Anda di halaman 1dari 13

“Manajemen Airway”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat II yang diampuh
Ns.Ibrahim Suleman, M.Kep

Oleh:

1. Widya Puspa Molou (84148027)


2. Fitriyaningsi Laiya (84148023)
3. Ramdan Hunowu (84148015)
4. Irma S. Abdullah (84148007)
5. Delfiyanti Hasan (84148012)
6. Sutri Dj. Eksan (84148017)
7. Ririn Hasan (84148003)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, t
aufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. makalah ini terwujud
berkat partisispasi berbagai pihak. Oleh Karena itu, kami menyampaikan terima kasih yang se
besar-besarnya.
Kami menyadari laporan ini masih jauh dari harapan, yang mana di dalamnya masih
terdapat berbagai kesalahan baik dari segi penyusunan bahasanya, sistem penulisan maupun
isinya. Oleh karena itu Kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
sehingga dalam Askep berikutnya dapat diperbaiki serta ditingkatkan kualitasnya. Adapun ha
rapan kami semoga askep ini dapat diterima dengan semestinya dan bermanfaat bagi kita sem
ua dan semoga Allah SWT meridhai kami. Aamiin.

Gorontalo, November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGATAR...................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................2

1.3 Tujuan..........................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................3

PEMBAHASAN........................................................................................................................3

2.1 Anatomi Sistem Pernafasan.........................................................................................3

2.2 Manajemen Airway.....................................................................................................3

BAB III.......................................................................................................................................9

PENUTUP..................................................................................................................................9

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................9

3.2 Saran............................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung


dari kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien
ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga
terhindar dari kecacatan atau kematian. Kondisi kekurangan oksigen merupakan
penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem
pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain.
Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat
darurat sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen
6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat
darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien. Tahapan kegiatan dalam
penanggulangan penderita gawat darurat telah mengantisipasi hal tersebut.
Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu
melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam
hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
Airway management atau manajemen jalan napas adalah tindakan yang
dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal. Tujuannya adalah membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan
masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase
tubuh. Tugas terpenting dari ahli anestesiologi adalah manajemen jalan napas pasien.
Meskipun banyak disiplin kedokteran yang menangani masalah jalan napas
berdasarkan masalah kegawatdaruratan, namun hanya beberapa yang bertanggung
jawab atas rutinitas, pertimbangan, pilihan dari keadaan intrinsik pasien terhadap
kontrol pernapasan. (Brimacombe, 2015)
Manajemen kepatenan jalan nafas atau airway dapat mencegah terjadinya
gangguan airway dengan cara melakukan pemasangan alat jalan nafas. Pengelolaan
jalan nafas pasien dengan alat dapat menggunakan alat jalan nafas faring (Oro
pharyngeal airway/OPA atau Naso pharyngeal airway/NPA), alat sungkup laring
(laryngeal mask airway/LMA), maupun pemasangan pipa trakea (endotracheal
tube/ETT) (Brimacombe, 2015)
Airway management atau manajemen jalan napas adalah tindakan yang
dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal. Tujuannya adalah membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan
masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase
tubuh. Data morbiditas dan mortilitas yang telah dipublikasikan menunjukkan
dimana kesulitan dalam menangani jalan napas dan kesalahan dalam
tatalaksananya justru akan memberikan hasil akhir yang buruk bagi pasien
tersebut. Keenan dan Boyan melaporkan bahwa kelalaian dalam memberikan
ventilasi yang adekuat menyebabkan 12 dari 27 pasien yang sedang dioperasi

