Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


“HUKUM, HAM, DAN DEMOKRASI ISLAM”

Disusun oleh:
KELOMPOK 2 KELAS B

1. Alfola Zola Ageta (21070121140165)


2. Anggita Rizki Salsabila (21070121140178)
3. Farrel Ernanda Widyadhana (21070121140190)
4. Fikri Aditya Shamil (21070121140194)
5. Henardo Reyner Wildana (21070121140122)
6. Muhammad Fatih Ahsyan Naufal (21070121140141)
7. Yasmin Fathira (21070121140151)

Dosen Pengampu: Suparno, S.Ag., M.S.I.


FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan
rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah Pendidikan Agama
Islam dengan judul “Hukum, HAM, dan Demokrasi Islam” tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah ini sudah kami lakukan semaksimal mungkin dengan dukungan
dari banyak pihak sehingga bisa memudahkan kami dalam penyusunannya. Untuk itu, kami
sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam penyusunan makalah
ini. Semoga Allah SWT menyertai segala usaha kita.
Dengan membuat makalah ini, kami diharapkan mampu untuk lebih mengenal tentang
hukum, HAM, dan demokrasi Islam yang kami sajikan berdasarkan informasi dari berbagai
sumber. Sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, kami sadar sepenuhnya
bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan
bahasa maupun aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan
saran yang positif agar kedepannya menjadi lebih baik lagi.
Akhirnya, penyusun berharap semoga dari makalah yang sederhana ini bisa
bermanfaat dan juga besar keinginan kami bisa menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat berbagai permasalahan lainnya yang masih berhubungan pada makalah-makalah
berikutnya.

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
2.1 Konsep Hukum, HAM, dan Demokrasi Islam............................................................6
2.2 Sumber Hukum Islam..................................................................................................6
2.3 Fungsi Hukum Islam.................................................................................................14
2.4 Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakkan Hukum.........................15
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................................19
3.1 Kesimpulan................................................................................................................19
Daftar Pustaka........................................................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demokrasi di Indonesia selalu menjadi perbincangan dan diskusi yang sangat
hangat. demokrasi secara harfiah berarti pemerintahan rakyat. Dalam istilah ilmu
politik, demokrasi adalah sistem pemerintahan dimana penguasaan harus
mempertanggungjawabkan kebijakannya kepada rakyat yang dilaksanakan secara
tidak langsung oleh wakil yang dipilih melalui pemilihan umum yang kompetitif,
bebas, dan jujur. Dalam prakteknya, demokrasi kini diterapkan dalam bentuk
kelembagaan yakni trias politika yang memisahkan kekuasaan menjadi badan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Demokrasi merupakan tatanan yang mengatur hubungan antara agama dan
rakyat yang didasarkan atas nilai-nilai yang universal yaitu persamaan, kebebasan dan
pluralisme. Dilihat dari prinsip bahwa hubungan antara agama dan rakyat didasarkan
atas kontrak sosial dengan rakyat yang berhak membentuk pemerintahan, maka
demokrasi sebenarnya sejalan dengan ajaran Islam yang memandang pemerintah
sebagai amanah dan penegak keadilan. Dengan mengambil dalil dasar Al-Qur’an
Surat An-Nisa ayat 58 yang artinya “Sungguh Allah menyuruhmu menyempaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di
antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah
sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar,
Maha Melihat.”
Ayat tersebut mencerminkan beberapa prinsip diantaranya yaitu perilaku
amanat. Islam dan demokrasi merupakan dua bagian yang tidak terpisahkan di dalam
kehidupan sosial dan politik. Kata demokrasi itu sendiri sesungguhnya tidak ada di
dalam Al-Qur’an maupun Hadis, namun secara Implisit dan substansial, dasar-dasar
demokrasi ada dalam ajaran Islam.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada maka dikemukakan
perumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa konsep hukum, ham, dan demokrasi Islam?
2. Apa saja sumber-sumber hukum Islam?
3. Apakah fungsi hukum Islam dalam kehidupan masyarakat?
4
4. Apa kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakkan hukum?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui konsep hukum, ham dan demokrasi Islam
2. Mengetahui sumber-sumber hukum Islam
3. Mengetahui fungsi hukum Islam dalam kehidupan masyarakat
4. Menambah wawasan tentang kontribusi umat Islam dalam perumusan dan
penegakkan hukum

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Hukum, HAM, dan Demokrasi Islam


