Anda di halaman 1dari 12

JPPSI: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sains Indonesia

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2019


ISSN: 2623-0852

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING


TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP
Y. Auliana, N. M. Pujani, P. Prima Juniartina

Program Studi S1 Pendidikan IPA


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: {yunda.auliana,made.pujani,prima.juniartina}@undiksha.ac.id

Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan keterampilan berpikir kritis antara siswa yang
dibelajarkan dengan model problem based learning (PBL) dan siswa yang dibelajarkan dengan
model kooperatif tipe student team achievement division (STAD). Penelitian ini termasuk
penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan rancangan non-equivalent
pretest-posttest control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
VII SMP Negeri 3 Singaraja semester genap tahun pelajaran 2018/2019 yang berjumlah 367
siswa. Sampel penelitian dipilih dengan teknik cluster random sampling. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini tersebar dalam 2 kelas dengan berjumlah 64 siswa, yaitu kelas
eksperimen yang dibelajarkan dengan model PBL dan kelas kontrol yang dibelajarkan dengan
model kooperatif tipe STAD. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes uraian
keterampilan berpikir kritis. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan anakova satu
jalur dengan taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) terdapat perbedaan
keterampilan berpikir kritis antara siswa yang dibelajarkan dengan model PBL dan siswa yang
dibelajarkan dengan model kooperatif tipe STAD dengan angka taraf signifikan diperoleh lebih
kecil dari 0,05 (sig.<0,05). Siswa yang belajar dengan model PBL secara signifikan memiliki
keterampilan berpiki kritis yang lebih tinggi dibandingkan dengan model kooperatif tipe STAD
(│µ1-µ2│= 16,000> LSD= 1,9994), 2) gain score ternormalisasi keterampilan berpikir kritis siswa
yang belajar dengan model PBL berkualifikasi sedang (<g>= 0,41), sedangkan gain score
ternormalisasi keterampilan berpikir kritis siswa yang belajar dengan model kooperatif tipe
STAD berkualifikasi rendah (<g>= 0,08).

Kata Kunci: problem based learning, student team achievement division,keterampilan


berpikir kritis.
Abstract
This research purposes analyze the critical thinking skills of students with problem based
learning model (PBL) and students by cooperative models of division type student team
achievement division (STAD). This research includes quasi-experimental research with
non-equivalent pretest-posttest control group design. The population in this research were all
seventh grade students of class VII SMPN 3 Singaraja semester 2018/2019 academic year
totaling 367 students. The research sample was chosen by cluster random sampling technique.
The sample used in this study was spread in 2 classes with a total of 64 students, namely the
experimental class which was taught by PBL model and control class which was taught by the
cooperative type STAD model. The instrument used in this study was a description of critical
thinking skills. Data were analyzed using descriptive statistics and anakova one way with a
significance level of 5%. The results showed that 1) there were differences in critical thinking
skills between students who were taught with the PBL model and students who were taught by
the cooperative type STAD model with a significant level of numbers obtained less than 0.05
(sig. <0.05). Students who learn with the PBL model significantly have higher critical thinking
skills than the cooperative type STAD model (│µ1-µ2│ = 16,000> LSD = 1,9994), 2) gain score
normalized critical thinking skills students who learn with the model PBL is moderately qualified
(<g> = 0.41), while the gain score normalizes critical thinking skills of students who study with
cooperative type STAD model with low qualifications (<g> = 0.08).

127
Keywords: problem based learning, student team achievement division, critical thinking skills.

PENDAHULUAN
Pendidikan memiliki peranan yang menunjukkan solusi pemecahan masalah
penting dalam kehidupan berbangsa dan yang paling efektif menurutnya di antara
bernegara, yaitu untuk menjamin solusi-solusi yang diberikan.
kelangsungan kehidupan dan Pembelajaran IPA melatih siswa
perkembangan bangsa. Pendidikan tertuang menggunakan dan mengembangkan
dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang kemampuan berpikirnya. Sebagai salah satu
Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan mata pelajaran pokok yang diajarkan di
adalah usaha sadar dan terencana untuk sekolah, IPA seharusnya mampu
mewujudkan suasana belajar dan proses mengembangkan segala potensi yang ada
pembelajaran agar siswa secara aktif pada siswa, salah satunya adalah
mengembangkan potensi dirinya untuk kemampuan berpikir kritis (Redhana, 2012).
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, Kenyataannya, keterampilan berpikir kritis
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, siswa di kategorikan masih rendah. Hal ini
akhlak mulia, serta keterampilan yang dapat ditinjau dari laporan Data Trends In
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Mathematics and Science Study (TIMSS)
Negara (Depdiknas, 2003). pada tahun 2015 mengungkapkan bahwa
Pemerintah Indonesia telah skor sains di Indonesia berada pada urut ke
melakukan berbagai upaya untuk 45 dari 48 negara dengan skor 397.
meningkatkan mutu pendidikan, mulai dari Rata-rata kemampuan sains siswa
kurikulum Rencana Pembelajaran tahun Indonesia pada tiap domain kognitif
1947 disempurnakan menjadi kurikulum (knowing, applying, dan reasoning) masih
Rencana Pelajaran Terurai tahun 1952, rendah. Bidang sains persentasi
disempurnakan lagi menjadi kurikulum pencapaian domain kognitif siswa pada
Rencana Pendidikan tahun 1964, kemudian aspek knowing hanya 37 jawaban benar,
disempurnakan kembali menjadi Kurikulum aspek applying 29 jawaban benar, dan
Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, aspek reasoning) 26 jawaban benar dari 171
kemudian disempurnakan menjadi butir soal IPA. Kemampuan sains peserta
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan didik Indonesia di bawah nilai rata-rata (500)
(KTSP) hingga disempurnakan lagi menjadi dan secara umum berada pada tahapan
Kurikulum 2013. Proses pembelajaran terendah atau yang dikenal low international
dalam Kurikulum 2013, peran siswa lebih benchmark. Berdasarkan data yang
dominan dibandingkan dengan guru, dipaparkan, hal ini membuktikan bahwa
sehingga Kurikulum 2013 bersifat student kualitias kemampuan sains di Indonesia
center. Kurikulum 2013 menuntut masih rendah (Balitbang, 2015).
mengembangkan keterampilan berpikir Rendahnya tingkat keterampilan
tingkat tinggi atau biasa disebut dengan berpikir kritis siswa di tunjukan juga dari
HOTS (higher order thinking skills). Salah temuan di lapangan. Suardana & Selamet
satu keterampilan berpikir tingkat tinggi (2017) menyatakan rendahnya keterampilan
adalah keterampilan berpikir kritis (critical berpikir kritis ditemukan pula pada siswa
thinking). Redhana (2010) menyatakan SMA di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
keterampilan berpikir kritis merupakan Hasil menunjukkan bahwa skor rata-rata
kemampuan berpikir bagi seseorang dalam keterampilan berpikir kritis siswa SMA pada
membuat keputusan yang dapat dipercaya tingkat tinggi, menengah, dan tingkat rendah
dan bertanggung jawab yang adalah 59,0 (kategori cukup), 43,1 (kategori
mempengaruhi hidup seseorang. rendah), dan 34,7 (kategori sangat rendah).
Nugraha, Suyitno & Susilaningsih Hal ini menunjukkan bahwa kualitias sumber
(2017) menyatakan bahwa siswa dengan daya manusia masih rendah. Hal ini juga
keterampilan berpikir kritis tinggi cenderung penelitian yang dilakukan oleh Sujamen, et
mampu mengkaji ulang pendapat yang al. (2018) bahwa kualitas pendidikan sains
diberikan berdasarkan pengetahuan yang di Indonesia, termasuk Bali cenderung
sudah ia miliki, siswa juga cenderung dapat

