Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

ZAKAT DI INDONESIA

NAMA KELOMPOK :

1. NOVIAN
2. SISKA DIANA SARI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAMINSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)BENGKULU
TAHUN 2016
DAFTAR ISI
Halaman Sampul Luar................................................................................. i
Halaman Persembahan ................................................................................ ii
Kata Pengantar............................................................................................. iii
Daftar Isi...................................................................................................... iv
Daftar Tabel................................................................................................. v
Daftar Bagan................................................................................................ vi
Daftar Lampiran .......................................................................................... vii
Abstrak ........................................................................................................ ix
Abstract........................................................................................................ xiii

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................. 2
C. Fokus Penelitian................................................................... 3

BAB II: PEMBAHASAN


1. Pelaksanaan Zakat di Indonesia …………………………..1

BAB III :PENUTUP


1. Kesimpulan
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum wr.wb.Puji syukur bagi allah,Atas segala limpahan rahmat dan
inayah-Nya sehinggapenyusunan Makalah ini dapat terselesaikan.Shalawat serta
salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan kita NabiMuhammad SAW,
keluarga dan sahabatnya.Makalah ini disusun sebagai bahan pengetahuan tentang
Zakat bagi para siswaMadrasahSelanjutnya, saran dan kritik dari pembaca dan
pengguna sangat saya harapkan, karenasaya sadar makalah ini belum sempurna.
Saya berharap buku ini bermanfaat bagi semuapihak.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sejak awal masuknya islam ke indonesia, zakat merupakan salah satu sumber dana untuk
pengembangan ajaran islam serta sebagai pendanaan dalam perjuangan bangsa indonesia
melawan penjajahan Belanda. Hal itu zakat  pda masa tersebut tidak mempunyai masalah sama
sekali, banyak kemajuan yang telah dicapai dengan dana zakat tersebut seperti pembangunan
masjid, mushollah, pesantren, gedung Universitas dan rumah sakit.

Hanya saja hal tersebut masih amat kecil bilah dibandingkan dengan potensi yang demikian besa.
Mungkin apabila potensi yang tergarap dapat lebih optimal, maka infrastrutur da segalah fasilitas
serta sarana dan prasarana umat akan semakin lengkap dan  umat akan menjadi lebih maju.

Pengelolaan zakat yang profesional, di harapkan pendistribusiannya lebih produktif, pemberian


pinjaman modal misalnya, dalam rangaka peningkatan prekonomia masyarakat. Persoalan
kemudian adalah bagaimana harta zakat itu dapat dikumpulkan untuk kemudian didistribusikan
dan didayagunakan untuk kepentingan penerima zakat (mustahik).Para pemerhati zakat seapakat
bahwa untuk dapat mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat secara
optimal, maka zakat harus dikelolah melalui lembaga.

2. Rumusan Masalah

A. Bagaimana Pelaksanaan Zakat di Indonesia?

B. Bagaimana Dukungan Politik Terhadap Zakat di Indonesia?


PEMBAHASAN

1. Pelaksanaan zakat di Indonesia

Di indonesia pengelolaan zakat diatur dalam Undang-Undang No.38 tahun 1999 yang diperbarui
Undang-Undang Nomer 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan peraturan pemerintah No
14 tahun 2014 tentang Undang-Undang pelaksanaan zakat . Undang –Undang  tentang
pengelolaan zakat ini dimaksudkan agar dilakukan pengelolaan dan penerimaan zakat secara
terorganisasi dan profesional agar zakat memberi manfaat bagi umat[1]. Minimal ada nilai yang
diwujudkan, seperti mengupayakan zakat sebagai salah satu solusi bagi masalah perekonomian
yang dihadapi sebagian besar masyarakat seperti kemiskinan. Zakat sudah diarahkan untuk
memberi kontribusi bagi pembangunan yakni, sebagai intrumen jaminan sosial dalam upaya
mengurangi kesenjangan antara si miskin dan si kaya serta memperkuat kemandirian ekonomi.