1. Konsep Hukum
Hukum adalah peraturan berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan
tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan,
mencegah terjadinya kekacauan. Hukum memiliki tugas untuk menjamin
bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh sebab itu
setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pembelaan didepan hukum.
Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau ketetapan atau
ketentuan yang tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan
masyarakat dan menyediakan sangsi untuk orang yang melanggar hukum.
2. Konsep HAM
HAM adalah hak-hak dasar manusia yang dimiliki sejak berada dalam
kandungan yang berlaku secara universal dan diakui oleh semua orang. HAM
adalah singkatan dari Hak Asasi Manusia, dimana masing-masing kata
tersebut memiliki makna. Kata ‘hak’ dalam hal ini berarti sebagai kepunyaan
atau kekuasaan atas sesuatu, sedangkan ‘asasi’ adalah sesuatu hal yang utama
dan mendasar. Jadi, pengertian HAM secara singkat adalah suatu hal yang
mendasar dan utama yang dimiliki oleh manusia.
3. Konsep Demokrasi Islam
Demokrasi Islam adalah ideologi politik yang berusaha menerapkan
prinsip-prinsip Islam ke dalam kebijakan publik dalam kerangka demokrasi.
Teori politik Islam menyebutkan tiga ciri dasar demokrasi Islam yaitu
pemimpin harus dipilih oleh rakyat, tunduk pada syariah, dan berkomitmen
untuk mempraktekkan syura, sebuah bentuk konsultasi khusus yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad SAW yang dapat ditemukan dalam berbagai hadis
dengan komunitas mereka.
2.2 Sumber Hukum Islam
Di dalam hukum Islam rujukan dan dalil telah ditentukan sedemikian rupa oleh
syariat mulai dari sumber yang pokok hingga yang bersifat alternatif. Sumber tertib
hukum Islam dapat dipahami dalam firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nisa ayat 59
yang berbunyi:

6
‫ل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم فَاِ ْن تَنَازَ ْعتُ ْم فِ ْي َش ْي ٍء‬Wَ ْ‫ هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرسُو‬W‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا‬
‫ࣖا‬  ‫م ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذلِكَ خَ ْي ٌر َّواَحْ َسنُ تَأْ ِو ْي ًل‬Wِ ْ‫فَ ُر ُّدوْ هُ اِلَى هّٰللا ِ َوال َّرسُوْ ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ْؤ ِمنُوْ نَ بِاهّٰلل ِ َو ْاليَو‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika
kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-
Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Dari ayat tersebut dapat diperoleh pemahaman bahwa umat Islam dalam
menjalankan hukum agamanya harus berdasarkan urutan:
1. Selalu menaati Allah SWT dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku
dalam Al-Qur’an,
2. Menaati Rasulullah dengan memahami seluruh sunnahnya,
3. Menaati ulil amri (lembaga yang menguasai urusan umat Islam), dan
4. Mengembalikan kepada Al-Qur’an dan sunah jika terjadi perbedaan dalam
menetapkan hukum.
Secara lebih teknis umat Islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber
tertib hukum:
1. Al-Qur’an
2. Sunah atau hadis Rasul
3. Ijtihad
a. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Utama
Al-Qur’an merupakan mukjizat yang terbesar diberikan Allah SWT
terhadap Rasul SAW dan membacanya merupakan ibadah. Dalam Al-Qur’an juga
disebut ada beberapa nama lain Al-Qur’an seperti:
1. Al-Kitab,
2. Al-Syifa (obat),
3. Al-Huda’ (petunjuk),
4. Al-Furqan (pembeda), dan
5. Al-Mau’izhah (nasihat).
Artinya Al-Qur’an adalah kitab yang berisikan petujuk Allah SWT untuk
menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan hambanya,
membedakan antara haq dan bathil, serta menjadi peringatan, obat, dan rahmat

