Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

DISUSUN OLEH :

Nama : YOGENDRA
NPM : E1G020060
Prodi : Teknologi Indistri Pertanian
Shift : Rabu ( 16.00 WIB )
Hari/Tanggal   : Rabu / 3 November 2021
Kelompok :-
Dosen : 1. Hasanuddin,Ir.,M.Sc,
  2. Tuti Tuturiama,STP.,M.Si
Ko-ass             : Trio putra Setiawan S.TP
Objek Praktikum : Pembuatan Nata De Coco

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengolahan bahan pangan
semakin berkembang. Banyak bahan hasil pertanian yang diolah menjadi produk-produk yang
lebih bervariasi seperti pengolahan kedelai menjadi tahu, tempe, kecap dan oncom. Tidak
seperti makanan kedelai tradisional lain yang biasanya berasal dari Cina atau Jepang, tempe
berasal dari Indonesia. Tidak jelas kapan pembuatan tempe dimulai. Namun demikian,
makanan tradisonal ini sudah dikenal sejak berabad-abad lalu, terutama dalam tatanan budaya
makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Catatan sejarah yang
tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai
hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa mungkin dikembangkan di daerah
Mataram, Jawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-19.
Selain itu terdapat rujukan mengenai tempe dari tahun 1875 dalam sebuah kamus
bahasa Jawa - Belanda Sumber lain mengatakan bahwa pembuatan tempe diawali semasa era
Tanam Paksa di Jawa. Pada saat itu, masyarakat Jawa terpaksa menggunakan hasil
pekarangan, seperti singkong, ubi dan kedelai, sebagai sumber pangan. Selain itu, ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa tempe mungkin diperkenalkan oleh orang-orang Tionghoa
yang memproduksi makanan sejenis, yaitu koji kedelai yang difermentasikan menggunakan
kapang Aspergillus. Selanjutnya, teknik pembuatan tempe menyebar ke seluruh Indonesia,
sejalan dengan penyebaran masyarakat Jawa yang bermigrasi ke seluruh penjuru Tanah Air.
Tempe adalah salah satu produk fermentasi yang umumnya berbahan baku kedelai
yang difermentasi dan mempunyai nilai gizi yang baik. Fermentasi pada pembuatan tempe
terjadi karena aktivitas kapang Rhizopus oligosporus.
Fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang disebabkan
oleh aktivitas dari enzim lipoksigenase. Fermentasi kedelai menjadi tempe akan
meningkatkan kandungan fosfor. Hal ini disebabkan oleh hasil kerja enzim fitase yang
dihasilkan kapang Rhizopus oligosporus yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi
inositol dan fhosfat yang bebas. Jenis kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak
memproduksi toksin, bahkan mampu melindungi tempe dari aflatoksin. Tempe mengandung
senyawa antibakteri yang diproduksi oleh kapang tempe selama proses fermentasi (Koswara,
1995).
1.2 Tujuan Percobaan 
Adapun tujuan dari percobaan kali ini adalah :

1. Mahasiswa mampu memahami proses pembuatan tempe.


2. Mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses
pembuatan tempe
3. Mengatahui pengaruh lama fermentsi terhadap mutu tempe
4. Mengatahui lama waktu terbaik fermentasi tempe.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di