128
rendah. Beberapa kabupaten di Bali memfasilitasi kegiatan dalam upaya
menunjukkan bahwa siswa-siswa sekolah meningkatkan keterampilan berpikir kritis
menengah atas (SMA) jatuh ke dalam siswa. Salah satu model pembelajaran yang
kualifikasi kelas rendah dengan skor dapat membantu meningkatkan
rata-rata 49, 38 dalam skala 0-100. keterampilan kritis siswa adalah model
Sanjaya (2006) mengemukakan problem based learning (PBL). Santyasa
bahwa salah satu kelemahan proses (2011) menyatakan, model pembelajaran
pembelajaran yang dilaksanakan para guru problem based learning adalah suatu
adalah kurang adanya usaha model pembelajaran yang menggunakan
pengembangan kemampuan berpikir siswa. masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
Berdasarkan observasi di sekolah Faktor bagi pelajar untuk mengajar tentang
yang menyebabkan dikarenakan siswa keterampilan berpikir kritis dan keterampilan
kurang terlatih mengembangkan pemecahan masalah, serta untuk
keterampilan berpikir dalam memecahkan memperoleh pengetahuan serta konsep
masalah dan menerapkan konsep-konsep yang essensial dari materi pembelajaran.
yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia Arends (2007) menyatakan problem based
nyata. Guru menggunakan model learning (PBL) akan dapat membantu
pembelajaran kooperatif tipe student team peserta didik untuk mengembangkan
achievement division (STAD). Model keterampilan berpikir dan mengatasi
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah masalah, mempelajari peran-peran orang
salah satu model dari banyak model dewasa, dan menjadi pembelajaran mandiri.
pembelajaran kooperatif dengan Abddullah (2013) menyatakan bahwa
menggunakan kelompok-kelompok kecil model problem based learning (PBL)
beranggotakan empat sampai lima siswa merupakan pembelajaran yang
secara heterogen dengan diawali penyampaiannya dilakukan dengan cara
penyampaian tujuan pembelajaran, menyajikan suatu permasalahan,
penyampaian materi pelajaran, kegiatan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
kelompok, kuis serta penghargaan memfasilitasi penyelidikan dan membuka
kelompok (Slavin dalam Abdullah, 2013). dialog. Secara umum kegiatan dalam model
Secara umum kegiatan dalam model problem based learning terdiri dari 5 langkah
pembelajaran kooperatif tipe STAD terdiri pembelajaran, yaitu: 1) orientasi siswa pada
dari tujuh tahapan pembelajaran, yaitu: 1) masalah, 2) mengorganisasi siswa untuk
penyampaian tujuan pembelajaran dan belajar, 3) membimbing pengalaman
motivasi siswa, 2) penyampaian materi individu/kelompok, 4) mengembangkan dan
pelajaran, 3) pembentukan kelompok menyajikan hasil karya, 5) menganalisis dan
belajar, 3) belajar dalam kelompok dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
bimbingan kelompok belajar, 4) kuis, 5) Beberapa penelitian mengemukakan
evaluasi, dan 6) enghargaan kelompok. bahwa model problem based learning dapat
Proses pembelajaran dengan model meningkatkan keterampilan berpikir kritis
pembelajaran kooperatif tipe STAD, guru siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Ejin
mengalami kesulitan dalam menciptakan (2016) bahwa pembelajaran IPA
situasi belajar yang kondusif dan kurang berdasarkan model problem based learning
dapat bekerjasama dengan teman yang untuk melatihkan penguasaan konsep dan
kurang akrab dan adanya dominasi dari keterampilan berpikir kritis siswa SD, telah
siswa yang pandai (Trianto, 2013). Kondisi valid, praktis dan efektif sehingga layak
ini berimplikasi pada kebiasaan siswa untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran
menghafal setiap materi pelajaran yang dengan hasil analisis Independent Sample
berpengaruh pada rendahnya keterampilan T-test. Hasil penelitian Sujamen et.al (2018)
berpikir kritis siswa. hasilnya menunjukkan bahwa pembelajaran
Berdasarkan permasalahan yang telah dengan model PBL dapat meningkatkan
dipaparkan perlu adanya perbaikan kualitas keterampilan berpikir kritis siswa dalam
dan inovasi pembelajaran terutama model pembelajaran fisika (α = 5%) rata-rata
pembelajaran yang dapat mengarahkan untuk tiga kelompok jatuh ke dalam kategori
siswa memecahkan masalah dan tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