7
bagi orang-orang yang beriman. Sebagaimana yang telah diwahyukan oleh Allah
SWT dalam Q.S. Al-Isra’ 82 yang berbunyi:
ٰ ‫ونُنَ ِّز ُل منَ ْالقُرْ ٰان ما هُو شفَ ۤا ٌء َّورحْ مةٌ لِّ ْلم ْؤمن ْي ۙنَ واَل يز ْي ُد‬
‫الظّلِ ِم ْينَ اِاَّل خَ َسارًا‬ ِ َ َ ِِ ُ َ َ ِ َ َ ِ ِ َ
Artinya: “Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”.
Al-Qur’an adalah sumber hukum utama dan pertama dalam Islam
sehingga setiap muslim wajib berpegang teguh kepada isi kandungan Al-
Qur’an dan menempatkan Al-Qur’an sebagai rujukan utama dan pertama dalam
menetapkan suatu hukum. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Maidah ayat 44
yang berbunyi:
َ‫ ٌر يَحْ ُك ُم بِهَا النَّبِيُّوْ نَ الَّ ِذ ْينَ اَ ْسلَ ُموْ ا لِلَّ ِذ ْينَ هَا ُدوْ ا َوال َّربَّانِيُّوْ ن‬Wۚ ْ‫اِنَّٓا اَ ْن َز ْلنَا التَّوْ ٰرىةَ فِ ْيهَا هُدًى َّونُو‬
‫وااْل َحْ با ُر بما ا ْستُحْ فظُوْ ا م ْن ك ٰت هّٰللا‬
‫ن َواَل‬Wِ ْ‫اخ َشو‬ ْ ‫اس َو‬ َ َّ‫ َعلَ ْي ِه ُشهَد َۤا ۚ َء فَاَل ت َْخ َش ُوا الن‬W‫ب ِ َو َكانُوْ ا‬ ِ ِ ِ ِ َِ َ َ
ۤ ٰ ُ ‫تَ ْشتَرُوْ ا بِ ٰا ٰيتِ ْي ثَ َمنًا قَلِ ْياًل ۗ َو َم ْن لَّ ْم يَحْ ُك ْم بِ َمٓا اَ ْنزَ َل هّٰللا ُ فَا‬
َ‫ك هُ ُم ْال ٰكفِرُوْ ن‬ Wَ Wِ‫ول ِٕٕى‬
Artinya: “Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat; di dalamnya (ada)
petunjuk dan cahaya. Yang dengan Kitab itu para nabi yang berserah diri
kepada Allah memberi putusan atas perkara orang Yahudi, demikian juga para
ulama dan pendeta-pendeta mereka, sebab mereka diperintahkan memelihara
kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah
kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu
jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barangsiapa tidak memutuskan dengan
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.”
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan tidaklah patut
bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, Akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan Barang siapa
mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang
nyata.” (Al-Ahjab: 36).
Kedua ayat ini menegaskan kepada kita untuk selalu berpegang teguh
pada Al-Qur’an dan hadis sebagai dasar dan sumber hukum Islam, melarang kita
untuk menetapkan suatu perkara yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan hadis,
dan melarang kita untuk mendurhakai Allah SWT dan Rasul-Nya.

8
b. Al-Hadis Sebagai Sumber Hukum Kedua
As-sunnah menurut istilah yang dirumuskan oleh ulama hadis adalah
segala sesuatu yang diambil dari Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir (ketentuan), pengajaran, sifat, kelakuan dan perjalanan hidup
baik yang terjadi sebelum masa kenabian ayau sesudahnya. Sedangkan menurut
ulama Fiqh berarti segala sesuatu yang diambil dari Nabi Muhammad SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang mempunyai kaitan
dengan hukum.
1) Macam-macam Hadis
Berdasarkan pengertian di atas, hadis dapat diklasifikasikan 
menjadi 4 macam yaitu:
1. Hadis Qauliyah
Seluruh hadis yang bersumber dari perkataan Nabi
Muhammad SAW baik dalam bentuk perintah, larangan, maupun
anjuran atau nasehat yang dapat dijadikan dalil untuk menetapkan
hukum syara. Contoh hadis qauliyah yaitu:
ُ ‫ ِمع‬WW‫ َس‬:‫ال‬
‫ْت‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫ب َر‬ ِ ‫ص ُع َم َر ْب ِن ْالخَطَّا‬ ٍ ‫ع َْن أَ ِمي ِْر ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ أَبِ ْي َح ْف‬
‫ئ‬
ٍ ‫ر‬W ِ ‫ إِنَّ َما ْاألَ ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬:ُ‫َرسُوْ َل هللاِ صلى هللا عليه وسلم يَقُوْ ل‬
ِ W‫لِّ ا ْم‬WW‫ت َوإِنَّ َما لِ ُك‬
ْ ‫ فَ َم ْن َكان‬.‫َما نَ َوى‬
‫وْ لِ ِه َو َم ْن‬W‫هُ إِلَى هللاِ َو َر ُس‬Wُ‫وْ لِ ِه فَ ِهجْ َرت‬W‫هُ إِلَى هللاِ َو َر ُس‬Wُ‫َت ِهجْ َرت‬
َ ‫ص ْيبُهَا أَوْ ا ْم َرأَ ٍة يَ ْن ِك ُحهَا فَ ِهجْ َرتُهُ إِلَى َما ه‬
‫َاج َر إِلَ ْي ِه‬ ِ ُ‫َت ِهجْ َرتُهُ لِ ُد ْنيَا ي‬
ْ ‫َكان‬
Artinya: “Dari Amirul Mu’minin, Abu Hafsh Umar bin Al Khattab
radhiallahuanhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
shallahu`alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya setiap amal
itu (tergantung) pada niatnya. Dan sesungguhnya seseorang itu
hanya mendapatkan sesuai denga napa yang diniatkannya.
Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka
hijrahnya (dinilai) karena Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa
yang hijrahnya karena harta dunia yang hendak diraihnya atau
karena Wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu
hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)