Indonesia.Tunjukkan pertama mengenai tempe ditemukan pada tahun 1875 bahkan dalam
serat centhini telah ditemukan kata tempe.karena itu menunjukkan bahwa makanan tradisional
ini sudah dikenal sejak berabad-abad tahun yang lalu dalam tatanan budaya masyarakat Jawa
khususnya Yogyakarta dan Surakarta (Bambang Sarwono, 2010).
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-
kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe
umumnya dibuat secara tradisional dan merupakan sumber protein nabati. Tempe
mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat,
dan mineral. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna,
diserap, dan dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai
menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna
oleh manusia (Kasmidjo, 1990).
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai dengan
bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak
dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada
permukaan biji kedelai. Tekstur yang kompak juga disebabkan oleh miselia-miselia jamur
yang menghubungkan antara biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi komponen-
komponen dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor spesifik setelah fermentasi
(Kasmidjo, 1990).
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan
mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat Barat. Tempe dapat dibuat dari
berbagai bahan. Tetapi yang biasa dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya
ialah tempe yang dibuat dari kedelai (Kasmidjo, 1990). Tempe mempunyai ciri-ciri putih,
tekstur kompak. Pada dasarnya cara pembuatan tempe meliputi tahapan sortasi dan
pembersihan biji, hidrasi atau fermentasi asam, penghilangan kulit, perebusan, penirisan,
pendinginan, inokulasi dengan ragi tempe, pengemasan, inkubasi dan pengundukan hasil.
Tahapan proses yang melibatkan jamur dalam pembuatan tempe adalah saat inokulasi atau
fermentasi.
Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan sejak lama sejak
jaman kuno. Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk
tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba. Bioteknologi berbasis
fermentasi sebagian besar merupakan proses produksi barang dan jasa dengan menerapkan
teknologi fermentasi atau yang menggunakan mikroorganisme untuk memproduksi makanan
dan minuman seperti: keju, yoghurt, minuman beralkohol, cuka, sirkol, acar, sosis, kecap, dll
(Nurcahyo, 2011).
Ragi tempe merupakan sediaan fermentasi atau dikenal dengan stater yang
mengandung mikroorganisme yang mempunyai peran penting dalam fermentasi tempe,
mikroorganisme tersebut berasal dari jenis kapang Rhizopus diantaranya Rhizopus
oligosporus, Rhizopus oryzhae, dan Rhizopus stolonifer (Mujianto, 2013)
Kualitas tempe amat dipengaruhi oleh kualitas starter yang digunakan untuk
inokulasinya. Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe, dan banyak pula yang
menyebutkan dengan nama ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan
jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat
tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan
kedelai berubah sifat/karakteristiknya menjadi tempe (Kasmidjo, 1990).
Adanya perbedaan jenis kedelai yang digunakan sebagai bahan baku akan
menghasilkan tempe dengan mutu gizi yang berbeda pula, baik mutu gizi secara sensori, fisik,
maupun kimia (Radiati dan Sumarto, 2016)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Bahan dan Alat


A. Bahan Membuat Tempe :

 Kedelai
 Ragi tempe
 Plastik
C. Alat :

 Wadah ukuran sedang,


 Ember
 Panci
 Kompor
 Pengaduk
 Pisau
 Lidi

3.2 Prosedur Kerja


1. Lakukan sortasi biji kedelai dengan cara memilih biji kedelai yang bagus dan padat
berisi.
2. Biji kedelai dicuci untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur di
antara biji kedelai.
3. Lakukan perebusan selama 30 menit untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan
dalampengupasan kulit.
4. Rendam biji yang telah direbus menggunakan air yang dicampur dengan asam asetat
sehingga pH larutan mencapai 4-5. Perendaman dilakukan selama 16 – 24 jam.
5. Saring biji kedelai yang telah direndam dan tiriskan. Lakukan pengupasan biji kedelai
hingga terpisah dengan kulitnya.
6. Selanjutnya lakukan perebusan kembali selama 20-30 menit.
7. Tiris dan dinginkan.
8. Kemudian kedelai yang sudah tidak terlalu panas (± 30o C) diberi ragi tempe dengan
cara menebarkan pada permukaan kedelai.
9. Lakukan pengemasan dengan menggunakan plastik/daun yang telah dilubangi hingga
¾ nya.
10. Inkubasikan kedelai pada suhu ruang selama 36-48 jam.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN

4.1 TABEL PENGAMATAN TEMPE DAUN

Parameter Lama Fermentasi


Pengamata Tempe 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 hari 5 Hari
n

