Anda di halaman 1dari 28

Konsep ICU

BAB I

PENDAHULUAN

 LATAR BELAKANG

Kondisi kritis merupakan suatu kondisi krusial yang memerlukan penyelesaian atau jalan
keluar dalam waktu yang terbatas. Pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal
pada satu atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring dan
terapi. Pasien dalam kondisi gawat membutuhkan pemantauan yang canggih dan terapi
yang intensif. Suatu perawatan intensif yang menggabungkan teknologi tinggi dengan
keahlian khusus dalam bidang keperawatan dan kedokteran gawat darurat dibutuhkan
untuk merawat pasien yang sedang kritis (Vicky, 2011).

Intensive Care Unit(ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan), dengan staf dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan
untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau
penyulit-penyulit yang potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana-prasarana
serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
ketrampilan staf medik, perawat, dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan
keadaan-keadaan tersebut (Kemenkes, 2011).

Intensive caremempunyai 2 fungsi utama, yaitu yang pertama untuk melakukan


perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dan untuk mendukung organ vital pada
pasien-pasien yang akan menjalani operasi yang kompleks elektif atau prosedur
intervensi dan risiko tinggi untuk fungsi vital. Keperawatan kritis termasuk salah satu
spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia
terhadap masalah yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis bertanggung jawab
untuk menjamin pasien yang kritis di Intensive Care Unit(ICU) beserta keluarganya
mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal (Dossey, 2002).

Untuk dapat memberikan pelayanan prima maka ICU harus dikelola dengan baik.
Perawat yang bekerja di dalam Intensive Care Unitharus memiliki kemampuan
komunikasi dan kerjasama tim. Proses keperawatan kritis mengatasi klien yang sedang
dalam kondisi gawat tersebut. Oleh karena itu, diperlukan peran seorang perawat yang
dapat bertindak cepat dan tepat serta melaksanakan standar proses keperawatan kritis.

RUMUSAN MASALAH
o Apa definisi dari ICU?
o Apa fungsi dan tujuan ICU?
o Apa indikasi pasien masuk dan keluar ICU?
o Bagaimana alur pasien masuk ICU?
o Bagaimana peran perawat kritis dalam pemenuhan kebutuhan dasar
pasien?
o Bagaimana cara komunikasi dan kerjasama tim dalam keperawatan kritis?
o Bagaimana konsep holism dalam lingkup perawatan kritis yang serba
menggunakan teknologi canggih?
o Bagaimana model asuhan keperawatan kritis?
o Bagaimana proses keperawatan kritis?

TUJUAN
o Tujuan Umum

Mahasiswa dapat mengetahui konsep Intensive Care Unit (ICU) dan proses keperawatan
kritis di dalamnya

 Tujuan Khusus
o Mahasiswa dapat mengetahui definisi Intensive Care Unit (ICU).
o Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dan tujuan Intensive Care Unit (ICU).
o Mahasiswa dapat mengetahui indikasi pasien masuk dan keluar ICU.
o Mahasiswa dapat mengetahui alur pasien masuk Intensive Care Unit
(ICU).
o Mahasiswa dapat mengetahui peran perawat kritis dalam pemenuhan
kebutuhan dasar pasien.
o Mahasiswa dapat mengetahui cara komunikasi dan kerjasama tim dalam
keperawatan kritis.
o Mahasiswa dapat mengetahui konsep holism dalam lingkup perawatan
kritis yang serba menggunakan teknologi canggih.
o Mahasiswa dapat mengetahui model asuhan keperawatan kritis.
o Mahasiswa dapat mengetahui proses keperawatan kritis.

BAB II

KONSEP INTENSIVE CARE UNIT(ICU)

 DEFINISI ICU

ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat daruratan
dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh, kegawatan di unit
operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates. Keperawatan gawat darurat secara
khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah yang mengancam hidup seperti
trauma atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah kesehatan merupakan hal
penting dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshorn et all, 1997).

Unit perawatan kritis atau ICU adalah merupakan unit perawatan khusus yang
membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi, membuat keputusan dan dalam
membuat prioritas, karena saat penyakit menyerang sistem tubuh, sistem yang lain
terlibat dalam upaya mengatasi adanya ketidakseimbangan. Esensi asuhan keperawatan
kritis tidak berdasarkan kepada lingkungan yang khusus ataupun alat-alat, tetapi dalam
proses pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman yang sungguh-sungguh
tentang fisiologik dan psikologik (Hudak & Gallo, 2012).