9
2. Hadis Fi’liyah
Seluruh hadis yang bersumber dari perilaku atau perbuatan
yang ditampilkan oleh Nabi Muhammad SAW agar dicontohkan
atau diteladani oleh umatnya. Contohnya hadis fi’liyah yaitu tata
cara wudu, shalat, haji, dan lain-lain.
‫هّٰللا‬ ‫ل هِّٰللا‬Wُ ‫ َك رس‬: ‫ت‬
ِ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يُع‬
ُ‫ْجبُه‬ َ ْ‫ض َي هّٰللا ُ َع ْنهَا قَالَ ْ انَ َ ُو‬ ِ ‫ع َْن عَائِ َشةَ َر‬
‫ متفق عليه‬- ‫التَّيَ ُّمنُ فِ ْي تَنَ ُّعلِ ِه َوت ََرجُّ لِ ِه َوطُهُوْ ِر ِه َوفِ ْي َشأْنِ ِه ُكلِّ ِه‬
Artinya: "Dari Siti Aisyah ra berkata: Rosulullah SAW membuat
heran (selalu melakukan) dengan mendahulukan sisi kanan di
dalam memakai sandalnya, menyisir rambutnya, cara bersucinya,
dan di dalam setiap keadaannya.” - Disepakati keshohihan hadits
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
3. Taqririyah
Seluruh hadis yang berbentuk ketetapan atau persetujuan
Nabi Muhammad SAW terhadap suatu perkara yang dilakukan
sahabat atau umatnya. Sebagai contoh, Nabi Muhammad SAW
menyetujui kalimat azan yang dikumandangkan oleh sahabat yang
bernama Bilal Nin rabbah. Contoh hadi taqririyah yaitu sebagai
berikut:
‫س‬ َ ‫صاَل ةُ َولَ ْي‬ َّ ‫ض َر ْت ُه َما ال‬ َ ‫سفَ ٍر فَ َح‬ َ ‫ي قَا َل َخ َر َج َر ُجاَل ِن فِي‬ َ ‫عَنْ أَبِي‬
ِّ ‫س ِعي ٍد ا ْل ُخ ْد ِر‬
‫ت فَأَعَا َد أَ َح ُد ُه َما‬ ِ ‫صلَّيَا ثُ َّم َو َجدَا ا ْل َما َء بَ ْع ُد فِي ا ْل َو ْق‬
َ َ‫ص ِعيدًا طَيِّبًا ف‬ َ ‫َم َع ُه َما َما ٌء فَتَيَ َّم َما‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
َ‫سلَّ َم فَ َذ َك َرا َذلِك‬
َ ‫صلَّى ُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ ‫سو َل‬ ُ ‫ضو ٍء َولَ ْم يُ ِع ْد اآْل َخ ُر ثُ َّم أَتَيَا َر‬ ُ ‫صاَل ةَ بِ ُو‬ َّ ‫ال‬
‫ضأ َ َوأَعَا َد َلكَ اأْل َ ْج ُر‬ َّ ‫صاَل تُ َك َوقَا َل لِلَّ ِذي ت ََو‬ َ ‫سنَّةَ َوأَ ْج َز ْت َك‬ ُّ ‫صبْتَ ال‬ َ َ‫ي لَ ْم يُ ِع ْد أ‬ْ ‫َفقَا َل لِلَّ ِذ‬
‫َم َّرتَ ْي ِن‬
Artinya: "Dari Abu Sa'id Al Khudri radliallahu 'anhu ia berkata:
"Pernah ada dua orang bepergian dalam sebuah perjalanan jauh
dan waktu shalat telah tiba, sedang mereka tidak membawa air,
lalu mereka berdua bertayamum dengan debu yang bersih dan
melakukan shalat, kemudian keduanya mendapati air (dan waktu
shalat masih ada), lalu salah seorang dari keduanya mengulangi
shalatnya dengan air wudhu dan yang satunya tidak mengulangi.

