Anda di halaman 1dari 9

BAB II

ISI
A. Teori Biologis Penuaan

1. Teori Wear-and-Tear

Teori wear-and-tear berkembang sekitar abad ke-19, diusulkan oleh August


Weismann (Miller, 2012). Beliau menjelaskan bahwa sel tubuh manusia dapat
melakukan perbaikan setiap waktu, hingga pada saat tertentu sel-sel ini menjadi tua
dan kemampuan reparasinya menghilang. Tubuh dianalogikan seperti mesin yang
lama-kelamaan lapuk dan tidak bisa lagi diperbaiki, misalnya langkah kaki yang
kian hari kian melambat. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan penuaan
seperti sakit punggung, rabun mata tua, dan kesulitan berkemih. Penuaan dapat
menjadi lebih parah jika banyak stressor yang mempengaruhi tubuh seperti
merokok, minum alkohol, dan diet yang buruk. Penelitian dari Solis, Fantin, Irving
dan Delpierre (2016) menunjukkan adanya hubungan stressor dengan kesehatan
tubuh. Semakin banyak stressor tubuh seperti alkohol dan merokok, maka
kemampuan adaptasi tubuh akan memburuk.
2. Teori Cross-Linkage

Teori cross-linkage menjelaskan bahwa manusia memiliki struktur DNA


normal yang kemudian rantainya dapat terpisah dan tergabung dengan molekul lain.
Ikatan ini dapat kembali normal dengan ketahanan tubuh mencegah pemutusan
rantai, namun kemampuan ini melemah seiring pertambahan usia. Saat tua,
perbaikan tidak dapat dilakukan hingga sel mengalami kerusakan (Miller, 2012).
Salah satu contohnya yaitu kerutan dan penuaan kulit yang disebabkan oleh ikatan
glukosa dan DNA (Tabloski, 2014). Kerusakan yang terjadi pada sel pembentuk
kolagen lama kelamaan menyebabkan kegagalan jaringan dan organ. Jumlah sel
dengan molekul yang menjadi cross-link bertambah banyak sehingga sel tidak dapat
berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, sebagian ahli gizi percaya diet rendah gula
dapat memperlambat proses cross-linkage (Tabloski, 2014).
3. Teori Radikal Bebas

Teori radikal bebas ada pada tahun 1956, dengan Harman sebagai
pencetusnya. Teori ini menjelaskan bahwa sel tubuh dapat mengalami kerusakan
akibat adanya radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul yang memiliki eletron
berlebih sehingga dengan mudah bereaksi dengan molekul lain seperti komponen
sel. Radikal bebas bisa muncul dari reaksi tubuh seperti metabolisme maupun dari
lingkungan. Contoh radikal bebasdari lingkungan adalah ozon, pestisida, dan
polutan udara (Miller, 2012). Radikal bebas yang bereaksi dengan sel menimbulkan
kerusakan pada komponen sel seperti protein, lipid, dan asam nukleat. Tubuh
mempunyai mekanisme untuk memerangi radikal bebas yaitu dengan beta-karoten,
vitamin C dan vitamin E. Namun mekanisme ini akan melemah seiring penuaan
akibat radikal bebas yang makin bertambah. Contoh penyakit yang timbul akibat
radikal bebas adalah Age-related Macular Degeneration (AMD). AMD terbukti
dapat melambat prosesnya dengan pemberian antioksidan. Namun penelitian juga
menyatakan radikal bebas berperan dalam terjadinya proses tubuh seperti
metabolisme (Liochev, 2013, p.4). Untuk itu, penelitian dikembangkan agar tidak
terjadi penumpukan radikal bebas atau pembentukan radikal bebas berkurang. Saat
ini, ahli menyarankan penggunaan antioksidan dan minum vitamin untuk
memerangi radikal bebas (Tabloski, 2014).
4. Teori Neuroendokrin

Teori neuroendokrin didasarkan pada pemahaman bahwa sistem


neuroendokrin mengintegrasikan berbagai fungsi tubuh dan memfasilitasi adaptasi
terhadap perubahan baik dalam lingkungan internal dan eksternal (Miller, 2012).
Teori ini mendalilkan bahwa perubahan padasistem endokrin adalah penyebab
terjadinya penurunan fungsi organ. Salah satu contohnya adalah ketidakseimbangan
saraf impuls-transmisi zat kimia dalam otak mengganggu pembelahan sel di seluruh
tubuh.
5. Teori Imunitas