129
Irwandi et. al dan Saparudin Saroni (2018) selain variabel bebas terdapat variabel lain
bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa yang dapat mempengaruhi variabel terikat.
PBL adalah strategi pembelajaran yang baik Sebelum digunakan dalam penelitian,
untuk mengembangkan kemampuan instrumen harus diujicobakan. Pengujian
berpikir kritis dan kognitif siswa. instrumen meliputi: 1) uji validitas, 2) uji
Berdasarkan latar belakang yang telah indeks daya butir, 3) uji indeks kesukaran
dikemukakan, maka dapat dirumuskan butir, dan 5) uji reliabilitas. Tes keterampilan
permasalahan yaitu apakah terdapat berpikir kritis siswa tersebut berjumlah 10
perbedaan keterampilan berpikir kritis butir soal yang mewakili semua indikator
antara siswa yang dibelajarkan model dalam pembelajaran. Tes yang digunakan
problem based learning dengan siswa yang pada saat pretest dan posttest adalah tes
dibelajarkan model kooperatif tipe student yang sama.
team achievement division?. Tujuan yang Data yang diperoleh dianalisis secara
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah deskriptif dan anakova satu jalur. Metode
untuk menganalisis perbedaan keterampilan analisis deskriptif digunakan untuk
berpikir kritis antara siswa yang dibelajarkan mengetahui tinggi rendahnya keterampilan
model problem based learning dengan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran
siswa yang dibelajarkan model kooperatif IPA. Data yang diperoleh dari hasil tes
tipe student team achievement division. kemampuan awal dan akhir dianalisis untuk
mendapatkan skor peningkatan gain score
METODE ternormalisasi (<g>). Metode anakova satu
Penelitian ini termasuk penelitian jalur digunakan untuk mengetahui hubungan
eksperimen semu dengan rancangan antara kovariat, yaitu keterampilan berpikir
nonequivalent pretest-posttest control group kritis awal siswa dengan keterampilan
design. Populasi dalam penilitian ini adalah berpikir kritis siswa. Sebelum dilakukan
siswa-siswi kelas VII di SMP Negeri 3 pengujian hipotesis dengan anakova satu
Singaraja tahun pelajaran 2018/2019 jalur terlebih dahulu data harus memenuhi
berjumlah 367 siswa. Proses randomisasi beberapa asumsi yang meliputi: 1) Uji
yang dilakukan untuk mendapatkan sampel Normalitas sebaran data menggunakan
penelitian yaitu dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan
teknik cluster random sampling. Sampel SPSS 16.0 for windows. Kriteria pengujian
yang digunakan dalam penelitian tersebar yang digunakan adalah data berdistribusi
dalam 2 kelas dengan jumlah 64 siswa yang normal apabila angka signifikansi yang
yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. dihasilkan lebih besar dari 0,05. 2) Uji
Data dalam penelitian ini adalah Homogenitas mengguanakan Levene’s Test
keterampilan berpikir kritis siswa yang of Wquality of Error Variance dengan
diperoleh dengan tes keterampilan berpikir bantuan SPSS 16.0 for windows. Kriteria
kritis siswa. Tes keterampilan berpikir kritis pengujian yang digunakan adalah data
siswa yang digunakan berupa soal uraian. memiliki varain yang sama, apabila angka
Pada penelitian ini terdapat tiga variabel, signifikansi yang dihasilkan lebih besar dari
yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan 0,05. 3) Uji linieritas dengan melihat angka
variabel kovariat. Variabel bebas pada signifikansi pada deviation from linearity
penelitian ini adalah model pembelajaran. berbantuan SPSS 16.0 for windows. Kriteria
Model pembelajaran yang digunakan dalam pengujian yang digunakan adalah angka
penelitian ini yaitu model problem based signifikansi pada deviation from linearity
learning pada kelompok eksperimen dan lebih besar dari 0,05. Jika data hasil
model pembelajaran kooperatif tipe student penelitian telah memenuhi persyaratan
team achievement division pada kelompok normalitas, homogenitas varian, dan
kontrol. Variabel terikat pada penelitian ini linieritas maka anakova satu jalur dapat
adalah keterampilan berpikir kritis siswa. dilanjutkan.
Variabel kovariat pada penelitian ini adalah Pengujian hipotesis melalui anakova
keterampilan berpikir kritis awal siswa yang satu jalur bantuan SPSS 16.0 for windows.
berfungsi sebagai kontrol statistik karena Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal

130
tersebut mengisyaratkan terdapat Square Error). Kriteria yang digunakan
perbedaan keterampilan berpikir kritis adalah H0 ditolak harga mutlak
antara siswa yang belajar dengan │µm1-µm2│>LSD yang artinya terdapat
menggunakan model pembelajaran problem perbedaan nilai rata-rata variabel dependent
based learning dan kooperatif tipe student pada masing-masing kelompok sampel.
teams achievement division. Apabila hasil Taraf signifikansi yang digunakan dalam uji
uji F melalui anakova satu jalur ini sebesar 0,05. Uji ini memanfaatkan
menunjukkan terdapat perbedaan antara bantuan SPSS 16.0 for Windows.
rata-rata kelompok, maka diperlukan uji HASIL DAN PEMBAHASAN
lanjut untuk menentukan seberapa besar Deskripsi data hasil penelitian
derajat perbedaannya. membahas tentang profil pretest, posttest,
Uji lanjut dalam penelitian ini gain score ternormalisasi keterampilan
menggunakan Least Significant Diference berpikir kritis.Nilai rata-rata (M) keterampilan
(LSD). Formula yang digunakan untuk berpikir kritis siswa pada kelompok
menghitung Least Significant Difference eksperimen dan kontrol sebelum
(LSD) adalah formula Montgomery. Namun pembelajaran (pretest) dan sesudah
sebelum uji tersebut dilakukan, yang terlebih pembelajaran (posttest) disajikan pada
dahulu harus diketahui yaitu besarnya nilai Tabel 1.
Mean Difference (I-J) dan MSE (Mean

Tabel 1. Profil Pretest dan Posttest Keterampilan Berpikir Kritis

Model
Kelas Pretest Postest <g> Kualifikasi
Pembelajaran
Kelas
PBL 0,41 Sedang
Eksperimen 28,6 37,3
Kelas Kontrol STAD 27,5 29,3 0,08 Rendah

Nilai rata-rata keterampilan berpikir keterampilan berpikir kritis disajikan pada


kritis siswa disetiap indikator pada kelompok Gambar 1
eksperimen dan kontrol sebelum
pembelajaran (pretest) dan setelah
pembelajaran (posttets) menunjukkan
bahwa siswa yang belajar dengan model
problem based learning dilihat dari hasil
pretest dan posttest mengalami
peningkatan. Berdasarkan Tabel 1 skor
rata-rata pretest untuk kelompok
eksperimen sebesar 28,6, sedangkan untuk
kelas kontrol sebesar 27,5. Skor posttest
yang dicapai pada kelompok eksperimen Gambar 1
sebesar 37,3, sedangkan skor posttest Nilai Gain Score Ternormalisasi Pretest dan
untuk kelas kontrol sebesar 29,3. Nilai gain Posttes
score ternormalisasi yang dicapai kelas Santyasa (2011) menyatakan, model
eksperimen sebesar 0,41 memiliki kualifikasi pembelajaran problem based learning
sedang, sedangkan gain score adalah suatu model pembelajaran yang
ternormalisasi yang dicapai kelas kontrol menggunakan masalah dunia nyata sebagai
sebesar 0,08 memiliki kualifikasi rendah. suatu konteks bagi pelajar untuk mengajar
Hal ini menunjukkan bahwa hasil gain tentang keterampilan berpikir kritis dan
score ternormalisasi pada kelas eksperimen keterampilan pemecahan masalah, serta
lebih tinggi daripada hasil gain score untuk memperoleh pengetahuan serta
ternormalisasi pada kelas kontrol. Berikut ini konsep yang essensial dari materi
grafik profil gain score ternormalisasi pembelajaran. Ibrahim & Nur (dalam

131
Rusman, 2011) mengemukakan bahwa pada siswa, siswa didorong melakukan
pembelajaran berbasiss masalah penelitian, mengintegrasikan teori dengan
merupakan salah satu pendekatan praktik dan dunia nyata, serta
pembelajaran yang digunakan untuk mengaplikasikan pengetahuan dan
merangsang berpikir kritis tingkat tinggi keterampilan untuk menghasilkan solusi
siswa dalam situasi yang berorientasi pada yang tepat terhadap sebuah masalah.
masalah dunia nyata, termasuk didalamnya Konteks belajar dalam model
belajar bagaimana belajar. Model problem problem based learning dapat
based learning merupakan pembelajaran dideskripsikan sebagai proses belajar
yang menggunakan masalah nyata melalui pengalaman belajar yang
(autentik) yang tidak terstruktur direfleksikan dalam memecahkan suatu
(iil-structured) dan bersifat terbuka sebagai permasalahan-permasalahan tidak
komteks bagi peserta didik untuk terstruktur secara mendalam sehingga
mengembangkan keterampilan muncul suatu pemahaman baru dari proses
menyelesaikan masalah dan berpikir kritis belajar tersebut. Terdapat lima tahap
serta sekaligus membangun pengetahuan langkah-langkah model problem based
baru (Fathurrohman, 2015). learning, yaitu: 1) orientasi siswa pada
Temuan dalam penelitian ini sejalan masalah, 2) mengorganisasi siswa untuk
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan belajar, 3) membimbing pengalaman
oleh Handayani, Kurniati dan Agustina individu/kelompok, 4) mengembangkan dan
(2015), dalam penelitiannya yang berjudul menyajikan hasil karya, dan 5) menganalisis
pengaruh model problem based learning dan mengevaluasi proses pemecahan
terhadap keterampilan berpikir kritis siswa masalah.
pada sub materi pokok alat indra. Hasil tes Secara operasional empiris
N-gain score keterampilan berpikir kritis penerapan model problem based learning di
pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pada kelas menggunakan Lembar Kerja Siswa
kelas kontrol. N-gain score kelas (LKS) problem based learning yang
eksperimen yang menggunakan model sifatnya tidak terstruktur, sedangkan model
problem based learning sebesar 0,45 kriteria pembelajaran kooperatif tipe student teams
sedang, sedangkan N-gain score kelas achievement division menggunakan LKS
kontrol tanpa menggunakan model problem yang sifatnya lebih terstruktur. LKS PBL
based learning sebesar 0,27 kriteria rendah. dalam penyajiannya dimulai dengan
Adapun beberapa alasan yang penyajian masalah/pertanyaan yang
menjadi dasar mengapa model problem kontekstual. Tujuannya adalah untuk
based learning dalam pencapaian menggali pengetahuan awal yang dimiliki
keterampilan berpikir kritis lebih tinggi siswa. Permasalahan kontekstual tersebut,
dibandingkan dengan model pembelajaran siswa kemudian mengajukan jawaban
kooperatif tipe student teams sementara (hipotesis) sesuai dengan
achievement division, adalah sebagai pengetahuan awal mereka. Membuktikan
berikut. Menurut Suci (dalam Bungel, 2014) kebenaran dari hipotesis yang diajukan,
secara teoritik model pembelajaran problem siswa kemudian melakukan observasi
based learning memiliki karakteristik yang melalui kegiatan eksperimen atau melalui
membedakannya dengan model telaah pustaka dari beberapa
pembelajaran yang lainnya yaitu sumber-sumber referensi relevan. Hal ini
pembelajaran yang bersifat student tentunya dapat memberikan peluang bagi
centered atau berpusat pada siswa. Arends siswa untuk mengembangkan kemampuan
(2007) menyatakan problem based learning berpikir siswa secara optimal dalam
akan dapat membantu peserta didik untuk kegiatan pembelajaran.
mengembangkan keterampilan berpikir dan Siswa diberikan kesempatan untuk
mengatasi masalah, mempelajari menerapkan konsep yang diperoleh pada
peran-peran orang dewasa, dan menjadi permasalahan baru yang sifatnya realistik
pembelajaran mandiri. Savery (2006) sesuai dengan keseharian pebelajar.
menyatakan problem based learning adalah Dengan demikian dapat diyakini bahwa
sebuah model pembelajaran yang berpusat problem based learning dapat