10
Mereka menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan
menceritakan hal itu. Maka beliau berkata kepada orang yang
tidak mengulangi shalatnya: "Kamu sesuai dengan sunnah dan
shalatmu sudah cukup". Dan beliau juga berkata kepada yang
berwudhu dan mengulangi shalatnya: "Bagimu pahala dua kali"".
(HR. Ad-Darimi).
4. Hadis Hamiyah
Hadis Nabi Muhammad SAW yang masih berbentuk
harapan. Menurut ahli hadis, bentuk hadis seperti ini sangat
sedikit, bahkan ada yang mengatakan tidak ada. Hal ini
dikarenakan Nabi Muhammad SAW adalah sosok teladan yang
tidak pernah meminta umatnya melakukan sesuatu sebelum ia
sendiri melakukannya. Ada yang berpendapat bahwa Nabi
Muhammad SAW pernah berniat untuk berpuasa pada Muharram,
tetapi sebelum ia menunaikannya, beliau telah dipanggil Allah
SWT.
Hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam yang wajib kita taati.
Allah SWT telah mewajibkan kita agar menaati hukum dan perbuatan yang telah
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Hadis terdiri dari:
1. Matan, yaitu isi atau kandungan dari suatu hadis yang memuat berbagai
pengertian.
2. Sanad, yaitu jalan yang menyampaikan kepada matan hadis. Nama-nama
yang menjadi perantara Nabi Muhammad SAW sampai kepada perawi
atau orang yang meriwayatkan suatu hadis yang berurutan menjadi
sandaran dalam periwayatan hadis.
3. Rawi, yaitu orang-orang yang meriwayatkan hadis.
2) Klasifikasi Hadis
a. Hadis Shahih
Hadis yang dapat dipakai sebagai landasan hukum, para
perawinya bersambung sampai kepada Nabi Muhammad SAW, dan
perawinya orang yang taat beragama, kuat hafalannya serta isinya
tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.
b. Hadis Hasan

11
Hadis yang perawinya semua bersambungan, taat beragama,
agak kuat hafalannya, tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, dan
tidak cacat di dalamnya.
c. Hadis Daif
Hadis yang tidak memenuhi kriteria persyaratan hadis shahih
dan hadis hasan. Hadis daif tidak boleh dijadikan sebagai landasan
hukum.
c. Al-Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Pelengkap
Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh. Menurut istilah,
ijtihad ialah bersungguh-sungguh menggunakan akal pikiran untuk merumuskan
dan menetapkan hukum atau suatu perkara yang tidak ditemukan kepastian
hukumnya dalam Al-Qur’an maupun Hadis.
Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga atau pelengkap.
Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwiyatkan oleh Imam Tirmizi dan Abu
Daud yang berisikan dialog antara Nabi Muhammad SAW dan Mua’az bin Jabal
ketika diutus ke negeri Yaman. Nabi bertanya kepada Mu’az “Bagaimana kamua
akan menetapkan hukum kalau dihadapkan kepadamu sutu persoalan yang
memerlukan ketetapan hukum?”. Mu’az menjawab,”Saya akan menetapkan
hukum dengan Al-Qur’an,” Rasul bertanya lagi, “Kalau seandainya tidak
ditemukan ketetapannya dengan Al-Qur’an?”. Mu’az menjawab,”Saya akan
berijtihad dengan pendapat saya sendiri.” Kemudian rasulullah menepuk-nepuk
bahu mu’az bin jabal tanda setuju.
1) Bentuk-bentuk Ijtihad
a. Ijma’
Menurut bahasa, ijma’ berarti menghimpun, mengumpulkan,
dan menyatukan pendapat. Menurut istilah ijma’ adalah kesepakatan
para ulama tentang hukum suatu masalah yang tidak tercantum di
dalam Al-Qur’an dan hadis.
b. Qiyas
Menurut bahasa, qiyas berarti mengukur sesuatu dengan
contoh yang lain kemudian menyamakannya. Menurut istilah, qiyas
adalah menentukan hukum suatu maslaah yang tidak ditentukan
hukumnya dalam Al-Qur’an hadis dengan cara menganalogikan