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf
yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan,
dan terapi bagi yang menderita penyakit akut, cedera atau penyulit yang mengancam
nyawa atau potensial mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana dan prasarana serta
peralatan khusus untuk menunjang fungsi vital dengan menggunakan keterampilan staf
dalam mengelola keadaan tersebut. Saat ini di Indonesia, rumah sakit kelas C yang lebih
tinggi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan yang profesional dan berkualitas
dengan mengedepankan keselamatan pasien.

Adapun beberapa kriteria pasien yang memerlukan perawatan di ICU adalah:

1 Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus menerus,
contoh gagal nafas berat, syok septik.
2 Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasiveatau non invasivesehingga
komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh paska bedah besar dan luas,
pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal, atau lainnya.
3 Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi akut,
sekalipun manfaat ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas metastasis dengan
komplikasi, tamponade jantung, sumbangan jalan nafas.

Sedangkan pasien yang tidak perlu masuk ICU adalah:

4 Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium).


5 Pasien yang menolak terapi bantuan hidup.
6 Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi, contoh karsinoma
stadium akhir, kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaan vegatatif.
FUNGSI DAN TUJUAN ICU
o Fungsi ICU

Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :

7 ICU Medik
8 ICU trauma/bedah
9 ICU umum
10 ICU pediatrik
11 ICU neonatus
12 ICU respiratorik

Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola pasien yang
sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia umumnya berbentuk ICU
umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung), Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan
utama untuk hal ini adalah segi ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi
peralatan dan pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah.

 Tujuan ICU

Berikut adalah tujuan ICU :

13 Menyelamatkan kehidupan
14 Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi dan
monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan menginterpretasikan setiap data
yang didapat dan melakukan tindak lanjut.
15 Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
16 Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
17 Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan
pasien

JENIS-JENIS ICU
Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:

18 ICU Primer

Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien yang memerlukan
perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif mampu melakukan resusitasi
jantung paru dan memberikan ventilasi bantu 24-48 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU
primer adalah:

19 Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat, dan ruang
rawat pasien lain.
20 Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
21 Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
22 Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
23 Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
24 Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat pelatihan
perawatan intensif, minimal satu orang per shift
25 Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk
kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi (Depkes RI, 2006).
26 ICU Sekunder

Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu memberikan ventilasi
bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tetapi tidak terlalu kompleks.
Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder adalah:

27 Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan ruang
rawat lain
28 Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
29 Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi setiap saat
bila diperlukan
30 Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif care atau
bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang bertanggung jawab secara
keseluruhan dan dokter jaga yang minimal mampu melakukan resusitasi jantung paru
(bantuan hidup dasar dan hidup lanjut)
31 Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan minimal
berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3 tahun
32 Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan dalam
batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha penunjang hidup
33 Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk
kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi
34 Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi (Depkes RI,
2006).
35 ICU Tersier

Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan intensif, mampu
memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan atau bantuan hidup multi
system yang kompleks dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu melakukan
bantuan renal ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu
yang terbatas. Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:

36 Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit


37 Memilik kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
38 Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap saat bila
diperlukan
39 Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau dokter ahli
konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab secara keseluruhan. Dan
dokter jaga yang minimal mampu resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasar dan
bantuan hidup lanjut)
40 Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal berpengalaman
kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama tiga tahun
41 Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif baik invasive
maupun non-invasif
42 Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu, Rontgen untuk
kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi
43 Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan perawat agar
dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien
44 Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga rekam
medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian (Depkes RI, 2006).

 INDIKASI MASUK DAN KELUAR ICU

Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas sedangkan kebutuhan
pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka diperlukan mekanisme untuk membuat
prioritas. Kepala ICU bertanggung jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di
ICU.

 Kriteria Masuk

45 Golongan pasien prioritas 1

Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan
tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang fungsi organ, infus, obat
vasoaktif/inotropic, obat anti aritmia. Sebagai contoh pasien pasca bedah kardiotoraksis,
sepsis berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.

46 Golongan pasien prioritas 2

Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat


beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif
menggunakan pulmonary arterial catheter. Sebagai contoh pasien yang mengalami
penyakit dasar jantung-paru, gagal ginjal akut dan berat atau pasien yang telah
mengalami pembedahan mayor. Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak mempunyai
batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

47 Golongan pasien priorotas 3


Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya,
yang disebabkan penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, secara sendirian
atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini
sangat kecil. Sebagai contoh ntara lain pasien dengan keganasan metastatic disertai
penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan jalan nafas, atau pesien penyakit
jantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada
pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi
mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.

