Anda di halaman 1dari 9

TUGAS III GEODINAMIKA

OLEH:

NURSINTA ATSANIYAH MISQUITA

R1A19048

TEKNIK GEOFISIKA

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2021
1. Bentuk transfer panas
 Prinsip terjadinya konveksi fluida
Perpindahan panas dapat di definisikan sebagai berpindahnya energi dari
satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-
daerah tersebut dari temperatur fluida yang lebih tinggi ke fluida lain yang
memiliki temperatur lebih rendah. Perpindahan panas pada umumnya
dibedakan menjadi tiga cara perpindahan panas yang berbeda yaitu :
o konduksi (conduction; juga dikenal dengan istilah hantaran),
o radiasi (radiation; juga dikenal dengan istilah pancaran),
o konveksi (convection; juga dikenal dengan istilah alian) (Yunus, 2009).
Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari
konduksi panas, penyimpanan dan gerakan mencampur. Perpindahan energi
dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya di atas suhu fluida
sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir
dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang
berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu
dan energi dalam partikel-partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel fluida
tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu rendah didalam fluida di mana
mereka akan bercampur dengan, dan memindahkan sebagian energinya pada
partikel-partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida
maupun energi (Ambarita, 2011).
Perpindahan panas secara konveksi antara batas benda padat dan fluida
terjadi dengan adanya suatu gabungan dari konduksi dan angkutan (transport)
massa. Jika batas tersebut bertemperatur lebih tinggi dari fluida, maka panas
terlebih dahulu mengalir secara konduksi dari benda padat ke partikel-partikel
fluida di dekat dinding. Energi yang di pindahkan secara konduksi ini
meningkatkan energi di dalam fluida dan terangkut oleh gerakan fluida. Bila
partikel-partikel fluida yang terpanaskan itu mencapai daerah yang
temperaturnya lebih rendah, maka panas berpindah lagi secara konduksi dari
fluida yang lebih panas ke fluida yang lebih dingin (Buchori, 2011).
Laju perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan
dan suatu fluida dapat dihitung dengan :
^
q=( T w −T f)

Keterangan :
q = Laju perpindahan panas dengan cara konveksi (Watt)
A = Luas penampang (m2)
Tw = Temperatur dinding (K)
Tf = Temperatur fluida (K)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 .K)
Koefisien perpindahan panas konveksi h bervariasi terhadap jenis aliran
(aliran laminer atau turbulen), sifat-sifat fisik fluida, temperatur rata-rata, juga
dipengaruhi oleh mekanisme perpindahan panas konveksi (Stoecker, 1982).
Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas (free
convection) dan konveksi paksa (forced convection) menurut cara
menggerakkan alirannya (Holman, 2002).
Konveksi bebas adalah perpindahan panas yang disebabkan oleh beda
suhu dan beda rapat saja dan tidak ada tenaga dari luar yang
mendorongnya.Contoh konveksi alamiah antara lain aliran fluida yang melintasi
radiator panas (Holman, 2002).
Konveksi paksa adalah perpindahan panas aliran gas atau cairan yang
disebabkan adanya tenaga dari luar. Contoh perpindahan panas secara konveksi
paksa adalah pelat panas dihembus udara dengan kipas/blower. (Holman,
2002).
2. Jenis-jenis konveksi mantel bumi
Konveksi adalah tipe transfer panas yang melibatkan pergerakan material.
Jumlah panas yang keluar melalui permukaan Bumi saat ini dikarenakan peluruhan
isotop radioaktif di dalam Bumi dan pendinginan Bumi.
Konveksi mantel bumi terdiri dari 3 jenis, yaitu :
 Konveksi Seluruh Mantel (Whole Mantle Convection)
 Konveksi Berlapis Mantel (Layered Mantle Convection)
 Konveksi Campuran Mantel (Hybrid Mantle Convection)

o Konveksi seluruh mantel


Konveksi seluruh mantel (Whole Mantle Convection) merupakan jenis
konveksi yang terjadi di seluruh lapisan mantel. Mantel diasumsikan sebagai
material seragam yang memungkinkan adanya transfer panas dan transfer
materi. Biasanya konveksi mantel didasarkan oleh dimensi lempeng besar
dengan dimensi horizontal 2000 – 5000 km, serta dimensi vertikal
kemungkinan sebanding. Konveksi seluruh mantel biasanya ditandai dengan
adanya bukti tomografi slab yang menunjam hingga 2900 km dari permukaan.