Ini berarti dalam pelaksanaan pembayaran zakat memelurkan sebuah dorongan dan arahan
supaya tujuan zakat dapat tercapai sesuai dengan ketentuan dan hukum islam. Namun
pengelolahan zakat secara profesioanal masi lebih terfokus diperkotaan, sementara diperdesaan,
pelaksanaan lebih banyak di serahkan partisipasi masing-masing. Para muzaki (wajib zakat)
cukup menyerhakan kepada mustahik (berhak menerimah zakatnya ) ditempat tinggal masing-
masing, tanpa menghiraukan pengelolahan yang lebih baik melalui badan amil zakat.

Pengelolahan zakat di Indonesia melalui BAZNAS ( Badan Amil Zakat Nasional ) pusat yang
bertugas sebagai lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara Nasional dan mengordinasi
seluruh lembaga zakat yang sudah terdaftar, selain itu terdapat Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang
merupakan lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan.
Pendistribusian dan pendayagunaan zakat sementara, Unit pengumpul zakat yang selanjutnya
UPZ adalah suatu organisasi yang dibentuk untuk membantu pengumpulan zakat.

Penerimaan zakat di Indonesia hingga saat ini yang dikumpulkan oleh BAZNAS dari mustahik
yang dikumpulkan penjuru indonesia tahun 2013 mencapai Rp. 3 triliun atau baru sekitar satu
persen lebih dari potensi ZIS yaitu sebesar Rp. 217 triliun yang bisa dikumpulkan BAZ daerah.
Permasalahan zakat di Indonesia ini tidak lepas dari kesaran masyarakat Indonesia dalam
membayar zakat yang masih rendah.  Khusus dalam pembayaran zakat mal. Selain itu budaya
masyarakat Indonesia cenderung lebih suka membayar zakat secara lansung tanpa melalui
Lembaga zakat.

Di Rektorat jenderal pajak telah menetapkan 20 Badan/ Lembaga sebagai penerima zakat.
Nantinya zakat atau sumbangan keagamaan ini dikurangkan dari penghasilan Bruto. Badan /
Lembaga yang ditetapkan amal zakat Nasional, 15 Amil Zakat (LAZ), 3 (Lembaga Amil Zakat,
infaq, dan shadaqah  (LAZIS) dan 1 Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia.
Hal yang menonjol dikemukakan dalam buku hukum zakat fiqih zakat tersebut adalah bahwa
zakat itu harus dikelolah oleh amil (lembaga ) yang profesional, amanah, bertanggungng jawab,
memiliki pengetahuan memadai tentang zakat, memiliki waktu yang cukup untuk mengelolanya
misal untuk melakukan untuk sosialisasi, pendataan muzakki dan mustahiq, dan penyaluran yang
tepat sasaran, serta pelaporan yang baik.[2]

Dalam lembaga pengelolaan zakat memiliki asas-asasnya yang menjadi pedoman kerja. Dalam
UU No 23Tahun 2011, disebutkan bahwa Asas-asas lembaga pengelolah zakat yaitu[3] :

1. Syariat islam. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, lembaga pengelolah zakat
haruslah berpedoman sesuai dengan syariat islam, mulai dari tata cara perekrutan
pegawai hingga tata cara pendistribusian zakat.
2. Lembaga pengelolah zakat haruslah menjadi lembaga yang dapat dipercaya.
3. Lembaga pengelolah zakat harus mampu memberikan manfaat yang sebesar-besar bagi
mustahik.
4. Keadilan dalam mendistribusikan zakat, Lembaga pengelolah harus mampu bertindak
adil.
5. Kepastian hukum, muzakki dan mustahik harus memiliki jaminan dan kepastian hukum
dalam proses pengelolaan zakat.
6. Pengelolaan zakat harus dilakukan secara hieraksi sehingga mampu meningkatkan
kinerja pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
7. Akuntabilitas, pengelolaan zakat harus bisa dipertanggung jawabkan kepada masyarakat
dan mudah di akses oleh masyarakat dan pihak lain yang berkepentingan.
8. Dukungan politik terhadap zakat di Indonesia