48 Pengecualian

Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi masuk pada
beberapa golongan pasien bisa dikecualikan dengan catatan bahwa pasien golongan
demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas terbatas dapat
digunakan untuk pasien prioritas 1,2,3. Sebagai contoh: pasien yang memebuhi kriteria
masuk tetapi menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi perawataan
yang aman saja, pasien dengan perintah “Do Not Resuscitate”, pasien dalam keadaan
vegetative permanen, pasien yang ddipastikan mati batang otak namun hanya karena
kepentingan donor organ, maka pasien dapat dirawat di ICU demi menunjang fungsi
organ sebelum dilakukan pengambilan orga untuk donasi.

 Kriteria Keluar

49 Penyakit pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak memerluka terapi
atau pemantauan yang intensif lebih lanjut.
50 Secara perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak
bermanfaat atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu itu
pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (Kemenkes RI, 2011).

 ALUR PELAYANAN ICU


Gambar 1: Alur pelayanan ICU di RS (Kemenkes RI, 2011, hal 17)

Pasien yang memerlukan pelayanan ICU berasal dari:

51 Pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD)


52 Pasien dari High Care Unit (HCU)
53 Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar bersalin, ruang
endoskopi, ruang dialysis, dan sebagainya.
54 Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap)

 KARAKTERISTIK PERAWAT ICU

Karakteristik Perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan intensif meliputi:

55 Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan konsisten


56 Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya
57 Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta diikuti oleh
nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan
58 Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan
59 Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif
60 Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi
61 Menginterpretasiakan analisa situasi yang kompleks
62 Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga
63 Berpikir kritis
64 Mampu menghadapai tantangan
65 Mengembangkan pengetahuan dan penelitian
66 Berpikir ke depan
67 Inovatif

 PERAN PERAWAT KRITIS

Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan pasien yang
berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis, waktu adalah sesuatu hal
yang vital. Proses keperawatan memberikan suatu pendekatan yang sistematis, dimana
perawat keperawatan kritis dapat mengevaluasi masalah pasien dengan cepat (Talbot,
1997).

ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an. Kegawat daruratan
dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an. Sebagai contoh, kegawatan di unit
operasi kardiovaskuler, pediatric, dan unit neonates. Keperawatan gawat darurat secara
khusus berkonsentrasi pada respon manusia pada masalah yang mengancam hidup seperti
trauma atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah kesehatan merupakan hal
penting dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshorn et all, 1997).

Peran perawat kritis sebagai berikut:

68 Advokat

Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil tindakan untuk
mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan
yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu (Potter dan Perry, 2005).

69 Care giver

Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga yang mengalami
masalah kesehatan (Vicky, 2010).

70 Kolaborator

Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim kesehatan lainnya
seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan lainnya dalam upaya memberikan
pelayanan yang baik (Vicky, 2010).

71 Peneliti
Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode pemberian pelayanan (Vicky,
2010). Selain itu juga meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan, baik
dalam praktik maupun dalam pendidikan keperawatan (Aryatmo, 1993).

72 Koordinator

Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan mengorganisasi


pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian layanan dapat terarah serta
sesuai kebutuhan (Vicky, 2010).

73 Konsultan

Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah keperawatan


terutama mengenai keamanan pasien dan keluarga (Vicky, 2010).

KOLABORASI TIM KEPERAWATAN KRITIS


o Kolaborasi Tim dalam Keperawatan Kritis

Dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin dari beberapa disiplin
ilmu terkait yang dapat memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya
dan bekerjasama di dalam tim. Tim tersebut terdiri dari:

74 Spesialis anestesi
75 Dokter spesialis
76 Perawat ICU
77 Dokter ahli mikrobiologi klinik
78 Ahli farmasi klinik
79 Ahli nutrisi
80 Fisioterapis
81 Tenaga lain sesuai klasifikasi pelayanan ICU
Tim Multidisiplin mempunyai 5 (lima) karakteristik:

82 Staf medik dan keperawatan yang tanggung jawab


83 Staf medik, keperawatan, farmasi klinik, farmakologi klinik, gizi klinik dan
mikrobiologi klinik yang berkolaborasi pada pendekatan
84 Mempergunakan standar, protocol atau guideline untuk memastikan pelayanan
yang konsisten baik oleh dokter, perawat maupun staf yang lain.
85 Memiliki dedikasi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi.
86 Menekankan pada pelayaanan yang sudah tersertifikasi, pendidikan, penelitian,
masalah etik dan pengutamaan pasien (Kemenkes, 2011)

 Peran koordinasi dan integrasi dalam kerjasama tim

Mengingat keadaan pasien yang sedang dalam kondisi kritis, maka sistem kerja tim
multidisiplin diatur sebagai berikut :

87 Dokter primer yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya
dan memberi pandangan atau usulan
88 Ketua tim melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi
instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan usulan
anggota tim lainnya.
89 Ketua tim berkonsultasi pada konsultan lain dengan mempertimbangkan usulan-
usulan anggota tim dan memberikan perintah baik tertulis dalam status maupun
lisan.
90 Untuk menghindari kesimpangsiuran/tumpang tindih pelaksanaan pengelolaan
pasien, maka perintah yang dijalankan oleh petugas hanya yang berasal dari ketua
tim saja (Kemenkes,2011).