1
mengalami mati jantung (cardiacarrest). Salah satu penyebab utama dari hasil akhir
tatalaksana pasien yang buruk yang didata oleh American Society of
Anesthesiologist(ASA) berdasarkan studi tertutup terhadap episode pernapasan
yang buruk, terhitung sebanyak 34% dari 1541 pasien dalam studi tersebut. Tiga
kesalahan mekanis, yang terhitung terjadi sebanyak 75% pada saat tatalaksanan jalan
napas yaitu : ventilasi yang tidak adekuat (38%), intubasi esofagus (18%), dan
kesulitan intubasi trakhea (17%). Sebanyak 85% pasien yang didapatkan dari studi
kasus, mengalami kematian dan kerusakan otak. Sebanyak 300 pasien (dari 15411
pasien di atas), mengalami masalah sehubungan dengan tatalaksana jalan napas yang
minimal. Menurut Cheney et al menyatakan beberapa hal yang menjadi komplikasi
dari tatalaksana jalan napas yang salah yaitu : trauma jalan napas, pneumothoraks,
obstruksi jalan napas, aspirasi dan spasme bronkus. Berdasarkan data-data tersebut,
telah jelas bahwa tatalaksana jalan napas yang baik sangat penting bagi keberhasilan
proses operasi dan beberapa langkah berikut adalah penting agar hasil akhir menjadi
baik, yaitu : (1) anamnesa dan pemeriksaan fisik, terutama yang berhubungan dengan
penyulit dalam sistem pernapasan, (2) penggunaan ventilasi supraglotik ( seperti face
mask, Laryngeal Mask Airway/LMA), (3) tehnik intubasi dan ekstubasi yang benar,
(4) rencana alternatif bila keadaan gawat darurat terjadi. (Brimacombe, 2015)
Oleh karena itu pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat
penting dilakukan secara efektif dan efisien dan penatalaksanaan jalan nafas (airway
management) perlu dilakukan. (Brimacombe, 2015)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana tindakan Manajemen Airway?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Tindakan Manajemen Airway.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Sistem Pernafasan

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut
dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Saluran pernapasan terbagi atas beberapa bagian
yaitu:

1. Saluran Nafas Bagian Atas


a. Rongga hidung Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius).
b. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal
lidah).
c. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan).
2. Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Laring: Terdiri dari Tulang rawan krikoid, Selaput/pita suara, Epilotis, Glotis.
b. Trakhea: Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin
tulang rawan seperti huruf C.
c. Bronkhi: Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri.
d. Epiglotis: Trakea dilindungi oleh sebuah flap berbentuk daun yang berukuran
kecil yang dinamakan epiglotis.
3. Alveoli
4. Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan
mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke
ventrikel kiri.
5. Bronkus dan paru
Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis,
bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik .Pada alveolus
akan terjadi pertukaran oksigen dengan karbondioksida.

2.2 Manajemen Airway

Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah


hidung dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Sehingga
Penilaian jalan napas (Airway) pada korban yang pertama kali adalah:

3
1. Mendengarkan apakah ada suara nafas tambahan?
2. Apakah jalan nafas terbuka
Tanda-tanda sumbatan pada jalan nafas yaitu :
1. Bagian atas
a. Snoring: suara seperti orang ngorok dimana pangkal lidah yang jatuh ke
belakang.
b. Gurgling: seperti orang berkumur dimana dikarenakan adanya cairan
atau darah.
c. Stridor: terjadi karena uap panas atau gas yang mengakibatkan mukosa
bengkak ataupun jalan nafanya menjadi kasar.
2. Bagian bawah
a. Rales
b. Wheezing: seperti suara biola dimana mengalami penyempitan di
bronkusnya.
c. Stridor
Airway management adalah prosedur medis yang dilakukan untuk mencegah
obstruksi jalan napas untuk memastikan jalur nafas terbuka antara paru-paru pasien
dan udara luar. Hal ini dilakukan dengan membuka jalan nafas atau mencegah
obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh lidah, saluran udara itusendiri, benda
asing, atau bahan dari tubuh sendiri, seperti darah dan cairan lambung yang teraspirasi
(Rifai A & Sugiyarto. 2019).
(airway management) Menejemen jalan napas ialah memastikan jalan napas
tetap terbuka. untuk pasien sadar airway management dapat dilakukan dengan perasat
kepala tengadah dan dagu diangkat (head tilt-chin lift manuver) untuk korban tanpa
curiga cidera tulang leher dan perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuver)
untuk korban cidera leher, dan setelah itu dapat dilakukan teknik pelepasan jalan
napas dari sumbatan yaitu Heimlich atau abdominal thrust dan juga chest thrust, dan
apabila pasien tidak sadar dapat menggunakan teknik cross finger dan finger swab
(Romadhoni L. 2021)
Manajemen jalan napas merupakan salah satu keterampilan yang harus
dimiliki oleh seorang ahli anestesiologi. Sebelum tahun 90an, sungkup muka dan
endotracheal tube (ETT) adalah alat bantu jalan nafas yang tersedia. Sejak saat itu
berkembang beberapa alat bantu jalan napas supraglotis dan laryngeal mask airway.
Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA, LMSSA,
4
FFARCSI pada tahun 1981. LMA pertama kali digunakan pada pasien tahun 1981.
Pada tahun 1988, LMA diproduksi di United Kingdom dan dilakukan uji klinis secara
mendalam. Tahun 1990, LMA digunakan secara luas pada pembiusan di United
Kingdom. LMA diijinkan penggunaannya di United States tahun 1991 dan menjadi
semakin popular.
Sejak adanya penemuan dan pengembangan “laryngeal mask airway” (LMA)
telah memberikan dampak yang luas dan bermakna dalam praktek anestesi,
Penanganan airway yang sulit, dan resusitasi kardiopulmonar. LMA telah mengisi
kekosongan antara penggunaan face mask dengan intubasi endotracheal. Walaupun
diciptakan bukan untuk mengatasi jalan nafas yang sulit, tetapi LMA telah
membuktikan bahwa dapat digunakan untuk menangani jalan nafas yang sulit dalam
tiga puluh tahun terakhir ini. Literatur-literatur kedokteran telah memuat banyak
laporan kasus tentang penggunaan LMA untuk penanganan jalan nafas yang sulitpada
kondisi elektif ataupun emergenci. LMA terus berkembang sejak tahun 1988. Hasil
survei Badan Kesehatan International, di berbagai negara di belahan dunia
menunjukkan prevalensi pemakaian LMA 52% di Kanada, Amerika sebanyak 70%, di
berbagai Negara di Eropa sebesar 73% . Di Indonesia, data dari penelitian yang
dilakukan Division of Nephrology & Hypertension, FK UGM melaporkan bahwa
pravelensi pemakaian LMA mencapai 57%.
Keberhasilan pemasangan LMA sangat tergantung pada keterampilan pelaku
dan kedalaman anestesi yang dapat dinilai dari efek atau komplikasi yang terjadi pada
saat pemasangan. Pemasangan LMA dilakukan dengan menempatkan sungkup LMA
di area hipofaring menutupi pintu masuk laring. Pemasangan LMA tidak selalu sukses
pada upaya pemasangan pertama. Masalah yang sering kali terjadi pada saat
pemasangan LMA pada pasien tanpa kelainan anatomi jalan napas adalah kegagalan
untuk mencapai posisi LMA yang benar di hipofaring. Posisi yang ideal dari LMA
adalah bila epiglotis dan esofagus berada di luar LMA dan pintu laring berada
seluruhnya di dalam LMA. Namun, pada kenyataannya posisi ideal ini hanya terjadi
50–60% pemasangan LMA (Hernandez dalam Yustisa, dkk, 2016). Oleh karena itu,
sebagai perawat anestesi harus mengetahui pemasangan LMA termasuk teknik-teknik
yang digunakan dalam pemasangan LMA tersebut.
Menurut ATLS (Advance Trauma Life Support) Airway manajemen
merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang
khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama
5
yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan
nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur manibula
atau maksila, fraktur laring atau trakea. Gangguan airway dapat timbul secara
mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang
(Rifai A & Sugiyarto. 2019) .