132
mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang diperoleh pada kelas eksperimen dan
menjadi lebih baik. kontrol, maka dilakukan analisis deskripsi
Menurut Oktavia, Usmeldi & terhadap jawaban siswa pada setiap
Yohandri (2018) kegiatan yang indikator keterampilan berpikir kritis siswa
dilakukan dalam pembelajaran yang belajar dengan model problem based
mendorong siswa untuk dapat terapkan learning dan siswa yang belajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe student
dalam hidup. Ini berarti proses
teams achievement division. Tujuannya
penyelesaian masalahnya bukan hanya untuk mengetahui ketercapaain indikator
berharap siswa untuk memahami materi keterampilan berpikir kritis pada Indikator
yang dipelajari, tetapi bagaimana keterampilan berpikir kritis yang digunakan
penerapannya bisa diaplikasikan dalam ada lima yaitu interpretasi, analisis, evaluasi,
kehidupan sehari-hari. Melalui aplikasi inferensi dan eksplanasi. Skor maksimal
pembelajaran, peserta didik akan setiap buit soal per-indikator adalah 5 dan
merasakan pentingnya belajar sehingga minimal adalah 0. Skor yang diperoleh pada
mereka memperoleh makna yang setiap indikator keterampilan berpikir kritis
mendalam tentang apa yang dia siswa kemudian dianalisis menggunakan
terpelajar. gain score ternormalisasi yang disajikan
Sebagai tindak lanjut dari hasil gain pada Tabel 2.
score ternormalisasi pretest dan posttest

Tabel 2. Profil Ketercapaian Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Indikator Model Pembelajaran


Keterampilan Berpikir PBL STAD
Kritis Kualifikasi Kualifikasi
Pretest Posttest <g> Pretest Posttest <g>
Interpretasi 3,00 3,55 0,28 Rendah 2,81 2,77 -0,02 Rendah
Analisis 3,13 3,89 0,41 Sedang 3,09 2,78 -0,16 Rendah
Evaluasi 2,44 3,73 0,50 Sedang 2,42 3,16 0,29 Rendah
Infrensi 2,98 3,66 0,34 Sedang 2,84 3,03 0,09 Rendah
Eksplanasi 2,77 3,84 0,48 Sedang 2,58 2,94 0,15 Rendah

Berdasarkan Tabel 3 bahwa secara


keseluruhan indikator ketercapain gain
score ternormalisasi pada siswa yang
belajar dengan model problem based
learning lebih besar dibandingkan siswa
yang belajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe student teams
achievement division. Nilai gain score
ternormalisasi terhadap ketercapaian Gambar 2
indikator keterampilan berpikir kritis siswa Grafik Ketercapaian Indikator Keterampilan
untuk kelompok PBL dan STAD disajikan Berpikir Kritis Siswa
pada grafik histogram Gambar 2.
Keterangan Indikator:
I = Indikator Interpretasi
II = Indikator Analisis
III = Indikator Evaluasi
IV = Indikator Infrensi
V = Indikator Eksplanasi