Teori imunitas memiliki hubungan erat dengan teori radikal bebas. Hal ini
didasarkan pada perubahan sistem kekebalan tubuh seiring dengan pertambahan
usia. Dalam hal ini yang ditekankan adalah kematian sel-sel kekebalan tubuh yang
diprogramkan mengalami kerusakan oleh karena peningkatan radikal bebas (Effros
et al, 2005 dalam Touhy dan Jett, 2014).
Menurut Touhy dan Jett (2014), sistem kekebalan dalam tubuh manusia
merupakan jaringan yang kompleks yang terdiri dari sel, jaringan, dan organ yang
berfungsi secara terpisah dan bersama-sama melindungi tubuh dari zat-zat dari luar
seperti bakteri. Hal ini sangat tergantung pada pelepasan hormon. Limfosit B
(humoral) dan limfosit T (selular) melindungi tubuh terhadap invasi oleh infeksi
atau hal lain yang dianggap asing, seperti jaringan atau organ transplantasi.
6. Teori Genetik

Teori genetik menekankan peran gen dalam pengembangan perubahan yang


berkaitan dengan usiayang merupakan salah satu jenis yang paling kompleks dari
teori biologis. Salah satu yang paling awal dari teori genetik adalah teori program
penuaan, diusulkan oleh Hayflick pada tahun 1960. Teori ini menyatakan bahwa
masa hidup hewan yang telah ditentukan oleh program genetik, disebut jam
biologis, memungkinkan sekitar 110 tahun maksimal pada manusia (Hayflick, 1965
dalam Miller, 2012). Hayflick (1974) dalam Miller (2012) memperkirakan bahwa
sel-sel manusia normal membelah sebanyak 50 kali selama bertahun-tahun dan
berpendapat bahwa sel-sel secara genetik diprogramkan untuk berhenti membelah
setelah mencapai 50 kali pembelahan sel. Pada saat itulah sel-sel mulai memburuk.
7. Teori Pembatasan Kalori

Teori pembatasan kalori didasarkan pada berbagai penelitian yang telah


ditemukan bahwa mengurangi asupan kalori antara 30% dan 40% adalah salah satu
intervensi yang secara dramatis dapat meningkatkan rentang hidup. Ada banyak
bukti ilmiah bahwa pembatasan kalori tanpa kekurangan gizi memiliki banyak efek
menguntungkan pada hewan, termasuk peningkatan kemampuan dalam melindungi
sel-sel, meningkatkan ketahanan terhadap stres, dan secara keseluruhan memiliki
harapan hidup sehat yang lebih lama (Barzilai & Bartke, 2009 dalam Miller, 2012).
Namun sampai saat ini, penelitian ini belum diterapkan pada manusia.

B. Teori Psikologis Menua

1. Teori Kebutuhan Manusia

Kebutuhan manusia menurut hierarki Maslow terbagi kedalam lima


kategoriyaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keselamatan dan keamanan, cinta dan
harta benda, harga diri, dan aktualisasi diri. Maslow mendeskripsikan aktualisasi
diri seseorang sebagai manusia dewasa yang utuh yang memiliki beberapa
keinginan sebagai autonomi (Miller, 2012). Kebutuhan dasar pada diri manusia
merupakan alami dari dalam diri manusia. Lansia seperti halnya dengan kelompok
umur lain juga membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar untuk memenuhi semua
kebutuhan hidupnya. Lansia membutuhkan makan dan minum, keamanan dan
keselamatan, dan kasih sayang. Aktualisasi diri akan secara penuh aktif jika
kebutuhan dasar lainnya sudah terpenuhi. Aktualisasi diri dapat menjadi
pemahaman dan pengembangan diri pada lansia.
2. Teori Rangkaian Kehidupan dan Perkembangan Personalitas

Terdapat beberapa ahli yang menjabarkan teori rangkaian kehidupan dan


perkembangan personalitas. Carl Jung pada tahun 1960 mengkategorikan
personalitas menjadi ekstrovertyaitu orang-orang yang berorientasi pada dunia luar
danintrovertyaitu orang-orang yang lebih suka mementingkan dirinya dari
pengalaman subjektifnya (Miller, 2012). Jung mendeskripsikan bahwa menjadi
dewasa merupakan periode dimana seseorang tampak mundur daripada maju dan
bertanggung jawab untuk mencurahkan perhatian serius untuk diri (Miller, 2012).
Lansia pada umumnya akan cenderung menjadi introvert dan fokus terhadap
dirinya. Teori Erikson tahun 1963 merupakan teori dasar tentang delapan tahap dari
kehidupan yang telah diakui dalam hubungan menuju kedewasaan (Miller, 2012).
Manusia dapat berkembang dan belajar sebagai bagian dari proses yang tidak
terbatas sejak anak-anak hingga remaja. Erikson menggambarkan bahwa usia tua
merupakan penyeimbang integritas antara pencarian keutuhan dan rasa putus asa.
Pada fase ini lansia cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. Ketika
lansia tidak dapat mencapai integritas dalam kehidupannya maka akan
menyebabkan kondisi keputusasaan. Robert Peck tahun 1968 mengembangkan teori
dari Erikson dengan mengidentifikasi tugas-tugas tertentu dari lansia untuk
membangun integritas ego (Touhy dan Jett, 2014). Tugas lansia menurut Peck
adalah sebagai berikut (Touhy dan Jett, 2014):
1. Ego differentiation vs.work role preoccupation

 Individu tidak ditentukan lagi oleh karyanya.