1. Pengkajian Jalan Nafas


Look untuk melihat apakah pasien agitasi/gelisah, mengalami penurunan kesadaran,
atau sianosis. Lihat juga apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi.
Kaji adanya deformitas maksilofasial, trauma leher trakea, dan debris jalan nafas
seperti darah, muntahan, dan gigi yang tanggal (Romadhoni L. 2021).
− Kesadaran; “the talking patient” : pasien yang bisa bicara berarti airway bebas,
namun tetap perlu evaluasi berkala. Penurunan kesadaran memberi kesan
adanya hiperkarbia
− Agitasi memberi kesan adanya hipoksia
− Nafas cuping hidung
− Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya
oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar
mulut
− Adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang merupakan
bukti adanya gangguan airway.
Listen yaitu dengarkan suara nafas abnormal, seperti:
− Snoring, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
− Gurgling, (suara berkumur) menunjukkan adanya cairan/ benda asing
− Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas
setinggi larings (Stridor inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi)
− Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
− Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang
membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal
napas.
Feel yaitu dengan merasakan hembusan napas
− Aliran udara dari mulut/ hidung

6
− Posisi trakea terutama pada pasien trauma. Palpasi trakea untuk menentukan
apakah terjadi deviasi dari midline.
− Palpasi apakah ada krepitasi.
2. Teknik Pengelolaan Jalan Nafas/ Airway management

a) Pengelolaan Jalan Nafas dengan Mengeluarkan benda asing dari jalan nafas
Teknik Mengeluarkan Benda Asing Pada Pasien Dewasa Sadar
− Manuver heimlich/abdominal thrust (hentakan pada perut).

Gambar Manuver Abdominal Thrust

− Manuver chest thrust (hentakkan dada)


Teknik Pertolongan Sumbatan Benda Asing Pada Pasien Dewasa Tidak Sadar
Gambar Manuver Chest Thrust Gambar Finger Swab

b) Pengelolaan Jalan Nafas Secara Manual

− Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift manuver) Perasat ini
dilakukan jika tidak ada trauma pada leher.

Satu tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah,


tangan lain mendorong dagu dengan hati-hati tengadah, sehingga hidung
menghadap keatas dan epiglotis terbuka, sniffing position, posisi hitup
(Romadhoni L. 2021)

7
Gambar Manuver Head Tilt-Chin Lift
− Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuver)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangakat didorong kedepan
pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Karena lidah melekat pada
rahang bawah, maka lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka.

Gambar Manuver Jaw Thrus

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Airway managementatau manajemen jalan napas adalah tindakan yang


dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol
servikal.Tujuannya adalah membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan
masuknyaudara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase
tubuh.
Airway management atau manajemen jalan napas adalah tindakan yang dilakukan
untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal.
Tujuannya adalah membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke
paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh.1 Tugas terpenting
dari ahli anestesiologi adalah manajemen jalan napas pasien. Meskipun banyak disiplin
kedokteran yang menangani masalah jalan napas berdasarkan masalah kegawatdaruratan,
namun hanya beberapa yang bertanggung jawab atas rutinitas, pertimbangan, pilihan dari
keadaan intrinsik pasien terhadap kontrol pernapasan.

3.2 Saran

Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah yang
telah disusun meskipun sayamenyadari makalah ini kurang dari sempurna. Oleh
karena itu saya berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat
membantu menyempurnakan makalah yang selanjutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Brimacombe, JR. 2015. Difficult Airway Management with Intubating Laringeal Mask.
Anesth Analg 85, 1173-1175.

Romadhoni L. 2021.Dissemination Of First Aid (Airway Management) For Drowning Victims


In Gunung Merah Swimming Pool, Bandar Jaya, Terbanggi Besar District, Central Lampung
Regency : Jurnal Medika Hutama, 2 (3) : 947-950
Rifai A & Sugiyarto. 2019. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Metode Simulasi
Pertolongan Pertama (Management Airway) Pada Penyintas Dengan Masalah Sumbatan
Jalan Nafas Pada Masyarakat Awam Di Kec.Sawit Kab. Boyolali: Jurnal Keperawatan
Global, 4 (2) : 81-82

10

Anda mungkin juga menyukai