133
Nilai gain score ternormalisasi pada dengan model problem based learning
indikator interpretasi, siswa yang belajar menunjukkan ketercapaian 0,50 (kualifikasi
dengan model problem based learning sedang) lebih tinggi dari pada siswa yang
menunjukkan ketercapaian sebesar 0,28 belajar dengan model pembelajaran
(kualifikasi rendah) lebih tinggi dari pada kooperatif tipe student teams
siswa yang belajar dengan model achievement division sebesar 0,17
pembelajaran kooperatif tipe student teams (kualifikasi rendah). Hal ini dikarenakan
achievement division sebesar -0,02 siswa terlatih untuk menganalisis suatu
(kualifikasi rendah). Hal ini dikarenakan permasalahan sehingga pada saat evaluasi
pada sintak orientasi pada masalah, siswa siswa lebih mudah untuk menjawab
terbiasa diberikan masalah terlebih dahulu pertanyaan.
sebagai interpretasi untuk dapat berpikir Nilai gain score ternormalisasi pada
kritis. Indikator selanjutnya yaitu pada indikator infrensi siswa yang belajar dengan
indikator analisis. Model problem based model problem based learning menunjukkan
learning memberikan masalah yang relevan ketercapaian 0,34 (kualifikasi sedang) lebih
diperkenalkan pada awal siklus instruksi dan tinggi dari pada siswa yang belajar dengan
digunakan untuk memberikan konteks dan model pembelajaran kooperatif tipe student
motivasi untuk pembelajaran yang mengikuti teams achievement division sebesar 0,09
(Michael dalam Argaw et al, 2017). (kualifikasi rendah). Hal ini dikarenakan
Gain score ternormalisasi pada siswa mengumpulkan informasi yang
indikator analisis siswa yang belajar dengan sesuai, melaksanakan eksperimen untuk
model problem based learning menunjukkan mendapatkan penjelasan dan melakukan
ketercapaian sebesar 0,41 (kualifikasi pemecahan masalah. Guru membimbing
sedang) lebih tinggi dari pada siswa yang siswa untuk mengidentifikasi dan memilih
belajar dengan model pembelajaran sumber yang dibutuhkan untuk menyusun
kooperatif tipe student teams suatu kesimpulan, sesuai dengan tahap
achievement division sebesar -0,16. Hal ini ketiga yaitu membimbing pengalaman
dikarenakan, siswa mengorganisasi untuk individual/kelompok. Guru juga membantu
belajar. siswa belajar untuk menganalisis siswa dalam merancang dan menyiapkan
suatu masalah atau situasi dengan karya yang sesuai seperti laporan, dan
mengidentifikasi masalah dalam bentuk membantu untuk menyampaikan kepada
representasi yang dimaksudkan untuk orang lain seperti tahap keempat
mengekspresikan keyakinan, penilaian, mengembangkan dan menyajikan hasil
pengalaman, alasan, informasi, atau karya.
pendapat. Setelah siswa memahami Nilai gain score ternormalisasi pada
konteks masalahnya, siswa diminta untuk indikator eksplanasi siswa yang belajar
mengidentifikasi dan menganalisis dengan model problem based learning
pernyataan masalah seperti, informasi apa menunjukkan ketercapaian 0,48 (kualifikasi
yang diberikan, dan apa informasi sedang) lebih tinggi dari pada siswa yang
diperlukan (Ahamad et.al, 2017). belajar dengan model pembelajaran
Analisis suatu masalah atau situasi kooperatif tipe student teams
yang dilakukan akan membawa siswa untuk achievement division sebesar 0,15
mengatur strategi dan teknik serta (kualifikasi rendah). Hal ini dikarenakan,
menjalankannya dengan benar melalui siswa diarahkan untuk menyatakan hasil
pemikirannya. Selain itu, guru membantu pemikiran, menjelaskan alasan berdasarkan
siswa untuk melakukan refleksi atau pertimbangan bukti-bukti yang sudah
evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan diperoleh dari pengamatan ataupun
proses yang mereka gunakan sehingga sumber-sumber buku yang relevan. Jadi,
sekaligus dapat melatih kemampuan secara keseluruhan dapat disumpukan
analisis siswa seperti sintak menganalisis bahwa pembelajaran dengan model
dan mengevaluasi proses pemecahan problem based learning lebih baik dalam
masalah. meningkatkan keterampilan berpikir kritis
Nilai gain score ternormalisasi pada siswa dibandingkan dengan model
indikator evaluasi, siswa yang belajar pembelajaran kooperatif tipe student

134
teams achievement division. Model bersifat linier karena nilai signifikansi kurang
problem based learning dibiasakan untuk dari 0,05.
menganalisis sebuah permasalahan dengan Hasil analisis kovariat pada
memberdayakan kemampuan keterampilan penelitian ini menunjukkan bahwa antara
berpikirnya. Hal ini yang menyebabkan model problem based learning (PBL) dan
rata-rata keterampilan berpikir kritis siswa model pembelajaran kooperatif tipe student
yang belajar dengan model problem based teams achievement division terdapat
learning lebih baik dibandingkan dengan perbedaan yang signifikan pada
model pembelajaran kooperatif tipe student keterampilan berpikir kritis siswa. Hal ini
teams achievement division. dapat ditunjukkan dengan skor statistik F =
Temuan ini didukung oleh peneliti 229,899 dengan angka signifikansi 0,000.
Ulfah et al (2018) menyatakan bahwa model Angka signifikansi ini lebih kecil dari 0,05.
pembelajaran problem based learning lebih Jadi, hasil belajar siswa secara signifikan
baik daripada model pembelajaran (sig<0,05) dipengaruhi oleh model
penemuan untuk menumbuhkan pembelajaran yang digunakan dalam
kemampuan berpikir kritis peserta didik pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis
dalam pembelajaran PPKn di Sekolah yang diperoleh menunjukkan bahwa model
Menengah Kejuruan Negeri 1 Magelang. Hal problem based learning (PBL) lebih baik
ini juga sejalan dengan penelitian Amanda diterapkan dibandingkan dengan model
et al (2018) bahwa ketuntasan indikator pembelajaran kooperatif tipe student teams
berpikir kritis sebesar 57,3% dan didukung achievement division dalam upaya
dengan skor peningkatan yang tinggi meningkatkan keterampilan berpikir kritis
terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. siswa.
Berdasarkan analisis data, dapat diperoleh Pengujian hipotesis dilakukan
kesimpulan bahwa implementasi model dengan uji Anakova satu jalur. Adapun
problem based learning efektif dalam hipotesis yang diajukan dan akan diuji dalam
meningkatkan keterampilan berpikir kritis penelitian ini adalah sebagai berikut.
siswa. Berdasarkan kajian tersebut bahwa 1. H0 : µ1 = µ2 yaitu tidak terdapat
hasil penelitian ini konsisten dengan gasil perbedaan keterampilan berpikir kritis
penelitian sebelumnya. antara siswa yang dibelajarkan dengan
Uji statistik sebagai uji prasyarat model problem based learning dan
dilakukan dengan menggunakan uji siswa yang dibelajarkan model
normalitas, homogenitas dan uji linearitas. pembelajaran kooperatif tipe student
Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa teams achievement division.
sebaran keterampilan berpikir kritis siswa 2. H1 : µ1 ≠ µ2 yaitu terdapat perbedaan
baik dari kelompok eksperimen maupun dari keterampilan berpikir kritis antara siswa
kelompok kontrol berdistribusi normal yang dibelajarkan dengan model
karena nilai signifikansi yang diperoleh lebih problem based learning dan siswa yang
besar dari 0,05. Pada uji homogenitas dibelajarkan dengan model
menunjukkan bahwa data keterampilan pembelajaran kooperatif tipe student
berpikir kritis siswa antara kelompok teams achievement division.
eksperimen dan kontrol mempunyai varian Ketentuannya jika angka signifikansi
yang sama yaitu tidak ada perbedaan lebih kecil dari 0,05 berarti H0 ditolak,
keterampilan berpikir kritis siswa yang sedangkan jika angka signifikansi lebih
dimiliki tiap kelompok karena nilai besar dari 0,05 (sig.>0,05) berarti H0
signifikansi yang diperoleh lebih besar diterima. Secara ringkas hasil uji
daripada 0,05. Pada uji linearitas Anakova satu jalur disajikan pada Tabel
menunjukkan bahwa data yang dimiliki 3