12
suatu masalah dengan masalah yang lain karena terdapat kesamaan
‘illat (alasan).
c. Istihsan
Menurut bahasa, istihsan berarti mengambil yang terbaik dari
suatu hal. Menurut istilah, istihsan adalah meninggalkan qiyas yang
jelas untuk menjalankan qiyas yang tidak jelas atau meninggalkan
hukum umum untuk menjalankan hukum khusus karena adanya
alasan yang menurut pertimbangan logika menguatkannya.
d. Masalihul Mursalah
Menurut bahasa, masalihul mursalah berarti pertimbangan
untuk mengambil kebaikan. Menurut istilah, masalihul mursalah
yaitu penetapan hukum yang didasarkan atas kemaslahatan umum
atau kepentingan bersama dimana hukum pasti dari masalah tersebut
tidak ditetapkan oleh Al-Qur’an dan hadis serta tidak ada perintah
memperhatikan atau mengabaikannya.
Contoh penggunaan masalihul mursalah adalah kebijaksanaan
yang diambil sahabat Abu Bakar shiddiq mengenai pengumpulan
Al-Qur’an dalam suatu mushhaf, penggunaan ‘ijazah, surat-surat
berharga, dan sebagainya.
e. Istish-hab
Istish-hab yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada
dan telah diterapkan karena adanya suatu dalil sampai datangnya
dalil lain yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Apa yang
diyakini ada tidak akan hilang oleh adanya keraguan
Contohnya orang yang telah berwudu lalu dia ragu apakah
sudah batal atau belum, maka yang dipakai adalah dia tetap dalam
keadaan wudu dalam pengertian wudunya tetap sah. Seperti itu juga
dalam hal menentukan suatu masalah yang hukum pokoknya
mubah, maka hukumnya tetap mubah sampai datang dalil yang
mnegharuskan meninggalkan hukum tersebut.
2) Syarat Umum yang Harus Dimiliki Setiap Mujtahid
1. Menguasai atau memahami secara mendalam tentang Al-Qur’an dan
ilmu-ilmunya, terutama ayat-ayat hukum, asbabun nuzul dan nasakh
mansukhnya,

13
2. Menguasai hadis dan ilmu-ilmu hadis,
3. Menguasai bahasa Arab dan ilmu-ilmu yang berkenaan dengan
bahasa Arab,
4. Menguasai ilmu ushul fiqh,
5. Memahami tujuan pokok syari’at Islam, dan
6. Memahami qawaid kulliyah atau qawaid fiqhiyah
2.3 Fungsi Hukum Islam
Ruang lingkup hukum Islam sangat luas karena yang diatur dalam hukum
Islam bukan hanya hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga hubungan antara
manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan masyarakat, manusia dengan benda,
dan manusia dengan lingkungan hidupnya.
Ada banyak ayat dalam Al-Qur’an yang terkait dengan masalah pemenuhan
dan perlindungan terhadap hak asasi manusia serta larangan bagi seorang muslim
untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Peranan hukum Islam dalam
kehidupan bermasyarakat sebenarnya cukup banyak, tetapi dalam pembahasan ini
hanya akan dikemukakan peranan utamanya saja, yaitu:
1. Fungsi Utama hukum Islam
Fungsi utama hukum Islam adalah untuk beribadah kepada Allah SWT.
Hukum Islam adalah ajaran Allah SWT yang harus dipatuhi umat manusia dan
kepatuhannya merupakan ibadah sekaligus indikasi keimanan seseorang.
2. Fungsi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Hukum Islam sebagai hukum yang ditunjukkan untuk mengatur
kehidupan umat manusia dalam prakteknya akan selalu bersentuhan dengan
masyarakat. Sebagai contoh, proses pengharaman riba dan khamr jelas
menunjukkan adanya keterkaitan penetap hukum (Allah) dengan subjek dan
objek hukum (perbuatan mukallaf).
Penetap hukum tidak pernah mengubah atau memberikan toleransi
dalam hal proses pengharamannya. Ketika suatu hukum lahir, yang terpenting
adalah bagaimana agar hukum tersebut dipatuhi dan dilaksanakan dengan
kesadaran penuh. Dari contoh tersebut, terlihat bahwa hukum Islam berfungsi
sebagai salah satu sarana pengendali sosial. Hukum Islam juga memperhatikan
kondisi masyarakat agar tidak dilecehkan.