2. Body transcendence vs.body preoccupation

 Merawat diri tetapi tidak tertarik dan memperhatikan individu.

3. Ego transcendence vs. ego preoccupation

 Diri sendiri menjadi kurang sentraldan salah satu merasa bagian dari
massa kemanusiaan untuk berbagi perjuangan mereka dan nasib mereka.
3. Teori Gerotransenden

Gerotranscendence theory merupakan teori yang diusulkan oleh seorang


sosiolog dari Swedia bernama Lars Tornstam. Tornstam mengemukakan bahwa
menua merupakan proses pergantian atau perpindahan dari perspektif materialistik
menjadi perspektif kosmik dan secara bersamaan terjadi peningkatan kepuasan
hidup atau transenden (Miller, 2012 dan Touhy & Jett, 2014). Perspektif kosmik
yang merupakan bagian dari teori ini mengarah kepada pandangan lansia yang tidak
lagi bersifat materi melainkan mengutamakan pendekatan terhadap spiritual
ketuhanan dan aspek naturalistik. Teori ini juga menyebutkan bahwa
gerotransenden memiliki karakteristik seperti tingkat kepuasan hidup yang tinggi,
pola koping yang semakin kompleks dan aktif, peningkatan spiritualitas, kepuasan
terhadap aktivitas sosial atas keinginan sendiri, penurunan perhatian terhadap citra
tubuh dan keinginan memiliki sesuatu yang bersifat materi, penurunan rasa takut
terhadap kematian, ketertarikan terhadap generasi masa lalu dan masa depan,
penurunan pemusatan pada diri sendiri dan peningkatan altruisme (Touhy & Jett,
2014). Karakteristik tersebut mendukung bahwa teori gerotransenden melihat
perubahan lansia dari beberapa aspek, mulai dari diri sendiri dan kehidupan
sosialnya.
4. Teori Gender and Aging

Berbeda dengan gerotranscendence theory, teorigender and aging berfokus


pada hubungan antara jenis kelamin dan proses menua. Jenis kelamin (gender)
dapat dipahami sebagai pola yang kompleks dan berbeda dari peran, tanggung
jawab, norma, nilai-nilai, kebebasan, dan keterbatasan yang mendefinisikan
"maskulin" dan "feminin" sepanjang perjalanan hidup (WHO, n.d). Beberapa aspek
psikologis terkait jenis kelamin yang dipelajari dalam teori ini meliputi inteligensi,
kepribadian, perawatan, kemampuan diri, sikap tubuh, kemampuan verbal, ikatan
sosial, kontrol perasaan, dan pembuatan keputusan medis (Sinnott & Shifren, 2001
dalam Miller, 2012).
Faktor sosial dan kesehatan seperti pendidikan dan kemiskinan, kurangnya
akses terhadap nutrisi yang baik, pelayanan kesehatan dan sosial, serta pekerjaan
umumnya menjadi kelemahan wanita dibandingkan dengan pria selama hidup
mereka. Selain itu, teori ini juga memiliki keterkaitan dengan teori yang dibahas
sebelumnya yakni gerotransenden.

C. Teori Sosiologis Menua

1. Teori Pemutusan Hubungan (Disengagement)

Cumming & Henry pada tahun 1961 mengembangkan teori disengagement


yang menjelaskan proses menua dengan upaya penarikan diri lansia terhadap
lingkungannya. Hal yang melatarbelakangi lansia memutuskan hubungan dengan
lingkungan sekitar antara lain kondisi disabilitas, pensiun, dan kurang
keterlibatannya dalam kegiatan sosial. Teori ini kontroversial mengingat bahwa
penarikan diri lansia terhadap lingkungannya dipertimbangkan sebagai suatu pilihan
dan bukan kenyataan mutlak.
2. Teori Aktivitas