Tabel 3
Ringkasan Hasil UjiAnakova Satu Jalur

Tests of Between-Subjects Effects

135
Dependent Variable:Keterampilan Berpikir Kritis
Source Type III Sun of df Mean Square F Sig.
Squares
Corrected Model 4185,309 2 2092,654 130,732 ,000
Intercept 1678,729 1 1678,729 104,873 ,000
Pretest 89,309 1 89,3093 5,579 ,021
ModelPembelajaran 3680,052 1 3680,052 229,899 ,000
Eror 976,441 61 16,007
Total 289784,000 64
Corrected Total 5161,750 63

Hasil analisis menunjukkan bahwa F SIMPULAN DAN SARAN


untuk model pembelajaran besarnya Berdasarkan hasil dan pembahasan
229,899 dengan angka signifikansi yang dalam penelitian ini, dapat disimpulkan
diperoleh lebih kecil dari 0,05 (sig.<0.05). bahwa terdapat perbedaan keterampilan
Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima. berpikir kritis antara siswa yang dibelajarkan
Hal tersebut berarti terdapat perbedaan dengan model problem based learning dan
keterampilan berpikir kritis antara siswa siswa yang dibelajarkan dengan model
yang dibelajarkan dengan model problem pembelajaran kooperatif tipe student teams
based learning dan siswa yang dibelajarkan achievement division. Model problem
model pembelajaran kooperatif tipe student based learning dapat mengembangkan
teams achievement division. keterampilan berpikir kritis lebih baik
Hasil tindak lanjut LSD menunjukkan dibandingkan dengan model pembelajaran
bahwa signifikansi skor rata-rata kooperatif tipe student teams
keterampilan berpikir kritis antara siswa achievement division (│µm1-µm2│> LSD).
yang belajar dengan model problem based Berdasarkan hasil penelitian yang telah
learning lebih tinggi dibandingkan dengan dilakukan, peneliti melalui tulisan ini
skor rata-rata keterampilan berpiki kritis menyampaikan beberapa saran sebagai
siswa yang belajar dengan model berikut.
pembelajaran kooperatif tipe student teams 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
achievement division (Δµ = 16,000>LSD = siswa yang belajar dengan model problem
1,9994). Hal tersebut berarti pengaruh based learning secara signifikan
model problem based learning terhadap memperoleh keterampilan keterampilan
keterampilan berpikir kritis siswa secara berpikir kritis yang lebih baik daripada
statistik lebih baik dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan model
pengaruh model pembelajaran kooperatif pembelajaran kooperatif tipe student
tipe student teams achievement division. teams achievement division. Oleh karena
Hasil penelitian ini sejalan dengan itu, model problem based learning dapat
hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryasta, digunakan sebagai salah satu alternatif
Subrata & Pujani (2014), dalam penelitian strategi pembelajaran yang dapat
tentang pengaruh model problem based digunakan di sekolah karena sesuai
learning terhadap keterampilan berpikir kritis dengan paradigma konstruktivisme.
siswa kelas X IPA SMA Negeri 1 Singaraja. 2. Penelitian ini hanya bertujuan untuk
Hasil uji lanjut LSD menunjukkan bahwa mengetahui adanya pengaruh model
keterampilan berpikir kritis siswa yang problem based learning terhadap
belajar dengan model PBL lebih tinggi keterampilan berpikir kritis siswa. Kepada
dibandingkan model DI. Dengan demikian, peneliti lain yang tertarik untuk melakukan
keterampilan berpikir kritis siswa yang penelitian dengan model problem based
belajar dengan model PBL lebih baik learning disarankan melakukan penelitian
dibandingkan keterampilan berpikir kritis pada aspek pembelajaran yang berbeda,
siswa yang belajar dengan model DI. misalnya hasil belajar, prestasi belajar,
motivasi belajar, dan lain sebagainya.