14
Dari fungsi inilah dapat dicapai tujuan hukum Islam, yakni
mendatangkan kemaslahatan dan menghindarkan kemudharatan, baik di dunia
maupun di akhirat kelak. Contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah etika-
etika yang diterapkan seperti saling menghargai, bekerja sama dalam kebaikan,
dan lain sebagainya
3. Fungsi Zawajir
Fungsi ini terlihat dalam pengharaman membunuh dan berzina yang
disertai dengan ancaman hukum atau sanksi hukum. Hukum ini ditetapkan
untuk tindak pidana terhadap jiwa/badan, hudud  untuk tindak pidana tertentu
(pencurian, perzinaan, qadhaf, hirabah, dan riddah), dan ta’zir untuk tindak
pidana selain kedua macam tindak pidana tersebut.
Adanya sanksi hukum mencerminkan fungsi hukum Islam sebagai
sarana pemaksa yang melindungi masyarakat dari segala bentuk ancaman serta
perbuatan yang membahayakan, seperti hukum cambuk yang ada di Aceh dan
lain sebagainya.
4. Fungsi Tanzim Wa Islah al-Ummah
Fungsi ini adalah sebagai sarana untuk mengatur sebaik mungkin dan
memperlancar interaksi sosial sehingga terwujudlah masyarakat yang rukun,
harmonis, aman, dan sejahtera.
2.4 Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakkan Hukum
Beberapa kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum
indonesia, yaitu:
1. Lahirnya UUD 1945
Dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, tidak
disangsikan lagi peranan kaum muslim, terutama para ulama. Mereka
berkiprah dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) yang dibentuk tanggal 1 maret 1945. Lebih jelas lagi ketika
BPUPKI membentuk panitia kecil yang bertugas merumuskan tujuan dan
maksud didirikannya negara Indonesia.
Panitia ini terdiri dari 9 orang yang semuanya adalah muslim atau
ulama, kecuali satu orang beragama Kristen. Dalam persidangan merumuskan
dasar negara Indonesia ini, terjadi banyak pertentangan antar kelompok
nasionalis Islamis dan kelompok nasionalis sekuler. Kelompok Nasionalis

15
Islamis antara lain KH. Abdul Kahar Muzakir, H. Agus Salim, KH.Wahid
Hasyim, Ki Bagus dan Abi Kusno menginginkan agar Islam dijadikan dasar
negara Indonesia. Sedangkan kelompok nasionalis sekuler dibawah pimpinan
Soekarno menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk itu netral dari
agama. Namun akhirnya terjadi sebuah kompromi antara kedua kelompok
sehingga melahirkan sebuah rumusan yang dikenal dengan Piagam Jakarta
tanggal 22 Juni 1945, yang berbunyi:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syareat Islam bagi pemeluk
pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan itu disetujui oleh semua anggota dan kemudian menjadi
bagian dari Mukaddimah UUD 1945. Dengan demikian, Republik Indonesia
yang lahir tanggal 17 Agustus 1945 adalah republik yang berdasarkan
ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya, meskipun keesokan harinya tujuh kata dalam Piagam Jakarta itu
dihilangkan diganti dengan kalimat “Yang Maha Esa”. Ini sebagai bukti akan
kebesaran jiwa umat Islam dan para ulama. Muhammad Hatta dan Ki Bagus
Hadikusumo menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan” Yang Maha Esa”
tersebut tidak lain adalah tauhid.
Saat proklamasipun peran umat Islam sangat besar. 17 Agustus 1945
itu bertepatan dengan tangal 19 Ramadhan 1364 H. Proklamasi juga dilakukan
atas desakan para ulama kepada Soekarno. Saat itu Soekarno menemui para
ulama, salah satunya para ulama di Cianjur Selatan seperti Abdul Mukti dari
Muhammadiyah dan Wahid Hasyim dari NU. Mereka mendesak agar
Indonesia segera diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945.
2. Lahirnya UU Perkawinan
Peraturan perkawinan di Indonesia tidak lepas dari keterlibatan tiga
kepentingan, yaitu kepentingan agama, negara dan perempuan. M. Syura’i,
S.H.I. dalam tulisannya tanggal 6 November 2010 yang berjudul “Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan” menjelaskan bahwa