 KONSEP HOLISM DALAM PERAWATAN KRITIS


Salah satu teori yang mendasari praktik keperawatan profesional adalah memandang
manusia secara holistik, yaitu meliputi dimensi fisiologis, psikologis, sosiokultural dan
spiritual sebagai suatu kesatuan yang utuh. Apabila satu dimensi terganggu akan
mempengaruhi dimensi lainnya. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, konsep holistik ini
merupakan salah satu konsep keperawatan yang harus di pahami oleh perawat agar dapat
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas kepada klien.

Dengan menggunakan konsep holistik perawat dapat melihat apa saja dampak lingkungan
perawatan kritis yang mengganggu pasien. Sebagai contoh dalam lingkungan unit
perawatan intensif (intencive care unit, ICU) perawat dapat menggambarkan lingkungan
ICU dalam hal fisik dan emosional yang dapat mengganggu pasien. Sehingga perawat
dapat mengendalikan lingkungan untuk meningkatkan kesembuhan pasien serta dapat
memberikan intervensi kritis bagaimana cara mengatasinya (Hudak&Gallo, 2012).

 Gambaran Fisik ICU

Secara umum gambaran fisik lingkungan ICU terdapat monitor yang berkedip, ventilator,
pompa intravena (IV), kebisingan dari peralatan dan banyak orang yang berbicara disisi
tempat tidur, cahaya terang dan langkah yg tergesa-gesa di ruangan ramai. Oleh sebab itu,
asuhan keperawatan kritis dibentuk untuk mengatasi pasien sakit dan cidera sangat serius
agar mendapatkan asuhan keperawatan yang fokus untuk meningkatkan ketahanan hidup.

Tabel 2.1 Desain Unit Perawatan Intensif (ICU)

Generasi Keempat –
Generasi Pertama Generasi Kedua
Generasi Ketiga (1980-an) Masa yang akan
(1950-an) (1970-an)
datang
Karakteristik Unit/bangsal Kamar Kamar tersendiri. Kamar tersendiri.
terbuka. tersendiri atau Mempunyai pintu kaca lipat
Pintu kaca lipat atau
Tidak ada ruangang kecil atau geser. Ruangan sering
geser dengan
pembagian kecuali dengan kali diatur setengah
tirai/penutup
tirai atau layar. pembatas. lingkaran atau melingkar
tersendiri.
Stasi/meja perawat dengan stasi keperawatan
dipusat atau di kaki ditengahnya. Beberapa unit
Ruangan sering Rencananya lantai
tempat tidur. dibentuk dengan stasi
kali di kedua berbentuk
Pengontrolan keperawatan tersebar.
sisi lorong yang kelopak/melingka.
pencahayaan unit Jendela ruangan pasien
merupakan Desainnya
sering kali dengan dengan
sebuah stasi meningkatkan
satu tombol. pemandangan/pencahayaan
keperawatan penurunan
luar. Peningkatan
terbuka atau kebisingan. Jendela
pengontrolan tingkat
mengelilingi pasien dengan
pencahayaan ruangan pasien.
sebuah stasi pemandangan luar
keperawatan (alamiah ataupun
terbuka dengan buatan)
tiga atau empat
Rencana area
sisi (bentuk
keluarga dalam
empat persegi
ruangan pasien.
panjang.
Peningkatan
pemakaian warna
dan tekstur di
Pemantauan
dinding, lantai dan
pusat.
langit-langit.

Beberapa unit
tanpa dilengkapi
dengan jendela
ruangan pasien
ke luar
(meningkatkan
insiden
delirium).
Pencahayaan
ruangan pasien
dengan tombol
terpisah dari
stasi
keperawatan.
Kalender dan
jam diletakkan
dalam ruangan
pasien.
Peningkatan Akses keperawatan
privasi pasien. dan ketersediaan
Peningkatan akses
Peningkatan Pengontrolan perawatan
keperawatan selama
Keuntungan kedekatan perawat pencahayaan, berteknologi tinggi
aktivitas yang berintensitas
dengan pasien kebisingan, dan dalam lingkungan
tinggi.
infeksi yang yang lebih mirip
lebih baik. rumah.
Kurangnya
Kurangnya privasi. akses/
Ketidakmampuan pengamatan
untuk mengontrol langsung ke
Pintu kaca mengurangi
Kerugian kebisingan dan pasien.
privasi pasien.
cahaya. Masalah Pengontrolan
pengendalian kebisingan dan
infeksi. pencahayaan
kurang optimal.