Gambar 1. Ilustrasi penampakan Konveksi seluruh mantel (Whole Mantle


Convection)

Jika sejumlah besar litosfer tersubduksi dapat memasuki mantel bawah di


bawah 660 km, maka harus ada mantel pelengkap upwelling. Dalam hal ini
panas bumi untuk seluruh mantel cenderung adiabatik. Panas bumi yang
diharapkan diilustrasikan pada gambar berikut :

Gambar 2. Panas bumi mantel diberikan untuk konveksi seluruh mantel


“(Kurva a). Serta kisaran nilai untuk solidus mantel dan suhu minimum
dalam lempengan subduksi.
3. Kontras Viskositas
 Zona Transisi Mantel
Zona transisi merupakan bagian dari mantel Bumi dan terletak di antara
mantel bawah dan mantel atas antara kedalaman 410 dan 660 km. mantel bumi
termasuk zona transisi, terutama dari peridotit, sebuah ultrabasa batuan beku.
Mantel terbagi menjadi mantel atas, zona transisi, dan mantel bawah sebagai
akibat dari penataan ulang butir-butir batuan olivine pada kedalaman 410 km,
untuk membentuk struktur Kristal yang lebih padat akibat peningkatan tekanan
dengan bertambahnya kedalaman.
Di bawah kedalaman 660 km, bukti menunjukkan karena perubahan
tekanan mineral ringwoodite berubah menjadi dua fase baru yang lebih padat,
bridgmanite dan periclase. Hal ini dapat dilihat dengan menggunakan gelombang
tubuh dari gempa bumi , yang dikonversi, dipantulkan atau dibiaskan pada batas,
dan diprediksi dari fisika mineral., karena perubahan fase bergantung pada suhu
dan kerapatan dan karenanya bergantung pada kedalaman. sekitar 410 km
seperti yang diprediksi oleh transisi dari Mg 2 SiO 4 ( olivin ke wadsleyite ). Dari
lereng Clapeyron , perubahan ini diperkirakan terjadi pada kedalaman yang lebih
dangkal di daerah dingin, seperti di mana lempeng subduksi menembus ke zona
transisi, dan pada kedalaman yang lebih besar di daerah yang lebih hangat,
seperti di mana bulu mantel melewati zona transisi. Oleh karena itu, kedalaman
yang tepat dari "diskontinuitas 410 km" dapat bervariasi.
Diskontinuitas 660 km muncul di prekursor PP (gelombang yang
memantulkan diskontinuitas sekali) hanya di daerah tertentu tetapi selalu
terlihat di prekursor SS . Ini terlihat sebagai refleksi tunggal dan ganda dalam
fungsi penerima untuk konversi P ke S pada rentang kedalaman yang luas (640–
720 km, atau 397–447 mi). Lereng Clapeyron memprediksi diskontinuitas yang
lebih dalam di daerah dingin dan diskontinuitas yang lebih dangkal di daerah
panas. Diskontinuitas ini umumnya terkait dengan transisi dari ringwoodite ke
bridgmanite dan periclase . Ini secara termodinamika merupakan reaksi
endotermik dan menciptakan lompatan viskositas. Kedua karakteristik tersebut
menyebabkan transisi fase ini memainkan peran penting dalam model
geodinamika. Bahan downwelling dingin mungkin mempengaruhi transisi ini.
 Konveksi Berlapis (Layered Mantle Convection)
Pemodelan geokimia menunjukkan bahwa pada konveksi berlapis mantel
tidak ada transfer materi melalui batas mantel atas dan mantel bawah. Mantel
atas dan mantel bawah dianggap terpisah dan memiliki aliran konveksi sendiri-
sendiri. Konveksi berlapis mantel ini didukung kuat oleh pencitaan tomografi
yang mengindikasikan adanya slab yang tertahan pada kedalaman 660 km.