136
3. Penelitian kedepannya disarankan agar Ejin, S. 2016. Pengaruh Model Problem
lebih memperlihatkan dan mengendalikan Based Learning Terhadap
faktor-faktor lain yang dapat Pemahaman Konsep dan
mempengaruhi keterampilan berpikir Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
kritis, seperti motivasi, IQ, kemampuan Kelas IV SD Jambu Hilir Baluti 2 pada
berpikir formal, dan sebagainya. Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam. Jurnal Pendidikan. Volume1(1).
DAFTAR PUSTAKA Hal 65-71.
Abdullah, S. R. 2013. Inovasi Pembelajaran, Fathurrohman, M. 2015. Paradigma
Jakarta: PT. Rineka Cipta. Pembelajaran Kurikulum 2013
Ahamad, H., et.al. 2017. Implementation of Strategi Alternatif Pembelajaran di
problem-based learning in geometry Era Global. Yogyakarta:
lessons. Journal of Physics: KALIMEDIA.
Conference Series. Volume 1(10). Hal Handayani, D, E., Kurniati, T & Agustina, T,
1-14. W. 2015, Pengaruh Model Problem
Amanda, S., Muharrami, L, K & Rosidi, I. Based Learning Terhadap
2018. Peningkatan Kemampuan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Berpikir Kritis Siswa pada pada Materi Pokok Alat Indra. Jurnal
Pembelajaran IPA Menggunakan Program Studi Pendidikan Biologi.
Model Pembelajaran Berbasis Volume 5(1). Hal 59-66.
Masalah yang Berbasis SETS. Journal Irwandi., W. N & Topano, A. 2018. Pengaruh
of Natural Science Education Problem Based Learning Terhadap
Reseach. Volume 1(1). Hal 57-64. Kemampuan Berpikir Kritis dan
Argaw, A.S et.al. 2017. “The Effect of Kognitif Siswa SMA. Prosiding
Problem Based Learning (PBL) Seminar Nasional Pendidikan Biologi
Instruction on Students’ Motivation Volume 1(1). Hal 191-196.
and Problem Solving Skills of Nugraha, A.J., Suyitno, H & Susilaningsih,
Physics”. Journal of Mathematics E. 2017. Analisis Kemampuan
Science and Technology Education. Berpikir Kritis Ditinjau dari
Volume 13(3). Hal 857-871. Keterampilan Proses Sains dan
Bungel, M. F. 2014. Penerapan model Motivasi Belajar melalui Model PBL.
pembelajaran problem based learning Journal Primary of Education. Volume
untuk meningkatkan hasil belajar 6(1). Hal 35-43.
siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Palu Oktavia, R.A., Usmeldi & Yohandri. 2018.
pada materi prisma. Jurnal Elektronik Development of Physics Learning
Pendidikan Matematika Tadulako. Material Based on Problem Based
Volume 2(1). Hal 46-54. Learning by Integrating Local Wisdom
Arends, R. I. 2007. Learning to teach West Sumatra to Improve Critical
(seventh edition). New York: Thinking Ability of Students.
McGrawhill Company. International Journals of Sciences and
Aryasta, I. N., Subratha, I, N., & Pujani, N, M. High Technologies. Volume 6(2). Hal
2014. Pengaruh Model Problem Bsed 544-553.
Learning Terhadap Berpikir Kritis Redhana, I. W. 2012. Model Pembelajaran
Siswa Kelas X IPA SMA Negeri 1 Berbasis Masalah dan Pertanyaan
Singaraja Tahun Ajaran 2013/2014. Socratik Untuk Meningkatkan
E-journal Undiksha. Volume 1(1). Hal Keterampilan Berpikir Kritis Siswa.
56-64. FMIPA.Universitas Pendidikan
Balitbang. 2015. Laporan Hasil TIMSS 2015. Ganesha. Jurnal Cakrawala
Jakarta: Kemendikbud. Pendidikan. Volume 1(3). Hal
Depdiknas. 2003. Undang-Undang Republik 351-365.
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Redhana, I. W. 2010. Pengaruh Model
Tentang Sistem Pendidikan Pembelajaran Berbasis Peta Argumen
Nasional. Jakarta: Depdiknas. terhadap Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa pada Topik laju Reaksi. Jurnal

137
Pendidikan dan Pengajaran, Volume
43(2). Hal 141-148.
Rusman, 2011. Model-Model
Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Sanjaya, W. 2006. Strategi pembelajaran
berorientasi standar proses
pendidikan. Jakarta: Kencana
Predana Media Group.
Santyasa, I W. 2011. Pembelajaran Inovatif.
Universitas Pendidikan Ganesha.
Diktat Perkuliahan (tidak diterbitkan).
Suardana, I. N & Selamet, I. N. K. 2012.
Analisis Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa SMA di Kabupaten Buleleng.
Prosiding Seminar Nasional MIPA.
Saroni, S., Hasan., Nasran & Simbuldin.
2018. Kemampuan Berpikir Kritis dan
Minat Belajar Mahasiswa pada Mata
Kuliah Fisiologi Tumbuhan Melalui
Model Pembelajaran PBL dan Inkuiri
dengan Menggunakan Media Mind
Mapping d Program Studi Pendidikan
Biologi Universitas Muhammadiyah
Bengkulu. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Biologi. Volume 1(12).
Hal 474-481.
Savery, J. R. 2006. Overview of
problem-based learning: Definitions
and distinctions. Interdisciplinary
Journal of Problem-based Learning
Volume1(1). Hal 9-20.
Sujamen, R., Poedjiastuti, S & Poedjiastuti,
B. 2018. The Effectiveness of
problem-based hybrid learning model
in physics teaching to enhance critical
thinking of the students of SMAN.
Journal of Physics: Conference
Series. Volume 1(11). Hal 1-7.
Trianto. 2013. Mendesain Model
Pembelajaran Inovatif-Progresif.
Surabaya: Kencana.
Ulfah, R, A., Prasetyo, D & Marzuki. 2018.
Pengaruh Model Pembelajaran PPKn
Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis
dan Sika Demokratis. Citizenship
Jurnal Pancasila dan
Kewarganegaraan. Volume 6(2). Hal
126-139.

138

Anda mungkin juga menyukai