 Gambaran Emosional ICU

Gambaran emosional lingkungan ICU sama pentingnya dengan elemen fisik, dan bahkan
lebih penting untuk hasil pasien. Elemen ini mencakup gejala yang timbul pada pasien
karena dirawat di ICU demikian juga dengan pola komunikasi semua orang yang
memberikan perawatan di unit yang menimbulkan stres ini. Bahkan untuk pengunjung
yang baru pertama kali datang ke ICU, perasaan berlebihan tentang tempat tersebut dapat
menimbulkan rasa takut. Lingkungan ICU menciptakan rasa rapuh karena ketergantungan
fisik dan emosional, kurangnya informasi dan perawatan yang menyamakan semua
pasien dapat menumbuhkan ketakutan dan kecemasan.

Pengidentifikasian gambaran dan respons emosional di lingkungan ICU sangatlah penting


karena banyak yang dapat ditangani oleh intervensi keperawatan. Langkah pertamanya
adlah pengenalan dan pemahaman terhadap paradoks yang terjadi di lingkungan ICU.
Lingkungan yang tidak bersahabat tersebut harus menjadi tempat penyembuhan bagi
pasien, keluarga dan perawat. Perawat perlu mempunyai pemahaman yang baik mengenai
lingkungan dan kemungkinan bencana yang dapat ditimbulkan oleh lingkungan pada
pasien yang keadaan fisiologis dan emosionalnya telah terganggu. Mengubah lingkungan
yang kemungkinan tidak bersahabat menjadi lingkungan yang menyembuhkan adalah
sebuah tantangan bagi semua perawat perawatan kritis.

Selain itu, kualitas emosional di lingkungan ICU sering kali ditentukan oleh tingkat
pembagian tanggung jawab, kolaborasi dan caringyang diperlihatkan oleh seluruh tim
perawatan kesehatan. Hidup dan mati pasien secara harfiah bergantung pada tingkat
komunikasi dokter dan perawat tentang pasien tersebut. Perhatian terhadap struktur
organisasi yang membantu kolaborasi ini dan kemitraan yang sejajar antara dokter dan
perawat sebagai coleader unit adalah penting. Menciptakan budaya yang menerapkan
komunikasi yang saling menghargai antara semua anggota tim perawatan kesehatan
adalah standar kesempurnaan yang merupakan unsur penting untuksemua lingkungan
penyembuhan. Perawat pemula perlu belajar dan mempraktiakn ketrampilan advokasi
pasien selama ronde klinis di samping tempat tidur di ICU. Cara keluarga diperlakukan
dan dihormati sebagai mitra penuh dalam perawatan adalah ukuran penting dari kualitas
emosional dan budaya positif di ICU.

BAB III

PROSES KEPERAWATAN KRITIS


 MODEL ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan pasien sehingga
dapat berfungsi secara optimal. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan manajemen
asuhan keperawatan yang profesional, dan salah satu faktor yang menentukan dalam
manajemen tersebut adalah bagaimana asuhan keperawatan diberikan oleh perawat
melalui berbagai pendekatan model asuhan keperawatan yang diberikan (Sitorus, 2005).

Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan di Rumah Sakit yaitu metode
fungsional, metode kasus, metode tim, metode primer, dan metode modular. Metode
fungsional berorientasi kepada tugas, yaitu semua tugas atau tindakan keperawatan yang
ada dibagi kepada perawat yang sedang dinas pada saat itu. Seorang perawat dapat
melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua klien yang ada di unit tersebut. Kepala
ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan menerima laporan
tentang semua klien serta menjawab semua pertanyaan tentang klien. Metode ini tidak
berorientasi pada masalah pasien. Pada metode primer, penugasan diberikan kepada
Primary Nurseatas pasien yang dirawat dimulai sejak pasien masuk ke rumah sakit yang
didasarkan kepada kebutuhan pasien atau masalah keperawatan yang disesuaikan dengan
kemampuan Primary Nurse. Pada metode tim, didasarkan pada pemberian asuhan
keperawatan dimana seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada sekelompok pasien melalui
upaya kooperatif dan kolaboratif. Sedangkan metode modular adalah gbungan dari
metode primer dan metode tim (Sitorus, 2005).

Model Praktek Keperawatan Profesional dengan menggunakan metode kasus diharapkan


akan menghasilkan kontinuitas keperawatan yang bersifat komprehensif di unit
perawatan kritis atau ICU.