Warna Kuning Putih Tempe Putih agak Kuning


khas Seperti segar ,putih kecoklatan kecoklatan
kedelai tempe dan bagian
segar berwarna
Hitam
Aroma khas Tempe Tempe Tempe Berbau
kedelai segar segar agak Busuk
busuk ,menyengat
Rasa Rasa Rasa Khas Rasa Khas Rasa pahit Pahit
Kedelai tempe tempe
Tekstur Kedelai Sebagian Keras Agak Lembek dan
Utuh Masih Lembek Berlendir
bentuk
kedelai
utuh

4.2 TABEL PENGAMATAN TEMPE PLASTIK

Parameter Lama Fermentasi


Pengamata Tempe 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 hari 5 Hari
n

Warna Kuning Putih Tempe Putih Kuning


khas Seperti segar kekuningan Kecoklatan
kedelai tempe ,putih
segar
Aroma khas Tempe Tempe Tempe Berbau
kedelai segar segar busuk/Sema Busuk
ngit
Rasa Rasa Rasa Khas Rasa Rasa pahit Pahit
Kedelai tempe Khas
tempe
Tekstur Masih Sebagian Keras Agak Lembek dan
bentuk terbentuk Lembek Berlendir
kedelai kapang
utuh
BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini kami melakukan praktikum pengamatan perubahan fisik dari
kedelai menjadi tempe pada proses fermentasinya. Pengamatan dilakukan pada tempe yang
dibungkus daun pisang dan plastic. Tempe diamati perubahan dari warna,aroma,rasa ,dan
teksur, serta tempe diamati selama 5 hari. Dengan pengamatan tersebut untuk mengetahui
bagaimana perubahan kedelai menjadi tempe.
Proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Rhizopu sp menghasilkan energi. Energi
tersebut sebagian ada yang dilepaskan oleh jamur Rhizopus spsebagai energi panas. Energi
panas itulah yang menyebabkan perubahan suhuselama proses inkubasi tempe. Selain terjadi
perubahan suhu, selama prosesinkubasi tempe juga terjadi perubahan warna, dan munculnya
titik- titik air yang dapat diamati pada permukaan dalam plastik pembungkus tempe. Pada
awal pengamatan, kedelai pada tempe seperti berselelimut kapas yang putih. Tetapi dengan
bertambahnya masa inkubasi, mulai muncul warna hitam pada permukaan (Suciati, 2012).
Pada pengamatan tempe kontrol tempe baik yang dibungkus dengan daun pisang
maupun dengan plastik masih berbentuk kedelai utuh karena belum mengalami proses
fermentasi, warna serta aroma yang khas kedelai.
Awal dari proses pembuatan tempe adalah dengan membuang kotoran yang ada pada
kedelai. Setelah itu kedelai mengalami proses perebusan yang tujuannya adalah untuk
melunakkan dan agar bakteri tempe dapat mati. Selanjutnya pencucian dan penghilangan kulit
ari tujuannya adalah agar ragi yang ditambahkan bisa masuk kedalam daging kedelai dan juga
agar teksturnya lembut tidak ada serat kasar.
Selama proses pembuatan tempe terjadi penurunan kadar karbohidrat. Sehingga daya
cerna tempe meningkat dan bebas dari masalah flatulensi. Fermentasi kedelai menjadi tempe
juga akan meningkatkan kandungan fosfor. Hal ini disebabkan hasil kerja enzim fitase yang
diproduksi kapang tempe, yang mampu menghidrolisa asam fitat menjadi inositol dan fosfat