Gerontologis sosial mengembangkan teori aktivitas menua sekitar tahun


1970. Teori ini menjelaskan bahwa kesuksesan lansia pada aspek sosial dan
psikologis akan tetap ada jika lansia terlibat dalam aktivitas sehari-hari. Fokus teori
ini hubungan antara adalah aktivitas dan konsep diri, khususnya terkait komponen
peran sosial. Lansia dapat mempertahankan berbagai peran dengan kegiatan yang
produktif seperti pekerjaan paruh waktu atau kegiatan kerelawanan. Namun teori
aktivitas tidak mengakomodasi faktor kesehatan dan kondisi ekonomi yang dapat
menghambat keterlibatan lansia dalam aktivitas sehari- hari (Achenbaum, 2009;
Miller, 2012).
3. Teori Subkultural

Teori subkultural menjelaskan bahwa lansia merupakansuatu kelompok


yang memiliki norma, harapan, keyakinan, dan kebiasaan tersendiri. Lansia kurang
dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar secara luas dan cenderung merasa
nyaman dengan interaksi sebaya. Teori yang dikembangkan oleh Rose pada 1960
ini melihat bahwa aspek kesehatan dan mobilitas saat ini lebih dipertimbangkan
untuk menjadi dasar interaksi dibandingkan tingkat pendidikan, ekonomi, dan
prestasi masa lalu (Miller, 2012).
4. Teori Stratifikasi Umur

Riley, Johnson, dan Foner pada 1972 mengembangkan teori stratifikasi


umur (Miller, 2012). Teori stratifikasi umur menjelaskan keterkaitan antara umur
sebagai komponen struktur sosial, proses menua, dan kelompok individu pada
proses sosial. Masyarakat dapat digolongkan menjadi beberapa strata sesuai umur
dan perannya. Seiring dengan pertambahan umur lansia, muncul kelompok baru
dalam proses sosial sehingga dihasilkan sejarah baru yang unik. Lansia dan
masyarakat memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi.
5. Teori Person-Environment Fit

Teori person-environment fit berfokus pada hubungan kompetensi lansia


dan lingkungan (Lawton, 1982; Miller, 2012). Lingkungan mempengaruhi respon
perilaku lansia. Lansia memiliki kompetensi dalam keahlian motorik,
pengetahuan, dan kesehatan yang dapat menerima tekanan atau tuntutan dari
lingkungan. Semakin tinggi kompetensi lansia maka lansia akan semakin mampu
bertahan dalam kondisi lingkungan dengan banyak tekanan, begitu pula
sebaliknya. Teori ini sering digunakan dalam perencanaan lingkungan bagi
lansia.
6. Teori Kontinuitas

Teori kontinuitas menjelaskan bahwa lansia akan mempertahankan


kepribadian dan strategi koping untuk menjaga stabilitas (Wallace, 2008 dan
Potter&Perry, 2013). Kepribadian dan koping diperoleh dari tahap tumbuh
kembang sebelum lansia. Kehidupan lansia saat ini ditentukan oleh kesuksesan
perkembangan lansia pada tahap usia sebelumnya. Teori ini bertentangan dengan
teori disengagement yang menjelaskan penarikan diri lansia terhadap kondisi
sekitar.
Daftar Pustaka

Kozier. (2012). Fundamental of nursing: concepts, process, and practice 9th ed. New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Liochev, S.I (2013). Reactive oxygen species and the free radical theory of aging. Free and
Radical Biology and Medicine, 60, 1-4.
Melin-johansson, C. (2014). Reflections of older people living in nursing homes, 26(1), 33–40.
Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adults: theory and practice 6thed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2013). Fundamental nursing: concepts, process, and practice 8th
ed..St. Louis: Mosby Year Book
Solis, C. B., Fantin, R., Irving, M. K dan Delpierre, C. (2016). Physiological wear-and-tear and
later subjective health in mid-life:Findings from the 1958 British birth cohort.
Psychoneuroendocrinology, 74, 24-33.Wallace, M. (2008). Essentials of
gerontological nursing. New York: Springer Publishing Company
Tabloski, P. A. (2014). Gerontological nursing 3rd ed. USA : Pearson.
Touhy, T.A. dan Jett, K.F. (2014). Ebersole and Hess: gerontological nursing & healthy aging,
4th edition. Chapter 5: Theories of Aging and Physical Changes, p. 57-59. USA: Mosby.
Wang, J. (2011). A structural model of the bio-psycho-socio-spiritual factors influencing
the development towards gerotranscendence in a sample of institutionalized
elders. http://doi.org/10.1111/j.1365-2648.2011.05705.x
Woodhead, A.D. (2014). Perspectives on aging--human aging: biological perspectives.
Bioscience, 44(9), 639.p. 639. Diunduh dari: http://remote-
lib.ui.ac.id:2073/docview/230527831/fulltextPDF/EF29CB2F68B143B9PQ/8?
accountid=17242 pada Selasa, 14 Februari 2017 pukul 20.09 WIB.

Anda mungkin juga menyukai