosial.

Manajemen Kelangsungan Bisnis

Adanya pandemi COVID-19 mendatangkan permasalahan bagi banyak perusahaan.


Bagi perusahaan dengan level maturitas manajemen risiko rendah atau belum mempunyai
manajemen kelangsungan bisnis (business continuity management/BCM) , pada umumnya
kurang terstruktur dalam merespon COVID-19. Menurut Moeljono dkk (2020), Penyebaran
COVID-19 memiliki karakteristik unik yaitu tidak terjadi mendadak dan dalam waktu yang
singkat (sudden incident) , tetapi bertahap (creeping incident) . Kondisi tersebut memberikan
kesempatan kepada perusahaan untuk membuat rencana keberlangsungan bisnis (business
continuity plan/BCP). Perusahaan yang memiliki rencana keberlangsungan bisnis tentu
sudah melakukan business impact analysis terhadap bisnisnya dan proses bisnis kritikal yang
harus tetap dijalankan perusahaan di tengah bencana. Perusahaan membutuhkan rencana
karena perusahaan juga dituntut untuk tetap memberikan layanan standar minimum kepada
pemangku kepentingannya meskipun ditengah sistem work from home dan pembatasan sosial
berskala besar (PSBB) yang berlaku di tanah air kita saat ini.

Mitigasi Risiko Lanjutan

Untuk mengendalikan dampak COVID-19 secara efektif, ada beberapa langkah yang
perlu dilakukan perusahaan. Pertama, melakukan analisis dampak langsung dan mitigasi
dampak dari merebaknya COVID-19. Termasuk dampak kebijakan WFH, social distancing,
dan PSBB. Fase ini seharusnya sudah dilakukan oleh perusahaan.Kedua , melakukan
identifikasi potensi risiko lanjutan dalam jangka panjang sekaligus membuat rencana
mitigasinya secara holistik. Ini perlu dilakukan untuk memastikan ketahanan perusahaan ke
depan. Perusahaan akan siap dari berbagai kemungkinan dampak yang belum terjadi.
Mitigasinya bisa teknis atau bahkan strategis (khususnya untuk antisipasi jangka panjang).
Banyak perusahaan yang sudah terdampak, misalnya pada supply chain, anjloknya
permintaan, macetnya tagihan, atau sebagian sudah melakukan pemutusan hubungan kerja.
Ketiga , BCM adalah keharusan. Dengan adanya BCM, dari hasil identifikasi potensi risiko
lanjutan, bisa dimungkinkan akan teridentifikasi risiko yang membutuhkan emergency
response plan (ERP) dan BCP. Melalui BCM, perusahaan akan memiliki resilience
(kemampuan untuk secara mental atau emosional mengatasi krisis atau kembali ke status
sebelum krisis ) lebih baik, khususnya untuk merespons kejadian yang bersifat black swan
( kejadian yang tidak normal yang terjadi diluar perkiraan dan berdampak besar dan sebagian
dampak bersifat merusak). Keempat , menghadirkan kepemimpinan dan komunikasi yang
efektif. Dalam situasi krisis, peran pemimpin sangat krusial. Perannya tidak hanya
memberikan arahan atau memandu, tetapi juga bisa menguatkan moral tim. Sementara itu,
komunikasi menjadi bagian inheren dari setiap proses manajemen risiko. Komunikasi ke
stakeholders eksternal memegang peran penting, khususnya untuk memberi gambaran
tentang kondisi dan ketahanan perusahaan, termasuk dalam pengendalian risiko reputasi.

Membangun Budaya Risiko

Didalam kondisi menghadapi dampak pandemi COVID-19, Organisasi tidak cukup


hanya memiliki standar, struktur, dan personel manajemen risiko. Membangun budaya risiko
(risk culture) jauh lebih penting. Melalui budaya risiko, organisasi akan selalu siap
menghadapi risiko karena proses pengambilan keputusan organisasi telah menimbang unsur
risiko dan melekatkan manajemen risiko dalam operasi organisasi. Paradigma manajemen
risiko yang melekat dalam proses organisasi menjadikan organisasi memiliki daya tahan
terhadap setiap risk event dan mengurangi dampaknya. Organisasi akan lebih tanggap pada
bencana, termasuk yang bersifat black swan. Lebih dari itu, budaya risiko tak hanya untuk
mereduksi dampak negatif, tetapi bisa digunakan untuk mengelola peluang untuk mencapai
keunggulan kompetitif.

Anda mungkin juga menyukai