yang bebas.
Pembuatan tempe ini menggunakan plastik dan daun pisang. Fermentasi dan
pengamatan dilakukan selama 5 hari. Pada pengamatan hari Ke-2 kedelai yang dibungkus
dengan daun pisang mengalami perubahan. Dimana telah tumbuh kapang pada beberapa
bagian kedelai dan masih ada pula kedelai yang belum tumbuh kapang. Pada pengamatan ini
kedelai berwarna putih pada bagian yang telah tumbuh kapang ,tempe beraroma khas tempe
dengan teksur agak padat. Pada tempe kemasan plastic juga mulai tumbuh kapang , beraroma
khas tempe dan juga memiliki rasa khas tempe serta warna putih karena kapang sudah
muncul.
Kemasan plastik memiliki kelebihan yaitu kuat, ringan, tidak karatan serta dapat diberi
warna, sedangkan kelemahannya adalah molekul kecil yang terkandung dalam plastik yang
dapat melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas. Daun pisang memiliki
kelebihan pembungkus alami yang tidak mengandung bahan kimia, mudah ditemukan, mudah
di lipat dan memberi aroma (Winarno, 1994).
Pada pengamatan hari ke-3 tempe yang dibungkus dengan plastic, tempe memiliki
warna putih khas tempe, beraroma khas tempe segar, dengan tekstur yang keras dan padat,
karean pada hari ke-3 kapang sudah tumbuh secaara sempurna. Dan pula pada pada
pengamatan temep yang dikemas dengan menggunakan bungkus plastic mempunyao teksur
keras dan padat, berwarna putih, memiliki aroma khas tempe segar, dan rasa khas tempe yang
maish segar.
Pada pengamatan hari ke-4 sudah mulai terjadi perubahan yang signifikan pada tempe
baik yang dibungkus dengan plastic maupun tempe yang dibungkus menggunakan daun
pisang. Perubahan tempe yang dibungkus dengan daun pisang ,tempe mulai berwarna putih
kecoklakan karena tempe sudah mulai mengalami proses pembusukan. Tempe mulai
beraroma tidak sedap (berbau busuk), tempe juga rasanya berubah menjadi pagit, dengan
tekstur yang mulai lembek dan agak berlendir pada bagian atasnya. Hal yang hampir serupa
juga terjadi pada tempe yang dibungkus dengan plastik. Tempe mulai berubah warna menjadi
putih kekuningan, juga mulai beraroma busuk, serta rasa pahit jika dikonsumsi dengan teksur
yang lembek akibat tempe mengalami proses pembusukan.
Pada pengamatan hari ke-5 tempe yang dibungkus dengan plastic, tempe berwarna
kuning kecoklatan akibat proses pembusukan , tempe beraroma busuk yang menyengat serta
rasa pahit dan teksur sudah lembek. Hal yang sama juga terjadi pada tempe yang dibungkus
menggunakan daun pisang.
Rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen-komponen
dalam tempe selama berlangsungnya proses fermentasi. Rasa khas tempe yang enak adalah
tidak kecut. Rasa kecut yang muncul dikarenakan adanya pencucian kedelai yang kurang
bersih, sehingga mempengaruhi rasa yang dihasilkan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat saya buat pada percobaan kali ini adalah :

- Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai


dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus.
- Proses pembuatan tempe merupakan roses penanaman mikroba jenis Jamur
Rhizopus sp pada medra kedelai sehingga terjadi fermentasi kedelai oleh ragi.
- Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk
tertentu yang dikehendaki dengan menggunakan bantuan mikroba
- Hasil fermentai menyebabkan tekstur kedelai menjadi lunak, terurainya protein
yang tergantung pada kedelai menjadi lebih sederhana tempe terbuat dari kedelai
dengan bantuan Jamur Rhizopus sp.

6.2 Saran
Untuk para praktikan sebelum dilakukannya praktikum sebaiknya membaca penuntun
supaya lebih siap dan dapat memahami praktikum apa yang sedang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Penuntun Praktikum Mikrobiologi Industri 2021, Teknologi Industri Pertanian UNIB


Bambang Sarwono, 2010. Usaha membuat tempe dan oncom. Yogyakarta : PT niaga
swadaya.
Kasmidjo, RB. 1990. Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU
Pangan dan Gizi. Yogyakarta: UGM Press.
Mujianto. 2013. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Proses Produksi Tempe Produk
UMKM di Kabupaten Sidoarjo, Jurnal Reka Agroindustri Media Teknologi dan
Manajemen Agroindustri, I(1)
Nurcahyo, H. 2011. Diktat Bioteknologi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Radiati, A. dan Sumarto. 2016. Analisis Sifat Fisik, Sifat Organoleptik, dan Kandungan Gizi
Pada Produk Tempe dari Kacang Non-Kedelai. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan.
Vol. 5. No. 1:16–22.
BAHAN DISKUSI

1. Terdapat dua jenis miroba yang sering digunakan dalam fermentasi tempe. Diskusikan
apa kelemahan dan kelebihan masing-masing mikroba tersebut dalam proses fermentasi
tempe?
2. Apa tujuan dari masing-masing tahapan pada pembuatan tempe...?
3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan tempe...!
Jawab

1. Keuntungan dan kerugian Rhizopus oligosporus :

- Keuntungan Rhizopus oligosporus:


Dapat dimanfaatkan dalam pembuatan tempe
- Kekurangan Rhizopus oligosporus :
Dapat membusukkan makanan

2. Tujuan dari masing-masing tahapan pada pembuatan tempe :

a. Sortasi biji bertujuan untuk memisahkan biji kedelai yang bagus dan bisa digunakan
dan biji kedelai yang tidak dapat digunakan, dan untuk memperoleh keseragaman.
b. Pencucian biji kedelai bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun
tercampur didalm biji kedelai dan agar kedelai bersih.
c. Perebusan biji kedelai bertujuan untuk melunakkan biji kedelai agar nantinya dapat
menyerap asam pada tahap perendaman.
d. Perendaman biji setelah perebusan bertujuan untuk hidrasi biji kedelai dan
membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi.
e. Pengupasan biji kedelai bertujuan untuk agar miselium fungi dapat menembus biji
kedelai selama proses fermentasi.
f. Perebusan yang kedua bertujuan agar hasil fermentasi menyerap dengan baik.
g. Pendinginan bertujuan untuk mempermudah proses pemberian ragi.
h. Penebaran ragi bertujuan agar kedelai dapat menjadi tempe.
i. Pengemasan bertujuan agar tempe dapat terfermentasi dengan ragi yang telah
ditabur tadi dapat berjalan dengan baik.
j. Inkubasi bertujuan agar tempe dapat jadi seperti yang diinginkan.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan tempe :

1. Suhu
Dalam pembuatan tempe, suhu sangat berpengaruh dalam menetukan tumbuhatau
tidaknya jamur tempe. Dimana suhu yang dibutuhkan jamur tempe untuk tumbuh
adalah suhu ruang yakni antara 27 sampai 34 derajat celcius.
2. Kadar air
Jumlah kadar air yang terkandung dalam bahan baku juga mempengaruhi
keberhasilan dalam pembuatan tempe, jika kandungan air terlalu banyak maka
dikhawatirkan jamur yang tumbuh bukan hanya jamur tempe melainkan juga akan
ditumbuhi jamur pembusuk.
3. Jumlah agi yang digunakan
Jumlah ragi yang digunakan jika terlalu sedikit maka tempe yang dihasilkan akan
kurang maksimal dimana antara biji kacang satu dangan yang lainnya tidak
menempel dengan sempurna. Sebaliknya jika ragi yang digunakan terlalu banyak
maka akan merusak kualitas tempe karna jumlah jamur yang tumbuh terlalu banyak
dan akan mempercepat proses pembusukan.
4. Kebersihan alat dan bahan
Alat dan bahan yangkita gunakan harus benar-benar bersih karena jika ada
kontaminasi mikroba lain dalam alat dan bahan kita akan mengganggu proses
fermentasi tempe yang sedang kita buat

Anda mungkin juga menyukai