Perkembangan zakat semakin menunjukkan arah yang menggembirakan. Keputusan Komisi VIII
DPR untuk menjadikan Badan Amil Zakat Nasional sebagai mitra resmi komisi tersebut,
menjadikan ruang politik bagi dukungan terhadap pengembangan zakat menjadi semakin besar.
Apalagi, hal itu didukung oleh janji komisi tersebut yang akan menuntaskan amandemen UU
Zakat pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010. Dukungan politik yang lebih besar ini
diharapkan dapat dioptimalkan oleh Baznas dan para stakeholder zakat lainnya, termasuk
BAZ/LAZ yang ada, sehingga peran zakat dalam pembangunan masyarakat dapat meningkat
secara signifikan, terutama dalam mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.

Masuknya zakat ke dalam ruang politik yang lebih besar sesungguhnya telah menjadi sebuah
kebutuhan. Selama ini zakat lebih banyak bermain pada ranah sosial kemasyarakatan lainya
dunia LSM. Pada tahap awal perkembangan zakat, hal tersebut dapat dipahami, mengingat
inisiator yang menggerakkan dunia perzakatan selama ini adalah masyarakat. Harus diingat
bahwa sejarah perzakatan di Indonesia sedikit berbeda bila dibandingkan dengan negara-negara
lain.

Jika mengamati perkembangan zakat selama dua dekade terakhir, di mana era 1990-an
merupakan tonggak awal modernisasi zakat, baik dari sisi manajemennya maupun dari sisi
perluasan cakupan harta objek zakat, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perjalanan zakat
masih belum optimal. Meski pertumbuhan penghimpunan zakat maupun program
pendayagunaan zakat sangat luar biasa, terutama dalam 5 tahun terakhir, namun ternyata semua
hal tersebut belum mampu mendongkrak peran zakat yang lebih besar lagi terhadap bangsa dan
negara. Apalagi menjadikannya sebagai bagian integral dari kebijakan ekonomi negara.

Bahkan dalam forum National Summit yang dilaksanakan pada 29-31 Oktober 2009 lalu, isu
zakat sama sekali tidak dibahas. Begitu pula dalam program 100 hari pemerintah yang akan
dijadikan sebagai acuan kebijakan pemerintah hingga 2014. Ada beberapa kemungkinan
mengapa pemerintah tidak memasukkan isu zakat dan juga isu ekonomi syariah lainnya.
Pertama, kesadaran para pengambil  kebijakan untuk mengikut sertakan zakat sebagai bagian
integral kebijakan ekonomi negara masih sangat rendah. Kedua, zakat masih dianggap belum
terlalu penting untuk dimasukkan sebagai bagian dari kebijakan utama ekonomi nasional. Ketiga,
sebagian penguasa melihat zakat dan instrumen ekonomi syariah lainnya masih dari perspektif
ideologis religius semata, sehingga dianggap berpotensi mengancam prinsip kebhinekaan bangsa
Indonesia, sebagaimana yang pernah terjadi dalam pembahasan RUU SBSN dan Perbankan
Syariah pada 2008 di mana sekelompok kecil politisi menolak kedua RUU tersebut karena
dianggap bertentangan dengan kemajemukan bangsa. Tentu saja, yang menjadi alasan utamanya
adalah pada poin kemungkinan pertama. Artinya, kondisi ini lebih disebabkan oleh kurangnya
kesadaran elite penguasa untuk mengintegrasikan zakat ke dalam kebijakan ekonomi nasional
sehingga ruang yang diberikan kepada zakat saat ini masih sangat sempit. Untuk itu, komunikasi
dan sosialisasi kepada elite penguasa harus terus-menerus ditingkatkan.