Gambar 3. Ilustrasi penampakan konveksi berlapis mantel (layered mantle


convection)
4. Proses Terbentuknya Plume

Bulu mantel (bahasa Inggris: Mantle Plume) adalah ciri umum konveksi
termal ketika aliran magma yang membumbung dan bargerak naik ke atas dari
batuan panas yang tidak normal di mantel bumi. Seperti system tektonik
lempeng, mantel plume merupakan tipe konveksi yang secara perlahan
menggerakkan mantel.
Plume mungkin muncul dari lapisan panas di dasar mantel. Karena sangat
panas lapisan batas yang menyelubungi inti besi cair pastinya memiliki
viskoskas yang jauh lebih kecil (100 sampai 100 kali lebih kecil) dan densitas
yang sedikit lebih kecil dari mantel di atasnya. Saat kalor dari inti besi cair
mengalir ke dalam lapisan batas ini, bagian mantel mengembang dan menjadi
lebih kecil densitasnya. Ketika sebagian kecil menjadi lebih ringan dari mantel
yang lebih dingin di atasnya (perbedaannya sekitar 200°C dan 0.1 g/cm³
mungkin cukup), bagian itu akan menjadi ringan dan mulai naik. Oleh karena itu,
benjolan kecil terbentuk lapisan batas. Hal ini bisa membentuk diaper yang
akhirnya membesar dan berkembang menjadi menjadi mantel plume ringan.

B. Distribusi Plume di Bumi


Plume yang baru muncul naik melewati mantel dengan kepala bulat besar
yang disuplai oleh pipa tipis yang panjang, atau ekor yang memanjang ke
kedalaman. Saat plume yang baru naik melewati mantel, resistansi terhadap
alirannya menyebabkan kepalanya naik lebih pelan dibandingkan dengan
material diekor. Karenanya, kepala plume tersebut membesar sambil disuplai
oleh material yang mengalir melewati ekor panjang yang tipis. Kepala plume
yang naik tersebut mengembang seperti balon. Pembesaran kepala tersebut juga
terjadi karena material mantel yang lebih dingin di sekililingnya berubah
menjadi plume.

Karena kepala plume bertumbuh sambil bergerak melewati mantel,


kepala plume yang besar hanya dapat berkembang jika melintasi jarak yang
panjang. Ketika kepala plume yang baru naik dan mendekati permukaan dan
bertemu dengan litosfer yang keras, plume tersebut tampak menyebar dan
membentuk piringan material panas dengan lebar 1500 sampai 2500km dan
tebal 100 sampai 200km. plume yang naik mengangkat permukaan dan
membentuk kubah rebdah yang luas. Pengangkatan ini dapat menyebabkan
perluasan, patahan normal, keretakan dari litosfer yang terbentang di atas. Lebih
dari itu, saat plume naik ke kedalaman yang dangkal penurunan tekanan
memungkinkannya untuk melebur sebagian dan menghasilkan magma basaltic.
Smakin besar kepala plume, semakin besar volume basalt yang dapat terbentuk.

Akhirnya, kepala plume menghilang oleh pendinginan atau pertempuran


dengan astenosfer dangkal. Yang tersisa dari plume sebelumnya didominasi oleh
aliran yang melewati ekor yang panjang. Lalu plume itu sendiri kehilangan
energy termal dan mati, dan di saat yang bersamaan plume baru terbentuk di
bagian yang lain dan terus membawa panas dari interior ke permukaan. Jangka
hidup yang khas mungkin sekitar 100 juta tahun. Secara singkat, mantel plume
merupakan fitur sementara yang terbentuk dan pada akhirnya memudar dan
mati.

Anda mungkin juga menyukai