Metode kasus adalah pengorganisasian pelayanan atau asuhan keperawatan untuk satu
atau beberapa klien oleh satu orang perawat pada saat bertugas atau jaga selama periode
waktu tertentu sampai klien pulang. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam
pembagian tugas dan menerima semua laporan tentang pelayanan keperawatan klien
(Sitorus, 2005).

Manajemen kasus adalah model yang digunakan untuk mengidentifikasi, koordinasi, dan
monitoring implementasi kebutuhan pelayanan untuk mencapai asuhan yang diinginkan
dalam periode waktu tertentu.

Elemen penting dalam manajemen kasus meliputi :

1) Kerjasama dan dukungan dari semua anggota pelayanan dan anggota kunci dalam
organisasi ( Administrator, dokter dan perawat).

2) Kualifikasi perawat manajer kasus.

3) Praktek kerjasama Tim.

4) Kualitas sistem manajemen yang diterapkan.

5) Menggunakan prinsip perbaikan mutu yang terus menerus.

6) Menggunakan ”Critical pathway” (hasil) atau asuhan MAPS (Multidisciplinary


Action Plans) yaitu kombinasi ”Clinical Path dengan Care Plans.

7) Promosi praktek keperawatan profesional

Dalam 1 unit diperlukan 2 manajer kasus yang bekerja mengkoordinasikan,


mengkomunikasikan, bekerjasama untuk menyelesaikan masalah dan memfasilitasi
asuhan sekelompok pasien. Idealnya 1 orang manajer kasus mempunyai 10 – 15 kasus
pasien dimana perkembangan pasien akan diikuti terus oleh manajer kasus dari masuk
sampai pulang. Bila diperlukan mengikuti perkembangan pasien di rawat jalan.
Keuntungan dari manajemen kasus meningkatnya mutu asuhan karena perkembangan
kesehatan pasien dimonitoring terus menerus sehingga selalu ada perbaikan bila asuhan
yang diberikan tidak memberikan perbaikan, dan adanya kerjasama yang harmonis antara
manajer kasus dengan tim kesehatan lain merupakan elemen penting yang mempengaruhi
meningkatnya mutu asuhan, menurunnya komplikasi dan biaya menjadi lebih efektif
(Junaidi, 1999).

Manajer kasus melakukan monitoring terhadap asuhan keperawatan yang dilaksanakan


oleh tenaga perawat dan non keperawatan. Setiap perawat ditugaskan untuk melayani
seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu
pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk
keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care.Metode ini berdasarkan pendekatan
holistik dari filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan
observasi pada pasien tertentu (Nursalam, 2002).

Konsep dasar metode kasus dalam asuhan keperawatan professional adalah ada tanggung
jawab dan tanggung gugat, otonomi, serta ketertiban pasien dan keluarga.

Tugas perawat dalam metode kasus yaitu:

91 Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif


92 Membuat tujuan dan rencana keperawatan
93 Melaksanakan semua rencana yang telah dibuat selama ini
94 Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh
disiplin lain maupun perawat lain.
95 Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai.
96 Menerima dan menyesuaikan rencana.
97 Menyiapkan penyuluhan pulang.
98 Melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial
masyarakat.
99 Membuat jadwal perjanjian klinik.

Metoda ini adalah suatu penugasan yang diberikan kepada perawat untuk memberikan
asuhan secara total terhadap seorang atau sekelompok klien. Keuntungan model asuhan
keperawatan kasus yaitu asuhan yang diberikan komprehensif, berkesinambungan, dan
holistik. Perawat dalam metode kasus mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap
pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies,1998). Keuntungan yang dirasakan
adalah pasien merasa dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu.
Selain itu asuhan diberiakan bermutut tinggi dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap
pengobatan, dukungan, proteksi, informasi dan advokasi sehingga pasien merasa puas.
Dokter juga merasakan kepuasan karena senantiasa mendapatkan informasi tentang
kondisi pasien yang selalu diperbaharui dan komprehensif. Selain itu, masalah pasien
dapat dipahami oleh perawat dan kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

Sedangkan kerugiannya adalah kurang efisien karena memerlukan perawat profesional


dengan keterampilan tinggi dan imbalan yang tinggi, sedangkan masih ada pekerjaan
yang dapat dikerjakan oleh asisten perawat. Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien
banyak sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan. Pendelegasian perawatan klien
hanya sebagian selama perawat penaggung jawab klien bertugas (Priharjo,1995).

 PROSES KEPERAWATAN KRITIS

Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang meliputi


pengkajian, analisa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

Tabel 1 Standar proses American Association of Critical Care Nurse

Keperawatan Kritis harus menggunakan proses keperawatan dalam


memberikan asuhan keperawatan.