16
Kelahiran undang-undang perkawinan telah mengalami rentetan sejarah yang
cukup panjang.
Bermula dari kesadaran kaum perempuan Islam akan haknya yang
merasa dikebiri oleh dominasi pemahaman fikih konvensional yang telah
mendapat pengakuan hukum, mereka merefleksikan hal tersebut dalam
pertemuan yang kelak menjadi latar belakang lahirnya undang-undang
perkawinan.
Secara bersamaan, untuk memecahkan kebuntuan antara pemerintah
dan DPR diadakan lobi antara fraksi dan pemerintah. Antara fraksi ABRI dan
Fraksi PPP dicapai suatu kesepakatan antara lain:
1. Hukum agama Islam dalam perkawinan tidak akan dikurangi atau
ditambah.
2. Sebagai konsekuensi dari poin pertama itu, maka hal-hal yang telah ada
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1964 dan Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 tetap dijamin kelangsungannya dan tidak akan
diadakan perubahan; dan
3. Hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam dan tidak mungkin
disesuaikan dengan undang-undang perkawinan yang sedang dibahas di
DPR, segera akan dihilangkan.
Hasil akhir undang-undang perkawinan yang disahkan DPR terdiri dari
14 bab yang dibagi dalam 67 pasal, berubah dari rancangan semula yang
diajukan pemerintah ke DPR, yaitu terdiri dari 73 pasal.
3. Lahirnya Peradilan Agama
Peradilan Islam di Indonesia yang kemudian dikenal dengan istilah
Peradilan Agama telah ada dan dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka.
Peradilan Agama ada dan seiring dengan berkembangnya kelompok
masyarakat di kala itu yang kemudian memperoleh bentuk ketatanegaraan
yang sempurna dalam kerajaan Islam. Hal ini diperoleh karena masyarakat
Islam sebagai salah satu komponen anggota masyarakat adalah orang yang
paling taat hukum, baik secara perorangan maupun secara kelompok.
4. Pengelolaan Zakat
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat
menetapkan bahwa tujuan pengelolaan zakat adalah sebagai berikut:

17
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam
pelayanan ibadah zakat,
2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagaman dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, dan
3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.

18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dengan mengetahui konsep hukum, HAM, dan demokrasi Islam, kita tidak
hanya mendapatkan ilmu dan wawasan tetapi juga membuat kita bisa lebih menjaga
sikap, etika, dan perbuatan sehari-hari karena hal itu tidak lepas dari pengawasan
Allah SWT. Hukum-hukum Islam juga mengingatkan kita untuk senantiasa selalu
beribadah kepada Allah SWT dan juga melakukan anjuran-Nya serta menjauhi
larangan-Nya.
Fungsi hukum Islam sendiri tidak diciptakan untuk menyiksa, namun untuk
mengatur dan menertibkan manusia agar menjadi pribadi yang baik. Berkat adanya
kontribusi hukum Islam pada kehidupan masyarakat, terdapat peradilan agama,
pengelolaan zakat, dan hal lain yang sangat membantu kita sebagai umat Islam dalam
menjalani kehidupan bermasyarakat.

19
Daftar Pustaka
Prawiro, M. 2018. “Pengertian HAM: Macam-Macam, dan Pelanggaran HAM di Indonesia”.
Diakses pada tanggal 7 September 2021.

https://www.researchgate.net/deref/https%3A%2F%2Fwww.maxmanroe.com%2Fvid
%2Fsosial%2Fpengertian-ham.html

Sahaja, Iwan. 2015. “Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Bermasyarakat”. Diakses pada
tanggal 7 September 2021.
https://irwansahaja.blogspot.com/2015/02/fungsi-hukum-islam-dalam-kehidupan.html
Budianto. 2016. “Tujuan dan Fungsi Hukum Islam Dalam Kehidpan Masyarakat”. Diakses
pada tanggal 7 September 2021.
https://staiindo.wordpress.com/2016/09/23/61-11/
Luky, Andriani. “MAKALAH AGAMA FUNGSI HUKUM ISLAM DALAM KEHIDUPAN
MASAYARAKAT”. Diakses pada tanggal 7 September 2021.
https://www.academia.edu/9823453/MAKALAH_AGAMA_FUNGSI_HUKUM_ISLA
M_DALAM_KEHIDUPAN_MASAYARAKAT
Zyam Assyaf. 2015. Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakan Hukum
Indonesia. Diakses pada tanggal 7 September 2021.
https://zyamassyaf.wordpress.com
Pelangi blog. 2021. “Pengertian dan Macam-Macam Hadits (Qouliyah, Fi'liyah, Taqririyah
dan Sifat)”. Diakses pada tanggal 16 September 2021.
https://www.pelangiblog.com/2019/02/pengertian-dan-macam-macam-hadist.html

20

Anda mungkin juga menyukai