Memang jika melihat sejarah Islam, jatuh bangunnya pengelolaan zakat sangat dipengaruhi oleh
kondisi dan keputusan politik penguasa. Sebagai salah satu rukun Islam, kewajiban berzakat
bersifat kekal abadi. Sehingga, aspek ritualitas zakat akan selalu terjaga oleh perintah Alquran
dan Sunah yang bersifat mutlak, pasti, dan tidak dapat diubah.

Namun yang sering terlupakan, bahkan oleh umat Islam sendiri, adalah karakter politik zakat.
Karakter politik inilah yang kemudian menjadikan instrumen zakat sebagai bagian fundamental
dari sistem keuangan publik Islam. Zakat, bersama-sama dengan berbagai jenis pajak lainnya,
telah menghiasi kebijakan perekonomian dunia Islam selama berabad-abad. Sehingga, dimensi
ibadah al-maaliyah al-ijtimai’yyah zakat dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan
masyarakat benar-benar dapat diwujudkan. Untuk menjaga karakter politik zakat tersebut, peran
penguasa menjadi sangat mutlak. Jika karakter politik zakat ini tercerabut, zakat hanya akan
menjadi ritual ibadah mahdlah yang bersifat pribadi semata, yang pelaksanannya diserahkan
pada setiap individu. Karena itu, kesadaran akan karakter politik zakat inilah yang membuat
khalifah Abu Bakar RA mendeklarasikan perang terhadap beberapa suku Badui yang tidak mau
membayar zakat kepada pemerintah pascawafatnya Rasulullah SAW.

Mengingat pentingnya instrumen zakat, baik dari sisi ibadah mahdlah maupun dari sisi
muamalahnya, sudah sewajarnya jika kita mencoba membangun kekuatan politik zakat yang kuat
di negeri ini. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Pertama, menjadikan amandemen UU
zakat sebagai pintu masuk integrasi ke dalam kebijakan ekonomi negara secara lebih mendalam.
Kedua, Baznas harus bisa memanfaatkan posisinya sebagai mitra resmi DPR maupun sebagai
institusi yang juga berada di bawah pemerintah dalam mempercepat proses integrasi zakat dalam
kebijakan nasional. Ketiga, perlu peningkatan peran FOZ sebagai kelompok lobi sekaligus
sparing partner pemerintah dan DPR yang lebih efektif. Komunikasi dengan parpol juga harus
secara intensif dilakukan. Keempat, peran kampus sebagai pusat riset zakat perlu ditingkatkan.
Ini sangat penting di dalam menyuplai data dan argumentasi akademik yang akan memperkuat
kinerja zakat nasional. Dan yang kelima, sosialisasi secara intensif kepada seluruh komponen
masyarakat harus terus-menerus dilakukan. Insya Allah melalui proses yang berkesinambungan
ini, maka peran zakat sebagai institusi politik dan ekonomi umat dan bangsa akan semakin kuat.

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pengelolaan zakat oleh amil zakat telah dicontohkan sejak zaman Rosullah saw,  pengelolaan
dan distribusian zakat dilakukan secara melembaga dan terstruktur dengan baik. Dalam konteks
ke-Indonesia hal itu tercemin dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 23 tahun 2011
tentang pengelolaan zakat, dimana  dalam Undang-undang tersebut mengatur dengan cukup
terperinci mengenai fungsi peran dan tanggung jawab Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ)

Dalam rangka memaksimalkan peran dan funsi lembaga pengelolaan zakat, tentunya harus
dikelolah  sebaik mungkin. Tidak cukup sampai disitu, lembaga pengelolaan zakat juga harus
akuntabel, yaitu amanah terhadapa kepercayaan yang diberiakn ole muzakki dan juga amanah
dalam mendistribusikannya kepada mustahiq.

Anda mungkin juga menyukai