1. Data akan dikumpulkan secara terus menerus pada semua pasien yang
sakit kritis dimanapun tempatnya

2. Identifikasi masalah/kebutuhan pasien dan prioritas harus didasarkan


pada data yang dikumpulkan

3. Rencana asuhan keperawatan yang tepat harus diformulasikan

4. Rencana asuhan keperawatan harus diimplementasikan menurut prioritas


dari identifikasi masalah/kebutuhan

5. Hasil dari asuhan keperawatan harus dievaluasi secara terus menerus

Dari American Association of Critical Care Nurses: Standards for nursing care of the
criticaly ill, ed 2, San Mateo, Calif, 1989, Appleton & Lange, hlm. 6-13.

Asuhan Keperawatan Intensif adalah kegiatan praktek keperawatan intensif yang


diberikan pada pasien/keluarga. Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan yang merupakan metode ilmiah dan panduan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas guna mengatasi masalah pasien.
Langkah-langkah yang harus dilakukan meliputi pengkajian, masalah/diagnose
keperawatan, rencana tindakan dan evaluasi (Depkes RI, 2006).

 Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal proses keperawatan yang mengharuskan perawat


menemukan data kesehatan klien secara tepat. Pengkajian awal di dalam keperawatan
intensif sama dengan pengkajian umumnya yaitu dengan pendekatan system yang
meliputi aspek bio-psiko-sosio-kultural-spiritual, namun ketika klien yang dirawat telah
menggunakan alat bantu mekanik seperti alat bantu napas, hemodialisa, pengkajian juga
diarahkan ke hal-hal yang lebih khusus yakni terkait dengan terapi dan dampak dari
penggunaan alat-alat tersebut.

 Penetapan Masalah/Diagnosa Keperawatan

Setelah data dikumpulkan, data dianalisa. Dari pengkajian data dasar, masalah yang
aktual, potensial dan beresiko tinggi diidentifikasi dan diuraikan menurut prioritas sesuai
dengan kebutuhan keperawatan pasien kritis. Hal ini mungkin merupakan masalah yang
kompleks disebabkan oleh beratnya kondisi pasien. Prioritas paling tinggi diberikan pada
masalah yang mengancam kehidupan, lalu dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi
alternative diagnose untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan, dan diagnose untuk
mencegah komplikasi.

 Perencanaan

Pembuatan tujuan, identifikasi dari tindakan keperawatan yang tepat dan pernyataan atas
hasil yang diharapkan merumuskan rencana keperawatan. Perencanaan tindakan
keperawatan dibuat apabila diagnose telah diprioritaskan. Perencanaan tindakan
mencakup 4 unsur kegiatan yaitu observasi/monitoring, terapi keperawatan, pendidikan
dan tindakan kolaboratif. Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk melaksanakan
rencana dilihat dari ketrampilan perawat, fasilitas, kebijakan, dan standar operasional
prosedur. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk membuat efisiensi sumber-sumber,
mengukur kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian masalah (Depkes RI, 2006).

 Implementasi

Perencanaan dimasukkan dalam tindakan selama fase implementasi. Ini merupakan fase
kerja aktual dari proses keperawatan.

 Evaluasi

Suatu perbandingan antara hasil aktual pasien dan hasil yang diharapkan terjadi dalam
fase evaluasi. Pada bagian ini menunjukkan pentingnya modifikasi dalam rencana
keperawatan atau pengkajian ulang total dapa diidentifikasi.

Masalah Keperawatan yang biasanya muncul dan intervensi yang diberikan di ruang
perawatan kritis atau ICU adalah (Doengoes, 2002):

100 Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas


101 Observasi keabu-abuan menyeluruh dan sianosis pada “ jaringan hangat” seperti
daun telinga, bibir, lidah, dan membrane lidah
102 Lakukan tindakan untuk memperbaiki/mempertahankan jalan nafas, misalnya:
batuk atau suction.
103 Kaji status pernafasan.
104 Catat adanya dispnea dan penggunaan otot bantu
105 Pertahankan kepatenan jalan nafas (posisi kepala dan leher netral anatomis,
cegah fleksi leher)
106 Pertahankan elevasi kepala tempat tidur 30 – 45 derajat
107 Beri oksigen dengan metode dan indikasi yang tepat
108 Gangguan perfusi jaringan cerebral
1 Monitor status neurologi dan menentukan faktor penyebab gangguan
2 Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, kebutuhan
lapang pandang / kedalaman persepsi
3 Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, sperti fungsi bicara jika klien sadar.
4 Berikan posisi kepala ditinggikan sedikit dengan posisi netral (hanya
tempat tidurnya saja yang ditinggikan)
5 Kolaborasi pemberian oksigen
109 Ketidakefektifan Pola Nafas
110 Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan usaha respirasi
111 Perhatikan pergerakan dada pasien, amati kesimetrisan, penggunaan otot bantu,
serta retraksi otot supraklavikular dan intercostals.
112 Pantau pola pernafasan : bradipne, takipne, hiperventilasi
113 Kaji kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
114 Pertahankan ketinggian bagian kepala tempat tidur.
115 Kaji AGD untuk membuktikan pertukaran gas yang adekuat
116 Waspada terhadap dampak obat-obat depresan atau sedatif.
117 Pantau frekensi dan irama jantung.
118 Lakukan suction sesuai kebutuhan,
119 Nilai hasil laporan foto dada setiap hari.
120 Resiko tinggi terhadap infeksi
121 Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual
122 Bersihkan luka bila ada luka dengan teknik steril dan bersihakan min. 2 kali
sehari
123 Dorong keseimbanagn istirahat adekuat dengan aktivitas sedang. Tingkatkan
masukan nutrisi adekuat
124 Mengawasi kekefektifan terapi antimicrobial
125 Selidiki perubahan tiba-tiba/penyimpangan kondisi, seperti peningkatan nyeri
dada, bunyi jantung ekstra, gangguan sensori, berulangnya demam, perubahan
karakteristik pus.
126 Kekurangan volume cairan
127 Pantau warna,jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
128 Observasi khususnya terhadap kehilanagn cairan yang tinggi elektrolit (misalnya
diare, drainase luka, pengisapan nasogastrik dll)
129 Pantau perdarahan
130 Tinjau ulang elektrolit, terutama natrium, kalium klorida dan kreatinin)
131 Pantau status hidrasi

BAB IV

PENUTUP

 KESIMPULAN

Intensive Care Unit(ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi
dibawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus
yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita
penyakit,cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa. Keperawatan kritis menangani respon manusia terhadap masalah
yang mengancam hidup. Perawatan kritis berperan sebagai advokat, care
giver,kolaborator, peneliti, dan koordinator serta berkomunikasi dan bekerjasama dalam
tim.

 SARAN

Sebagai perawat professional kita harus mampu memberikan asuhan keperawatan kritis
yang tepat pada klien dengan kondisi gawat. Selain itu pemahaman terhadap konsep
holism, komunikasi, dan kerjasama tim dalam keperawatan kritis penting untuk
menunjang perawatan terhadap klien agar kondisi klien lebih baik dan status kesehatan
meningkat sehingga angka kematian dapat ditekan semaksimal mungkin.

DAFTAR PUSTAKA
Carolyn, et all. 1997. Critical Care Nursing Seventh Edition. Philadelphia: Lippincott
Company.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Standar Pelayanan Keperawatan di


ICU. Jakarta: Depkes

Doengoes, M. E. (2002). Nursing care plane: Guidelines for planning & documenting
patient care, 3rd edition, FA. Davis

Dossey, B. M. 2002. Critical Care Nursing: body-mind-spirit. (3rd ed.). Philadelphia: J.


B. Lippincott Company.

George. (1995). Nursing Theories (The Base for Profesional Nursing Practice), Fourth
Edition. USA : Appleton & Lange.

Hartshorn et all. 1997. Introduction To Critical Care Nursing Second Edition.


Philadelphia: WB Saunders Company.

Hidayat AA. (2004). Pengantar konsep dasar keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Hudak, CM. Gallo, BM. 2012. Critical Care Nursing: A Holistic Approach. Edisi ke-8.
Alih Bahasa Subekti. Jakarta: EGC

Kemenkes. 2011. Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah


Sakit.Diakses pada 18 September 2013 melalui www.kemenkes.go.id

Mansjoer, A. 2011. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius.

Marquis, BL & Huston, Cj. 1998. Management Decision Making For Nurses 3th Ed.
Philadelphia: JB Lippincott

Perry, Anne .G. & Potter, Patricia. A. 1997. Fundamental of Nursing : Concepts, process
and Practice (vol 2). Washington DC: The C.V. Mosby Company.
Sitorus, R.Y. 2005. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan
Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat. Jakarta:
EGC

Talbot, Laura, dan Mary Meyers-Marquardt. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis ed 2.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tomey. Alligood M.R.(2006). NursingTheorists and Their work. 6

Ed. USA : Mosby Inc.

Vicky. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Diakses pada 17 September 2013 melalui
Unismus Web: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/104/jtptunimus-gdl-vickynurpr-
5195-3-bab2.pdf

Anda mungkin juga menyukai